DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian 13

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian 13"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI SAMPUL DALAM PRASYARAT GELAR LEMBAR PENGESAHAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT UCAPAN TERIMA KASIH ABSTRAK ABSTRACT RINGKASAN DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN i ii iii iv v vi ix x xi xiii xvii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis Landasan Teoritis Metode Penelitian Jenis Penelitian 26 xiii

2 1.7.2 Jenis Pendekatan Sumber Bahan Hukum Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik Analisis Bahan Hukum 31 BAB II TEORI DAN KONSEP MENGENAI PERUSAHAAN Teori Tentang Subjek Hukum Teori Tentang Badan Hukum Teori Fiksi Teori Harta Kekayaan Bertujuan Teori Organ Teori Kekayaan Bersama Teori Kenyataan Yuridis Teori dari Leon Duguit Konsep Tentang Perusahaan Pengertian Tentang Perusahaan Bentuk-Bentuk Perusahaan Sumber Pengaturan Hukum Perusahaan Konsep Tentang Perusahaan Grup Pengertian Tentang Perusahaan Grup Pengertian Tentang Perusahaan Induk Pengertian Tentang Anak Perusahaan 99 BAB III PENGATURAN HUBUNGAN PERUSAHAAN INDUK BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DENGAN ANAK PERUSAHAANBERBENTUK PERSEKUTUAN KOMANDITER 100 xiv

3 3.1 Ruang Lingkup Hubungan Hukum Perusahaan Induk dengan Anak Perusahaan Pengakuan Yuridis terhadap Perusahaan Grup Menurut Hukum Positif di Indonesia Hubungan Perusahaan Induk dengan Anak Perusahaan Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Hubungan Perusahaan Induk dengan Anak Perusahaan Menurut Doktrin Kerangka Pengaturan Hubungan Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer Hubungan Hukum antara Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer Pengawasan Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas terhadap Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer Pengaruh Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas terhadap terhadap Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer 130 BAB IV KONSEKUENSI YURIDIS YANG DITIMBULKAN DARI HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN INDUK BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DENGAN ANAK PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEKUTUAN KOMANDITER Tanggung Jawab Perusahaan Grup Sebagai Kesatuan Ekonomi Hubungan Antara HAM Ekonomi Dan Pengendalian Perusahaan Induk Terhadap Anak Perusahaan Dalam Mewujudkan Kesatuan Ekonomi 137 xv

4 4.1.2 Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam Langkah Mewujudkan Kesatuan Ekonomi Pada Perusahaan Grup Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas terhadap Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer Dualitas Antara Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas terhadap Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer Berdasarkan Prinsip Limited Liability 151 BAB V PENUTUP Akibat Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas terhadap Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer dalam Hubungannya dengan Pihak Ketiga Kesimpulan Saran 167 DAFTAR PUSTAKA xvi

5 ABSTRAK HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN INDUK BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DENGAN ANAK PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEKUTUAN KOMANDITER Kepemilikan perusahaan induk atas saham pada anak perusahaan dalam jumlah tertentu memberi kewenangan kepada perusahaan induk untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak perusahaan. Namun hal ini menjadi permasalahan apabila bentuk anak perusahaan bukan berstatus sebagai badan hukum, yaitu Persekutuan Komanditer. Berdasarkan kondisi tersebut, maka permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Apakah yang menjadi dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer, dan (2) Bagaimanakah konsekuensi yuridis dari hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang berangkat dari adanya kekosongan norma pada Pasal 84 ayat (2) huruf b UUPT terbaru. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer terjadi karena adanya kepemilikan saham Persekutuan Komanditer oleh perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga Perseroan Terbatas dapat menggunakan hak suaranya dalam RUPS untuk menetapkan kebijakan bagi Persekutuan Komanditer sebagai anak perusahaan, mengangkat anggota direksi/dewan pengawas dalam Perseroan Terbatas sebagai perusahaan induk sebagai sekutu komanditer atau sekutu komplementer dalam Persekutuan Komanditer, melakukan perjanjian hak bersuara dengan Persekutuan Komanditer dan melakukan kontrak kendali terhadap Persekutuan Komanditer sebagai anak perusahaan; dan (2) konsekuensi yuridis dari hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer apabila ditinjau dari prinsip limited liability yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) UUPT terbaru, maka dominasi antara Perseroan Terbatas terhadap Persekutuan Komanditer tidak melahirkan tanggung jawab hukum bagi Perseroan Terbatas dalam hubungan hukum yang terjadi dengan pihak ketiga, namun apabila Perseroan Terbatas terbukti melakukan indikasi-indikasi penyimpangan pada laporan keuangan dalam hubungan hukumnya dengan Persekutuan Komanditer sebagai anak perusahaan, maka Perseroan Terbatas dapat dikenakan sanksi berupa denda atau pidana. Kata Kunci: Perusahaan Induk, Anak Perusahaan, Hubungan Hukum. ix

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan latar belakang ini dilandasi oleh permasalahan tentang penerapan pengaturan kebijakan perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas terhadap anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. Pada konstruksi perusahaan grup, dimana Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT terbaru) yang telah menggantikan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT terdahulu) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt) sangat sedikit memuat tentang ketentuan yang mengatur hubungan khusus antara perusahaan induk dengan anak perusahaan. Ketentuan Pasal 84 ayat (2) huruf b UUPT terbaru dipaparkan sebagai berikut : Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku untuk saham induk perusahaan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung. Merujuk pada kepemilikan saham pada perusahaan induk sebagaimana yang ditentukan dari isi pasal tersebut, maka dapat diperoleh gambaran secara implisit mengenai bentuk dari perusahaan induk pada konstruksi perusahaan grup saat ini harus berbentuk Perseroan Terbatas. Sedangkan terhadap bentuk dari anak perusahaan, Pasal 29 bagian memori penjelasan UUPT terdahulu menjabarkan tentang definisi dari anak perusahaan sebagai : Anak perusahaan adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena : (1) Lebih dari 50 % (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya, (2) Lebih dari 50 % (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya, dan atau (3) Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. 1

7 Ketentuan pada UUPT terdahulu secara langsung menyatakan bahwa anak perusahaan harus berbentuk perseroan. Namun, sejak diundangkannnya UUPT terbaru itu, maka ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasalnya itu secara langsung dinyatakan sudah tidak berlaku lagi, sebagaimana yang dijabarkan dalam isi Pasal 160 UUPT. Ketentuan dalam UUPT terbaru yang berlaku saat ini tidak ada yang memberikan batasan mengenai bentuk dari anak perusahaan seperti halnya yang pada UUPT terdahulu, sehingga secara tidak langsung memberikan keleluasaan terhadap bentuk dari anak perusahaan sebagai badan usaha yang dapat berwujud badan hukum maupun bukan hukum. Begitu pula terhadap peraturan lain yang terkait, seperti halnya Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1998 Tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1998 Tentang Pengabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, dan Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2010 Tentang Pengabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI No. M.01. HT Tahun 2007 tanggal 21 September 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar, dan Perubahan Data Perseroan, dan Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI No. M.02. HT Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, tidak memuat mengenai terminologi dari anak perusahaan pada perusahaan grup yang akhirnya memunculkan suatu celah hukum terkait dengan kekosongan norma (vacum of norm) dalam hal pelaksanaan penerapan kebijakan dari perusahaan induk yang berstatus sebagai badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas terhadap anak perusahaan yang berbentuk bukan badan hukum, yaitu Persekutuan Komanditer.

8 Perlunya pengaturan terhadap anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer dari perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas pada konstruksi perusahaan grup merupakan permasalahan yang sangat menarik untuk diangkat menjadi suatu karya tulis ilmiah. Adapun yang melandasi sebagai pertimbangan-pertimbangan dari penulisan ini adalah : Pertama, pada prinsipnya, perusahaan adalah suatu kegiatan dalam menjalankan usaha dengan tujuan untuk mencari keuntungan (profit oriented) dan merupakan pilar pembangunan perekonomian nasional. Pengertian perusahaan dapat ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang No 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yang menyatakan bahwa, perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap serta terus menerus didirikan, bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan/laba. Pengaturan tentang perusahaan secara umum dimuat dalam KUHPdt (Burgelijk Wetbook), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetbook van Koophandel), maupun peraturan perundang-undangan lainnya menggolongkan perusahaan menjadi tiga jenis, yaitu perusahaan perseorangan, perusahaan persekutuan badan hukum dan perusahaan persekutuan bukan badan hukum. Perusahaan persekutuan yang berbentuk badan hukum terdiri dari Perseroan Terbatas (Naamloze Vennotschap), Koperasi dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan perusahaan persekutuan bukan badan hukum terdiri dari Persekutuan Perdata, Firma (Vennotschap onder Firma) dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Venootschap) yang akan dijabarkan selanjutnya. Perseroan Terbatas adalah bentuk perusahaan yang paling digemari karena tanggung jawab yang terbatas pemegang saham, mudah mendapatkan tambahan modal, kelangsungan hidup Perseroan Terbatas lebih terjamin sebab pemiliknya berganti-ganti, dan terdapat efisiensi pengelolaan sumber dana dan efisiensi pimpinan karena pimpinan yang kurang cakap dapat

9 diganti dengan yang lebih cakap. Ketentuan tentang Perseroan Terbatas diatur dalam Undang- Undang No. No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai UUPT terbaru. Istilah perseroan dalam Perseroan Terbatas menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata terbatas menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimilikinya. Koperasi merupakan bentuk badan hukum lainnya yang ketentuannya diatur pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut UU Koperasi) serta berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana yang dimuat dalam isi Pasal 2 Undang-undang ini. Pengertian koperasi berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Koperasi adalah : Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi memiliki beberapa prinsip dasar yang terdapat dalam Pasal 5 ayat 1 UU Koperasi, yaitu : a. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka; b. Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis; c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; e. Kemandirian. Prinsip demokrasi menunjukkan bahwa pengelolaan koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak sematamata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam koperasi, tetapi juga berdasarkan pertimbangan jasa anggota terhadap koperasi. Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan. Modal dalam koperasi pada dasarnya digunakan

10 untuk kemanfaatan anggota dan bukan untuk seedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota juga terbatas dan tidak didasarkan semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut BUMN) berdasarkan batasan definisi yang dipaparkan oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK/00/1989 adalah, badan usaha yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara atau badan usaha yang tidak seluruh sahamnya tidak dimiliki oleh negara tetapi statusnya disamakan dengan badan usaha milik negara. Pengaturan tentang BUMN diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Pada intinya, pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi yang dalam melaksanakan tugasnya harus mematuhi anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, sedangkan dalam hal pengawasan dilakukan oleh komisaris dan pengawas. Setiap anggota direksi, komisaris dan dewan pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung atas kegiatan BUMN dan dapat mewakili BUMN di dalam maupun di luar pengadilan. Persekutuan Perdata diatur dalam Buku III Bab VIII Pasal 1618 s/d Pasal 1652 KUHPdt. Pada bentuk perusahaan ini terdapat beberapa orang yang mengadakan persetujuan bersamasama yang tidak terlihat secara langsung dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan berupa benda. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka masing-masing anggotanya berjanji akan menyerahkan uang atau barang-barang maupun tenaga kerjanya. Meskipun bersifat money oriented, namun persekutuan perdata tidak wajib untuk memberikan pemberitahuan terhadap pihak ketiga yang terlibat di dalamnya. Persekutuan Perdata yang bukan berbentuk badan hukum tidak memiliki harta kekayaan sendiri, harta yang ada adalah harta tersendiri dari anggota satu sama lainnya yang tidak dapat dibagi-bagi tanpa izin dari seluruh anggotanya.

11 Firma merupakan bentuk persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama yang terdiri dari dua orang atau lebih sebagaimana yang dipaparkan pada Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHD). Pendirian firma sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 s/d KUHD harus dituangkan dalam akta otentik yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri setempat untuk diumumkan dalam Berita Negara. Dalam firma tidak ada pemisahan harta kekayaan antara persekutuan pribadi antar sekutu, dimana masing-masing sekutu bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan perbuatan hukum dari firma tersebut. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Venootschap) atau yang disebut sebagai CV, pengaturannya dimuat di dalam Pasal 19 s/d Pasal 21 KUHD, dimana pada dasarnya Persekutuan Komanditer ini terdiri dari dua macam sekutu, yaitu sekutu komanditer dan sekutu komplementer. Persekutuan Komanditer pada dasarnya merupakan persekutuan firma yang mempunyai satu atau lebih sekutu komanditer. Sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya menyerahkan uang atau barang sebagai pemasukan (inbreg) pada persekutuan, namun tidak turut serta dalam pengurusan atau penguasaan dalam persekutuan tersebut atau disebut juga sebagai sekutu pasif. Sekutu komplemeter ialah sekutu yang ikut serta dalam mengurus persekutuan, sekutu komplementer ini juga sering disebut sebagai sekutu aktif. Di dalam Persekutuan Komanditer terdapat dua jenis hubungan hukum, yaitu hubungan hukum kedalam dan hubungan hukum keluar, dimana pengaturan tentang hubungan hukum ini dimuat pada ketentuan Pasal 1624 s/d Pasal 1641 KUHPdt. Hubungan hukum kedalam meliputi hubungan kerja antara sekutu komplemeter dan sekutu komanditer, sedangkan hubungan hukum ke luar meliputi hubungan hukum antara para sekutu dengan pihak ketiga. Persekutuan Komanditer merupakan bentuk perusahaan bukan berbadan hukum yang saat ini sedang digemari oleh sebagian besar

12 masyarakat Indonesia, karena segala keuntungan ataupun kerugian yang merupakan tanggung jawab dari masing-masing sekutu dapat dipikul secara bersama antara sekutu komplementer dengan sekutu komanditer, meskipun tanggung jawab sekutu komanditer hanya sebatas pada modal yang dimasukkan ke dalam Persekutuan Komanditer tersebut. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, PT memiliki unsur-unsur yaitu, struktur organisasi yang teratur dan memiliki tugas serta kewenangan masing-masing, yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang terdiri dari para pemegang saham pada Perseroan Terbatas, direksi serta komisaris yang ditunjuk langsung oleh para pemegang saham. Selain itu Perseroan Terbatas juga memiliki harta kekayaan tersendiri yang berupa modal yang dapat berupa uang maupun bentuk lainnya, memiliki direksi yang dapat melakukan hubungan hukum kedalam maupun keluar Perseroan Terbatas serta memiliki tujuan untuk memperoleh laba. Konstruksi Perseroan Terbatas ini memiliki kemiripan dengan Persekutuan Komanditer, dimana Persekutuan Komanditer memiliki pembagian terhadap sekutunya masing-masing, yaitu sekutu komplementer dan sekutu komanditer yang berkaitan dengan batasan tanggung jawab masingmasing sekutu, dapat melakukan hubungan hukum kedalam dan keluar serta memiliki tujuan untuk memperoleh laba, selain itu Persekutuan Komanditer dapat berubah menjadi Perseroan Terbatas apabila telah melakukan pendaftaran di pengadilan. Oleh karena kemiripan bentuk struktur perusahaan tersebut, maka konstruksi perusahaan grup dengan anak perusahaan berbentuk Persekutuan Komanditer memberikan kemudahan terhadap pelaksanaan penerapan dari keputusan perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas berdasarkan RUPS. Kedua, dalam perkembangannya, perusahaan bertumbuh dalam bentuk yang semakin heterogen karena dipengaruhi oleh berbagai motif, yaitu antara lain adalah penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan, upaya perusahaan untuk mencapai keunggulan

13 kompetitif yang melebihi perusahaan lainnya, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan ataupun perintah dari peraturan perundang-undangan, dimana bentuknya ini disebut sebagai perusahaan grup. Keberadaan perusahaan grup mengacu pada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kendali induk perusahaan, dimana induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengarahkan kegiatan usaha anak perusahaan untuk mendukung kepentingan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. Seperti halnya pada Grup Astra, Grup Bakrie maupun Grup Semen Gresik. Ketiga, UUPT memberikan legitimasi kepada suatu Perseroan untuk memiliki saham pada perseroan lain. Pasal 7 ayat (1) UUPT terbaru mengatur Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Kemudian dalam penjelasan pasal ini, yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UUPT memang tidak ditujukan secara khusus sebagai bentuk pengaturan antara perseroan induk dan perseroan anak, namun ketentuan tersebut berimplikasi terhadap keterkaitan pada kepemilikan saham antara perusahaan induk terhadap anak perusahaan khususnya dalam hak suara dalam menentukan anggaran dasar bagi perusahaan induk dalam perusahaan grup yang berdampak kepada anak perusahaan sebagaimana yang dimuat dalam ketentuan Pasal 84 UUPT terbaru. Keempat, Dalam konstruksi perusahaan grup, kepemilikan perusahaan induk atas saham pada anak perusahaan dalam jumlah tertentu memberi kewenangan kepada perusahaan induk untuk bertindak sebagai pimpinan sentral yang mengendalikan anak perusahaan melalui RUPS anak perusahaan, dimana perusahaan induk dapat menetapkan hal-hal strategis yang mendukung pencapaian perusahaan induk sebagai kesatuan ekonomi. Namun hal ini menjadi permasalahan

14 apabila bentuk anak perusahaan bukan berstatus sebagai badan hukum, karena dalam UUPT maupun peraturan pendukung lainnya belum menjabarkan adanya keterkaitan pada penerapan hasil keputusan dalam perusahaan induk maupun penempatan direksi atau komisaris dalam perusahaan induk ke anak perusahaan yang berstatus bukan badan hukum, seperti halnya Persekutuan Komanditer. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat permasalahan ini sebagai pokok penelitian dalam penulisan yang dapat menjadi sarana pengembangan terhadap bidang Ilmu Hukum, khususnya dalam hukum bisnis, dengan judul, Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya di atas, maka dapat ditarik dua rumusan masalah, yaitu : 1. Apakah yang menjadi dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer? 2. Bagaimanakah konsekuensi yuridis dari hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer?

15 1.3 Orisinalitas Penelitian Penelitian ini belum pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lainnya sebagaimana yang dapat disimak dari hasil penelusuran penelitian sebagai berikut: 1. Tesis Tri Julyanto, NIM , Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Tahun Judul tesisnya adalah Analisis Yuridis Penerapan Charter Hubungan Korporasi Dengan Dan Antar Anak Perusahaan. Adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah apakah dasar pembenaran penerapan charter hubungan korporasi dengan dan antar anak perusahaan, bagaimana kekuatan hukum mengikat charter hubungan korporasi dengan dan antar anak perusahaan terhadap anak-anak perusahaan dan bagaimana implikasi hukumnya, dan bagaimana tanggung jawab direksi, dewan komisaris, dan pemegang saham dengan adanya charter hubungan korporasi dengan dan antar anak perusahaan yang berkaitan dengan doktrin ultra vires, intra vires, dan piercing corporate veil; 2. Tesis I Gede Willy Pramana, NIM , Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Tahun Judul tesisnya adalah Status Hukum Perjumpaan Utang Diantara Perseroan Induk (Parent Company) dengan Perseroan Anak (Subsidiary Company). Adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah mengapa terjadi utang piutang diantara perseroan induk dengan perseroan anak, bagaimana keabsahan perjumpaan utang diantara perseroan induk dengan perseroan anak dan apa akibat hukum yang ditimbulkan dari perjumpaan utang diantara perseroan induk dengan perseroan anak. Setelah melakukan beberapa penelusuran penelitian-penelitian yang terkait seperti di atas menunjukkan judul dan permasalahan penelitian ini tidak terdapat kesamaan. Oleh karena itu orisinalitas penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan.

16 1.4 Tujuan Penelitian Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sebagai pedoman dalam penulisan karya ilmiah sekaligus memperlihatkan kualitas dari penelitiannya. Pada dasarnya tujuan penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus yang dijabarkan sebagai berikut Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk pengembangan terhadap konsep, asas dan teori secara umum tentang hukum perusahaan, khususnya terhadap pengaturan tentang perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas terhadap anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer dalam konstruksi perusahaan grup Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan yang menjadi dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. b. Untuk mengetahui dan menganalisis konsekuensi yuridis dari hubungan antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer.

17 1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian tentang, Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer ini berdasarkan pokok permasalahan yang dijabarkan sebelumnya di atas adalah : Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran teoritis dalam pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum bisnis khususnya terhadap pengaturan hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas terhadap anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer yang tidak diatur mengenai hubungan hukumnya dalam UUPT terbaru ataupun peraturan perundang-undangan lainnya, serta secara keilmuan dapat membantu memberikan kepastian hukum bagi para pihak maupun bagi Notaris Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, khususnya bidang hukum bisnis maupun bagian kenotariatan, serta dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam penyelesaian permasalahan mengenai pengaturan tentang induk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas terhadap anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer dalam konstruksi perusahaan grup yang dialami oleh para pihak yang terkait, yaitu Organ dalam Perseroan Terbatas, Sekutu komanditer dan Sekutu komplemeter dalam CV, Notaris, serta segenap jajaran dalam Kementrian Hukum dan HAM.

18 1.6 Landasan Teoritis Dalam bagian landasan teoritis ini dideskripsikan pemikiran-pemikiran teoritis dan konsep yang berhubungan dengan objek penelitian. Adapun teori, konsep dan asas-asas hukum yang digunakan dalam penelitian dan penulisan ini adalah : * Teori Badan Hukum * Teori Perjanjian * Konsep Perusahaan Induk dan Anak Perusahaan * Asas Konsesualisme (Consesualisme) * Asas Kekuatan Mengikat (Verbindendekracht Der Overeenkomst) * Asas Itikad Baik (Good Faith) * Asas Kepastian Hukum 1. Teori Badan Hukum Relevansi dari Teori Badan Hukum dengan penelitian ini adalah untuk membahas rumusan masalah pertama, yaitu tentang pengaturan yang menjadi dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. Teori Badan Hukum pertama kali berkembang di Inggris pada masa revolusi industri. Teori badan hukum dipelopori oleh sarjana Jerman, Friedrich Carl von Savigny ( ), tokoh utama aliran atau mazhab sejarah pada permulaan abad ke 19. Dalam bahasa Belanda, Teori Badan Hukum disebut sebagai Rechtpersoon Theorie. Badan Hukum atau Rechtpersoon adalah himpunan orang sebagai perkumpulan, perkumpulan diadakan atau diakui oleh pejabat umum, maupun perkumpulan itu didirikan untuk maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan. 1 1 HS Salim, 2010, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, hal.25

19 Berititik tolak dari pendapat yang telah dijabarkan sebelumnya di atas, maka relevansi dari istilah badan hukum ini adalah untuk menggambarkan bentuk subjek hukum lainnya, yang mana badan hukum itu adalah beberapa subjek hukum yang tergabung secara bersama-sama dalam suatu kehendak untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Sehingga teori badan hukum memiliki relevansi yang erat dengan penulisan dan penelitian ini, yaitu terhadap penunjukkan suatu bentuk bidang usaha yang berlandaskan hukum didalam UUPT terbaru, yang mana terkait dengan penelitian ini secara implisit mengharuskan bentuk dari perusahaan induk adalah Perseroan Terbatas. Teori Badan Hukum dibagi menjadi beberapa pembagian, yaitu : 1. Teori Fiksi 2. Teori Organ 3. Teori Leer van het ambtelijk vermogen, 4. Teori Kekayaan Bersama 5. Teori Kekayaan Bertujuan 6. Teori Kenyataan Yuridis 7. Teori dari Leon Duguit. 2 Bertitik tolak dari pembagian Teori Badan Hukum ini, menurut hemat saya pembagian ini memiliki relevansi terhadap penelitian dan penulisan, karena memberikan pandangan mengenai bentuk dan pelaksanaan dari suatu badan hukum. Berdasarkan pembagian dari teori badan hukum yang telah dipaparkan sebelumnya di atas, maka teori yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini, yaitu Teori Fiksi. Teori Fiksi ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny, yang menjelaskan bahwa badan hukum semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau Negara. Terkecuali Negara, badan hukum itu suatu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya 2 Chidir Ali, 2011, Badan Hukum, Alumni, Bandung, hal.31-40

20 dalam bayangannya untuk menerangkan sesuatu hal. 3 Bertitik tolak dari pendapat tersebut, maka relevansi teori ini dengan penelitian dan penulisan adalah berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan dari Perseroan Terbatas, karena Perseroan Terbatas sebagai perusahaan dengan statusnya sebagai badan hukum hanya merupakan wadah yang bertujuan untuk menjalankan kegiatan organ perusahaan yang berstatus sebagai subyek hukum dengan perbuatan hukum yang hanya dapat dilaksanakan oleh tiap-tiap subyek hukum di dalamnya. Badan hukum dalam hal ini hanya semata-mata bentukan pemerintah saja namun apabila tidak ada subyek hukum di dalamnya, maka badan hukum itu tidak dapat lagi disebut sebagai badan hukum. Terkait dengan rumusan masalah pertama, yaitu mengenai pengaturan yang menjadi dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer, teori ini memberikan landasan bahwa suatu hubungan hukum antara perusahaan induk terhadap anak perusahaan hanya dapat terjadi apabila perusahaan induk berstatus badan hukum, karena terciptanya suatu hubungan hukum dalam wadah hukum hanya dapat dilakukan apabila ada aturan hukum yang jelas mengaturnya, dalam hal ini yaitu UUPT. Berdasarkan pendapat yang telah dipaparkan sebelumnya di atas, maka menurut hemat saya, penggunaan Teori Badan Hukum dengan pembagiannya, yaitu Teori Fiksi sangat relevan untuk memecahkan permasalahan dalam rumusan masalah pertama pada penelitian ini. 2. Teori Perjanjian Relevansi dari Teori Perjanjian dengan penelitian ini adalah untuk membahas rumusan masalah kedua, yaitu akibat hukum dari hubungan antara perusahaan induk yang berbentuk 3 Munir Fuady, 2013, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Munir Fuady I), hal.157

21 Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. Akibat hukum yang ditimbulkan membawa dampak bagi induk perusahaan, anak perusahaan maupun pihak ketiga yang terikat dengan perjanjian dengan induk perusahaan ataupun anak perusahaan yang terhubung dengan induk perusahaan. Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian didefiniskan sebagai, Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan (zakelijk overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang ditimbulkan oleh hak kebendaan, karena adanya kesepakatan dari dua pihak atau yang lebih yang saling mengikatkan diri, dan ditujukan atau menimbulkan, beralih, berubah, atau berakhirnya hak kebendaan. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang ada setelah mengikuti dari perjanjian sebelumnya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori hukum baru yaitu : 1. Tahap pracontractual yaitu adanya penawaran dan penerimaaan. 2. Tahap contractual yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 3. Tahap post contractual yaitu pelaksanaan perjanjian. 4 Berdasarkan pendapat dari Van Dunne ini, maka menurut hemat saya pendapat ini hanya dapat digunakan untuk perjanjian tertulis saja, adapun tahapan-tahaapan yang diberikan bertujuan untuk mengikatkan kehendak dari para pihak, sehingga perjanjian tersebut dapat memberikan akibat hukum bagi para pihak yang terlibat di dalamnya. Terkait dengan penelitian dan penulisan ini, khususnya pada rumusan masalah kedua yang bertujuan untuk mencari konsekuensi yuridis dari hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer ialah bahwa suatu perjanjian tentunya membawa akibat hukum bagi pihak yang 4 Ibid

22 terlibat dalam isi perjanjian tersebut yang dalam hal ini adalah organ perseroan dan sekutu aktif maupun sekutu pasif pada Persekutuan Komanditer. Selain teori hukum, penelitian dan penulisan ini juga menggunakan beberapa konsep hukum, yaitu : 3. Konsep Perusahaan Induk dan Anak Perusahaan Pengaturan mengenai perusahaan induk dan anak perusahaan sangat sedikit ditemukan dalam peraturan perundang-undangan Konsep dalam UUPT terbaru ini tidak lengkap mencantumkan mengenai penjelasan dari perusahaan induk dan anak perusahaan, ketidak jelasan tersebut dikarenakan UUPT terbaru hanya memuat mengenai batasan dari bentuk perusahaan induk saja sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 84 ayat 2 huruf b yaitu, Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk saham induk perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung. Berdasarkan isi dari pasal ini, maka secara eksplisit bentuk perusahaan induk pada konstruksi perusahaan grup adalah harus berbentuk perseroan. Untuk memberikan kejelasan dan konsepsi pada perusahaan induk yang harus berbentuk perseroan, Sulistiowati memberikan batasan definisi terhadap hal tersebut yaitu, perseroan induk adalah perusahaan yang berbentuk persero menjalankan pimpinan sentral pada perusahaan grup untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan anak perusahaan, sehingga tidak terbatas pada kepemilikan saham pada anak perusahaan saja. 5 Berdasarkan pendapat tersebut, maka 5 Sulistiowati, 2013, Tanggung Jawab Hukum Pada Perusahaan Grup di Indonesia, Erlangga, Jakarta, (selanjutnya disingkat Sulistiowati II), hal. X

23 menurut saya, pendapat Sulistiowati memiliki relevansi dengan penelitian ini. Karena konsep dari perusahaan induk yang dipergunakan dalam penulisan dan penelitian ini adalah sebagai pimpinan yang mengendalikan serta pihak yang berwenang untuk membuat peraturan yang harus dipatuhi bagi anak-anak perusahaannya, namun mengenai koordinasi dari perusahaan induk terhadap anak perusahaan, sejauh mana koordinasi dari perusahaan induk dapat dijalankan oleh anak perusahaan, maka hal ini harus dikaji terlebih dahulu. Mengenai konsep dari anak perusahaan semenjak diberlakukannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 sebagai UUPT yang terbaru, anak perusahaan tidak memiliki gambaran yang jelas karena tidak dipaparkan mengenai batasan bentuknya dalam undang-undang ini maupun peraturan perundang-undangan lainnya. Padahal dalam UUPT terdahulu, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 yang telah dicabut keberlakuannya, dijelaskan secara eksplisit bahwa anak perusahaan harus berbentuk perseroan, namun UUPT terbaru justru menghilangkan eksistensi dari anak perusahaan pada konstruksi perusahaan grup, sehingga memberikan kemungkinan bagi anak perusahaan untuk berbentuk badan hukum maupun bukan berbentuk badan hukum. Beranjak dari hal yang dipaparkan sebelumnya di atas, maka persoalan tersebut sulit untuk menjamin kepastian hukum bagi perusahaan induk maupun anak perusahaan, sehingga berakibat adanya kevakuman hukum dalam penelitian ini. Selain teori dan konsep hukum, maka digunakan pula asas hukum dalam penulisan dan penelitian ini yang selanjutnya akan dipaparkan sebagai berikut : 4. Asas Konsesualisme (Consesualisme) Asas ini digunakan untuk mendukung pemecahan dari rumusan masalah pertama dalam penelitian ini, yang mana relevansinya terkait dengan perumusan perjanjian antara perusahaan

24 induk dan anak perusahaan yang hanya dapat dikatakan sah apabila telah diperoleh kata sepakat dari kedua belah pihak, yang dalam hal ini adalah perusahaan induk yaitu Perseroan Terbatas dan anak perusahaan yaitu Persekutuan Komanditer. Asas konsesualitas ini merupakan unsur yang paling utama dan mutlak menjadi syarat dalam perjanjian. Asas ini memiliki arti yang terpenting karena untuk membentuk sebuah perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian tersebut beserta pula perikatan yang ditimbulkan maka sudah lahir pada saat disepakatinya perjanjian tersebut dengan pembubuhan tanda tangan. 6 Berdasarkan pemapaparan tentang asas konsesualitas tersebut, maka menurut hemat saya penggunaan asas ini memiliki relevansi di dalam penelitian dan penulisan, karena tanpa adanya kata sepakat dari kedua belah pihak yang membuat perjanjian, dalam penelitian ini adalah oleh Perseroan Terbatas terhadap Persekutuan Komanditer. Apabila salah satu pihak, yaitu anak perusahaan atau perusahaan induk tidak menyepakati salah satu hal di dalam perjanjian yang dirumuskan tersebut, maka perjanjian itu tidak dapat terjadi, sehingga tidak menimbulkan hubungan hukum di antara keduanya. 5. Asas Kekuatan Mengikat (Verbindendekracht Der Overeenkomst) Asas ini digunakan untuk mendukung terhadap pemecahan masalah pada rumusan masalah kedua pada penelitian, bahwa suatu perjanjian yang telah dibuat dan disepakati selanjutnya akan mengikat hak dan kewajiban kedua belah pihak di dalam perjanjian tersebut, sehingga pelaksanaan perjanjian itu akan menimbulkan konsekuensi yuridis bagi anak perusahaan maupun perusahaan induk. 6 Ibid.

25 Prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah kewajiban hukum dan bahwa pihak yang mengadakan perjanjian terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji tersebut. Janji terhadap kata yang diucapkan sendiri adalah mengikat, paling tidak secara lisan telah ada tanggung jawab moril terhadap yang dikatakannya. Persetujuan ini pada hakikatnya diletakkan kepada para pihak-pihak bersangkutan. 7 Pendapat ini memiliki relevansi dengan penelitian dan penulisan. Karena pemenuhan pelaksanaan perjanjian harus memiliki tanggung jawab hukum bagi para pihak. Esensi dari asas kekuatan mengikat ini tercermin dalam Pasal 1338 KUHPdt dimana keterikatan suatu perjanjian terkandung di dalam janji yang dilakukan oleh para pihak sendiri, yang dalam hal ini yaitu antara anak perusahaan terhadap perusahaan induk yang telah sepakat untuk mengikatkan perusahaannya dalam suatu bentuk perusahaan grup, sehingga membawa konsekuensi hukum bahwa anak perusahaan harus menjalankan setiap keputusan yang diberikan oleh perusahaan induk. Perusahaan indukpun harus mengetahui setiap kegiatan yang dilakukan oleh anak perusahaan dan bertanggung jawab sebatas yang diperjanjikan di dalam perjanjian yang telah dirumuskan oleh keduanya. 6. Asas Itikad Baik (Good Faith) Asas ini memiliki keterkaitan yang erat untuk memecahkan rumusan masalah pertama, yaitu dasar timbulnya hubungan hukum antara perusahaan induk yang berbentuk Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang berbentuk Persekutuan Komanditer. Bahwa asas iktikad baik ini tercermin dalam perumusan perjanjian maupun penerapan pelaksanaan perjanjian oleh kedua belah pihak. Hugo Grotius dalam risalahnya De Lure Belli ac Pacis mengatakan bahwa eksistensi hukum kodrati merupakan landasan semua hukum positif atau hukum tertulis. Sepanjang abad 7 Ibid.

26 ke-17, pandangan hukum kodrati model Grotius terus disempurnakan dan pada akhirnya berubah menjadi teori hak kodrati. Melalui teori inilah hak-hak individu yang subyektif diakui. Menurut hukum alam, hak kodrat ( hak asasi manusia ) melekat sejak manusia dilahirkan. Hak-hak kodrat itu meliputi hak untuk hidup, hak kemerdekaan dan hak harta benda, hak untuk menikah, hak persamaan di depan hukum, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat. 8 Bertitik tolak dari pendapat Grotius ini, maka relevansi penggunaan teori ini memiliki keterkaitan dengan asas iktikad baik, yang mana yaitu hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat dan hak harta benda. Karena dalam teori Grotius ini menjunjung tinggi hak-hak individu subjetif, sehingga memiliki keterkaitan erat dengan asas iktikad baik, bahwa suatu iktikad baik pastilah menghargai hak individu manusia, khususnya terkait dengan isi perjanjian antara kedua belah pihak. Itikad baik atau good faith merupakan asas yang sangat penting dalam terjadinya suatu perikatan dan tercermin di dalam Pasal 1338 KUHPdt. Sebelum terjadinya perikatan haruslah didasarkan atas itikad baik dari pembuat perjanjian. Perikatan yang tidak berlandaskan atas itikad baik di kemudian hari akan memunculkan konflik. Menurut Pasal 1963 KUHPdt, adalah kemauan baik atau kejujuran orang itu pada saat ia mulai menguasai barang, dimana ia mengira bahwa syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan hak milik atas barang itu telah dipenuhi. Iktikad baik semacam ini juga dilindungi oleh hukum dan itikad baik sebagai syarat untuk mendapatkan hak milik ini tidak bersifat dinamis, melainkan bersifat statis. 9 Relevansi dari asas ini terkait dengan penelitian dan penulisan adalah bahwa persetujuan dapat terjadi karena persesuaian kehendak para pihak. dengan mengacu pada Pasal 1320 KUHPdt yang 8 Yohanes Usfunan, 2012, HAM Politik Kebebasan Berpendapat di Indonesia, Udayana University Press, Denpasar, hal Agus Yudha Hernoko, 2010, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.140

27 memuat tentang syarat sahnya suatu atau sebuah perjanjian yaitu, Untuk sahnya sebuah perjanjian diperlukan empat syarat : Sepakat mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut merupakan syarat yang mutlak yang harus ada atau dipenuhi dari suatu perjanjian, tanpa syaratsyarat tersebut maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. 7. Asas Kepastian Hukum Asas ini memiliki relevansi terhadap penelitian, karena penulisan ini mengangkat tolak ukur permasalahan yang beranjak dari adanya kekosongan norma. Budiman Ginting menyatakan bahwa, kepastian hukum merupakan salah satu tujuan hukum disamping kemanfaatan dan keadilan bagi setiap manusia selaku anggota masyarakat tanpa membedakan asal usulnya. 10 Berdasarkan pendapat tersebut, maka kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin hakhak sosial manusia di dalam kehidupannya bermasyarakat. Terkait dengan penelitian dan penulisan, maka relevansi asas kepastian hukum ini adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam suatu hubungan hukum dan membawa akibat hukum dari perbuatannya tersebut yang timbul dari adanya kekosongan norma pada peraturan perundang-undangan, dalam hal ini adalah UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 1.7 Metode Penelitian Dalam pembahasan permasalahan terhadap materi penulisan ini, penulis menggunakan metode sebagai berikut : 10 Budiman Ginting, 2008, Kepastian Hukum dan implementasinya Terhadap Pertumbmuhan Investasi di Indonesia, Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, hal.1

28 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang berusaha mencari jawaban atas terjadinya kekosongan norma dengan menggunakan analogi dalam hal Hubungan Hukum Perusahaan Induk Berbentuk Perseroan Terbatas dengan Anak Perusahaan Berbentuk Persekutuan Komanditer, karena UUPT tidak mengatur tentang keterkaitan pelaksanaan kebijakan antara induk perusahaan yang berbentuk badan hukum yaitu Perseroan Terbatas dengan anak perusahaan yang bukan berbentuk badan hukum, yaitu Persekutuan Komanditer Jenis Pendekatan Penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki pada umumnya terdiri dari 5 (lima) jenis pendekatan, yaitu: a) Pendekatan kasus (the case approach); b) Pendekatan perundang-undangan (the statue approach); c) Pendekatan analisis konsep hukum (the analytical & conceptual approach); d) Pendekatan sejarah (the historical approach); e) Pendekatan perbandingan (the comparative approach). 11 Dalam penelitian ini akan digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach) dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 sebagai UUPT terbaru dan pendekatan analisis konsep hukum (Analytical and Conceptual Approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 12 Menurut hemat saya, pendapat Peter Mahmud Marzuki ini bertujuan untuk memberikan kejelasan mengenai batasan permasalahan dalam penelitian maupun terhadap konsepsi jawaban dari permasalah 11 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal Ibid.

29 penulisan penelitian karya ilmiah dengan cara mengkaji isi dari perundang-undangan yang digunakan dalam penelitian. Sedangkan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analytical and Conceptual Approach) menurut Peter Mahmud Marzuki ialah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asasasas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandanganpandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu uang dihadapi. 13 Pendapat Peter Mahmud Marzuki tersebut memiliki relevansi terhadap penelitian dan penulisan ini. Karena pendekatan analisis konsep hukum menghasilkan suatu argumentasi hukum yang selanjutnya dijabarkan pada bagian pembahasan penelitian, dengan terlebih dahulu mengkaji pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian Sumber Bahan Hukum Dalam melakukan penelitian hukum normatif, sumber yang digunakan yaitu sumber bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan sumber bahan hukum tertier. Ketiga sumber hukum itu adalah sebagai berikut : 1. Bahan Hukum Primer 13 Ibid.

30 Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma/kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-Undang dasar, peraturan dasar, serta peraturan perundangundangan. Dalam penelitian ini digunakan sumber hukum primer berupa : a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang; c) Kitab Undang-undang Hukum Perdata; d) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756). e) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1998 Tentang Pemakaian Nama Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 39). f) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Pengabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 40). g) Peraturan Pemerintah No 57 Tahun 2010 Tentang Pengabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 98). h) Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor M.01. HT Tahun 2007 tanggal 21 September 2007 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar, dan Perubahan Data Perseroan;

31 i) Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor M.02. HT Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pengumuman Perseroan Terbatas dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi literaturliteratur, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum, atau pandangan ahli hukum yang berkaitan dengan Hukum Perjanjian maupun yang berkaitan dengan Perusahaan khususnya Perseroan Terbatas dan Persekutuan Komanditer. 3. Bahan Hukum Tertier Bahan Hukum Tertier yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tertulis yang diperlukan dalam penelitian ini berupa kamus hukum, ensiklopedia, dan internet yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Dalam pengumpulan bahan hukum ini harus ditegaskan permasalahan mengenai jenis, sifat dan kategori bahan hukum serta perlakuan terhadap bahan hukum yang dikumpulkan, dengan tujuan agar pengumpulan bahan hukum dan penganalisaaan terhadap badan hukum sesuai dengan tujuan dari penelitian. Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan sistem kartu (card system), yakni dengan cara mencatat dan memahami isi

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya

Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis. MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Bab 2 Badan usaha dalam kegiatan bisnis MAN 107- Hukum Bisnis Semester Gasal 2017 Universitas Pembangunan Jaya Dalam tatanan hukum bisnis di Indonesia, ada 3 badan usaha yang ikut serta dalam kegiatan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP)

KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) KEPASTIAN HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DALAM BENTUK PERSEROAN TERBATAS (NAAMLOZE VENNOTSCHAP) Oleh : Komang Eva Jayanti Nyoman Mas Ariani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat PT) merupakan subyek hukum yang berhak menjadi pemegang hak dan kewajiban, termasuk menjadi pemilik dari suatu benda atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dinyatakan setiap orang berhak untuk bekerja serta 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di era pertumbuhan ekonomi yang pesat ini, sebagai masyarakat yang konsumtif harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana hak kita sebagai Warga Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbeda dengan tujuan pendirian dari Perseroan Terbatas, tujuan filosofis pendirian Yayasan adalah tidak bersifat komersial atau tidak mencari keuntungan, maksudnya

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan

BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN. A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan BAB II HUBUNGAN HUKUM INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN A. Status Badan Induk perusahaan dan Anak Perusahaan Pasal 1 angka 1 UUPT, elemen pokok yang melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Analisa yuridis..., Yayan Hernayanto, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Yayasan, bukan merupakan istilah yang asing. Sudah sejak lama Yayasan hadir sebagai salah satu organisasi atau badan yang melakukan kegiatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Aspek Hukum Perusahaan. Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan

Aspek Hukum Perusahaan. Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan Aspek Hukum Perusahaan Pengaturan, Pengertian, Bentukbentuk perusahaan, Kepemilikan, Perbuatan dan pertanggungjawaban perusahaan KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG (KUHD) Pedagang adalah mereka yang melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pembangunan Ekonomi Nasional di Indonesia yang berkesinambungan merupakan salah satu wujud nyata bahwa Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak

I. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris;

6. Saham dengan hak suara khusus tidak ada, yang ada hanyalah saham dengan hak istimewa untuk menunjuk Direksi/Komisaris; POKOK-POKOK PERBEDAAN ANTARA UU NO. 1 TAHUN 1995 DENGAN UU NO. 40 TAHUN 2007 1. Penyederhanaan anggaran dasar PT Pada prinsipnya, dalam anggaran dasar PT yang baru tidak menyalin apa yang sudah diatur

Lebih terperinci

Kata Kunci: Perusahaan Induk, An ak Perusahaan, Hubungan Hukum.

Kata Kunci: Perusahaan Induk, An ak Perusahaan, Hubungan Hukum. HUBUNGAN HUKUM PERUSAHAAN INDUK BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DENGAN ANAK PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEKUTUAN KOMANDITER Oleh Ni Made Pratiwi Dharnayanti* NIM: 1492461012 Mahasiswa Program Magister Kenotariatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH

HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH HUKUM BISNIS (Perusahaan) Oleh : Asnedi, SH, MH PENGERTIAN PERUSAHAAN : MENURUT HUKUM : PERUSAHAAN ADALAH MEREKA YG MELAKUKAN SESUATU UTK MENCARI KEUNTUNGAN DGN MENGGUNAKAN BANYAK MODAL (DLM ARTI LUAS),

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat

BAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

MANUSIA TIDAK BISA HIDUP SENDIRI, HARUS HIDUP BERSAMA DALAM MASYARAKAT YANG TERORGANISASI UNTUK MENCAPAI TUJUAN BERSAMA

MANUSIA TIDAK BISA HIDUP SENDIRI, HARUS HIDUP BERSAMA DALAM MASYARAKAT YANG TERORGANISASI UNTUK MENCAPAI TUJUAN BERSAMA REVIEW BAB 1 MANUSIA TIDAK BISA HIDUP SENDIRI, HARUS HIDUP BERSAMA DALAM MASYARAKAT YANG TERORGANISASI UNTUK MENCAPAI TUJUAN BERSAMA SUATU PEDOMAN ATAU PERATURAN HIDUP YANG MENENTUKAN BAGAIMANA MANUSIA

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH AKIBAT HUKUM TINDAKAN PENGURUS YAYASAN DALAM MELAKUKAN PENYERTAAN MODAL KE DALAM UNIT USAHANYA

KARYA TULIS ILMIAH AKIBAT HUKUM TINDAKAN PENGURUS YAYASAN DALAM MELAKUKAN PENYERTAAN MODAL KE DALAM UNIT USAHANYA KARYA TULIS ILMIAH AKIBAT HUKUM TINDAKAN PENGURUS YAYASAN DALAM MELAKUKAN PENYERTAAN MODAL KE DALAM UNIT USAHANYA Oleh : YOYOK GATOT SAPUTRO, SH NIM: 12213086 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS

BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS BAB II PERAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERUSAHAAN BERBENTUK PERSEROAN KOMANDITER MENJADI PERSEROAN TERBATAS A. Persekutuan Komanditer (CV) Sebagai Badan Usaha 1. Pengertian Persekutuan Komanditer (CV) Persekutuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu wadah agar dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan dunia usaha dewasa ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Setiap orang dalam menjalankan usahanya selalu berusaha mencari jalan agar mendapatkan

Lebih terperinci

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA. Terbatas... 1

DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA. Terbatas... 1 DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... v PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA A. Eksistensi Badan Usaha di Luar Badan Hukum Perseoran Terbatas... 1 1. Persekutuan... 2 a. Pengertian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA 1 PEMERINTAH KABUPATEN LINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LINGGA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LINGGA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk perusahaan yang ada di Indonesia seperti firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas, koperasi, dan persekutuan perdata. Bentuk perusahaan perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era

BAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PEMILIK MANFAAT DARI KORPORASI DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN TINDAK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB l PENDAHULUAN. negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, cita-cita ini terkandung dalam preambule

BAB l PENDAHULUAN. negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, cita-cita ini terkandung dalam preambule BAB l PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH ANEKA KARYA KABUPATEN BOYOLALI MENJADI PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia B A B 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dari berbagai bentuk perusahaan, seperti Persekutuan Komanditer, Firma, Koperasi dan lain sebagainya, bentuk usaha Perseroan Terbatas ( Perseroan )

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK

TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK TANGGUNG JAWAB INDUK PERUSAHAAN DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK Penulis : Putu Harini Desak Putu Dewi Kasih Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT : This paper is about legal relationship

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang pada saat ini dapat terbilang cukup pesat, khususnya pada sektor perekonomian.indonesia adalah contoh negara yang

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R No.374, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. RUPS. Perusahaan Terbuka. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5644) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer 2013 Pengantar Hukum Bisnis Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Oleh: Indira Widyanita Nurul Suaybatul Uliyatun Nikmah Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Persekutuan Firma (Fa) 1. Pengertian

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN BENTUK HUKUM BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN SELATAN DARI PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3587 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perusahaan di Indonesia mengakibatkan beberapa perubahan dari sistem perekonomian, kehidupan sosial masyarakat, politik serta hukum tatanan hukum

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang

Lebih terperinci

ORGANISASI PERUSAHAAN

ORGANISASI PERUSAHAAN ORGANISASI PERUSAHAAN Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Program Pascasarjana Ilmu Hukum UNS www.jamalwiwoho.com 08122601681 1 Perusahaan : Adalah Suatu unit kegiatan yang melakukan aktivitas pengolahan

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN

BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN Klasifikasi Perusahaan Jumlah Pemilik 1. Perusahaan Perseorangan. 2. Perusahaan Persekutuan. 1. 2. Status Pemilik 1. Perusahaan Swasta. 2. Perusahaan Negara (BUMN). 1. 2. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

e) Hak Menghadiri RUPS... 55 e) Hak Menghadiri RUPS... 55 2. Kewajiban-kewajiban Pemegang Saham... 55 a) Kewajiban Dalam Penyetoran Saham... 56 b) Kewajiban Dalam Pengalihan Saham. 57 c) Kewajiban Mengembalikan Sisa Kekayaan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Komanditer atau sering disebut dengan CV (Commanditaire. pelepas uang (Geldschieter), dan diatur dalam Kitab Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian di Indonesia semakin berkembang dari waktu ke waktu, banyak masyarakat yang mencoba peruntungannya dalam dunia usaha, salah satunya dengan

Lebih terperinci