2.1 Distributed Generation

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1 Distributed Generation"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distributed Generation Distributed Generation adalah semua jenis pembangkit skala kecil yang menghasilkan daya listrik di atau sekitar lokasi beban, baik terhubung langsung kepada sistem distribusi, terhubung langsung kepada pelanggan, atau keduanya [2]. CIGRE juga mendefinisikan bahwa kata Distributed Generation merujuk kepada semua pembangkit dengan kapasitas maksimum 50 MW hingga 100 MW yang umunya dihubungkan ke jaringan distribusi. IEEE mendefinisikan Distributed Generation sebagai pembangkitan listrik oleh fasilitas pembangkit yang lebih kecil dari pembangkit utama sehingga memungkinkan interkoneksi pada setiap titik di sistem kelistrikan [3]. Adapun pembagian jenis Distributed Generation berdasarkan ukuran pembangkitan dapat dibedakan menjadi 4, yaitu [4]: a. Micro yaitu Distributed Generation dengan ukuran ~ 1 Watt < 5 KW b. Small yaitu Distributed Generation dengan ukuran 5 KW < 5 MW c. Medium yaitu Distributed Generation dengan ukuran ~ 5 MW < 50 MW d. Large yaitu Distributed Generation dengan ukuran ~ 50 MW < ~300 MW Pengaruh Interkoneksi Distributed Generation Terhadap Jaringan Distribusi Dalam beberapa tahun terakhir, ketertarikan terhadap penggunaan pembangkit skala kecil yang disebut dengan Distributed Generation untuk 4

2 dihubungkan dengan jaringan distribusi telah mengalami peningkatan. Sumber energi yang ramah lingkungan, kebebasan dalam menghasilkan energi listrik, kebutuhan yang tinggi akan daya listrik, dan pengurangan dalam pemakaian bahan bakar fosil, merupakan beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan Distributed Generation. Struktur sistem kelistrikan konvensional dan sistem kelistrikan dengan Distributed Generation ditunjukkan pada Gambar 2.1. Kehadiran pembangkit lokal dapat berakibat pada sistem distribusi. Sebagai contoh, Distributed Generation akan merubah aliran daya pada sistem distribusi. Hal ini menyebabkan sistem distribusi tidak dapat lagi ditinjau dengan sistem yang hanya menggunakan satu arah aliran daya [5]. Selain itu, sistem kelistrikan dengan Distributed Generation yang menyebar sepanjang jaringan dsitribusi tidak dapat lagi dilihat sebagai sebuah sistem yang radial. Sedangkan hampir semua peralatan dalam sistem distribusi bekerja dengan asumsi bahwa sistem bersifat radial, seperti pengatur tegangan dan peralatan proteksi. Lebih lanjut lagi, gangguan hubung singkat pada sistem distribusi akan meningkat dengan kehadiran Distributed Generation. 5

3 (a) (b) Gambar 2.1 (a) Sistem Kelistrikan Tradisional dan (b) Sistem Kelistrikan dengan Distributed Generation 2.2 Studi Aliran Daya Studi aliran daya merupakan suatu bagian yang penting dalam analisis sistem tenaga. Studi Aliran Daya diperlukan untuk tahap perencanaan, pengaturan biaya, dan dapat menjadi peramalan untuk perencanaan pengembangan jaringan di masa depan. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan dalam aliran daya adalah menentukan besar dan sudut fasa dari tegangan pada masing masing bus, serta daya aktif dan reaktif yang mengalir pada setiap penyulang. Dalam penyelesaian sebuah aliran daya, sistem dioperasikan dalam keadaan seimbang. Besaran besaran yang menjadi parameter dalam studi aliran daya adalah besar tegangan V, sudut fasa δ, daya aktif P, dan daya reaktif Q. 6

4 Setiap bus dalam sistem tenaga listrik dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu : 1. Bus beban. Bus beban adalah bus yang tidak memiliki unsur pembangkitan tenaga listrik / generator, dan terhubung secara langsung dengan beban (konsumen). Bus beban biasa disebut dengan P-Q bus, karena pada bus ini, yang dapat diatur adalah kapasitas daya yang terpasang. P merupakan daya aktif terpasang dalam satuan Watt (W), sedangkan Q merupakan daya reaktif terpasang dalam satuan Volt Ampere Reaktif (VAR). Hubungan antara daya aktif dan daya reaktif terhubung dengan nilai cos phi (cos φ). 2. Bus generator Bus generator atau biasa disebut bus voltage controlled. Disebut demikian, karena tegangan pada bus ini biasanya dijaga konstan. Bus generator dihubungkan dengan generator yang dapat dikontrol daya aktif dan tegangannya. Pengaturan daya aktif pada bus ini diatur dengan mengontrol penggerak mula (prime mover), sedangkan pengaturan tegangan pada bus ini diatur dengan mengontrol arus eksitasi pada generator. Oleh karena daya aktif (P) dan tegangan (V) yang dapat dikontrol, maka bus ini sering disebut sebagai P-V bus. 3. Bus referensi Pada bus referensi atau biasa disebut slack bus, adalah sebuah bus generator yang dianggap sebagai bus utama karena merupakan bus yang memiliki kapasitas daya yang paling besar. Oleh karena daya yang dapat disalurkan oleh bus ini besar, maka dari itu, pada bus ini hanya nilai tegangan dan sudut fasa yang bisa diatur, sedangakan besar daya aktif dan reaktifnya akan dicari dalam perhitungan. 7

5 Dalam sistem pemrograman, tipe bus identik dengan kode angka. Dimana kode untuk bus referensi adalah angka 1, kode untuk bus generator adalah angka 2, dan kode untuk bus beban adalah angka 3. Untuk lebih jelasnya dari pembagian tipe dan kode bus, dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Tipe Bus Dalam Sistem Tenaga Listrik Tipe bus Kode Bus Nilai yang diketahui Nilai yang dihitung Bus beban 3 P, Q V, δ Bus generator 2 P, V Q, δ Bus referensi 1 V, δ P, Q Gambar 2.2 Diagram satu garis beberapa bus dari suatu sistem tenaga diperlihatkan pada Gambar 2.2 Diagram Satu Garis dari N-bus dalam Suatu Sistem Tenaga 8

6 Arus pada bus I dapat ditulis: I i = y i0 V i + y i1 (V i V 1 ) + y i2 (V i V 2 ) + + y in (V i V in ) I i = (y i0 + y i1 + y i2 + + y in ) V i y i1 V 1 y i2 V 2 y in V in ) (2.1) Kemudian, didefinisikan: Y ii = y i0 + y i1 + y i2 + + y in Y i1 = y i1 Y i2 = y i2 Y in = y in Dalam bentuk matriks admitansi dapat dinyatakan menjadi: Y 11 Y 12 Y 1n Y Y bus = [ 21 Y 22 Y 2n ] (2.2) Y i1 Y i2 Y in Sehingga Ii pada Persamaan (2.1) dapat ditulis menjadi: Atau dapat ditulis: I i = Y ii V i + Y i1 V 1 + Y i2 V Y in V n (2.3) I i = Y ii V i + n n=1 n i Y in V n (2.4) Persamaan daya pada bus I adalah: P i jq i = V i I i ; dimana V i adalah conjugate pada bus i I i = P i jq i V i (2.5) 9

7 diperoleh: Dengan melakukan substitusi Persamaan 2.5 ke Persamaan 2.4 maka P i jq i n n=1 n i V i = Y ii V i + Y in V n (2.6) Dari Persamaan 2.6 terlihat bahwa persamaan aliran daya bersifat tidak linier dan harus diselesaikan dengan metode numerik Metode Newton Raphson Kecepatan relatif dari bermacam-macam metode analisis aliran beban sukar dipastikan. Salah satu metoda untuk menghitung aliran daya adalah metode Newton-Raphson. Metode ini memiliki perhitungan lebih baik untuk sistem tenaga yang lebih besar dan tidak linier. Metode ini juga memiliki keuntungan dalam hal konvergensi yang jauh lebih cepat dan persamaan aluran daya yang dirumuskan dalam bentuk polar. Dimana penurunan rumus nya dapat dilihat sebagai berikut [4] Pada suatu bus dimana besarnya tegangan dan daya reaktif yang tidak diketahui, nilai real dan imajiner tegangan untuk setiap iterasi didapatkan dengan menghitung nilai daya reaktif terlebih dahulu. Dari Persamaan 2.5 diperoleh: P i jq i n n=1 n i V i = Y ii V i + Y in V n (2.7) Dimana i = n, sehingga diperoleh: P i jq i = V i n n=1 Y in V n (2.8) Q i = Im{ V i n n=1 Y in V n } (2.9) Untuk menerapkan metode Newton-Raphson pada penyelesaian persamaan aliran kita menyatakan tegangan bus dan admitansi saluran dalam bentuk polar. Jika kita pilih bentuk polar dan kita uraikan Persamaan 2.7 ke dalam unsur real dan imajiner maka didapatkan: 10

8 V i = V i δ i V n = V n δ n ; Y in = Y in θ in Sehingga didapatkan: P i jq i = n n=1 V i V n Y in θ in + δ n δ i (2.9) P i = n n=1 V i V n Y in cos(θ in + δ n δ i ) (2.10) Q i = n n=1 V i V n Y in sin(θ in + δ n δ i ) (2.11) Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 merupakan langkah awal perhitungan aliran daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama menggunakan nilai k = 0 merupakan nilai perkiraan awal yang diterapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan daya menggunakan Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 akan diperoleh nilai P i (k) dan Q i (k). Hasil ini digunakan untuk menghitung nilai P i (k) dan Q i (k) menggunakan persamaan berikut: P (k) (k) i = P i spec P i calc Q (k) (k) i = Q i spec Q i calc (2.12) (2.13) Hasil perhitungan Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 digunakan untuk membentuk matriks Jacobian. Persamaan matriks Jacobian disusun sebagai berikut: 11

9 (k) P i : (k) P n = (k) Q i : (k) [ Q n ] [ (k) P i P (k) i δ i δ n : : : (k) P n P (k) n δ i δ n (k) Q i Q (k) i δ i δ n : : : (k) Q n Q (k) i δ i δ n P i (k) : : : V i P n (k) V i Q i (k) V i P (k) i V n P (k) n V n Q (k) i V i : : : Q n (k) V i Q (k) n V n ] δ i (k) : δ i (k) V n (k) : [ V (k) n ] (2.14) Secara umum Persamaan 2.14 dapat disederhanakan ke dalam bentuk: [ P(k) Q (k)] = [J 1J 2 ] [ δ(k) J3 J4 V (k)] (2.15) Unsur Jacobian diperoleh dengan membuat turunan parsial dari Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 dan memasukkan nilai tegangan perkiraan pada iterasi pertama. Dimana dalam menentukan matriks Jacobian adalah sebagai berikut: Jumlah baris dan kolom matriks dibuat berdasarkan dengan [(2n-2-m) x (2n- 2-m)] dan jumlah baris dan kolom J1 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1)], jumlah baris dan kolom J2 dibuat berdasarkan [(n-1) x (n-1-m)], jumlah baris dan kolom j3 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1)], lalu jumlah baris dan kolom j4 dibuat berdasarkan [(n-1-m) x (n-1-m)]. Komponen diagonal dan off diagonal dari J1 adalah : P i n = δ n i V i V n Y in cos(θ in + δ n δ i ) (2.16) i P i δ j = V i V n Y in cos(θ in + δ n δ i ) j 1 (2.17) Komponen diagonal dan off diagonal dari J2 adalah : P i n = 2 V V i Y ii cos θ ii + n i V i Y ij cos(θ in + δ n δ i ) (2.18) i P i V j = V i Y in cos(θ in + δ n δ i ) j 1 (2.19) Komponen diagonal dan off diagonal dari J3 adalah : 12

10 Q i n = δ n i V i V n Y in cos(θ in δ n + δ i ) (2.20) i Q i δ j = V i V n Y in cos(θ in δ n + δ i ) j 1 (2.21) Komponen diagonal dan off diagonal dari J4 adalah : Q i n = 2 V Vi iy ii sin θ ii n i V i Y ij sin(θ in + δ n + δ i ) (2.22) Q i V j = V i Y in sin (θ in + δ n δ i ) j 1 (2.23) Setelah mendapatkan nilai matriks Jacobian selanjutnya dilakukan perhitungan pada nilai δ (k) dan V (k) dengan cara melakukan inverse matriks Jacobian, sehingga diperoleh bentuk sebagai berikut: [ δ(k) V (k)] = [J 1 1 J 2 ] J3 J4 [ P(k) Q (k)] (2.24) Setelah nilai δ (k) dan V (k) didapat, kita dapat menghitung nilai tersebut untuk iterasi berikutnya, yaitu dengan menambahkan nilai δ i (k) dan V i (k), sehingga diperoleh persamaan berikut: δ i (k+1) = δ i (k) + δ i (k) V i (k+1) = V i (k) + V i (k) (2.25) (2.26) Hasil perhitungan Persamaan 2.19 dan Persamaan 2.20 digunakan lagi dalam proses iterasi selanjutnya, yaitu dengan memasukkan nilai hasil ke dalam Persamaan 2.10 dan Persamaan 2.11 sebagai langkah awal perhitungan aliran daya. Proses ini dilakukan secara terus menerus sampai diperoleh nilai yang konvergen. Secara ringkas, metode penyelesaian aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 13

11 1. Tentukan nilai-nilai P i calc dan Q i calc yang mengalir ke dalam sistem pada setiap bus untuk nilai yang diperkirakan dari besar tegangan (V) dan sudut fasanya (δ) untuk iterasi pertama atau nilai tegangan yang ditentukan paling akhir untuk iterasi berikutnya 2. Hitung ΔP pada setiap rel 3. Hitung nilai-nilai untuk Jacobian dengan menggunakan nilai-nilai perkiraan atau yang ditentukan dari besar dan sudut fasa tegangan dalam persamaan untuk turunan parsial yang ditentukan dengan persamaan diferensial Persamaan 2.10 dan Persamaan Inverse matriks Jacobian dan hitung koreksi-koreksi tegangan δ i dan V i pada setiap rel 5. Hitung nilai yang baru dari V i dan δ i dengan menambahkan nilai δ i dan V i pada setiap rel 6. Kembali ke langkah 1 dan ulangi proses tersebut dengan menggunakan nilai besar dan sudut fasa tegangan yang ditentukan oleh nilai hasil terakhir sehingga semua nilai yang diperoleh lebih kecil dari indeks ketepatan yang dipilih Contoh Perhitungan Aliran Daya Dilakukan perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dimisalkan sebuah jaringan distribusi seperti digambarkan pada Gambar 2.3 mempunyai satu slack bus, satu bus generator dan satu bus beban. 14

12 Gambar 2.3 Single Line Diagram dengan 3 Bus Didapatkan nilai matriks Y dari jaringan distribusi tersebut sebagai berikut: Y = Z 11 Z 12 Z j j j30 = [ 10 + j20 26 ± j j32] Z 21 Z 22 Z j j32 26 j62 1 [ Z 31 Z 32 Z 33 ] Dengan menggunakan Persamaan 2.9, diperoleh: P 2 = V 2 V 1 Y 21 cos(θ 21 δ 2 + δ 1 ) + V 3 V 2 cos(θ 23 δ 3 + δ 2 ) + V 2 2 Y 22 2 cos θ 22 Q 2 = V 2 V 1 Y 21 sin(θ 21 δ 2 + δ 1 ) V 3 V 2 sin(θ 23 δ 3 + δ 2 ) V 2 2 Y 22 2 sin θ 22 P 3 = V 3 V 1 Y 31 cos(θ 31 δ 3 + δ 1 ) + V 3 V 2 cos(θ 32 δ 3 + δ 2 ) + V 3 2 Y 33 2 cos θ 33 15

13 Setelah didapatkan nilai P2 dan nilai Q2, dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai P i (k) dan Q i (k) sesuai Persamaan 2.12 dan Persamaan 2.13 sebagai berikut: P 2 = P 2diketahui P 2dihitung Q 2 = Q 2diketahui Q 2dihitung Dimana matriks jacobian dibentuk dengan persamaan : P 2 δ 2 = V 2 V 1 Y 21 sin(θ 21 δ 2 + δ 1 ) + V 3 V 2 Y 23 sin(θ 23 δ 3 + δ 2 ) P 2 δ 3 = V 3 V 2 Y 23 sin(θ 23 δ 3 + δ 2 ) P 2 V 2 = V 2 Y 21 cos(θ 21 δ 2 + δ 1 ) + V 3 Y 23 cos(θ 23 δ 3 + δ 2 ) + 2 V 2 Y 22 cos θ 22 P 3 δ 2 = V 3 V 2 Y 32 sin(θ 32 δ 3 + δ 2 ) P 3 δ 3 = V 3 V 1 Y 31 sin(θ 31 δ 3 + δ 1 ) + V 3 V 2 Y 23 sin(θ 32 δ 3 + δ 2 ) P 3 V 2 = V 3 Y 32 cos(θ 32 δ 3 + δ 2 ) Q 2 δ 2 = V 2 V 1 Y 21 cos(θ 21 δ 2 + δ 1 ) + V 3 V 2 Y 23 sin(θ 23 δ 2 + δ 3 ) Q 2 δ 3 = V 3 V 2 Y 23 cos(θ 23 δ 3 + δ 2 ) Q 2 V 2 = V 2 Y 21 cos(θ 21 δ 2 + δ 1 ) V 3 Y 23 sin(θ 23 δ 3 + δ 2 ) 2 V 2 Y 22 sin θ 22 S 2 sch = - (400+j250) 100 = 4 j2.5 pu 16

14 P 3 sch = = 2 pu P 2 0 = P 2 sch P 2 = -4 - (-1,14) = -2,86 Q 2 0 = Q 2 sch Q 2 = -2,5-(-2,28) = -0,22 P 3 0 = P 3 sch P 3 = 2 0,5616 = 1,4384 Lalu masukan semua nilai pada element matriks jacobian. δ 2 0 2,86 54,28 33,28 24,86 [ 1,4384] = [ 33,28 66,04 16,64] 0 [ δ 3 ] 0,22 27,14 16,64 49,72 0 V 2 Dimana, hasil perhitungan dari atas akan didapatkan : δ 2 0 = 0, δ 3 0 = 0, V 2 0 = 0, Lalu hasil selisih di atas ditambahkan dengan nilai awal δ 2 1 = 0 + (-0,045263) = 0, δ 3 1 = 0 + ( 0,007718) = 0, V 2 1 = 1 + ( 0,026548) = 0,97345 Lalu nilai yang didapatkan di atas, dimasukan lagi ke dalam matriks jacobian untuk dilakukan perhitungan pada interasi ke 2, lalu dilanjutkan sampai nilai menjadi konvergen. Lalu nilai ahkir yang akan didapatkan adalah sebagai berikut : δ 2 3 = 0, (-0, ) = 0,04706 δ 3 3 = 0, ( 0, ) = 0, V 2 3 = 0, ( 0, ) = 0,

15 Lalu nilai di atas dimasukan ke dalam Persamaan 2.9 untuk mencari besar daya aktif dan daya reaktif pada bus 3 dan bus 1 Q 3 = V 3 V 1 Y 31 sin(θ 31 δ 3 + δ 1 ) V 3 V 2 sin(θ 23 δ 3 + δ 2 ) V 3 2 Y 33 2 sin θ 33 P 1 = V 2 V 1 Y 21 cos(θ 21 δ 2 + δ 1 ) + V 3 V 1 cos(θ 13 δ 3 + δ 1 ) + V 1 2 Y 11 2 cos θ 11 Q 1 = V 3 V 1 Y 31 sin(θ 31 δ 3 + δ 1 ) V 1 V 2 sin(θ 12 δ 1 + δ 2 ) V 2 11 Y 2 11 sin θ 11 Maka hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut Q 1 = 1,4085 pu P 1 = 2,1842 pu Q 3 = 1,4617 pu Hasil perhitungan tersebut masih belum akurat sepenuhnya dan dibutuhkan iterasi lanjutan untuk menghasilkan data yang konvergen. Perhitungan iterasi yang terlalu banyak menjadi alasan digunakan simulasi menggunakan program komputer dalam melihat aliran daya pada suatu sistem kelistrikan. 2.3 Pengaturan Tegangan Tegangan yang konstan merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi dalam penyediaan tenaga listrik bagi konsumen. Penurunan tegangan yang besar pada sisi konsumen dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa peralatan listrik. Oleh karenanya, masalah pengaturan tegangan merupakan masalah operasi sistem tenaga listrik yang perlu mendapat penanganan tersendiri. 18

16 Berbeda dengan frekuensi yang sama dalam semua bagian sistem, tegangan tidak sama dalam setiap bagian sistem sehingga pengaturan tegangan menjadi lebih sulit dibandingkan dengan pengaturan frekuensi. Jika frekuensi hanya dipengaruhi oleh daya nyata MW dalam sistem, di lain pihak tegangan dipengaruhi oleh [6]: a. Arus penguat generator b. Daya reaktif beban c. Daya reaktif yang didapat dalam sistem, misalnya dari kondensator dan dari reaktor d. Posisi tap transformator Pada sistem distribusi tanpa adanya Distirbuted Generation, variasi tegangan pada jaringan umumnya disebabkan oleh kenaikan tegangan pada sisi sumber atau disebabkan oleh variasi beban. Adanya Distributed Generation pada suatu sistem radial dapat merubah keadaan. Sebuah Distributed Generation dengan pembangkitan daya rendah/sedang menyuplai beberapa beban lokal, tanpa merubah arah dari aliran daya dan mengakibatkan kenaikan tegangan. Namun, penambahan jumlah pembangkit lokal dapat menyebabkan perubahan arah aliran daya di jaringan yang terhubung dengan Distributed Generation dan di percabangan sistem distribusi lainnya. Di suatu titik percabangan dimana aliran daya telah berbalik (reverted), tegangan akan meningkat daripada menurun [7]. 19

17 2.4 Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Tanpa Adanya Distributed Generation Pada suatu saluran kelistrikan selalu terdapat jatuh tegangan. Gambar 2.4 menunjukkan one line diagram distribusi tenaga listrik yang mempunyai jatuh tegangan di sepanjang saluran tersebut. Arus I sebagai fungsi dari beban daya nyata kompleks S = PL + jql dan tegangan beban U2, sehingga: * S ( PL jql ) I (2.27) U U * 2 * 2 j(i. X LN ) I. R LN Gambar 2.4 One Line Diagram dan phasor diagram dari sebuah sistem distribusi Drop tegangan pada saluran distribusi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4 diberikan sebagai berikut: U1 U 2 I( R LN JX LN ) U 1 ( RLN PL X LNQL ) j( X LN PL RLNQL ) U 2 (2.28) U 2 20

18 Untuk aliran daya yang kecil, sudut tegangan δ diantara V2 dan V1 juga bernilai kecil, dan drop tegangan V = V 2 V 1 bisa dilakukan pendekatan dengan: RLNP X LNQL V (2.29) L V 2 Dengan semakin bertambahnya jarak dari sebuah jaringan listrik maka semakin tinggi juga jatuh tegangan yang dihasilkan sehingga mengakibatkan tegangan pada ujung kirim menjadi sangat rendah dan tidak sesuai dengan standar kelistrikan. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan profil tegangan pada awal pengirman dan pada akhir pengiriman jaringan listrik. Awal Penyulang Akhir Penyulang Gambar 2.5 Profil Tegangan 21

19 2.5 Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Dengan Adanya Distributed Generation Distributed Generation bisa dihubungkan kepada jaringan secara langsung menggunakan generator induksi atau melalui suatu interface elektronik. Untuk sebuah sistem yang memiliki beban dan Distributed Generation seperti yang ditunjukkan Gambar 2.6, drop tegangan pada feeder dapat dihitung oleh: V V 1 V2 RLN ( PL PDG ) X LN ( QL ( QDG )) V (2.30) V 2 Persamaan 2.30 menunjukkan bahwa jika Distributed Generation menghasilkan daya reaktif atau Distributed Generation tidak bertukar daya dengan jaringan (grid), Distributed Generation selalu menurunkan drop tegangan sepanjang feeder. Jika daya yang dibangkitkan lebih besar dari beban feeder, daya akan mengalir dari Distributed Generation menuju gardu induk dan menyebabkan kenaikan tegangan. Kemudian, Persamaan 2.30 menunjukkan bahwa jika Distributed Generation menyerap daya reaktif, Distributed Generation bisa meningkatkan atau menurunkan drop tegangan. Hal ini bergantung dari daya aktif dan daya reaktif Distributed Generation yang berhubungan dengan beban daya aktif dan daya reaktif serta rasio X/R jaringan. 22

20 DG GRID U0 U1 I U2 X TX Gardu Induk R LN, X LN Penyulang P DG Q P, Q L LOAD L DG Gambar 2.6 One Line Diagram untuk mengilustrasikan drop tegangan di sistem distribusi yang terdapat Distributed Generation 2.6 Standar yang Harus Dipenuhi Dalam Pemasangan Distributed Generation ke Jaringan Distribusi Ada beberapa hal yang harus dilihat dalam menghubungkan Distributed Generation ke jaringan distribusi. Kisaran tegangan pada saat kondisi normal berbeda untuk berbagai standar. Berdasarkan IEEE Std dan CENELEC EN menyebutkan variasi tegangan sebesar ±10% dari tegangan normal tanpa terhubung dengan Distributed Generation [2]. Sedangkan pada sebuah jaringan yang terhubung dengan Distributed Generation, kapasitas maksimum yang diizinkan dari sebuah Distributed Generation harus dibatasi untuk menjamin keamanan sistem. 23

21 Beberapa peraturan telah dibuat mengenai interkoneksi Dsitributed Generator ke dalam sistem, yaitu [7]: - Profil tegangan sepanjang feeder distribusi harus dijaga tidak melewati kisaran ±5% dari tegangan nominal - Power Faktor pada Distributed Generation harus dijaga pada kisaran 0,85 lagging dan 0,95 leading Jika merujuk pada standar IEEE std. 1547, dinyatakan bahwa unit Distributed Resources yang diparalelkan dengan daerah Electrical Power System (Area EPS) tidak boleh menyebabkan fluktuasi tegangan pada titik sambungan (PCC) dan harus berada pada range ±5% dari tegangan yang berlaku pada daerah EPS di PCC dan memenuhi syarat dari tegangan flicker [7]. Dimana pada standar IEC range tegangan harus berada pada rang -10% dan +5% dari tegangan standar yang telah ditetapkan. Bagaimanapun, syarat tersebut berbeda-beda untuk setiap negara. 24

22 2.7 Pengaturan Tegangan Dengan Distributed Generation Pengaturan tegangan pada jaringan distribusi yang terhubung dengan Distributed Generation dapat dilakukan oleh Distributed Generation itu sendiri. Tegangan pada sisi akhir dari gardu induk umumnya dilakukan regulasi sehingga tegangan keluaran sepanjang feeder masih berada pada kisaran tegangan yang sesuai dalam keadaan beban penuh. Tetapi, jika daya keluaran dari Distributed Generation melebihi besar beban pada feeder, akan terjadi peningkatan tegangan pada feeder. Dengan tegangan pada sisi akhir dari gardu induk yang masih dijaga untuk dapat menahan tegangan pada kisaran maksimum, menyebabkan tegangan dapat melebihi kisaran tegangan yang diizinkan [1]. Kenaikan tegangan ini dapat diatasi dengan Distributed Generation yang menyerap daya reaktif dari jaringan [2]. Generator sinkron dapat menyerap atau menghasilkan daya reaktif berdasarkan eksitasi pada generator. Ketika terjadi over eksitasi, generator menyuplai daya induktif. Dan ketika terjadi under eksitasi, generator meneyerap daya kapasitif [8]. Pengaturan tegangan lokal dengan menggunakan Distributed Generation dapat meminimalkan atau menghilangkan masalah yang disebabkan oleh penetrasi dari Distributed Generation [9]. 25

23 2.8 Step Voltage Regulator (SVR) Jaringan distribusi harus didesain agar memiliki persen tegangan yang sesuai dengan standar PLN yaitu 90%-105% dari tegangan nominal yang ditetapkan. Untuk memenuhi standar tersebut maka dilakukan berbagai upaya untuk memperbaiki tegangan yang tidak sesuai dengan standar tersebut salah satunya adalah dengan memasang SVR pada jaringan distribusi primer. Step Voltage Regulator (SVR) adalah sebuah peralatan listrik yang memiliki fungsi yang sama dengan auto-transformator dan terdapat pada jaringan distribusi primer. Step Voltage Regulator terbagi atas 2 yaitu : Step Voltage Regulator Tiga Phasa dan Step Voltage Regulator Satu Phasa. Seperti Gambar 2.7 dapat dilihat contoh pemasangan Step Voltage Regulator pada jaringan distribusi primer. Gambar 2.7 Pemasangan SVR Pada Jaringan Distribusi Primer Kombinasi penggunaan OLTC pada transformator dan SVR sering sekali dilakukan untuk mengatasi tegangan yang tidak sesusai dengan standar PLN 26

24 tersebut. Terutama untuk mengatasi rugi-rugi jaringan akibat terlalu panjangnya konduktor untuk menyalurkan energi listrik. SVR sering sekali disebut-sebut sebagai peralatan induksi yang memiliki belitan seri pada Pengatur Tegangannya dan memiliki belitan shunt diantara sisi primer dengan sisi yang akan diperbaiki. SVR yang paling banyak diproduksi dan sering digunakan di berbagai negara adalah SVR yang memiliki 32 voltage step ataupun 5/8% tegangan yang diperbaiki di setiap stepnya dimana SVR ini dapat memperbaiki tegangan sebesar ±10%. Beberapa SVR juga memiliki batas untuk memperbaiki tegangan yang diakibatkan karena besarnya rating dari SVR sehingga dapat mengurangi kemampuan SVR untuk memperbaiki tegangan [12]. Step Voltage Regulator biasanya disebut sebagai autotransformator yang memiliki tap. Untuk dapat memahami bagaimana SVR bekerja maka kita dapat membayangkannya seperti transformator dengan 2 beltan. Pada Gambar 2.8 kita dapat melihat rangkaian dasar dari sebuah trafo yang memiliki perbandingan belitan 10:1. Jika belitan primernya memiliki tegangan 1000V maka belitan sekundernya akan menghasilkan tagangan sebesar 100V atau sebesar 10% dari tegangan primer. Kedua belitan ini dapat digabungkan maka tegangannya dapat dinaikkan ataupun diturunkan.transformator tadi sekarang akann berfungsi sebagai autotransformator yang memiliki kemampuan untuk menaikkan tegangan seperti Gambar 2.9 ataupun menurunkan tegangan primer seperti Gambar 2.10 sebesar 10%. 27

25 Gambar 2.8 Transformator dengan perbandingan belitan 10 : 1 Gambar 2.9 Step-down autotransformator Gambar 2.10 Step-up autotransformator 28

26 Pada Voltage Regulator, belitan tegangan tinggi dari kedua belitan transformator terhubung shunt(paralel), dan belitan tegangan rendah terhubung seri. Belitan seri dihubungkan dengan belitan paralel dengan tujuan untuk meningkatkan dan menurunkan tegangan primer sebesar 10%. Polaritas pada koneksi belitan paralel ini dipasang sebuah motor pengatur tap yang dimana motor ini berguna untuk dapat mengganti tap dari belitan paralel ini secara otomatis. Delapan tap ditambahkan pada belitan seri untuk memperbaiki tegangan dalam skala kecil. Untuk skala yang lebih baik maka tap pada belitan seri ini menjadi 16 step tap sehingga terdapat 33 posisi termasuk netral, 16 posisi untuk menurunkan tegangan dan 16 posisi untuk menaikkan tegangan. Dan posisi tap itu ditampilkan pada indikator posisi yang terdapat pada SVR seperti Gambar 2.11 Gambar 2.11 Indikator Posisi Tap-Changer 29

27 Pergerakan dari satu kontak menuju kontak yang lainnya akan menentukan jumlah tap yang akan dihasilkannya, tap changer ini akan berpindah pindah dari satu tap penghubung menuju kedelepan tap sesuai dengan tagangan yang akan diregulasikan. Terdapat 3 tipe dari tap changer yaitu dua kontak bergerak pada tap yang sama, satu kontak bergerak pada berbagai tap, dua kontak bergerak pada tap yang berdekatan. Untuk tipe dua kontak bergerak pada tap yang sama maka kedua kontak ini akan bergerak secara bersamaan menuju tap yang sama. Keadaan ini sering disebut sebagai kondisi yang simetris karena kedua kontak ini akan membentuk posisi yang semetris. Keadaan ini dapat kita lihat pada Gambar 2.12 Gambar 2.12 Dua Kontak Bergerak pada Tap yang Sama Untuk tipe satu kontak bergerak pada berbagai tap ini memiliki keadaan dimana satu kontak akan tetap pada satu titik tap dan kontak yang lain yang akan bergerak menuju tap yang lain. Keadaan ini sering disebut sebagai keadaan yang tidak simetris karena kedua kontak akan membentuk posisi yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar

28 Gambar 2.13 Satu Kontak Bergerak pada Berbagai Tap Untuk dua kontak bergerak pada tap yang berdekatan adalah kondisi dimana kedua tap akan bergerak bersama tetapi jarak antar satu kontak dan kontak lainnya bergerak dalam tap yang berdekatan. Keadaan ini sering disebut sebagai posisi penjembatan. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 2.14 Gambar 2.14 Dua Kontak Bergerak pada Tap yang Berdekatan 31

29 2.9 Step Voltage Regulator Tiga Phasa Step Voltage Regulator tidak hanya memiliki regulator satu phasa tetapi juga memiliki Regulator yang bekerja secara tiga phasa. Pemilihan antara regulator 3 phasa ataupun satu phasa dapat dipengaruhi dari berbagai aspek seperti aspek ekonomi. Untuk keadaan seimbang lebih diutamakan untuk memakai regulator tiga phasa karena regulator tiga phasa akan bekerja lebih baik dibangkan regulator satu phasa apabila dalam keadaan seimbang. Dalam keadaan tak seimbang regulator tiga phasa tidak dianjurkan untuk digunakan karena regulator tiga phasa tidak memiliki kemampuan untuk mengkoreksi tegangan yang tidak seimbang. Keseluruhan phasa pada regulator tiga phasa hanya dikontrol oleh satu panel. Untuk tegangan yang besar yaitu diatas tegangan 20 kv disarankan untuk memakai regulator tiga phasa dikarenakan apabila memakai regulator satu phasa maka rugi rugi yang dihasilkan oleh regulator satu phasa akan sangat besar dibandingkan dengan regulator tiga phasa. Untuk pemasangan SVR tiga phasa ditunjukkan pada Gambar 2.15 Gambar 2.15 Pemasangan SVR Tiga Phasa 32

30 2.10 Pengaturan Tegangan dengan Step Voltage Regulator Transformer Step Voltage Regulator yang diaplikasikan pada sistem distribusi biasanya merupakan sebuah automatic voltage regulator yang bekerja secara mekanis dan berfungsi untuk mengatasi adanya tegangan kurang (under voltage) maupun tegangan lebih (under voltage) [10]. Pada umumnya AVR pada jaringan distribusi adalah sebuah trafo yang mempunyai kumparan tegangan tinggi dan mempunyai kumparan tegangan rendah yang terhubung pada tap yang dapat dipindahkan untuk menghasilkan tegangan yang diinginkan. Skematik diagram Step Voltage Regulator ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.16 Skematik Diagram Step Voltage Regulator Step Voltage Regulator biasanya dipasang pada beberapa tempat, yaitu: - Pada penyulang (Diletakkan sebelum titik yang mengalami drop tegangan) - Pada penyulang khusus 33

31 Step Voltage Regulator biasanya hanya mengijinkan maksimal perbaikan tegangan pada kisaran ± 10% dari tegangan primer dalam 32 step. Dimana 16 step masing-masing buat menaikkan tegangan dan menurunkan tegangan. AVR dapat dipasang pada penyulang ataupun pada gardu induk [7]. Pada Gambar 2.17 dapat dilihat bahwa Step Voltage Regulator dapat dipasang lebih dari satu dalam sebuah jaringan untuk meperbaiki tegangan pada jaringan distrbusi [11]. Gambar 2.17 Pemasangan SVR pada jaringan distribusi 34

32 2.11 Aplikasi SVR Pada Sistem Tenaga lain adalah: Beberapa tipe jaringan distribusi yang dapat diperbaii dengan SVR antara 1. Jaringan Satu Phasa 2. Jaringan Tiga Phasa 4 Kawat 3. Jaringan Tiga Phasa 3 Kawat Jaringan Satu Phasa SVR juga dapat dipasang pada jaringan distribusi sekunder yaitu jaringan distribusi satu pahasa yaitu dengan menggunakan 1(satu) buah SVR. Pemasangan SVR pada jaringan distribusi sekunder ini biasanya digunakan untuk mengatasi jaringan distribusi sekunder yang memiliki jarak kirim listrik yanng sangat jauh biasanya ini pada pedesaan. Dikarenakan panjangnya konduktor yang dgunakan untuk mengirim listrik maka rugi rugi jaringan pun akan semakin besar. Semakin besarnya rugi-rugi maka voltage drop yang terjadi pada jaringan tersebut akan semakin besar. Untuk mengatasi voltage drop yang terlalu besar maka digunakan SVR untuk menaikkan tegangan yang akan dikirimkan. Memperbaiki tegangan dengan menaikkan tegangan melalui OLTC pada Gardu Induk tidaklah memungkinkan dikarenakan dapat membahayakan konsumen yang berada dekat dengan Gardu Induk tesebut. Pada Gambar 2.18 dan Gambar 2.19 kita dapat melihat pemasangan SVR pada jaringan distribusi satu phasa dan diagaram phasor yang dihasilkannya. 35

33 Gambar 2.18 Pemasangan SVR Pada Sirkuit 1 Phasa Gambar 2.19 Diagram Phasor SVR pada sirkuit 1 Phasa Jaringan Tiga Phasa 4 Kawat SVR pada jaringan tiga phasa 4 kawat tidaklah jauh berbeda dengan pada jarngan tiga phasa 3 kawat, hanya saja pada pemasangan SVR disini yaitu dengan menggunakan 4 kawat yaitu menggunakan kawat netral. Dimana ketiga netral yang keluar dari masing-masing SVR akan disatukan dengan kawat netral pada jaringann 36

34 distribusi tersebut sehingga belitan primer pada ketiga SVR ini dikonfigurasikan dengan belitan wye. Pada Gambar 2.20 dan Gambar 2.21 dapat dilihat pemasangan SVR pada jaringan distribusi tiga phasa empat kawat dan gambar digaram phasornya. Gambar 2.20 Pemasangan SVR pada Jaringan 3 Phasa 4 Kawat Gambar 2.21 Digram Phasor SVR Pada Jaringan 3 Phasa 4 Kawat 37

35 Jaringan 3 Phasa 3 Kawat Jaringan 3 phasa 3 kawat terbagi atas dua jenis yaitu 1) Dengan menggunakan 2 SVR 2) Dengan menggunakan 3 SVR Apabila jaringan 3 phasa 3 kawat dipasang 2 buah SVR satu phasa maka kedua SVR ini akan dikoneksikan hanya kepada kedua phasanya saja. Kedua phasa ini akan diperbaiki tegangannya masing-masing, dimana phasa ketiga berfungsi untuk membaca rata-rata dari kedua phasa tersebut. Kedua regulator ini akan memiliki perbedaan phasa sebesar 30º. Jika dilihat dari rotasi phasanya pada Gambar 2.23 maka salah satu SVR akan memiliki tegangan yang arusnya lagging dari tegangannya, dan SVR lainnya akan memiliki arus leading dari tegangan. Untuk pemasangan dari 2 SVR pada jaringan 3 phasa 3 kawat dapat dilihat dari Gambar 2.22 Gambar 2.22 Pemasangan 2 SVR Pada Jaringan 3 Phasa 3 Kawat 38

36 Gambar 2.23 Digaram Phasor 2 SVR pada Jaringan 3 Phasa 3 Kawat Untuk Jaringan 3 Phasa 3 Kawat yang menggunakan 3 SVR adalah pemasangan 3 buah SVR pada masing-masing phasanya. Koneksi yang dipakai untuk 3 SVR ini adalah menggunakan hubungan delta. Untuk pemasangan 3 SVR pada jaringan 3 phasa 3 kawat dan diagram phasornya dapat dilihat pada Gambar 2.24 dan Gambar

37 Gambar 2.24 Pemasangan 3 SVR pada Jaringan 3 Phasa 3 Kawat Gambar 2.25 Diagram Phasor 3 SVR pada Jaringan 3 Phasa 3 Kawat Penentuan Rating SVR Penentuan rating arus pada SVR ditunjukkan pada Persamaan 2.31: I rated = beban3 V L L 3 (2.31) Penentuan rating SVR sama dengan penentuan rating pada transformator. Apabila SVR yang dipasang adalah SVR satu phasa maka penentuan ratingnya ditunjukkan pada Persamaan

38 kva = (V Rated I Rated )/1000 (2.32) Apabila SVR dipasang pada jaringan 3 phasa 4 kawat maka VRated yang digunakan adalah VL-L/ 3, jika dipasang pada jaringan 3 phasa 3 kawat maka VRated yang digunakan adalah VL-L. Apabila SVR yang dipasang adalah SVR tiga phasa maka penentuann rating dari SVR dapat ditunjukkan pada persamaan 2.33 kva = (V Rated I Rated 3)/1000 (2.33) 2.12 Penentuan Titik Optimasi Penempatan SVR Langkah yang diambil dalam penempatan SVR diprioritaskan dengan menggunakann perhitungan aliran daya sebelum dan sesudah terpasangnya SVR dan juga dapat ditentukan dengan menggunakan metode percentual factor dalam menghitung setiap konfigurasi untuk menentukan kandidat bus yang terbaik apabila terpasang SVR dengan mempertimbangkan segala faktor. Percentual Factor menggunakan prinsip dasar dari simpangan baku ataupun deviasi standar. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan untuk pemasangan SVR ini adalah faktor tegangan yang kurang ataupun melebihi tegangan nominal. Percentual Factor yang mempertimbangkan keseluruhan tegangan bus disimbolkan dengan Fatv% didefenisikan sebagai Persamaan 2.34 [13]. Fat v % = N (V f nom v i ) 2 i=1 Dimana : N i=1(v nom v 0 i ) (2.34) N = Jumlah Bus 41

39 Vnom v i 0 v i f = Tegangan Nominal = Tegangan pada setiap bus sebelum terpasang SVR = Tegangan pada setiap bus setelah terpasang SVR Jika Fatv% adalah faktor yang menghitung deviasi standar dari seluruh bus yang ada, maka faktor lain yang diperhitungkan adalah dengan menghitung deviasi standar dari setiap bus yang hanya mengalami tegangan kritis yaitu bus yang memiliki tegangan diluar dari tegangan nominal jaringan distribusi PLN 20 kv. Perhitungan menggunakan standart deviasi ini dapat menentukan peletakan SVR terbaik untuk mencapai tegangan nominal jaringan distribusi. Semakin kecil nilai stanndar deviasinya maka semakin baik tegangan yang dapat dihasilkan Faktor kedua yang dapat mempengaruhi peletakkan SVR adalah faktor rugirugi daya (Power Loss). Faktor rugi-rugi ini dapat dirumuskan pada Persamaan 2.35 Fat p % = M PL f j=1 i M f j=1 PL (2.35) Dari kedua faktor tersebut maka untuk mempertimbangkan kandidat bus yang terbaik dapat dilakukan dengan 3 cara, dan 3 faktor ini akan dipertimbangkan dengan menggunakan rumus Technical Factor yang dapat dilihat pada Persamaan 2.36, 2.37, 2.38 FT1 = 1 Fat v % + 0 Fat p % (2.36) FT2 = 0 Fat v % + 1 Fat p % (2.37) FT3 = 0.5 Fat v % + 0,5 Fat p % (2.38) Perhitungan FT dilakukan di setiap kandidat bus selama proses penempatan SVR berlangsung. Semakin kecil nilai dari FT maka semakin baiklah konfigurasi dari penempatan SVR. 42

40 Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penempatan SVR adalah sebagai berikut: 1) Jalankan aliran daya dan tentukan kandidat-kandidat bus yang akan dipasang SVR 2) Letakkan SVR pada kandidat bus dimulai dari titik awal yang berada didalam range 96-99% 3) Jalankan perhitungan aliran daya, setting tap position untuk mendapatkan keseluruhan tegangan pada titik kandidat bus tersebut 4) Hitung nilai dari FT untuk konfigurasi ini 5) Ulangi langkah kedua sampai pada kandidat bus terakhir 6) Prosedur selesai sampai akhir dari titik didalam range 96-99% 7) Konfigurasi dengan nilai FT terkecil adalah konfigurasi terbaik 2.13 Peletakan dan Pengaturan Tap Pada Step Voltage Regulation Step Voltage Regulator dapat diletakkan pada awal jaringan distribusi yang mengalami tegangan ±5% dari standar tegangan. Step Voltage Regulator diletakkan pada awal jaringan distribusi dikarenakan untuk mengatasi tegangan jatuh pada akhir penyulang sehingga tegangan jatuh pada akhir penyulang tidak menjadi terlalu tinggi. Pada Gambar 2.26 merupakan contoh gambar peletakan dari Step Voltage Regulator pada jaringan 20 KV di Thailand [14] 43

41 Gambar 2.26 Contoh Peletakan SVR pada jaringan distribusi di Thailand Step Voltage Regulator mempunyai 10 tap yang berguna untuk menaikkan maupun menurunkan tegangan. Pada saat jaringan distribusi memiliki tegangan diatas dari tegangan standar yang telah ditetapkan maka SVR berfungsi sama seperti sebuah trafo step-down. Apabila jaringan distribusi memiliki tegangan dibawah dari tegangan standar yang telah ditetapkan maka SVR berfungsi sama seperti sebuah trafo step-up. Pengaturan Tap untuk SVR tidak dibahas didalam tugas akhir ini dikarenakan Tap pada SVR bekerja secara otomatis. Tap-Tap pada SVR dapat digunakan untuk menghasilkan meanaikkan ataupun menurunkan tegangan sebesar ±5% dari tegangan masukkan, Tap pada SVR dapat kita lihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Pengaturan Tap pada Step Voltage Regulator Tap Position Tap rate(%)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan peralatan listrik yang saling terhubung membentuk suatu sistem yang digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik pada

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Listrik Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah sistem distribusi. Sistem distribusi juga merupakan bagian yang paling

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI 2.1.Studi Aliran Daya Studi aliran daya di dalam sistem tenaga listrik merupakan studi yang penting.studi aliran daya merupakan studi yang mengungkapkan kinerja dan aliran daya (nyata

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR STUDI REGULASI TEGANGAN MENGGUNAKAN STEP VOLTAGE REGULATOR. PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION

TUGAS AKHIR STUDI REGULASI TEGANGAN MENGGUNAKAN STEP VOLTAGE REGULATOR. PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION TUGAS AKHIR STUDI REGULASI TEGANGAN MENGGUNAKAN STEP VOLTAGE REGULATOR PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION Diajukan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Static VAR Compensator Static VAR Compensator (SVC) pertama kali dipasang pada tahun 1978 di Gardu Induk Shannon, Minnesota Power and Light system dengan rating 40 MVAR. Sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Daya Listrik Peningkatan terhadap kebutuhan dan konsumsi energi listrik yang baik dari segi kualitas dan kuantitas menjadi salah satu alasan mengapa perusahaan utilitas

Lebih terperinci

Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic Voltage Regulator

Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic Voltage Regulator Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic oltage Regulator ja Darmana Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi ndustri Universitas Bung Hatta E-mail : ija_ubh@yahoo.com ABSTRAK Pada jaringan

Lebih terperinci

STUDI PENGATURAN TEGANGAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG TR 5 GI TARUTUNG)

STUDI PENGATURAN TEGANGAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG TR 5 GI TARUTUNG) STUDI PENGATURAN TEGANGAN PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERHUBUNG DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG TR 5 GI TARUTUNG) Andika Handy (1), Zulkarnaen Pane (2) Konsentrasi Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Pustaka Semakin pesatnya pertumbuhan suatu wilayah menuntut adanya jaminan ketersediaannya energi listrik serta perbaikan kualitas dari energi listrik, menuntut para

Lebih terperinci

STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS

STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS OLEH : PANCAR FRANSCO 2207100019 Dosen Pembimbing I Prof.Dr. Ir. Adi Soeprijanto,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gardu Induk, Jaringan Distribusi, dan Beban seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1

BAB II DASAR TEORI. Gardu Induk, Jaringan Distribusi, dan Beban seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 BAB II DASAR TEORI 2.1 UMUM Sistem Tenaga Listrik terdiri dari Pusat Pembangkit, Jaringan Transmisi, Gardu Induk, Jaringan Distribusi, dan Beban seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 di bawah ini. Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS PEHITUNGAN RUGI-RUGI DAYA PADA GARDU INDUK PLTU 2 SUMUT PANGKALAN SUSU DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI ELECTRICAL TRANSIENT ANALYZER

ANALISIS PEHITUNGAN RUGI-RUGI DAYA PADA GARDU INDUK PLTU 2 SUMUT PANGKALAN SUSU DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI ELECTRICAL TRANSIENT ANALYZER ANALISIS PEHITUNGAN RUGI-RUGI DAYA PADA GARDU INDUK PLTU SUMUT PANGKALAN SUSU DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SIMULASI ELECTRICAL TRANSIENT ANALYZER Asri Akbar, Surya Tarmizi Kasim Konsentrasi Teknik Energi

Lebih terperinci

PENENTUAN TITIK INTERKONEKSI DISTRIBUTED GENERATION

PENENTUAN TITIK INTERKONEKSI DISTRIBUTED GENERATION PENENTUAN TITIK INTERKONEKSI DISTRIBUTED GENERATION (DG) PADA JARINGAN 20 KV DENGAN BANTUAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY STUDI KASUS : PLTMH AEK SILAU 2 Syilvester Sitorus Pane, Zulkarnaen Pane Konsentrasi

Lebih terperinci

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN

PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PERBAIKAN REGULASI TEGANGAN Distribusi Tenaga Listrik Ahmad Afif Fahmi 2209 100 130 2011 REGULASI TEGANGAN Dalam Penyediaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING

BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat dalam sistem tenaga listrik antara lain hubung singkat 3 phasa,

Lebih terperinci

atau pengaman pada pelanggan.

atau pengaman pada pelanggan. 16 b. Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2.1). Sistem distribusi

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator,

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK. karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik seperti generator, BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK II.1. Sistem Tenaga Listrik Struktur tenaga listrik atau sistem tenaga listrik sangat besar dan kompleks karena terdiri atas komponen peralatan atau mesin listrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegangannya menjadi tegangan tinggi, tegangan ekstra tinggi, dan tegangan ultra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tegangannya menjadi tegangan tinggi, tegangan ekstra tinggi, dan tegangan ultra BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Berdasarkan sistem tenaga listrik konvensional, energi listrik dibangkitkan pada pusat pembangkit dengan daya yang besar. Kemudian dinaikkan

Lebih terperinci

Bahan Ajar Ke 1 Mata Kuliah Analisa Sistem Tenaga Listrik. Diagram Satu Garis

Bahan Ajar Ke 1 Mata Kuliah Analisa Sistem Tenaga Listrik. Diagram Satu Garis 24 Diagram Satu Garis Dengan mengasumsikan bahwa sistem tiga fasa dalam keadaan seimbang, penyelesaian rangkaian dapat dikerjakan dengan menggunakan rangkaian 1 fasa dengan sebuah jalur netral sebagai

Lebih terperinci

STUDI ALIRAN DAYA PADA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT) 150 kv DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE POWERWORLD VERSI 17

STUDI ALIRAN DAYA PADA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT) 150 kv DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE POWERWORLD VERSI 17 STUDI ALIRAN DAYA PADA SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA (SUMBAGUT) 50 kv DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE POWERWORLD VERSI 7 Adly Lidya, Yulianta Siregar Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen

Lebih terperinci

STUDI ALIRAN DAYA PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERINTERKONEKSI DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG PM.6 GI PEMATANG SIANTAR)

STUDI ALIRAN DAYA PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERINTERKONEKSI DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG PM.6 GI PEMATANG SIANTAR) STUDI ALIRAN DAYA PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV YANG TERINTERKONEKSI DENGAN DISTRIBUTED GENERATION (STUDI KASUS: PENYULANG PM.6 GI PEMATANG SIANTAR) Rimbo Gano (1), Zulkarnaen Pane (2) Konsentrasi Teknik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distributed Generation Distributed Generation adalah sebuah pembangkit tenaga listrik yang bertujuan menyediakan sebuah sumber daya aktif yang terhubung langsung dengan jaringan

Lebih terperinci

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic Voltage Regulator

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V8.i4 ( ) Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic Voltage Regulator Perbaikan Jatuh Tegangan Dengan Pemasangan Automatic Voltage Regulator Ija Darmana Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi IndustriUniversitas Bung Hatta E-mail : ija_ubh@yahoo.com Submitted: 23-07-2015,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi Sistem distribusi merupakan keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang besar (seperti gardu transmisi)

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].

BAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1]. BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui gandengan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 2.1 Umum BAB II JARINGAN DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK Kehidupan moderen salah satu cirinya adalah pemakaian energi listrik yang besar. Besarnya pemakaian energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka

Lebih terperinci

ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV

ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV ANALISA RUGI-RUGI PADA GARDU 20/0.4 KV Oleh Endi Sopyandi Dasar Teori Dalam penyaluran daya listrik banyak digunakan transformator berkapasitas besar dan juga bertegangantinggi. Dengan transformator tegangan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti

BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN. Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti 6 BAB II TRANSFORMATOR DAYA DAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN 2.1 Sistem Tenaga Listrik Tenaga listrik dibangkitkan dipusat pusat listrik (power station) seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP dan PLTGU kemudian disalurkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dibangkitkan oleh pembangkit harus dinaikkan dengan trafo step up. Hal ini 2.1 Sistem Transmisi Tenaga Listrik BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sistem transmisi adalah sistem yang menghubungkan antara sistem pembangkitan dengan sistem distribusi untuk menyalurkan tenaga listrik yang dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Gambar 1. Diagram Satu Garis Sistem Daya Listrik [2] Gambar 2 menunjukkan bahwa sistem tenaga listrik terdiri dari tiga kelompok jaringan yaitu pembangkitan, transmisi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI 15 BAB III LANDASAN TEORI Tenaga listrik dibangkitkan dalam Pusat-pusat Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTP dan PLTD kemudian disalurkan melalui saluran transmisi yang sebelumnya terlebih dahulu dinaikkan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci: kualitas daya, kapasitor bank, ETAP 1. Pendahuluan. 2. Kualitas Daya Listrik

Abstrak. Kata kunci: kualitas daya, kapasitor bank, ETAP 1. Pendahuluan. 2. Kualitas Daya Listrik OPTIMALISASI PENGGUNAAN KAPASITOR BANK PADA JARINGAN 20 KV DENGAN SIMULASI ETAP (Studi Kasus Pada Feeder Srikandi di PLN Rayon Pangkalan Balai, Wilayah Sumatera Selatan) David Tampubolon, Masykur Sjani

Lebih terperinci

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)

DAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Tiga Bagian Utama Sistem Tenaga Listrik untuk Menuju Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Pada dasarnya, definisi dari sebuah sistem tenaga listrik mencakup tiga bagian penting, yaitu pembangkitan, transmisi, dan distribusi, seperti dapat terlihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Daya listrik memberikan peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi modren sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu kebutuhan yang paling penting untuk menunjang kehidupan manusia saat ini. Penyaluran energi listrik konvensional dalam memenuhi

Lebih terperinci

Jurnal Media Elektro Vol. V No. 2 ISSN: ANALISIS RUGI-RUGI DAYA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv PADA SISTEM PLN KOTA KUPANG

Jurnal Media Elektro Vol. V No. 2 ISSN: ANALISIS RUGI-RUGI DAYA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv PADA SISTEM PLN KOTA KUPANG ANALISIS RUGI-RUGI DAYA JARINGAN DISTRIBUSI 20 kv PADA SISTEM PLN KOTA KUPANG Sri Kurniati. A, Sudirman. S Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknik, Undana, AdiSucipto Penfui, Kupang, Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh.

BAB II DASAR TEORI. a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan tempat dimana. ke gardu induk yang lain dengan jarak yang jauh. BAB II DASAR TEORI 2.1. Sistem Jaringan Distribusi Pada dasarnya dalam sistem tenaga listrik, dikenal 3 (tiga) bagian utama seperti pada gambar 2.1 yaitu : a. Pusat pusat pembangkit tenaga listrik, merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi daya Beban yang mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kv, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 250 kva, 50 Hz yang didistribusikan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.

BAB II TRANSFORMATOR. magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. BAB II TRANSFORMATOR II.1 Umum Transformator atau trafo adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan energi listrik atau memindahkan dan mengubah energi listrik bolakbalik dari satu level ke level

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. melakukan kerja atau usaha. Daya memiliki satuan Watt, yang merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Daya Daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energi yang digunakan untuk melakukan kerja atau

Lebih terperinci

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Listrik Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan pelanggan adalah sistem distribusi. Sistem distribusi juga merupakan bagian yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dalam kehidupan sehari-hari, baik penggunaan skala rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. sekunder dalam kehidupan sehari-hari, baik penggunaan skala rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk saat ini, energi listrik bisa menjadi kebutuhan primer ataupun sekunder dalam kehidupan sehari-hari, baik penggunaan skala rumah tangga maupun skala besar/kecil

Lebih terperinci

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN

BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN 39 BAB III KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN 3.1 Sistem Distribusi Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, PLTP, dan PLTP dan yang lainnya, dengan tegangan yang

Lebih terperinci

OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO

OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO OPTIMALISASI KUALITAS TEGANGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK PELANGGAN PLN BERDASAR PADA WINDING RATIO Muhammad Ade Nugroho, 1410017211121 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

PENGUJIAN TAPPING TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20

PENGUJIAN TAPPING TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 Laporan Penelitian PENGUJIAN TAPPING TRANSFORMATOR DISTRIBUSI 20 Oleh : Ir. Leonardus Siregar, MT Dosen Tetap Fakultas Teknik LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS HKABP NOMMENSEN MEDAN 2013 Kata Pengantar Puji

Lebih terperinci

ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU INDUK NGAGEL

ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU INDUK NGAGEL Analisis Teoritis Penempatan Transformator Distribusi Menurut Jatuh Tegangan Di Penyulang Bagong ANALISIS TEORITIS PENEMPATAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI MENURUT JATUH TEGANGAN DI PENYULANG BAGONG PADA GARDU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Tenaga Listrik Sistem Tenaga Listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator,

Lebih terperinci

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK

MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK SIMULASI ALIRAN DAYA PADA DIVISI WIRE ROD MILL (WRM) PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) TBK. DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP 7 Andri Wibowo 1, Ir. Tedjo Sukmadi 2 1 Mahasiswa dan

Lebih terperinci

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014 PERBANDINGAN METODE FAST-DECOUPLE DAN METODE GAUSS-SEIDEL DALAM SOLUSI ALIRAN DAYA SISTEM DISTRIBUSI 20 KV DENGAN MENGGUNAKAN ETAP POWER STATION DAN MATLAB (Aplikasi Pada PT.PLN (Persero Cab. Medan) Ken

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK

BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK BAB III PERENCANAAN INSTALASI SISTEM TENAGA LISTRIK 3.1 Tahapan Perencanaan Instalasi Sistem Tenaga Listrik Tahapan dalam perencanaan instalasi sistem tenaga listrik pada sebuah bangunan kantor dibagi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pengukuran dan Pengambilan Data Pengambilan data dengan cara melakukan monitoring di parameter yang ada dan juga melakukan pengukuran ke lapangan. Di PT.Showa Indonesia Manufacturing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu kebutuhan utama bagi penunjang dan pemenuhan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu kebutuhan utama bagi penunjang dan pemenuhan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin pesat memicu kebutuhan akan energi, terutama energi listrik. Masalah listrik menjadi polemik yang berkepanjangan dan memunculkan

Lebih terperinci

BAB II TRANSFORMATOR

BAB II TRANSFORMATOR BAB II TRANSFORMATOR 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mengubah suatu nilai arus maupun tegangan (energi listrik AC) pada satu rangkaian listrik atau lebih ke rangkaian listrik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya

BAB IV ANALISA DATA. Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya BAB IV ANALISA DATA Berdasarkan data mengenai kapasitas daya listrik dari PLN dan daya Genset di setiap area pada Project Ciputra World 1 Jakarta, maka dapat digunakan untuk menentukan parameter setting

Lebih terperinci

PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR PEMASANGAN KAPASITOR BANK UNTUK PERBAIKAN FAKTOR DAYA PADA PANEL UTAMA LISTRIK GEDUNG FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR M. Hariansyah 1, Joni Setiawan 2 1 Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan :

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN. panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang. Berikut dibawah ini data yang telah dikumpulkan : BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data yang Diperoleh Dalam penelitian ini menggunakan data di Pembangkit listrik tenaga panasbumi Unit 4 PT Pertamina Geothermal Energi area Kamojang yang telah dikumpulkan

Lebih terperinci

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 1/April 2014

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 1/April 2014 STUDI TATA ULANG LETAK TRANSFORMATOR PADA JARINGAN DISTRIBUSI 20 KV APLIKASI PT.PLN (PERSERO) RAYON BINJAI TIMUR Raja Putra Sitepu,Eddy Warman Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

ANALISIS KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK IDENTIFIKASI BEBAN LEBIH DAN ESTIMASI RUGI-RUGI PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH

ANALISIS KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK IDENTIFIKASI BEBAN LEBIH DAN ESTIMASI RUGI-RUGI PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni ANALISIS KETIDAKSEIMBANGAN BEBAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI UNTUK IDENTIFIKASI BEBAN LEBIH DAN ESTIMASI RUGI-RUGI PADA JARINGAN TEGANGAN RENDAH Yoakim Simamora, Panusur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tegangan tiap bus, perubahan rugi-rugi daya pada masing-masing saluran dan indeks kestabilan tegangan yang terjadi dari suatu

Lebih terperinci

BAB III TAPPING DAN TAP CHANGER 3.1 Penentuan Jumlah Tap Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pusat beban, hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar dalam penyaluran daya listrik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terkait. Pada penelitian terdahulu yaitu menentukan optimasi penempatan kapasitor bank dengan algoritma kecerdasan buatan seperti Algoritma Genetika oleh Imam Robandi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Distribusi Tenaga Listrik Sistem tenaga listrik adalah kumpulan atau gabungan dari komponenkomponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi,

Lebih terperinci

ANALISIS GENERATOR DAN MOTOR = V. SINKRON IÐf SEBAGAI PEMBANGKIT DAYA REAKTIF SISTEM

ANALISIS GENERATOR DAN MOTOR = V. SINKRON IÐf SEBAGAI PEMBANGKIT DAYA REAKTIF SISTEM Sugeng A Karim, Analisis Generator dan Motor Sinkron Sebagai Pembangkit Daya Reaktif Sistem ANALISIS GENERATOR DAN MOTOR = V. SINKRON IÐf (2) SEBAGAI PEMBANGKIT DAYA REAKTIF SISTEM (Drs. Sugeng A. Karim,

Lebih terperinci

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1. Umum Berdasarkan standard operasi PT. PLN (Persero), setiap pelanggan energi listrik dengan daya kontrak di atas 197 kva dilayani melalui jaringan tegangan menengah

Lebih terperinci

Studi Perbaikan Stabilitas Tegangan Kurva P-V pada Sistem Jawa-Bali 500kV dengan Pemasangan Kapasitor Bank Menggunakan Teori Sensitivitas

Studi Perbaikan Stabilitas Tegangan Kurva P-V pada Sistem Jawa-Bali 500kV dengan Pemasangan Kapasitor Bank Menggunakan Teori Sensitivitas Studi Perbaikan Stabilitas Tegangan Kurva P-V pada Sistem Jawa-Bali 500kV dengan Pemasangan Kapasitor Bank Menggunakan Teori Sensitivitas Tutuk Agung Sembogo Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sinkron antara tegangan, frekuensi, dan sudut fasa. Operasi ini akan menyatakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sinkron antara tegangan, frekuensi, dan sudut fasa. Operasi ini akan menyatakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Stabilitas Sistem Tenaga Permasalahan utama yang terjadi di sistem tenaga adalah operasi sinkron antara tegangan, frekuensi, dan sudut fasa. Operasi ini akan menyatakan keserempakan

Lebih terperinci

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus

Lebih terperinci

DAYA PADA RANGKAIAN BOLAK-BALIK.

DAYA PADA RANGKAIAN BOLAK-BALIK. DAYA PADA RANGKAAN BOLAK-BALK http://evan.weblog.ung.ac.id KONSEP DASAR DAYA PADA RANGKAAN AC FASA TUNGGAL Daya dalam watt yang diserap oleh suatu beban pada setiap saat sama dengan jatuh tegangan (voltage

Lebih terperinci

PENEMPATAN SVC (STATIC VAR COMPENSATOR ) PADA JARINGAN DISTRIBUSI DENGAN ETAP 7.5.0

PENEMPATAN SVC (STATIC VAR COMPENSATOR ) PADA JARINGAN DISTRIBUSI DENGAN ETAP 7.5.0 Jurnal Sains, Teknologi dan Industri, Vol. 12, No. 1, Desember 2014, pp. 1-8 ISSN 1693-2390 print/issn 2407-0939 online PENEMPATAN SVC (STATIC VAR COMPENSATOR ) PADA JARINGAN DISTRIBUSI DENGAN ETAP 7.5.0

Lebih terperinci

BAB III PENGGUNAAN KAPASITOR SHUNT UNTUK MEMPERBAIKI FAKTOR DAYA. daya aktif (watt) dan daya nyata (VA) yang digunakan dalam sirkuit AC atau beda

BAB III PENGGUNAAN KAPASITOR SHUNT UNTUK MEMPERBAIKI FAKTOR DAYA. daya aktif (watt) dan daya nyata (VA) yang digunakan dalam sirkuit AC atau beda 25 BAB III PENGGUNAAN KAPASITOR SHUNT UNTUK MEMPERBAIKI FAKTOR DAYA 3.1 Pengertian Faktor Daya Listrik Faktor daya (Cos φ) dapat didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara daya aktif (watt) dan daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Tentang Pentanahan Netral Dalam kaitan dengan pentanahan netral sistem tenaga, beberapa penelitian terdahulu telah diidentifikasi, misalnya dalam pemilihan

Lebih terperinci

BAB III SISTEM KELISTRIKAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA. 3.1 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

BAB III SISTEM KELISTRIKAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA. 3.1 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa BAB III SISTEM KELISTRIKAN MOTOR INDUKSI 3 PHASA 3.1 Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa Telah disebutkan sebelumnya bahwa motor induksi identik dengan sebuah transformator, tentu saja dengan demikian

Lebih terperinci

PENENTUAN SLACK BUS PADA JARINGAN TENAGA LISTRIK SUMBAGUT 150 KV MENGGUNAKAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY

PENENTUAN SLACK BUS PADA JARINGAN TENAGA LISTRIK SUMBAGUT 150 KV MENGGUNAKAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY PENENTUAN SLACK BUS PADA JARINGAN TENAGA LISTRIK SUMBAGUT 150 KV MENGGUNAKAN METODE ARTIFICIAL BEE COLONY Tommy Oys Damanik, Yulianta Siregar Konsentrasi Teknik Energi Listrik, Departemen Teknik Elektro

Lebih terperinci

SKRIPSI RESTU DWI CAHYANTO Oleh :

SKRIPSI RESTU DWI CAHYANTO Oleh : STUDI PERBAIKAN KUALITAS TEGANGAN DAN RUGI-RUGI DAYA PADA PENYULANG PUPUR DAN BEDAK MENGGUNAKAN BANK KAPASITOR, TRAFO PENGUBAH TAP DAN PENGGANTIAN KABEL PENYULANG SKRIPSI Oleh : RESTU DWI CAHYANTO 04 03

Lebih terperinci

SOAL UJIAN KOMPREHENSIF WAKTU : 100 MENIT. 1. Yang bukan merupakan representasi dari suatu algoritma adalah..

SOAL UJIAN KOMPREHENSIF WAKTU : 100 MENIT. 1. Yang bukan merupakan representasi dari suatu algoritma adalah.. SOAL UJIAN KOMPREHENSIF WAKTU : 100 MENIT 1. Yang bukan merupakan representasi dari suatu algoritma adalah.. a. Pseudocode b. Flow chart c. Nassi d. Programming language e. Entity 2. Di bawah ini adalah

Lebih terperinci

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2)

Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Generator Sinkron Ahmad Qurthobi, MT. Teknik Fisika Telkom University Ahmad Qurthobi, MT. (Teknik Fisika Telkom University) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) 1 / 35 Outline 1

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik

Gambar 2.1 Skema Sistem Tenaga Listrik Generator Transformator Pemutus Tenaga Distribusi sekunder Distribusi Primer 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik Secara garis besar, suatu sistem tenaga listrik yang lengkap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tegangan tiap bus, perubahan rugi-rugi daya pada masing-masing saluran dan indeks kestabilan tegangan yang terjadi dari suatu

Lebih terperinci

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø

BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø BAB II MOTOR INDUKSI 3 Ø 2.1. Prinsip Kerja Motor Induksi Pada motor induksi, supply listrik bolak-balik ( AC ) membangkitkan fluksi medan putar stator (B s ). Fluksi medan putar stator ini memotong konduktor

Lebih terperinci

1 * 22 V2. Simulasi Load Flow Analysis ETAP 12

1 * 22 V2. Simulasi Load Flow Analysis ETAP 12 Simulasi Load Flow Analysis ETAP 1 1.1 DASAR TEORI Dalam studi analisa aliran daya didapat beberapa kegunaan antara lain : Untuk mengetahui setiap tegangan pada sinyal yang ada dalam sistem Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PENGGUNAAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN TERHADAP PERBAIKAN TEGANGAN JARINGAN 20 KV. 4.1 Perhitungan Jatuh Tegangan di Jaringan 20 kv

BAB IV PENGGUNAAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN TERHADAP PERBAIKAN TEGANGAN JARINGAN 20 KV. 4.1 Perhitungan Jatuh Tegangan di Jaringan 20 kv 39 BAB IV PENGGUNAAN PENGUBAH SADAPAN BERBEBAN TERHADAP PERBAIKAN TEGANGAN JARINGAN 20 KV 4.1 Perhitungan Jatuh Tegangan di Jaringan 20 kv persamaan 3.2 Untuk mencari jatuh tegangan di delapan penyulang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PERANCANGAN INSTALASI DAN EFEK EKONOMIS YANG DIDAPAT

BAB IV ANALISA PERANCANGAN INSTALASI DAN EFEK EKONOMIS YANG DIDAPAT BAB IV ANALISA PERANCANGAN INSTALASI DAN EFEK EKONOMIS YANG DIDAPAT 4.1. Perancangan Instalasi dan Jenis Koneksi (IEEE std 18-1992 Standard of shunt power capacitors & IEEE 1036-1992 Guide for Application

Lebih terperinci

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 3, April 2013 ISSN

Jurnal Media Elektro, Vol. 1, No. 3, April 2013 ISSN Analisis Jatuh Pada Penyulang 20 kv Berdasarkan pada Perubahan Beban (Studi Kasus Penyulang Penfui dan Penyulang Oebobo PT. PLN Persero Rayon Kupang) Agusthinus S. Sampeallo, Wellem F. Galla, Rendi A.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Untuk menjaga agar faktor daya sebisa mungkin mendekati 100 %, umumnya perusahaan menempatkan kapasitor shunt pada tempat yang bervariasi seperti pada rel rel baik tingkat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (216) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B27 Optimasi Aliran Daya Satu Phasa Pada Sistem Distribusi Radial 33 Bus IEEE dan Sistem Kelistrikan PT. Semen Indonesia Aceh Untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Adapun tampilan Program ETAP Power Station sebagaimana tampak ada gambar berikut:

PENDAHULUAN. Adapun tampilan Program ETAP Power Station sebagaimana tampak ada gambar berikut: PENDAHULUAN Dalam perancangan dan analisis sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real.hal ini dikarenakan sulitnya meng-uji coba suatu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Informasi Umum 4.1.1 Profil Kabupaten Bantul Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak antara 07

Lebih terperinci

Perbaikan Tegangan untuk Konsumen

Perbaikan Tegangan untuk Konsumen Perbaikan Tegangan untuk Konsumen Hasyim Asy ari, Jatmiko, Ivan Bachtiar Rivai Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Surakarta Abstrak Salah satu persyaratan keandalan sistem penyaluran tenaga listrik

Lebih terperinci

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS

ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS NASKAH PUBLIKASI ANALISIS GANGGUAN HUBUNG SINGKAT TIGA FASE PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ETAP POWER STATION 7.0 Diajukan oleh: FAJAR WIDIANTO D 400 100 060 JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK

BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK BAB III PERANCANGAN DIAGRAM SATU GARIS RENCANA SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK 3.1 TAHAP PERANCANGAN DISTRIBUSI KELISTRIKAN Tahapan dalam perancangan sistem distribusi kelistrikan di bangunan bertingkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian skripsi ini antara lain adalah: 1. Studi literatur, yaitu cara menelaah, menggali, serta mengkaji teoremateorema

Lebih terperinci

SIMULASI OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR MENGGUNAKAN METODA ALGORITMA KUANTUM PADA SISTEM TEGANGAN MENENGAH REGION JAWA BARAT

SIMULASI OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR MENGGUNAKAN METODA ALGORITMA KUANTUM PADA SISTEM TEGANGAN MENENGAH REGION JAWA BARAT SIMULASI OPTIMASI PENEMPATAN KAPASITOR MENGGUNAKAN METODA ALGORITMA KUANTUM PADA SISTEM TEGANGAN MENENGAH REGION JAWA BARAT Mart Christo Belfry NRP : 1022040 E-mail : martchristogultom@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III. PERANCANGAN PERBAIKAN FAKTOR DAYA (COS φ) DAN PERHITUNGAN KOMPENSASI DAYA REAKTIF

BAB III. PERANCANGAN PERBAIKAN FAKTOR DAYA (COS φ) DAN PERHITUNGAN KOMPENSASI DAYA REAKTIF BAB III PERANCANGAN PERBAIKAN FAKTOR DAYA (COS φ) DAN PERHITUNGAN KOMPENSASI DAYA REAKTIF 3.1. Perancangan Perbaikan Faktor Daya ( Power Factor Correction ) Seperti diuraikan pada bab terdahulu, Faktor

Lebih terperinci

Penempatan Dan Penentuan Kapasitas Optimal Distributed Generator (DG) Menggunakan Artificial Bee Colony (ABC)

Penempatan Dan Penentuan Kapasitas Optimal Distributed Generator (DG) Menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Penempatan Dan Penentuan Kapasitas Optimal Distributed Generator (DG) Menggunakan Artificial Bee Colony (ABC) Oleh : Ahmad Zakaria H. 2207100177 Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir. Imam Robandi, MT. Ir. Sjamsjul

Lebih terperinci

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni 2014

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 3/ Juni 2014 ANALISIS PERBANDINGAN PENGARUH BEBAN SEIMBANG DAN TIDAK SEIMBANG TERHADAP REGULASI TEGANGAN DAN EFISIENSI PADA BERBAGAI HUBUNGAN BELITAN TRANSFORMATOR TIGA FASA Yuliana Tanjung [1], A. Rachman Hasibuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PEMASANGAN DISTIBUTED GENERATION (DG) TERHADAP PROFIL TEGANGAN DAN RUGI-RUGI DAYA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 18 BUS

ANALISIS DAMPAK PEMASANGAN DISTIBUTED GENERATION (DG) TERHADAP PROFIL TEGANGAN DAN RUGI-RUGI DAYA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 18 BUS F.10. Analisis dampak pemasangan distributed generation (DG)... (Agus Supardi dan Romdhon Prabowo) ANALISIS DAMPAK PEMASANGAN DISTIBUTED GENERATION (DG) TERHADAP PROFIL TEGANGAN DAN RUGI-RUGI DAYA SISTEM

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI DAYA SISTEM DISTRIBUSI DENGAN PENINGKATAN INJEKSI JUMLAH PEMBANGKIT TERSEBAR. Publikasi Jurnal Skripsi

ANALISIS RUGI DAYA SISTEM DISTRIBUSI DENGAN PENINGKATAN INJEKSI JUMLAH PEMBANGKIT TERSEBAR. Publikasi Jurnal Skripsi ANALISIS RUGI DAYA SISTEM DISTRIBUSI DENGAN PENINGKATAN INJEKSI JUMLAH PEMBANGKIT TERSEBAR Publikasi Jurnal Skripsi Disusun Oleh : RIZKI TIRTA NUGRAHA NIM : 070633007-63 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Menentukan lokasi dan kapasitas optimal SVC pada sistem transmisi 150 kv subsistem Bandung Selatan dan New Ujungberung menggunakan algoritma genetika membutuhkan

Lebih terperinci

STUDI ANALISA PEMASANGAN KAPASITOR PADA JARINGAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV TERHADAP DROP TEGANGAN (APLIKASI PADA FEEDER 7 PINANG GI MUARO BUNGO)

STUDI ANALISA PEMASANGAN KAPASITOR PADA JARINGAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV TERHADAP DROP TEGANGAN (APLIKASI PADA FEEDER 7 PINANG GI MUARO BUNGO) STUDI ANALISA PEMASANGAN KAPASITOR PADA JARINGAN UDARA TEGANGAN MENENGAH 20 KV TERHADAP DROP TEGANGAN (APLIKASI PADA FEEDER 7 PINANG GI MUARO BUNGO) Oleh : Sepanur Bandri 1 dan Topan Danial 2 1) Dosen

Lebih terperinci