BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi HIV dan AIDS HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut adalah limfosit yang memiliki CD4 di permukaan selnya sebagai sebuah marker atau penanda. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara Berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Orang yang terinfeksi HIV nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol sehingga sistem kekebalan tubuhnya akan terganggu (KPA, 2007). AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome, merupakan kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya mudah terjangit berbagai macam penyakit (Depkes RI, 1997). 7

2 8 Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April tahun Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV dan AIDS menjadi dua kali lipat (Muninjaya, 1998). Kasus HIV dan AIDS di Bali secara kumulatif dari mulai ditemukan sampai 2011 adalah kasus. Kumulatif kasus HIV dan AIDS ( ) berdasarkan jenis kelamin tertinggi terjadi pada laki-laki (62,8%) danpada dan berdasarkan golongan umur pada umur produktif yaitu tahun (74,7%). (Dikes Provinsi Bali). Dalam Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia tahun oleh KPA Nasional disebutkan bahwa kelompok yang memiliki resiko tinggi adalah WPS, pelanggan WPS, penasun, pasangan penasun, waria, pasangan waria dan laki-laki suka laki-laki (LSL). Dari kelompok beresiko tersebut laki-laki memiliki resiko lebih tinggi yang biasa disebut laki-laki beresiko tinggi (LBT). Laki-laki pada usia muda usia reproduktif yang bekerja terpisah dari keluarga maupun tempat dimana ia biasa bermasyarakat atau bahkan sering berpindah-pindah, antara lain mereka yang bekerja di bidang pertambangan, pertanian dan perkebunan, perikanan, konstruksi (jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandar udara), kehutanan, dan transportasi jarak jauh (biasanya transportasi darat atau antar pulau), dll. Mereka pada umumnya cenderung melakukan seks berisiko maupun perilaku berisiko lain seperti mengkonsumsi miras, napza, dan hingga melakukan hubungan seks dengan WPS langsung maupun tidak langsung,

3 9 sehingga berisiko tinggi untuk penularan HIV dan AIDS serta penyakit lainnya (KPA Nasional, 2011) HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA, 2007). Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu, kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian Air Susu Ibu (ASI), (Zein, 2006). a. Seksual Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. b. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV. c. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan. d. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian dan tidak disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan hendaknya dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV.

4 10 e. Melalui transplantasi organ pengidap HIV f. Penularan dari ibu ke anak Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI. g. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan, petugas laboratorium, dan pekerja yang paling beresiko adalah wanita pekerja seks (WPS) 2.2 Wanita Pekerja Seksual (WPS) Wanita Pekerja Seksual rentan dalam pernyebaran HIV dan AIDS namun, sebagian besar negara di dunia tidak mengetahui ukuran populasi Wanita Pekerja seksual di negaranya. Penelitian menunjukkan WPS di Asia diantara polulasi wanita berkisar antara 0,2% dan 2,6% (Vandepitte et al., 2006). Berdasarkan cara bekerjanya WPS dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam(yuliawati, 2009), yaitu : a. WPS langsung (direct sex worker) Yaitu wanita yang pekerjaan utamanya adalah sebagai wanita pekerja seks b. WPS tidak langsung (indirect sex worker) Yaitu wanita yang beroperasi secara terselubung sebagai penjaja seks komersial, yang biasanya bekerja pada bidang-bidang pekerjaan tertentu atau mempunyai pekerjaan utama lain dan secara tidak langsung menjajakan seks di tempattempat hiburan seperti pramupijat, pramuria bar / karaoke. Dapat juga diartikan sebagai wanita yang melayani seks pelanggannya untuk memperoleh tambahan pendapatan di tempat ia bekerja, seperti wanita yang bekerja di panti pijat, salon, spa, bar, karaoke, diskotek, café, restoran, hotel, motel dan cottage.

5 11 Kafe merupakan tempat minum yang pengunjungnya terkadang dapat dihibur dengan musik. Bar adalah tempat minum yang menjual minuman keras seperti anggur, wiski, dan bir. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) Biasanya bar dijadikan satu dengan pub, karaoke, dan diskotik. Biasanya kafe digunakan untuk anak muda kumpul bersama, bercakap-cakap, atau sekedar minum dan makan ringan. Akan tetapi beberapa cafe di Semarang menjadi tempat pertemuan bagi kelompok lesbian, gay, dan remaja putri yang mencari klien untuk diajak bertransaksi seksual (Yuliawati, 2009) Kafe tersebut merupakan bagian dari prostitusi tidak terdaftar dan melakukan prostitusi secara gelap dan liar, baik secara perorangan maupun kelompok. WPS tidak langsung di kafe ini ada yang mencari klien sendiri, maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib, sehingga kesehatannya sangat diragukan, karena belum tentu mereka itu mau memeriksakan kesehatannya kepada dokter (Kartono, 2001) Dari enam subjek dalam penelitian kualitatif di Kota Semarang menunjukkan lebih dari setengah subjek WPS tidak langsung mengakui bahwa mereka termasuk dalam kelompok resiko tinggi akan tetapi pengetahuan, dan praktik mereka terhadap upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS masih kurang. Walaupun mereka setuju dengan pemakaian kondom sebagai upaya pencegahan yang baik, akan tetapi dalam prakteknya ketika beraktivitas seksual tidak selalu kondom mereka gunakan. Posisi tawar mereka masih rendah dalam negosiasi pemakaian kondom dengan klien. (Yuliawati, 2009) Pada tahun 1994 jumlah WPS langsung di Thailand menurun sebesar 23%, namun terjadi pergeseran ke WPS tidak langsung yang meningkat 43%, ditandai dari temuan rumah bordil yang dialih fungsi menjadi restoran, bar, karaoke bar,

6 12 dan kafe. Upaya tersebut dilakukan untuk melepaskan diri dari kontrol pemerintah, terutama pada program penggunaan kondom 100%. (Hanenberg & Rojanapithayakorn, 1998). 2.3 Layanan Voluntary Counseling Test (VCT) VCT merupakan proses konseling pra testing, konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidential dan secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang HIV & manfaat testing, pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang akan dihadapi. Konseling post testing membantu seseorang untuk mengerti & menerima status (HIV+) dan merujuk pada layanan dukungan. VCT akan memudahkan dalam penemuan kasus dan merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV (Suherman,2007). Dalam pelaksanaannya VCT memiliki prinsip-prinsip yaitu: - Rahasia yaitu hasil pemeriksaan hanya boleh diketahui oleh yang bersangkutan dan konselor yang menanyainya. Statusnya bisa dibuka hanya atas persetujuan yang bersangkutan - Sukarela yaitu tes HIV bersifat sukarela dan tidak ada paksaan dari konselor. - Konseling yaitu mempelajari pengalaman-pengalaman hidup klien dalam menghadapi permasalahan dan mempelajari perilaku beresiko klien dan menilai pemahaman klien mengenai HIV dan AIDS - Persetujuan dimana klien harum mengisi formulir persetujuan untuk melakukan tes yang kemudian ditandatangani oleh klien dan konselor.

7 13 Elemen Penting dalam VCT adalah Tersedia waktu, Penerimaan klien dan berorintasi kepada klien, Mudah di Jangkau (Accessibility) dan Confidentiality yaitu memberikan rasa nyaman bagi klien. (KPAD Sumatra Utara,). Kemudahan jangkauan VCT perlu diperhatikan karena permasalahan yang dihadapi adalah beberapa masyarakat yang ingin melakukan VCT masih enggan untuk mendatangi klinik VCT karena jarak yang jauh dan malu jika bertemu dengan orang lain (Nasronudin, 2008) 2.4 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data untuk menghasilkan informasi spasial (bereferensi keruangan). Dalam arti yang lebih sempit, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah basis data (Clean dalam Rizal, 2007). Beberapa komponen dalam sistem informasi geografis yaitu: 1. Perangkat keras (hardware) Hardware dapat berupa komputer beserta instrumennya (perangkat pendukungnya). Data yang terdapat dalam SIG diolah melalui perangkat keras. Perangkat keras dalam SIG terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Alat masukan (input), sebagai alat untuk memasukkan data kedalam jaringan komputer.

8 14 b. Alat pemrosesan, merupakan sistem dalam komputer yang berfungsi mengolah, menganalisis, dan menyimpan data yang masuk sesuai kebutuhan. c. Alat keluaran (output), yang berfungsi menayangkan informasi geografis sebagai data dalam proses SIG (Puspita, 2008). 2. Perangkat lunak (software) Merupakan sistem modul yang berfungsi untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan data yang diperlukan (Puspita, 2008). Perangkat Lunak berfungsi untuk memasukkan, menyimpan dan mengeluarkan data yang diperlukan (Utomo, 2009). Sebuah software SIG harus memiliki kemampuan menyimpan, menganalisis dan menampilkan informasi geografis. Software yang biasa digunakan dalam SIG adalah Epi Info, Google Earth dan Google Map, Google Hybrid Maps Downloader, Google Maps Downloader dan Global Mapper (Dharmaputeri, 2009). 3. Intelegensi manusia (brainware) Merupakan kemampuan manusia dalam pengelolaan dan pemanfaatan SIG secara efektif. Manusia merupakan subjek yang mengendalikan seluruh sistem sehingga diperlukan kemampuan untuk memadukan pengelolaan dengan pemanfaatan SIG, agar SIG dapat digunakan secara efektif dan efisien. Adanya koordinasi dalam pengelolaan SIG sangat diperlukan agar informasi yang diperoleh tidak simpang siur, tetapi tepat dan akurat (Puspita, 2008).

9 15 4. Data Data SIG terbagi menjadi dua jenis, yaitu data spasial dan data atribut. Data spasial adalah data dalam bentuk gambaran permukaan bumi dan letak objek yang ada dipermukaan bumi yang terkait dengan sistem koordinat tertentu. Data spasial disajikan dalam bentuk titik, garis dan poligon. Titik (point) adalah koordinat tunggal (x, y) dari sebuah dimensi objek yang spesifik yang menggambarkan posisi satu tempat dimuka bumi. Garis adalah sebuah dimensi objek yang menghubungkan dua atau beberapa titik. Poligon adalah suatu area tertutup yang disusun oleh satu garis atau lebih. Biasanya poligon diberi label atau tanda khusus (arsir atau warna) (Utomo, 2009 ; Puspita, 2009). Data atribut merupakan deskripsi dari suatu keruangan (spasial). Data ini digunakan oleh sistem-sistem manajemen basis data untuk melengkapi objek-objek yang terpetakan misalnya data penyakit, lahan, sosial budaya dan penduduk (Somantri, 2010). Secara umum dikenal tiga jenis data yang digunakan dalam aplikasi SIG. Adapun ketiga data tersebut adalah sebagai berikut: a. Titik: sebagai koordinat tunggal (x,y) yang digunakan untuk menggambarkan berbagai penampakan geografi. Merupakan jenis data yang paling sederhana. b. Garis: sebagai rangkaian koordinat (sekumpulan titik) yang tersambung dalam suatu rantai untuk menggambarkan bentuk dan jarak suatu penampakan. c. Poligon: suatu area tertutup yang disusun oleh satu garis atau lebih. Biasanya poligon diberi label atau tanda khusus (arsir, warna, dsb.) untuk membedakan dan membatasi antara satu poligon dengan poligon lainnya (Puspita, 2008).

10 Fungsi Sistem Informasi Geografis Secara umum, terdapat dua jenis fungsi analisis yaitu fungsi analisis spasial dan fungsi analisis atribut (basis data atribut). 1. Fungsi analisis spasial terdiri dari: a. Klasifikasi/Reklasifikasi Fungsi ini mengklasifikasi atau mengklasifikasi kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu seperti untuk mendapatkan data spasial kadar air atau kedalaman air tanah, kedalaman efektif, dan sebagainya. b. Jaringan (network) Fungsi ini menunjukkan data spasial titik-titik (point) atau garis-garis (lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan. Fungsi ini sering digunakan di dalam bidang-bidang transportasi dan utility. Sebagai contoh, dengan fungsi analisis spasial network, untuk menghitung jarak terdekat antara dua titik. c. Tumpang susun (overlay) Fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya. Sebagai contoh, penyebaran penderita HIV dan AIDS dengan keberadaan kafe di suatu wilayah. d. Buffering Fungsi ini akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zona dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial titik akan menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaranlingkaran yang mengelilingi titik-titik pusatnya.

11 17 e. 3D analisis Fungsi ini terdiri dari sub-sub fungsi yang berhubungan dengan presentasi data spasial dalam ruang 3 dimensi. Fungsi analisis spasial ini banyak menggunakan fungsi interpolasi. f. Pengolahan citra digital Fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster karena data spasial permukaan bumi (citra digital) banyak didapat dari perekaman data satelit yang berformat raster, maka banyak SIG raster yang juga dilengkapi dengan fungsi analisis ini. Sebagai contoh adalah koreksi geometrik, clustering, filtering, dan sebagainya. g. Geocoding Proses geocoding yaitu sebuah operasi dalam SIG untuk menstransformasikan data suatu lokasi seperti sepasang koordinat, alamat, atau nama suatu tempat ke lokasi pada peta (ESRI, 2010). 2. Fungsi analisis atribut terdiri dari: a. Operasi dasar berbasis data, mencakup membuat basis data baru, menghapus basis data, membuat tabel basis data, menghapus tabel basis data, mengisi dan menyisipkan data, membaca dan mencari data dari tabel basis data, mengubah dan mengedit data yang terdapat di dalam tabel basis data, menghapus data dari tabel basis data dan membuat indeks untuk setiap tabel basis data. b. Perluasan operasi basis data, mencakup membaca dan menulis basis data dalam sistem basis data yang lain, dapat berkomunikasi dengan sistem basis data yang lain, dapat menggunakan bahasa basis data standar SQL

12 18 (Structured Query Language), operasi-operasi atau fungsi analisis lain yang sudah rutin digunakan dalam sistem basis data (Oktriana, 2008) Jenis-jenis Peta dalam Sistem Informasi Geografis Dalam aplikasi SIG, ada beberapa jenis peta yang dapat dihasilkan antara lain: 1. Peta Cased-Based Peta case based merupakan peta yang menggunakan kasus sebagai dasar dari data yang menjadi masukannya. Yang menjadi input dalam peta case based ini dalah satu data set kasus dalam tingkat klasifikasi tertentu. Kasus yang menjadi dasar dalam peta dapat diubah bentuknya menjadi point maupun choropleth yang disesuaikan dengan keperluan variabel lainnya. Pada umumnya, peta cases based ini hanya digunakan dalam aplikasi SIG di bidang kesehatan (CDC, 2005). 2. Peta Choropleth Peta choropleth merupakan peta dimana setiap unit geografis diisi dengan serangkaian warna atau pola yang disesuaikan dengan skala yang telah ditetapkan berdasarkan unit geografisnya. Peta choropleth menggunakan serangkaian warna bergradasi untuk menunjukkan intensitas nilai yang paling rendah hingga yang paling tinggi. Peta jenis ini digunakan untuk menampilkan satu set data tertentu, misalnya warna yang paling gelap menunjukkan nilai yang paling tinggi dalam satu unit geografis. Peta choropleth juga cocok untuk menunjukkan perbedaan jenis data yang luas, seperti kepemilikan atau penggunaan lahan, tingkat kepadatan penduduk dan sebagainya (Andrienko, 2002).

13 19 3. Peta Dot density Peta dot density merupakan peta yang menggambarkan distribusi geografis dari suatu fenomena yang secara umum menggunakan simbol titik. Peta dot density sangat berguna untuk memahami distribusi geografis dari suatu fenomena yang dipetakan berdasarkan kepadatan titik yang berfungsi untuk membandingkan masing-masing daerah pada peta. Pada umumnya peta dot density lebih mudah dipahami dibandingkan peta isoline, akan tetapi dalam pengambilan informasi yang lebih spesifik, peta dot density ini lebih sulit karena dibutuhkan waktu untuk menghitung sendiri jumlah total titik yang ada pada peta sesuai dengan peningkatan jumlah kepadatan titik tersebut (Roth, 2009). 4. Peta Point Location Peta poin locationt digunakan untuk mewakili objek yang berbedabeda dengan menempatkan sebuah titik atau beberapa simbol lainnya sesuai dengan lokasinya pada peta berdasarkan variabel yang akan dipetakan. Peta point harus digunakan hanya untuk data tunggal, bukan untuk data agregat ataupun data yang telah dinyatakan dalam bentuk rasio (CSISS, 2001) Penggunaan Sistem Informasi Geografis pada Kesehatan Masyarakat SIG dapat dimanfaatkan untuk membuat peta kabupaten mencakup batas administrasi, topografi, tata ruang dan tutupan lahan, serta hidrologi. Informasi lain yang dapat diaplikasikan oleh SIG dalam program kesehatan masyarakat seperti fasilitas kesehatan, sekolah, tempat perindukan vektor, serta data epidemiologis dapat pula ditambahkan. Hasilnya dapat divisualisasikan dalam peta tunggal. Sumber daya kesehatan, penyakit tertentu, dan kejadian kesehatan lain dapat

14 20 dipetakan menurut lingkungan sekeliling dan infrastrukturnya. Informasi dalam peta ini akan berguna untuk memetakan ririko penyakit, identifikasi pola distribusi penyakit, memantau surveilan dan kegiatan penganggulangan penyakit, mengevaluasi aksesibilitas ke fasilitas pelayanan kesehatan, dan memperkirakan perjangkitan wabah penyakit.