BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan jaminan pembiayaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan jaminan pembiayaan"

Transkripsi

1 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Persalinan (Jampersal) Pengertian Jampersal Jampersal merupakan salah satu kebijakan publik yang terintegrasi dengan program jaminan kesehatan masyarakat dan merupakan jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan Ruang Lingkup Jampersal Kementerian Kesehatan RI (2011) menjelaskan bahwa jminan persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska persalinan serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB, pasca persalinan, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu. Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari: A. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang

2 13 meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB pasca persalinan) tingkat pertama. Jenis pelayanan jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: 1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; 2. Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir 3. Pertolongan persalinan normal; 4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED. 5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; 6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya. 7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya. B. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan

3 14 kebidanan dan neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi (1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti), (2) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama, (3) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan, (4) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti), dan (5) Penatalaksanaan KB pasca persalinan dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi. C. Pelayanan Persiapan Rujukan Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujuka ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut Manfaat Jampersal Adapun manfaat pelayanan jaminan persalinan meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi: (a) 1 kali pada triwulan pertama, (b) 1 kali pada triwulan kedua, dan (c) 2 kali pada triwulan ketiga Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain:

4 15 a. Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion b. Penatalaksanaan mola hidatidosa, dan Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum c. Penanganan kehamilan ektopik terganggu d. Hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi serta perdarahan pada masa kehamilan e. Decompensatio cordis pada kehamilan dan pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai usia kehamilan f. Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa. Sedangkan manfaatan pada penatalaksanaan persalinan meliputi (a) persalinan per vaginam, dan persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. Manfaat berikutnya adalah pelayanan nifas (Post Natal Care) yang ditujukan pada ibu dan bayi baru lahir meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca bersalin. Tatalaksana asuhan PNC merupakan pelayanan Ibu dan Bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal. Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada : (a) kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2, (b) Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7), (c) kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28), dan (d) kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42). Sedangkan pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42

5 16 hari pasca persalinan antara lain (a) kontrasepsi mantap (Kontap); (b) IUD, Implant, dan (c) Suntik Kebijakan Operasional Jampersal Berdasarkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jaminan Persalinan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/MENKES/PER/XII/ 2011, maka dapat dijabarkan kebijakan operasional berikut ini: 1) Pengelolaan Jampersal dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) yang merupakan bagian integral dari Jamkesmas dan dikelola mengikuti tata kelola Jamkesmas. 2) Japersal adalah perluasan kepesertaan dari Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Manfaat yang diterima oleh penerima manfaat Jaminan Persalinan terbatas pada pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. 3) Penerima manfaat Jampersal mencakup seluruh sasaran yang belum memiliki Jampersal. 4) Penerima manfaat Jampersal didorong untuk mengikuti program KB pasca persalinan (Dengan membuat surat pernyataan) 5) Penerima manfaat Jampersal dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh fasilitas kesehatan tingkat pertama pemerintah (puskesmas dan jaringannya) dan swasta serta fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) pemerintah dan swasta (berdasarkan rujukan) di rawat inap kelas III.

6 17 6) Fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta seperti Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini harus mempunyai perjanjian kerja sama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Jampersal atas nama Pemerintah Daerah setempat yang mengeluarkan ijin praktiknya. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan baik pemerintah maupun swasta harus mempunyai PKS dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 7) Pelaksanaan pelayanan Jampersal mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). 8) Pembayaran atas pelayanan Jampersal dilakukan dengan cara klaim. 9) Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani sasaran Jampersal dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal sasaran Jampersal tersebut. 10) Bidan Desa dalam wilayah kerja Puskesmas yang melayani Jampersal diluar jam kerja Puskesmas yang berlaku di wilayahnya, dapat menjadi Bidan Praktik Mandiri sepanjang yang bersangkutan memiliki Surat Ijin Praktik dan mempunyai Perjanjian Kerjasama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Pendanaan Jampersal Pendanaan Jampersal merupakan bagian integral dari pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya pada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tidak dilakukan secara terpisah baik untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan tingkat lanjutan/rujukan. Pengelolaan dana Jamkesmas di

7 18 pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota sedangkan pelayanan tingkat lanjutan/rujukan dilakukan oleh rumah sakit. Dana Jampersal bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan. Alokasi dana Jamkesmas pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten/Kota diperoleh atas perhitungan jumlah masyarakat miskin dan tidak mampu sebagai sasaran Jamkesmas. Sedangkan alokasi dana Jampersal di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan estimasi proyeksi jumlah bumil peserta Jamkesmas dan sasaran bumil penerima manfaat Jampersal yang belum memiliki Jampersal di daerah tersebut dikalikan total besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama Tarif Pelayanan Jampersal Adapun besaran tarif pelayanan Jampersal disjaikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Tarif Pelayanan Jaminan Persalinan Jenis No Pelayanan 1 Pemeriksaan Kehamilan (ANC) Jumlah Frekuensi Tarif (Rp) Keterangan (Rp) 4 Kali Mengikuti Buku Pedoman KIA. Pada kasus-kasus kehamilan dengan komplikasi/resiko tinggi frekuensi ANC

8 19 Tabel 2.1. (Lanjutan) No Jenis Pelayanan Frekuensi Tarif Jumlah (Rp) (Rp) Keterangan 2 Persalinan Normal 1 kali Besaran biaya hanya untuk pembayaran (a) Jasa Medis, (b)akomodasi pasien maksimum 24 Jam Pasca Persalinan. Sedangkan biaya obat diminta ke Dinas Kesehatan 3 Pelayanan Ibu Nifas 4 kali Mengikuti Buku dan Bayi Baru Lahir Pedoman KIA. Pada kasus-kasus kehamilan dengan komplikasi/risiko tinggi frekuensi ANC dapat lebih 4 kali dengan penanganan rumah sakit rujukan 4 Pelayanan Pra 1 kali Mengikuti Buku KIA rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal 5 a. Pelayanan 1 kali Hanya dilakukan pada penanganan Puskesmas PONED perdarahan pasca yang mempunyai Keguguran tenaga yang persalinan per berkompeten serta vaginam dengan fasilitas yang tindakan emergensi menunjang dasar. Pelayanan rawat Biaya pelayanan inap untuk komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas serta bayi baru lahir rawat inap sesuai dengan ketentuan tarif rawat inap Puskesmas

9 20 No Jenis Pelayanan Frekuensi Tabel 2.1. (Lanjutan) Tarif (Rp) Jumlah (Rp) Keterangan b. Pelayanan rawat Sesuai Sesuai Hanya dilakukan inap untuk bayi Tarif Tarif pada Puskesmas baru lahir sakit Puskesmas Puskesmas Perawatan c. Pelayanan Hanya dilakukan Tindakan Pasca oleh tenaga terlatih Persalinan untuk itu (misalnya manual (mempunyai surat plasenta) penugasan kompetensi oleh Kadinkes setempat) dan di fasilitas yang mampu. 6 KB Persalinan Jasa pemasangan 1 kali Alkon (KB) 1. IUD dan a.termasuk jasa Implant dan penyediaan 2. Suntik obat- obat komplikasi Penanganan 1 kali b. Pelayanan KB Komplikasi KB Kontap dilaksa Pasca Persalinan nakan di RS melalui penggera kan dan besaran tarif mengikuti INA- CBG s 7 Transport rujukan Setiap Besaran Biaya transport Kali (PP) Biaya rujukan adalah Sesuai biaya yang SBU dikeluarkan untuk Daerah merujuk pasien, sedangkan biaya petugas dan pendampingan dibebankan kepada pemerintah daerah Sumber: Kementerian Kesehatan RI, 2011

10 Kelengkapan Pertanggung Jawaban Klaim Tingkat Dasar Kelengkapan pertanggungjawaban sebagai syarat klaim tingkat dasar yang dilakukan di Bidan Praktik Mandiri adalah meliputi: a. Fotokopi kartu identitas diri sasaran yang masih berlaku (KTP atau identitas lainnya), dan bagi peserta jamkesmas dilengkapi dengan fotokopi kartu Jamkesmas. b. Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila peserta Jamkesmas atau penerima manfaat Jaminan Persalinan non Jamkesmas tidak memiliki buku KIA pada daerah tertentu, dapat digunakan kartu ibu atau keterangan pelayanan lainnya pengganti buku KIA yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani. Untuk pemenuhan buku KIA di daerah, Tim Pengelola Kabupaten/Kota melakukan koordinasi kepada penanggung jawab program KIA daerah maupun pusat (Ditjen Gizi dan KIA). c. Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk Pertolongan persalinan. Pada kondisi tidak ada partograf dapat digunakan keterangan lain yang menjelaskan tentang pelayanan persalinan yang diberikan. d. Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra rujukan yang telah dilakukan di tandatangani oleh sasaran/keluarga. Penyediaan kelengkapan form administrasi (kartu ibu, kartu bayi, buku KIA, partograf, kohort ibu, kohort bayi, formulir MTBM, format pencatatan KB, format

11 22 pelaporan) menjadi tanggung jawab Pemda/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementrian Kesehatan RI, 2011) Minat Dalam kamus Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai niat atau kehendak (Yasyin, 1995). Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) dalam Theory Of Reasoned Action, perilaku manusia dipengaruhi oleh kehendak/minat. Minat merupakan keinginan individu untuk melakukan perilaku tertentu sebelum perilaku tersebut dilaksanakan. Adanya minat untuk melakukan suatu tindakan akan menentukan apakah kegiatan tersebut akhirnya akan dilakukan. Kegiatan yang dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku. Dengan demikian perilaku merupakan kehendak/minat yang sudah direalisasikan dalam bentuk tingkah laku yang tampak. Minat dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Teori ini menghubungkan keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak/minat (intention) dan perilaku. Keyakinan terhadap manfaat suatu kegiatan atau hal tertentu akan menimbulkan sikap positip terhadap kegiatan atau hal tersebut. Sikap positif akan mempengaruhi minat seseorang untuk melakukan kegiatan tersebut. Sikap ini merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcomes of the behavior). Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensikonsekuensi yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Komponen berikutnya mencerminkan dampak dari norma-norma subyektif. Norma sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang

12 23 dipikirkan orang-orang yang dianggapnya penting (referent-person) dan motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut (Fishbein dan Ajzen, 1975) Model Theory of Reasoned Action dapat digunakan sebagai alat evaluasi mengenai sikap dan perilaku secara ilmiah, yaitu untuk memperoleh konsistensi antara sikap, minat berperilaku dan perilaku. Model ini mengacu pada nilai dan norma-norma dalam kelompok sosial, sebagai indikator penting untuk memprediksikan perilaku yang akan diukur, sehingga pengetahuan awal mengenai aspek sosial dan antropologis merupakan aspek penting, karena cara budaya menghubungkan sikap, minat dan perilaku sangat penting. Menurut teori ini, persepsi yang terbentuk akan menjembatani perilaku hanya jika (a) hal ini menghubungkan pertimbangan sikap dan norma subyektif dan (b) hubungan komponen ini merupakan penentu penting dari intensi/minat. Ajzen memodifikasi teori tindakan beralasan menjadi teori perilaku terencana Dalam teori perilaku terencana, keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, norma-norma subyektif dan kontrol perilaku. Ketiga komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi kehendak/minat yang menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan atau tidak. Sikap terhadap perilaku tertentu dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak diinginkan. Norma subyektif ditentukan oleh keyakinan mengenai perilaku apa yang bersifat normatif (yang diharapkan oleh orang lain) dan motivasi untuk berperilaku sesuai harapan normatif. Kontrol perilaku ditentukan oleh pengalaman masa lalu dan perkiraan individu

13 24 tentang kemudahan dan kesulitan untuk berperilaku tertentu (Fishbein dan Ajzen, 1975). Skiner (dalam Notoatmojo, 2005) menyampaikan bahwa perilaku terbentuk dari dua faktor utama yakni : stimulus yang merupakan faktor dari luar diri individu (faktor eksternal) dan respon yang merupakan faktor dari dalam individu bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya, sedangkan faktor internal meliputi perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya. Namun, sebenarnya perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan faktor eksternal. Gibson et.al (2003) mengemukakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh variabel individu, variabel psikologis dan variabel organisasi. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, tingkat sosial ekonomi, pengalaman, umur dan jenis kelamin. Variabel psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Persepsi sebagai variabel psikologis merupakan proses kognitif yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Persepsi mencakup kognisi (pengetahuan), maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakan indera. Variabel organisasi/lingkungan terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. Variabel ini merupakan faktor eksternal yang turut menentukan perilaku individu.

14 Persepsi Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan psikologis yang mengolah bermacam-macam input sebagai penggambaran lingkungan. Persepsi merupakan perlakuan melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, didengar, dialami atau dibaca sehinggga persepsi memengaruhi tingkah laku, percakapan, serta perasaan seseorang (Koentjaraningrat, 1981). Menurut Sarwono (1992), persepsi merupakan makna hasil pengamatan yang dilakukan oleh individu terhadap suatu objek yang mendefinisikan pengenalan objek melalui penginderaan yang disatukan dan dikoordinasikan dalam saraf yang lebih tinggi. Persepsi adalah suatu proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna. Persepsi seorang dapat berbeda satu sama lainnya, meskipun dihadapkan pada suatu situasi dan kondisi yang sama. Hal ini dipandang dari suatu gagasan bahwa kita semua menerima suatu objek rangsangan melalui penginderaan, penglihatan, pendengaran, pembauan, dan perasaan (Robbins, 2006). Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi itu. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi adalah sikap, kepribadian, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan harapan.

15 26 Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi terdiri atas dua faktor, yaitu faktor eksternal atau dari luar yakni concreteness yaitu gagasan yang abstrak yang sulit dibandingkan dengan yang objektif, novelty atau hal baru, biasanya lebih menarik untuk dipersepsikan daripada hal-hal lama, velocity atau percepatan, misalnya pemikiran atau gerakan yang lebih cepat dalam menstimulasi munculnya persepsi lebih efektif dibanding yang lambat, conditioned stimuli yakni stimulus yang dikondisikan. Sedangkan faktor internal adalah motivasi, yaitu dorongan untuk merespon sesuatu, interest dimana hal-hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik, need adalah kebutuhan akan hal-hal tertentu dan terakhir asumptions yakni persepsi seseorang dipengaruhi dari pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain. Jika digambarkan polanya, maka terlihat seperti pada Gambar 2.1. Situasi a. Waktu b. Keadaan Tempat Kerja Pelaku Persepsi a. Sikap b. Motif c. Kepentingan atau minat d. Pengalaman e. Pengharapan PERSEPSI Gambar 2.1. Proses Pembentukan Persepsi Sumber: Robbins, 2006 Target yang Dipersepsikan a. Hal Baru b. Gerakan c. Bunyi d. Ukuran e. Latar Belakang f. Kedekatan

16 27 Robbins (2006), menjelaskan faktor yang memengaruhi persepsi Dengan melihat satu obyek yang sama, orang dapat mempunyai persepsi yang berbeda, karena persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) Faktor perilaku persepsi, bila seseorang memandang suatu obyek dan mencoba maka penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi dari orang yang dipersepsikan yang mencakup sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan. b) Faktor obyek, karakteristik karakteristik dari target yang diamati dapat memengaruhi apa yang dipersepsikan karena target tidak dipandang dalam keadaan terisolasi. Namun obyek yang berdekatan akan cenderung dipersepsikan bersama-sama. Faktor target mencakup hal yang baru yaitu gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan. c) Faktor situasi, yaitu faktor mencakup waktu, keadaan / tempat kerja dan keadaan tempat kerja Motivasi Pengertian Motivasi Luthans (2000) menyatakan motivasi adalah proses psikologis dimana tindakan dimulai-kebutuhan atau dorongan, perangsang-untuk melakukan aktivitas atau mencapai tujuan. Gibsons, et al. (2003) menyatakan motivasi sebagai konsep yang digunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku.

17 28 Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia akibat interaksi individu dengan situasi. Umumnya orang-orang yang termotivasi akan melakukan usaha yang lebih besar daripada yang tidak melakukan. Kata motivasi berasal dari kata motivation, yang dapat diartikan sebagai dorongan yang ada pada diri seseorang untuk bertingkah laku mencapai suatu tujuan tertentu (Rivai, 2005). Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang ditentukan (Siagian, 2004). Sedangkan Gerungan (2000), menyatakan bahwa motivasi adalah penggerak, alasan-alasan, atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan dirinya melakukan suatu tindakan/bertingkah laku. Berdasarkan pada beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan psikologis maupun kebutuhan fisiologis Teori Motivasi Teori motivasi merupakan teori-teori yang membicarakan bagaimana motivasi manusia di dalam melaksanakan pekerjaan dan mencapi tujuan, yang dipengaruhi

18 29 oleh berbagai faktor pembentuk terciptanya motivasi. Menurut Gibson et al. (2003), secara umum mengacu pada 2 (dua) kategori : 1. Teori kepuasan (Content Theory), yang memusatkan perhatian kepada faktor dalam diri orang yang menguatkan (energize), mengarahkan (direct), mendukung (sustain) dan menghentikan (stop) perilaku petugas. 2. Teori proses (Process Theory) menguraikan dan menganalisa bagaimana perilaku itu dikuatkan, diarahkan, didukung dan dihentikan. a. Teori Hirarki Kebutuhan dari Abraham Maslow Menurut Maslow 1954 (dalam Robbins, 2006), hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas manusia bekerja adalah karena adanya kebutuhan yang relatif tidak terpenuhi disebabkan adanya faktor keterbatasan manusia itu sendiri, untuk memenuhi kebutuhannya sewaktu bekerja sama dengan orang lain dalam memasuki suatu organisasi. Hal ini yang menjadi dasar bagi Maslow dengan mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi seseorang dalam kehidupannya. Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya : 1). Kebutuhan faali (fisiologis), antara lain : rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian, perumahan), seks dan kebutuhan ragawi lainnya (disebut kebutuhan paling dasar) 2). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan. 3). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan.

19 30 4). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi. 5). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Pada dasarnya manusia tidak pernah puas pada tingkat kebutuhan manapun, tetapi untuk memunculkan kebutuhan yang lebih tinggi perlu memenuhi tingkat kebutuhan yang lebih rendah terlebih dahulu. Dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut seseorang akan berperilaku yang dipengaruhi atau ditentukan oleh pemenuhan kebutuhannya (Mangkunegara, 2002). b. Teori Dua Faktor dari Herzberg. Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow. Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan pekerjaan (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002). Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua faktor. Menurut teori ini ada dua faktor yang memengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik, merupakan daya dorong yang timbul dari

20 31 dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik, yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Jadi petugas yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini terutama tidak dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (Hasibuan, 2005). Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah (Leidecker dan Hall dalam Timpe, 2002). d. Teori Kebutuhan dari McClelland Teori kebutuhan dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini berfokus pada tiga kebutuhan. Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005).

21 32 1). Kebutuhan akan prestasi (need for achievement). Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya guna mencapai prestasi kerja yang maksimal. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan memperoleh pendapatan besar yang akhirnya bisa memenuhi kebutuhankebutuhannya. 2). Kebutuhan akan kekuasaan (need for power ) Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Seseorang dengan kebutuhan akan kekuasaan tinggi akan bersemangat bekerja apabila bisa mengendalikan orang yang ada disekitarnya. 3). Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation) Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi akan merangsang gairah bekerja seseorang yang menginginkan kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain, perasaan dihormati, perasaan maju dan tidak gagal, dan perasaan ikut serta. Teori motivasi dalam penelitian ini digunakan teori motivasi yang dikemukakan Maslow. Adapun pertimbangan peneliti karena teori yang dikembangkan Maslow berlaku untuk menengah ke bawah, yaitu untuk karyawan yang terkait dengan kebutuhan dan performa pekerjaan.

22 Landasan Teori Sesuai dengan beberapa teori yang dikemukakan di atas maka beberapa pendapat para ahli terdahulu yang ada kaitannya dengan persepsi dan motivasi yang diduga memiliki pengaruh terhadap minat BPM sebagai provider Jampersal perlu digali agar relevan dengan judul penelitian. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) perilaku manusia dipengaruhi oleh kehendak/minat. Minat merupakan keinginan individu untuk melakukan perilaku tertentu sebelum perilaku tersebut dilaksanakan, dimana minat terkait dengan keyakinan (belief), sikap (attitude). Minat dalam hal ini adalah minat BPM sebagai sebagai provider Jampersal di Kota Dumai. Robbins (2006) menyatakan terdapat tiga faktor yang memengaruhi persepsi, yakni pelaku persepsi, target yang dipersepsikan dan situasi. Ketika individu memandang kepada objek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi individu pelaku persepsi Persepsi sebagai variabel psikologis merupakan proses kognitif yang dipergunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya. Persepsi dalam hal ini adalah persepsi bidan BPM terhadap administrasi, paket pelayanan dan tarif pelayanan dalam Jampersal. Motivasi merupakan suatu penggerak atau dorongan-dorongan yang terdapat dalam diri manusia yang dapat menimbulkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Hal ini terkait dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan, baik kebutuhan psikologis maupun kebutuhan fisiologis. Menurut Maslow dalam (Robins, 2006) kebutuhan manusia berjenjang, artinya bila kebutuhan yang

23 34 pertama telah terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi yang utama. Kebutuhan manusia diklasifikasikan pada lima tingkatan atau hierarki (hierarchy of needs), yaitu: (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan akan rasa aman, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan penghargaan, dan (5) kebutuhan aktualisasi diri. Herzberg dalam (Hasibuan, 2005) membedakan dua bentuk motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbul tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, seperti kebutuhan fisik, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori dan keterbatasan peneliti maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Persepsi a. Administrasi b. Tarif pelayanan Motivasi Minat BPM sebagai Provider Program Jampersal a. Kebutuhan fisik b. Kebutuhan penghargaan c. Kebutuhan aktualisasi Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2011). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Kementerian kesehatan RI, 2011). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jampersal (Jaminan Persalinan) 2.1.1 Pengertian Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI LINGKUNGAN KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS, Menimbang : a bahwa dalam rangka menurunkan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PENETAPAN BESARAN TARIF PELAYANAN JAMINAN PERSALINAN BAGI PENGGUNA PROGRAM JAMPERSAL DI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DALAM KABUPATEN REJANG LEBONG

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGAJUAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM

BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM BUPATI KARANGASEM PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PENGGUNAAN DANA JAMINAN PERSALINAN DI KABUPATEN KARANGASEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 74 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi Pengertian persepsi adalah akal manusia yang sadar meliputi proses fisik, fisiologis dan psikologis yang mengolah bermacam-macam input sebagai penggambaran lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama di suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN DAN PEMANFAATAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA FASILITAS

Lebih terperinci

BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 7.K TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN PENDAPATAN DAERAH YANG BERSUMBER DARI PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang dimilikinya. Perilaku tersebut sesuai dengan hukum permintaan yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permintaan (Demand) Dalam usaha memenuhi kebutuhannya, pertama kali yang akan dilakukan seseorang adalah pemilihan atas berbagai barang dan jasa yang dibutuhkan. Selain itu

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN BAB I PENDAHULUAN

PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN BAB I PENDAHULUAN 5 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN - 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DANA JAMINAN PERSALINAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA PUSAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun).

BAB 1 PENDAHULUAN. kandungan, saat kelahiran dan masa balita (dibawah usia lima tahun). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia dalam bidang kesehatan bertujuan agar semua lapisan masyarakat memperoleh pelayanan secara mudah dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat

Lebih terperinci

TENTANG. dan Jaminan

TENTANG. dan Jaminan BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 54 2011 SIPERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 54 TAHUN 2011 TENTANG SERI : E PENGELOLAAN DANA PENDAPATAN PADA PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAK KAT (JAMKESMAS) DAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan 28 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jampersal Program Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAJUAN PERMINTAAN DAN PEMANFAATAN BIAYA YANG BERSUMBER DARI DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

suplemen Informasi Jampersal

suplemen Informasi Jampersal suplemen Informasi Jampersal A. Apa itu Jampersal? Jampersal merupakan kependekan dari Jaminan Persalinan, artinya jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 90 TAHUN 2012 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENGELOLAAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH (JAMKESDA)

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 66 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 66 TAHUN 2012.. TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA BLITAR

WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA BLITAR 1 WALIKOTA BLITAR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DINAS KESEHATAN DAERAH KOTA BLITAR WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menurunkan angka

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT, JAMINAN PERSALINAN, DAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI PUSKESMAS DAN JAJARANNYA

Lebih terperinci

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN Menimbang DENGAN

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI SERANG,

TENTANG BUPATI SERANG, BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN BANTUAN OPERASIONAL PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 2A TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN MEKANISME DAN PROPORSI PENGELOLAAN DANA KLAIM NON KAPITASI PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu melahirkan menjadi 118 per kelahiran hidup; dan 4) Menurunnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan tahun 2005-2025 memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, usia lanjut dan keluarga miskin. Adapun sasaran

Lebih terperinci

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal

panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal panduan praktis Pelayanan Kebidanan & Neonatal 05 02 panduan praktis Kebidanan & Neonatal Kata Pengantar Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS,

BUPATI SAMBAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, BUPATI SAMBAS PERATURAN BUPATI SAMBAS NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN PROGRAM PERSALINAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) BAGI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBAGIAN JASA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, MENIMBANG : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI NGAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 3.1 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan Pencapaian Tujuan Milenium Indonesia Tahun 2010 ditegaskan, penurunan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan sasaran Milenium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei

BAB I PENDAHULUAN. masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) dan Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Puskesmas II Denpasar Barat Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang menjadi Pos pelayanan terdepan dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN KOTA MATARAM WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bidan Praktik Mandiri (BPM) 2.1.1 Pengertian BPM BPM merupakan salah satu pemberi pelayanan kesehatan yang melakukan praktik secara mandiri. Pelayanan yang diberikan yaitu pelayanan

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak

II. KAJIAN PUSTAKA. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak 12 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin movere yang berarti bergerak atau menggerakkan. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan sumber daya yang menggerakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2581/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAYANAN KESEHATAN DASAR JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan pelayanan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaminan Persalinan (Jampersal) 2.1.1. Pengertian Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMANFAATAN DANA PELAYANAN KESEHATAN JAMINAN PERSALINAN PADA PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1392, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Penyelenggaraan. Kesehatan. Tarif. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2012

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2012 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG JASA PELAYANAN JAMINAN PERSALINAN PADA UPTD PUSKESMAS DI LINGKUNGAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu maupun perinatal (Manuaba 2010:109). Perlunya asuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan dan nifas merupakan suatu keadaan yang alamiah. Dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir dan nifas yang secara berurutan berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu momen istimewa yang dinanti oleh pasangan suami istri. Kehamilan merupakan serangkaian proses alamiah yang dialami seorang wanita yaitu mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan suatu bangsa di pengaruhi oleh kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan ibu dan anak di pengaruhi oleh proses kehamilan, persalinan, pasca salin (nifas),

Lebih terperinci

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program

(GSI), safe motherhood, program Jaminan Persalinan (Jampersal) hingga program BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan tolak ukur dalam menilai kesehatan suatu bangsa, oleh sebab itu pemerintah berupaya keras menurunkan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAERAH (JAMKESMASDA) KABUPATEN SITUBONDO PROGRAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan Pencapaian Tujuan Milenium Indonesia Tahun 2010 ditegaskan, penurunan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan sasaran Milenium

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PONDOK BERSALIN DESA DAN PONDOK KESEHATAN DESA

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PONDOK BERSALIN DESA DAN PONDOK KESEHATAN DESA PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN DI PONDOK BERSALIN DESA DAN PONDOK KESEHATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan, ekonomi dan kesehatan. Masalah kesehatan sampai saat ini masih belum dapat diselesaikan. Salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan konsumsi terhadap suatu ataupun beragam barang atau jasa. Konsumen

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan konsumsi terhadap suatu ataupun beragam barang atau jasa. Konsumen II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku Konsumen Setiap manusia dapat dikatakan konsumen apabila manusia tersebut melakukan kegiatan konsumsi terhadap suatu ataupun beragam barang atau jasa. Konsumen sendiri

Lebih terperinci

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN

BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN BAB III INDIKATOR PEMANTAUAN Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program KIA, seperti yang diuraikan dalam

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN BANTUAN PERSALINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s

BAB 1 PENDAHULUAN. prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.6. Latar Belakang Upaya untuk memperbaiki kesehatan ibu, bayi baru lahir telah menjadi prioritas utama dari pemerintah, bahkan sebelum Millenium Development Goal s 2015 ditetapkan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Tempat Penelitian a. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta beralamat di Kompleks Balaikota Jalan Kenari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya

BAB 1 PENDAHULUAN. bayi baru lahir merupakan proses fisiologis, namun dalam prosesnya 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI MAGELANG PERATURAN BUPATI MAGELANG NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PENGGUNAAN DANA PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN JAMINAN PERSALINAN DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DI KABUPATEN MAGELANG

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei

BAB 1 PENDAHULAN. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup. AKI pada hasil

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.1.1 Pengertian JKN Program jaminan kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan yang menjamin

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan

WALIKOTA TANGERANG SELATAN. Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang kesehatan pada. dasarnya ditujukan untuk peningkatan PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBEBASAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT BAGI PENDUDUK KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN

PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN PANDANGAN PROFESI BIDAN SERTA REKOMENDASI PERBAIKAN KEBIJAKAN TERKAIT BELANJA STRATEGIS JKN Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Jl. Johar Baru V/D13, Johar Baru Jakarta Pusat

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN KLAIM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 25 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI PUSKESMAS DAN JARINGANNYA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator

BAB I PENDAHULUAN. sejak dini dengan memantau kesehatan ibu, dengan digunakan indicator BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Kunjungan Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu merupakan suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

JEJARING BIDAN DENGAN BPJS. Oleh: Niken Choirul H

JEJARING BIDAN DENGAN BPJS. Oleh: Niken Choirul H JEJARING BIDAN DENGAN BPJS Oleh: Niken Choirul H APA ITU BPJS??? BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial BPJS di bagi menjadi dua: BPJS Kesehatan BPJS Ketenagakerjaan BPJS KESEHATAN BPJS Kesehatan dulunya

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PEMANFAATAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI PUSKESMAS DTP BUNGBULANG KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 SKRIPSI SUHAERNI

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN DANA JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT PADA PUSKESMAS DI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2012 BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian

BAB I PENDAHULUAN. kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ukuran yang digunakan untuk menilai baik-buruknya keadaan pelayanan kebidanan dalam suatu negara adalah Kematian Maternal. Kematian Maternal merupakan kematian seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka kematian bayi dan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS), JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DAN BANTUAN OPERASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2014 No. 05, 2014 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Petunjuk pelaksanaan, sistem pembiayaan, penggunaan dana, pelayanan kesehatan, tingkat pertama, puskemas, peserta, badan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Terbentuknya persepsi positif pekerja terhadap organisasi, secara teoritis merupakan determinan penting terbentuknya motivasi kerja yang tinggi. Para pekerja adalah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI LAMONGAN TENTANG BUPATI LAMONGAN, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten

BUPATI LAMONGAN TENTANG BUPATI LAMONGAN, bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR I TAHUN 2Or4 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PUSKESMAS DAN SISTEM KAPITASI BAGI PESERTA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sedarmayanti (2010) mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek "manusia"

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu,

BAB I PENDAHULUAN. kematian. Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir merupakan suatu keadaan yang fisiologis namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Inisiatif manajerial Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi kepada tenaga kerja perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan puskesmas (Permenkes RI,2014). Angkat Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu masalah penting pencapaian pembangunan kesehatan dunia. Pencapaian program KIA dapat dilihat dari Laporan Pemantauan Wilayah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 25 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA NON KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam menjalankan roda aktivitasnya, suatu perusahaan maupun organisasi tidak lepas dari kebutuhan akan sumber daya. Sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam masa kehamilan perlu dilakukan pemeriksaan secara teratur dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kehamilan merupakan masa yang rawan kesehatan, baik kesehatan ibu yang mengandung maupun janin yang dikandungnya sehingga dalam masa kehamilan perlu dilakukan

Lebih terperinci