BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Thermoforming Thermoforming adalah usaha membentuk lembaran plastik atau plastik film menjadi bermacam bentukan baru plastik sesuai dengan desain yang kita inginkan dengan bantuan panas, tekanan dan cetakan (molding). Proses thermoforming plastik dipakai untuk membentuk plastik semifinished (sheet/ lembaran) menjadi lebih bernilai dalam banyak applikasi mulai dari kemasan blister film pada industri mainan, automotive, farmasi, elektronik equipment. Gambar 2.1 Proses Pembentukan Thermoforming (Hudi Leksono, Plastik dan pengolahan). Proses thermoforming menawarkan keunggulan untuk memproduksi custom part plastik sebab berbiaya relatif lebih murah, dapat 8

2 9 menghasilkan replikasi yang sangat mendekati bentuk cetakan, kebutuhan peralatan yang fleksibel, teknologi yang sederhana dan mudah dipraktekkan. Peralatan yang digunakan untuk proses thermoforming berbiaya relatif murah dibandingkan proses cara lain seperti injection molding. Pada vacuum forming hanya dibutuhkan tekanan angin sekitar 4-6 [bar] untuk pressure forming bandingkan dengan injection molding setidaknya dibutuhkan 8-10 [bar]. Karena penggunaan pressure yang relatif rendah ini tooling cost juga murah, mold dapat dibuat dari material alumunium, kayu, epoxy, composite, atau material lainnya yang dapat bertahan dengan tekanan dan temperatur saat lembaran plastik dipindahkan dari oven ke molding. Memilih menggunakan proses thermoforming plastik sangat beralasan dari segi cost efektif, karena lebih menguntungkan untuk memproduksi suatu desain dalam jumlah yang sedikit seperti memproduksi prototype suatu desain. Atau kebutuhan yang khusus dan spesifik sesuai permintaan user bukan dengan maksud produksi massal. Bahan thermoforming yang umum digunakan dalam proses thermoforming adalah Acrylic, ABS, HDPE, LDPE, PP, PVC, PVDC, PETG dan Polycarbonate. Pilihan teknik thermoforming yang dapat digunakan adalah pressure forming dan vacuum forming. Prinsip dasar dari proses thermoforming adalah : tahap persiapan, memasukkan lembar plastik ke dalam proses pemanasan sampai mencapai

3 10 suhu pembentukan (forming temperatur), streching lembaran (peregangan lembaran) mengikuti bentuk molding yang sudah disiapkan dengan bantuan pressure ataupun vacuum, pendinginan sampai bentuk desain baru stabil, melepaskan/ membongkar bentukan baru dari cetakan, trimming bagian plastik untuk mendapatkan bentuk final yang diinginkan. 2.2 Pendinginan Cetakan Didalam pedinginan produk digambarkan, bahwa ada lembaran plastik bersuhu tinggi dimasukkan kedalam cetakan, kemudian material tersebut dikeluarkan dari dalam cetakan dengan bentuk produk yang sudah berbentuk sesuai dengan bentuk cetakan tersebut dengan temperatur rendah. Dalam proses ini terjadi proses perpindahan panas yaitu dari material plastik ke permukaan forming unit. Karena pemindahan panas berlangsung secara terus menerus selama mesin berkerja, maka panas yang diterima forming unit. makin lama semakin banyak, dimana akan menyebabkan kenaikan suhu pada forming unit tersebut. Setiap kenaikan suhu pada forming unit akan menghambat terjadinya pemindahan panas, dan apabila kenaikan suhunya mencapai suhu dari material yang dimasukkan, maka proses pemindahan panas tidak dapat berlangsung, dan material plastik tetap dalam keadaan seperti semula. Untuk itu harus terjadi pembuangan panas dari forming unit.

4 11 Sebenarnya pembungan panas dari dinding forming unit dapat berlangsung secara alami. Yaitu bahwa panas yang diterima forming unit akan merambat kepermukaan luar dari cetakan, kemudian dari permukaan ini panas akan lepas secara Konveksi maupun radiasi, dan Konduksi. Tetapi karena kecepatan pembungan cara ini rendah, atau pada umumnya tidak memadai dengan jumlah panas yang diterima, maka perlu dilakukan pembuangan panas secara buatan (paksa). Pembuangan panas dari forming unit dapat dilakukan dengan membuat satu buah atau lebih saluran didekat forming unit, dimana kedalam aliran tersebut dialirkan zat yang bersifat dapat mengalir, yang dalam banyak hal dipilih air. Panas yang diterima forming unit akan merambat kedinding saluran, kemudian dari dinding saluran ini panas akan dihanyutkan oleh aliran air. 2.3 Teori Perpindahan Panas Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi dalam industri proses. Pada kebanyakan pengerjaan, diperlukan pemasukan atau pengeluaran panas untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi akibat adanya perbedaan temperatur pada suatu permukaan dengan lingkungan sekitarnya. Perpindahan panas dapat terjadi dengan tiga (3) cara, yaitu:

5 12 1. Konduksi 2. Konveksi 3. Radiasi Konduksi Secara umum perpindahan panas Konduksi adalah perpindahan panas dari benda padat ke benda padat. Panas dari suatu bagian yang bertemperatur lebih tinggi akan mengalir ke temperatur yang lebih rendah. Zat atau partikel zat dari benda yang dilalui panas ini sendiri tidak mengalir sehingga tenaga panas berpindah dari satu partikel ke lain partikel dan mencapai bagian yang dituju. Perpindahan panas cara ini disebut Konduksi; arus panasnya adalah arus panas Konduksi dan zatnya itu mempunyai sifat Konduksi panas. Konduksi panas ini bergantung kepada zat yang dilaluinya dan juga kepada distribusi temperatur dari bagian benda. Berlangsungnya Konduksi panas melalui zat dapat diketahui oleh perubahan temperatur yang terjadi. a. Perhitungan laju perpindahan panas Konduksi Persamaan umum untuk perpindahan panas dengan cara Konduksi dikenal dengan hukum Fourier (Fourier s Law) dimana Laju perpindahan panas Konduksi pada suatu plat (Gambar 2.2) sebanding dengan beda temperatur diantara dua sisi plat dan luasan perpindahan panas, tetapi berbanding terbalik dengan tebal, laju perpindahan panas

6 13 Konduksi dirumuskan seperti dibawah ini: (Chandrasa Soekardi, Perpindahan panas plat datar) Q k ka ( Tw1 Tw2) x (2.1) Dimana : Q Konduksi = Laju perpindahan panas [Watt] K = Konduktivitas thermal bahan [W/m o K] A = Luas penampang bahan yang dialiri panas [m 2 ] Tw1 = Temperatur panas yang lebih tinggi [ o K ] Tw2 = Temperatur panas yang lebih rendah [ o K] Δx = Jarak panas antra Tw1 dengan Tw2 atau tebal plat [m] Gambar 2.2 Konduksi pada plat (Frank P. Icropera 2007) Didalam perhitungan proses perpindahan panas juga terdapat persamaan untuk menghitung tahanan thermal pada suatu sistem, nilai tersebut adalah suatu nilai yang menyatakan kecepatan laju perpindahan

7 14 panas. Jadi, ketika nilai tahanan thermal pada suatu sistem semakin besar maka semakin lambat pula laju perpindahan panasnya. Untuk menghitung tahanan thermal Konduksi plat datar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : x R h ka (2.2) Dimana : R h : Tahanan thermal suatu sistem [Kelvin / Watt] Δx : Tebal plat [m] K : Konduktivitas Thermal Bahan [W/m o K] A : Luas penampang bahan yang dialiri panas [m 2 ] b. Perpindahan panas Konduksi pada pipa Pada persoalan pepindahan panas pada pipa yang berongga maka digunakan perumusan yang berbeda pada luas perpmukaan yang dilalui panas pada gambar 2.3 dibawah ini merupakan silinder panjang berongga dengan jari-jari dalam [r1], dan panjang [L] dialiri panas sebesar [Q], temperatur permukaan dalam pipa [T1] temperatur luar pipa [T2], Konduktivitas thermal silindrik [k], maka luas penampang bidang aliran panas tersebut adalah : (Chandrasa Soekardi, Thermodinamika Dasar hal 263)

8 15 A = 2. π. r. L (2.3) Sedangkan untuk perhitungan laju panas Konduksi dalam penampang pipa adalah : Q Konduksi = 2πkL ln ( r2 r1 ) (T d-t L ) (2.4) Dimana: A : Luas permukaan [m 2 ] Π : Nilai baku 3,14 r : Jari-jari [m] L : Panjang saluran [m] k : Konduktivitas Thermal bahan pipa [W/m o K] T d : Temperatur dalam pipa [ o C] T L : Temperatur Luar pipa [ o C] Gambar 2.3 Konduksi pada pipa (Frank P. Icropera 2007)

9 Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas Konveksi adalah suatu proses perpindahan panas dari permukaan benda padat ke suatu fluida tertentu yang mengalir dan berkontak langsung dengan permukaan tersebut. Didalam proses thermoforming dalam proses pendinginan terdapat proses perpindahan panas secara Konveksi yaitu ketika panas dari permukaan atas plat pencetak mengalir ke fluida air chiller pendingin yang bertemperatur 5 [ o C]. a. Laju perpindahan panas Konveksi Untuk menghitung besarnya laju perpindahan panas Konveksi pada sistem ini maka digunakan persamaan : (Chandrasa Soekardi, Thermodinamika Dasar hal. 263) Q Konveksi = h. A. (T 1 -T 2 ) (2.5) Diamana : Q Konveksi : Laju perpindahan panas Konveksi [Watt] h : Koefisien perpindahan panas Konveksi [W/m 2.o K] A : Luas permukaan plat yang berkontak langsung dengan fluida [m 2 ] T 1 : Temperaatur fluida saat keluar pemanas [ o K]

10 17 T 2 : Temperatur aliran fluida saat masuk dalam sistem pemanas [ o K] berikut : Untuk tahanan thermal Konveksi dapat dihitung dengan persamaan R h 1 h A o o (2.6) Dimana : R h : Tahanan Thermal sistem [Kelvin / Watt] h o : Koefisien perpindahan panas Konveksi [W/m 2.o K] A o : Luas permukaan plat yang berkontak langsung dengan fluida [m 2 ] Perpindahan panas secara Konveksi dapat digolongkan berdasarkan gerakan fluida sebagai media perpindahan panas, yaitu : 1. Konveksi paksa adalah perpindahan panas Konveksi yang dilakukan oleh fluida akibat adannya gaya yang bekerja pada fluida tersebut. 2. Konveksi alamiah adalah perpindahan panas Konveksi akibat gaya apung dimana fluida sebagai media perpindahan panas tidak bergerak atau tidak ada gaya yang bekerja pada fluida tersebut. Didalam perpindahan panas Konveksi secara paksa perpindahan panas dipengaruhi oleh beberapa faktor fluida yang mengalir dalam sistem, antara lain perbedaan temperatur fluida masuk dengan temperatur keluar sistem, Koefisien perpindahan panas pada fluida tersebut, dan data parameter pada penampang aliran.

11 18 b. Koefisien Perpindahan panas Konveksi Pada persamaan untuk mencari nilai perpindahan panas Konveksi ada nilai h adalah nilai dari Koefisien perpindahan panas Konveksi pada fluida. Nilai dari h merupakan nilai yang sangat berbeda dengan Konduktivitas thermal bahan k pada konsep perpindahan panas Konduksi tetapi, nilai dari h adalah nilai yang bergantng dengan geometri, properties fluida, gerak, dan perubahan temperatur fluida saat melewati sistem. Dalam menentukan nilai dari Koefisien perpindahan panas Konveksi perlu diperhatikan beberapa parameter yang tak berdimensi dimana : - Beberapa parameter digunakan untuk menentukan nilai perpindahan panas. - Parameter-parameter yang diketahui bisa digunakan untuk menentukan suatu nilai parameter angka yang tak berdimensi. Dalam hal ini parameter- parameter tersebut adalah bilangan Reynoldss, bilangan Nusselt, dan bilangan Prandtl ini biasanya digunakan untuk menentukan berapa besar nilai Koefisien perpindahan panas Konveksi Bilangan Reynoldss

12 19 Bilangan Reynoldss merupakan besaran fisis yang tidak berdimensi. Bilangan ini dipergunakan sebagai acuan dalam membedakan aliran laminer dan turbulen. Bilangan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk mengetahui jenis-jenis aliran yang berlangsung dalam air. Hal ini didasarkan pada suatu keadaan bahwa dalam satu tabung/pipa atau dalam satu tempat mengalirnya air, sering terjadi perubahan bentuk aliran yang satu menjadi aliran yang lain. Perubahan bentuk aliran ini pada umumnya tidaklah terjadi secara tiba-tiba tetapi memerlukan waktu, yakni suatu waktu yang relatif pendek dengan diketahuinya kecepatan kristis dari suatu aliran. Kecepatan kritis ini pada umumnya akan dipengaruhi oleh daimeter pipa, dan jenis zat cair yang lewat dalam pipa tersebut. Terdapat empat besaran yang menentukan apakah aliran tersebut digolongkan aliran laminier atau aliran turbulen. Keempat besaran tersebut adalah besaran massa jenis air, kecepatan aliran, kekentalan, dan diameter pipa. Kombinasi dari keempatnya akan menentukan besarnya bilangan Reynolds. Bilangan Reynoldss merupakan rasio inersia dan viskositas dalam aliran. Bilangan Reynoldss digunakan untuk menentukan aliran fluida apakah laminar, turbulen, dan transisi. Untuk menentukan nilai dari Reynoldss number (Re) untuk aliran dalam pipa digunakan : (Osborne Reynolds, 1883) Re = ρ.vs. D µ (2.7)

13 20 Dimana : Re : Bilangan Reynoldss Vs : Kecepatan aliran massa [kg/s] D : Diameter Saluran [m] µ : Viscositas dinamik fluida [kg/m.s] ρ : Kerapatan Jenis Fluida [kg/m 3 ] Jenis Aliran Fluida Didalam aliran fluida dalam suatu sistem dibedakan menjadi tiga jenis aliran yaitu, aliran laminar, aliran turbulent, dan aliran transisi ini fungsinya untuk membedakan persamaan yang akan dipakai dalam mengetahui nilai Bilangan Nusselt jenis aliran tersebut adalah : - Aliarn Laminar Aliran laminar adalah aliran yang bergerak dalam lapisan-lapisan, dimana pertukaran momentum dan massa yang terjadi secara molekular dalam skala submikroskopis dari lapisan yang mempunyai kecepatan relatif tinggi menuju lapisan yang lain yang memiliki kecepatan lebih

14 21 rendah. Partikel-partikel fluida bergerak secara berurutan mengikuti lintasan yang teratur dan memiliki kecepatan yang tetap. Kecenderungan aliran laminar menjadi turbulen diredam dengan gaya- gaya viskos yang memberikan hambatan terhadap gerak relatif lapisan-lapisan fluida. Besar bilangan Reynolds untuk aliran laminar adalah : Re < untuk aliran eksternal Re < 2300 untuk aliran internal Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relative antara lapisan. - Aliran Turbulen Aliran turbulen adalah aliran yang partikel-partikel fluidanya bergerak secara acak dengan kecepatan yang berfluktuasi dan saling interaksi antar gumpalan- gumpalan fluida. Pada aliran turbulen tidak terlihat lagi adanya lapisan fluida (lamina-lamina) sehingga aliran fluida dianggap sebagai bongkahan fluida yang bergerak secara acak. Besar bilangan Reynolds untuk aliran turbulen adalah : Re > untuk aliran eksternal Re > 4000 untuk aliran internal.

15 22 - Aliran Transisi Aliran transisi adalah aliran peralihan laminar ke aliran Turbulen. Aliran akan mengalami proses transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran turbulen. Pada aliran internal, aliran transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen terjadi pada bilangan Reynoldss antara Proses transisi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4 Gambar 2.4 Proses Transisi aliran (Cengel, Y. A, 2003) Bilangan Nusselt (Nu) Bilangan nulsselt (Nu) adalah bilangan rasio perpindahan panas Konveksi fluida dengan perpindahan panas Konduksi normal terhadap

16 23 batas dalam kondisi permukaan fluida, untuk nilai bilangan nusselt aliran dalam pipa perhitungannya dibedakan denagn jenis aliran fluida tersebut a. Aliran Laminar dalam pipa Menurut William C. Reynoldss untuk Re< 2000 maka efek dari kekasaran dan factor geseknya dapat diabaikan. Nilai Bilangan Nusselt dalam kondisi ini dapat dihitung dengan: Nu = 4,36 temperatur dinding tidak seragam (2.8) Nu = 3,66 temperatur dinding seragam Maka untung mengetahui nilai Koefisien perpindahan Konveksinya adalah : h = Nu k D (2.9) Dimana : h : Koefisien Perpindahan Panas Konveksi [W/m 2 K] k D Nu : Konduktivitas thermal dinding [W/m.K] : Diameter saluaran [m] : Bilangan Nusselt b. Aliran Turbulen dalam pipa Untuk kondisi aliran turbulen ini sering digunakan untuk menentukan nilai Koefisien perpindahan panas Konveksi. Untuk Bilangan Nusselt pada kondisi ini maka menggunakan persamaan sebagai berikut: Nu = 0,023. Re 0,8. Pr n (2.10)

17 24 Dimana nilai n untuk proses pemanasan ( dinding lebih panas dari fluida yang mengalir) adalah 0,4 sedangkan, untuk proses pendinginan (fluida lebih panas dengan dengan permukaan dinding) adalah 0,3. Maka nilai Koefisien perpindahan panas pada kondisi ini adalah : h = 0,023 Re 0,8 Pr 0,4 kf D (2.11) Dimana : h : Koefisien Perpindahan Panas Konveksi [W/m 2.K] Re : Reynolds Number Pr : Bilangan Prandtl kf : Konduktivitas Thermal Fluida [W/m.K] D : Diameter saluran [m] Bilangan Prandtl Bilangan Prandtl adalah merupakan rasio kinematik viskositas [v] fluida dengan defusivitas panas [α], dimana bilangan Prandtl ini merupakan properties thermodinamika dari fluda. Untuk beberapa jenis fluida bilangan Prandtlnya sudah disediakan dalam sebuah tabel, sedangkan untuk menghitung bilangan Prandtl tersebut digunakan persamaan sebagai berikut: Pr = v = μ Cp kf (2.12)

18 25 Dimana : Pr : Bilangan Prandl v : Viskositas kinematik fluida [m 2 /s] α : Thermal Diffusivity [m 2 /s] Cp : Panas Jenis material [J/kg.K] µ : Viskositas dinamik fluida [kg/m.s] kf : Konduktivitas panas fluida [W/m.K] Kecepatan Aliran (Vs) Kecepatan aliran adalah waktu yang dibutuhkan suatu partikel atau fluida untuk bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan. Untuk menentukan nilai dari kecepatan aliran fluida maka digunakan persamaan sebagai berikut : Vs = Q A (2.13) Dimana : Vs : Kecepatan aliran [m/s] Q : Debit pompa [m 3 /s] A : Luas penampang pipa aliran [m 2 ]

19 Perpindahan Panas Radiasi Merupakan proses terjadinya perpindahan panas tanpa menggunakan zat perantara. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan zat perantara contohnya sinar matahari menyinari bumi, panas api kompor untuk memasak air. Untuk menentukan laju perpindahan panas Radiasi maka digunakan persamaan sebagai berikut : (Chandrasa Soekardi) Q radiasi = σ.a.t 4 (2.14) Dimana : Q radiasi : Laju Perpindahan Panas Radiasi [Watt] σ : Konsptanta Boltzmann [5, ) W/m 2 K 4 ] T : Temperatur absolute permukaan benda [ o K] A : Luas Permukaan [m 2 ] Energi panas pada material (Ẇ) Dalam kategori ini yang dimaksut dengan Energi panas pada material adalah besarnya panas [Ẇ] yang dibawa oleh sebuah material atau sebuah fluida yang mengalir. Untuk menentukan besarnya laju aliran massa pada sebuah material maka menggunakan persamaan : (Chandrasa Soekardi) Ẇ = m. Cp. (T1-T2) (2.15)

20 27 Dimana : Ẇ : Energi panas yang dibawa oleh material [Watt] m : Laju aliran massa [kg/s] Cp : Panas jenis material [J/kg.K] T 1 : Temperatur rata-rata material masuk dalam sistem [ o K] T 2 : Temperatur rata-rata material keluar dari sistem [ o K] Massa Bahan (ṁ) Laju aliran massa ini adalah massa suatu bahan yang mengalir per`satuan waktu. Dalam hal ini pehitungan massa plastik yang melaju selama mesin berkerja massa plastik bisa dihitung dengan persamaan sebagai berikut : ṁ = ρ.v s (2.16) Dimana : ṁ : Massa Aliran massa [kg/s] ρ : Densiti bahan [kg/m 3 ] V : Volume Bahan [m 3 ] S : Waktu Proses [Detik]

21 Jenis Plastik Dalam proses pengerjaan Thermoforming bahan baku yang digunakan adalah lembaran-lembaran plastik yang nantinya dipanaskan dan dicetak di dalam cetakan molding dengan cara di tiup atau dengan cara divacuum. Adapun bahan bahan plastik yang sering digunakan dalam proses ini adalah sebagai berikut : PET (PolyEtylene Terephthalate) Menurut Septera (2013) PET bersifat jernih, kuat, tahan bahan kimia dan panas, serta mempunyai sifat elektrikal baik yang Jika. Pemakaiannya dilakukan secara berulang, terutama menampung air panas, lapisan polimer botol meleleh mengeluarkan zat karsinogenik dan dapat menyebabkan Kanker. PET digunakan sebagi pembungkus minuman berkarbonasi (soda), botol juice buah, peralatan tidur dan fiber tekstil. PET memiliki sifat tidak tahan panas, keras, tembus cahaya (transparan), memiliki titik leleh 85 [ºC] PP (PolyPropylene) Krisnadwi (2013) mengungkapkan Polypropylene merupakan plastik polymer yang mudah dibentuk ketika panas. PP sendiri memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia atau Chemical Resistance namun ketahanan pukul atau Impact Strengh rendah, transparan dan memiliki titik

22 29 leleh 165 [ C]. PP banyak digunakan pada kantong plastik, film, mainan, ember dan komponen-komponen otomotif PE (PolyEtylene) PE memiliki sifat-sifat diantaranya adalah permukaannya licin, tidak tahan panas, fleksibel, transparan/tidak dan memiliki titik leleh sebesar 115 [ C]. Maka dari itulah PE banyak digunakan sebagai kantong plastik, botol plastik, cetakan, film dan pada dunia modern digunakan untuk pembungkus kabel PVC (PolyVinyl Cloride) Menurut Krisnadwi (2013) PVC adalah Polyvinyl Chloride. PVC ini merupakan resin yang liat dan keras yang tidak terpengaruh oleh zat kimia lain. Sifat dari PVC ini sendiri adalah keras, kaku, dapat bersatu dengan pelarut, memiliki titik leleh [ C]. Kegunaan dalam kehidupan adalah sebagai pipa plastik (paralon), peralatan kelistrikan, dashboard mobil, atap bangunan, kemasan makanan atau obat dan lainlain PVDC (Polyvinylidene chloride) Jenis plastik ini sebenarnya hampir sama dengan jenis PVC tetapi untuk jenis ini permukaan plastik ditambahkan bahan coating untuk ketahanan karakter plastik ketika berada ditemperatur 5-60 [ o C]. jenis plastik ini banyak digunakan untuk kemasan kemasan bahan yang dituntut

23 30 karakteristiknya selalu sama pada kondisi-kondisi tertentu. Jenis plastic ini untuk permukaan PVDC ketika di cetak harus memerlukan pendinginan extra dingin karena dalam PVDC terdapat lapisan Teflon yang menghambat laju aliran panas ketika ketika proses pelepasan panas (Manuel Romaco, 2015) 2.5 Mesin Noack N921 Adalah suatu mesin Blistering (Pembungkus kemasan obat) yang menetapkan standar efisiensi, fleksibilitas pemakaian, dan teknologi dalam pengemasan tablet obat. Mesin ini mampu menghasilkan output prosuksi hinga kecepatan maksimal yaitu 500 [Pcs/menit]. Mesin ini bisa menghasilkan output besar karena menggunakan rasio putaran untuk menggerakkan fungsi dari mekanik mesin tersebut dan memaksimalkan system-sistem yang dipakai untuk mendukung kelancaran proses jalannya mesin seperti, memaksimalkan pendinginan Forming Unit, pemakaian Feeding Product secara ganda, penggunaan teknologi penggerak motor servo otomatis, dan penggunaan cetakan ganda pada setiap cycle. Adapun kekurangan pada mesin Noack N921 ini adalah mesin ini biasanya digunakan pada di daerah-daerah Eropa yang mempunyai cuaca cenderung lebih dingin, dan dirancang hanya untuk pembuatan kemasan bahan plastik jenis-jenis tertentu seperti jenis PVC dan jenis Alu-Alu

24 31 sehingga pada desain pendinginan Forming Unit sering diabaikan karena jenis plastik tersebut hanya membutuhkan pendinginan sekitar [ o C]. Gambar 2.5 Unit Mesin Noack N921

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PROSES PLASTIK Secara umum teknologi pemrosesan plastik banyak melibatkan operasi yang sama seperti proses produksi logam. Plastik dapat dicetak, dituang, dan dibentuk serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA 37 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA Pada bab ini dijelaskan bagaimana menentukan besarnya energi panas yang dibawa oleh plastik, nilai total laju perpindahan panas komponen Forming Unit

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4

REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 REYNOLDS NUMBER K E L O M P O K 4 P A R A M I T A V E G A A. T R I S N A W A T I Y U L I N D R A E K A D E F I A N A M U F T I R I Z K A F A D I L L A H S I T I R U K A Y A H FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut:

Rumus bilangan Reynolds umumnya diberikan sebagai berikut: Dalam mekanika fluida, bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia (vsρ) terhadap gaya viskos (μ/l) yang mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran tertentu. Bilangan

Lebih terperinci

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel

Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Konsep Aliran Fluida Masalah aliran fluida dalam PIPA : Sistem Terbuka (Open channel) Sistem Tertutup Sistem Seri Sistem Parlel Hal-hal yang diperhatikan : Sifat Fisis Fluida : Tekanan, Temperatur, Masa

Lebih terperinci

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Perpindahan Panas Konveksi Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola Pengantar KONDUKSI PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI RADIASI Perpindahan Panas Konveksi Konveksi

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 50 BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA 4.1 Menentukan Titik Suhu Pada Instalasi Water Chiller. Menentukan titik suhu pada instalasi water chiller bertujuan untuk mendapatkan kapasitas suhu air dingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Plastik merupakan salah satu bahan yang paling sering ditemukan dan digunakan. Bahan plastik secara perlahan-lahan mulai menggantikan gelas, kayu dan logam. Hal ini

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI Aliran Viscous Berdasarkan gambar 1 dan, aitu aliran fluida pada pelat rata, gaa viscous dijelaskan dengan tegangan geser τ diantara lapisan fluida dengan rumus: du τ µ

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB

Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Satuan Operasi dan Proses TIP FTP UB Pasteurisasi susu, jus, dan lain sebagainya. Pendinginan buah dan sayuran Pembekuan daging Sterilisasi pada makanan kaleng Evaporasi Destilasi Pengeringan Dan lain

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1. KLASIFIKASI FLUIDA Fluida dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, tetapi secara garis besar fluida dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu :.1.1 Fluida Newtonian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan panas Perpindahan panas adalah perpindahan energi karena adanya perbedaan temperatur. Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi,

Lebih terperinci

Bab III Metode Penelitian

Bab III Metode Penelitian Bab III Metode Penelitian III.1 Flowchart Penelitian Tahap-tahap dalam penelitian ini dijelaskan pada flowchart Gambar III.1. Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras Hasil Uji Struktur Mikro dan Uji Keras

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding

Tugas Akhir. Perancangan Hydraulic Oil Cooler. bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Tugas Akhir Perancangan Hydraulic Oil Cooler bagi Mesin Injection Stretch Blow Molding Diajukan Guna Memenuhi Syarat Kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Pada Program Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh:

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 009 DIKTAT KULIAH PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

JUDUL TUGAS AKHIR ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI

JUDUL TUGAS AKHIR  ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI JUDUL TUGAS AKHIR http://www.gunadarma.ac.id/ ANALISA KOEFISIEN GESEK PIPA ACRYLIC DIAMETER 0,5 INCHI, 1 INCHI, 1,5 INCHI ABSTRAKSI Alat uji kehilangan tekanan didalam sistem perpipaan dibuat dengan menggunakan

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR LORONG UDARA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI PELAT DATAR Jotho *) ABSTRAK Perpindahan panas dapat berlangsung melalui salah satu dari tiga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1) PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI

BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI BAB IV ANALISA HASIL PERANCANGAN CETAKAN INJEKSI Pada bab ini akan dibahas mengenai analisa dari hasil perancangan cetakan injeksi yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Analisa akan meliputi waktu satu

Lebih terperinci

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml

2 yang mempunyai posisi vertikal sama akan mempunyai tekanan yang sama. Laju Aliran Volume Laju aliran volume disebut juga debit aliran (Q) yaitu juml KERUGIAN JATUH TEKAN (PRESSURE DROP) PIPA MULUS ACRYLIC Ø 10MM Muhammmad Haikal Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ABSTRAK Kerugian jatuh tekanan (pressure drop) memiliki kaitan dengan koefisien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

Aliran Turbulen (Turbulent Flow)

Aliran Turbulen (Turbulent Flow) Aliran Turbulen (Turbulent Flow) A. Laminer dan Turbulen Laminer adalah aliran fluida yang ditunjukkan dengan gerak partikelpartikel fluidanya sejajar dan garis-garis arusnya halus. Dalam aliran laminer,

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Sistem pengolahan limbah botol diharapkan dapat dimanfaatkan kembali sebagai suatu bahan baru. Dengan suatu teknologi pembuatan, hasil pemanfaatan sampah secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA BULAT SKRIPSI

KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA BULAT SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS PADA PIPA BULAT SKRIPSI RINO ARDIANTO 0806368843 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JANUARI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA KOEFISIEN PERPINDAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan

BAB I PENDAHULUAN. Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik merupakan bahan baku yang berkembang saat ini. Penggunaan material plastik sebagai bahan dasar pembuatan komponen kendaraan bermotor, peralatan listrik,

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

LAJU ALIRAN MASSA DAN DEBIT ALIRAN (Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mesin Fluida)

LAJU ALIRAN MASSA DAN DEBIT ALIRAN (Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mesin Fluida) LAJU ALIRAN MASSA DAN DEBIT ALIRAN (Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mesin Fluida) Oleh: Tan Ali Al Ayubi NRP. 4216106028 Dosen Pengampu: Ede Mehta Wardhana, ST., MT. TEKNIK SISTEM PERKAPALAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa

KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa KARAKTERISTIK ZAT CAIR Pendahuluan Aliran laminer Bilangan Reynold Aliran Turbulen Hukum Tahanan Gesek Aliran Laminer Dalam Pipa ALIRAN STEDY MELALUI SISTEM PIPA Persamaan kontinuitas Persamaan Bernoulli

Lebih terperinci

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari

2 a) Viskositas dinamik Viskositas dinamik adalah perbandingan tegangan geser dengan laju perubahannya, besar nilai viskositas dinamik tergantung dari VARIASI JARAK NOZEL TERHADAP PERUAHAN PUTARAN TURIN PELTON Rizki Hario Wicaksono, ST Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma ASTRAK Efek jarak nozel terhadap sudu turbin dapat menghasilkan energi terbaik.

Lebih terperinci

BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL

BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL BAB IV KONVEKSI PAKSA ALIRAN UDARA PIPA HORIZONTAL 4.1 PENDAHULUAN Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK

BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK BAB II PRINSIP-PRINSIP DASAR HIDRAULIK Dalam ilmu hidraulik berlaku hukum-hukum dalam hidrostatik dan hidrodinamik, termasuk untuk sistem hidraulik. Dimana untuk kendaraan forklift ini hidraulik berperan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA

PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA PENGUJIAN MESIN PENGERING KAKAO ENERGI SURYA Tekad Sitepu Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Pengembangan mesin-mesin pengering tenaga surya dapat membantu untuk

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA PROSES THERMOFORMING BLISTER PACKING MESIN PAM-PAC BP-102 DENGAN 2 DESAIN

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA PROSES THERMOFORMING BLISTER PACKING MESIN PAM-PAC BP-102 DENGAN 2 DESAIN ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA PROSES THERMOFORMING BLISTER PACKING MESIN PAM-PAC BP-102 DENGAN 2 DESAIN ALAN NUARI NIM : 41315120011 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengairan Tanah Pertambakan Pada daerah perbukitan di Atmasnawi Kecamatan Gunung Sindur., terdapat banyak sekali tambak ikan air tawar yang tidak dapat memelihara ikan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dalam rumah tanaman di Laboratorium Lapangan Leuwikopo dan Laboratorium Lingkungan Biosistem, Departemen Teknik Mesin

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama

Lebih terperinci

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN LAJU ALIRAN TERHADAP EFISIENSI TERMAL DENGAN MENGGUNAKAN SOLAR ENERGY DEMONSTRATION TYPE LS-17055-2 DOUBLE SPOT LIGHT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai jenis sumber daya energi dalam jumlah yang cukup melimpah. Letak Indonesia yang berada pada daerah khatulistiwa, maka

Lebih terperinci

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

HUKUM STOKES. sekon (Pa.s). Fluida memiliki sifat-sifat sebagai berikut. HUKUM STOKES I. Pendahuluan Viskositas dan Hukum Stokes - Viskositas (kekentalan) fluida menyatakan besarnya gesekan yang dialami oleh suatu fluida saat mengalir. Makin besar viskositas suatu fluida, makin

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE

ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE ANALISIS LAJU ALIRAN PANAS PADA REAKTOR TANKI ALIR BERPENGADUK DENGAN HALF - COIL PIPE Ir.Bambang Setiawan,MT 1. Chandra Abdi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh)

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh) ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh) Aznam Barun, Eko Rukmana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH KECEPATAN ALIRAN FLUIDA TERHADAP EFEKTIFITAS PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHELL AND TUBE Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Kurikulum Sarjana Strata Satu (S-1)

Lebih terperinci

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR

DAFTARISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBARAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTARISI DAFTARTABEL DAFTARGAMBAR DAFTARSIMBOL

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE... JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv... vi DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR GRAFIK...xiii DAFTAR TABEL... xv NOMENCLATURE... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan

Lebih terperinci

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02

Perpindahan Panas. Perpindahan Panas Secara Konduksi MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 02 MODUL PERKULIAHAN Perpindahan Panas Secara Konduksi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Teknik Teknik Mesin 02 13029 Abstract Salah satu mekanisme perpindahan panas adalah perpindahan

Lebih terperinci

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman

Pendinginan Terbatas. di Dalam Rumah Tanaman di Dalam Rumah Tanaman Pengendalian lingkungan dapat meliputi beberapa parameter lingkungan, seperti cahaya, suhu, kelembaban, konsentrasi CO,, dan sebagainya. Untuk kondisi di kawasan yang beriklim tropika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tujuan Dalam proses ini untuk menetukan hasil design oil cooler minyak mentah (Crude Oil) untuk jenis shell and tube. Untuk mendapatkan hasil design yang paling optimal untuk

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem merupakan sekumpulan obyek yang saling berinteraksi dan memiliki keterkaitan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Hukum Kekekalan Massa Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov- Lavoiser adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan

Lebih terperinci

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK

PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK i PENGARUH KOEFISIEN PERPINDAHANKALOR KONVEKSI DAN BAHAN TERHADAP LAJU ALIRAN KALOR, EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI SIRIP DUA DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK TUGAS AKHIR Untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam bentuk panas.

Lebih terperinci

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN KAJIAN KARAKTERISTIK ALIRAN DAN PERPINDAHAN PANAS KONVEKSI ALAMIAH PADA SALURAN PERSEGI EMPAT BERBELOKAN TAJAM OLEH Prof. DR. Ir. Ahmad Syuhada, M.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH

PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH i PERBANDINGAN PERPINDAHAN PANAS, EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PADA SIRIP 2 DIMENSI KEADAAN TAK TUNAK ANTARA SIRIP BERCELAH DENGAN SIRIP UTUH TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Perhitungan Daya Motor 4.1.1 Torsi pada poros (T 1 ) T3 T2 T1 Torsi pada poros dengan beban teh 10 kg Torsi pada poros tanpa beban - Massa poros; IV-1 Momen inersia pada poros;

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN FISIKA BAB V PERPINDAHAN KALOR Prof. Dr. Susilo, M.S KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Lebih terperinci

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tujuan Dalam proses ini untuk menetukan hasil design oil cooler minyak mentah (Crude Oil) untuk jenis shell and tube. Untuk mendapatkan hasil design yang paling optimal untuk

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PITCH TERHADAP PENINGKATAN PERPINDAHAN PANAS PADA PENUKAR KALOR PIPA KONSENTRIK DENGAN LOUVERED STRIP INSERT SUSUNAN BACKWARD SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PENGUJIAN

BAB III SISTEM PENGUJIAN BAB III SISTEM PENGUJIAN 3.1 KONDISI BATAS (BOUNDARY CONDITION) Sebelum memulai penelitian, terlebih dahulu ditentukan kondisi batas yang akan digunakan. Diasumsikan kondisi smoke yang mengalir pada gradien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pompa Sentrifugal Pompa sentrifugal adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH) TURBO Vol. 6 No. 1. 2017 p-issn: 2301-6663, e-issn: 2477-250X Jurnal Teknik Mesin Univ. Muhammadiyah Metro URL: http://ojs.ummetro.ac.id/index.php/turbo PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Energi Matahari BAB II DASAR TEORI 2.1 Energi Matahari Matahari merupakan sebuah bola yang sangat panas dengan diameter 1.39 x 10 9 meter atau 1.39 juta kilometer. Kalau matahari dianggap benda hitam sempurna, maka energi

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN

Laporan Praktikum Operasi Teknik Kimia I Efflux Time BAB I PENDAHULUAN Page 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan efflux time dalam dunia industri banyak dijumpai pada pemindahan fluida dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan pipa tertutup serta tangki sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) David Oktavianus 1,Hady Gunawan 2,Hendrico 3,Farel H Napitupulu

Lebih terperinci

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine

BOTOL PLASTIK. Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine BOTOL PLASTIK Gisca Agustia Citara Gusti Riri Arnold Constantine Botol Plastik wadah untuk benda cair, yg berleher sempit dan terbuat dari plastik. Jenis-jenis botol plastik 1. PETE atau PET (polyethylene

Lebih terperinci