BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Secara umum, ekosistem perairan darat dapat dibagi menjadi dua seri yaitu perairan lentik dan perairan lotik. Perairan lentik disebut juga perairan tenang karena mempunyai kecepatan arus yang lambat sehingga terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang cukup lama. Yang termasuk perairan lentik adalah danau, kolam rawa, waduk, situ dan telaga. Sementara itu perairan lotik merupakan perairan berarus deras atau memiliki kecepatan arus tinggi yang disertai dengan perpindahan massa air dengan cepat. Yang termasuk kedalam perairan lotik misalnya sungai dan kanal. Sebagai salah satu bentuk ekosistem, perairan danau terdiri dari faktor abiotik (fisika dan kimia) dan faktor biotik (produsen, konsumen dan dekomposer), dimana faktor-faktor tersebut membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas yang mempunyai air tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja (Jorgensen and Vollenweiden, 1989; Barus, 2004). Menurut Ruttner (1977), danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain, serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. Sebagai ekosistem perairan lentik, perairan danau ditandai dengan keadaan arus air yang sangat lambat (0,001 0,01 m/detik) atau bahkan tidak ada arus sama sekali, sehingga waktu tinggal air (residence time) dapat berlangsung dalam waktu sangat lama. Karena kondisi arus air pada danau sangat lambat, maka pengaruhnya tidak begitu besar terhadap kehidupan organisme yang ada di dalamnya. Faktor yang sangat penting pada ekosistem danau adalah pembagian - 7 -

2 daerah air secara vertikal (stratifikasi), dimana setiap lapisan air memiliki sifat yang berbeda satu sama lain. Adanya perbedaan sifat air antar lapisan terutama berkaitan dengan perbedaan intensitas cahaya matahati yang diserap, yang selanjutnya menyebabkan terjadinya perbedaan suhu air pada setiap kedalaman. Berdasarkan adanya perbedaan suhu yang terdapat pada setiap kedalaman air, Effendi (2003) membedakan suatu perairan danau secara vertikal menjadi 3 (tiga) stratifikasi, yaitu : 1. Epilimnion, merupakan lapisan bagian atas dari perairan danau. Lapisan ini merupakan bagian yang hangat dari kolom air dengan keadaan suhu yang relatif konstan (perubahan suhu secara vertikal sangat kecil). Seluruh massa air pada lapisan ini dapat bercampur dengan baik akibat dari pengaruh angin dan gelombang. 2. Metalimnion atau yang sering disebut termoklin. Lapisan ini berada disebelah bawah lapisan epilimnion. Pada lapisan ini perubahan suhu secara vertikal relatif besar, dimana setiap penambahan kedalaman 1 meter, terjadi penurunan suhu air sekitar 1 0 C. 3. Hipolimnion, adalah lapisan paling dalam dari perairan danau, yang terletak di sebelah bawah lapisan termoklin. Lapisan ini mempunyai suhu yang lebih dingin dan perbedaan suhu vertikal relatif kecil, massa airnya stagnan, tidak mengalami percampuran dan memiliki kekentalan air (densitas) lebih besar. Selain membedakan lapisan air berdasarkan suhu, suatu perairan danau dapat juga dibedakan berdasarkan kedalaman penetrasi cahaya matahari kedalam badan air menjadi beberapa zona. Dalam hal ini, Odum (1996) membedakan suatu perairan danau menjadi 3 (tiga) zona, yaitu : 1. Zona litoral, adalah daerah perairan dangkal pada danau, dimana penetrasi cahaya dapat mencapai hingga ke dasar perairan. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi tanaman berakar (anggota spermatophyta) dan tanaman yang tidak berakar (fitoplankton, ganggang), sedangkan konsumernya meliputi beberapa larva serangga air, rotifera, moluska, ikan, penyu, zooplankton dan lain sebagainya

3 2. Zona limnetik, adalah daerah perairan terbuka sampai pada kedalaman penetrasi cahaya yang efektif, sehingga daerah ini efektif untuk proses fotosintesis. Organisme utama yang hidup pada zona ini terdiri dari produser yang meliputi fitoplankton dan tumbuhan air yang terapung-apung bebas, sedangkan organisme konsumernya meliputi zooplankton dari copepoda, rotifera dan beberapa jenis ikan. 3. Zona profundal, adalah daerah dasar dari perairan danau yang dalam, dimana pada daerah ini tidak dapat lagi dicapai oleh penetrasi cahaya efektif. Sebagai organisme utama yang hidup pada zona ini adalah konsumer yang meliputi jenis cacing darah dan kerang-kerang kecil. 2.2 Status Trofik Perairan Status trofik suatu perairan merupakan gambaran kwalitatif yang menyatakan konsentrasi unsur hara yang terdapat pada suatu badan air (Henderson dan Markland, 1987). Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup No.28 Tahun 2009 didefenisikan bahwa status trofik perairan adalah status kwalitas air danau/waduk berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa fitoplankton atau produktivitasnya. Berdasarkan tingkat kesuburan air, Mason (1993) mengklasifikasikan perairan tergenang (danau) menjadi 5 kelompok, yaitu : 1. Oligotrofik, adalah perairan yang miskin unsur hara dan produktivitas rendah (produktivitas primer dan biomassa rendah). Perairan ini memiliki kadar nitrogen dan fosfor yang rendah, namun cenderung jenuh oksigen. 2. Mesotrofik, adalah perairan yang memiliki unsur hara dan produktivitas sedang (produktivitas primer dan biomassa sedang). Perairan ini merupakan peralihan antara oligotrofik dan eutrofik. 3. Eutrofik, adalah perairan kaya unsur hara dan produktivitas tinggi. Perairan ini memiliki tingkat kecerahan rendah dan oksigen pada lapisan hipolimnion dapat lebih kecil dari 1 mg/liter

4 4. Hiper-eutrofik, adalah perairan dengan kandungan unsur hara dan produktivitas primer sangat tinggi. Pada lapisan hipolimnionnya tidak terdapat oksigen (kondisi anoksik). 5. Distrofik adalah perairan yang banyak mengandung bahan organik, seperti humus dan fulvic. Jenis perairan seperti ini banyak menerima bahan organik dari tumbuhan yang berasal dari daratan sekitarnya, sehingga biasanya memiliki produktivitas primer rendah. Keadaan tropik suatu perairan danau dapat diindikasi berdasarkan beberapa parameter fisika, kimia dan biologi perairan, yaitu: 1) produktifitas primer netto; 2) kandungan klorofil-a; 3) kandungan nitrogen anorganik; 4) kandungan total pospat; 5) bahan organik total; 6) biomasa fitoplankton; 7) penetrasi cahaya matahari; 8) senyawa anorganik yang terlarut (Whittaker, 1975). Selanjutnya, Jorgensen (1990) menambahkan bahwa tingkat trofik (kesuburan) suatu danau juga dapat dinyatakan berdasarkan kandungan total nitrogen (TN), total fosfat (TP), klorofil-a dan biomassa fitoplankton. 2.3 Faktor Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Suhu Air Suhu air merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap ekosistem perairan danau. Perubahan suhu air mempengaruhi perubahan beberapa sifat fisika maupun kimia air seperti perubahan kelarutan berbagai gas dalam air (O 2, CO 2, N 2, dan CH 4 ), sehingga berdampak terhadap aktifitas fisiologis organisme yang hidup di dalamnya. Suuhu merupakan faktor pembatas utama kehidupan di air, dimana setiap jenis organisme memiliki kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap suhu media tempat hidupnya. Ada organisme akuatik yang memiliki kisaran toleransi luas terhadap perubahan suhu lingkungan (euritermal) dan ada organisme akuatik mempunyai kisaran toleransi suhu yang sempit (stenotermal). Selain itu, menurut Stumm and Morgan (1981), suhu air juga dapat mempengaruhi proses dan keseimbangan reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam ekosistem perairan

5 Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, tutupan awan, dan aliran air serta kedalaman badan air. Pada danau-danau di daerah tropik, air danau mempunyai kisaran suhu yang cukup tinggi yaitu antara C, dan secara vertikal menunjukkan adanya penurunan suhu air seiring dengan bertambahnya kedalaman, oleh karena itu dapat terbentuk stratifikasi air yang mantap sepanjang tahun. Sebagai akibatnya, pada danau yang amat dalam masa air cenderung hanya sebagian yang dapat bercampur (Effendi, 2003) Kecerahan Air dan Intensitas Cahaya Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan alat secchi disk (Effendi, 2003). Nilai kecerahan air berguna untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan perairan dalam hubunganya dengan proses fotosintesis. Batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada dalam keadaan keseimbangan. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, kekeruhan, partikel koloid, warna air,jasad renik, keadaan cuaca dan kepadatan plankton (APHA,1989). Karena cahaya matahari merupakan sumber energi utama bagi kehidupan organisme di perairan yang diserap melalui proses fotosintesis, maka kecerahan air dan intensitas cahaya merupakan salah faktor abiotik utama yang sangat menentukan terhadap laju produktivitas primer perairan Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman merupakan gambaran dari jumlah atau aktivitas ion hidrogen didalam air. Secara umum nilai ph air menggambarkan keadaan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai ph = 7 berati kondisi air bersifat netral, ph < 7 berarti kondisi air bersifat asam, sedangkan ph > 7 berarti kondisi air bersifat basa (Effendi, 2003). Keberadaan senyawa karbonat, bikarbonat dan hidroksida dalam air akan

6 menaikkan kebasaan air, sementara keberadaan asam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Selanjutnya, Pescod (1973) menjelaskan bahwa nilai ph air dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu fotosintesis, respirasi organisme akuatik, suhu dan keberadaan ion-ion di perairan tersebut. Nilai ph dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H 2 S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan yang tercemar dan perairan dengan nilai ph rendah. Perairan dengan kondisi asam kuat akan menyebabkan unsur logam berat seperti aluminium memiliki mobilitas yang meningkat dan karena logam ini bersifat toksik maka dapat mengancam kehidupan biota. Demikian juga bila ph air terlalu basa maka keseimbangan amonium dan amoniak akan terganggu, dalam hal ini kenaikan ph di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat toksik terhadap biota akuatik. Selain itu, ph air juga mempengaruhi parameter BOD 5 dan kandungan nutrien dalam air seperti fosfat, nitrogen dan nutrien lainnya (Dojildo and Best, 1992) DO (Dissolved Oxygen = Oksigen Terlarut ) Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air yang berasal dari hasil fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air serta hasil difusi dari udara (APHA, 1989). Sebagian besar dari oksigen terlarut pada perairan danau dan waduk adalah merupakan hasil sampingan dari aktivitas fotosintesis. Proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan pada hakekatnya berlangsung relatif lambat, dimana proses ini hanya dapat terjadi secara langsung pada kondisi air yang diam (stagnant) atau terjadi karena pergolakan massa air (agitasi) yang diakibatkan adanya gelombang atau angin. Jeffries and Mills (1996) menyatakan bahwa kelarutan oksigen perairan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: suhu air, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Selanjutnya masih menurut Jeffries and Mills (1996), bahwa kandungan oksigen terlarut dalam air akan berkurang seiring dengan meningkatnya suhu air, ketinggian tempat, dan berkurangnya tekanan atmosfer

7 Keberadaan oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan semua organisme aerob perairan termasuk mikroorganisme dekomposer. Oksigen terlarut diperlukan untuk proses respirasi, dalam hal ini pembakaran terhadap bahan organik untuk menghasilkan energi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penguraian bahan-bahan organik oleh berbagai jenis mikroorganisme aerobik (APHA, 1989), sehingga keberadaan oksigen terlarut sangat erat kaitanya dengan keberadaan senyawa organik dalam air dan dapat digunakan sebagai indikator adanya pencemaran limbah organik pada suatu perairan (Lee at al, 1978) BOD 5 (Biochemical Oxygen Demand) Secara spesifik BOD 5 diartikan sebagai banyaknya oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik untuk dapat mendegradasikan senyawasenyawa organik yang terdapat pada perairan. Karena oksidasi aerobik yang dilakukan mikroorganisme terjadi dengan memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air, maka oksidasi bahan organik berakibat terhadap penurunan konsentrasi oksigen terlarut (DO). Penurunan konsentrasi DO dapat terjadi sampai pada tingkat konsentrasi terendah, tergantung kepada banyaknya senyawa organik yang didegradasikan. Berdasarkan hal tersebut, maka nilai BOD 5 merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik pada suatu perairan (Lee at al, 1978). Perairan dengan nilai BOD 5 yang tinggi mengindikasikan bahwa kondisi perairan telah mengalami pencemaran oleh bahan-bahan organik, dan sebaliknya perairan dengan nilai BOD 5 yang rendah mengindikasikan bahwa kondisi perairan miskin akan bahan organik sehingga diindikasikan tidak tercemar oleh limbahlimbah organik. Menurut Barus (2004) bahwa ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai BOD 5, yaitu jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian tersebut

8 2.3.6 COD (Chemical Oxygen Demand) Dalam suatu perairan tidak semua senyawa organik dalam air dapat diuraikan secara biologi, sehingga untuk mengukur oksigen yang dibutuhkan dalam penguraian keseluruhan senyawa organik dalam air dilakukan dengan analisis COD dengan menggunakan oksidator kuat kalium dikromat dan asam sulfat. COD adalah gambaran dari jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik senyawa organik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar atau tidak dapat didegradasi secara biologi (Effendi, 2003). Berdasarkan hal tersebut maka nilai COD dianggap paling baik digunakan untuk menggambarkan tingkat pencemaran keseluruhan bahan-bahan organik pada suatu perairan Kandungan Nutrien (N dan P) Unsur hara (nutrien) adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh organisme produsen (fitoplankton) dan berada dalam bentuk material anorganik. Elemen-elemen nutrien (unsur hara) yang utama dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium. Sedangkan elemen nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat sedikit adalah: besi, copper, dan vanadium. Diantara unsur hara tersebut, keberadaan nitrogen dan fospor merupakan nutrien yang sangat penting dalam mendukung kehidupan organisme suatu perairan seperti fitoplankton, sehingga keberadaanya sering menjadi faktor pembatas dan akan menjadi penentu terjadinya blooming apabila konsentrasinya dalam air berlebihan (Sellers dan Markland, 1987). Selanjutnya, Nybakken (1992) menyatakan bahwa fitoplankton akan dapat menghasilkan energi dan molekul-molekul yang kompleks jika di dalam air tersedia nutrien dengan jumlah yang cukup, terutama nutrien dari senyawa nitrat dan fosfat. Pada suatu ekosistem danau, pemasokan nutrien dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu :1) melalui jalur hasil dekomposisi terhadap senyawa organik oleh organisme dekomposer sehingga menghasilkan senyawa anorganik sebagai nutrien. 2) melalui jalur masukan dari aliran sungai yang bermuara ke danau

9 Pada umumnya perairan danau di daerah tropis mempunyai konsentrasi nutrien terlarut yang relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena suhu air danau di daerah tropis cukup tinggi, sehingga dapat memacu laju proses dekomposisi senyawa-senyawa organik menjadi senyawa anorganik oleh mikroorganisme akuatik (Folkowski dan Raven, 1997). a. Fosfor (P) Fosfor merupakan salah satu bahan kimia yang keberadaanya sangat penting bagi semua mahluk hidup, terutama dalam pembentukan protein dan transfer energi didalam sel seperti ATP dan ADP. Pada ekosistem perairan, fosfor terdapat dalam bentuk senyawa fosfor, yaitu : 1) fosfor anorganik; 2) fosfor organik dalam protoplasma tumbuhan dan hewan dan 3) fosfor organik terlarut dalam air, yang terbentuk dari proses penguraian sisa-sisa organisme (Barus, 2004). Secara alami, senyawa fosfat yang terdapat pada perairan bersumber dari hasil pelapukan batuan mineral seperti Fluorapatite (Ca - 5 (PO 4 ) 3 F), Hydroxylapatite (Ca 5 (PO 4 ) 3 OH) dan Whytlockite (Ca 3 (PO 4 ) 2 ) dan dari hasil dekomposisi sisa-sisa organisme di dalam air. Selain sumber alami, senyawa fosfot juga dapat bersumber dari faktor antropogenik yang antara lain berasal dari limbah rumah tangga seperti deterjen, limbah pertanian (pupuk), limbah perikanan dan limbah industri. Sawyer dan Mc.Carty (1978) menyatakan bahwa senyawa fosfor anorganik yang terdapat pada perairan berada dalam 2 (dua) bentuk, yaitu : 1) dalam bentuk ortofosfat, yang terdiri dari trinatrium fosfat (Na 3 PO 4 ), dinatrium fosfat (Na 2 HPO 4 ), mononatrium fosfat (NaH 2 HPO 4 ) dan diamonium fosfat ((NH 3 ) 2 HPO 4 ); 2) dalam bentuk polyfosfat, yang yang terdiri dari natrium hexametafosfat (Na 3 (PO 3 ) 6 ) dan natrium tripolifosfat (Na 5 P 3 O 10 ). Ortofosfat merupakan bentuk senyawa fosfat yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik secara langsung sebagai sumber fosfor, sedangkan polyfosfat merupakan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan tumbuhan secara langsung, oleh sebab itu agar senyawa polyfosfat dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan akuatik sebagai sumber fosfor, maka senyawa polyfosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis menjadi senyawa ortofosfat

10 Oleh karena senyawa orthofosfat merupakan senyawa yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman termasuk fitoplankton dan alga pada perairan, maka kesuburan suatu perairan dapat ditentukan berdasarkan kandungan orthofosfatnya. Vollenweider dalam Wetzel (1975) mengklasifikasikan tingkat kesuburan suatu perairan berdasarkan tinggi rendahnya kandungan orthofosfat pada perairan tersebut (tabel 2.1). Tabel 2.1 Klasifikasi Perairan Berdasarkan Konsentrasi PO 4 No Klasifikasi Orthofosfat (PO 4 ) (mg/liter) 1 Oligotrofik 0,003 0,01 2 Mesotrofik 0,011 0,03 3 Eutrofik 0,031 0,1 (Sumber: Vollenweider dalam Wetzel, 1975). Selain berdasarkan kandungan fosfat, tingkat kesuburan suatu perairan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan kandungan fosfor totalnya. Yoshimura dalam Liaw (1969) mengklasifikasikan tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfor totalnya menjadi 3 golongan,yaitu : 1) Perairan dengan tingkat kesuburan yang rendah yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0 0,02 mg/l; 2) Perairan dengan tingkat kesuburan yang sedang yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0,021 0,05 mg/l; 3) Perairan dengan tingkat kesuburan yang tinggi yaitu perairan yang kandungan fosfor totalnya berkisar 0,051 0,1 mg/l. Menurut Bruno et al (1979) dalam Sumardianto, (1995) bahwa kandungan ortofosfat yang optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 0,27-5,51 mg/l, dimana apabila konsentrasinya kurang dari 0,02 mg/l, maka fosfat akan menjadi faktor pembatas. Selanjutnya, Moyle (1946) dalam Ardiwijaya (2002) menyatakan bahwa perairan dengan konsentrasi fosfat yang rendah (0,00-0,02 mg/l) akan didominasi oleh fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae (Diatom), pada konsentrasi fosfat yang sedang (0,02-0,05 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae, sedangkan pada konsentrasi fosfat yang tinggi (>0,10 mg/l) akan didominasi oleh kelas Chlorophyceae

11 b. Nitrogen (N) Nitrogen merupakan salah satu unsur yang esensial dalam tubuh semua mahluk hidup, yang berperan sebagai komponen dasar penyusun molekul asam amino dan protein. Selnjutnya, protein mempunyai bermacam-macam fungsi, yang antara lain adalah sebagai penyusun enzym dan hormon. Secara alami senyawa nitrogen di perairan berasal dari hasil metabolisme organisme air dan dari hasil proses dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri. Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh adanya masukan limbah seperti limbah domestik, perikanan, pertanian, peternakan dan limbah industri ke perairan tersebut. Pada perairan, senyawa nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk gas nitrogen (N 2 ), nitrit (NO - 2 ), nitrat (NO - 3 ), amonia (NH 3 ), dan amonium (NH + 4 ) serta beberapa senyawa nitrogen organik kompleks (Haryadi, 2003). Biasanya pada perairan yang alami, senyawa nitrit (NO 2 ) ditemukan dalam konsentrasi yang sangat rendah, dimana kadarnya lebih rendah dari pada senyawa nitrat (NO - 3 ). Hal ini disebabkan karena nitrit bersifat tidak stabil, sehingga jika terdapat oksigen yang cukup akan teroksidasi menjadi senyawa nitrat. Senyawa nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen (N 2 ) yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi (Effendi, 2003). Proses nitrifiksasi terjadi melalui dua tahap reaksi yaitu reaksi oksidasi amonia (NH 3 ) menjadi nitrit (N 2 ) dan selanjutnya reaksi oksidasi nitrit (N 2 ) menjadi nitrat. Reaksi tersebut melibatkan bakteri-bakteri aerob seperti Nitrosomonas dan Nitrobacter. Proses nitrifikasi dapat berlangsung optimal apabila berada pada lingkungan dengan ph 8 dan akan berkurang secara nyata apabila pada ph < 7. Selain dipengaruhi oleh ph, proses nitrifikasi juga dipengaruhi oleh suhu perairan, dimana proses nitrifikasi dapat berlangsung dengan baik apabila pada kondisi suhu C (Jenie dan Rahayu, 1993). Hal ini disebabkan karena mikroba yang terlibat dalam proses nitrifikasi tergolong pada mikroba mesofilik. Namun, menurut Henriksen dan Kemp (1988) bahwa kisaran suhu optimal untuk berlangsungnya nitrifikasi bisa pada kisaran suhu yang lebih luas, yaitu pada kisaran C

12 Proses nitrifikasi : Nitrosomonas + NH 4 + 3/2 O 2 2 H NO 2 (Amonium) (Nitrit) + H 2 O NO 2 - (Nitrit) Nitrobacter - + ½ O 2 NO 3 (Nitrat) Senyawa nitrat (NO 3 - ) sebagai hasil oksidasi mikroba adalah senyawa yang bersifat sangat reaktif dan sangat mudah larut dalam air, sehingga dapat langsung digunakan dalam proses biologis (Hendersen-Seller, 1987). Nitrat merupakan bentuk nitrogen yang utama pada perairan alami sebagai salah satu nutrien yang penting untuk pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainya, sehingga konsentrasi nitrat yang melimpah dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan bagi organisme perairan khususnya algae (fitoplankton) bila didukung oleh ketersediaan nutrien lainya (Alaerst dan Sartika, 1987). Selanjutnya, Mackentum (1969) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan yang optimal fitoplankton, memerlukan kandungan nitrat perairan pada kisaran 0,9-3,5 mg/l. Menurut Seller dan Markland (1987) bahwa pada konsentrasi kritis, nitrogen dan fosfor potensial menyebabkan blooming fitoplankton (algae) apabila kandungan posfor pada perairan melebihi 0,01 ppm dan kandungan nitrogen melebihi 0,3 ppm. Pertumbuhan algae yang berlimpah dapat membentuk lapisan pada permukaan air, yang menghambat penetrasi cahaya matahari untuk proses fotosintesis sehingga dipandang merugikan bagi ekosistem perairan. Pada umumya perairan alami di daerah tropis mempunyai konsentrasi nitrogen dan posfor sangat rendah, bahkan kadang tidak terdeteksi, sehingga keberadaan senyawa fosfor dan nitrogen merupakan unsur pembatas terhadap pertumbuhan fitoplankton (eutrofikasi). Bila rasio N dan P > 12, maka yang berperan sebagai faktor pembatas adalah P. Bila rasio N dan P < 7 maka sebagai faktor pembatas adalah N, dan bila rasio N dan P berada diantara 7 sampai 12 menandakan bahwa N dan P bukanlah sebagai faktor pembatas (non-limiting factor) bagi proses eutrofikasi (Goldman dan Horne, 1983)

13 2.3.8 Klorofil-a Fitoplankton Klorofil adalah zat pembawa warna hijau pada organisme autotrof, yang berperan dalam menyerap dan menggunakan energi sinar matahari untuk mensintesis karbohidrat dan oksigen dari CO 2 dan H 2 O. Oleh karena itu, kandungan klorofil pada tumbuhan foto autotrof menjalankan peranan yang sangat penting dalam menentukan laju fotosintesis. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil-a dan klorofil-b. Klorofil-a terutama efektif menyerap cahaya biru violet dan merah, sedangkan klorofil-b efektif menyerap cahaya biru dan orange, dan memantulkan cahaya kuning-hijau. Klorofil-a terdapat pada semua organisme autotrof dan berperan langsung dalam reaksi terang fotosintesis, yaitu memainkan peranan penting pada fotosistem I dan II, sedangkan klorofil-b tidak secara langsung berperan dalam reaksi terang (http : // www. Lablink. Or. Id/ Env/ Bio/ Fotosintesis. Htm. 2008). Fitoplankton merupakan mikroalgae yang hidup di kolom air yang masih dapat ditembus oleh cahaya. Oleh karena kemampuannya dalam melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan organik dan oksigen, maka pada suatu perairan fitoplankton berperan sebagai produsen primer yang utama. Kemampuan melakukan fotosintesis yang dimiliki disebabkan karena adanya klorofil-a sebagai pigmen fotosintetik yang selalu ada terdapat pada tubuh fitoplankton tersebut. Prezelein (1981) menyatakan bahwa klorofil-a merupakan salah satu pigmen aktif di dalam tubuh tumbuhan yang berperan penting untuk berlangsungnya proses fotosintesis di perairan, dan oleh karena itu maka kandungan klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan tinggi rendahnya produktivitas primer suatu perairan. Kandungan klorofil-a pada suatu perairan dapat digunakan sebagai ukuran kwantitas total (standing stock) fitoplankton, yaitu ukuran banyaknya fitoplankton pada saat dan volume air tertentu. Bila kandungan klorofil-a fitoplankton yang terdapat pada suatu perairan dilengkapi dengan data cahaya, maka kandungan klorofil-a dapat digunakan untuk menghitung besarnya produktivitas primer dan sebagai indikasi tingkat kesuburan suatu perairan (Arsjad, at all., 2004). Selain itu, konsentrasi klorofil-a perairan juga dapat digonakan untuk menggambarkan keadaan tinggi rendahnya biomassa

14 algae yang terdapat pada suatu perairan. Menteri Negara Lingkungan Hidup (2009) menyatakankan bahwa rata-rata berat klorofil-a fitoplankton adalah setara dengan 1 % dari biomassa algae, sehingga konsentrasi klorofil-a merupakan salah satu parameter air yang dapat digunakan dalam penentuan tingkat kesuburan suatu perairan. Hatta (2002) menyatakan bahwa konsentrasi klorofil-a di permukaan perairan dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu : Konsentrasi klorofil-a rendah (< 0,07 mg/m 3 ); sedang (0,07-0,14 mg/m 3 ); dan tinggi (> 0,14 mg/m 3 ). Tabel 2.2. Status Trofik Perairan Berdasarkan Konsentrasi Klorofil-a Status Trofik Klorofil-a (μg/l) Oligotrofik < 2 Mesotrofik < 5 Eutrofik < 15 Hipermetrofik = 200 (Sumber:Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 28 Thn 2009). 2.4 Eutrofikasi Eutrofikasi adalah pengayaan (enrichment) perairan oleh nutrien terutama nitrogen (N) dan fosfor (P) yang berupa bahan anorganik dan sangat dibutuhkan oleh tumbuhan air dan dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan produktifitas primer perairan (Mason, 1993). Biasanya, eutrofikasi dipandang sebagai kondisi yang tidak diinginkan dan membahayakan karena pengaruhnya yang dapat mengganggu pemanfaatan badan air tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, dampak ekologis dari eutrofikasi adalah terjadinya perubahan fisika dan kimia air yang diikuti dengan perubahan keseimbangan kehidupan antara organisme produser dan konsumer dalam air. Mason (1996) menyatakan bahwa eutrofikasi perairan dapat secara langsung berdampak dan mempengaruhi aktifitas manusia dalam beberapa hal, yang antara lain adalah: 1) berpengaruh terhadap penyediaan air bersih; 2) berpengaruh terhadap estetik/keindahan dan rekreasi; 3) berpengaruh terhadap pengelolaan danau dan aliran air

15 Sesungguhnya eutrofikasi adalah sebuah proses alamiah yang terjadi dengan perlahan-lahan dan memakan waktu yang berabad-abad bahkan ribuan tahun lamanya, dimana badan air yang relatif tergenang seperti danau dan pantai tertutup mengalami perubahan produktifitas secara bertahap. Namun demikian, sejalan dengan terus meningkatnya populasi manusia yang diikuti dengan peningkatan aktifitas maka jumlah limbah organik yang dihasilkan masuk ke badan air juga semakin meningkat, sehingga memberikan kontribusi terhadap laju penambahan unsur hara badan air. Sebagai akibatnya, eutrofikasi dapat terjadi jauh lebih cepat lagi dari waktu yang seharusnya (Goldman dan Horne,1983). Eutrofikasi dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yaitu : Artificial /cultural eutrophication dan natural eutrophication. Artificial eutrophication terjadi karena adanya pengaruh aktivitas manusia, sedangkan natural eutrophication disebabkan karena peristiwa alam (bukan aktifitas manusia) (Effendi, 2003). Bertambahnya jumlah dan aktifitas penduduk disekitar perairan danau, dapat mengganggu keseimbangan lingkungan perairan, karena akan memberikan kontribusi pada laju penambahan unsur hara dan limbah organik lainnya yang masuk ke badan air. Jumlah unsur hara yang masuk ke badan perairan biasanya lebih besar dari pemanfaatan unsur hara tersebut oleh biota perairan, sehingga akan terjadi penyuburan yang berlebihan (Ahl, 1980). Gejala eutrofikasi di perairan danau biasanya dapat ditandai dengan adanya perubahan parameter kimia, fisika dan biologi air, seperti melimpahnya konsentrasi unsur hara, menurunya konsentrasi oksigen terlarut (DO), menurunya penetrasi cahaya, peningkatan kandungan klorofil-a, produktivitas primer serta kelimpahan dan dominasi fitoplankton. Henderson-Seller and Markland, (1987) menyatakan bahwa untuk mendeteksi terjadinya eutrofikasi pada suatu perairan danau, ada enam indikator utama yang dapat dipakai yaitu : 1) menurunnya konsentrasi oksigen terlarut; 2) meningkatnya konsentrasi unsur hara; 3) menigkatnya padatan tersuspensi, terutama bahan organik; 4) bergantinya populasi fitoplankton yang dominan dari kelompok diatome menjadi chlorophyceae; 5) meningkatnya konsentrasi fosfat, dan 6) menurunnya penetrasi cahaya (meningkatnya kekeruhan)

16 2.5 Budidaya Ikan Sistim Keramba Jaring Apung (KJA) Kegiatan keramba jaring apung (KJA) merupakan salah satu bentuk kegiatan perikanan akuakultur yang dilakukan pada wadah jaring yang terapung. Dirjen Perikanan (2001) mendefinisikan keramba jaring apung sebagai tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang memungkinkan keluar masuknya air dengan leluasa, sehingga terjadi pertukaran ke perairan sekitarnya. Komponen-komponen keramba jaring apung terdiri dari kerangka atau bingkai, pelampung, jangkar, pemberat jaring, penutup kantung jaring, bangunan fisik dan peralatan pendukung lainnya. Budidaya ikan sistim KJA merupakan kegiatan budidaya ikan yang dapat dikembangkan secara intensif denga kepadatan (densitas) ikan budidaya yang cukup tinggi. Karena kepadatan tebar ikan yang dibudidayakan pada KJA cukup tinggi, sehingga tidak dapat lagi hanya dengan mengandalkan sumber makanan dari yang tersedia secara akami di perairan, melainkan harus didatangkan dari luar sebagai pakan tambahan. Pada umumnya pakan tambahan yang di berikan adalah pakan buatan yang disebut dengan pelet. Secara ekonomi usaha budidaya ikan dengan sistim keramba jaring apung mempunyai beberapa keunggulan, yang antara lain adalah: 1) menambah efisiensi penggunaan sumberdaya; 2) dapat meningkatkan produksi ikan; 3) memberikan pendapatan yang lebih teratur dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan. Namun demikian, bila pengelolaan budidaya ikan keramba jaring apung (KJA) yang dilakukan dalam jumlah yang berlebihan dan teknologi yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan perairan akan dapat memberikan dampak yang serius terhadap lingkungan perairan tersebut, baik lingkungan biotik maupun lingkungan abiotiknya. Menurut Beveridge (1984) kegiatan keramba jaring apung berdampak terhadap 4 (empat) hal utama yaitu (1) membutuhkan banyak tempat (space) atau permukaan perairan danau, (2) menghambat aliran air dan arus untuk transportasi oksigen, sedimen, plankton serta larva ikan, (3) menurunkan kualitas estetika perairan danau dan (4) menurunkan kualitas lingkungan hidup danau. Selanjutnya Beveridge (1984) menyatakan bahwa kegiatan budidaya ikan keramba jaring

17 apung berpengaruh sencara nyata terhadap lingkungan perairan, yaitu mulai dari adanya perubahan hara air, perubahan konsentrasi oksigen terlarut (DO), perubahan konsentrasi metabolik toksik serta berkembangnya organismeorganisme penyebab penyakit, sehingga perairan tersebut menjadi tidak layak lagi untuk dimanfaatkan sebagai sumber air minum, sarana rekreasi dan peruntukan perikanan itu sendiri. 2.6 Limbah KJA Secara umum limbah yang berasal dari kegiatan budidaya ikan KJA adalah limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan yang tidak terkonsumsi oleh ikan budidaya dan buangan dari sisa metabolisme ikan berupa faeces dan urine Banyaknya pakan yang tidak tidak terkonsumsi dan feses yang dihasilkan oleh ikan budidaya KJA tergantung pada beberapa faktor yang antara lain adalah jenis pakan, kepadatan ikan disetiap keramba, kesehatan ikan yang dipelihara, frekuensi pemberian pakan, metode pemberian pakan dan rasio konversi makanan. Mc Donald et al, (1996); Boyd (1999) menyatakan bahwa dari sejumlah pakan yang diberikan kepada ikan budidaya akan tertinggal sebagai sisa pakan yang tidak terkonsumsi lebih kurang 30 %. Selanjutnya, dari sejumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan diekskresikan kembali ke badan air sebagai faeses sekitar %. Hal ini berarti bahwa limbah organik dari pakan ikan KJA yang terbuang ke badan air secara kontiniu jumlahnya cukup besar. Limbah organik dari kegiatan KJA yang masuk ke dalam perairan dapat berbentuk padatan, koloid, tersuspensi atau terlarut. Pada umumnya, limbah organik dalam bentuk padatan akan mengendap ke dasar perairan, sedangkan bentuk lainnya (koloid, tersuspensi) akan tetap berada di badan air. Jika laju pengendapan partikel limbah jauh lebih besar dari kecepatan arus air, maka partikel-partikel bahan organik akan mengendap ke dasar perairan di sekitar lokasi KJA tersebut berada (Barg, 1992). Philips et al, (1985) dalam Beveridge (1996) menyatakan bahwa limbah organik dalam bentuk padat akan jatuh ke dasar danau dan akhirnya membentuk sedimen. Selama proses sedimentasi, sebahagian limbah organik akan dikonsumsi oleh biota lain seperti ikan-ikan liar, dan

18 sebahagian lagi akan pecah menjadi partikel-partikel yang lebih halus. Jika limbah organik tidak dimakan oleh fauna perairan lain, seperti ikan, kepiting, bentos dan lainnya, maka limbah organik akan mengalami dekomposisi oleh mikroba, baik mikroba aerobik (mikroba yang hidupnya memerlukan oksigen), mikroba anaerobik (mikroba yang hudupnya tidak memerlukan oksigen) dan mikroba fakultatif (mikroba yang dapat hidup aerobik dan anaerobik) (Garno.2004). 2.7 Dekomposisi Limbah Organik Dekomposisi di Badan air Aerob. Limbah-limbah organik yang berada pada badan air aerob akan dimanfaatkan dan diuraikan (dekomposisi) oleh mikroba-mikroba aerobic dengan proses sebagai berikut: Bakteri aerobic Bahan Organik + O 2 CO 2 + NH 3 + produk lain + E ( COHNS ) (Amoniak) Bakteri aerobic (COHNS) + O 2 + E C 5 H 7 O 2 N (sel baru) (Garno, 2002) Dari kedua reaksi tersebut, dapat dijelaskan bahwa semakin banyak limbah organik yang masuk dan tinggal di lapisan aerobik suatu perairan, akan semakin besar pula oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk dapat mendekomposisikanya, sehingga berakibat terhadap penurunan konsentrasi oksigen terlarut (DO) badan air. Bahkan jika kebutuhan oksigen bagi mikroba aerob melebihi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air, maka konsentrasi oksigen terlarut bisa menjadi nol (anoksid) Dekomposisi di Badan Air Anaerob Limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan dimanfaatkan dan diuraikan (dekomposisi) oleh mikroba anaerobik atau fakultatif, dengan proses sebagai berikut:

19 Bahan organik (COHNS) Bakteri anaerobik CO 2 + H 2 S + NH 3 + CH 4 + produk lain + E (Amoniak) Bakteri anaerobik (COHNS) + E C 5 H 7 O 2 N (sel baru) (Garno, 2002) Dari kedua reaksi tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa dekomposisi bahan organik pada badan air yang anaerob akan menghasilkan sejumlah sel-sel mikroba baru, selain menghasilkan senyawa-senyawa CO 2, NH 3, H 2 S, dan CH 4. Asam sulfide (H 2 S) adalah senyawa yang mengeluarkan bau busuk dan menyengat, sedangkan amin (CH 4 ) merupakan senyawa yang berbau anyir. Dekomposisi senyawa organik di badan air yang aerob maupun anaerob akan menghasilkan NH 3 dan CO 2, dimana selanjutnya NH 3 akan mengalami proses nitrifikasi sehingga menghasilkan senyawa nitrat (NO 3 ). Senyawa nitrat merupakan suatu senyawa yang sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) sebagai makananya. Tabel 2.3 Perbandingan Hasil Oksidasi Senyawa Organik pada Kondisi Aerob dan Anaerob Kondisi Aerobik Kondisi Anaerobik C CO 2 C CH 4 N NH 3, HNO 3 N NH 3, Amin P H 3 PO 4 P PO 3 S H 2 SO 4 S H 2 S Sumber : Fardiaz (1992) 2.8 Dampak Dekomposisi Limbah KJA Proses dekomposisi limbah organik dalam jumlah yang berlebihan di badan air, baik di badan air aerob maupun di badan air anaerob cenderung selalu bersifat merugikan karena sebagian besar produknya (NH 3, H 2 S dan CH 4 ) dapat mengganggu kehidupan fauna perairan, sedangkan produk yang sebagai nutrien meskipun sampai pada konsentrasi tertentu menguntungkan namun jika nutrien terus bertambah, akan berakibat terhadap pertumbuhan fitoplankton yang sangat pesat (blooming) dan menurunkan kualitas perairan (Garno, 2002)

20 2.8.1 Dampak Langsung. Sebagai dampak langsung dari proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik akan berakibat terhadap penurunan oksigen terlarut (DO). Karena oksigen terlarut sangat dibutuhkan untuk proses pernafasan organisme akuatik, maka penurunan nilai DO akan membahayakan bagi fauna-fauna air yang hidup didamnya. Bila jumlah limbah organik yang masuk ke badan air terjadi secara kontiniu dan dalam jumlah yang terus bertambah, mikroba air akan memanfaatkan oksigen dalam jumlah yang lebih besar lagi untuk dapat mendekomposisi bahan organik tersebut. Oksigen tersebut diserap dari oksigen yang terlarut pada badan air, sehingga sebagai akibatnya badan air akan mengalami deplesi oksigen, bahkan badan air yang tadinya bersifat aerob akan berubah menjadi badan air yang bersifat anaerob (Polprasert, 1989) Dampak Tidak Langsung Selain berdampak secara langsung terhadap perairan, proses dekomposisi pada perairan juga akan berdampak secara tidak langsung terhadap perairan itu sendiri. Dampak tersebut antara lain disebabkan karena proses dekomposisi akan menghasilkan senyawa-senyawa nutrien terutama senyawa nitrat dan fosfat ke badan air. Nutrien merupakan senyawa kimia yang sangat dibutuhkan oleh alga (fitoplankton) dan tumbuhan air lainya untuk dapat hidup dan bertumbuh dengan baik (Margalef, 1958), sehingga meningkatnya konsentrasi nutrien pada badan air akan di ikuti oleh meningkatnya biomassa fitoplankton pada badan air. Sesungguhnya peningkatan konsentrasi nutrien pada badan air apabila masih pada batas tingkat konsentrasi tertentu, adalah penting dalam meningkatkan produktivitas perairan danau (Garno, 1995). Akan tetapi apabila peningkatan konsentrasi nutrien terjadi dengan terus menerus, apalagi dalam jumlah yang cukup besar akan dapat menyebabkan badan air menjadi sangat subur atau eutrofik (Henderson, at all. 1987) dan akan memacu pertumbuhan bagi berbagai tumbuhan air dengan pesat (blooming), seperti fitoplankton dan eceng gondok (Eichornia crassipes)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir

TINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa

TINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara nasional terhadap kedaulatan negara) yang telah ditetapkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Danau Toba Kawasan Danau Toba adalah Kawasan Strategis Nasional (wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak akan ada kehidupan seandainya di bumi ini tidak ada air. Air relatif bersih sangat didambakan

Lebih terperinci

BAB 1 KIMIA PERAIRAN

BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kimia Perairan 1 BAB 1 KIMIA PERAIRAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di perairan A. Definisi dan Komponen Penyusun Air Air merupakan senyawa kimia yang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan 2.2. Ekosistem Mengalir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Perairan Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis

TINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem air daratan (inland water) dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu perairan lentik (berarus tenang misalnya danau, waduk, dan kolam) dan perairan lotik

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan ekosistem yang memiliki sumber daya akuatik yang bermanfaat bagi manusia sehingga harus diperhatikan kelestariannya (Dinas Perikanan, 1993).

Lebih terperinci

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan

n, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem perairan dapat dibedakan menjadi air tawar, air laut dan air payau seperti terdapat di muara sungai yang besar. Dari ketiga ekosistem perairan tersebut,

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido 2.2. Kesuburan Perairan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Lido Danau memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan secara ekologis maupun secara ekonomis. Secara ekologis danau antara lain sebagai daerah resapan air, sumber

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi

I. PENDAHULUAN. Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem air tawar merupakan ekosistem dengan habitatnya yang sering digenangi air tawar yang kaya akan mineral dengan ph sekitar 6. Kondisi permukaan air tidak selalu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau 1. Profil Waduk Cengklik Boyolali BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Namun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Namun, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah. Namun, ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit

Lebih terperinci

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI

1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI PRINSIP DAN KONSEP ENERGI DALAM SISTEM EKOLOGI 1. ENERGI DALAM EKOSISTEM 2. KONSEP PRODUKTIVITAS 3. RANTAI PANGAN 4. STRUKTUR TROFIK DAN PIRAMIDA EKOLOGI ENERGI DALAM EKOSISTEM Hukum thermodinamika I energi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen 22 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Rawa Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C)

DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) DAUR BIOGEOKIMIA 1. DAUR/SIKLUS KARBON (C) Berkaitan dengan siklus oksigen Siklus karbon berkaitan erat dengan peristiwa fotosintesis yang berlangsung pada organisme autotrof dan peristiwa respirasi yang

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Danau Oxbow Danau pada hakekatnya adalah sebuah kolam air yang merupakan genangan air yang cukup luas pada suatu lekukan kulit bumi yang di kelilingi oleh daratan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih

Lebih terperinci

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM

INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM INTERAKSI ANTAR KOMPONEN EKOSISTEM 1. Interaksi antar Organisme Komponen Biotik Untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan, setiap organisme melakukan interaksi tertentu dengan organisme lain. Pola-pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas 240 ha. Pemanfaatan lahan di sekitar Waduk Cengklik sebagian besar adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Danau

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Danau II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Perairan Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Ekosistem danau dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu benthal merupakan zona substrat dasar dibagi menjadi zona litoral dan zona profundal. Litoral merupakan

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold

I. PENDAHULUAN. yang termasuk dalam bentuk mikro terdiri dari Fe, Co, Zu, B, Si, Mn, dan Cu (Bold 1 I. PENDAHULUAN Nutrien adalah unsur atau senyawa kimia yang digunakan untuk metabolisme atau proses fisiologi organisme. Nutrien di suatu perairan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian terletak di belakang Perumahan Nirwana Estate, Cibinong yang merupakan perairan sungai kecil bermuara ke Situ Cikaret sedangkan yang terletak di belakang Perumahan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci