BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Uraian Teoritis Investasi Pengertian Investasi Menurut Jogiyanto (2003:5), investasi dapat didefenisikan sebagai penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien selama periode waktu yang tertentu. Perkembangan pasar modal sebagai lembaga piranti investasi memiliki fungsi ekonomi dan keuangan yang semakin di perlukan oleh masyarakat sebagai media alternatif dan penghimpun dana. Dalam fungsi ekonominya pasar modal menyediakan fasilitas untuk memindahkan dana dari lender (pihak yang mempunyai kelebihan dana) ke borrower (pihak yang memerlukan dana) dengan menginvestasikan dana yang mereka miliki, lender mengharapkan memperoleh imbalan dari penyerahan dana tersebut dari sisi borrower, tersedianya dana dari pihak luar lender memungkinkan mereka melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedinya dana hasil operasi perusahaan. Dalam fungsi keuangannya dilakukan dengan menyediakan dana tanpa harus terlibat langsung dalam kepemilikan aktiva riil yang diperlukan untuk investasi tersebut (Husnan, 2005:4).

2 Langkah-langkah Investasi Dalam era globalisasi, kegiatan investasi dapat dilakukan menembus batas-batas negara dengan sangat mudah, karena banyak perusahaan investasi yang telah beropersi secara internasional, sehingga investor dapat dengan mudah melakukan jual beli instrumen keuangan dari berbagai perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Hal ini memungkinkan terbukanya kesempatan bagi investor untuk melakukan deversifikasi internasional. Investor baik individual ataupun lembaga dalam melakukan kegiatan investasi baik dalam sektor riil seperti bidang manufaktur, property, perkebunan, peternakan, pertambangan, dan lain-lain sebagainya. Maupun investasi dalam sektor keuangan seperti saham, obligasi, Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang diterbitkan oleh perusahaan ataupun negara akan melakukan langkah-langkah dalam investasi seperti yang dinyatakan oleh Samsul (2006:284 dan 285) sebagai berikut : 1). Alokasi investasi adalah tindakan untuk menetapkan bobot investasi atau proporsi instrumen keuangan tak berisiko (risk free asset) dan instrumen keuangan berisiko (risky asset). Risk free assets diartikan sebagai instrumen investasi yang tidak mungkin mengalami gagal bayar bunga dan pokok investasi seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Risky asset diartikan sebagai instrumen keuangan yang mengandung resiko tidak mendapatkan hasil investasi, atau pokok investasi tidak kembali sebagian atau seluruhnya, seperti saham dan obligasi. Dalam menentukan bobot investasi risky free assets dan risky assets, investor

3 mempertimbangkan kondisi pasar (market timing) dan siklus ekonomi (business cycles) yang sedang berlangsung pada saat investasi akan diputuskan. Dalam siklus ekonomi recovery dan siklus prosperity, sebagian besar porsi investasi dilakukan dalam saham dan sebahagian kecil dalam obligasi atau instrumen pasar uang. Dalam siklus resesi dan siklus depresi, porsi investasi dalam saham sangat kecil dan porsi dalam obligasi serta SBPU merupakan bagian terbesar. Investasi saham dalam siklus resesi dan siklus depresi terbatas untuk saham perusahaan yang memproduksi produk tidak tahan lama (nondurable goods). Hal ini berarti bobot investasi antara SBPU, obligasi, dan saham tidak bersifat konstan, melainkan berubah-ubah menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang sedang berlangsung atau kondisi pasar yang diprediksi dimasa datang. Risky assets dalam bentuk saham dapat dikelompokkan ke dalam sembilan sektor menurut Bursa Efek Jakarta, yaitu (1) Perkebunan & Peternakan, (2) Pertambangan & Energi, (3) Industri Dasar & Ringan, (4) Industri Berat & Otomotif, (5) Makanan & Minuman, (6) Properti, (7) Infrastruktur, Transportasi & Komunikasi, (8) Perbankan & Keuangan, dan (9) Industri Lain-lain. 2). Seleksi Sekuritas (securities selection) adalah tindakan memilih saham yang akan diinvestasikan dari beberapa jenis saham yang berada dalam suatu sektor. 3). Pergantian sekuritas (shifting securities) adalah tindakan mengubah komposisi sektor-sektor dalam suatu portofolio atau jenis saham dalam suatu sektor. Penetapan proporsi investasi di setiap sektor tidak sama, tetapi disesuaikan dengan kondisi pasar (market timing) yang akan berlangsung beberapa bulan ke depan. Proporsi investasi di setiap sektor akan terus berubah secara priodik dan tidak konstan. Sharpe et. al (2005:11) menyatakan langkah-langkah dalam melakukan proses investasi antara lain : 1). Kebijakan investasi, langkah pertama menentukan kebijakan investasi, meliputi penentuan tujuan investor dan banyaknya kekayaan yang dapat diinvestasikan. Karena terdapatnya hubungan

4 positif antara resiko dan return untuk strategi investasi, bukan suatu hal yang tepat bagi seorang investor untuk berkata bahwa tujuannya adalah memperoleh banyak keuntungan. Yang tepat bagi seorang investor dalam kondisi seperti ini adalah menyatakan tujuannya untuk memperoleh banyak keuntungan dengan memahami bahwa ada kemungkinan terjadinya kerugian. Tujuan investasi seharusnya dinyatakan dalam resiko maupun return. Langkah dalam proses investasi ini juga meliputi identifikasi potensi kategori aset keuangan yang akan dimasukkan ke portofolio. 2). Analisis sekuritas, langkah kedua dalam proses investasi adalah melakukan analisis sekuritas, yang meliputi penilaian terhadap sekuritas secara individual (atau beberapa kelompok sekuritas) yang masuk ke dalam kategori luas aset keuangan yang telah diidentifikasi sebelumnya. Salah satu tujuan melakukan penilaian tersebut adalah untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah harga (mispriced). Ada banyak pendekatan terhadap analisis sekuritas, namun pendekatan tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua klasifikasi. Klasifikasi pertama adalah analisis tehnikal, analis yang memakai pendekatan ini untuk analisis sekuritas disebut analis tehnis atau analisis tehnikal. Klasifikasi kedua disebut analisis fundamental; mereka yang memakai pendekatan ini disebut fundamentalis atau ahli analisis fundamental. 3). Pembentukan portofolio, langkah ketiga dalam proses investasi, pembentukan (penyusunan portofolio), melibatkan identifikasi aset-aset khusus mana yang akan dijadikan investasi, juga menentukan besarnya bagian kekayaan investor yang akan diinvestasikan ke tiap aset tersebut. Di sini masalah selektifitas, penentuan waktu dan diversifikasi perlu menjadi perhatian investor. 4). Revisi portofolio, langkah keempat dalam proses investasi, revisi portofolio, berkenaan dengan pengulangan priodik dari ketiga langkah sebelumnya. Yaitu, dari waktu ke waktu, investor mungkin mengubah tujuan investasinya, yang pada gilirannya berarti portofolio yang dipegangnya tidak lagi optimal. 5). Evaluasi kinerja portofolio, langkah kelima dalam proses investasi, evaluasi kinerja portfolio, meliputi penentuan kinerja portofolio secara priodik, tidak hanya berdasarkan return yang dihasilkan

5 tetapi juga resiko yang dihadapi investor. Jadi diperlukan ukuran yang tepat tentang return dan resiko dan juga standar (benchmark) yang relevan. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan kegiatan investasi, baik pada sektor riil ataupun sektor keuangan investor menentukan langkah-langkah yang umum untuk dijalankan. Langkahlangkah tersebut meliputi pengalokasian dana investor pada sekuritas yang akan diinvestasikan berkenaan dengan masalah proporsi dari aset yang sesuai dengan keadaan financial investor, melakukan seleksi sekuritas berkaitan dengan analisis sekuritas yang akan diinvestasikan dalam bentuk individual ataupun deversifikasi melalui pembentukan portofolio dengan menggunakan analisis fundamental atau analisis tehnikal, revisi dan penggantian sekuritas yang telah dibentuk hal ini penting dilakukan agar kegiatan investasi yang dilakukan, diharapkan akan dapat memenuhi tujuan investasi, karena sekuritas yang berada dipasar umumnya tidak memiliki kinerja yang tetap, tetapi berubah sesuai dengan keadaan pasar. Dalam seleksi sekuritas yang akan diinvestasikan terdapat banyak pendekatan analisis yang digunakan tetapi umumnya analisis itu digolongkan kedalam dua kategori utama yaitu analisis tehnikal dan analisis fundamental. Analisis tehnikal, meliputi studi harga pasar saham dalam upaya meramalkan pergerakan harga masa depan untuk saham perusahaan tertentu. Mula-mula harga masa lalu dianalisis untuk menentukan trend atau pola pergerakan harga. Lalu harga saham sekarang dianalisis untuk mengidentifikasi trend/pola yang

6 muncul yang mirip dengan pola masa lalu. Sedangkan Analisis saham fundamental berupaya meramalkan saat dan besarnya aliran tunai dan kemudian mengkonversikannya menjadi nilai sekarang (present value) dengan menggunakan tingkat diskonto yang tepat. Lebih spesifik lagi, analis tidak hanya harus memperkirakan tingkat diskonto saja tetapi juga aliran deviden dari suatu saham pada masa depan, yang sama artinya dengan meramalkan pendapatan perlembar saham dan pembayaran deviden tunai (pay out ratio). Lebih jauh lagi, tingkat diskonto harus diestimasi. Setelah nilai sesungguhnya (true value) dari saham biasa suatu perusahaan ditentukan, nilai tersebut dibandingkan dengan harga pasar dari saham tersebut dengan tujuan untuk melihat apakah suatu saham sudah dihargai dengan tepat Return Investasi Dalam kegiatan investasi, investor selalu menginginkan peningkatan pengembalian dari kegiatan investasi yang dilakukan, return merupakan hasil yang diperoleh dari kegiatan investasi. Return investasi dapat dibagi menjadi dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi. Menurut jogiyanto (2003:109), defenisi return realisasi dan return ekspektasi adalah : Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Reutrn realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan Sedangkan return ekspektasi (expected return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang.

7 Menurut Horne dan Wachowicz, Jr. (2005:144) menyatakan : Pengembalian (return) dari kepemilikan suatu investasi dalam periode tertentu misalnya satu tahun-adalah pembayaran yang diterima karena hak kepemilikannya, ditambah dengan perubahan dalam harga pasar, yang dibagi dengan harga awal. Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengembalian adalah keuntungan atau pembayaran yang diterima pemilik modal atau investor dari kepemilikannya atas suatu investasi yang berasal dari dua sumber yaitu perubahan dalam harga pasar ditambah dengan pembagian hasil pada priode tersebut. Sementara itu Samsul (2006:291 dan 292) menyatakan : Return saham adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini meliputi keuntungan jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Disamping capital gain, investor juga akan menerima deviden tunai setiap tahunnya. Emiten akan membagikan deviden tunai dua kali setahun, dimana yang pertama disebut deviden interim yang dibayarkan selama tahun berjalan, sedangkan yang kedua disebut deviden final yang dibagikan setelah tutup tahun buku. Pembagian deviden tunai ini diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas usulan Direksi Perseroan. Salah satu pengukuran return realisasi yang sering digunakan adalah return total. Menurut Jogiyanto (2003:110), return total merupakan return keseluruhan dari investasi dalam suatu periode yang tertentu. Return total

8 terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Return total dapat diformulasikan sebagai berikut : Ri,t = (Pt Pt-1) + Dt Pt-1 Keterangan : Ri,t Pt Pt-1 = Return saham i untuk waktu t (hari, bulan, tahun berjalan) = Price yaitu harga saham waktu t = Price yaitu harga saham waktu sebelumnya Dt = Devidend, yaitu dividen tunai. Return pasar dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut : Return market = IHSGt IHSGt-1 IHSGt-1 Keterangan: IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan bulan ini IHSGt 1 = Indeks Harga Saham Gabungan bulan lalu Untuk return ekspektasi dihitung dengan metode nilai ekspektasi (expected value) yaitu mengalikan masing-masing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk perkalian tersebut. Secara sistematik jogiyanto (2003:126) merumuskan return ekspektasi sebagai berikut :

9 n E(Ri) = Σ (Rij pj) j = 1 Notasi : E(Ri) Ri,j Pj n = Return ekspektasi suatu aktiva atau sekuritas ke-i = hasil masa depan ke-j untuk sekuritas ke-i = probabilitas hasil masa depan ke-j (untuk sekuritas ke-i) = jumlah dari hasil masa depan Resiko Investasi Resiko investasi dapat berupa kerugian penurunan kurs saham dan kurs obligasi, gagal menerima deviden tunai dan kupon obligasi, gagal menerima kembali pokok obligasi karena emiten dinyatakan pailit dan gagal menerima kembali modal karena emiten saham dinyatakan pailit atau sahamnya tidak laku dujual karena emiten bersangkutan telah dikeluarkan dari pencatatan di Bursa Efek. Resiko penting untuk dianalisis oleh investor agar tidak terjadi kesalahan dalam penempatan dana pada saham tertentu dan kehilangan biaya kesempatan dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya pada aset lain yang memberikan keuntungan yang sama atau bahkan lebih besar dengan resiko yang sama atau lebih kecil.

10 Pada prinsipnya resiko dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu resiko tidak sistematis yang merupakan resiko yang dapat di deversifikasikan, dan resiko sistematis yang tidak dapat dideversifikasikan oleh investor. Horne dan Wachowicz, Jr. (2005: 155) menyatakan resiko portofolio terdiri dari dua komponen yaitu : 1). Resiko sistemetik (systematic risk) adalah faktor-faktor resiko yang mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti perubahan ekonomi suatu negara, perubahan pajak oleh dewan, atau perubahan situasi energi dunia. Semua itu adalah resiko yang mempengaruhi sekuritas secara keseluruhan, sehingga tidak bisa dideversifikasi. Dengan kata lain, bahkan seorang investor yang memegang portofolio yang telah dideversifikasi dengan baik, juga akan terkena resiko ini. 2). Resiko tidak sistematis (unsystematic risk) adalah resiko dari perusahaan atau industri tertentu. Resiko ini tidak terikat pada faktor ekonomi, politik dan faktor lainnya yang mempengaruhi semua sekuritas dalam cara yang sistematis. Hubungan antara resiko total, resiko sistematis dan resiko tidak sistematis dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2.1 Hubungan antara resiko total, resiko sistematis dan resiko tidak sistematis Deviasi standar pengembalian

11 Resiko tidak sistematis Resiko Resiko sistematis total jumlah sekuritas dalam portofolio Sumber : Horne dan Wachowicz,Jr. (2005:154) Kombinasi dari sekuritas yang tidak berkorelasi positif membantu meminimalkan resiko dari suatu portofolio. Korelasi antar saham dapat dilihat dari volatilitas masing-masing saham terhadap perubahan pasar. Ketika kita mulai dengan sebuah saham tunggal, maka resiko yang timbul adalah deviasi standar dan volatilitas saham tersebut. Jika jumlah saham dalam suatu portofolio itu bertambah, maka total resiko saham dalam portofolio tersebut akan berkurang akibat deversifikasi yang dilakukan, Namun pengurangan resiko ini turun dengan tingkat yang rendah. Jadi, walaupun dilakukan deversifikasi yang baik resiko investasi tidak bisa dihilangkan dan hanya dapat dikurangkan. Sebagian besar proporsi dari resiko portofolio dapat berkurang

12 dengan jumlah deversifikasi yang terdiri dari beberapa jenis saham yang berkorelasi negatif. Menurut Van Home dan Wachowich, Jr. (1992) yang dikutip dari Jogiyanto (2003:130), menyatakan : risiko sebagai variabilitas return terhadap return yang diharapkan. Untuk menghitung resiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar (standard deviation). Standar deviasi dapat dinyatakan sebagai berikut : SD = Σ [Xi E(Xi)] 2 n i= 1 n 1 Notasi : SD Xi E(Xi) n = standard deviation = nilai ke-i = nilai ekspektasi = jumlah dari observasi Penyimpangan standar atau deviasi standar masih merupakan pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko yang berhubungan dengan return

13 ekspektasi. Varian (variance) merupakan kuadrat dari deviasi standar sebagai berikut : Var(Ri) = E([Ri E(Ri)] 2 ) Deviasi standar dapat di sederhanakan dengan rumus : Var(Ri) Resiko saham juga dapat diukur dengan menggunakan beta saham (β) yang menunjukkan pergerakan suatu saham akibat pengaruh pegerakan pasar saham. Ridwan S. Sundjaja dan Inge Barlian (2002: 69), menyatakan : Koefisien beta adalah pengukuran dari resiko yang tidak dapat dideversifikasi dari pergerakan pengembalian aktiva karena adanya perubahan dalam pengembalian pasar. Berdasarkan pendapat yang dikemukan diatas dapat disimpulkan bahwa beta mengukur resiko sebuah sekuritas relatif terhadap pasar. Saham dengan beta lebih besar dari satu lebih beresiko dari pasar, dan saham dengan beta kurang dari satu, kurang beresiko dari pasar. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa beta merupakan resiko sistematis yang tidak dapat dideversifikasikan oleh investor yang menunjukkan tingkat sensitifitas sekuritas terhadap pergerakan

14 pasar, sekuritas dengan beta lebih besar dari satu memiliki kecenderungan lebih beresiko dari pasar dan sebaliknya saham yang memiliki beta lebih kecil dari satu memiliki resiko lebih kecil dari resiko pasar dan sekuritas yang memiliki beta sama dengan satu berarti sekuritas tersebut memiliki resiko sama dengan resiko pasar. Pengukuran tingkat resiko saham dengan menggunakan beta dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Covariance = Σ(Ri - Ri)(Rpasar Rpasar) n Beta = Covariance Market Variance Penggunaan beta sebagai tolak ukur resiko berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar saham yang berada di pasar bergerak bersama-sama mengikuti pergerakan pasar. Untuk mengurangi resiko investasi, investor harus mengenal jenis resiko investasi. Jenis resiko ini dikelompokan dalam dua kelompok besar, yaitu resiko sistematis atau disebut systematic risk atau undiversifable risk, dan resiko tidak sistematis atau disebut unsystematic risk atau specific risk atau diversifable risk.

15 Apabila risiko sistematis muncul dan terjadi, maka semua jenis saham akan terkena dampaknya sehingga investasi dalam 1 jenis saham atau lebih tidak dapat mengurangi kerugian. Contoh resiko sistematis adalah karena inflasi yang tajam, kenaikan tingkat bunga, dan siklus ekonomi. Untuk mengurangi resiko sistematis, investor dapat melakukan lindung nilai (hadging) di futures market atau di option market. Cara lain untuk mengurangi resiko sistematis adalah memahami perilaku siklus ekonomi dan tanda-tanda awal (leading indicator) pergantian siklus ekonomi. Dalam siklus ekonomi recovery dan expansion, investasi yang paling menguntungkan adalah saham emiten yang membuat produk tahan lama (durable foods), sedangkan dalam siklus recession dan depression lebih baik berinvestasi dalam saham emiten yang membuat produk tidak tahan lama (nondurable foods). Resiko tidak sistematis atau resiko spesifik hanya berdampak terhadap suatu saham atau sektor tertentu. Contoh resiko spesifik adalah peraturan pemerintah mengenai larangan ekspor atau impor semen, yang akan mempengaruhi harga saham emiten yang menghasilkan produk semen, properti atau produk lain yang menggunakan bahan semen. Untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul, investor sebaiknya berinvestasi dalam berbagai jenis saham dari berbagai macam sektor sehingga jika satu jenis saham merugi, masih ada jenis saham lain yang berutung. Portofolio tidak mungkin mendapatkan return yang maksimal, tetapi dapat menghasilkan return yang optimal dengan resiko minimal.

16 2.1.2 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Capital Asset Pricing Model (CAPM) merupakan model untuk menemukan harga suatu aset. Model ini berdasarkan pada kondisi ekuiliblium. Model Capital Asset Pricing Model (CAPM) adalah sebuah model untuk menilai sekuritas individual atau sebuah portofolio. Bila dikaitkan dengan sekuritas individual digunakan Security Market Line (SML) dan hubungannya dengan resiko sistematis (beta) dengan pengembalian ekspektasi. Capital Asset Pricing Model (CAPM) pertama kali dikemukakan oleh tiga orang ahli ekonomi yaitu : William F. Sharpe, John Lintner, dan Jack L. Treynor pada pada pertengahan tahun an. Sharpe et. al (2005:113) menyatakan : Ilmu ekonomi positif (positive economic) diperkenalkan dan dijelaskan dengan menggunakan model deskriptif untuk penentuan harga aset. Model tersebut mengasumsikan bahwa semua investor menggunakan pendekatan ini dalam melakukan investasi. Implikasi utama model ini adalah return yang diharapkan berhubungan dengan ukuran resiko aset yang disebut beta. Hubungan return yang diharapkan dan beta dijelaskan dengan Model Penentuan Harga Aset Kapital (Capital Asset Pricing Model-CAPM). Horne dan Wachowicz (2005: 156) menyatakan Hubungan antara pengembalian yang diharapkan dengan resiko sistematis dan penilaian sekuritas adalah inti dari Model Penentuan Harga Aset Kapital (Capital Asset Pricing Model-CAPM).

17 Ridwan S. Sundjaja dan Inge Berlian (2002: 67) menyatakan teori dasar yang menghubungkan resiko dan pengembalian untuk semua aktiva disebut Model Penilaian Aset Kapital/MPAK (Capital Asset Pricing Model / CAPM). Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Capital Asset Pricing Model adalah merupakan pendekatan ekonomi positif (positive economic), model atau metode yang digunakan untuk penilaian sekuritas yang mengaitkan hubungan antara pengembalian dan resiko sistematis. Model Penilaian Aset Kapital (Capital Asset Pricing Model-CAPM) dapat dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut : E(Ri) = Rf + βi (E(Rm) Rf) Keterangan : E(Ri) = Return ekspektasi Rf = Risk-free rate βi = Beta E(Rm) = Return ekspektasi pasar Dalam konsep CAPM tingkat resiko sekuritas diukur dengan beta (β). Untuk mengetahui pengaruh suatu sekuritas terhadap resiko suatu portofolio yang

18 didiversifikasi dengan baik, perlu diketahui resiko pasarnya. Oleh karena itu penting diukur tingkat kepekaan sekuritas terhadap perubahan pasar. Dalam konsep CAPM terdapat beberapa asumsi, seperti yang disebutkan oleh Sharpe et. al (2005) sebagai berikut : 1). Investor mengevaluasi portofolio dengan melihat return yang diharapkan dan simpangan baku portofolio untuk rentang satu priode. 2). Investor tidak pernah puas, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio yang simpangan bakunya identik, mereka akan memilih portofolio yang memberikan return yang diharapkan lebih tinggi. 3). Investor adalah risk averse, jadi jika diberi pilihan antara dua portofolio dengan return yang diharapkan identik, mereka memilih portofolio dengan simpangan baku yang lebih rendah. 4). Aset individual dapat dibagi tidak terbatas, artinya investor dapat membeli sebagian saham jika dia berminat. 5). Terdapat tingkat bebas resiko yang pada tingkat itu investor dapat memberi pinjaman (berinvestasi) atau meminjam uang. 6). Pajak dan biaya transaksi tidak relevan. Asumsi tambahan : 7). Semua investor memiliki rentang satu priode yang sama. 8). Tingkat bunga bebas resiko sama untuk semua investor. 9). Informasi bebas diperoleh dan tersedia secara cepat untuk semua investor. 10).Para investor memiliki ekspektasi yang homogen (homogenous ekspectation), artinya mereka memiliki persepsi yang sama dalam hal return yang diharapkan, simpangan baku, dan kovarian sekuritas Arbitrage Pricing Theory (APT)

19 Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Ross (1976) yang dikutip dari Candra (2002) merumuskan suatu teori yang disebut sebagai Arbitrage Pricing Theory (APT). Menurut Sharpe et. al (2005:260) menyatakan : Arbitrase (arbirage) adalah proses memperoleh laba tanpa resiko dengan memanfaakan peluang perbeaan harga aset atau sekuritas fisik yang sama. Sebagai titik investasi yang digunakan secara luas, arbtirage biasanya meliputi penjualan sekuritas pada harga yang relaif tinggi dan kemudian membeli sekuritas yang sama (atau berfungsi sama) pada harga yang relatif lebih rendah. Menurut Kelana (2005:37), menyatakan : Salah satu alternatif untuk mengetahui keseimbangan pasar adalah konsep APT. Sesuai namanya, prinsipnya disini adalah terjadinya harga tunggal di antara saham. Jika saham A overvalued dibandingkan saham B, otomatis inveestor akan melakukan tindakan short (jual) saham A dan long (beli) saham B. Kondisi ini berakhir jika terjadi keseimbangan, dengan kata lain, baik saham A maupun saham B tidak lagi mengalami overvalued. Seperti halnya CAPM, APT menggambarkan hubungan antara risiko dan pendapatan, tetapi dengan menggunakan asumsi dan prosedur yang berbeda. Tiga asumsi yang mendasari model Arbitrage Pricing Theory (APT) adalah: (Reilly, 2000) dalam Candra (2002) : 1. Pasar Modal dalam kondisi persaingan sempurna, 2. Para Investor selalu lebih menyukai kekayaan yang lebih daripada kurang dengan kepastian,

20 3. Hasil dari proses stochastic artinya bahwa pendapatan asset dapat dianggap sebagai K model faktor. Dari asumsi yang menyatakan investor percaya bahwa pendapatan sekuritas akan ditentukan oleh sebuah model faktorial dengan k faktor risiko. Dengan demikian, dapat ditentukan pendapatan aktual untuk sekuritas i dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Rit = ai + bi1f1t + bi2 F2t + + bik Fkt + eit Keterangan : Ri,t = Tingkat pendapatan sekuritas i pada periode t ai = Konstanta bik = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k Fkt = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan eit = random error. Dengan mengasumsikan bahwa terdapat aset bebas resiko, aset seperti itu akan memiliki rate of return yang konstan. Oleh karena itu, aset ini tidak akan memiliki sensiivitas terhadap faktor. Untuk menghitung pendapatan sekuritas yang diharapkan pada model APT dapat digunakan rumus sebagai berikut: r1 = rf + αibi Keterangan :

21 r1 = Tingkat pendapatan yang diharapkan sekuritas i pada periode t rf = Faktor k yang mempengaruhi pendapatan pada periode I (risk free) α = resiko individual (alpha) bi = Sensitivitas pendapatan sekuritas i terhadap faktor k pada periode t (Beta) Perbandingan CAPM dengan APT Kelemahan-kelemahan empiris yang terjadi pada model CAPM mendorong para ahli manajemen keuangan untuk mencari model altertanatif yang menerangkan hubungan pendapatan dengan risiko saham. Pada tahun 1976 Stephen A. Ross merumuskan sebuah teori yang disebut dengan Arbitrage Pricing Theory (APT). Meskipun model ini tidak bisa secara keseluruhan memecahkan kekurangan yang terjadi pada model CAPM, tetapi model inilah yang pertama kali dikembangkan. Kritik untuk CAPM dinyatakan oleh Roll dalam Kelana (2005:38 dan 37) untuk hal berikut : i. literatur tidak pernah menunjukan ada tes yang meyakinkan serta benar,

22 ii. sebagai konsekuensi dari hal tersebut, tak ada peluang untuk tes di masa yang akan datang. Hal ini menurut Roll adalah sebagai konsekuensi dari tidak diketahuinya true market portofolio. Teori APT sebagaimana dikemukakan di muka dapat mengakomodasi sumber-sumber-resiko sistematis. Namun, terhadap hal tersebut Shanken membantahnya. Kritik untuk APT dinyatakan oleh Shanken (1982) yaitu jika APT dalam penerapannya dapat menggunakan sub-set faktor (bukan keseluruhan set data), maka dengan analisis faktor dapat diketahui/ditentukan jumlah faktor terlebih dahulu, walaupun kadang tidak di observasi (terlebih dahulu). Dalam hal ini, berarti faktor tersebut juga tidak diketahui secara pasti sebelumnya. Dengan demikian, jika kritik terhadap CAPM adalah kesulitan mengukur true market, maka APT tiba-tiba saja dapat mengukur proksi risiko tanpa mengobservasi apakah ada hubungan terhadap faktor tersebut. Perbandingan Keakuratan Capital Asset Pricing Model dan Arbitrage Pricing Theory untuk mencoba mengeliminir kekurangan-kekurangan yang terjadi pada model CAPM dan mempunyai kesempatan untuk menggantikan model tersebut. APT menyatakan bahwa harga suatu aktiva bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, tidak hanya satu faktor (portofolio pasar) seperti yang telah dikemukakan pada teori CAPM. 3.2 Penelitian Terdahulu

23 Berikut ini dikemukakan penelitian-penelitian terdahulu tentang CAPM dan APT pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya NO 1 Peneliti dan Tahun Premananto dan Madyan (2004) 2 Ridwan (2010) 3 Suartini dan Martha (2011) 4 Muslih (2008) Variabel Penelitian Capital Asset Pricing Model, Arbitrage pricing Theory dan pendapatan saham Capital Asset Pricing Model, Arbitrage pricing Theory dan pendapatan saham Capital Asset Pricing Model, Arbitrage pricing Theory dan return saham Capital Asset Pricing Model, Arbitrage pricing Theory dan imbal saham Sumber : Review Jurnal Penelitian, 2015 Hasil Penelitian Terdapat perbedaan yang signifikan antara keakuratan model CAPM dengan model APT dalam memprediksi pendapatan saham industri manufaktur sebelum krisis ekonomi, dimana model CAPM lebih akurat dibandingkan model APT Model APT lebih akurat dibandingkan CAPM dalam memprediksi tingkat pendapatan saham (return) saham. Terdapat perbedaan rata-rata antara premi risiko pasar dalam model CAPM dengan faktor makro ekonomi (inflasi, BI rate, kurs, dan pertumbuhan ekonomi) dalam model APT. Model CAPM lebih baik daripada model APT dalam memprediksi imbalan saham perusahaan pertambangan.

24 Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu maka originalitas dari penelitian ini diadopsi dari penelitian Premananto dan Madyan (2004). Perbedaanya adalah pada penelitian sekarang dilaksanakan pada periode karena dianggap kondisi pasar cukup stabil dimana tidak terjadi gejolak moneter baik secara lokal maupun global sehingga pengukuran CAPM dan APT cukup baik. Hasil penelitian terdahulu belum dapat dijadikan dasar yang kuat dikarenakan sampel yang digunakan masih sedikit dan periode penelitian juga dianggap masih belum menggambarkan kondisi pasar yang efesien dimana penelitian dilakukan pada periode krisis, sedangkan asumsi CAPM maupun APT beranggapan kondisi pasar dalam kondisi yang efesien. Atas dasar itulah maka penelitian yang sekarang ingin membuktikan lagi dari hasil penelitian terdahulu dengan menambah sampel penelitian dan periode yang digunakan dianggap cukup stabil. 3.3 Kerangka Konseptual Pengujian terhadap kedua model CAPM dan APT dilakukan melalui analisis uji beda. Dalam hal ini kinerja saham dari pendekatan Capital Asset Pricing Model (CAPM) akan dibandingkan dengan kinerja saham dari pendekatan Arbitrage Pricing Theory (APT). Evaluasi kinerja saham ini diharapkan akan menjawab sejauh manakah saham yang telah dibeli oleh investor mampu memberikan tingkat pengembalian yang memuaskan investor. Komponen dari metode CAPM adalah premi pasar (Rm-Rf) yang terdiri dari imbalan pasar (Rm) dan premi bebas risiko (Rf). Berdasarkan konsep APT pada

25 penelitian Ario yang berkesimpulan bahwa perubahan inflasi, perubahan suku bunga BI rate, dan perubahan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap imbalan saham maka pada penelitian ini untuk konsep APT terdiri dari faktor - faktor makro, yaitu perubahan inflasi, perubahan tingkat suku binga BI rate, perubahan nilai tukar atau kurs. Berikut ini skema gambar kerangka konseptual sebagai berikut : Return Individu (Ri) Resiko Individu (α) H1 CAPM Resiko Sistematis (β) H3 Return Bebas Resiko (Rf) H2 APT Return Pasar (RM) Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Ada dua macam model yang yang populer yang dapat digunakan dalam memrediksi imbalan saham (return saham) yang diharapkan. Kedua model ini

26 populer karena kemudahan dalam aplikasi serta asumsi yang mendasari kedua model ini. Kedua model ini adalah capital asset pricing model (CAPM) dan arbitrage pricing theory (APT). Kedua model ini sampai saat ini masih menjadi perdebatan para ahli manajemen keuangan tentang ketepatan model tersebut dalam memprediksi tingkat pendapatan suatu saham. Model capital asset pricing model (CAPM) diperkenalkan oleh Treynor, Sharpe, Lientner dan Mossin pada tahun 1960an. Model ini mengasumsikan bahwa imbalan saham dipengaruhi oleh satu faktor, yaitu premi risiko pasar. Model ini didasarkan pada adanya anggapan bahwa tingkat pengembalian yang diharapkan (return) dari suatu saham adalah sama dengan tingkat pengembalian bebas risiko plus premi risiko yang hanya tinggal mencerminkan risiko yang tersisa setelah dilakukan diversifikasi. CAPM mempunyai akurasi yang tinggi sebagai alat pemrediksi return saham satu tahun ke depan, tetapi tidak valid jika data yang digunakan pada saat pasar berada dalam gejolak yang tinggi. Model arbitrage pricing theoryl (APT) dikemukakan oleh Stephen Ross, Jika CAPM memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya APT lebih sedikit asumsi. Asumsi utama dari APT adalah setiap investor, yang memiliki peluang untuk meningkatkan return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya, akan memanfaatkan peluang tersebut. Pada model APT faktor faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar mata uang turut diperhitungkan dalam memprediksi return saham. 3.4 Hipotesis

27 Berdasarkan rumusan penelitian, masalah yang diajukan dan kajian teori yang dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan: H1 : Ada pengaruh Return Individu (Ri), Resiko Individu (α), Resiko Sistematis (β), Return Bebas Resiko (Rf) dan Return Pasar (RM) secara simultan dan parsial terhadap CAPM. H2 : Ada pengaruh Return Individu (Ri), Resiko Individu (α), Resiko Sistematis (β), Return Bebas Resiko (Rf) dan Return Pasar (RM) secara simultan dan parsial terhadap APT. H3 : Ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan saham berdasarkan pendekatan CAPM dengan pendapatan saham berdasarkan pendekatan APT.

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan penyimpangan yang sering disebut ketidakpastian (uncertainty).

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan penyimpangan yang sering disebut ketidakpastian (uncertainty). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergerakan pasar modal menjadi salah satu indikator penting dari pergerakan perekonomian suatu negara, di samping itu juga menjadi salah satu sumber permodalan yang

Lebih terperinci

MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN

MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PORTOFOLIO PASAR GARIS PASAR MODAL (CAPITAL MARKET LINE/CML) GARIS PASAR SEKURITAS (SECURITY MARKET LINE/SML) PENGUJIAN TERHADAP CAPM

Lebih terperinci

Model-model Keseimbangan

Model-model Keseimbangan Materi 5 Model-model Keseimbangan Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. MODEL-MODEL MODEL KESEIMBANGAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PORTOFOLIO PASAR GARIS PASAR MODAL (CAPITAL GARIS PASAR SEKURITAS

Lebih terperinci

Dua model keseimbangan:

Dua model keseimbangan: Dua model keseimbangan: 3/40 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Arbitrage Pricing Theory (APT) CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) CAPM adalah model hubungan antara tingkat return harapan dari suatu aset

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Investasi Investasi adalah menempatkan dana dengan harapan memperoleh tambahan uang atau keuntungan tersebut (Rodoni, 1996). Investasi pada hakikatnya meruapakan penempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh rasa aman melalui tindakan berjaga-jaga dengan mencadangkan. yang mungkin akan timbul karena adanya ketidakpastian.

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh rasa aman melalui tindakan berjaga-jaga dengan mencadangkan. yang mungkin akan timbul karena adanya ketidakpastian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi pada hakikatnya memiliki tujuan untuk memperoleh suatu keuntungan tertentu. Tujuan mencari keuntungan merupakan hal yang membedakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan. return yang diharapkan. (Tandelilin, 2001 : 3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. investasi adalah pemahaman hubungan antara return yang diharapkan dan. return yang diharapkan. (Tandelilin, 2001 : 3) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Investasi Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang. Hal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan sektor ekonomi global saat ini didominasi oleh peranan pasar modal. Globalisasi telah memungkinkan hubungan saling terkait dan saling mempengaruhi dari hampir

Lebih terperinci

CAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN

CAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN Overview CAPM (Capital Asset Pricing Model) Portofolio pasar Garis pasar modal Garis pasar sekuritas Estimasi Beta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian yang akan dicapai, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan penelitian. 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2005:4). Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Industri Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)), merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dua hal, yaitu risiko dan return. Dalam melakukan investasi khususnya pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dua hal, yaitu risiko dan return. Dalam melakukan investasi khususnya pada BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Investasi Teori investasi menjelaskan bahwa keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu risiko dan return. Dalam melakukan investasi khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal dan moneter (Fahmi, 2013). Pasar modal menjalankan dua fungsi utama, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. fiskal dan moneter (Fahmi, 2013). Pasar modal menjalankan dua fungsi utama, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global saat ini telah mendorong para investor untuk berinvestasi di pasar modal. Keberadaan pasar modal di suatu negara bisa menjadi acuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa capital gain. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002: 133),

BAB I PENDAHULUAN. berupa capital gain. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002: 133), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi perekenomian yang tidak stabil dan sulit diprediksi sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia bisnis dewasa ini. Kondisi tersebut bisa menyebabkan penurunan

Lebih terperinci

Model-model keseimbangan

Model-model keseimbangan Model-model keseimbangan Model-model keseimbangan Capital aset pricing model (CAPM) Model Capital aset pricing model (CAPM) merupakan model keseimbangan yang menggambarkan hubungan risiko dan return secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan investasi pada umumnya dilakukan untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan investasi pada umumnya dilakukan untuk memperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi pada umumnya dilakukan untuk memperoleh keuntungan tertentu. Investasi memiliki 2 bentuk yaitu investasi pada real asset produktif seperti

Lebih terperinci

OVERVIEW. Dua model keseimbangan: Arbitrage Pricing Theory (APT) Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3/40

OVERVIEW. Dua model keseimbangan: Arbitrage Pricing Theory (APT) Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3/40 OVERVIEW Dua model keseimbangan: 3/40 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Arbitrage Pricing Theory (APT) PENDAHULUAN TENTANG CAPM Penentuan asset pricing suatu sekuritas individual dan/atau portofolio merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharpe et.al (1997:1) : Investasi dalam pengertian luas, berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharpe et.al (1997:1) : Investasi dalam pengertian luas, berarti 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Investasi Menurut Sharpe et.al (1997:1) : Investasi dalam pengertian luas, berarti pengorbanan dollar sekarang. Dua berbeda atribut biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Adapun penelitian mengenai CAPM salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Dewi Irawati (2010) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Metode CAPM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut dan bagaimana mencapai tujuan tersebut Pratomo (2004) Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah kesejahteraan secara finansial. Di dalam investasi terdapat

BAB I PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah kesejahteraan secara finansial. Di dalam investasi terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Tujuan investasi adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kegiatan investasi saham menarik perhatian masyarakat dan diminati oleh usahawan dikarenakan adanya kebutuhan yang direncanakan untuk masa depan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspansi bisnis dengan berbagai cara agar investor mendapatkan keuntungan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekspansi bisnis dengan berbagai cara agar investor mendapatkan keuntungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang didukung oleh peningkatan komunikasi maka akan semakin meningkat pula upaya berbagai perusahaan untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Model penetapan harga asset Capital Assets Pricing Model, biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Model penetapan harga asset Capital Assets Pricing Model, biasa disebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Model penetapan harga asset Capital Assets Pricing Model, biasa disebut CAPM. Model ini memberikan prediksi yang tepat tentang bagaimana hubungan antara risiko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ditopang oleh banyaknya permintaan akan hunian yang semakin tinggi sejalan

I. PENDAHULUAN. ditopang oleh banyaknya permintaan akan hunian yang semakin tinggi sejalan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor properti merupakan sektor yang menarik mengingat sektor ini sangat ditopang oleh banyaknya permintaan akan hunian yang semakin tinggi sejalan dengan peningkatan

Lebih terperinci

RETURN DAN RISIKO AKTIVA TUNGGAL

RETURN DAN RISIKO AKTIVA TUNGGAL RETURN DAN RISIKO AKTIVA TUNGGAL PENGERTIAN: Return adalah hasil investasi. Ada 2 jenis Return: 1. Return Realisasi: Return yang telah terjadi 2. Return Ekspektasi Return yang diharapkan akan diperoleh

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Jogiyanto (2003), menjelaskan bahwa investasi merupakan penundaan konsumsi

II. LANDASAN TEORI. Jogiyanto (2003), menjelaskan bahwa investasi merupakan penundaan konsumsi 19 II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Investasi Jogiyanto (2003), menjelaskan bahwa investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi yang efisien selama periode waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini banyak orang tertarik untuk melakukan investasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini banyak orang tertarik untuk melakukan investasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini banyak orang tertarik untuk melakukan investasi. Mereka berharap dengan melakukan investasi dapat memperoleh keuntungan di waktu mendatang. Sesuai

Lebih terperinci

BAB III CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING TEORY (APT)

BAB III CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING TEORY (APT) BAB III CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING TEORY (APT) 3.1 Model Keseimbangan Pada titik keseimbangan, investor mempunyai harapan yang sama terhadap return dan risiko. Menurut Jacob

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan sarana efektif sebagai penggalang dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Aktivitas pasar modal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilakukan dalam bentuk investasi riil (real investment) dan dalam bentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilakukan dalam bentuk investasi riil (real investment) dan dalam bentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi di Indonesia merupakan salah satu cara yang banyak diminati masyarakat dalam memperoleh keuntungan dana guna memenuhi kebutuhan di masa yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

RISIKO. Untuk menghitung risiko berdasarkan probabilitas, investor menggunakan standar deviasi dengan rumus sebagai berikut.

RISIKO. Untuk menghitung risiko berdasarkan probabilitas, investor menggunakan standar deviasi dengan rumus sebagai berikut. Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD RISIKO Perhitungan risiko digunakan untuk melengkapi perhitungan tingkat return

Lebih terperinci

Teori Risiko dan Pendapatan: Pengambilan Keputusan dalam Kondisi Tidak Pasti 1

Teori Risiko dan Pendapatan: Pengambilan Keputusan dalam Kondisi Tidak Pasti 1 Teori Risiko dan Pendapatan: Pengambilan Keputusan dalam Kondisi Tidak Pasti 1 BAB 3 TEORI RISIKO DAN PENDAPATAN: PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KONDISI TIDAK PASTI Teori Risiko dan Pendapatan: Pengambilan

Lebih terperinci

Rita Indah Mustikowati, SE, MM

Rita Indah Mustikowati, SE, MM Rita Indah Mustikowati, SE, MM TINGKAT PENGEMBALIAN Tingkat pengembalian disebut juga return Return berarti keuntungan atau tingkat pengembalian yang diharapkan Pengembalian investasi adalah dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor keuangan dan pasar modal adalah bagian yang menjadi salah satu poros dalam tolak ukur perkembangan dunia dalam segala bidang. Sektor keuangan dan pasar modal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Menginvestasikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Menginvestasikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Menginvestasikan sejumlah dana pada asset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan. mengharapkan return (tingkat pengembalian) berupa capital gain, dan

I. PENDAHULUAN. investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan. mengharapkan return (tingkat pengembalian) berupa capital gain, dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat menarik bagi seorang investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan mengharapkan return

Lebih terperinci

RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO

RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO RETURN Definisi : merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Komponen Return : Yield dan Capital Gain ( Loss). Yield

Lebih terperinci

PENILAIAN SURAT BERHARGA

PENILAIAN SURAT BERHARGA PENILAIAN SURAT BERHARGA ROSANNA WULANDARI, SE,MM PENILAIAN SURAT BERHARGA Surat Berharga Apabila perusahaan mempunyai kelebihan dana, maka manajer keuangan harus mengusahakan agar kelebihan dana tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana tertentu yang ditanamkan pada periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran di kemudian

Lebih terperinci

RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO PORTFOLIO ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANDRI HELMI M, SE., MM.

RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO PORTFOLIO ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANDRI HELMI M, SE., MM. RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO PORTFOLIO ANALISIS INVESTASI DAN PORTOFOLIO ANDRI HELMI M, SE., MM. OVERVIEW Tujuan dari bab ini adalah untuk mempelajari konsep return dan risiko portofolio dalam investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam pasar modal saat ini kian menarik banyak investor untuk melakukan investasi. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi reksa dana berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi reksa dana berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Reksa Dana Definisi reksa dana berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan untuk memobilisasi dana, baik dana dari dalam maupun luar negeri. Kehadiran pasar modal menambah banyaknya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Investasi Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi efisien selama periode waktu tertentu (Hartono,2010:5). Investasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan yang signifikan ditunjukkan dengan kapitalisasi pasar modal mencapai Rp 5.071 triliun (Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan dalam pembuatan laporan tugas akhir. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan dana yang cukup besar, dimana pemenuhannya tidak hanya

BAB 1 PENDAHULUAN. diperlukan dana yang cukup besar, dimana pemenuhannya tidak hanya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan industri manufaktur memicu perkembangan sektor industri jasa dan perdagangan. Perusahaan dituntut untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan

Lebih terperinci

keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Berdasarkan definisi

keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Berdasarkan definisi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Pasar Modal Pasar modal merupakan sarana pembentukan modal dan akumulasi dana yang diarahkan, untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengarahan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang sangat jelas tercermin dalam Pasal 4 (empat) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, sektor perbankan sangat berperan penting dalam memobilisasikan dana masyarakat untuk berbagai tujuan. Dahulu sektor perbankan tersebut tidak

Lebih terperinci

yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun.

yang keterikatannya dalam investasi lebih dari satu tahun. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pasar Modal Pengertian pasar modal menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dalam Paulus (2008: 3) memberikan rumusan

Lebih terperinci

AKTIVA TUNGGAL. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tunas Pembangunan Surakarta.

AKTIVA TUNGGAL. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tunas Pembangunan Surakarta. ETURN DAN ISIKO AKTIVA TUNGGAL Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Tunas Pembangunan Surakarta ririkyunita@yahoo.co.id Return Investasi Rate of return dari suatu investasi dapat dihitung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan dengan ditandai semakin maraknya kegiatan investasi di Pasar

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan dengan ditandai semakin maraknya kegiatan investasi di Pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan keberadaan isu globalisasi tidak dapat di elakkan lagi. Hal itu dapat kita lihat dampaknya pada perkembangan perekonomian dunia yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2006, secara bertahap akan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pada tahun 2006, secara bertahap akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia pada tahun 2006, secara bertahap akan kembali membaik dengan didukung pulihnya daya beli masyarakat dan makin tingginya kepercayaan dalam

Lebih terperinci

BAB III ARBITRAGE PRICING THEORY

BAB III ARBITRAGE PRICING THEORY BAB III ARBITRAGE PRICING THEORY 3.1 Pendahuluan Douglas (2012, hlm. 6) mengemukakan bahwa teori keuangan modern telah difokuskan pada risiko sistematis seperti inflasi, tingkat suku bunga dan lain sebagainya

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. atau keuntungan atas uang tersebut (Ahmad, 1996:3). Investasi pada hakikatnya

LANDASAN TEORI. atau keuntungan atas uang tersebut (Ahmad, 1996:3). Investasi pada hakikatnya II. LANDASAN TEORI 2.1. Investasi Investasi adalah menempatkan dana dengan harapan memperoleh tambahan uang atau keuntungan atas uang tersebut (Ahmad, 1996:3). Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungan atau merugikan. Ketidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungan atau merugikan. Ketidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Risiko Pada dasarnya risiko muncul akibat adanya kondisi ketidakpastian akan sesuatu yang diharapkan terjadi dimasa yang akan datang. Sesuatu

Lebih terperinci

Menentukan Return Portofolio yang Dikenakan Pajak terhadap Deviden dan Capital Gain Menggunakan Capital Asset Pricing Model

Menentukan Return Portofolio yang Dikenakan Pajak terhadap Deviden dan Capital Gain Menggunakan Capital Asset Pricing Model Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Menentukan Return Portofolio yang Dikenakan Pajak terhadap Deviden dan Capital Gain Menggunakan Capital Asset Pricing Model 1 Siti Jubaedah, 2 Eti Kurniati, 3 Onoy

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional negara tersebut, Sehingga banyak negara yang melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional negara tersebut, Sehingga banyak negara yang melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stabilitas dan kemajuan ekonomi merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh negara karena perkembangan ekonomi merupakan tonggak berhasil tidaknya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi yang diserahkan oleh investor sedangkan risiko adalah

BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi yang diserahkan oleh investor sedangkan risiko adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam teori investasi dikatakan bahwa setiap sekuritas akan menghasilkan return dan risiko. Return merupakan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang diserahkan

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan. Perusahaan Sektor Perbankan

Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan. Perusahaan Sektor Perbankan Analisis Tingkat Pengembalian Dan Risiko Pembentukan Portofolio Optimal Terhadap Perusahaan Sektor Perbankan Nama : Bayu Mayura Pridatama NPM : 10208239 Fak/Jur : Ekonomi - Manajemen / S1 Pembimbing :

Lebih terperinci

PORTFOLIO EFISIEN & OPTIMAL

PORTFOLIO EFISIEN & OPTIMAL Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD Portofolio Efisien PORTFOLIO EFISIEN & OPTIMAL Portofolio efisien diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk memperoleh return yang setinggi-tingginya. Namun yang perlu disadari

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk memperoleh return yang setinggi-tingginya. Namun yang perlu disadari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selain tabungan, deposito dan obligasi, saham merupakan instrumen yang menarik untuk dijadikan sarana investasi. Investasi dilakukan oleh investor dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam. kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997

I. PENDAHULUAN. Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam. kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan investasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara. Krisis moneter pada tahun 1997 mengakibatkan kondisi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada. saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.

PENDAHULUAN. Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada. saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Namun dalam dunia yang sebenarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang investasi khususnya. Investasi

I. PENDAHULUAN. bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang investasi khususnya. Investasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat telah mengubah pola pikir masyarakat di bidang ekonomi pada umumnya dan di bidang investasi khususnya. Investasi dapat dilakukan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal (capital market) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal (capital market) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal mempunyai peranan sangat penting dalam perekonomian suatu negara, sebagai sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PORTFOLIO

EVALUASI KINERJA PORTFOLIO MATERI 14 EVALUASI KINERJA PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/27 Bab ini membahas tahapan penting dalam proses investasi, yaitu tahap evaluasi kinerja portofolio. Dalam tahap ini

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. kelas aset investasi

DAFTAR TABEL. kelas aset investasi DAFTAR ISI DAFTAR TABEL XVIII DAFTAR GAMBAR XX DAFTAR LAMPIRAN XXI DAFTAR PERSAMAAN XXI DAFTAR ISTILAH XXII 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Investasi menurut Jones (2004:3) adalah the commitment

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Investasi menurut Jones (2004:3) adalah the commitment BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Investasi Pengertian Investasi menurut Jones (2004:3) adalah the commitment of funds to one or more assets that will be held over some future time period. Investasi

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN RETURN DAN RISIKO SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PADA JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII)

ANALISIS HUBUNGAN RETURN DAN RISIKO SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PADA JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) ANALISIS HUBUNGAN RETURN DAN RISIKO SAHAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PADA JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) Anton (anton_lee90@yahoo.com) Ervita Safitri (ervitasafitri@gmail.com)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Keuangan Manajemen Keuangan mengandung pengertian sebagai berikut: Manajamen keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara menciptakan dan menjaga nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saham, dengan harapan expected return yang diperoleh akan tinggi. Namun pada

BAB 1 PENDAHULUAN. saham, dengan harapan expected return yang diperoleh akan tinggi. Namun pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang tidak selalu stabil, membuat para pengusaha untuk mengantisipasi dalam mengolah dana perusahaannya. Tidak jarang para pengusaha memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang akan menginvestasikan dananya (investor). Prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang akan menginvestasikan dananya (investor). Prinsip-prinsip BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal Indonesia sebagai lembaga keuangan selain perbankan keberadaannya dapat dijadikan tempat untuk mencari sumber dana baru dengan tugasnya sebagai

Lebih terperinci

CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Zainul Muchlas,

CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Zainul Muchlas, First Publised: 2 November 2007 Revision: 6 August 2009 Second revision: 29 January 2016 CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Zainul Muchlas, zainulm@yahoo.com Definisi Capital Asset Pricing Model (CAPM)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam portofolio sering disebut dengan return. Return merupakan hasil yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam portofolio sering disebut dengan return. Return merupakan hasil yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Pengembalian Saham Pada dasarnya tujuan investasi adalah memperoleh imbalan atas dana yang ditanamkanya, imbalan ini sering disebut dengan tingkat pengembalian saham

Lebih terperinci

Total Ekuitas Nilai buku per lbr saham = Jumlah Saham Beredar

Total Ekuitas Nilai buku per lbr saham = Jumlah Saham Beredar PENILAIAN SAHAM Saham adalah bukti kepemilikan dalam suatu perusahaan Jenis saham : 1. Saham biasa (common stock) 2. Saham preferen Karakteristik Saham Preferen: a. Hak preferen terhadap deviden: hak menerima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Investasi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua golongan

I. PENDAHULUAN. Investasi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua golongan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua golongan utama, yaitu investasi dalam bentuk real assets dan investasi dalam bentuk financial assets (Bodie, 2005).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Manajemen Keuangan 2.1.1 Definisi Manajemen Keuangan Husnan (1996) menyatakan bahwa manajemen keuangan menyangkut kegiatan perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Muhammad Fauzan Arif, 2014 Pengaruh Risiko Sistematis terhadap Return Ekspektasian Portofolio Saham

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Muhammad Fauzan Arif, 2014 Pengaruh Risiko Sistematis terhadap Return Ekspektasian Portofolio Saham BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi, kegiatan ekonomi suatu negara dapat melampaui batas-batas negara secara fisik karena telah menandatangani kontrak kerja sama internasional.

Lebih terperinci

BAB III PORTOFOLIO OPTIMAL. Capital assets pricing model dipelopori oleh Treynor, Sharpe, Lintner

BAB III PORTOFOLIO OPTIMAL. Capital assets pricing model dipelopori oleh Treynor, Sharpe, Lintner BAB III PORTOFOLIO OPTIMAL 3.1 Capital Asset Pricing Model Capital assets pricing model dipelopori oleh Treynor, Sharpe, Lintner dan Mossin pada tahun 1964 hingga 1966. Capital assets pricing model merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang

BAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjuan Umum Terhadap Objek Studi Gambaran Umum LQ Kriteria Pemilihan Saham LQ45

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjuan Umum Terhadap Objek Studi Gambaran Umum LQ Kriteria Pemilihan Saham LQ45 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjuan Umum Terhadap Objek Studi 1.1.1 Gambaran Umum LQ45 Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham dengan likuiditas (liquidity) tinggi yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini diperlukan peranan pasar modal sebagai suatu wadah untuk memobilisasi. dana masyarakat selain lembaga keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. ini diperlukan peranan pasar modal sebagai suatu wadah untuk memobilisasi. dana masyarakat selain lembaga keuangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut, salah satu hal yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep risiko portofolio dari Harry M. Markowitz pada tahun 1950-an

BAB I PENDAHULUAN. Konsep risiko portofolio dari Harry M. Markowitz pada tahun 1950-an BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konsep risiko portofolio dari Harry M. Markowitz pada tahun 1950-an menunjukkan bahwa secara umum risiko sekuritas dapat dikurangi dengan menggabungkan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul 2006: 43). Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul 2006: 43). Pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal adalah tempat atau sarana bertemunya antara permintaan dan penawaran atas instrumen keuangan jangka panjang, umumnya lebih dari 1 (satu) tahun (Samsul 2006:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi tersebut ada suatu keuntungan (return) yang diinginkan oleh investor.

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi tersebut ada suatu keuntungan (return) yang diinginkan oleh investor. BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Investasi merupakan suatu penanaman modal secara langsung ataupun tidak langsung, jangka pendek maupun jangka panjang, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian suatu negara termasuk di Indonesia. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan perekonomian suatu negara termasuk di Indonesia. Pasar modal 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keberadaan pasar modal merupakan faktor yang paling penting dalam kemajuan perekonomian suatu negara termasuk di Indonesia. Pasar modal merupakan salah satu alternatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan

BAB I PENDAHULUAN. mencari keuntungan sebesar-besarnya demi menyejahterakan karyawan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini persaingan dalam dunia bisnis semakin tinggi. Semakin banyak perusahaan baru yang muncul untuk bersaing dengan perusahaan lama. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, pertanyaan, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, pertanyaan, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, pertanyaan, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan penelitian. 1.1 Latar Belakang Saham merupakan surat berharga yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir 66 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan perekonomian Indonesia yang selama beberapa tahun terakhir yang tidak stabil disebabkan oleh beberapa hal yaitu krisis ekonomi, naik turunnya harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. long-trem financial assets (Sartono, 2008). Salah satu kegiatan pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. long-trem financial assets (Sartono, 2008). Salah satu kegiatan pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal adalah tempat terjadinya transaksi aset keuangan jangka panjang atau long-trem financial assets (Sartono, 2008). Salah satu kegiatan pasar modal seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu tempat bagi suatu perusahaan untuk memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal menjadi alternatif bagi

Lebih terperinci

Bab 3 Risiko dan Hasil pada Aset

Bab 3 Risiko dan Hasil pada Aset M a n a j e m e n K e u a n g a n 59 Bab 3 Risiko dan Hasil pada Aset Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan mengenai definisi, teknik perhitungan, jenis, dan hubungan antara risiko dan hasil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan masing-masing sebesar 3,2 persen dan 3,0 persen.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan masing-masing sebesar 3,2 persen dan 3,0 persen. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia bergerak begitu dinamis dari tahun ke tahun. Setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di tahun 2010, perkembangan perekonomian

Lebih terperinci