BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI"

Transkripsi

1 BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Embung Pusporenggo berfungsi menampung air yang nantinya akan digunakan untuk keperluan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku untuk masyarakat. Dalam perencanaan ini dibatasi pada perancangan tubuh embung, analisis stabilitas, dan bangunan pelengkap yang meliputi bangunan pelimpah dan bangunan pengelak. 5. Dimensi Embung Perhitungan dimensi embung meliputi penentuan kemiringan lereng, tinggi, dan lebar puncak embung Kemiringan Lereng Urugan ( Slope Gradient ) Kemiringan lereng ditentukan sedemikian rupa agar stabil terhadap longsoran. Karena tubuh embung direncanakan menggunakan urugan homogen maka diperoleh kemiringan lereng (vertikal : horisontal) sebelah hulu 1 : 3 dan sebelah hilir 1:,5 ( Tabel.0). 5.. Tinggi Puncak Embung Tinggi puncak embung merupakan hasil penjumlahan antara tinggi embung dengan tinggi jagaan. Berdasarkan hasil perhitungan flood routing didapat elevasi muka air normal (MAN) adalah + 461,930 m, elevasi muka air banjir (MAB) yang terjadi + 46,950 m Sedangkan elevasi. dasar kolam m dan elevasi dasar pondasi adalah + 448,750 m. Untuk jelasnya mengenai MAB dan elevasi puncak embung dapat dilihat pada Gambar

2 MAB Tinggi Embung Gambar 5.1 Tinggi Embung Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan.93 dan Persamaan.94 pada Bab II sebagai berikut : h e H f h + (h w atau ) + ha + h i h e H f h w + + ha + h i Tinggi jagaan dipengaruhi oleh beberapa faktor anatra lain : 1. Tinggi kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal ( h ) dihitung berdasarkan Persamaan.95 Bab II sebagai berikut : h =. 3 α Q Q 0 h. A h 1+ Q T Untuk perhitungan digunakan data sebagai berikut : Q o = 63,743 m³/dt Q = 6,674 m³/dt h = 4 m A = 1 km T = 3 jam h = h = 0, 63, , , ,54 m 163

3 . Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin (h w ) Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin sangat dipengaruhi oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air embung. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah F eff sebesar 410m (Gambar 5.). Sedangkan kecepatan angin (maksimal) di atas permukaan air embung diambil dari data di stasiun Ngemplak Boyolali yaitu 0 m/dtk. Perhitungan tinggi ombak (h w ) ini menggunakan grafik Metode SMB yang dikombinasikan dengan Metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3 tinggi jangkauan ombak (h w ) yang didapat adalah 0,39 m. Gambar 5. Grafik Perhitungan Metode SMB (Sosrodarsono, 1989) 3. Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (h e ) Digunakan data-data pada tabel berikut : Tabel 5.1 Koefisien Gempa (DHV Consultant, 1991) Zone Koefisien (Z) Keterangan A B C D E F 1,90-,00 1,60-1,90 1,0-1,60 0,80-1,0 0,40-0,80-0,40 Boyolali 164

4 Tabel 5. Percepatan Dasar Gempa (DHV Consultant, 1991) Periode Ulang (tahun) Percepatan dasar gempa (Ac) (cm/dt²) 98,4 119,6 151,7 181,1 15,81 71,35 3,35 48,80 564,54 Tabel 5.3 Faktor Koreksi (DHV Consultant, 1991) Tipe Batuan Rock Foundation Diluvium (Rock Fill Dam) Aluvium Soft Aluvium Faktor (V) 0,9 1,0 1,1 1, Dari data pada tabel-tabel di atas, maka dapat ditentukan harga yang akan digunakan yaitu: (1). Koefisien gempa (z) = 0,80 (). Percepatan dasar gempa (Ac) = 15,81 cm/dt² (3). Faktor koreksi (V) = 1,1 (4). Percepatan grafitasi ( g ) = 981 cm/dt² Pembagian zona gempa di Indonesia dapat dilihat pada Gambar

5 Gambar 5.3 Pembagian Zone Gempa di Indonesia (SNI Gempa, 00) 166

6 Perhitungan intensitas seismis horisontal, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : e = e = V z. Ac. g 0,8.151,7. e = 0, Besarnya tinggi ombak yang diakibatkan oleh gempa (h e ) dihitung menggunakan Persamaan.96 Bab II yaitu : h e e. τ = g. h π 0 di mana : e = Intensitas seismis horizontal τ = Siklus seismis ( 1 detik ) h 0 = Kedalaman air di dalam waduk (m) = elv.m.a.b elv.dasar kolam = +46,950 - (+4500) = 1,95 m 0,1.1 h e = 9,81.1, 95 3,14 = 0,430 m Jadi tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata h e = 0,15 m. 4. Kenaikan permukaan air embung yang disebabkan oleh ketidaknormalan operasi pintu bangunan (h a ) diambil = 0,5 m (Sosrodarsono, 1989) 5. Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada tipe embung (h i ). Mengingat limpasan melalui mercu embung urugan sangat riskan maka untuk embung tipe ini angka tambahan tinggi jagaan (h i ) ditentukan sebesar (h i = 0.5 m). Besarnya tinggi jagaan dan komponen penyusunnya dapat dilihat pada Gambar 5.4 dan Gambar

7 Berdasarkan data perhitungan tersebut di atas di mana : h h w h e h a h i 0,54 m 0,390 m 0,15 m 0,5 m 0,5 m Maka tinggi jagaan dapat ditentukan, yang hasilnya adalah sebagai berikut : H f = 0, ,15+ 0,5 + 0,5 = 1,605 m H f = 0,54 + 0, ,5 + 0,5 = 1,93 m H f = 0,54 + 0,15 + 0,5 + 0,5 = 1,757 m Dari ketiga alternatif tinggi jagaan tersebut diambil tinggi jagaan m. Tinggi puncak Embung = tinggi embung + tinggi jagaan = 1,95 + = 14,95 m. Jadi elevasi puncak embung = ,950 m, elevasi puncak embung + 464,950 m..+465,000 m Tinggi Jagaan MAB Gambar 5.4 Tinggi Jagaan 168

8 Embung Ah hw he hq Tinggi Jagaan hi MAB Gambar 5.5 Komponen Tinggi Jagaan 5..3 Lebar Mercu Embung Lebar mercu embung minimum dihitung berdasarkan Persamaan.98 Bab II sebagai berikut : B = 3,6 H 1/3 3,0 di mana : H = Tinggi Embung ( 1,84 m ) Maka : B = 3,6 (1,84) 1/3 3,0 = 5,359 m 6 m Karena digunakan embung urugan tipe homogen, maka untuk memberikan rasa aman terhadap kestabilan terhadap longsornya lapisan kedap air lebar embung diambil 6 m. Untuk lebih jelasnya mengenai lebar mercu embung dapat dilihat pada Gambar 5.6 di bawah ini MAB Lebar Mercu Embung Gambar 5.6 Lebar Mercu Embung 169

9 5.3 Perhitungan Stabilitas Tubuh Embung Stabilitas Lereng Embung Terhadap Aliran Filtrasi Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai berikut : 1. Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi tanpa menggunakan chimney diketahui : h = 1,95 m (kondisi FSL) l 1 = 38,49 m l = 45,1 m α = 4 º d = 0,333. l + l 1 = (0,333 x 38,49) + 45,1 = 58,03 m Dengan Persamaan.10 maka : Y = h d - d = (1,95) + (58,03) (58,03) = 1,47 m 0 + Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan Persamaan.101 Bab II maka : y = y y = 0. x + 0.1,47x + 1,47 Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : x y ,038 5,530 6,697 7,689 8,567 9,36 x y ,779 11,4 1,031 1,610 13,163 13,695 14,06 Untuk α kurang dari 30 0, harga a = d - cosα d cosα - h sinα Berdasarkan Persamaan.103 Bab II maka dapat ditentukan nilai : a + a = 1 y 0 cos α = 1,47 86 = 16,593 m (A-C) 170

10 d a = - cosα d cosα - h sinα = 58,03 58,03 1, cos 4 cos 4 sin 4 = 8,555 m o o o Sehingga didapat nilai : a = 8,555 m6 jarak (A-Co) a = 16,593 8,555 = 8,038m 6jarak (C 0 -C) Dari hasil perhitungan didapat garis depresi aliran yang keluar melalui lereng hilir embung sehingga tidak aman terhadap bangunan untuk itu perlu digunakan drainase kaki maupun drainase alas. Untuk lebih jelasnya garis depresi pada embung homogen dapat dilihat pada Gambar

11 M.A.B 11,55 +46,95 B B +465,00 1:, :3,00 C1 16, A Ao , ,1 Gambar 5.7 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen (sesuai dengan garis parabola) 17

12 . Formasi garis depresi tubuh bendung kondisi dengan menggunakan drainase kaki diketahui : h = 1,95 m l 1 = 38,49 m l = 39,39 m α = 135 º d = 0,333. l + l 1 = (0,333 x 38,49) + 39,39 = 5,07 m Dengan Persamaan.10 maka : Y = h d - d = (1,95) + (5,07) - ( 5,07) = 1,58 m 0 + Parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan Persamaan.101 Bab IImaka : y = y y = 0. x + 0.1,58x + 1,58 Dan diperoleh koordinat parabola sebagai berikut : x y ,843 7,068 8,111 9,033 9,870 x y 10,64 11,361 1,037 1,677 13,86 13,869 14,48 14,966 Untuk α = 135 0, harga a = 1 ( h + d d ) Berdasarkan Persamaan.104 Bab II maka dapat ditentukan nilai : a + a = 1 y 0 cos α = 1, ,707 = 0,97 m 1 a = ( 1,95 5, , 07 ) = 0,791 m a = 0,97 0,791 = 0,136 m 173

13 M.A.B 11,55 +46,95 B B +465,00 1:, :3, ,49 5,1 39,39 Gambar 5.8 Garis Depresi Pada Bendungan Homogen Dengan Drainase Kaki 174

14 3. Jaringan Trayektori aliran filtrasi (seepage flow-net) Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv Dengan menggunakan Persamaan.104 Bab II, dihitung jaringan trayektori aliran sebagai berikut dan diilustrasikan pada Gambar 5.9. N f Q f = k H L N e Dari data yang ada di dapat : N f = 3 (asumsi) N e = 6 (asumsi) k = 5 x 10-6 cm/dtk= 5 x 10-8 m/dtk (asumsi) H L = 1,84 m = 83,7 m Maka debit aliran filtrasi adalah sebagai berikut : Q = ,84 83, 7 6 = 6,171 x 10-6 m³/dtk = 6,171 x = 1,564 m³/hari 6 1 :.5 1 : Gambar 5.9 Jaringan Trayektori 175

15 4. Tinjauan terhadap gejala sufosi dan sembulan Kecepatan aliran keluar ke atas permukaan lereng hilir yang komponen vertikalnya dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan butiran-butiran bahan embung, kecepatannya dibatasi dengan dihitung menggunakan Persamaan.105 Bab II sebagai berikut : c = w 1 g F γ di mana : c w 1 g F = Kecepatan kritis (m/dtk) = Berat butiran bahan dalam air = 0,9 ton/m³ = Percepatan gravitasi = 9,81 m/dtk² = Luas permukaan yang menampung aliran filtrasi maka : = m x 1 m = m²(untuk per satuan meter panjang bidang) c = 0,9.9,8.1 =,13 m/dtk Kecepatan rembesan yang terjadi pada embung dihitung menggunakan Persamaan.106 Bab II yaitu : V = k. i = h k. l di mana : k i h l = Koefisien filtrasi = 5 x 10-8 m/dtk = Gradien debit = Tekanan air rata-rata = m = Panjang rata-rata berkas elemen aliran filtrasi pada bidang keluarnya aliran = 3,643 m V = 8,000 5 x 10. =,745 x 10-8 m/dtk < c =,13 m/dtk Aman 3,

16 5.3. Stabilitas Lereng Embung Terhadap Longsor Stabilitas lereng embung ditinjau dalam tiga keadaan, yaitu pada saat muka air embung mencapai elevasi penuh, embung baru selesai dibangun dan belum dialiri air, dan pada saat air embung mengalami penurunan mendadak (rapid draw down). Perhitungan menggunakan metode irisan bidang luncur bundar. Data Teknis Tinggi Puncak Embung = 15 m Elevasi Air Waduk = + 46,95 m (FSL) Lebar Mercu Embung = 6 m Tinggi Air = 1,95 m Kemiringan Hulu = 1 : 3 Kemiringan Hilir = 1 :,5 Tabel 5.4 Kondisi Perencanaan Teknis Material Urugan Sebagai Dasar Perhitungan Zone tubuh Kekuatan Geser γ timbunan dalam beberapa kondisi Intensitas beban embung C (t/m³) θ Basah Jenuh Air terendam seismis horisontal (γb) (γsat) (γw) (γsub=γsat-γw) (e) Zone kedap air 0, ,8,11 1,000 1,11 0,1 Untuk perhitungan kestabilan terhadap longsor digunakan Persamaan.100 Bab II yaitu : Fs = { C. l + ( N -U - Ne) tanφ} ( T + Te) 1, 1. Pada saat embung baru dibangun belum dialiri air Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu dan hilir. Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan timbunan Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6, Gambar 5.10 dan Gambar Pada saat air embung mencapai elevasi penuh Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hulu dan hilir. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.7, Tabel 5.8, Gambar 5.1 dan Gambar

17 3. Saat embung mengalami penurunan air mendadak (rapid drawdown) Dalam kondisi ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu. Tanah timbunan masih mengandung air yang sangat lambat merembes keluar dan masih membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 5.9, dan Gambar

18 ,00 9 1:3,00 8 1:, Gambar 5.10 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Dengan Metode Pias Hulu 179

19 Tabel 5.5 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Pada Kondisi Embung Baru Selesai Dibangun Bagian Hulu θ r π α deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah F s Cl + = ( N -U - N ). T + T e e tgφ > 1, 938, ,553 F s = = 8,808 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 88,31 + 3,3 180

20 0 +465, :3, :, Gambar 5.11 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Baru Selesai Dibangun Dengan Metode Pias Hilir 181

21 Tabel 5.6 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Pada Kondisi Embung Baru Selesai Dibangun Bagian Hilir r π α θ deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah F s Cl + = ( N -U - N ). T + T e e tgφ > 1, F s = = 6,351 > Fs Syarat = 1,.aman!!!

22 M.A.B +46, :3, ,00 9 1:, Gambar 5.1 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Air Penuh Dengan Metode Pias Hulu 183

23 Tabel 5.7 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Pada Kondisi Air Penuh Bagian Hulu r π α θ deg rad Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ Jumlah F s Cl + = ( N -U - N ). T + T e e tgφ > 1, 1818, F s = = 13,65 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 76, ,

24 0 +46,95 M.A.B 1:3, , :, Gambar 5.13 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Air Penuh Dengan Metode Pias Hilir 185

25 Tabel 5.8 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Pada Kondisi Air Penuh Bagian Hilir r π α θ deg rad 4,000 3, ,33 Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ 1,718 1,800 4,89-14,5-0,53-0,50 0,968-1,5 0,568 4,736 0,1-0, ,00 0 7,0, ,344 1,68 17,816 1,800 3,068-6,5-0,113-0,113 0,994-3,63 3,83 31,86 0,1-0, , ,0 5, ,344 11, ,76 1,800 55,306 6,50 0,113 0,113 0,994 6,63 6,594 54,950 0,1 0,75 0 1, ,0 5, ,344 18, ,037 1,800 63,067 19,50 0,340 0,334 0,943 1,060 7,134 59,447 0,1,57 0 1, ,0 5, ,344 19,607 0,5 5 31,861 1,800 57,350 3,50 0,567 0,537 0,843 30,85 5,803 48,361 0,1 3, , ,0 5, ,344 15, ,686 1,800 4,636 45,50 0,794 0,713 0,701 30,419 3,585 9,874 0,1 3, , ,0 5, ,344 9, ,43 1,800 18,777 58,50 1,01 0,853 0,5 16,014 1,177 9,804 0,1 1,9 0 1, ,0 5, ,344,715 Jumlah 99,75 8,684 39,034 11, , ,19 F s Cl + = ( N -U - N ). T + T e e tgφ > 1, 737, ,19 F s = = 6,351 > Fs Syarat = 1,.aman!!! 99,75 + 8,

26 M.A.B +461, :3, ,00 1:, Gambar 5.14 Stabilitas Lereng Embung Pada Kondisi Mengalami Penurunan Mendadak (rapid draw down) Dengan Metode Pias Hulu 187

27 Tabel 5.9 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Pada Kondisi Penurunan Air Mendadak (rapid draw domn) Bagian Hulu r π α θ deg rad 4,000 3, ,33 Irisan A (m^) γ W (t.m) α α rad sin α cos α T = W * Te = N = W* e Ne = h γw u = sudut l U = U = tan θ (N-Ne-U)* C C.L sin α e*w cos α cos α e.w sin α h*γw pias u*l ul/cos α tan θ 1,0,0 3,0 55,6 56,0 40,6 1,0 1,0 1,0 55,6 56,0 40,6-4,5-16,5-5,5-0,4-0,3-0,1-0,4-0,3-0,1 0,9 1,0 1,0-3,1-15,9-3,9 6,1 6,4 4,8 50,6 53,7 40,4 0,1 0,1 0,1 -,8-1,9-0,5 1,0 1,0 1,0 8,0 11,0 11,0 3,4 4,6 4,6 0,3 0,3 0,3 18,4 19,1 14,1 4, 16,3 3,,1,1,1 8,8 34,3 49,0-4,5-16,5-5,5-0,4-0,3-0,1-0,4-0,3-0,1 0,9 1,0 1,0-3,7-9,8-4,7 1,0 3,9 5,9 8,0 3,9 48,8 0,1 0,1 0,1-0,4-1, -0,6 1,0 1,0 1,0 8,0 11,0 11,0 3,4 4,6 4,6 0,3 0,3 0,3,9 11,7 17,0 4,0 7,3 1,0 7,3 5,5 0,1 0,1 1,0,6 3,3 7, 0,1 0,3 1,0 11,0 4,6 0,3 9,3 5,3,1 53,3 5,5 0,1 0,1 1,0 5,1 6,4 53,1 0,1 0,6 1,0 11,0 4,6 0,3 18,1 5,0 18,8 1,0 18,8 16,5 0,3 0,3 1,0 5,3, 18,0 0,1 0,6 1,0 11,0 4,6 0,3 6,0 6,1,1 55, 16,5 0,3 0,3 1,0 15,7 6,3 5,9 0,1 1,9 1,0 11,0 4,6 0,3 17,6 0,5 1457,53 6,0 7,0 10,7,8 1,0 1,0 10,7,8 7,5 38,5 0,5 0,7 0,5 0,6 0,9 0,8 4,9 1,8 1,1 0,3 9,5, 0,1 0,1 0,6 0, 1,0 1,0 11,0 11,0 4,6 4,6 0,3 0,3 3,1 0,7 5,4 3,1,1,1 53,6 48,8 7,5 38,5 0,5 0,7 0,5 0,6 0,9 0,8 4,7 30,4 5,7 4,6 47,5 38, 0,1 0,1 3,0 3,6 1,0 1,0 11,0 11,0 4,6 4,6 0,3 0,3 15,3 11,9 8,0 18,3 1,8 33,0 49,5 0,9 0,8 0,6 5,1,6 1,4 0,1 3,0 1,0 11,0 4,6 0,3 6,3 9,0 8,9 1,8 16,0 60,5 1,1 0,9 0,5 13,9 0,9 7,9 0,1 1,7 1,0 11,0 4,6 0,3,1 Jumlah 68,6 61,5 51,3 8, 11,0 71, 107,4 F s Cl + = ( N -U - N ). T + T e e tgφ > 1, 1457, ,363 F s = = 1,03 > Fs Syarat = 1,.aman!! 68, ,

28 Tabel 5.10 Rekapitulasi Stabilitas Embung Terhadap Longsor Kondisi Angka Keamanan Keterangan Syarat Hulu Hilir Hulu Hilir Baru selesai di bangun 8,808 6,351 1, Aman Aman Mencapai elevasi penuh 13,65 6,351 1, Aman Aman Mengalami penurunan mendadak 1,03-1, Aman Material Konstruksi Lapisan Kedap Air Bahan yang dipakai untuk lapisan kedap air dapat berasal dari tanah dan tanah liat (clay), baik tanpa campuran maupun dicampur dengan pasir dengan perbandingan tertentu berdasarkan hasil percobaan penimbunan (trial embankment). Tanah ataupun tanah liat yang dipakai sebagai bahan timbunan lapisan kedap air ini haruslah memenuhi persyaratan utama untuk bahan kedap air yaitu : Koefisien filtrasi serta kekuatan geser yang diinginkan. Tingkat deformasi yang rendah. Mudah pelaksanaan pemadatannya. Tidak mengandung zat-zat organis serta bahan mineral yang mudah terurai. Lapisan kedap air harus mempunyai tingkat permeabilitas yang rendah, hal ini ditentukan oleh nilai koefisien filtrasinya. Sebagai standar koefisien filtrasi (k) bahan nilainya 1 x 10-5 cm/dtk. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya rembesan air melalui lapisan kedap air yang bersangkutan. Untuk mendapatkan nilai (k) yang memenuhi syarat untuk lapis kedap air biasanya diperkirakan berdasarkan prosentase butiran tanah yang lolos saringan No.300 (Sosrodarsono, 1989). Gradasi bahan kedap air biasanya mempunyai ukuran butiran seperti tertera pada Gambar

29 Gambar 5.15 Gradasi Bahan Kedap Air (Sosrodarsono, 1989) 5.4. Perlindungan Lereng Lereng sebelah hulu dari Embung Pusporenggo dilindungi oleh lapisan timbunan batu (rip-rap) setebal 0,4 m, yang bertujuan untuk melindungi lereng dari pengaruh kekuatan ombak dan aliran air. Kondisi batu untuk perlindungan lereng ini harus baik dan tidak mudah lapuk. Perlindungan lereng bagian hulu ini dimulai dari batas tertinggi gerakan gelombang (mercu) sampai ke permukaan genangan terendah (LWL). Dalam pelaksanaannya lapisan timbunan batu ini diletakkan di atas suatu lapisan saringan yang terdiri dari batu pasir dengan ukuran butir yang teratur. Lapisan saringan ini memiliki ketebalan sebesar 0,15 m. Penempatan lapisan saringan ini di bawah lapisan timbunan batu, bertujuan mencegah tergerusnya bahan-bahan halus dari embung ke dalam tumpukan batu. 190

30 Penggunaan rip-rap sebagai lapisan pelindung mempunyai kelebihan, antara lain - Dapat mengikuti penurunan tubuh embung. - Mempunyai kemampuan reduksi hempasan ombak yang besar. - Cukup stabil terhadap pengaruh-pengaruh fluktuasi permukaan air dan gerakan ombak. - Konstruksinya dapat dikerjakan secara mekanis. Selain kelebihan-kelebihan seperti di atas, rip-rap juga mempunyai kekurangkekurangan, yaitu antara lain : - Dibutuhkan banyak bahan batu. - Memerlukan lapisan filter yang relatif tebal. Tabel 5.11 Ukuran Batu dan Ketebalan Hamparan Rip-Rap (Sosrodarsono, 1989) Tinggi Gelombang (m) Diameter rata batu hamparan pelindung (D 50 cm) Ketebalan minimum hamparan batu pelindung (cm) Ketebalan minimum lapisan filter (cm) 0, ,6 1, , 1, ,8, ,4 3, Perencanaan Bangunan Pelimpah Bangunan pelimpah atau spillway adalah bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung, sehingga air banjir tersebut tidak merusak tubuh embung. Dalam perencanaan Embung Pusporenggo ini, bangunan pelimpah yang akan direncanakan adalah bangunan pelimpah terbuka dengan ambang tetap (lihat Gambar 5.16). Bangunan pelimpah tipe ini, biasanya terdiri dari empat bagian utama yaitu: 1. Saluran pangarah aliran. Saluran pengatur aliran 3. Saluran peluncur 4. Peredam energi 191

31 SAL. PENGARAH SAL. PENGATUR SAL. PELUNCUR PEREDAM ENERGI SPILLWAY SAL. TRANSISI SALURAN PELUNCUR SALURAN TEROMPET PASANGAN BATU BELAH PASANGAN BATU 6.0 m.00 m LANTAI KERJA m 0.00 m m 1.00 m Gambar 5.16 Skema Bangunan Pelimpah Saluran Pengarah Aliran Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam kodisi hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi 4 m/dtk dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran melebihi 4 m/dtk, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya akan menurun. Disamping itu aliran helisoidal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut. Saluran pengarah aliran pada bangunan pelimpah dapat dilihat pada Gambar v < 4 m/det Hd = 0.80 W = 1.00 v + 461, ,94 Saluran pengarah aliran Ambang Pengatur debit Gambar 5.17 Saluran Pengarah Aliran Pada Bangunan Pelimpah 19

32 Dari analisis data sebelumnya di mana didapat : Ketinggian air di atas mercu (H) = + 46, ,93 = 1,0 m Q out yang melewati spillway (Q) = 6,674 m 3 /dtk Lebar ambang mercu embung (b) = 0 m Maka : 1 W. H 5 1 W = 1,0 = m 5 W yang dipakai = 1,0 m > 0,18 m 5.5. Saluran Pengatur Aliran Ambang Penyadap Dipakai tipe bendung pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh U.S.B.R. Dari analisis data sebelumnya, maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut : Dari hasil flood routing didapatkan : Q L = Q out lewat spillway = 6,674 m 3 /dtk = Lebar mercu bendung = 0 m He = Total tinggi tekanan air di atas mercu bendung = 1,0 m Hv = ,95 He = 1,0 W = 1.00 Hd = , ,93 Gambar 5.18 Ambang Pengatur Debit Pada Bangunan Pelimpah 193

33 Tinggi tekanan kecepatan aliran di dalam saluran pengarah Asumsi (b) = 0 m Asumsi kedalaman saluran pengarah = 1,0 m Asumsi tinggi tekanan air total diukur dari dasar saluran pengarah: H total = + 46, ,93 =,0 m Tinggi air diatas mercu = + 46, ,93 = 1,0 m. Misal kedalaman air dalam saluran = 0,8 m, maka kedalaman air dalam saluran (Hd) = 0,80 + 1,0 = 1,8 m Luas penampang basah di dalam saluran ini adalah : A = 1,8 m x 0 m = 36,4 m² Kecepatan aliran : Q 6,674 V = = = 1,7 m/dtk A 36,4 Jadi tinggi kecepatan aliran : ( 1,7) (. 9,81) V H v = = = 0,151 m 0, m g H total asumsi = 1,8 + 0, =,0 m. Maka digunakan Hd = Hd dari dasar saluran W = 1,8 1,00= 0,8 m Penampang bendung Dipakai tipe bendung pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Civil Engineering Department U.S. Army. Dasar - dasar yang digunakan dalam metode ini adalah penentuan bentuk penampang lintang bendung dengan persamaan empiris, tetapi didukung oleh angka koefisien limpahan (C) yang diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaan persamaan yang digunakan untuk menghitung penampang lintang bendung dengan Metode C.E.D.U.S. Army, terdiri dari (dua) bagian sebagai berikut: Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut: r = 0.5 H d 1 r = 0. H d a H d = b = 0.8 H d 194

34 di mana : H d = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir Dari penjelasan di atas didapat lengkung mercu spillway bagian hulu sebagai berikut dan koordinat penampang memanjangnya dapat dilihat pada Gambar b = = 0,31 m a = = 0,144 m r1 = = 0,410 m r = = 0,164 m R = 0,8 Hd = 0,31 Hv = + 46,95 R = 0,175 Hd = 0,144 titik 0 ari koordinat (x,y) He = 1,0 Hd = 0, ,93 X W = 1, ,93 Y X^1,85 = Hd 0,85 Y R = 0, Hd = 0,164 R = 0,5 Hd = 0,410 POROS BENDUNGAN Gambar 5.19 Koordinat Penampang Memanjang Ambang Pengatur Debit Pada Bangunan Pelimpah Rumus lengkung Harold X =. hd. Y Y = X h d Bagian yang lebih ke hilir dari lengkung diteruskan dengan rumus : Y = X hd 0.85 X = hd. Y '

35 Tabel 5.1 Koordinat Penampang Ambang Bendung Pelimpah Koordinat Lengkung Koordinat Setelah Lengkung Elevasi x y x y Lengkung Elevasi Setelah Lengkung Hd 0,8 Elevasi puncak spillway Bagian Transisi Bentuk saluran transisi dapat dilihat pada Gambar 5.0 sebagai berikut : b1= 0 b= 5 L Y 1.5 Gambar 5.0 Bagian Transisi Pada Bangunan Pelimpah Dengan ketentuan tersebut di atas dan keadaan topografi yang ada dimana b 1 = 0 m, b = 5 m maka : y = ( 0-5 ) l = s = y tg θ = = 33,83 m H l = 7,5 m 7,5 tg1,5 196

36 0,1 = H 33,83 H= 3, Gambar 5.1 Penampang Melintang Saluran Pengatur Saluran Peluncur Saluran peluncur dalam perencanaan ini dibentuk sebagai berikut : Tampak atas lurus. Penampang melintang berbentuk segi empat. Kemiringan diatur sebagai berikut : 0 m tahap pertama dengan kemiringan = 0,5 dengan lebar saluran = 5 m, kemudian 15 m tahap kedua dengan kemiringan = 0,5 tetapi penampang melebar dari 5 m menjadi 10 m (lihat Gambar 5.). penampang lurus 4 1 penampang terompet 0 m 15 m saluran peluncur Gambar 5. Penampang Memanjang Saluran Peluncur Bagian yang berbentuk terompet pada ujung saluran peluncur bertujuan agar aliran dari saluran peluncur yang merupakan alira super kritis dan mempunyai 197

37 kecepatan tinggi, sedikit demi sedikit dapat dikurangi akibat melebarnya aliran dan aliran tersebut menjadi semakin stabil (lihat Gambar 5.3). Gambar 5.3 Bagian Berbentuk Terompet Pada Ujung Hilir Saluran Peluncur Peredam Energi Guna mereduksi energi aliran air dari saluran peluncur spillway, maka di ujung hilir saluran tersebut dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi pencegah gerusan (scour protection stilling basin). Perhitungan kolam olak digunakan Persamaan.109 s/d.11 Bab II yaitu : Y = Q B v Fr = v g Y di mana : v = Kecepatan awal loncatan (m/dtk) g = Percepatan gravitasi = 9,81 m²/dtk B = Lebar saluran = 0 m Fr = Bilangan Froude Y = Tinggi konjugasi Perhitungan : v = 15,837 m³/dtk Y = Q/B * V Y = 6,674 / (0 *15,837) Y = 0,19 m Fr = V = 11,60 gy 198

38 Dari perhitungan di atas : Karena Fr = 11,60 > 4,5 dan Q = 6,674 m 3 /dtk > 45 maka digunakan kolam olak datar tipe II. Gambar 5.4 Bentuk Kolam Olakan a Panjang kolam olakan Ukuran panjang kolam olakan tergantung pada Bilangan Froude aliran yang akan melintasi kolam tersebut. Karena Bilangan Froude > 4,5 dan Q = 6,674 m 3 /dtk maka digunakan kolam olak datar tipe II. Saluran transisi diperlukan karena adanya perubahan bentuk penampang saluran pengatur dengan saluran peluncur. Bentuk saluran transisi ditentukan sebagai berikut : 199

39 4,5 11,60 Gambar 5.5 Panjang Loncatan Hidrolis Pada Kolam Olakan Datar - Dengan Fr = 11,60 dari grafik didapatkan nilai L/D = 4,5 - D /D 1 = 0,5 x [ ( 1 8 ) - 1 F r + ] - D /0,149 = 0,5 x [ (1 + 8*11.60 ) -1 ] - D =,371 m - L = 4,5 *,371 = 175 m ~ 11 m b Gigi-gigi pemencar aliran, gigi-gigi benturan dan ambang ujung hilir kolam olakan Gigi-gigi pemencar aliran yang berfungsi sebagai pembagi berkas aliran terletak di ujung saluran sebelum masuk ke dalam kolam olakan. Sedangkan gigigigi benturan yang berfungsi sebagai penghadang aliran serta mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek terletak pada dasar kolam olakan. Adapun ambang ujung hilir kolam olakan dibuat rata tanpa bergerigi. 00

40 Gambar 5.6 Ukuran Gigi-Gigi Pemencar dan Gigi-Gigi Benturan Aliran 1. Dimensi kolam olakan 1. Ukuran kolam olakan adalah 10 m x 11 m. Ukuran gigi-gigi pemencar aliran adalah D l = 0,149 m 0, m, karena lebar ujung saluran peluncur adalah 10 m maka jumlah gigi-gigi dibuat cm, jarak antara gigi-gigi = 55 cm dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 85 cm cek jumlah jarak = 4* 0.85 * + 5 * * 0,55= 10 m 3. Ukuran ambang ujung hilir kolam olakan dengan mengacu pada gambar 5.5 didapatkan nilai h 3 /d 1 =.00 h 3 =.00 * = 0.98 m, karena lebar kolam olakan adalah 10 m maka jumlah gigi-gigi dibuat = cm, jarak antara gigi-gigi = 100 cm dan jarak tepi ke dinding masing-masing = 50 cm cek jumlah jarak = 4 * 1.5 * + 3 * 1 + * 0.5 = 10 m. Tinggi jagaan Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F b = C. V. d atau 1 3 F b = 0, V. d F b minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran 01

41 Fb = Tinggi jagaan C = Koefisien = 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang dan 0,13 untuk penampang berbentuk trapesium V = Kecepatan aliran (m/dtk) d = Kedalaman air di dalam saluran (m) Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut : d =,371 m b = 0 m A =,371 * 0 = 47,4 m² V = Q/A = 6,674 / 47,4 = 1,3 m/dtk Tinggi jagaan : Fb = 0,10 * 1,3 *,371 Fb = 0,313 Atau Fb = 0,6 + (37 * 1,3 *,371 1/3 ) Fb = 0,665 m Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,665 m dibulatkan Fb = 1,00 m Rencana Teknis Hidrolis Garis dasar saluran ditentukan dengan perhitungan hidrolik yang dilakukan sesuai dengan Gambar.18 mengacu pada Persamaan Bernaulli : Elevasi ambang hilir = elevasi ambang udik V1 g + hd 1 V = g + hd + h e h e V V1 n. V = l g g 3 R 1 n V S = 4 3 R h L. = S. l 1 0

42 di mana : V 1 V = Kecepatan aliran air pada bidang-1 = Kecepatan aliran air pada bidang- hd 1 = Kedalaman air pada bidang-1 hd = Kedalaman air pada bidang- l 1 = Panjang lereng dasar diantara bidang-1 dan bidang- l = Jarak horisontal diantara bidang-1 dan bidang- R = Radius (jari-jari) hidrolika rata-rata pada potongan saluran yang diambil S 0 S h l h e = Kemiringan dasar saluran = Kemiringan garis energi = Kehilangan energi karena gesekan dan lain-lain = Perbedaan tinggi antara garis energi dengan permukaan air n = Angka kekasaran saluran = 1 Di titik A : - Kecepatan aliran V 1 = 1,7 m/dtk (V 1 ) - Luas tampang hidrolis A 1 = 0 m² - Tinggi tekanan kecepatan aliran h v1 = 0, m - Tinggi aliran h d1 = 0,8 m - Jari-jari hidrolis rata-rata R = A/(h d1 + b) = 0.94 m Dengan menggunakan rumus : Di titik B : - Tinggi energi potensial di bidang B = h d1 + h e = 0,8 + ((+461,93) (+464)) =,71 m - Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di B (V ) = 6 m/dtk, maka : Q 6,674 hd = = = 0,5 m b V 0 6. A = 0. 0,5 = 10,446 m² 03

43 R A 10,45 = = hd = 0,496 m (. + b ) ( 0,5 + 0) ( 0,94 + 0,496) R r = = 0,710 m ( 1,7 + 6) V r = = 3,861 m/dtk V V1 n. V he = l g g 3 R = 1, , = 1,991 - Dengan demikian tinggi tekanan total diperoleh : hd + he = 0,5 + 1,991 =,513 m <,71 m 1 - Dicoba lagi dengan asumsi kecepatan aliran yang berbeda : V b hd A R Rratarata Vratarata hv hv1 hl he hd+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 6,455 m/dtk didapatkan hd+he =,710 m ~,710 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he =,710 0,500 =,08 m hv = he hl =,08 05 =,03 m - Bilangan Froude (Fr) pada titik B adalah : V 6,455 F r = = =,915 g hd 9,81. 0,500 Di titik C :. - Tinggi energi potensial di bidang C = h d1 + h e3 = 0,8 + ((+461,93) (+456,66)) = 6,079m - l = 35,83 m - l 1 = 35,989 m 04

44 - Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di C berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd3 A3 R3 Rratarata Vratarata hv3 hv1 hl he hd3+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 10,359 m/dtk didapatkan hd+he = 6,079 m ~ 6,079 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 6,079 0,31 = 5,767 m hv = he hl = 5,767 0,16 = 5,551 m - Bilangan Froude (Fr) pada titik C adalah : V3 10,359 F r = = = 5,91 g hd 9,81. 0,31. 3 Di titik D : - Tinggi energi potensial di bidang D = h d1 + h e4 = 0,8 + ((+461,93) (+451,66)) = m - l = 55,83 m - l 1 = 56,455 m - Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di D berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd4 A4 R4 Rratarata Vratarata hv4 hv1 hl he hd4+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 14,63 m/dtk didapatkan hd+he = 11,090 m ~ 11,090 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 11,090 0,6 = 10,864 m hv = he hl = 10,864 0,413 = 10,451 m - Bilangan Froude (Fr) pada titik D adalah : V4 14,63 F r = = = 9,579 g hd 9,81. 0,

45 Di titik E : - Tinggi energi potensial di bidang E = h d + h e5 = 0,8 + ((+461,93) (+447,91)) = 14,84 m - l = 70,83 m - l 1 = 71,861 m - Diasumsikan bahwa kecepatan aliran di E berturut-turut sesuai tabel sehingga didapatkan : V b hd5 A5 R5 Rratarata Vratarata hv5 hv1 hl he hd5+he Dari hasil perhitungan di atas dengan V = 16,74 m/dtk didapatkan hd+he = 14,839 m ~ 14,839 m (sesuai dengan asumsi yang diambil), maka : he = 14,839 0,198 = 14,641 m hv = he hl = 14,841 1,060 = 13,581 m - Bilangan Froude (Fr) pada titik E adalah : V5 16,74 F r = = = 11,677 g hd 9,81. 0, Analisis Stabilitas Bangunan Pelimpah Kondisi Muka Air Normal + 461, ,93 A 1.90 H D E 1.00 B C 0.40 F G Gambar 5.7 Rembesan dan Tekanan Air Tanah Di Bawah Pelimpah Kondisi Muka Air Normal 06

46 Titik Tabel 5.13 Perhitungan Rembesan dan Tekanan Air Tanah Kondisi Muka Air Normal Garis LV Panjang Rembesan LH 1/3 LH Beda Tekanan Air Beda Tinggi Energi Tekanan Air Tanah LW H = LW / CW H P = H - H (m) (m) (m) (m) (Ton/m ) (Ton/m ) (Ton/m ) Elevasi Titik dari elv.a A B A - B C B - C D C - D E D - E F E - F G F - G H G - H ΣLV 3.70 Σ(1/3 LH) 0.6 Angka rembesan (C w ) = (Σ Lv + Σ ⅓Lh)/ H w =,8 Harga aman untuk C w =,00 untuk jenis tanah pondasi medium clay. MAN + 461, m l m l 0.90 m l3 h1=1.00 h5=0.96 W ,93 A G1 G h=1.90 h4=1.50 h3=0.40 W4 W3 W P aktif B G6 G5 C G3 D E F G4 G7 H G P pasif W5 h7=0.94 h6= m 0.5 m 0.80 m l4 l5 l m l7 W6 W7 W8 W9 Gambar 5.8 Stabilitas Pelimpah Pada Kondisi Muka Air Normal 07

47 Gaya Tabel 5.14 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Normal Gaya Horisontal Luas x Tekanan Gaya Terhadap Titik G Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) W1 1/ * PA * h W W3 PA* h / * (PB - PA) * h PE * h / * (PF - PE) * h W4 PD * h / * (PC - PD) * h W5 1/ * PG * h P aktif γb * h * tg (45º - φ/) + * C * tg(45º - φ/) P pasif γb * h6 * tg (45º + φ/) + * C * tg(45º + φ/) ΣRh -3,189 ΣMh 3.6 Tabel 5.15 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Normal Gaya Vertikal Terhadap Titik G Gaya Gaya Luas x Tekanan Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) G1 l1 * h5 * γc G 1/ * l * h5 * γc G3 (l1+l) * h4 * γc G4 1/ * l3 *h7 * γc G5 l4 * h3 * γc G6 1/ * l5 * h3 * γc G7 l3 * h6 * γc W6 PC * l / * (PB - PC) * l W7 PD * l / * (PC - PD) * l W8 PE * l / * (PF - PE) * l W9 PG * l / * (PF - PG) * l ΣRv -6.3 ΣMv -8.0 Garis tangkap dan gaya resultan : Rv = -6,3 ton Rh = -3,189 ton 08

48 Mo = -4,76 ton.m Mh = 3,6 m (horisontal terhadap titik G) Mv = -8,0 m (vertikal terhadap titik G) Kontrol terhadap guling : e = (L/) (Mo/Rv) < L/6 = 0,97 < 0,35 Aman FS = [(Mv)/(Mh)] > 1,50 =,460 > 1,5 Aman Kontrol terhadap daya dukung tanah pondasi : Besarnya daya dukung tanah dipengaruhi oleh dalamnya pondasi, lebarnya pondasi, berat isi tanah, sudut geser dalam dan kohesi dari tanah. Daya dukung tanah (ultimate bearing capacity) dihitung dengan rumus pondasi menerus seperti pada Persamaan.91 Bab II yaitu : q ult = c. N c + γ. D. N q + B/. γ. N γ di mana : D = kedalaman pondasi B = lebar pondasi = 1,00 m =,10 m Tabel 5.16 Koefisien Daya Dukung Tanah Terzaghi φ Nc Nq Nγ N'c N'q N'γ o o o o o o o o o o Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah sebagai berikut : N c = 17,70 c = 0,46 ton/m γ = 1,8 ton/m 3 N q = 7,43 D = 1,00 m γ sat =,11 ton/m 3 N γ = 4,60 B =,10 m γ sub = 1,11 ton/m 3 09

49 Perhitungan: q ult = (c N c ) + (γ D N q )+ (B/ γ sub N γ) q ult = (0,46 x 17,70) + (1,8 x 1 x 7,43) + (,10/ x 1,11 x 4,60) = 380,877 ton/m 3 q ult 380,877 q a = = = 16, 959 ton/m Tegangan yang terjadi : τ = (Rv/L) (1 + 6e/L) τ max = (Rv/L) (1 + 6e/L) = 5,565 ton/m < q a Aman τ min = (Rv/L) (1-6e/L) = 0,456 ton/m < q a Aman Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap daya dukung tanah. Kontrol terhadap geser : S = (Rv/Rh) > 1,5 =,00 > 1,5 Aman 5.6. Kondisi Muka Air Banjir + 46, ,93 A 1.90 H D E 1.00 B C 0.40 F G Gambar 5.9 Rembesan dan Tekanan Air Tanah Di Bawah Pelimpah Kondisi Muka Air Banjir 10

50 Tabel 5.17 Perhitungan Rembesan dan Tekanan Air Tanah Kondisi Muka Air Banjir Titik Garis LV Panjang Rembesan LH 1/3 LH LW Beda Tekanan Air H = LW / CW Beda Tinggi Energi H Tekanan Air Tanah P = H - H Elevasi Titik (m) (m) (m) (m) (Ton/m ) (Ton/m ) (Ton/m ) dari elv.a AA A B A - B C B - C D C - D E D - E F E - F G F - G H G - H ΣLV 3.70 Σ(1/3 LH) 0.6 Angka rembesan (C w ) = (Σ Lv + Σ ⅓Lh)/ H w = m l m l 0.90 m l3 MAB + 46,95 Wt1 AA Wt h1=1.00 h5=0.96 W ,93 A G1 G Wt3 Wt4 h=1.90 h4=1.50 h3=0.40 W4 W3 W P aktif G3 G5 G6 D B C E F G4 G7 H G P pasif h7=0.94 W10 h6=1.00 W5 h8= m 0.5 m 0.80 m l4 l5 l m l7 W6 W7 W8 W9 Gambar 5.30 Stabilitas Pelimpah Pada Kondisi Muka Air Banjir 11

51 Gaya W1 W W3 Tabel 5.18 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Banjir Gaya Horisontal Luas x Tekanan Gaya Terhadap Titik G Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) PAA * h / * (PA - PAA) * h PA* h / * (PB - PA) * h PE * h / * (PF - PE) * h W4 PD * h / * (PC - PD) * h W5 PG * h / * (PG - PH) * h W10 1/ * PH * h P aktif γb * h * tg (45º - φ/) + * C * tg(45º - φ/) P pasif γb * h6 * tg (45º + φ/) + * C * tg(45º + φ/) ΣRh -5.1 ΣMh 6.07 Tabel 5.19 Perhitungan Stabilitas Pelimpah Kondisi Muka Air Banjir Gaya Vertikal Terhadap Titik G Gaya Gaya Luas x Tekanan Lengan Momen (Ton) (m) (Tonm) G1 l1 * h5 * γc G 1/ * l * h5 * γc G3 (l1+l) * h4 * γc G4 1/ * l3 *h7 * γc G5 l4 * h3* γc G6 1/ * l5 * h3 * γc G7 l3 * h6 * γc W6 PC * l / * (PB - PC) * l W7 PD * l / * (PC - PD) * l W8 PE * l / * (PF - PE) * l W9 PG * l / * (PF - PG) * l Wt1 Berat air di atas pelimpah Wt Berat air di atas pelimpah Wt3 Berat air di atas pelimpah Wt4 Berat air di atas pelimpah (75% Wt3) Σv ΣMv

52 Garis tangkap dan gaya resultan : Rv = -8,16 ton Rh = -5,1 ton Mo = -1,1 ton.m Mh = 6,07 m (horisontal terhadap titik G) Mv = -9,8 m (vertikal terhadap titik G) Kontrol terhadap guling : e = [(L/) (Mo/Rv)] < L/6 = 0,34 < 0,35 Aman FS = [(Mv)/(Mh)] > 1,50 = 1,78 > 1,5 Aman Kontrol terhadap daya dukung tanah pondasi : Dari hasil penyelidikan tanah pada lokasi embung, tanah dasar untuk lokasi pondasi adalah sebagai berikut : N c = 17,70 c = 0,46 Ton/m γ = 1,8 Ton/m 3 N q = 7,43 D = 1,00 m γ sat =,11 Ton/m 3 N γ = 4,60 B =,10 m γ sub = 1,11 Ton/m 3 α, β = bentuk tapak pondasi adalah jalur/ strip, α = 1, dan β = 0.5 Perhitungan: q ult = (c N c ) + (γ D N q )+ (B/ γ sub N γ) q ult = (0,46 x 17,70) + (1,8 x 1 x 7,43) + (,10/ x 1,11 x 4,60) = 380,877 ton/m 3 q ult 380,877 q all = = = 16, 959 ton/m Tegangan yang terjadi : τ = (Rv/L) (1 + 6e/L) τ max = (Rv/L) (1 + 6e/L) = 5,565 ton/m < q a Aman τ min = (Rv/L) (1-6e/L) = 0,456 ton/m < q a Aman Dari hasil perhitungan di atas, dengan demikian bangunan spillway dinyatakan aman terhadap daya dukung tanah. 13

53 Kontrol terhadap gelincir : S = (Rv/Rh) > 1,5 = 1.57 > 1,5 Aman Tabel 5.0 Hasil Analisis Stabilitas Bangunan Pelimpah Muka air normal Muka air banjir Kondisi Angka keamanan yang ada Angka keamanan yang diijinkan Keterangan Guling,460 > 1,50 Aman Daya dukung (ton/m ) 5,565 < 16,959 Aman Gelincir,00 > 1,50 Aman Guling 1,78 > 1,50 Aman Daya dukung (ton/m ) 5,565 < 16,959 Aman Gelincir 1,57 > 1,50 Aman 5.7 Bangunan Penyadap Bangunan penyadap dalam perencanaan ini dipakai tipe menara, hasil sadapan kemudian dialirkan ke hilir sungai melalui bangunan pengambilan. Menara ini juga berfungsi sebagai pipa ventilasi dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar Ruang operasi Jembatan pelayanan Pintu, saringan pada lubang penyadap Pintu, katub, saringan pada lubang penggelontor sedimen Lubang udara Menara penyadap Pipa penyalur Gambar 5.31 Komponen Dari Bangunan Penyadap Menara 14

54 1. Konstruksi dan pondasi bangunan penyadap menara Dasar penentuan konstruksi dan pondasi bangunan penyadap ditentukan atas dasar beban-beban luar yang bekerja pada bangunan penyadap, antara lain sebagai berikut : Berat menara beserta perlengkapannya (ruang operasi dan pengawasan, pintu-pintu dan perlengkapan operasinya, tubuh menara termasuk tapak menara, berat air di dalam menara, dan kekuatan apung). Beban-beban lainnya, seperti : a) Jembatan penghubung. b) Beban seismik. c) Tekanan air dari dalam waduk, termasuk air yang terdapat di dalam menara. d) Kekuatan angin termasuk tekanan negatif yang biasanya terjadi pada permukaan menara yang menghadap ke sebelah hilir. e) Lain-lainnya, seperti tekanan tanah.. Pipa penyalur Dalam perencanaan ini, pipa penyalur selain berfungsi sebagai penyalur untuk bangunan penyadap juga berfungsi sebagai saluran pembuang. Pada saat pembuatannya dapat juga difungsikan sebagai saluran pengelak sehingga pekerjaannya dilaksanakan pada saat awal pembangunan embung termasuk mempersiapkan pintunya. Dimensi pipa ditentukan perhitungan sebagai berikut : C : koefisien debit = 0,6 g : percepatan gravitasi = 9,81 m/dtk² H : tinggi air titik tengah lubang ke permukaan = 10 m 15

55 Tabel 5.1 Perhitungan Debit Berdasarkan Persentase Bukaan Pintu H Q60 Q70 Q80 Q90 Q Debit Berdasarkan Prosentase Bukaan Pintu Q (m3/det) H (m) Q100 Q90 Q80 Q70 Q60 Gambar 5.3 Grafik Debit Berdasarkan Persentase Bukaan Pintu (Di mana Bukaan pintu = 80%) Pintu berbentuk bujursangkar ukuran,00 m x 1,00 m Maka : Luas penampang aliran yang melintasi pintu : A =,00 m x 0, 80 m = 1,60 m² Debit dan kecepatan aliran yang melintasi pintu menggunakan Persamaan.11 pada Bab II (lubang penyadap kecil) dan skema pengalirannya dapat dilihat pada Gambar

56 Pipa Ventilasi Pintu penggelontor H D = 1, 00 h = 0,80 (bukaan 80 %) Gambar 5.33 Skema Pengaliran Dalam Penyalur Kondisi Pintu Terbuka 80% Debit air pada saat pintu dibuka 80% (Qw) Q = C. A. g. H Q = 0,6.1,6.. 9,8.10 Q = 13,888 m³ / dtk Kecepatan (v) Q 13,888 v = = = 8,68 m/dtk A 1,6 Bilangan Froude (Fr) v Fr = =. g. H 8,68. 9,8.10 = 4,384 Volume udara yang dibutuhkan : 0,85 3 Q a = 4 (4,38 1) 6,64 = 0,749 m / dtk Luas penampang dan diameter pipa ventilasi (A a ) A a = Q a = Va 30 0,749 = 5 m² (kecepatan angin dalam pipa penyalur udara (V a ) diambil 30 m²/dtk) Diameter pipa : D = 4A π a = 4 5 3,14 = 0,178 m Dari perhitungan di atas, maka dapat digunakan pipa berdiameter 30 cm. 17

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI V-1 BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinggi Embung Tinggi puncak embung merupakan hasil penjumlahan antara tinggi embung dengan tinggi jagaan. Berdasarkan hasil perhitungan flood routing didapat elevasi

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI V- 1 BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1. Tinggi Embung Tinggi tubuh embung ditentukan berdasarkan kapasitas desain kolam embung yang terpilih yaitu 454.017,67 m 3. Berdasarkan grafik hubungan antara elv.

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)

BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) VIII-1 BAB VIII PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY) 8.1. Tinjauan Umum Bangunan pelimpah berfungsi untuk mengalirkan air banjir yang masuk ke dalam embung agar tidak membahayakan keamanan tubuh embung.

Lebih terperinci

5. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR PERENCANAAN STRUKTUR

5. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR PERENCANAAN STRUKTUR 5. BAB V PERENCANAAN STRUKTUR PERENCANAAN STRUKTUR 5.1. TINJAUAN UMUM Perencanaan struktur dam meliputi perhitungan perhitungan konstruksi tubuh dam dan PLTMH yaitu perencanaan spillway yang meliputi bentuk

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Ciniru berfungsi menampung air yang nantinya akan digunakan untuk keperluan irigasi dan memenuhi kebutuhan air baku untuk masyarakat. Dalam perencanaan ini

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI 5.1 Tinjauan Umum Embung Kali Silandak berfungsi sebagai bangunan pengendali banjir pada DAS kali Silandak. Dalam perencanaan ini dibatasi pada perencanaan tubuh embung, analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993).

BAB III METODOLOGI. Setiap perencanaan akan membutuhkan data-data pendukung baik data primer maupun data sekunder (Soedibyo, 1993). BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Dalam suatu perencanaan embung, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data yang berhubungan dengan perencanaan

Lebih terperinci

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO

6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6 BAB VI EVALUASI BENDUNG JUWERO 6.1 EVALUASI BENDUNG JUWERO Badan Bendung Juwero kondisinya masih baik. Pada bagian hilir bendung terjadi scouring. Pada umumnya bendung masih dapat difungsikan secara

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) ISSN: Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Perencanaan Embung Bulung Kabupaten Bangkalan Dicky Rahmadiar Aulial Ardi, Mahendra Andiek Maulana, dan Bambang Winarta Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM

BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM VI- BAB VI PERENCANAAN CHECK DAM 6.. Latar Belakang Perencanaan pembangunan check dam dimulai dari STA. yang terletak di Desa Wonorejo, dan dilanjutkan dengan STA berikutnya. Dalam perencanaan ini, penulis

Lebih terperinci

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.

4.6 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4. Sebelumnya perlu Dari perhitungan tabel.1 di atas, curah hujan periode ulang yang akan digunakan dalam perhitungan distribusi curah hujan daerah adalah curah hujan dengan periode ulang 100 tahunan yaitu

Lebih terperinci

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR ( DETAIL DESIGN EMBUNG UNDIP AS A FLOOD CONTROL OF EAST FLOOD CHANNEL) Disusun Oleh : Anette

Lebih terperinci

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN

BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN BAB 9. B ANGUNAN PELENGKAP JALAN Bangunan pelengkap jalan raya bukan hanya sekedar pelengkap akan tetapi merupakan bagian penting yang harus diadakan untuk pengaman konstruksi jalan itu sendiri dan petunjuk

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG KERSULO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH

PERENCANAAN EMBUNG KERSULO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH ii HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG KERSULO KABUPATEN PATI JAWA TENGAH (Design of Kersulo Small Dam Pati Regency Central Java) Disusun Oleh : ADI WIBOWO NIM. L2A 001 005 DIMAS

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG PARAS KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH

PERENCANAAN EMBUNG PARAS KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH ii HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG PARAS KABUPATEN BOYOLALI JAWA TENGAH (Design of Paras Small Dam Boyolali Regency Central Java) Disusun Oleh : CATUR PURNOMO NIM. L2A 002 032

Lebih terperinci

BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG

BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG IX- BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG 9.. Tinjauan Umum Tubuh embung direncanakan untuk dapat menahan gaya-gaya yang menyebabkan tidak stabilnya tubuh embung. Dimensi tubuh embung direncanakan berdasarkan

Lebih terperinci

ACARA BIMBINGAN TUGAS

ACARA BIMBINGAN TUGAS DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR...ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iii KATA PENGANTAR... v ABSTRAK...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiii DAFTAR NOTASI...xiv

Lebih terperinci

BAB V STABILITAS BENDUNG

BAB V STABILITAS BENDUNG BAB V STABILITAS BENDUNG 5.1 Kriteria Perencanaan Stabilitas perlu dianalisis untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau tidak, agar diperoleh bendung yang benar-benar stabil, kokoh dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN MOTTO... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v KATA PENGANTAR... vi ABSTRAK... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR

Lebih terperinci

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Spectra Nomor 8 Volume IV Juli 2006: 50-59 STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI Kustamar Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Peredam energi merupakan suatu bagian dari bangunan air yang berguna

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM

PERENCANAAN BENDUNG. Perhitungan selengkapnya, disajikan dalam lampiran. Gambar 2.1 Sketsa Lebar Mercu Bendung PLTM PERENCANAAN BENDUNG. Perencanaan Hidrolis Bendung. Lebar dan Tinggi Bendung Lebar bendung adalah jarak antara kedua pangkal bendung (Abutment). Lebar bendung sebaiknya diambil sama dengan lebar rata-rata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

BAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO

BAB VI EVALUASI BENDUNG KALI KEBO VI 1 BAB VI 6.1 Data Teknis Bendung Tipe Bendung Mercu bendung : mercu bulat dengan bagian hulu miring 1:1 Jari jari mercu (R) : 1,75 m Kolam olak : Vlugter Debit rencana (Q100) : 165 m 3 /dtk Lebar total

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 35 BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Perencanaan Stabilitas Bendung 4.1.1 Perencanaan Tubuh Bendung Berdasarkan perhitungan elevasi dari Profil memanjang daerah irigasi maka di peroleh elevasi mercu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung. Perencanaan Embung Tambak Pocok Kabupaten Bangkalan PERENCANAAN EMBUNG TAMBAK POCOK KABUPATEN BANGKALAN Abdus Salam, Umboro Lasminto, dan Nastasia Festy Margini Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU

KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU KAJIAN HIDROLIK PADA BENDUNG SUMUR WATU, DAERAH IRIGASI SUMUR WATU INDRAMAYU Sih Andayani 1, Arif Andri Prasetyo 2, Dwi Yunita 3, Soekrasno 4 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG

BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG BAB V PERENCANAAN SABO DAM DAN BENDUNG 5.1. PERENCANAAN SABO DAM 5.1.1. Pemilihan Jenis Material Konstruksi Dalam pemilihan jenis material konstruksi perlu dipertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG SUNGAI KREO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG SUNGAI KREO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG ii LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN EMBUNG SUNGAI KREO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG Disusun Oleh : BUDI SETIAWAN L2A 002 031 KUKUH DWI PRASETIANTO L2A 002 092 Semarang, November 2007

Lebih terperinci

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA

BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA BAB VI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA 6.1 UMUM Bendung direncanakan untuk mengairi areal seluas 1.32700 ha direncanakan dalam 1 (satu) sistem jaringan irigasi dengan pintu pengambilan di bagian kiri bendung.

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN

BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN BAB V PERENCANAAN DAM PENGENDALI SEDIMEN 5.1 Tinjauan Umum Sistem infrastruktur merupakan pendukung fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( )

PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO. Oleh : Dyah Riza Suryani ( ) PERENCANAAN PERBAIKAN TEBING BENGAWAN SOLO HILIR DI KANOR, BOJONEGORO Oleh : Dyah Riza Suryani (3107100701) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Fifi Sofia 2. Mahendra Andiek M., ST.,MT. BAB I Pendahuluan Latar Belakang

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM ABSTRAK

STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM ABSTRAK VOLUME 7 NO. 1, FEBRUARI 2011 STUDI STABILITAS DINDING PENAHAN TANAH KANTILEVER PADA RUAS JALAN SILAING PADANG - BUKITTINGGI KM 64+500 Abdul Hakam 1, Rizki Pranata Mulya 2 ABSTRAK Hujan deras yang terjadi

Lebih terperinci

Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK

Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir 1 Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir Adi Prawito ABSTRAK Di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

7 BAB VII PERENCANAAN BENDUNG

7 BAB VII PERENCANAAN BENDUNG 7 BAB VII PERENCANAAN BENDUNG 7.1 PERENCANAAN POLA TANAM 7.1.1 Perhitungan Pola Tanam Untuk mengatasi masalah kekurangan air,maka perlu dilakukan modifikasi pola tanam dengan mengatur bulan-bulan masa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Moto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Moto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Moto dan Persembahan iv ABSTRAK v ABSTRACT vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR ISI viii DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xv DAFTAR LAMPIRAN xviii DAFTAR

Lebih terperinci

Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK

Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir ABSTRAK 1 Identifikasi Debit Banjir, Desain Teknis dan Kontrol Stabilitas Bendung Pengelak Banjir Adi Prawito ABSTRAK Di Tuban terdapat Kali Jambon yang penampangnya kecil sehingga tidak mampu mengalihkah debit

Lebih terperinci

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK

BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK BAB III KOLAM PENENANG / HEAD TANK 3.1 KONDISI PERENCANAAN Kolam penenang direncanakn berupa tangki silinder baja, berfungsi untuk menenangkan air dari outlet headrace channel. Volume tampungan direncanakan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12.

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. dapat memutar turbin generator. Dari pernyataan diatas maka didapat : - Panjang Sungai (L) = 12. BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Mongango disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum . Umum Pada saat memilih suatu bangunan air, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, baik dari segi kriteria tujuan, tinjauan hidraulika, adanya sedimentasi, ketersediaan material pembuatnya, maupun

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

MEKANIKA TANAH (CIV -205) MEKANIKA TANAH (CIV -205) OUTLINE : Tipe lereng, yaitu alami, buatan Dasar teori stabilitas lereng Gaya yang bekerja pada bidang runtuh lereng Profil tanah bawah permukaan Gaya gaya yang menahan keruntuhan

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo

BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo BAB V PERENCANAAN KONSTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung cikopo disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI

BAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI BAB VI ANALISIS HIROLIKA DAN PERENCANAAN KONSTRUKSI 6. Tinjauan Umum Dalam perencanaaan sistem pengendalian banjir, analisis yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi dan analisis hidrolika. Analisis

Lebih terperinci

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN TUBUH EMBUNG BULUNG DI KABUPATEN BANGKALAN TUGAS AKHIR Diajukan Oleh : DIDIN HENDRI RUKMAWATI 0753010019 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee

Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee Tinjauan Perencanaan Bandung Seloromo Pada Anak Sungai Kanatan Dengan Tipe Ogee Oleh : Tati Indriyani I.8707059 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK. 1. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL l HALAMAN PENGESAHAN» KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK jl1 v v111 x xi xu BAB I PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah

Lebih terperinci

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK

Stenly Mesak Rumetna NRP : Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : ABSTRAK STUDI PERENCANAAN TEKNIS BENDUNG DI SUNGAI INGGE DAERAH IRIGASI BONGGO KABUATEN SARMI PAPUA Stenly Mesak Rumetna NRP : 0721017 Pembimbing : Ir.Endang Ariani,Dipl. H.E. NIK : 210049 ABSTRAK Daerah Irigasi

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT

ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT ANALISIS DAN PERENCANAAN PENGAMAN DASAR SUNGAI DIHILIR BENDUNG CIPAMINGKIS JAWA BARAT Prima Stella Asima Manurung Nrp. 9021024 NIRM : 41077011900141 Pembimbing : Endang Ariani, Ir, Dipl, HE FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

OPTIMASI BENDUNG PUCANG GADING

OPTIMASI BENDUNG PUCANG GADING 5-1 5 BAB V OPTIMASI BENDUNG PUCANG GADING 5.1 URAIAN UMUM Bendung Pucang Gading telah dibangun pada sistem sungai Dolok Penggaron. Bendung tersebut mendapat supply air dari Sungai Penggaron dan Sungai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi pada Proyek Detail Desain Bendung D.I. Bajayu Kabupaten Serdang Bedagai yang berada di Kabupaten Serdang

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH SAMPING (SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN BUDONG-BUDONG KABUPATEN MAMUJU TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT

PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH SAMPING (SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN BUDONG-BUDONG KABUPATEN MAMUJU TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT PERENCANAAN BANGUNAN PELIMPAH SAMPING (SIDE CHANNEL SPILLWAY) BENDUNGAN BUDONG-BUDONG KABUPATEN MAMUJU TENGAH PROVINSI SULAWESI BARAT Warid Muttafaq 1, Mohammad Taufik 2, Very Dermawan 2 1) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB

PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB TUGAS AKHIR RC09-1380 PERENCANAAN EMBUNG KENDO KECAMATAN RASANAE TIMUR KABUPATEN BIMA NTB M Hasan Wijaya NRP. 3108 100 519 Dosen Pembimbing : Ir. Soekibat Roedy S. Ir. Abdullah Hidayat SA,MT. Jurusan Teknik

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana. BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Intensitas Curah Hujan Menurut Joesron (1987: IV-4), Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu. Analisa intensitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN vii DAFTAR ISI vi Halaman Judul i Pengesahan ii PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii DEDIKASI iv KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR LAMPIRAN xiv DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAM DAN SPILLWAY YANG DILENGKAPI PLTMH DI KAMPUS TEMBALANG

PERENCANAAN DAM DAN SPILLWAY YANG DILENGKAPI PLTMH DI KAMPUS TEMBALANG LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DAM DAN SPILLWAY YANG DILENGKAPI PLTMH DI KAMPUS TEMBALANG Disusun Oleh : Hilaludin L2A 001 078 Joko Santoso L2A 001 086 Semarang, Mei 2008 Disetujui,

Lebih terperinci

Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai

Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai Konstruksi dan Bangunan Perencanaan teknis bendung pengendali dasar sungai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN

Lebih terperinci

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri

BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG. Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri BAB V PERENCANAAN KONTRUKSI BENDUNG 5.1 Perencanaan Hidrolis Bendung 5.1.1 Menentukan Elevasi Mercu Bendung Elevasi mercu bendung untuk perencanaan bangunan bendung Cimandiri disesuaikan dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI

BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 145 BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN PANTAI 6.1. Perhitungan Struktur Revetment dengan Tumpukan Batu Perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan telah dihitung pada Bab IV, data yang didapatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG PERENCANAAN TUBUH EMBUNG ROBATAL, KECAMATAN ROBATAL, KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Program Studi Teknik Sipil Oleh : DONNY IRIAWAN

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 1 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo, Abdullah Hidayat dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB VI USULAN ALTERNATIF

BAB VI USULAN ALTERNATIF BAB VI USULAN ALTERNATIF 6.1. TINJAUAN UMUM Berdasarkan hasil analisis penulis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, debit banjir rencana (Q) sungai Sringin dan sungai Tenggang untuk periode ulang

Lebih terperinci

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO

PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO 1 PERENCANAAN EMBUNG KEDUNG BUNDER KABUPATEN PROBOLINGGO Nama : Ahmad Naufal Hidayat NRP : 3110105031 Jurusan : Teknik Sipil FTSP ITS Dosen Pembimbing : 1. Ir. Abdullah Hidayat, SA, MT 2. Ir. Bambang Sarwono,

Lebih terperinci

Tanah Homogen Isotropis

Tanah Homogen Isotropis Tanah Homogen Isotropis adalah tanah homogen yang mempunyai nilai k sama besar pada semua arah (kx = kz = ks). ks kx x z kz s Tanah Homogen Anisotropis adalah tanah homogen yang memiliki nilai k tidak

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang

BAB III LANDASAN TEORI. batu yang berfungsi untuk tanggul penahan longsor. Langkah perencanaan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Talud Bronjong Perencanaan talud pada embung memanjang menggunakan bronjong. Bronjong adalah kawat yang dianyam dengan lubang segi enam, sebagai wadah batu yang berfungsi

Lebih terperinci

MENGHITUNG DINDING PENAHAN TANAH PASANGAN BATU KALI

MENGHITUNG DINDING PENAHAN TANAH PASANGAN BATU KALI MENGHITUNG DINDING PENAHAN TANAH PASANGAN BATU KALI Tulisan ini diangkat kembali dengan peragaan software untuk membantu praktisi dalam memahami aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mendesain. www.arnidaambar.com

Lebih terperinci

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY)

STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) STABILITAS LERENG (SLOPE STABILITY) Lereng : tanah dengan permukaan miring, berupa lereng alam atau lereng buatan berupa hasil galian atau timbunan, seperti pada tebing sungai, tebing jalan, tanggul atau

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN 8.1 IDENTIFIKASI PROGRAM Program/software ini menggunakan satuan kn-meter dalam melakukan perencanaan pondasi sumuran. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung daya

Lebih terperinci

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI

PERENCANAAN BENDUNGAN PAMUTIH KECAMATAN KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam suatu perencanaan bendungan, terlebih dahulu harus dilakukan survey dan investigasi dari lokasi yang bersangkutan guna memperoleh data perencanaan yang lengkap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menahan gaya beban diatasnya. Pondasi dibuat menjadi satu kesatuan dasar BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah dan suatu bagian dari konstruksi yang berfungsi menahan gaya beban diatasnya. Pondasi

Lebih terperinci

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang

Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 D-82 Perencanaan Embung Gunung Rancak 2, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang Dika Aristia Prabowo dan Edijatno Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN TEKNIS EMBUNG OVERTOPPING DI SUNGAI BRINGIN, NGALIYAN SEMARANG JAWA TENGAH (Design of Overtopping Small Dam at Bringin River, Ngaliyan

Lebih terperinci

BAB 5 DESAIN BANGUNAN PELIMPAH DAN BANGUNAN PELENGKAP

BAB 5 DESAIN BANGUNAN PELIMPAH DAN BANGUNAN PELENGKAP BAB 5 DESAIN BANGUNAN PELIMPAH DAN BANGUNAN PELENGKAP 5.1 BANGUNAN PELIMPAH Bangunan pelimpah adalah bangunan pelengkap dari suatu bendungan yang berguna untuk mengalirkan kelebihan air reservoar agar

Lebih terperinci

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa

Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Konstruksi dan Bangunan Pembuatan bendung beronjong dengan sekat semikedap air pada irigasi desa Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12

1.1 Latar Belakang Tujuan Lokasi proyek Analisis Curali Hujan Rata-rata Rerata Aljabar 12 DAI TAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI v DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xii DAFTAR LAMPIRAN xiv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 2 1.2 Tujuan 2 1.3 Manfaat

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL STABILITAS TALUD DAN BENDUNG UNTUK EMBUNG MEMANJANG DESA NGAWU, KECAMATAN PLAYEN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas

Lebih terperinci

9/14/2016. Jaringan Aliran

9/14/2016. Jaringan Aliran Jaringan Aliran Jaringan aliran merupakan kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial. Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir butir air akan bergerak dari bagian hulu kebagian

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM)

PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) PENGARUH BENTUK MERCU BENDUNG TERHADAP TINGGI LONCAT AIR KOLAM OLAK MODEL USBR IV (SIMULASI LABORATORIUM) M. Kabir Ihsan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh email: ikhsankb@gmail.com

Lebih terperinci

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy. SOAL HIDRO 1. Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang dengan kemiringan dasar saluran 0,015, mempunyai kedalaman air 0,45 meter dan lebar dasar saluran 0,50 meter, koefisien kekasaran Manning

Lebih terperinci

Bendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13

Bendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13 Urugan I Dr. Eng Indradi W. urugan Bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada hamparan dengan tebal tertentu. Desain

Lebih terperinci

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING)

BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) VII-1 BAB VII PENELUSURAN BANJIR (FLOOD ROUTING) 7.1. Penelusuran Banjir Melalui Saluran Pengelak Penelusuran banjir melalui pengelak bertujuan untuk mendapatkan elevasi bendung pengelak (cofferdam). Pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN BAB IV ANALISA PERHITUNGAN STABILITAS DINDING PENAHAN 4.1 Pemilihan Tipe Dinding Penahan Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menganalisis dinding penahan tipe gravitasi yang terbuat dari beton yang

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL

ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL Niken Silmi Surjandari 1), Bambang Setiawan 2), Ernha Nindyantika 3) 1,2 Staf Pengajar dan Anggota Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI

PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI 50 PENGGUNAAN BETON MATRAS SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF UNTUK PENANGGULANGAN BOCORAN PADA TANGGUL SALURAN IRIGASI Tugiran 1) Subari 2) Isman Suhadi 3) 1) Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB IV KRITERIA DESAIN BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa

Lebih terperinci

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI

STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI STUDI MENGENAI PENGARUH VARIASI JUMLAH GIGI GERGAJI TERHADAP KOEFISIEN DEBIT (Cd) DENGAN UJI MODEL FISIK PADA PELIMPAH TIPE GERGAJI Pudyono, IGN. Adipa dan Khoirul Azhar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

DESAIN SABO DAM DI PA-C4 KALI PABELAN MERAPI

DESAIN SABO DAM DI PA-C4 KALI PABELAN MERAPI DESAIN SABO DAM DI PA-C4 KALI PABELAN MERAPI Tugas Akhir Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana-1 Teknik Sipil diajukan oleh : ENGGAR DYAH ANDHARINI NIM : D 100 090 035 NIRM : 09.6.106.03010.50035

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waduk Jatibarang. Peta Das Waduk Jatibarang BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Waduk Jatibarang. Peta Das Waduk Jatibarang BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan daerah yang mengalami masalah kekurangan suplai air baku terutama pada musim kemarau dan terjadinya banjir pada musim penghujan yang terjadi

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR BENDUNGAN BANDUNGHARJO DESA BANDUNGHARJO - KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN STRUKTUR BENDUNGAN BANDUNGHARJO DESA BANDUNGHARJO - KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN PERENCANAAN STRUKTUR BENDUNGAN BANDUNGHARJO DESA BANDUNGHARJO - KECAMATAN TOROH KABUPATEN GROBOGAN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Teknik Sipil

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT

ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT ANALISA DESAIN BENDUNG D.I KAWASAN SAWAH LAWEH TARUSAN (3.273 HA) KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Syofyan. Z 1), Frizaldi 2) 1) DosenTeknik Sipil 2) Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI

D3 JURUSAN TEKNIK SIPIL POLBAN BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Stabilitas Talud (Stabilitas Lereng) Suatu tempat yang memiliki dua permukaan tanah yang memiliki ketinggian yang berbeda dan dihubungkan oleh suatu permukaan disebut lereng (Vidayanti,

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA 7.1 UMUM Untuk dapat mengalirkan air dari bendung ke areal lahan irigasi maka diperlukan suatu jaringan utama yang terdiri dari saluran dan bangunan pelengkap di jaringan

Lebih terperinci

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG GADDING KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP TUGAS AKHIR

PERENCANAAN TUBUH EMBUNG GADDING KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP TUGAS AKHIR PERENCANAAN TUBUH EMBUNG GADDING KECAMATAN MANDING, KABUPATEN SUMENEP TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Teknik Sipil Diajukan Oleh : GATOT SUHARTANTO

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A)

PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (181A) PERANCANGAN ULANG BENDUNG TIRTOREJO YOGYAKARTA (ANALISIS HIDRAULIKA) (8A) Agatha Padma L Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaa Yogakarta, Jl. Babarsari 44 Yogakarta Email: padma_laksita@ahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN PELIMPAH EMBUNG KRUENG RAYA KELURAHAN KRUENG RAYA KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR

STUDI PERENCANAAN PELIMPAH EMBUNG KRUENG RAYA KELURAHAN KRUENG RAYA KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR STUDI PERENCANAAN PELIMPAH EMBUNG KRUENG RAYA KELURAHAN KRUENG RAYA KECAMATAN MESJID RAYA KABUPATEN ACEH BESAR M.Fa is Yudha Ariyanto 1, Pitojo Tri Juwono 2, Heri Suprijanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih

GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih BANGUNAN IRIGASI GORONG-GORONG Anita Winarni Dwi Ratna Komala Novita Priatiningsih DEFINISI GORONG-GORONG Gorong-gorong adalah bangunan yang dipakai untuk membawa aliran air (saluran irigasi atau pembuang)

Lebih terperinci

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal

Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Konstruksi dan Bangunan Pengamanan bangunan sabo dari gerusan lokal Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor : 360/KPTS/M/2004 Tanggal : 1 Oktober 2004 DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA 5 BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Microsoft Excel dan Bendung Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft

Lebih terperinci