DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN BIO-EKOLOGI DAN FISIK DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR MARIANA TAKANDJANDJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN BIO-EKOLOGI DAN FISIK DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR MARIANA TAKANDJANDJI"

Transkripsi

1 DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN BIO-EKOLOGI DAN FISIK DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR MARIANA TAKANDJANDJI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-Ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir Tesis ini. Bogor, Oktober 2009 Mariana Takandjandji NIM. E

3 ABSTRACT MARIANA TAKANDJANDJI. Captive Breeding Design of Timor Deer According to Bio-ecological and Physical Area Analysis at Forest Research Station, Dramaga Bogor. Supervised by BURHANUDDIN MASY UD and AHMAD MACHMUD THOHARI. Timor deer provides a potential value as an alternative to the conventional meat substitution. Unfortunately, the deer population in natural habitat tends to decline from time to time due to uncontrolled hunting and their habitat destruction. The captive breeding of deer has also not developed rapidly due to lack of information on managing and designing the captive program. The research on timor deer captive breeding was conducted at Forest Research (FR) Station Darmaga (57.75 ha), on December April The research objective is to study the captive breeding design of timor deer (Rusa timorensis Blainville 1822) and analyze the forest area feasibility for deer captive breeding, and to developt alternative design of the captive breeding. This research observed the species diversity of vegetation, productivity of grass, animal wildlife diversity, bio-ecologycal and physical component, and financial analysis of the deer captive breeding. The measurement of grass productivity was cariedout within outside the captive breeding area. The research resulted that average productivity of grass within the captive breeding area was about g/m 2 /day and outside the captive breeding about g/m 2 /day. The carrying capacity of the area was about individual/ha/year. The bio-ecological analysis show that the study area was able to support the captive breeding. The physical analysis of the study area, suggested that the total area could be allocated for four utilization zones, ie. captive breeding zone (7.42%), headquarter zone (6.82%), outdoor recreation zone (7.36%), and buffer zone (6.78%). Financial analysis of deer captive breeding was estimated economicly feasible. Keywords: designing, captive breeding, timor deer, bio-ecological, financial analysis

4 RINGKASAN MARIANA TAKANDJANDJI. Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-Ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY UD dan AHMAD MACHMUD THOHARI. Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi dimana seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan. Namun populasi rusa timor pada habitat alam cenderung menurun sejalan dengan pengrusakan habitat dan perburuan liar yang tidak terkendali. Oleh karena itu, pembangunan penangkaran rusa timor merupakan salah satu alternatif yang perlu dikembangkan. Sejauh ini, penangkaran rusa timor belum berkembang secara optimal karena kurangnya informasi tentang pengelolaan dan pembuatan desain penangkaran. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan pada penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Darmaga, Bogor mulai bulan Desember 2008 sampai dengan April Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji dan menganalisis kelayakan lokasi penangkaran, menganalisis desain penangkaran untuk perkembangbiakan rusa dan meningkatkan pemanfaatan Hutan Penelitian Dramaga, Bogor sebagai habitat rusa timor dan eko-wisata ditinjau dari komponen bio-ekologi dan fisik lokasi. Metode pengumpulan data dilakukan melalui pendekatan studi literatur, wawancara, dan pengamatan langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen bio-ekologi berupa pakan dan cover cukup terpenuhi dengan nilai gizi dan palatabilitas yang memenuhi syarat, daya dukung yang terpenuhi (22,32 ekor/ha/tahun), menjadikan areal HP Dramaga, Bogor cocok dan layak untuk penangkaran rusa timor. Komponen fisik lokasi menggambarkan bahwa aksesibilitas, iklim, curah hujan, topografi, tanah, dan air pada kawasan HP Dramaga sangat mendukung pengembangan penangkaran rusa timor. Total luas kawasan HP Dramaga sebesar 55,75 ha didesain dan dialokasikan menjadi empat zona, yaitu zona pembiakan (7,42%), zona perkantoran (6,82%), zona wisata alam (7,36%), dan zona penyangga (6,78%). Analisis finansial menunjukkan bahwa penangkaran rusa timor dengan sistem intensif dari jumlah populasi bibit awal sebanyak 15 ekor terdiri dari 5 ekor jantan dan 10 ekor betina, cukup memberi keuntungan. Populasi rusa timor hingga tahun ke sepuluh sebanyak 115 ekor (67 jantan dan 48 betina). Rusa yang dimanfaatkan adalah rusa jantan sebanyak 54 ekor sehingga sisa populasi rusa di penangkaran sebanyak 61 ekor terdiri dari 13 jantan dan 48 betina dengan sex ratio sebesar 1 : 4. Analisis biaya-keuntungan (BCR) dengan basis bunga 18% diperoleh sebesar 1,43 dengan kemampuan mengembalikan modal penangkaran diperkirakan dalam 3,14 tahun. Kata kunci: desain, penangkaran, rusa timor, bio-ekologi, analisis finansial

5 Hak cipta milik IPB Tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

6 DESAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR BERDASARKAN ANALISIS KOMPONEN BIO-EKOLOGI DAN FISIK DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR MARIANA TAKANDJANDJI Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

7 Judul Tesis : Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-Ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Nama : Mariana Takandjandji NIM : E Disetujui Komisi Pembimbing Ketua Anggota Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud, MS Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA NIP NIP Diketahui Koordinator Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro MS NIP NIP Tanggal Ujian: 23 Oktober 2009 Tanggal Lulus:

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. (R) Dr. M. Bismark, MS. APU

9 Kupersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang yang kucintai, kukasihi dan kusayangi, yakni suami (Harisetijono), anak-anakku (Hadi Prasetyo dan Arief Setyo Nugroho), orangtuaku (R. Takandjandji dan Kahi Timba), dan kakek-nenekku (Benyamin Hani dan Siti Maimunah), semoga semuanya berbahagia dunia akhirat. Amin...

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis yang berjudul Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor dapat diselesaikan. Penelitian dan penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini sangat berarti bagi penulis dalam upaya menambah khasanah pengetahuan mengenai desain penangkaran rusa timor ditinjau dari aspek bio-ekologi dan fisik. Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth. Bapak Dr. Ir. Burhanuddin Masy ud, MS sebagai Ketua Komisi dan Bapak Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA sebagai Anggota Komisi, yang telah membimbing dan memberi dorongan serta masukan kepada penulis, sejak pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian, hingga penulisan tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Yth. Bapak Prof. (R) Dr. M. Bismark, MS APU sebagai Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis atas bimbingan, dan arahannya dalam penulisan tesis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sekretariat Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada program Research School di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga kepada Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, yang telah mendanai penulis dalam menempuh pendidikan, dan kepada rekan-rekan di Kelompok Peneliti KSDA baik Peneliti maupun Teknisi serta rekan-rekan di penangkaran rusa Dramaga yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik materi maupun moril selama melakukan penelitian dan penulisan tesis. Penulis menghaturkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Ternak di Bogor (Dr. Ir. Chalid Thalib, MS dan Prof. Dr. Ir. I Wayan Rangkuti, MSc), yang telah

11 membantu meminjamkan peralatan berupa timbangan rusa selama melakukan penelitian. Terima kasih juga disampaikan kepada Kelompok Peneliti Konservasi Tanah dan Air, Mikrobiologi, dan Botani pada P3HKA, serta Kelompok Peneliti Kimia dan Energi pada Pusat Litbang Hasil Hutan yang telah membantu meminjamkan timbangan elektrik dan oven selama penelitian. Terima kasih disampaikan pula kepada Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atas kerjasama dan bantuannya. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada suami tercinta Harisetijono, ananda Hadi Prasetyo dan Arief Setyo Nugroho yang telah memberikan perhatian, dorongan, dan doa hingga penulisan tesis berakhir. Ungkapan terima kasih disampaikan juga kepada yang tersayang ayahanda dan ibunda, yang tercinta nenek serta semua keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih disampaikan kepada teman-teman KVT yaitu Rozza, Dewi, Glen, Paijo, Toto, Andi, Yayuk, Tedy, Aswan, Iman yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis agar tetap semangat, juga kepada Bapak Sofwan, Bibi Uum, Mbak Irma, Bapak Hendrianto (Bob) dari landscape yang telah banyak membantu penulis. Teman-teman Research School yakni Lincah, Rozza, Wida, Edah, Danu, Totok, Santiyo, Mody, Andianto, Fike, Yanto, Hengky, dan Suryanto terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penelitian dan penulisan tesis. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikannya. Penulis menyadari, banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, baik dari segi penyajian materi, tata bahasa, konsistensi, metode maupun analisis data. Oleh karena itu, saran dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor khususnya dan Indonesia umumnya. Bogor, Oktober 2009 Penyusun, Mariana Takandjandji NIM. E

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 08 Mei 1962 dari pasangan R. Takandjandji (ayah) dan Kahi Timba (ibu). Pendidikan penulis adalah Sekolah Dasar Masehi di Payeti II, Waingapu dan Sekolah Menengah Pertama serta Menengah Atas Negeri di Waingapu. Tahun 1981 penulis tercatat sebagai mahasiswi pada Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana Kupang dan lulus pada tahun Penulis menikah dengan Harisetijono pada tahun 1991, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Hadi Prasetyo (16 tahun) dan Arief Setyo Nugroho (13 tahun). Sejak tahun 1987 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Balai Penelitian Kehutanan Kupang di Nusa Tenggara Timur yang menangani penangkaran rusa timor dan burung paruh bengkok. Tahun 2006, penulis pindah tugas di Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. Tahun 2007, alhamdulillah penulis mendapat kesempatan dari Badan Litbang Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan melalui program Research School pada Sekolah Pascasarjana, Mayor Konservasi Biodiversitas Tropika, Institut Pertanian Bogor.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor Penangkaran Rusa Timor Nilai Ekonomi Perencanaan Tapak Perancangan Tapak Analisis Tapak Zonasi Partisipasi Masyarakat GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Kondisi Fisik Kondisi Biologi Sarana dan Prasarana METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Jenis Data yang diukur Teknik Pengumpulan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komponen Bio-ekologi Komponen Fisik Lokasi Desain Penangkaran Rusa Analisis Finansial Penangkaran Rusa Manajemen Penangkaran Rusa Timor Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat... 72

14 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman 1 Spesies dan subspesies rusa di Indonesia Luas masing-masing lokasi berdasarkan peruntukan lahan Jumlah petak pengamatan analisis vegetasi di HP Dramaga 32 4 Lokasi dan kondisi areal pengamatan produktivitas hijauan pakan rusa di HP Dramaga Kandungan nutrisi hijauan pakan rusa di HP Dramaga Jenis kelamin, dan ukuran kandang rusa yang digunakan dalam penelitian rusa timor di HP Dramaga Rancangan penelitian konsumsi dan palatabilitas pakan rusa timor di HP Dramaga Rataan Produktivitas hijauan pakan segar di HP Dramaga Indeks Palatabilitas hijauan pakan rusa di HP Dramaga Hasil perhitungan nilai gizi pakan rusa yang dikonsumsi berdasarkan bahan kering Jenis mamalia yang terdapat di HP Dramaga Jenis reptil di HP Dramaga Hasil analisis komponen fisik lokasi penangkaran Penataan zonasi dalam penangkaran Jenis dan ukuran kandang yang terdapat dalam zona pembiakan Jenis fasilitas dan ukuran perkantoran di HP Dramaga Jenis dan ukuran fasilitas wisata alam Hasil analisis finansial penangkaran rusa timor di HP Dramaga... 69

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan alir desain penangkaran rusa timor berdasarkan analisis komponen bio-ekologi dan fisik di HP Dramaga, Bogor Lokasi pembangunan penangkaran rusa timor di HP Dramaga Konsumsi hijauan pakan rusa timor di penangkaran rusa Bangunan shelter dalam penangkaran rusa di HP Dramaga... 61

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisis tumbuhan bawah di dalam areal penangkaran rusa timor di HP Dramaga Analisis vegetasi pada tingkat semai di HP Dramaga Analisis vegetasi pada tingkat pancang di HP Dramaga Analisis vegetasi pada tingkat tiang di HP Dramaga Analisis vegetasi pada tingkat pohon di HP Dramaga Analisis tumbuhan bawah di luar areal penangkaran rusa timor di HP Dramaga Rata-rata kadar biomassa dan berat kering hijauan pakan Di HP Dramaga Konsumsi hijauan pakan rusa timor di penangkaran Berat badan rusa timor yang diberi pakan campuran dan prasmanan di HP Dramaga Jenis aves yang terdapat di HP Dramaga Kondisi awal Hutan Penelitian Dramaga Tata letak masing-masing zona di dalam areal HP Dramaga Lokasi pengembangan penangkaran rusa di HP Dramaga Fasilitas di dalam zona pembiakan rusa dan perkantoran Bangunan pengolahan limbah di HP Dramaga Sketsa pagar luar dan dalam penangkaran Tata letak fasilitas pada zona wisata alam di HP Dramaga Biaya investasi, tetap dan variabel di penangkaran rusa timor HP Dramaga Jenis penerimaan di penangkaran rusa di HP Dramaga Rincian penerimaan usaha penangkaran rusa berdasarkan tingkat suku bunga 18% Analisis finansial berdasarkan suku bunga (10,20, 40%) Hasil analisis finansial NPV, BCR, IRR usaha penangkaran rusa timor di HP Dramaga Perkiraan produksi rusa timor di penangkaran HP Dramaga Kuota pemanfaatan hasil penangkaran rusa timor di HP Dramaga

18 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai Kepulauan Nusa Tenggara. Namun keberadaan populasi rusa timor pada habitat alami semakin menurun sehingga di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1999, jenis ini memiliki status konservasi yang tergolong langka. Penurunan populasi disebabkan rusa sering dijadikan sebagai target buruan, karena rusa memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Potensi ekonomi yang dimiliki rusa dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pemenuhan kesejahteraan manusia. Nilai ekonominya tidak hanya berasal dari hasil penjualan komoditas dan hasil ikutannya seperti daging, ranggah, velvet, kulit tetapi juga potensi intrinsik yang dimiliki seperti keunikan bentuk tubuh dan tingkah lakunya dapat memberikan kepuasan psikologis. Potensi ini dapat dikembangkan sebagai bagian dari jasa lingkungan yang memiliki nilai yang tinggi sebagai objek rekreasi. Sebagai satwa yang dilindungi, bentuk pengembangan pemanfaatan yang dibenarkan oleh peraturan perundangan melalui penangkaran. Rusa timor memiliki potensi tinggi untuk ditangkarkan karena relatif mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mudah berkembangbiak di luar habitatnya sehingga mudah dikelola. Namun upaya penangkaran yang dilakukan di Indonesia baik oleh pemerintah, swasta, maupun secara pribadi, hasilnya belum optimal. Hal ini disebabkan pengetahuan dan keahlian tentang penangkaran rusa belum sepenuhnya dikuasai. Menangkarkan rusa tidak cukup dengan memberikan pakan dan menyiapkan sarana prasarana yang dibutuhkan tetapi memerlukan teknik pengelolaan yang disertai dengan pengetahuan dan keahlian di bidang penangkaran, karena dengan pengelolaan yang berbeda akan memberikan pengaruh terhadap produksi, reproduksi, dan perilaku. Apabila pengetahuan dan keahlian tentang penangkaran kurang dipahami, akan menjadi hambatan bagi upaya penangkaran rusa dalam memperoleh hasil dan pemanfaatan yang optimal.

19 2 Salah satu kegiatan teknis yang harus dilakukan dalam merancang penangkaran rusa, adalah menata alokasi penggunaan ruang secara optimal untuk kebutuhan pengelolaannya baik secara teknis, bio-ekologis maupun fisik. Hal ini penting karena pada dasarnya setiap lokasi memiliki karakteristik yang berbeda. Untuk itu diperlukan suatu desain yang optimal yang dirancang atas pertimbangan kesesuaian karakteristik komponen bio-ekologis dan fisik lokasi. Pemahaman terhadap komponen bio-ekologis dapat memberikan gambaran kelayakan ekologis suatu kawasan untuk tujuan penangkaran, termasuk diantaranya pakan dan reproduksi sehingga dapat memprediksi faktor pertumbuhan populasi seperti angka kelahiran rusa. Oleh karena itu, daya dukung habitat yang optimal perlu dipertimbangkan agar rusa di penangkaran tetap bertambah secara bertahap dan signifikan. Selain itu, kondisi lapangan dan faktor-faktor pendukung kegiatan penangkaran rusa perlu dipertimbangkan. Penataan ruang sangat menentukan keseimbangan antara komponen bio-ekologis dan fisik lokasi. Beberapa masalah yang sering terjadi adalah kondisi fisik lapangan kurang mendukung sehingga berpengaruh terhadap kondisi fisik bangunan. Kondisi fisik lapangan berkaitan erat dengan tapak yaitu bagian suatu areal atau lokasi atau lanskap di mana suatu kegiatan dilakukan atau suatu bangunan didirikan. Hutan Penelitian (HP) Dramaga, Bogor merupakan salah satu asset penting sebagai sarana penelitian yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) Bogor yang ditetapkan berdasarkan SK/Agraria No. 593/321/SK 437/Ditag/1987, seluas 57,75 ha dengan status lokasi Hak Guna Usaha. Sejak tahun 2008 di dalam areal tersebut telah dibangun dan dikembangkan Pusat Penangkaran Rusa Timor, dengan tujuan untuk dapat menyediakan bibit rusa bagi penangkar dan dapat dikembangkan sebagai objek wisata. Luas areal pengembangan penangkaran rusa timor yang dialokasikan sekitar ± 7,00 ha. Perencanaan pengembangan penangkaran rusa timor di HP Dramaga Bogor diarahkan sebagai model penangkaran rusa yang dikelola secara intensif, semi intensif dan ekstensif. Untuk mewujudkannya, maka perlu dirancang alokasi

20 3 tapak secara tepat agar tujuan pengembangannya sebagai pusat penghasil bibit rusa dan wisata dapat tercapai secara optimal. Oleh karena itu penetapan tapak dalam penangkaran, perlu disesuaikan dengan peruntukan pembangunannya. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penelitian ini penting untuk dilakukan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkaji dan menganalisis kelayakan lokasi penangkaran rusa timor di Hutan Penelitian (HP) Dramaga ditinjau dari komponen bio-ekologi dan fisik lokasi. 2. Menganalisis desain penangkaran rusa timor di HP Dramaga sesuai bio-ekologi untuk perkembangbiakan dan pembesaran rusa. 3. Meningkatkan pemanfaatan HP Dramaga sebagai habitat rusa timor dan eko-wisata. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dan acuan bagi pengelola penangkaran atau masyarakat yang berminat mengembangkan kegiatan penangkaran rusa timor secara efisien. Manfaat lainnya adalah sebagai acuan bagi masyarakat penangkar untuk mendesain lokasi, sarana dan prasarana penangkaran rusa timor sesuai kondisi bio-ekologi dan fisik lokasi. 1.4 Kerangka Pemikiran Pembangunan penangkaran rusa perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan rusa sebagai unsur utama, fisik dan lingkungan lokasi di mana penangkaran tersebut berada. Beberapa aspek yang menjadi syarat utama di dalam pembangunan penangkaran rusa yakni bio-ekologi dan fisik lokasi. Secara alami, satwa membutuhkan habitat berupa hutan atau pohon, semak belukar, dan padang rumput yang terbuka. Adanya lingkungan yang ternaungi merupakan hal yang dibutuhkan oleh satwa rusa sebagai tempat berteduh pada

21 4 saat panas, hujan, menghindari dari predator, tempat beristirahat, tempat berkembangbiak, dan sebagai tempat rusa jantan menggesekkan ranggah. Namun demikian, rusa juga membutuhkan padang rumput yang terbuka untuk melakukan aktivitas makan, bermain, berkubang dan berjemur. Komponen tersebut merupakan komponen bio-ekologi yang dibutuhkan oleh rusa untuk dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik. Selain itu, komponen fisik lokasi yang meliputi letak, luas, iklim, topografi, air, dan tanah merupakan komponen penting yang perlu dipertimbangkan dalam penangkaran rusa. Letak lokasi harus mudah ditempuh dan dijangkau oleh kendaraan roda dua dan roda empat baik pada musim panas maupun hujan. Di samping itu, HP Dramaga telah dikenal masyarakat umum sebagai tempat rekreasi, sehingga perlu diperhatikan hal-hal yang menunjang kegiatan tersebut termasuk lokasi dan aksesibilitas yang berkaitan dengan cara untuk mencapai lokasi, dan transportasi yang akan digunakan oleh pengguna. Iklim berkaitan dengan curah hujan, temperatur dan kelembaban karena berpengaruh terhadap pertumbuhan jenis-jenis pakan, dan ketersediaan air dalam tanah. Pertumbuhan pakan tergantung pada ketersediaan air, sehingga perlu memperhatikan sumber dan produksi air. Selain digunakan sebagai penunjang pertumbuhan pakan, air juga digunakan oleh rusa untuk kebutuhan minum dan berkubang. Pembangunan penangkaran rusa perlu pula memperhatikan masalah tanah karena dapat menunjang pertumbuhan pakan. Tanah dapat menentukan zona peruntukan penangkaran rusa dengan memperhatikan kemiringan lahan. Data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis terhadap komponen bioekologi dan fisik yang dilanjutkan dengan menganalisis persyaratan tapak penangkaran rusa meliputi bangunan kantor, kebun pakan, dan kandang-kandang pembiakan. Apabila syarat tersebut telah terpenuhi, maka perlu dilakukan perancangan tapak berupa pewilayahan (block plan), deskripsi tapak, dan tata letak bangunan. Namun apabila syarat tersebut belum terpenuhi, maka perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap kualitas tapak dan sarana prasarana yang dibutuhkan dalam penangkaran rusa. Setelah upaya perbaikan dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan perancangan tapak sehingga akhirnya diperoleh satu

22 5 alternatif yang paling layak untuk dikembangkan di HP Dramaga berdasarkan peruntukan, biaya, waktu, dan tenaga. Pembuatan desain penangkaran rusa timor dengan memperhatikan kondisi bio-ekologi dan fisik HP Dramaga, Bogor merupakan tahapan terakhir dari kegiatan dalam penelitian ini. Kerangka pikir atau bagan alir penelitian tentang Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor dapat dilihat pada Gambar 1.

23 6 Bio-ekologi rusa timor (perilaku, reproduksi, pakan, habitat, vegetasi) Fisik lokasi (letak, luas, iklim, topografi, air, tanah) Analisis Daya dukung Tapak Lokasi Penangkaran (kebun hijauan pakan, sarana prasarana) Memenuhi Syarat Ya Perancangan Tapak (zona, dan tata letak) Tidak Perbaikan Daya Dukung Tapak Lokasi Penangkaran Desain Tapak (kebun hijauan pakan, sarana prasarana) Persyaratan Desain Tapak (konstruksi, luas, bahan yang digunakan, jenis hijauan pakan) Desain Penangkaran Rusa Timor Berdasarkan Analisis Komponen Bio-ekologi dan Fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Gambar 1 Bagan alir penelitian desain penangkaran rusa timor berdasarkan analisis komponen bio-ekologi dan fisik di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor.

24 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor Rusa timor merupakan salah satu dari empat spesies rusa asli Indonesia, yakni rusa sambar, rusa bawean, dan muncak. Rusa timor di Indonesia memiliki delapan sub spesies dengan pola penyebaran seperti terlihat pada Tabel 1. Menurut Schroder (1976) yang dikutip oleh Semiadi dan Nugraha (2004) serta Garsetiasih dan Takandjandji (2006), rusa timor termasuk termasuk spesies Cervus timorensis. Namun dalam IUCN (2008) dikatakan, nama ilmiah rusa timor adalah Rusa timorensis Blainville, Sedangkan nama yang umum dikenal adalah rusa jawa atau rusa timor dengan nama ilmiah Cervus timorensis. Morfologi rusa timor menurut Schroder (1976); Reyes (2002); Semiadi dan Nugraha (2004), mempunyai ukuran tubuh yang kecil, tungkai pendek, ekor panjang, dahi cekung, gigi seri relatif besar, dan bulu atau rambut berwarna coklat kekuning-kuningan. Rusa jantan memiliki ranggah yang relatif besar, ramping, panjang dan bercabang. Cabang yang pertama mengarah ke depan, cabang belakang kedua terletak pada satu garis dengan cabang belakang pertama, cabang belakang kedua lebih panjang dari cabang depan kedua, cabang belakang kedua kiri dan kanan terlihat sejajar. Berat badan rusa timor dapat mencapai 100 kg; 60 kg; 31,5 70,0 kg pada rusa jantan; 152 kg pada jantan dan betina 74 kg; kg; dan 120 kg (Thohari et al. 1991, Jacoeb dan Wiryosuhanto 1994, Takandjandji dan Garsetiasih 2002, Reyes 2002, Semiadi dan Nugraha 2004 serta Illawara 2006). Penyebaran rusa timor hampir meliputi seluruh Indonesia, kecuali Sumatera, Kalimantan, Papua dan beberapa pulau di Maluku. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004); Semiadi (2006) dan Grubb (2007), pada zaman Belanda sekitar tahun 1928-an banyak rusa timor yang dibawa ke luar habitat aslinya termasuk ke Papua. Rusa timor yang dibawa ke Papua merupakan sub spesies dari rusa timor yang berasal dari Maluku (Rusa timorensis moluccenssis Muller 1836). Pada habitat yang baru, rusa timor berkembangbiak dengan pesat bahkan menjadi hama bagi penduduk di sekitarnya. Rusa timor di Kalimantan, berasal dari anak jenis

25 rusa timor di Nusa Tenggara Timur yang dibawa oleh tentara dari Timor Timur pada tahun 1980-an (Semiadi 2006). Spesies dan sub spesies rusa yang menyebar di seluruh Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Spesies dan subspesies rusa di Indonesia Jenis Rusa Genus: Cervus*; ** (Rusa****) Spesies: Cervus/Rusa unicolor Kerr, 1792 Dua subspesies yang terdapat di Indonesia: C/R. u. equinus Cuvier, 1823 C/R. u. brookei Hose, 1893 Spesies: Cervus/Rusa timorensis Blainville 1822**** Delapan subspesies yang terdapat di Indonesia: C/R. t. russa Muller and Schlegel, 1844 C/R. t. floresiensis Heude, 1896 C/R. t. timorensis Blainville, 1822 C/R. t. djonga Bemmel, 1949 C/R. t. moluccenssis Q & G, 1830/Muller, 1836 C/R. t. renschi Sody, 1933 C/R. t. laronesiotes Bemmel, 1949 C/R. t. macassaricus Heude, 1896 Genus: Axis Nama Daerah Rusa Sambar Rusa Payau Rusa Payau Rusa Timor Rusa Jawa Rusa Timor Rusa Timor Rusa Jonga Rusa Maluku Rusa Timor Rusa Jawa Rusa Makassar Daerah Penyebaran Sumatera*) Kalimantan*) Jawa, Kal. Selatan Nusa Tenggara Pulau Timor Kep di SulTeng Kepulauan Maluku Pulau Bali Ujung Kulon Sulawesi Spesies: Axis kuhlii Muller, 1840 *; **; ***) Rusa Bawean Pulau Bawean Spesies : Muntiacus muntjak **) M.m. montana M.m. pleitharicus Muncak Pulau Jawa Pulau Sumatera Kalimantan Selatan M.m. bancanus Pulau Bangka, M.m. rubidus M.m. nainggolani Belitung Kalimantan Utara Pulau Bali dan Lombok Kalimantan Timur Spesies : Muntiacus atherodes Sumber: *) Schroder (1976); **) Semiadi dan Nugraha (2004); ***) Semiadi (2006); ****) IUCN (2008). Riney (1982) mendeskripsikan habitat terbagi atas komponen pakan, perlindungan, dan faktor-faktor lingkungan (air, iklim, topografi, hidrologi, tanah) atau dapat dikatakan bahwa komponen habitat meliputi pakan, pelindung, air, dan ruang. Pakan merupakan komponen habitat yang paling nyata karena perkembangan populasi di alam maupun di penangkaran akan berhubungan erat dengan pakan yang berkualitas. Ketersediaan pakan berhubungan erat dengan perubahan musim, terutama pada daerah semi arid dimana pada musim hujan pakan berlimpah dan pada musim kemarau terjadi kekurangan pakan. Oleh karena itu pakan merupakan faktor pembatas apabila terjadi kekurangan pakan dan rendahnya kualitas pakan. 8

26 9 Daya dukung habitat merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengadaan pakan. Daya dukung adalah jumlah individu satwa dengan kualitas tertentu yang dapat didukung oleh habitat tanpa menimbulkan kerusakan terhadap sumberdaya habitat (Bailey 1984). Habitat yang disukai rusa timor adalah hutan yang terbuka, padang rumput, savana, semak, bahkan sering dijumpai juga pada aliran sungai (sumber air) dan daerah yang berawa (Garsetiasih 1996). Apabila berada di padang rumput rusa termasuk grasser sedangkan pada areal semak dan hutan, rusa merupakan browser (Hoogerwerf 1970; Semiadi dan Nugraha 2004 serta IUCN 2008). Sebagai satwa herbivora, rusa timor mengkonsumsi berbagai jenis rumput, herba dan buahbuahan yang jatuh di permukaan tanah. Rusa timor di SM Pulau Menipo di NTT, memanfaatkan tegakan lontar dan hutan bakau sebagai tempat beristirahat (Sutrisno 1993). Cover merupakan komponen habitat yang mampu memberikan perlindungan dari cuaca, predator atau kondisi yang lebih baik dan menguntungkan. Vegetasi merupakan cover penting dalam kehidupan satwa, karena bukan hanya pakan saja yang termasuk didalamnya tetapi perlindungan terhadap cuaca dan predator juga merupakan bagian dari fungsi vegetasi. Sedangkan air dibutuhkan oleh satwa untuk proses metabolisme dalam tubuh. Kebutuhan satwa akan air bervariasi tergantung kondisi habitat. Sedangkan ruang digunakan untuk mendapatkan pakan, pelindung, air dan tempat berkembangbiak. Luas ruangan dalam habitat tergantung pada besarnya jenis satwa. Pengetahuan tentang perilaku satwa sangat diperlukan untuk menentukan tindakan dalam pengelolaan populasi dan habitat. Suratmo (1979) dan Sukriyadi (2006) mendefinisikan perilaku sebagai reaksi atau ekspresi yang disebabkan oleh adanya rangsangan atau stimulus yang mempengaruhinya, antara lain rangsangan dari dalam tubuh satwa (faktor fisiologis seperti sekresi hormon dan faktor motivasi dorongan atau insentif sebagai akibat aktivitas perangsang mekanisme syaraf), rangsangan dari luar (seperti suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia).

27 10 Rusa timor lebih aktif pada waktu siang hari (diurnal) daripada malam hari (Thohari et al. 1991). Walaupun rusa timor bukan merupakan satwa yang aktif pada malam hari (nocturnal), namun rusa timor dapat berubah sifat menjadi nocturnal apabila kondisinya terganggu atau diperlukan untuk adaptasi. Oleh karena itu, rusa timor merupakan salah satu jenis rusa yang mudah bereproduksi karena mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitat. Perilaku makan pada rusa timor merupakan rangkaian dari gerakan yang dilakukan dalam hal mencari, memilih, mengambil dan memasukkan ke dalam mulut, mengunyah, menelan, serta pengunyahan dan penelanan kembali (ruminasi). Perilaku makan satwa dibagi dalam tiga bagian yaitu menjelajah (exploring), istirahat dan ruminasi (Sukriyadi 2006). Sedangkan menurut Semiadi (2006), aktivitas mencari makan pada satwa dikategorikan ke dalam tiga bagian yakni merumput (grazing), ruminasi (ruminating), dan istirahat (resting). Menurut Wodzicka-Tomaszewka et al. (1991), perilaku makan dalam hubungannya dengan penggunaan waktu tergantung pada spesies, status fisiologis, iklim, tipe pakan dan persediaannya. Perilaku seksual dilakukan untuk meningkatkan populasi, dan dimulai dari awal sebelum perkawinan sampai perkawinan berakhir. Sebelum perkawinan aktual terjadi, rusa jantan melakukan penciuman pada betina yang sedang estrus, terutama pada urine yang dikeluarkan dan bagian vulva. Apabila terjadi respon dari betina, barulah terjadi kopulasi. Perkawinan pada rusa timor di penangkaran NTT berlangsung cepat, yakni ± 5 detik (Takandjandji dan Sinaga 1995). Rusa termasuk satwa yang hidup berkelompok antara 5-10 ekor sampai 20 ekor, namun apabila berada di padang penggembalaan kelompok rusa dapat mencapai ekor atau lebih dalam setiap aktivitas. Kelompok rusa terdiri dari induk (jantan dan betina deasa), anak rusa dan remaja. Perilaku sosial dilakukan dengan cara saling berinteraksi antar kelompok. Hubungan sosial lebih sering terlihat pada induk dan anak terutama pada saat anak baru dilahirkan. Tingkat kedekatan induk pada anak mulai berkurang sejalan dengan pertambahan umur anak.

28 11 Reproduksi merupakan kunci utama dalam penangkaran karena berhubungan erat dengan perkembangan populasi. Apabila reproduksi baik, populasi dan produksi dapat ditingkatkan dan pengaturan perkawinan dapat dilakukan dengan tepat sehingga populasi serta produktivitas menjadi lebih baik. Rusa timor merupakan satwa yang perkawinannya bersifat poligamus yakni seekor pejantan dapat mengawini beberapa ekor betina dalam satu siklus perkawinan. Sub spesies ini mempunyai tingkat reproduksi tinggi dimana dengan pemeliharaan yang baik, persentase kelahiran anak yang dihasilkan berkisar antara 85-96,07% (Takandjandji dan Sinaga 1995; Semiadi dan Nugraha 2004). Penangkaran rusa akan berhasil apabila pakan yang diberikan mempunyai kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang baik. Hal ini karena pakan berhubungan erat dengan perkembangbiakan rusa. Sebagai hewan ruminansia, rusa secara umum mengkonsumsi pakan yang terdiri dari rumput-rumputan, pucuk daun, tumbuhan muda dan konsentrat. Kualitas dan kuantitas pakan yang dibutuhkan bervariasi sesuai dengan jenis kelamin, umur, status fisiologis, dan musim. Menurut Takandjandji dan Garsetiasih (2002), pakan yang diberikan pada rusa timor di penangkaran di NTT terdiri dari rumput, legum dan makanan penguat berupa dedak padi. Jenis pakan tersebut adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum), king grass (Pennisetum purpuphoides), turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephalla), beringin (Ficus benjamina), kabesak (Acacia leucophloea), name (Pipturus argenteus), dan busi (Melochia umbellata). Pemberian pakan didasarkan pada berat badan rusa, yakni 10% x berat badan x 2. Maksud dikalikan dua adalah memperhitungkan jumlah hijauan yang tidak dimakan karena pakan telah tua, tidak palatable, kotor dan terinjakinjak, serta telah bercampur dengan faeces (kotoran) atau urine (air kencing). Sebagai perangsang nafsu makan dan untuk memenuhi kebutuhan mineral, pemberian pakan rusa di penangkaran selalu disertai dengan pemberian garam. Pakan rusa selain rumput-rumputan dan hijauan, diberikan juga pakan tambahan lain berupa konsentrat, sayur-mayur, umbi-umbian, limbah pertanian, dan limbah restoran (Semiadi dan Nugraha 2004).

29 Penangkaran Rusa Timor Penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakan satwaliar yang bertujuan untuk memperbanyak populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian genetik sehingga kelestarian dan keberadaan jenis satwa dapat dipertahankan di habitat alamnya (Thohari et al. 1991). Penangkaran satwaliar merupakan salah satu program pelestarian dan pemanfaatan untuk tujuan konservasi dan ekonomi. Pemanfaatan rusa sebagai jenis yang dilindungi telah dilakukan berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Bentuk pemanfaatannya dapat berupa pengkajian, penelitian dan pengembangan; penangkaran; perburuan; perdagangan; peragaan; pertukaran; dan pemeliharaan untuk kesenangan. Pengurusan ijin pemanfaatan diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar. Pemanfaatan dapat dilakukan oleh perorangan, badan hukum, koperasi, atau lembaga konservasi. Pemanfaatan rusa sebagai jenis satwa yang memiliki nilai ekonomis, terutama dari jenis rusa timor, sudah banyak dilakukan melalui penangkaran di Indonesia. Penangkaran merupakan salah satu upaya konservasi jenis dan populasi, melalui pengembangbiakan dan pembesaran rusa dengan tetap memperhatikan kemurnian jenis sampai pada keturunan pertama (F1). Manfaat yang diperoleh, selain aspek konservasi adalah objek eko-wisata (keunikan dan keindahannya) dan objek berburu untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani serta hasil ikutan lainnya (keturunan ke-2/f2 dan seterusnya). Hasil penangkaran rusa juga memiliki prospek untuk dikembangkan dalam skala budidaya komersial, sehingga fungsi hutan sebagai sumber pangan dapat terpenuhi. Sistem penangkaran rusa umumnya terbagi atas tiga, yakni sistem terkurung (pembiakan) yang dilakukan secara intensif, semi terkurung (semi-intensif), dan bebas (ekstensif). Ketiga sistem tersebut sangat tergantung pada ketersediaan biaya dan lahan yang tersedia.

30 13 Sistem intensif atau terkurung adalah sistem pembiakan yang dilakukan dalam kandang terbatas dan seluruh kebutuhan hidup rusa termasuk kebutuhan ruangan, pakan, tempat berlindung, kesehatan, dan reproduksi diatur oleh manusia. Pakan diberikan dari luar areal penangkaran dengan cara pengaritan (cut and carry). Sistem ini disebut juga sebagai sistem farming, yang secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu sistem usaha tani yang dilakukan untuk memproduksi rusa dalam areal yang dikelilingi pagar. Sistem ini sering juga didefinisikan sebagai kegiatan memproduksi bibit rusa, kemudian melepaskan bibit ke areal yang lebih luas dan selanjutnya menangkap kembali hasilnya untuk dijual sebagai produk penangkaran. Sistem semi terkurung atau semi intensif dilakukan dengan cara rusa dipelihara pada suatu areal yang luas dan dikelilingi pagar, dan dibiarkan merumput sendiri walaupun kadang-kadang pakan disuplai dari luar apabila pakan di dalam tidak mencukupi. Sistem ini disebut juga sebagai sistem mini ranching. Sistem bebas adalah sistem penangkaran rusa yang dilakukan secara ekstensif dalam suatu areal yang luas dan berpagar. Rusa dibiarkan merumput secara alami tanpa ada campur tangan manusia kecuali mengontrol dan mengatur daya dukung (Sumanto 2006). Sistem ini biasa disebut dengan sistem ranching, tetapi ada juga yang menyebut sistem pembesaran. Pembesaran dalam hal ini berarti upaya pemeliharaan, pembesaran, dan penggemukkan rusa. Namun apapun sistem penangkaran yang dilakukan, semuanya tergantung pada ketersediaan biaya, luas lahan, tenaga kerja, jenis dan jumlah rusa yang ditangkar, dan tujuan penangkaran. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam penangkaran rusa timor, adalah bangunan (rumah jaga, pos jaga, gudang pakan dan alat), kandang sesuai status fisiologis (kandang kawin, bunting dan menyusui, anak jantan yang baru disapih, anak betina yang baru disapih, transit dan adaptasi, penelitian, dan kandang jepit), pagar (luar dan dalam), areal penanaman pakan, kelengkapan penangkaran (shelter, tempat makan, tempat minum, saluran air, menara air) dan jalan kontrol. Menurut Thohari et al. (1991), pengelolaan penangkaran dengan cara intensif memerlukan sarana dan prasarana seperti kandang terdiri dari kandang

31 14 karantina, induk, pejantan, anakan, dan kandang terminal. Sarana pendukung yang perlu dibangun di dalam areal perkandangan adalah instalasi air, peneduh, pemagaran sepanjang batas kandang, serta jalur koridor yang menghubungkan kandang anak, induk dan pejantan. Teknik penangkaran terdiri atas adaptasi, pengembangbiakan, seleksi bibit, kesehatan, pakan, dan paddock (Thohari et al. 1991). Sedangkan Semiadi dan Nugraha (2004) mengatakan, teknik penangkaran rusa dapat dilakukan dengan cara diikat seperti kambing, dikandangkan, atau dilepas di dalam pedok. Reproduksi adalah suatu proses biologi yang terjadi antara jantan dan betina dengan tujuan untuk membentuk satu individu baru di dalam kehidupannya. Indikator yang digunakan untuk menilai reproduksi rusa adalah pengamatan lama dan siklus berahi, umur dewasa kelamin atau pubertas, perkawinan (umur, lama, frekuensi), umur dan periode kebuntingan, kelahiran (umur, interval, prosentase), prosentase kematian, dan lama menyusui. Apabila perkawinan dilakukan pada saat pubertas, induk akan sulit melahirkan bahkan anak yang dilahirkan cenderung lemah, kurang sehat, dan cenderung memiliki berat lahir yang rendah, pertumbuhan induk akan kerdil karena organ-organ reproduksi belum berkembang secara sempurna (Takandjandji dan Sutrisno 2006). Hasil penelitian Takandjandji et al. (1998) pada rusa timor di penangkaran Oilsonbai, NTT melaporkan rata-rata lama berahi 2,2 hari dengan siklus 20,3 hari. Dewasa kelamin atau pubertas pada rusa jantan 8 bulan dan rusa betina 8,13 bulan. Umur perkawinan pertama pada rusa jantan 12,7 bulan dan pada betina 15,3 bulan. Umur kebuntingan pertama 17 bulan dengan lama bunting 8,4 bulan dan umur beranak pertama 25,5 bulan dengan jarak kelahiran pertama dan kedua 13,25 bulan. Lama menyusui 4 bulan dengan tingkat pertambahan anak rusa yang lahir per tahun 0,8 ekor dan ratio kelamin anak yang lahir antara jantan dan betina 1:1,3 ekor. Persentase kelahiran sebesar 96,07% dan tingkat kematian 17,25%. 2.3 Nilai Ekonomi Rusa merupakan komoditi ekonomi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, antara lain daging, kulit, velvet, ranggah, testis, dan jeroan. Daging rusa dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani, yang banyak diminati

32 15 masyarakat karena mempunyai serat yang halus serta kandungan lemak dan kolesterol yang rendah, kadar protein daging rusa 21,1% dan kadar lemak 7% (Putri 2002) sedangkan kandungan kolesterol daging rusa sebesar 58 mg/100 gram (Semiadi dan Nugraha 2004). Kandungan gizi dalam daging rusa relatif lebih tinggi dan kolesterol lebih rendah dibandingkan dengan daging ternak konvensional lainnya. Harga daging rusa (venison) mahal dan paling banyak dicari orang karena 50 55% polyunsaturated (bukan lemak jenuh) (Anderson 1984; Semiadi 2006). Cita rasa daging rusa lebih enak dibandingkan dengan daging ternak yang biasa dikonsumsi karena seratnya halus, kandungan kolesterol rendah, lebih lezat, dan mudah dicerna. Oleh karena itu, masyarakat lebih suka mengkonsumsi daging rusa dibandingkan daging lainnya. Tingkat kesukaan masyarakat di Desa Api-api dan di daerah Balikpapan terhadap daging rusa sebesar 26% sedangkan daging sapi 62%. Oleh karena itu, masyarakat lebih senang mengkonsumsi daging rusa karena harganya lebih murah dibandingkan dengan daging sapi atau kambing (Ma ruf et al. 2005). Berdasarkan selera atau keinginan pengunjung restoran di kota-kota besar, 84,2% pengunjung yang berkeinginan mencicipi menu hidangan rusa dan sebanyak 44,4% pernah menyantap sajian sate dan steak daging rusa yang umumnya didatangkan dari luar negeri, seperti New Zealand (Mukhtar 1996). Produk rusa selain daging, dapat dibedakan dalam empat kelompok yaitu kulit, jeroan, perhiasan, dan obat-obatan oriental. Kulit rusa merupakan bahan baku kerajinan kulit seperti dompet, jaket dan sepatu yang memiliki harga jual tinggi dibandingkan dengan kulit ternak lainnya karena sifatnya yang kuat dan lentur. Produk rusa berupa kulit diekspor ke Jerman dan diolah menjadi pakaian berkualitas tinggi seperti celana pendek (Ma ruf et al. 2005). Velvet atau ranggah yang masih muda dan ranggah keras dapat dijadikan sebagai komoditas ekonomi. Velvet tumbuh dari substrat tulang rawan yang pada bagian luarnya mengandung pembuluh darah dan jaringan vaskuler, yang dapat dijadikan sebagai bahan baku obat tradisional (Ma ruf, et al. 2005). Velvet dapat dijadikan sebagai bahan tradisional pada obat-obatan oriental, tonik, dan makanan. Beberapa bangsa di Asia mengatakan, velvet mengandung bahan perangsang dan yang sering menggunakan adalah Cina dan Uni Soviet.

33 16 Penggunaan produk ini sudah sejak 2000 tahun yang lalu, yang dikenal dengan nama Traditional Chinese Medicine (TCM). Menurut para tabib tersebut dalam beberapa tulisan bahwa kemanjuran mengkonsumsi velvet adalah dapat meningkatkan metabolisme tubuh, dan telah dibuktikan secara ilmiah. Beberapa kemanjuran dari racikan velvet oleh para tabib dari Cina antara lain adalah memperlambat proses impotensi atau sebagai obat kuat dan mempercepat proses penghilangan keletihan (Semiadi dan Nugraha 2004). Velvet mengandung mineral, antara lain kalsium, kalium, magnesium, natrium, phosphor, cobalt, cuprum, ferrous, mangan, dan selenium sehingga kapsulnya dapat dipakai sebagai obat aprodhisica yaitu perangsang libido. Velvet di Cina digunakan sebagai tonik pasca melahirkan ((Takandjandji dan Handoko 2005). Ekstrak velvet digunakan sebagai obat peluntur yang disebut pantokrin dan telah dipasarkan secara bebas, di Cina dan Jepang. Cara pengolahan velvet ada tiga macam, yaitu dalam bentuk keripik, tepung, dan cairan (Semiadi dan Nugraha 2004). Bentuk keripik dilakukan dengan cara mengiris tipis velvet seperti keripik singkong, kemudian dijemur sampai kering atau dikeringkan dalam oven, dan dikonsumsi. Bentuk tepung dilakukan dengan cara velvet diiris tipis, dikeringkan, ditumbuk hingga halus seperti tepung, diayak, kemudian dimasukkan dalam kapsul dan dikonsumsi. Jumlah tepung velvet dalam kapsul gram/kapsul. Sedangkan bentuk cairan dilakukan dengan cara mengekstrak menggunakan alkohol. Hasil ekstraksi alkohol dalam bentuk cair di Jepang, disebut Pantocrin atau Rulondin dan di Rusia disebut Rantarin. Oleh karena manfaat velvet cukup tinggi, maka nilai jualnya ikut melambung tinggi terutama bagi para tabib yang berasal dari Cina. Harga jual velvet yang sudah dikeringkan dan dijadikan emping dapat mencapai US $ 120/kg (Garsetiasih dan Takandjandji 2006). Produk rusa berupa ranggah yang keras dalam bentuk utuh atau lengkap, dapat dijadikan souvenir yang biasa dijual di taman wisata dan kebun binatang. Ranggah rusa dapat dijadikan kancing, gagang pisau, bantalan trophy, mantel, pengikat taplak meja, gelang, jepit rambut, dan rak senjata berburu. Harga

34 17 ranggah tua yang telah dijadikan hiasan pada beberapa kota seperti di Bogor, berkisar antara Rp Rp ,-. Produk samping yang lain dari rusa yang dapat dimanfaatkan adalah ekor, taring termasuk mata dan gigi, urat daging atau otot, hati, jantung, ginjal, penis, lidah, kaki, dan darah. Testis, dan foetus rusa yang masih berada di dalam kandungan induknya dapat dijadikan sebagai bahan obat-obatan atau jamu. Penis rusa dapat merampingkan tubuh dari kelebihan lemak dan daging tetapi harus dengan tulang tempat melekatnya penis lengkap dengan testis dan rambutnya. Harga penis tergantung panjang dan kebekuannya. Sedang anak rusa (foetus) yang berasal dari rusa betina bunting, merupakan produk yang paling laku di pasaran walaupun sulit ditemukan. Foetus tersebut dimasukkan dalam botol dan foetus tersebut tidak boleh rusak atau bentuknya harus utuh. Harga foetus tersebut cukup bagus di Jepang, terutama dari taxidermis (mengisi kulit binatang dengan kapas sehingga nampaknya seperti binatang hidup) untuk bantalan. Kaki rusa dapat dijadikan tongkat bilyard. Jeroan seperti hati, lidah, dan jantung di Eropa dan Scandinavia diolah menjadi makanan khusus, tulang rusa dan bagian dari daging yang kurang disukai, termasuk leher, dan tulang iga dapat digunakan untuk soup dan gulai. Tulang rusa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk fosfat (Hardjanto et al. 1991). Selanjutnya organ visceral (jeroan) rusa mempunyai prospek dalam bentuk soto babat yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Ma ruf et al. 2005). Taring lengkap dengan gigi dan mata rusa yang tidak berlubang, warna coklat dan yang berpasangan, harganya cukup tinggi, dimana dapat dibuat perhiasan seperti jepitan dasi, anting-anting, dan bross. Biasanya dibentuk seperti buah pohon oak yang dihiasi dengan daun oak lalu diikat dengan perak. Ekor rusa dipercaya secara umum terutama bagi wanita Cina sebagai obat setelah melahirkan yang dapat merampingkan. Bagian yang paling berkhasiat dari ekor rusa terletak pada glandulanya yang berwarna hitam. Ekor dapat dibekukan, dikemas dan dijual dalam kemasan 2 ons dan 56 gram. Urat daging atau otot rusa diambil dari bagian bawah kaki dengan cakar yang masih tetap menempel. Urat tersebut dikeringkan dan dikemas dalam

35 18 kantong polyethere. Kepala rusa termasuk bagian atas dari pedicle, dieksport dalam bentuk beku dari New Zealand. 2.4 Perencanaan Tapak Peruntukan tapak, desain pembangunan lokasi, dan sarana prasarana dalam tapak merupakan hal yang diperlukan dalam pengembangan penangkaran rusa. Oleh karena itu, tahapan yang perlu dilakukan antara lain persiapan berupa pra konstruksi mencakup rancangan tapak (design engeneering), pembangunan konstruksi terdiri dari kegiatan penyiapan lahan atau lokasi, dan pembangunan sarana prasarana yang diperlukan dalam penangkaran rusa, dan operasi mencakup kegiatan pemeliharaan atau pembiakan rusa, serta pemanfaatan produk atau jasa. Kegiatan dalam tahap persiapan adalah kajian kelayakan lokasi, menentukan, merumuskan, dan membuat master plan serta management plan. Luaran yang dihasilkan adalah dokumen tentang rencana pengembangan dan pengelolaan penangkaran rusa yang akan dijadikan sebagai acuan sehingga rancangan yang sistematis dan strategis sangat diperlukan oleh setiap pengelola penangkaran. Luaran yang dihasilkan dari tahapan konstruksi adalah bentuk penangkaran rusa sedangkan luaran yang dihasilkan dari tahapan operasi adalah bibit rusa, produk rusa, dan objek wisata. Perencanaan penangkaran rusa memerlukan desain atau rancangan yang sistematik, efisien, dan efektif sehingga diperoleh penangkaran rusa yang berkualitas. Kegiatan perencanaan mencakup petunjuk prosedur untuk melaksanakan kegiatan, waktu, data dan informasi yang diperlukan, cara pengumpulan dan penganalisaan data, kebutuhan tenaga, biaya dan peralatan serta gambaran hasil yang diharapkan. Perencanaan tapak merupakan suatu seni yang mengatur lingkungan fisik untuk mendukung perilaku penghuni, yaitu dengan penataan letak suatu fasilitas dalam suatu lanskap agar menghasilkan lingkungan yang harmonis, secara fungsional berguna serta indah secara estetis (Lynch 1981). Secara umum perencanaan tapak dapat dipertimbangkan sebagai suatu kesepakatan antara penyesuaian tapak untuk dicocokkan dengan program dan adaptasi pada tapak. Dalam perencanaan tapak, persyaratan-persyaratan pada programnya dilengkapi, ditempatkan dan dihubungkan satu sama lain dengan kerusakan minimum pada

36 19 tapak, kemudian diikuti dengan imajinasi serta kepekaan terhadap implikasiimplikasi pada analisis tapak (Laurie 1990). Perencanaan tapak terbagi dalam tiga tingkatan, yakni perencanaan tata guna lahan, mencakup skala nasional, regional atau yang lebih luas; perencanaan tapak, mencakup skala wilayah yang lebih kecil dengan maksud untuk mengetahui kegunaan tapak secara fungsional; dan perancangan detail lanskap, mencakup kegiatan seleksi komponen, bahan dan jenis tanaman serta kombinasinya sebagai pemecahan masalah yang dihadapi untuk memenuhi kualitas tapak yang sesuai dengan fungsi kegunaan yang direncanakan. Menurut Turner (1986), tujuan perencanaan tapak adalah untuk menyelamatkan dan memperbaiki lanskap secara kolektif, membantu mempertemukan berbagai penggunaan yang berkompetisi dan menggabungkan ke dalam suatu tapak tanpa tidak terjadi pengrusakan alam dan sumberdaya kultural. Perencanaan lanskap didasarkan pada prinsip mempertahankan atau menciptakan karakter tapak yang menyenangkan dengan semua elemen atau bagian tapak dalam suatu keselarasan (Simonds 1983). Dalam hal ini proses perencanaan tapak meliputi kegiatan inventarisasi, analisis, sintensis, dan master plan (Gold 1981). Akhir dari tahapan perencanaan adalah berupa konsep perencanaan tapak (site) yang didalamnya terdapat beberapa alternatif tata letak. Pengumpulan data inventarisasi dan analisis yang sistematik merupakan dasar dari program perencanaan. Alternatif tidak dapat dikembangkan atau dipertimbangkan apabila tanpa didasarkan pada fakta yang ada yang dapat dipertanggungjawabkan. Inventarisasi pada tingkat kawasan meliputi aspek-aspek bio-fisik seperti kondisi di dalam kawasan, iklim, bentukan lahan, hidrologi, kemiringan, tanah, vegetasi dan kondisi visual. Pembuatan suatu perencanaan tapak alami perlu melibatkan budaya pula, selain komponen kawasan yang meliputi lokasi, ukuran, bentuk, topografi, tanah, hidrologi, iklim dan bentukan tanah. Komponen budaya mencakup pemanfaatan lahan sebelumnya dan sekarang, fasilitas yang sudah ada, keindahan dan atribut sejarah (Austin 1984).

37 Perancangan Tapak Perancangan tapak merupakan upaya pengaturan lahan secara kualitatif dan fungsional yang dicadangkan dalam perencanaan untuk beberapa tujuan sosial yang spesifik seperti perumahan, pendidikan, dan rekreasi. Menurut Thohari et al. (1991), perancangan tapak memerlukan beberapa informasi penting yang berhubungan dengan kegiatan penangkaran yang akan dilakukan, yakni kondisi tapak, perilaku, dan habitat rusa. Penentuan tapak dapat dilakukan sebelum atau sesudah peruntukan tapak ditetapkan. Apabila penentuan tapak ditentukan sebelum peruntukan tapak ditetapkan, maka perlu penyesuaian antara peruntukan tapak dan kondisinya namun apabila penentuan tapak ditentukan sesudah peruntukan tapak ditetapkan, maka pemilihan alternatif tapak yang paling tepat. Analisis studio dilakukan sebelum kegiatan survei lapangan, dengan maksud untuk efisiensi waktu, tenaga, dan biaya. Analisis studio memerlukan peta topografi, vegetasi, tata guna lahan, pengembangan wilayah, hidrologi, dan tanah. Peta memberikan informasi pendahuluan tentang kelerengan, jenis tanah, sumber air, penutupan vegetasi, dan aksesibilitas. Informasi tersebut dapat memberikan gambaran tentang faktor pendukung dan kendala bagi pengembangan selanjutnya, serta penentuan lokasi yang layak untuk berbagai peruntukan. Pembuatan sketsa diperlukan untuk memahami keadaan lanskap pada lokasi penangkaran yang akan dikembangkan sehingga dapat menghemat waktu untuk kegiatan pengukuran di lapangan. Peta digunakan sebagai alat bantu dalam pembuatan sketsa. Hasil analisis studio dan pembuatan sketsa, akan diperoleh luas dan peruntukan yang layak sebagai alternatif pengembangan. Kegiatan survei lapangan meliputi persiapan bahan dan alat, pengumpulan data, dan pemahaman lanskap pada lokasi penangkaran rusa yang sesuai alternatif. Data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan, diolah dan dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, kemudian ditentukan alternatif tapak yang paling sesuai dengan peruntukan, biaya, waktu serta tenaga. Keberadaan desain, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampak bagi lingkungan sekitar, minimal dampak yang menarik bagi

38 21 setiap orang yang melihatnya. Pembuatan desain memiliki etika yang berkaitan erat dengan lingkungan sekitar. Perkembangan suatu pembangunan selalu diiringi dengan permasalahan ekologi lingkungan. Oleh karena itu, dalam dunia praktek desain, perlu memperhatikan kondisi lingkungan di sekitarnya. Desain akan menjadi tidak bermakna dan berada dalam posisi yang sangat lemah apabila tidak ditunjang oleh lingkungan yang mendukung keberadaan desain. Terutama apabila desain tersebut memiliki pengaruh yang besar bagi keberadaan kehidupan lingkungan sekitar. Hal tersebut akan berpengaruh pada keberadaan tapak yang ditempati dan juga terhadap lingkungan sekitarnya. Suatu tapak dapat dinilai baik, apabila komposisi fisik (topografi, kemiringan) dapat menimbulkan kesan indah dan alamiah, serta penghuni tapak dan lingkungan sekitar dapat merasakan kenyamanan (Alinda 2008). Desain penangkaran rusa akan mempengaruhi kehidupan rusa dalam suatu periode tertentu dan akan menjadi sebuah cerminan atau petunjuk teknis yang akan digunakan oleh orang banyak, sekarang, dan yang akan datang. Oleh karena itu, dalam pembuatan desain penangkaran harus memiliki daya kreasi yang tinggi, dan kepekaan yang tinggi terhadap lingkungan. Setiap tapak yang terpilih, dibuat desain sesuai fungsi dari sarana prasarana yang diperlukan dengan mempertimbangkan luas tapak, sifat tanah, geologi, hidrologi, iklim, curah hujan, topografi, dan vegetasi terutama dalam menentukan kebutuhan ruang, tata letak, dan desain sarana prasarana (Hakim dan Utomo 2003). Bentuk dan wujud perancangan akan timbul dari kendala-kendala dan potensi yang dimiliki tapak serta perumusan yang jelas atas masalah perancangan. Menurut MacKinnon et al. (1993), prinsip dan petunjuk dalam membuat dan mengevaluasi tapak suatu kawasan konservasi yakni (1) bangunan seminimal mungkin tidak mengganggu ekosistem alami, (2) bangunan diusahakan tersamar, tidak mendominasi alam sekitar atau mengurangi nilai alam yang intrinsik dari kawasan, (3) kesesuaian tata letak bangunan memerlukan pertimbangan fungsi, tidak cukup dengan pertimbangan aspek strategis saja, (4) sebelum bangunan didirikan, perlu memikirkan hal ketercapaian dan arus pemanfaatan. Fasilitas pengunjung perlu dipisahkan dari kawasan administratif dan kegiatan kantor lainnya apabila kedua aspek tersebut tidak mengganggu, (5) walaupun jalan dibuat

39 22 untuk membawa pengunjung sedekat mungkin dengan satwa, kawasan yang peka harus dihindari, seperti kandang penelitian dan tempat melahirkan. 2.6 Analisis Tapak Analisis tapak dapat dilaksanakan dengan memperhatikan beberapa kondisi spesifik seperti kondisi vegetasi, tanah, geologi, air, dan ekologi sekeliling kawasan (Parker 1998). Vegetasi berperan penting dalam mengendalikan air, erosi tanah, stabilitas kemiringan, mikro iklim, dan kebisingan. Vegetasi berpengaruh terhadap produktivitas tanah, kelerengan, erodibilitas (tingkat kemudahan terjadinya erosi), dan mikro iklim (Ndubisi 1997). Tipe, spesies, ukuran dan kepadatan vegetasi mempengaruhi perancangan. Oleh karena itu, kondisi vegetasi yang ada harus dikaji terutama jumlah spesies, ukuran, dan lokasi yang akan menunjukkan kekayaan alam kawasan (Austin 1984). Formasi geologi dan jenis tanah sangat penting untuk menentukan perencanaan kawasan (Austin 1984) sehingga jenis tanah dan kedalaman tanah merupakan dasar yang perlu diperhatikan. Kesuburan tanah, ph, potensi erosi, kelerengan maksimum perlu juga diperhatikan (Parker 1998). Oleh karena itu, peranan formasi geologi amat penting dan berpengaruh terhadap keberadaan air tanah. Menurut Ndubisi (1997), geologi mempengaruhi ketersediaan air permukaan dan air tanah, produktivitas tanah, pemandangan, konstruksi perkerasan, bangunan ringan dan berat. Dalam merencanakan dan mengelola suatu lanskap alamiah, penting untuk menginvetarisasi kuantitas dan kualitas sumberdaya air atau yang tersedia di dalam kawasan. Hal ini penting karena hidrologi secara nyata sangat berpengaruh terhadap pengelolaan. Irigasi dapat memperbaiki vegetasi alam (Austin 1984). Kelerengan tanah mempengaruhi pemanfaatan dan daya dukung tanah. Klasifikasi kelerengan dibagi menjadi empat kemiringan yaitu kelas A dengan kemiringan 0-8%, kelas B 8%-15%, kelas C 15%-25%, kelas D lebih 25-45%, dan Kelas E >45% (Austin 1984). Masing-masing kelas kelerengan mempunyai daya dukung tersendiri baik untuk aktivitas ataupun fasilitas yang akan dibangun.

40 23 Iklim sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan dan jumlah penutupan vegetasi kawasan. Iklim mempengaruhi bio-fisik dalam hal ketersedian air permukaan dan air tanah, produktivitas tanah, dan iklim mikro. Curah hujan dan hari hujan mempengaruhi arahan pemanfaatan lahan. Analisis tapak merupakan suatu kegiatan perancangan yang berpusat pada kondisi-kondisi yang ada, dekat dan potensial dengan sekitar tapak. Menurut White (1985), peran utama dari analisis tapak dalam perancangan adalah memberikan informasi mengenai tapak sebelum memulai konsep-konsep perancangan sehingga pemikiran dini tentang suatu kegiatan dapat digabungkan dengan tanggapan-tanggapan yang berarti terhadap kondisi luar. Analisis tapak dilakukan untuk menentukan kegunaan yang paling sesuai dan dilakukan di atas tapak (Laurie 1990). Dalam hal ini program yang timbul merupakan suatu cerminan langsung dari fasilitas dan potensi tapak dalam konteks regional, sosial dan ekologis yang merupakan himpunan informasi dan data yang diperoleh dari hasil survei. Program pengembangan suatu kegiatan didasarkan pada studi dari komponen penentu seperti kebutuhan dan ukuran tapak, tipe, bentuk bangunan, dan kontruksi tapak (Rubinstein 1969). 2.7 Zonasi Berdasarkan perencanaan, perancangan, dan analisis tapak, perlu dibangun blok-blok yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi tapak. Ditinjau dari aspek teknis penangkaran rusa, dan dengan memperhatikan serta mempertimbangkan faktor pembatas dan efisiensi pengelolaan, perlu dikembangkan beberapa zona penting di dalam areal penangkaran. Zona yang paling penting adalah zona pembiakan dan zona perkantoran. Zona perkantoran bertujuan sebagai pendukung atau penunjang dalam usaha penangkaran sedangkan zona pembiakan merupakan inti dari suatu kegiatan penangkaran. Untuk mencapai tujuan penetapan zonazona tersebut, perlu dilakukan pembangunan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan penangkaran yang tidak merubah bentang alam yang ada. Areal HP Dramaga yang digunakan sebagai lokasi penangkaran rusa timor akan diperuntukkan sebagai kebun pakan, kandang untuk pembesaran, pembiakan, adaptasi, dan kandang jepit, bangunan pengelolaan (kantor, rumah jaga, gudang

41 24 pakan, obat-obatan, dan alat), kelengkapan penangkaran (shelter, kolam, saluran air, menara air), dan jalan patroli. Selain dimanfaatkan sebagai areal penangkaran rusa timor, HP Dramaga juga dimanfaatkan sebagai tempat penelitian lainnya seperti uji introduksi beberapa jenis pohon, kegiatan pendidikan dan latihan (dendrologi, pemuliaan pohon, ekologi hutan, dan silvikultur), penelitian persuteraan alam (budidaya murbei dan ulat sutera), dan obyek wisata (danau Setu Gede). Diharapkan melalui hutan penelitian tersebut dapat dipelajari berbagai aspek penelitian sehingga dapat bermanfaat bagi kepentingan pengembangan IPTEK dan pembangunan kehutanan secara berkelanjutan. 2.8 Partisipasi Masyarakat Kegiatan pembangunan dan atau pengelolaan dapat menimbulkan dampak sosial terhadap masyarakat di sekitar lokasi pembangunan atau lingkungan yang dikelola. Elemen-elemen sosial yang perlu dikaji meliputi demografi (kependudukan), ekonomi dan budaya untuk mengetahui dampak langsung terhadap komponen sosial. Partisipasi masyarakat adalah suatu pemberdayaan masyarakat untuk menggerakkan kemampuannya menjadi pelaku, mengelola sumberdaya, membuat keputusan dan mengendalikan kegiatan yang mempengaruhi kehidupannya (Wells dan Brandon 1993). Jenis partisipasi masyarakat meliputi pengumpulan informasi, konsultasi, pengambilan keputusan, insiatif pelaksanaan dan evaluasi. Semakin besar keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penangkaran rusa, makin besar pula kemungkinan untuk mengajak masyarakat setempat mencapai tujuan dan kebutuhan konservasi serta pengembangan sumberdaya satwaliar. Dalam menjalankan peran dalam masyarakat, pengelola penangkaran rusa dapat menjalin hubungan kemitraan, khususnya menangani konservasi fauna setempat. Perlu diingat bahwa, ketika krisis konservasi satwaliar menjadi masalah besar, tidak satupun lembaga konservasi yang dapat menanganinya sendiri dalam skala lokal, jika tidak melibatkan masyarakat lokal.

42 3. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak dan Luas Secara administrasi, HP Dramaga termasuk Desa Setu Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi HP Dramaga terletak pada ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Secara geografis lokasi ini terletak pada LS dan BT. Jarak dari Bogor ± 9,0 km ke arah Barat dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama ± 30 menit. Luas keseluruhan areal HP Dramaga sekitar 57,75 ha di mana sebagian besar (41,6%) merupakan hutan tanaman yang ditanam sejak tahun 1954 (Tabel 2). Tabel 2 Luas masing-masing lokasi berdasarkan peruntukan lahan No. Peruntukan Lahan Luas (ha) Persentase (%) Keterangan 1. Hutan Tanaman 24,00 41, jenis pohon 2. Areal Penyangga 11,90 20,61 Tanaman obat 3. CIFOR 10,00 17,32 Kantor 4. Areal Wisata Alam 4,25 7,36 Tepi danau 5. Areal Pusat Pengelolaan 3,00 5,19 Kantor, lapangan 6. Fasilitas Umum 2,50 4,33 Perumahan dinas 7. Areal Makam 2,10 3,64 Dekat pemukiman TOTAL 57, Luas lokasi sekitar 24,00 ha merupakan areal hutan tanaman sejumlah 102 petak, termasuk di dalamnya areal penelitian sutera alam dan penanaman murbei serta Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Areal penyangga seluas 11,90 ha merupakan lokasi yang berbatasan dengan pemukiman penduduk dimana dilakukan kegiatan konservasi eksitu dan penelitian budidaya jenis tumbuhan obat, sebanyak 60 petak. Areal seluas 10 ha digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) untuk pembangunan kantor dan fasilitas. Areal seluas 4,25 ha yang berada di tepi Danau Situ Gede merupakan areal yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai wisata alam terutama pada harihari libur. Areal seluas 3,00 ha digunakan sebagai pusat pengelolaan yakni pembangunan perkantoran, lapangan olahraga, instalasi listrik dan air, perumahan dinas karyawan dan rencana pengembangan fasilitas hunian. Sedangkan untuk fasilitas umum seluas 2,50 ha merupakan areal bekas persemaian dan bangunan Dharma Wanita serta rencana pembangunan warung atau kios barang-barang

43 26 kebutuhan sehari-hari. Lokasi yang tersisa sekitar 2,10 ha digunakan untuk areal makam karena berdekatan dengan pemukiman penduduk. Namun dalam pengembangannya, dari luas areal wisata alam, fasilitas umum, dan sebagian kecil areal pengelolaan, digunakan sebagai lokasi penangkaran rusa seluas ± 7,0 ha (Gambar 2). HP Darmaga CIFOR Setu Gede Gambar 2 Lokasi pembangunan penangkaran rusa timor di HP Dramaga, Bogor (Sumber: Setio 2008). Fungsi HP Dramaga sejak ditetapkan adalah selain sebagai tempat penelitian, sumber plasma nutfah, sumber benih tanaman, juga sebagai sarana pendidikan dan latihan, dan tempat rekreasi. Sedangkan tujuan dari pengembangan penangkaran rusa timor di HP Dramaga adalah untuk membangun pusat teknologi penangkaran rusa, dan mengintegrasikan pemanfaatan hutan, satwaliar, serta potensi alam dalam pengembangan eko-widya wisata. 3.2 Kondisi Fisik Berdasarkan hasil penelitian Parisy et al. (1999), lokasi HP Dramaga beriklim basah dengan tipe hujan A. Curah hujan rata-rata tahunan sebesar mm dengan jenis tanah latosol coklat kemerahan yang pada lapisan bagian atas berwarna coklat tua kemerahan dan bagian dalam berwarna lebih cerah. Tanah bertekstur liat sampai berdebu, solum sangat dalam, dan drainase sedang dengan ph tanah 5,0-6,0. Topografi, datar sampai agak bergelombang dengan kelerengan 0-5%. Namun topografi pada areal penangkaran rusa, umumnya datar.

44 Kondisi Biologi Flora yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 127 jenis tumbuhan, mencakup 88 marga dan 43 famili (Parisy et al. 1999). Jenis tumbuhan tersebut merupakan tanaman introduksi (42 jenis pohon) dan 88 jenis asli Indonesia (pohon 85 jenis, bambu satu jenis, rotan satu jenis, palmae satu jenis). Jenis tanaman introduksi terdiri dari jenis pohon berdaun jarum (Gymnospermae) tiga jenis dari marga pinus dan jenis daun lebar (Angiospermae) 39 jenis (34 marga, 18 famili) khusus marga khaya dan terminalia. Jenis pohon introduksi berasal dari negara beriklim tropis dan sub tropis. Jenis tumbuhan bawah yang terdapat di bawah tegakan pohon pada HP Dramaga, terdiri dari jukut kakawatan (Cynodon dactylon), paku kawat (Lycopodium cernuum), kirinyuh (Eupatorium pallescens), paku areuy (Gleichenia linearis), dan harendong (Melastoma polyanthum). Jenis fauna yang terdapat dalam HP Dramaga adalah ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai atau bajing (Lariscus sp), dan musang (Paradosurus hermaphroditus). Menurut Solihati (2007), jenis burung yang terdapat di HP Dramaga sebanyak 29 jenis terdiri dari 21 suku, dua jenis diantaranya merupakan burung endemik Pulau Jawa yakni Spizaetus bartelsi dan Stachyris grammiceps. 3.4 Sarana dan Prasarana Kawasan HP Dramaga selain memiliki sarana dan parasana berupa perkantoran, bangunan dan perumahan karyawan, juga memiliki enclave kampung yakni Semplak dan kampung Jawa. Di samping itu, HP Dramaga memiliki beberapa sarana dan prasarana penting, di antaranya adalah Danau Setu Gede yang pada hari libur sering dijadikan sebagai tempat rekreasi dan banyak dikunjungi masyarakat sekitar Bogor. Danau Setu Gede memiliki pemandangan indah yang dijadikan sebagai tempat perlombaan memancing ikan, dan berperahu mengelilingi danau.

45 4. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi penangkaran rusa timor yang terletak dalam kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga, Bogor milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (P3HKA) yang dilakukan mulai bulan Desember 2008 sampai dengan April Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi, kantong plastik, tali raffia, kantong koran atau coklat, bahan pembuatan herbarium (alkohol, kertas koran, label), buku panduan lapangan pengenalan burung, rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) sebanyak empat ekor terdiri atas satu ekor betina dewasa, satu ekor betina remaja, satu ekor jantan dewasa, dan satu ekor jantan remaja, serta hijauan pakan yang berada di sekitar HP Dramaga. Sedangkan alat yang digunakan adalah kamera, meteran, gunting rumput, timbangan (timbangan duduk, timbangan elektrik, timbangan rusa), oven, kompas, Global Positioning System (GPS), lux meter, hygrometer, dan alat tulis menulis. 4.3 Jenis Data yang diukur Data yang akan diamati dalam penelitian ini adalah bio-ekologi, dan fisik lokasi. Bio-ekologi mencakup vegetasi (jenis pohon, jumlah individu, intensitas cahaya, dan untuk jenis pohon diukur keliling batang), hijauan pakan baik rumput maupun semak (jenis dan jumlah, biomassa, produktivitas, nilai gizi, konsumsi, palatabilitas, daya dukung), inventarisasi jenis satwaliar (mamalia, aves dan reptil), dan nilai ekonomi penangkaran rusa. Sedangkan fisik lokasi mencakup letak dan luas, iklim dan curah hujan, topografi atau kelerengan, air, dan tanah (jenis, ph, kedalaman, tektur tanah). Di samping itu, informasi dari masyarakat diperlukan untuk mengetahui dampak dari kegiatan penangkaran rusa di HP Dramaga terhadap lingkungan sekitar.

46 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan meliputi studi literatur, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan yang merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan dan data sekunder diperoleh melalui studi literatur, dan wawancara dengan masyarakat untuk mengetahui persepsinya terhadap pembangunan penangkaran rusa. Studi literatur bertujuan untuk memperoleh data dan informasi dari hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan bio-ekologi yang diarahkan pada aspek teknis penangkaran. Informasi fisik lokasi lebih diarahkan pada karakteristik kawasan dan sekitar. Data dan informasi dari kedua aspek tersebut umumnya merupakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan internet, dan merupakan komponen penentu dalam pembuatan desain penangkaran rusa timor di HP Dramaga. Pengamatan terhadap lokasi dan aksesibilitas dapat memberikan gambaran tentang pelaksanaan pembangunan penangkaran rusa, jarak dari pusat kota, cara untuk mencapai kawasan, dan ketinggian dari permukaan laut. Dari informasi tersebut dapat diketahui karateristik lingkungan fisik seperti dataran rendah atau tinggi. Data diperoleh dengan cara pengumpulan data yang berasal dari RTRW Desa Situ Gede dan Desa Bubulak. Pengamatan dilakukan pula pada alat transportasi untuk mengetahui jenis kendaraan umum yang digunakan untuk mencapai kawasan. Iklim erat hubungannya dengan pertumbuhan dan jumlah penutupan vegetasi dan hijauan pakan rusa. Iklim mempengaruhi bio-fisik dalam hal ketersedian air permukaan dan air tanah, produktivitas tanah, iklim mikro sedangkan curah hujan dan hari hujan mempengaruhi arahan pemanfaatan lahan. Pengumpulan data iklim dilakukan untuk mengetahui rata-rata curah hujan (bulanan, dan harian), temperatur, kelembaban, dan jumlah hari hujan yang digunakan untuk mengetahui tipe iklim, kesesuaian vegetasi, kenyamanan pengunjung, serta pembangunan fasilitas. Sumber data diperoleh dari data sekunder yang berasal dari Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor.

47 30 Jenis dan kedalaman tanah merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan, selain ph tanah, kesuburan tanah, potensi erosi, dan kelerengan. Jenis tanah sangat penting untuk menentukan perencanaan tapak dan berpengaruh terhadap keberadaan air tanah serta ketersediaan air permukaan dan air tanah, produktivitas tanah, pemandangan, konstruksi perkerasan, bangunan ringan dan berat. Pengumpulan data tanah dilakukan untuk mengetahui gambaran jenis dan kesuburan tanah kawasan setempat. Penggunaan data dilakukan untuk usaha konservasi tanah dalam kaitannya sebagai daerah resapan air, kepekaan terhadap erosi, dan usaha perbaikan tanah dalam untuk kesesuaian vegetasi dan hijauan pakan rusa. Topografi digunakan untuk mengetahui bentuk lahan kawasan secara makro dan mikro. Secara makro digunakan untuk mengetahui kesesuaian lahan dalam arahan pemanfaatan lahan, apakah termasuk kawasan lindung, kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan dan budidaya tanaman semusim. Sumber data merupakan data sekunder. Secara mikro, data topografi digunakan untuk mengetahui bentukan lahan penangkaran rusa, elevasi dari permukaan laut, arah drainase atau sungai, dan posisi danau atau setu. Data digunakan untuk penentuan tata ruang atau zonasi, pencagaran tanah sesuai dengan kelas kemiringan lahan, dan aktivitas pengguna (pengunjung dan pengelola). Air memberikan informasi tentang potensi sumber air yang dapat ditemukan di kawasan tersebut seperti sungai, anak sungai, mata air, atau danau. Data diperoleh dari data sekunder dan wawancara dengan masyarakat. Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur atau tidak resmi (informal interview), dimana wawancara dilakukan dengan cara bebas, santai, dan tanpa menggunakan kuesioner (Kountur 2007). Wawancara dengan masyarakat sekitar lokasi, aparat desa, dan sesepuh dilakukan untuk mengetahui tata guna lahan pada areal HP Dramaga dalam hubungannya dengan penggunaan tanah dalam kawasan penangkaran rusa. Masyarakat merupakan orang yang terkena dampak langsung dengan adanya pembangunan penangkaran rusa. Informasi yang akan digali adalah seberapa jauh dampaknya terhadap masyarakat, aspirasi dan harapan dengan adanya pembangunan

48 31 penangkaran rusa serta langkah-langkah yang akan ditempuh jika tidak ada solusi dalam pemenuhan kehidupan sehari-hari. Informan kunci dipilih berdasarkan kompetensi masyarakat di dalam kawasan. Data yang diperoleh dari masyarakat digunakan untuk pertimbangan dalam penentuan ruang atau zonasi penangkaran rusa beserta areal untuk membangun berbagai fasilitas. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejarah kawasan HP Dramaga untuk menggambarkan kondisi umum penangkaran rusa, yang secara administratif termasuk Desa Situ Gede dan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Informasi dari Desa yang diperlukan adalah luas lahan dan pemanfaatannya, jumlah penduduk, mata pencaharian, mata pencaharian yang berkaitan dengan pertanian dan sarana dan prasarana jalan. Selain wawancara, data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari hasil kajian IPB dan Badan Litbang Kehutanan yang digunakan sebagai salah satu sumber untuk mendapatkan informasi dari masyarakat dan pemilik lahan yang ada di dalam kawasan penangkaran rusa. Dari pimpinan formal dan informal masyarakat seperti Kepala Desa dan tokoh masyarakat setempat akan digali informasi tentang persepsi dan harapan dengan adanya penangkaran rusa bagi masyarakat sekitarnya. Informasi ini untuk memahami munculnya suatu pandangan dan sikap sebagian masyarakat terhadap pembangunan penangkaran rusa. Selain itu, wawancara dilakukan juga untuk menambah informasi tentang keberadaan satwa. Pengamatan langsung bertujuan untuk memperoleh data mengenai aspek bioekologi yang meliputi analisis vegetasi, hijauan pakan rusa, identifikasi satwaliar, dan analisis finansial penangkaran rusa Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan pada dua lokasi yakni di dalam dan di luar areal penangkaran rusa. Analisis vegetasi dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kondisi tumbuhan bawah dan semak yang berada di bawah vegetasi pohon dengan penutupan tajuk yang cukup rapat. Analisis ini mencakup keragaman jenis dan komposisi jenis, struktur vegetasi serta jumlah individu melalui metode jalur berpetak sesuai petunjuk dari Soerianegara dan Indrawan (1988).

49 Analisis vegetasi di dalam areal penangkaran (6,50 ha) dilakukan pada semua tipe vegetasi baik pohon, tiang, pancang, semai, dan tumbuhan bawah yang terdapat di dalam petak. Jumlah petak yang diamati sebanyak 23 petak sesuai dengan jumlah plot vegetasi yang berada di dalam areal penangkaran rusa dan masing-masing petak terdiri dari tingkat pohon, tiang, pancang, semai, dan tumbuhan bawah (Tabel 3). Tabel 3 Jumlah petak pengamatan analisis vegetasi di HP Dramaga No. Lokasi Pengamatan Ukuran Petak Jumlah Petak Keterangan 1 Di dalam Areal Penangkaran 20x20 m 23 Pohon 10x10 m 23 Tiang 5x5 m 23 Pancang 2x2 m 23 Semai 1x1 m 23 Tumbuhan bawah, semak 2 Di luar Areal Penangkaran 1x1 m 9 Tumbuhan bawah, semak 32 Masing-masing petak dilakukan pengamatan terhadap vegetasi yakni pada petak berukuran 20x20 m 2 untuk tingkat pohon dengan diameter 20 cm ke atas; ukuran 10x10 m 2 untuk tiang berdiameter cm; ukuran 5x5 m 2 untuk pancang setinggi 1,5 m dan diameter 5-10 cm; serta ukuran 2x2 m 2 untuk semai yakni setinggi kurang dari 1,5 m dan diameter lebih kecil dari 3 cm atau mulai kecambah sampai anakan serta ukuran 1x1 m 2 untuk jenis tumbuhan bawah (rumput, herba, semak belukar). Jenis vegetasi pohon, tiang dan pancang dicatat nama spesies lokal dan ilmiah, dihitung jumlah individu untuk mengetahui kerapatan, serta diukur keliling batang. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah, dicatat jenis dan jumlah individu baik yang biasa dikonsumsi maupun yang tidak biasa dikonsumsi oleh rusa di penangkaran. Sedangkan analisis vegetasi di luar areal penangkaran rusa (10,10 ha) hanya dilakukan pada jenis tumbuhan bawah dan semak saja karena tumbuhan bawah tersebut biasa dipanen dan diberikan pada rusa di dalam penangkaran dengan sistem cut and carry. Analisis vegetasi dilakukan untuk memberikan gambaran tentang kondisi tumbuhan bawah yang berada di tempat terbuka dan membandingkan dengan kondisi tumbuhan bawah di dalam penangkaran.

50 Jumlah petak yang diamati di luar areal penangkaran rusa adalah sembilan petak berukuran 1x1 m 2 sesuai dengan lokasi pengambilan pakan yakni pada areal terbuka di sekitar penanaman murbei sebanyak tiga petak, areal kebun yang digunakan oleh masyarakat sebanyak tiga petak, dan di sekitar lapangan bola sebanyak tiga petak. Di samping itu, dicatat pula prosentase penutupan (intensitas cahaya) vegetasi baik yang berada di dalam maupun di luar areal penangkaran, dengan menggunakan lux meter. Pengamatan intensitas cahaya dilakukan pada waktu pagi hari (jam ), siang (jam ), dan sore (jam ) selama 7 hari Hijauan Pakan Pengamatan hijauan pakan dilakukan untuk mengetahui nama jenis, produktivitas, biomassa, palatabilitas, konsumsi, nilai gizi, dan daya dukung. Untuk mengetahui nama jenis hijauan dilakukan dengan membuat herbarium kemudian diidentifikasi. Produktivitas dan biomassa hijauan pakan dilakukan dengan cara membuat petak berukuran 1 x 1 m, dengan jumlah petak sesuai Tabel 4. Tabel 4 Luas dan kondisi areal pengamatan produktivitas hijauan pakan rusa di HP Dramaga No. Petak Lokasi Luas Areal (ha) Kondisi Lokasi Interval Pemotongan (hari) Dalam Penangkaran 0,30 Di bawah tegakan sda 0,25 sda sda 3,45 sda sda 2,50 Tempat terbuka Jumlah 6, Luar Penangkaran 2,00 Lokasi Murbei sda 1,10 sda sda 1,50 Tempat terbuka sda 0,50 Lapangan sda 5,00 Tempat terbuka Jumlah 10, Total Seluruh 16, Jumlah Petak Interval waktu pemotongan hijauan pakan dilakukan selama 20 hari, 30 hari, dan 40 hari untuk mengetahui produktivitas yang optimal (Susetyo 1980). Metode yang digunakan untuk menentukan produktivitas hijauan pakan adalah pembabatan atau pemotongan rumput. Teknik yang digunakan adalah memotong setiap jenis 33

51 34 rumput yang terdapat dalam unit contoh sampai batas permukaan tanah dan membiarkannya untuk bertumbuh kembali hingga periode waktu yang telah ditentukan. Setelah rumput dibabat dan dipanen, rumput dipisah menurut jenis kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditimbang untuk mengetahui berat basahnya (Prasetyonohadi 1986). Selanjutnya rumput yang merupakan sumber pakan rusa dimasukkan ke dalam kantong kertas lalu dioven pada suhu 70 0 C untuk mengetahui biomassa. Jumlah ulangan yang digunakan dalam pengamatan produktivitas dan biomassa sebanyak dua kali. Biomassa dapat diartikan sebagai berat kering atau berat basah dari suatu hijauan yang dapat diketahui dengan cara melakukan penimbangan terhadap berat basah dan berat kering suatu hijauan pakan rusa. Berat kering diperoleh dengan cara memasukkan hijauan pakan segar sebanyak ± 1 kg ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 70 0 C, dan dilakukan penimbangan berat kering. Palatabilitas (tingkat kesukaan) merupakan hasil keseluruhan faktor-faktor yang menentukan sampai pada tingkat mana suatu pakan menarik bagi rusa (Mcllroy 1977). Palatabilitas diketahui dengan cara memberikan hijauan pakan yang biasa dikonsumsi rusa dalam bentuk prasmanan dimana pakan diberikan secara bersamasama dalam waktu yang bersamaan. Jenis hijauan yang diberikan adalah bayondah (Isachne globosa), aawian (Panicum montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv), lameta (Leersia hexandra Swartz), kolonjono (Hierochloe horsfieldii Maxim), dan gewor (Comellina nudiflora L). Untuk mengetahui kandungan nutrisi hijauan pakan, dilakukan analisis proksimat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, yang meliputi kandungan air, lemak, protein, serat kasar, bahan ekstra tanpa nitrogen (BETN), abu, kalsium, phosphor, dan energi (Tabel 5). Hijauan pakan yang diberikan, diletakkan dalam enam buah wadah berbentuk kotak sehingga masing-masing jenis pakan ditempatkan dalam satu wadah. Nilai indeks palatabilitas (IP), didekati dengan mengetahui jumlah pakan yang diberikan, jumlah pakan yang tersisa, dan jumlah pakan yang dikonsumsi.

52 35 Tabel 5 Kandungan nutrisi hijauan pakan rusa timor di HP Dramaga Hasil Analisis Kimia (%) Jenis Pakan BK Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar BETN Ca P Energi (cal) Bayondah 14,33 2,27 2,84 5,31 0,78 3,13 0,12 0, Lameta 18,58 2,15 3,63 6,01 0,94 5,85 0,1 0, Gewor 8,9 0,18 1,53 5,91 0,43 0,85 0,12 0, Kolonjono 10,19 0,83 2,4 3,69 0,77 2,5 0,09 0, Kipait 40,26 1,49 6,27 15,2 0,06 17,24 0,24 0, Aawian 17,33 19,9 3,8 5,99 0,76 4,79 0,1 0, Campuran 39,74 4,29 7,1 19,13 2,25 19,28 0,39 0, Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, 2009 Keenam jenis pakan yang diberikan pada empat ekor rusa (betina dewasa, jantan dewasa, jantan remaja, dan betina remaja) ditempatkan ke dalam kandang individu (Tabel 6). Tabel 6 Jenis kelamin, dan ukuran kandang rusa yang digunakan dalam penelitian di penangkaran HP Dramaga No. Rusa yang digunakan Jumlah Rusa (ekor) Ukuran Kandang 1. Rusa betina dewasa 1 2 x 1,5 m 2. Rusa betina remaja 1 2 x 1,5 m 3. Rusa jantan dewasa 1 2 x 2,5 m 4. Rusa jantan remaja 1 6,5 x 6 m Rusa betina ditempatkan dalam kandang berukuran lebih kecil karena aktivitasnya lebih tenang. Jantan dewasa ditempatkan dalam kandang yang agak besar (bagian sudut) bersebelahan dengan betina dewasa karena memasuki masa kawin sehingga perilakunya binal dan galak. Sedang jantan remaja ditempatkan dalam kandang yang paling besar karena lebih jinak dibandingkan dengan yang lain sehingga aman dalam pemberian perlakuan. Konsumsi pakan dihitung dengan cara memberikan hijauan pakan campuran yang berada di dalam kawasan HP Dramaga yakni sebanyak 61 spesies (24 jenis terdapat di dalam areal penangkaran dan 37 jenis di luar areal penangkaran). Untuk mengetahui nama jenis pakan yang dikonsumsi rusa, terlebih dahulu dibuat herbarium dan selanjutnya diidentifikasi di Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Kelompok Peneliti Botani.

53 Identifikasi Satwa Identifikasi satwa dilakukan untuk mengetahui jenis satwa yang berada di lokasi HP Dramaga dengan menjelajahi areal, mengamati, mengidentifikasi, dan menginventarisasi seluruh jenis satwa yang ditemukan. Jenis satwa yang diketahui, dikelompokkan berdasarkan kelas mamalia, aves dan reptil. Keberadaan jenis burung diidentifikasi menggunakan buku panduan lapangan menurut petunjuk MacKinnon et al. (2000) dan untuk jenis mamalia dan reptil dicatat nama lokal dan nama ilmiah. Selain perjumpaan langsung, dilakukan juga pelacakan jejak, kotoran atau faeces, dan sisa makanan yang ditinggalkan oleh kelompok mamalia. Untuk kelompok burung, petunjuk lain seperti suara dan kehadiran sarang juga merupakan salah satu cara untuk menentukan keberadaannya. Pengamatan dilakukan pada pagi, sore, dan malam hari selama dua minggu dengan ulangan sebanyak dua kali. Umumnya pengamatan pada malam hari untuk mengetahui keberadaan jenis reptil dan beberapa jenis mamalia yang aktif pada malam hari. Pengamatan pada pagi hari dimulai pukul , sore hari pukul dan malam hari pukul WIB. Identifikasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidak pesaing dan predator rusa di dalam kawasan HP Dramaga. 4.5 Analisis Data Data yang terkumpul (primer dan sekunder) dianalisis berdasarkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif terutama yang berkaitan dengan bio-ekologi, dan fisik lokasi Analisis Vegetasi Analisis vegetasi diperlukan untuk mengetahui keragaman dan dominasi jenis. Menurut Kusmana dan Istomo (1995), parameter vegetasi yang dihitung adalah kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR), dominasi (D), dominasi relatif (DR), dan nilai penting (NP) untuk masing-masing spesies. Jumlah Individu Suatu Spesies Kerapatan Spesies (K) = Luas Petak Contoh

54 37 Kerapatan Suatu Spesies Kerapatan Relatif (KR) = x 100 % Kerapatan Seluruh Spesies Jumlah Petak yang Ditemukan Frekuensi Spesies (F) = Jumlah Seluruh Petak Contoh Luas Bidang Dasar Suatu Spesies Dominasi Spesies (D) = Luas Petak Contoh Frekuensi Suatu Spesies Frekuensi Relatif (FR) = x 100 % Frekuensi Seluruh Spesies Dominasi Suatu Spesies Dominasi Relatif (DR) = x 100 % Dominasi Seluruh Spesies Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR Hijauan Pakan Untuk memperoleh nilai produktivitas hijauan pakan, dapat dihitung menggunakan rumus seperti yang ditulis oleh Alikodra (1990), sebagai berikut : P P 1 dimana : P = produksi hijauan pakan pada seluruh areal = ---- L = luas areal penangkaran L 1 P 1 = produksi hijauan pakan seluruh petak 1 = luas seluruh petak contoh Perhitungan terhadap biomassa dilakukan dengan menggunakan rumus: BK dimana: P = ketersediaan biomassa hijauan (kg/th) KB = x 100% KB = kadar biomassa hijauan pakan (%) BO BK = berat kering hijauan pakan (kg) BO = berat segar hijauan pakan oven (kg) BO.KB BB = berat basah hijauan pakan (kg) P = x A.fk A = total luas areal (ha) a.t a = banyaknya unit contoh (petak) t = waktu pengamatan (tahun) KB fk = faktor konsumsi rusa BK = X BB 100

55 Desain rancangan penelitian konsumsi dan palatabilitas tertera pada Tabel 7. Tabel 7 Rancangan penelitian konsumsi dan palatabilitas pakan rusa di HP Dramaga No. Rusa yang digunakan (jenis kelamin, kelas umur, dan jumlah) Nama Kandang dan Kotak Pakan Jenis dan Cara Pemberian Pakan Prasmanan Campuran 1 Betina Dewasa (1 ekor) A (1; 2; 3; 4; 5; 6) 6 jenis *) 61 spesies 2 Betina Remaja (1 ekor) B (1; 2; 3; 4; 5; 6) 6 jenis *) 61 spesies 3 Jantan Dewasa (1 ekor) C (1; 2; 3; 4; 5; 6) 6 jenis *) 61 spesies 4 Jantan Remaja (1 ekor) D (1; 2; 3; 4; 5; 6) 6 jenis *) 61 spesies Jumlah 4 ekor 4 petak (24 petak) 6 jenis *) 61 spesies Keterangan: *) jenis bayondah, aawian, kipait, lameta, kolonjono, dan gewor Besarnya konsumsi pakan rusa dapat dihitung menggunakan rumus berat pakan awal dikurangi berat pakan sisa. Sedang Indeks Palatabilitas (IP) diketahui dengan membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan jumlah pakan yang diberikan. Apabila produktivitas hijauan pakan dan konsumsi telah diketahui, daya dukung habitat dapat dihitung menggunakan rumus yang disarankan oleh Susetyo (1980). P dimana : K = jumlah rusa yang dapat ditampung K = P = produktivitas hijauan pakan per satuan waktu C C = jumlah konsumsi pakan rusa per satuan waktu dimana: C = ax 1 + bx 2 + cx nx n (x n = jenis-jenis hijauan yang dikonsumsi rusa) Jenis satwa yang diperoleh, ditampilkan dalam bentuk tabel yang berisi tentang nama lokal, nama ilmiah, jumlah satwa, lokasi pengamatan, dasar dentifikasi, dan status satwa yang diamati baik yang dilindungi (IUCN 2008) maupun yang tidak dilindungi, kemudian dibedakan atas jenis mamalia, reptil, dan aves. Analisis finansial dilakukan berdasarkan ukuran-ukuran penilaian investasi yang sering dilakukan, yakni BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value), dan IRR (Internal Rate Return), dengan menggunakan persamaan: n B t - C t dimana: B t = pendapatan kotor tahunan NPV = C t = biaya tahunan t=1 (1 + i) t n = umur ekonomis proyek t = tahun proyek (1+i) t = Discounted Factor (DF) 38

56 39 n B t t=1 (1 + i) t BCR = n C t t=1 (1 + i) t NPV IRR = DF P + [ x (DF N DF P)] PV P PV N dimana: DF P = Discounting Factor, digunakan untuk menghasilkan present value positive DFN = Discounting Factor, digunakan untuk menghasilkan present value negative PV P = Present Value Positive PV N = Present Value Negative Selanjutnya untuk mengetahui jangka waktu pengembalian suatu usaha atau waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya yang telah dikeluarkan, digunakan rumus sebagai berikut: Total Biaya Investasi Waktu pengembalian = Pendapatan Bersih per Tahun Untuk membuat desain tapak penangkaran rusa, perlu diketahui kondisi spesifik lokasi yang diperoleh melalui pengamatan langsung, data sekunder, data primer, dan wawancara. Data yang terkumpul, dianalisis dan dievaluasi untuk selanjutnya diimplementasikan melalui desain sesuai dengan tujuan. Data yang diperoleh berguna sebagai informasi tentang kriteria penentuan tapak atau potensi tapak, kendala bagi tapak, kenyamanan (amenity), dan bahaya yang mungkin timbul (danger signal). Sebelum suatu tapak didesain, tapak terlebih dahulu dianalisis, dengan tujuan untuk dapat mengetahui sifat fisik lahan, menentukan penggunaan tapak secara tepat dan sesuai dengan kapasitas tapak, serta dapat membantu efisiensi secara ekonomi yang tepat sasaran, tepat tujuan dan supply meets demand kemudian dilanjutkan dengan perencanaan tapak, perancangan tapak, dan diakhiri dengan pelaksanaan berupa pembuatan desain. Oleh karena itu, diperlukan data berupa peta, hasil survei, dan data sekunder lainnya.

57 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Komponen Bio-ekologi Vegetasi Berdasarkan hasil pengamatan pada 23 buah petak yang berada di dalam areal penangkaran rusa, diperoleh 34 jenis yang merupakan tumbuhan bawah, 38 jenis tingkat semai, 20 jenis tumbuhan tingkat pancang dan tiang, serta 37 jenis tanaman tingkat pohon. Dari 34 jenis tumbuhan bawah, 24 jenis diantaranya dimakan rusa. Nilai kerapatan relatif tertinggi pada tumbuhan bawah yakni jenis badotan (Ageratum conyzoides Linn) 29,2%; amis mata (Ficus quercifolia Roxb) 13,3% dan bayondah (Isachne globosa) sebesar 10,2% (Lampiran 1). Kerapatan relatif tertinggi pada tingkat semai adalah pada anakan Hopea odorata 32,4% dan Strombosia zeylanica Gardn 28,9%. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada tingkat semai yakni pada anakan Strombosia zeylanica Gardn 42,7 dan Hopea odorata 40,2 (Lampiran 2). Kerapatan relatif tertinggi pada tingkat pancang dan tiang adalah Strombosia zeylanica Gardn 27,1% dan Melia excelsa Jacq 16,1% (Lampiran 3 dan 4). Tingkat pancang dan tiang didominasi oleh jenis bintangor (Calophyllum soulatri Burm F) dengan nilai dominasi relatif 28,8% dan INP 43,5. Sedangkan kerapatan relatif tertinggi untuk tingkat pohon adalah Hopea odorata 16,7% dan Hopea mengarawan Miq 15,6% (Lampiran 5). Hopea odorata merupakan jenis yang paling dominan dengan nilai dominasi relatif tertinggi sebesar 16,0%. Rata-rata nilai intensitas cahaya di dalam areal penangkaran rusa sebesar 14,17%. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa areal penangkaran cukup tertutup oleh vegetasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan bawah yang merupakan sumber pakan, menjadi terhambat. Namun kondisi pohon, tiang, dan pancang untuk kepentingan fungsi cover dan shelter sebagai tempat berlindung (bersembunyi), cukup baik dan aman terutama saat melahirkan dan menyusui anak. Selama masa birahi, rusa jantan selalu menggesekan ranggah pada pohon sehingga di dalam areal penangkaran diperlukan adanya pohon-pohon (Tuckwell 1998). Apabila di dalam areal penangkaran tidak tersedia pohon-

58 41 pohon, rusa jantan cenderung akan menggesek-gesekan ranggahnya pada tiang pagar. Di samping itu, dari segi pergerakan satwa dan akses pengelolaan, kondisi pohon yang rapat dapat menyebabkan pergerakan rusa terbatas sehingga dapat mengurangi akses dan mempengaruhi tata letak. Oleh karena itu perlu pengelolaan dan pengaturan agar tercapai kondisi yang optimal. Selain itu, pemeliharaan kesehatan secara alami bagi rusa dipengaruhi pula dengan ketersediaan tanaman yang ada, baik sebagai pakan maupun tumbuhan yang tumbuh atau ditanam di dalam areal penangkaran. Rusa memiliki kemampuan daya tahan tubuh yang tinggi karena secara naluri akan mencari pengobatan dari lingkungan sekitar. Kemungkinan terjadinya pengobatan alami secara naluri oleh rusa adalah dengan kebiasaan memakan kulit batang pohon yang tumbuh di sekitar tempat hidupnya. Hal ini karena beberapa kulit batang pohon memiliki getah dan kambium yang berefek anthelmentik yang dapat mengobati infestasi cacing, selain efek kemoterapika lainnya untuk analgesik, antipiretik, dan antiparasit. Salah satu jenis kulit kayu yang umum digunakan sebagai obat-obatan adalah jenis pulai (Alstonia scholaris) yang secara tradisional telah banyak digunakan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Getah dari kulit ini diketahui dapat menyembuhkan beberapa penyakit, baik pada saluran darah, pencernaan, maupun organ tubuh lainnya. Oleh sebab itu, pada lokasi penangkaran rusa perlu dilakukan pengkayaan jenis tanaman ini sebagai tanaman obat yang dapat dikonsumsi rusa secara alami. Hasil analisis vegetasi pada sembilan petak yang berada di luar areal penangkaran, terdapat 44 jenis tumbuhan bawah, 37 jenis diantaranya dimakan rusa (Lampiran 6). Nilai kerapatan relatif tertinggi dicapai oleh jenis kipait (Axonopus compressus Beauv) dan lameta (Leersia hexandra Swartz) dari famili graminae masing-masing 23,9% dan 17,6%. Kipait dan lameta merupakan jenis pakan yang sering diberikan pada rusa di penangkaran HP Dramaga. Kipait merupakan salah satu rumput yang sangat disukai ternak karena mempunyai nilai gizi yang baik walaupun daunnya agak kasar, sedang lameta memiliki batang yang halus, lembut, dan kaya akan zat telur tetapi miskin sellulosa sehingga dalam pemberiannya harus dicampur dengan jenis rumput lain yang mengandung serat

59 kasar tinggi (Heyne 1987). Tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di luar areal penangkaran tidak diamati karena yang dimanfaatkan hanya tumbuhan bawah. Rata-rata intensitas cahaya di luar areal penangkaran sebesar 16,31% menunjukkan bahwa kondisi vegetasi di luar areal penangkaran tersebar merata dengan penutupan tajuk tidak terlalu rapat sehingga intensitas cahaya dapat mencapai lantai hutan pada beberapa petak pengamatan pertumbuhan dan vegetasi tumbuhan bawah tidak terhambat dan dapat menghasilkan tumbuhan pakan rusa Hijauan Pakan Rata-rata produktivitas harian hijauan pakan yang dipanen sebanyak dua kali dengan interval pemanenan 20 hari, 30 hari dan 40 hari adalah sebesar 236,99 g/m 2 /hari atau setara dengan ,69 kg/ha/tahun dimana di dalam areal penangkaran mencapai 58,76 g/m 2 /hari atau setara dengan ,56 kg/ha/tahun dan di luar penangkaran 178,23 g/m 2 /hari setara dengan ,13 kg/ha/tahun (Tabel 8). Berdasarkan produktivitas tersebut, penempatan tapak sangat menentukan atau perlu intervensi pengelolaan vegetasi di dalam areal penangkaran agar kondisi optimal hijauan pakan dapat tercapai. Tabel 8 Rata-rata produktivitas harian hijauan pakan rusa di HP Dramaga, Bogor Rata-rata Panen (hari) Jumlah Rata-rata Lokasi No. Petak (g/m 2 /hr) (g/m 2 /hr) Di dalam 1 91,60 162,12 232,89 486,61 162, ,99 171,33 206,29 483,61 161, ,44 130,44 176,52 380,40 126, , , , , ,53 Jumlah 1349, , , , ,74 Rata-rata Harian 67,49 58,44 50,35 176,29 58,76 Di luar 1 627, , , , , ,55 984, , , , ,26 858,72 759, ,22 640, ,15 467,21 888, ,01 427, , , , , ,74 Jumlah 3010, , , , ,23 Rata-rata Harian 150,50 180,18 204,00 534,69 178,23 Jumlah Seluruh 4359, , , , ,98 Rata-rata Harian 217,99 238,63 254,36 710,98 236,99 Hasil produktivitas harian di atas menyatakan pemanenan pada umur 40 hari memberikan produktivitas tertinggi dibandingkan dengan umur 30 hari dan 20 hari. Rata-rata harian produktivitas hijauan pakan yang dipanen pada umur 20 42

60 43 hari mencapai 217,99 g/m 2 /hari atau ,54 kg/ha/tahun, yang dipanen pada umur 30 hari mencapai 238,63 g/m 2 /hari atau ,85 kg/ha/tahun dan hijauan pakan yang dipanen pada umur 40 hari mencapai produksi sebesar 254,36 g/m 2 /hari atau ,55 kg/ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pemanenan pada umur 20 hari terlalu lambat untuk bertumbuh, kecuali bagi tumbuhan menjalar, yang umumnya lebih tahan terhadap defoliasi (pemotongan). Oleh karena itu, pemotongan pada umur 40 hari adalah interval pemotongan hijauan pakan yang baik, pada kondisi HP Dramaga. Pada umumnya pengelolaan perumputan atau pemotongan hijauan yang dianjurkan antara hari pada musim hujan dan hari pada musim kemarau (Susetyo 1980). Tingginya produktivitas hijauan pakan pada umur 40 hari karena pada umur tersebut, hijauan pakan masih berada dalam fase pertumbuhan sehingga nilai gizi dan produktivitasnya masih tinggi dibandingkan dengan produktivitas hijauan pakan yang dipanen pada umur 20 dan 30 hari. Produktivitas dan nilai gizi hijauan pakan baru akan menurun apabila pemanenan dilakukan setelah berumur 60 hari ke atas yang ditandai oleh rendahnya kandungan protein dan tingginya serat kasar (Susetyo 1980). Produktivitas tersebut bervariasi dan penyebabnya adalah tingkat kerapatan dan tutupan tajuk pohon. Areal dimana pohon tumbuh rapat dan penutupan tajuk luas sehingga cahaya matahari terbatas menembus lantai hutan menyebabkan produktivitas hijauan pakan rendah karena tumbuhan bawah sulit berkembang seperti pada petak contoh 1, 2, dan 3 yang berada di dalam areal penangkaran rusa. Sedangkan produktivitas tertinggi pada petak 5, berada di luar areal penangkaran dimana penutupan tajuk tidak terlalu rapat dan intensitas cahaya dapat mencapai lantai hutan. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Semiadi dan Nugraha (2004), apabila jarak pohon terlalu rapat maka akan menghambat pertumbuhan rumput. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas hijauan pakan di dalam areal penangkaran rusa, diperlukan areal penanaman pakan rusa pada lahan terbuka. Lokasi yang sesuai untuk penanaman pakan yakni di sekitar kantor meteorologi dengan intensitas cahaya tertinggi pada siang hari sebesar 69,18%.

61 44 Produktivitas hijauan pakan yang diperoleh jauh lebih tinggi dibanding dengan hasil penelitian Sumanto (2006) pada areal penangkaran rusa timor yang dikelola IPB di Dramaga yaitu sebesar 13,32 g/m 2 /hari atau kg/ha/tahun. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain interval pemanenan yang berbeda dan kemampuan pertumbuhan hijauan setelah dilakukan pemotongan. Produktivitas hijauan tergantung pada persistensi (daya tahan) hidup dan berkembangbiak, agresivitas (daya saing) dengan spesies lain, kemampuan tumbuh kembali setelah injakan dan penggembalaan berat, sifat tahan kering dan dingin, dan kesuburan tanah (McIlroy 1977 dan Reksohadiprodjo 1982). Pemanenan untuk mengetahui nilai produktivitas hijauan pakan rusa dilakukan pada saat musim hujan sehingga produktivitas hijauan pakan pada musim kemarau diasumsikan sebesar setengah dari produktivitas pada musim hujan seperti yang dikemukan Susetyo (1980). Dengan demikian nilai produktivitas hijauan pakan segar pada musim kemarau sebesar ½ x ,69 kg/ha/tahun = ,84 kg/ha/tahun. Sedangkan total luas areal pengamatan di HP Dramaga seluruhnya 16,60 ha sehingga diperoleh produktivitas hijauan pakan segar pada musim hujan (52.109,69 kg/ha/tahun dikalikan dengan 16,60 ha) = ,85 kg/ha/tahun. Produktivitas hijauan pakan berdasarkan bahan kering sebesar 39,74% dikalikan ,85 kg/ha/tahun = ,28 kg/tahun. Sedangkan produktivitas hijauan pakan segar pada musim kemarau = ,28 kg/tahun dibagi 2 = ,64 kg/tahun dan produktivitas hijauan pakan pada musim kemarau berdasarkan bahan kering sebesar 39,74% dikalikan ,64 kg/tahun = ,97 kg/tahun. Nilai biomassa pada setiap jenis hijauan pakan berbeda karena dipengaruhi oleh kadar air yang dimiliki. Kadar biomassa dihitung berdasarkan hasil pemanenan hijauan pakan rusa pada interval 20 hari, 30 hari, dan 40 hari. Ratarata kadar biomassa hijauan pakan yang dipanen pada umur 20 hari sebesar 17,85% dengan berat kering 3,89 g/m 2 dan yang memiliki kadar biomassa tertinggi adalah lameta (Leersia hexandra Swartz) sebesar 15,31%. Kadar biomassa hijauan pakan yang dipanen pada umur 30 hari sebesar 13,07% dengan berat kering 2,44 g/m 2 dan lameta (Leersia hexandra Swartz) merupakan jenis hijauan pakan yang memiliki kadar biomassa tertinggi yakni sebesar 45,31%.

62 45 Sedangkan kadar biomassa hijauan pakan yang dipanen pada umur 40 hari sebesar 15,19% dengan berat kering 2,32 g/m 2 dan hijauan pakan yang memiliki kadar biomassa tertinggi adalah lameta (Leersia hexandra Swartz) sebesar 44,19% dengan berat kering 9,94 g/m 2 (Lampiran 7). Rata-rata tingkat konsumsi pakan yang diberikan pada rusa dengan sistem campuran adalah sebesar 6396,28 g/ekor/hari dimana betina dewasa mengkonsumsi pakan sebesar 6384,28 g/hari, betina remaja 5281,86 g/hari, jantan dewasa 8158,57 g/hari dan jantan anak 5760,43 g/hari (Lampiran 8). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi berat badan rusa maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi. Rusa jantan umumnya lebih berat dibandingkan dengan rusa betina. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kerja hormon yang merangsang agresifitas untuk makan lebih banyak dan tumbuh lebih cepat pada rusa jantan sehingga lebih aktif dalam memanfaatkan pakan yang tersedia. Pertumbuhan pada jantan lebih cepat daripada betina karena adanya perbedaan derajat respon dari sel-sel jaringan tubuh terhadap pertumbuhan (Tillman 1986). Pertumbuhan jantan lebih mengarah kepada pertumbuhan berat badan dan produksi sedangkan pada betina mengarah ke perkembangan organ-organ reproduksi. Umumnya konsumsi pakan pada rusa tergantung pada status fisiologi yakni induk yang sedang bunting, jantan dewasa, anak yang baru lahir dan anak yang baru disapih. Hasil analisis proksimat hijauan pakan campuran menunjukkan rata-rata kandungan bahan kering sebesar 39,74%, sehingga diperoleh konsumsi pakan berdasarkan berat kering adalah sebesar 39,74% dikalikan 6396,28 g/ekor/hari = 2.541,88 g/ekor/hari. Rata-rata persentase hijauan pakan segar campuran yang dikonsumsi rusa timor di HP Dramaga sebesar 16,23% dari berat badan. Hasil ini tidak terlalu jauh berbeda dengan persentase pemberian pakan segar pada rusa timor di penangkaran di NTT yakni 10% dari berat badan dikalikan dua atau sama dengan 20% termasuk hijauan yang tidak termakan, tua, dan kotor (Takandjandji dan Sutrisno 2006). Namun biasanya dalam menyatakan kebutuhan nutrisi suatu pakan, digunakan unit bahan kering di mana kandungan air telah dihilangkan melalui

63 46 pemanasan (Semiadi dan Nugraha, 2004). Hal ini disebabkan unsur air pada setiap jenis pakan bervariasi sehingga konsumsi bahan kering pada pakan merupakan tolok ukur untuk mengetahui zat-zat makanan yang terdeposit. Rata-rata konsumsi pakan rusa berdasarkan bahan kering hijauan sebesar 4067,01 g/ekor/hari atau 2,27% dari berat badan di mana rusa betina dewasa mengkonsumsi 2537,11 g/ekor/hari; betina remaja 2099,01 g/ekor/hari; jantan dewasa 3242,22 g/ekor/hari dan jantan anak 2289,19 g/ekor/hari. Konsumsi bahan kering pada domba sebesar 2,5-3,0% dari berat badan (Banerjee 1978). Oleh karena itu, konsumsi pakan berdasarkan bahan kering pada rusa timor di penangkaran Dramaga relatif sama dengan domba. Dalam percobaan pemanfaatan hijauan pakan rusa menunjukkan rata-rata berat badan rusa pada pemberian pakan campuran mengalami penurunan sebesar 115,89 g/ekor/hari dimana penurunan berat badan lebih nyata pada betina dewasa (-507,14 g/hari). Rendahnya berat badan pada betina dewasa diduga karena rusa kurang mampu memanfaatkan pakan yang dikonsumsi secara efisien, rendahnya nilai gizi, dan umur hijauan pakan. Nilai gizi yang rendah dapat menurunkan berat badan walaupun tingkat konsumsi tinggi karena tidak semua pakan yang dikonsumsi dikonversi menjadi berat badan. Hasil analisis proksimat menunjukkan nilai gizi hijauan pakan campuran kurang baik yang diindikasikan oleh rendahnya tingkat perkembangan berat badan rusa sehingga diperlukan manajemen pemberian pakan yang tepat. Tabel 5 menunjukkan kandungan serat kasar pada hijauan pakan campuran sangat tinggi (19,13%) sehingga menyebabkan konsumsi rusa menurun dan mengakibatkan penurunan berat badan. Demikian pula kandungan lemak pada hijauan pakan campuran lebih tinggi (2,25%) sehingga hijauan kurang disukai oleh rusa. Menurut Susetyo (1980); Semiadi et al. (1993) dan Le Bel et al. (1997), faktor yang menentukan produksi berat badan adalah kandungan zat gizi hijauan, daya cerna, dan jumlah konsumsi pakan. Semakin besar tingkat pengaruh faktor tersebut, akan semakin meningkat pula berat badan. Dalam percobaan dengan pemberian hijauan pakan dengan sistem prasmanan terbukti mampu memberikan pengaruh positip pada peningkatan berat badan rusa dengan rata-rata peningkatan berat badan 598,82 g/ekor/hari (Lampiran 9).

64 47 Percobaan palatabilitas hijauan pakan menggunakan enam jenis hijauan yang sering dikonsumsi rusa yakni gewor (Comellina nudiflora L) dari famili commelinaceae, bayondah (Isachne globosa), aawian (Panicum montanum Roxb), kipait (Axonopus compressus Beauv), lameta (Leersia hexandra Swartz), dan kolonjono (Hierochloe horsfieldii Maxim) dari famili poaceae. Hasil analisis palatabilitas hijauan pakan rusa menunjukkan bahwa dari keenam jenis hijauan pakan yang dikonsumsi rusa di penangkaran, jenis gewor termasuk sangat disukai rusa pada semua kelas umur dan jenis kelamin (betina, jantan, dewasa dan remaja). Seluruh bagian dari jenis gewor disukai oleh rusa. Diduga rusa sangat suka pada gewor karena gewor memiliki kandungan air tinggi (91,10%) meskipun jenis ini diketahui sebagai salah satu pakan ternak yang bergizi rendah (Heyne 1987). Beberapa hal lain yang menyebabkan rusa lebih menyukai jenis gewor adalah karena memiliki daun yang muda dengan tekstur batang yang lunak. Selain itu, secara tradisional daun gewor berkhasiat sebagai obat luka (Heyne 1987). Diduga rusa memiliki naluri untuk mencari pengobatan dari hijauan pakan yang diberikan. Jenis lameta kurang disukai karena walaupun rumputnya halus tetapi miskin akan serat kasar terutama sellulosa, sedangkan kolonjono memiliki nilai gizi yang rendah terutama protein (2,40%). Menurut Kartadisastra (1997), palatabilitas suatu jenis pakan dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimiawi yang dicerminkan oleh organoleptiknya seperti penampakan, bau, rasa, dan tekstur. Tingkat konsumsi pakan campuran dan pakan yang diberikan secara prasmanan, disajikan pada Gambar 3. Prasmanan Campuran Konsumsi Pakan (g/ekor/hr) , , , , , , , , A B Rusa C D Gambar 3 Konsumsi hijauan pakan rusa timor di penangkaran HP Dramaga.

65 Rata-rata Indeks Palatabilitas (IP) tertinggi pada jenis pakan yang diberikan dengan cara prasmanan, adalah gewor, kemudian diikuti oleh bayondah, kipait, aawian, lameta, dan yang terendah adalah kolonjono seperti pada Tabel 9. Tabel 9 Indeks Palatabilitas hijauan pakan rusa di HP Dramaga No. Jenis Hijauan Indeks Palatabilitas (IP) Dewasa Remaja Dewasa Remaja Rata-rata 1. Leersia hexandra 0,92 0,92 0,82 0,94 0,90 2. Axonopus compressus 0,94 0,96 0,95 0,91 0,94 3. Panicum montanum 0,98 0,97 0,91 0,88 0,94 4. Hierochloe horsfieldii 0,86 0,99 0,95 0,88 0,92 5. Comellina nudiflora 0,97 0,997 0,996 0,99 0,99 6. Isachne globosa 0,93 0,997 0,99 0,90 0,95 Rata-rata 0,93 0,97 0,94 0,92 0,94 Berdasarkan analisis proksimat, kandungan gizi dari keenam jenis pakan dan satu jenis pakan campuran yang diberikan pada rusa timor di penangkaran HP Dramaga, disajikan pada Tabel 5. Perbedaan kadar protein kasar dan serat kasar menunjukkan sifat masing-masing hijauan pakan yang umumnya berasal dari suku poaceae. Faktor lain yang mempengaruhi nilai gizi pakan di atas adalah umur hijauan di mana umumnya kadar protein akan menurun seiring dengan meningkatnya umur hijauan tetapi tidak demikian halnya dengan kadar serat kasar yang merupakan kebalikan dari protein kasar. Kandungan serat kasar pada pakan campuran jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang diberikan dalam bentuk prasmanan. Tingginya kandungan serat kasar pada pakan cenderung akan menurunkan nilai daya cerna dan rendahnya daya cerna membuktikan rendahnya kualitas pakan (Semiadi dan Nugraha 2004). Protein berperan penting bagi pertumbuhan dan pakan yang mengandung protein kasar sebesar g/kg bahan kering dapat meningkatkan berat badan rusa sebanyak 10% dari berat awal. Kandungan gizi pada pakan yang dikonsumsi rusa timor di penangkaran HP Dramaga dapat dihitung berdasarkan bahan kering, seperti pada Tabel 10. Hasil perhitungan daya dukung habitat rusa di dalam areal penangkaran sebesar 5,53 ekor/ha/tahun dan di luar penangkaran 16,79 ekor/ha/tahun, dengan total daya dukung habitat 22,32 ekor/ha/tahun. Jumlah yang diperoleh jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pernyataan Semiadi dan Nugraha (2004) yang mengatakan daya dukung rusa timor di Indonesia sebesar ekor/ha. 48

66 49 Tabel 10 Hasil perhitungan nilai gizi pakan rusa berdasarkan bahan kering Nilai Gizi Pakan Rusa yang dikonsumsi (%) Jenis Pakan Kadar Air Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar BETN Ca P Energi (cal) Bayondah 85,67 15,84 19,82 37,06 5,44 21,84 0,84 0, ,36 Lameta 81,42 11,57 19,54 32,35 5,06 31,49 0,54 0, ,56 Gewor 91,10 2,02 17,19 66,40 4,83 9,55 1,35 0, ,20 Kolonjono 89,81 8,15 23,55 36,21 7,56 24,53 0,88 0, ,08 Kipait 59,74 3,70 15,57 37,75 0,15 42,82 0,60 0, ,66 Aawian 82,67 114,83 21,93 34,56 4,39 27,64 0,58 2, ,07 Campuran 60,26 10,80 65,77 29,09 7,74 249,24 0,16 140, ,59 Demikian pula dengan pernyataan Sumanto (2006), bahwa daya dukung rusa timor di penangkaran IPB di Dramaga sebesar 14,43 ekor/ha. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis hijauan yang dikonsumsi baik kualitas maupun kuantitas. Alikodra (1990) mengatakan, faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung suatu habitat adalah kebutuhan dasar satwa (pakan, cover, ruang), kualitas dan kuantitas kondisi habitat. Daya dukung areal HP Dramaga bisa menjadi lebih rendah, karena pada kenyataannya ketersediaan hijauan pakan rusa secara rutin juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk ternak pemeliharaannya (sapi, kerbau, domba, kambing). Berdasarkan data Monografi Kelurahan Situ Gede dan Kelurahan Bubulak (Desember 2008), terdapat sejumlah ternak yang dimiliki masyarakat yang secara rutin ikut memanfaatkan hijauan pakan ternak di areal penangkaran di areal HP Darmaga. Tercatat di Kelurahan Situ Gede terdapat sapi potong 2 ekor, kerbau 30 ekor, kambing 50 ekor dan domba 136 ekor terdapat sapi potong 2 ekor, kerbau 30 ekor, kambing 50 ekor dan domba 136 ekor, serta di kelurahan Bubulak terdapat sapi potong 5 ekor, domba 200 ekor dan kambing 50 ekor. Apabila diasumsikan kebutuhan konsumsi pakan ternak sebanyak 10% dari berat badan, maka diperkirakan kebutuhan hijauan pakan ternak-ternak tersebut sebesar kg/hari atau kg/tahun. Kondisi ini diperkirakan berpengaruh pada tingkat daya dukung areal penangkaran rusa. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang terkait dengan pengaturan dan/atau pengendalian pemanfaatan areal oleh masyarakat, dan upaya penanaman hijauan pakan khusus diperuntukan bagi penangkaran rusa. Dalam hal ini diperlukan juga alokasi areal khusus sebagai kebun pakan rusa.

67 Satwa lain Hasil analisis jenis satwa lain untuk mengetahui potensi gangguan satwa lain terhadap rusa menunjukkan bahwa di areal HP Dramaga terdapat mamalia sebanyak 14 jenis (Tabel 11). Tabel 11 Jenis mamalia yang terdapat di HP Dramaga No. Jenis Mamalia Nama Ilmiah Status Dasar Identifikasi 1 Musang Paradoxurus Terlihat hermaproditus 2 Tupai Eutamias minimus Terlihat 3 Kucing Felis domestica Terlihat 4 Anjing Canis familiaris Pemangsa Terlihat 5 Tikus Rattus spp Terlihat 6 Ganggarangan Herpestes javanicus Terlihat 7 Bajing Laricus insignis Terlihat 8 Kelelawar cokelat kecil Myotis lucifugus Terlihat 9 Kalong Pteropus vampirus Terlihat 10 Kelelawar Chiroptera Terlihat 11 Kerbau Bubalus bulalis Pesaing Terlihat 12 Sapi Bos taurus Pesaing Terlihat 13 Kambing Capra aegagrus hircus Pesaing Terlihat 14 Domba Ovis aries Pesaing Terlihat Anjing (Canis familiaris) berpotensial sebagai predator bagi rusa. Anjing liar ini terdiri dari tiga jantan dan dua betina sering ditemukan berkeliaran di sekitar penangkaran. Oleh karena itu pengamanan dan pengontrolan terhadap sarana kandang perlu ditingkatkan. Tabel 12 Jenis reptil yang ditemukan di HP Dramaga sebanyak 12 jenis (Tabel 12). Jenis reptil yang terdapat di HP Dramaga, Bogor No. Jenis Reptil Nama Ilmiah Status Dasar Identifikasi 1. Kadal Mabouya multifasciata Terlihat 2. Bunglon Calotes spp Terlihat 3. Cecak terbang Hemidactilus spp Terlihat 4. Tokek Gecko-gecko Terlihat 5. Ular hijau ekor merah Elaphe oxycephala Terlihat 6. Ular tanah Calloselasma rhodastoma Terlihat 7. Ular sanca/phyton Sanca hijau Sanca bodo Pyton raticulatus Chondropython viridis Python molurus Dilindungi Informasi masyarakat 8. Ular cobra hitam/merah Naja sputatrik Informasi 9. Ulang welang Bungarus fasciatus Informasi 10. Lintah besar Haemadipsa javanica Informasi 11. Ular air Enhydris enhydris Informasi 12. Biawak Varanus salvator Informasi

68 51 Dari 12 jenis reptil yang ditemukan di HP Dramaga, dua diantaranya yakni ular sanca hijau dan sanca bodo termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 327/Kpts/Um/5/1978 tanggal 29 Mei 1978, SK Menteri Pertanian No. 716/Kpts/Um/10/1980 tanggal 4 Oktober 1980, dan SK Menteri Kehutanan No. 301/Kpts-II/1991 tanggal 10 Juni Kedua jenis ular yang disebutkan di atas, diketahui sangat berbahaya dan dapat menjadi predator bagi anak rusa yang baru lahir. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pencegahan antara lain melalui pengontrolan dan perbaikan terhadap sarana kandang. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh 31 spesies aves di areal HP Dramaga (Lampiran 10), tujuh jenis diantaranya termasuk jenis yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) nomor 7 Tahun Jenis-jenis tersebut adalah elang bondol (Haliastur indus), elang jawa (Spzaetus bartelsi), raja udang (Alcedo coerulescen), cekakak sungai (Halcyon chloris), kipasan (Rhipidura javanica), burung madu kelapa (Anthreptes malacensis), dan burung madu biasa (Nectarinia jugularis). Hasil pengamatan Solihati (2007), di HP Dramaga ditemukan 29 jenis burung dimana dua jenis diantaranya merupakan endemik Jawa yakni elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan tepus dada putih (Stachyris grammiceps). Potensi satwa tersebut memiliki nilai penting sebagai tambahan obyek wisata dalam kerangka keterpaduan pengembangan areal penangkaran rusa sebagai areal wisata. 5.2 Komponen Fisik Lokasi Gambaran hasil analisis kondisi fisik lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga disajikan pada Tabel 13. Aksesibilitas menuju penangkaran rusa di HP Dramaga sangat mudah dijangkau baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Lokasinya dekat dengan jalan menuju Sindang Barang, kampus IPB Dramaga dan Setu Gede sebagai tempat rekreasi. Berdasarkan data iklim yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor, lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga diklasifikasikan sebagai iklim type A dan tidak memiliki bulan kering (Schmidt dan Ferguson 1951). Temperatur dan kelembaban yang tinggi sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan

69 perkembangan hijauan pakan. White (1985) mengatakan bahwa informasi tentang curah hujan dan jumlah hari hujan berpengaruh terhadap arah pemanfaatan lahan. Kondisi iklim yang tidak memiliki bulan kering menyebabkan air permukaan dan air tanah selalu tersedia, serta produktivitas tanah lebih baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan vegetasi dan hijauan pakan tidak terhambat. Rata-rata kecepatan angin selama penelitian dianggap ringan dan tergolong rendah, yaitu sebesar 2,9 km/jam. Hal ini karena lokasi penelitian dikelilingi oleh vegetasi pohon-pohon yang rindang sehingga dapat menahan angin yang kencang. Tabel 13 Hasil analisis komponen fisik lokasi penangkaran rusa di HP Dramaga No. Komponen Fisik Lokasi Hasil Keterangan Aksesibilitas Mudah dijangkau Layak 2. Iklim Tipe A Layak 3. Temperatur (ºC) 25,53 Layak 4. Curah hujan (mm) 296,78 Layak 5. Jumlah hari hujan (hari) 21 Layak 6. Kelembaban (%) 85,75 Layak 7. Topografi Relatif datar Layak 8. Kelerengan (%) 0-5 Layak 9. Ketinggian (m dpl) 244 Layak 10. Jenis tanah Latosol Layak 11. ph tanah 5,0 6,0 Layak 12. Sumber air Sungai Layak 13. Intensitas cahaya Cukup ternaungi Layak Hasil penelitian Parisy et al. (1999) menyatakan bahwa lokasi HP Dramaga terletak pada ketinggian 244 m di atas permukaan laut. Secara geografis lokasi ini terletak pada LS dan BT. Tingkat kemiringan lahan pada lokasi penangkaran rusa di HP Dramaga umumnya relatif datar sampai agak berombak dengan kelerengan 0-5%. Kelerengan tanah berpengaruh terhadap pemanfaatan dan daya dukung tanah. Berdasarkan klasifikasi kelerengan tanah, lokasi HP Dramaga cocok untuk melakukan aktivitas penangkaran rusa. Rusa timor dapat beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan yang bervariasi, di mana rusa dapat hidup dan berkembang biak pada ketinggian tempat mulai dari m di atas permukaan laut. Bahkan ada juga yang menyatakan rusa timor dapat hidup sampai pada ketinggian m dpl. Menurut Lembaga Penelitian Tanah (1981) yang dikutip dari Parisy et al. (1999), tanah pada areal HP Dramaga termasuk latosol coklat kemerahan dengan 52

70 53 bahan induknya tuf volkan intermedier. Ciri-cirinya adalah ketebalan tanah 17 cm, berwarna kuning kemerahan (7,5 YR 6/8, lembab) pada kedalaman cm. Di bawah lapisan tanah terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya sama dengan lapisan bahan induk. Lapisan bagian atas tanah termasuk tanah latosol yang berwarna coklat tua kemerahan (5,0 YR 3/3, lembab) dan pada lapisan dalam berwarna lebih cerah (5,0 YR 3/4, lembab). Tekstur tanah berkisar antara liat sampai liat berdebu (halus) dengan struktur tanah gumpal sampai remah, konsistensi gembur, dan liat. Solum tanah sangat dalam, dan batas lapisan tanah umumnya baur dengan drainase sedang sampai baik dan air tanah dalam (8-12 m). Reaksi tanah berkisar antara masam sampai sedang dengan ph tanah 5,0-6,0 dan pada lapisan atas terdapat kadar C organik dan N, serta reaksi tanah pada bagian bawah rendah sampai sedang, dan kadar P 2 Q 5 tinggi dan K 2 O sangat rendah pada semua lapisan tanah. Kejenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang yakni 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah. Tanah yang relatif datar merupakan pilihan yang cocok untuk penanaman jenis hijauan pakan. Di dalam areal penangkaran terdapat sungai kecil yang tidak pernah kering dan akan dapat memenuhi kebutuhan rusa untuk minum dan berkubang. Air di samping merupakan kebutuhan rusa yang cukup penting untuk minum dan berkubang, air juga dibutuhkan untuk penyiraman kebun pakan. Rusa jantan yang sedang memasuki masa birahi umumnya senang berkubang. Tidak jauh dari batas lokasi terdapat pula Sungai Cisadane yang mempunyai aliran cukup besar sepanjang tahun. Oleh karena itu lokasi HP Dramaga layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa. Namun, pengelolaan terhadap kandang, topografi, tanah, air, aliran permukaan, dan iklim terutama pada musim hujan perlu diperhatikan dan ditingkatkan. 5.3 Desain Penangkaran Rusa Pembuatan desain penangkaran rusa timor di dalam HP Dramaga dilakukan atas berbagai informasi dan data baik primer maupun sekunder dengan mempertimbangkan kondisi bio-ekologi, dan fisik lokasi. Hasil analisis komponen bio-ekologi dan fisik lokasi dengan pertimbangan terhadap intensitas pengelolaan, pemanfaatan, dan kelayakan areal yang tersedia, maka desain penangkaran rusa

71 54 dapat ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan fungsi tapak agar tujuan pengelolaan penangkaran rusa dapat tercapai secara efektif dan efisien, yakni dengan model atau sistem intensif (farming). Desain penangkaran rusa pada sistem intensif meliputi kegiatan pemilihan tapak (mencari tapak terbaik untuk kegiatan penangkaran rusa), penilaian tapak (menilai keserasian suatu tapak), dan rancangan tapak (membuat kesesuaian desain antara bangunan dan tapak, serta antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya). Luaran dari kegiatan desain penangkaran rusa adalah konsep perencanaan tapak dengan beberapa alternatif tata letak. Untuk mencapai luaran tersebut, perlu diketahui kondisi awal sebelum dilakukan rencana pengelolaan. Kondisi awal HP Dramaga, disajikan dalam Gambar pada Lampiran 10 yang merupakan sumber informasi tentang kondisi awal areal yang dideskripsikan sebagai areal kebun, wisata alam, pusat pengelolaan, fasilitas umum, lokasi CIFOR, dan Setu Gede. Lokasi HP Dramaga dinilai layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa sistem intensif karena mempunyai aspek pengembangan eko-wisata, memiliki topografi yang relatif datar, dengan lingkungan yang alami yang terintegrasi antara hutan tanaman dan danau, dan ditunjang oleh tata kota yang baik, aksesibilitas mudah, dengan infrastruktur berupa jalan, telekomunikasi, listrik serta kemudahan dalam kegiatan monitoring dan pembinaan Pembagian Zonasi Berdasarkan hasil analisis komponen bio-ekologi dan fisik lokasi, maka dapat ditentukan desain penangkaran dengan perencanaan tapak, pengaturan atau penataan blok zonasi (Tabel 14). Beberapa zona yang dikembangkan di dalam areal penangkaran rusa di HP Dramaga, yakni zona pembiakan, perkantoran, wisata alam, dan penyangga. Penetapan masing-masing zona didasarkan pada pertimbangan intensitas pengelolaan, pemanfaatan, dan kelayakan areal yang tersedia sehingga tujuan pengelolaan penangkaran rusa dapat tercapai secara efektif dan efisien. Tata letak masing-masing zona ditunjukkan pada Gambar dalam Lampiran 11.

72 Tabel 14 Penataan zonasi di dalam penangkaran rusa di HP Dramaga No. Zonasi Luas Persentase Fungsi zona Letak zona (ha) (%) 1 Pembiakan 4,29 7,42 Pengembangbiakan rusa Samping perkantoran 2 Perkantoran 3,94 6,82 Pusat informasi Bagian depan 3 Wisata alam 4,25 7,36 Tempat rekreasi Dekat danau/setu 4 Penyangga 3,92 6,78 Sosial masyarakat Dekat pemukiman Sisa Areal 41,35 71,60 Tegakan pohon Menyebar Total Areal 57,75 100,00 55 Untuk mencapai tujuan penetapan zona-zona tersebut, perlu dilakukan pembangunan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan penangkaran dengan tidak merubah bentang alam yang ada, kemudian dilanjutkan dengan penataan letak pada masing-masing zona pengembangan. Semua bahan yang digunakan dalam pembangunan sarana penangkaran rusa mempunyai tekstur yang permukaannya tidak kasar seperti batu karang atau cadas. Zona pembiakan merupakan inti dari kegiatan penangkaran yang memiliki fasilitas seperti kandang kawin, bunting, melahirkan, penyapihan, atraksi, transit, karantina, kandang jepit dan yard, penelitian, shelter, tempat makan/minum, dan saluran air. Thohari et al. (1991) mengatakan, penentuan zona pembiakan rusa perlu mempertimbangkan syarat teknis, ekonomis, dan lingkungan. Zona pembiakan yang telah ditetapkan sangat strategis dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak memungkinkan untuk membangun zona pembiakan pada lokasi yang lain. Hal ini disebabkan sebagian besar HP Dramaga merupakan areal hutan tanaman, fasilitas kantor, perumahan, dan areal yang ditumbuhi hijauan rumput yang dijadikan sebagai pakan hanya mencapai ± 16,60 ha. Zona pembiakan dibangun berdekatan dengan areal wisata alam sehingga pada akhirnya lokasi penangkaran rusa tidak hanya berfungsi sebagai pusat pengembangan teknologi penangkaran rusa yang dapat menghasilkan bibit, memanfaatkan rusa, sarana pendidikan dan pelatihan tetapi dapat pula menggabungkan beberapa fungsi tersebut untuk dapat meningkatkan potensi eko-widya wisata. Zona perkantoran bertujuan sebagai pendukung atau penunjang dalam usaha penangkaran yang berfungsi sebagai pusat informasi (information center) mengenai pengelolaan penangkaran rusa dan administrasi kawasan. Menurut

73 56 Thohari et al. (1991), persyaratan yang harus dipertimbangkan dalam zona perkantoran adalah: a. Topografi, relatif landai sampai agak berbukit sehingga pembangunan zona perkantoran tidak merusak tapak b. Sumber air, selalu tersedia baik kualitas maupun kuantitas agar dapat memenuhi kebutuhan pengelolaan sehari-hari c. Aksesibilitas, relatif mudah dijangkau dan dicapai d. Ekosistem dan bentang alam tidak terganggu atau rusak dengan adanya pembangunan zona perkantoran e. Adanya pembangunan zona perkantoran diharapkan dapat mengurangi stres dan dapat memberikan kepuasan bagi para pengelola dan pengunjung. Kepuasan akan tercapai apabila penataan sarana prasarana sesuai dengan fungsinya disertai dengan gaya seni yang tinggi. Jenis bangunan yang terdapat di dalam zona perkantoran yang merupakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan penangkaran rusa yang berada dalam zona perkantoran. Bangunan tersebut antara lain berupa kantor, mes peneliti, pos jaga, gudang pakan atau obat-obatan, jalan kontrol, kebun pakan, menara air dan menara pengamat, papan petunjuk dan informasi, serta lapangan parkir dengan luasan yang bervariasi sesuai peruntukkannya. Zona wisata alam memiliki sarana dan prasarana berupa tempat duduk, warung, dan toilet umum, yang terletak pada bagian barat HP Dramaga yakni dekat dengan danau atau setu. Zona ini dekat dengan kota Bogor, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, dan memiliki pemandangan cukup indah. Oleh karena itu, areal ini cukup strategis untuk dijadikan sebagai obyek wisata alam. Untuk menguatkan karakter dan tampilannya, zona ini dapat dilengkapi dengan berbagai perlengkapan arsitektur mikro seperti bangku, patung, tempat sampah, gazebo, dan bak tanaman sehingga menciptakan kesan yang harmonis terpadu dalam areal wisata. Zona penyangga berdekatan dengan areal penangkaran rusa yang berbatasan dengan pemukiman masyarakat di mana penggunaan lahannya terbatas dan

74 57 berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi rusa sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Zona ini ditujukan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa harus memasuki zona penangkaran Desain Tapak Menurut Rubinstein (1969), program pengembangan suatu kegiatan didasarkan pada studi dari komponen penentu seperti kebutuhan dan ukuran tapak, tipe, bentuk bangunan, dan kontruksi tapak. Sedangkan menurut MacKinnon et al. (1993), prinsip dan petunjuk yang digunakan dalam membuat dan mengevaluasi tapak suatu kawasan, yakni bangunan yang didirikan tidak mengganggu ekosistem alami, tidak mendominasi alam sekitar atau mengurangi nilai alam yang intrinsik dari kawasan, tata letak bangunan harus sesuai dengan pertimbangan fungsi, aspek strategis, aksesibilitas dan arus pemanfaatan. Bentuk tapak yang dijadikan penangkaran rusa secara asli telah diubah untuk memuat kegiatan rusa secara intensif. Dalam hal ini, bidang alas dijadikan sebagai unsur penentu yang kuat melalui penggunaan bahan, dan tekstur tanah. Berdasarkan hasil analisis kondisi bio-ekologi, dan fisik lokasi, perlu untuk meningkatkan kemampuan tapak yang mendukung pembangunan dan pengembangan penangkaran rusa. Peningkatan kemampuan kualitas tapak tersebut antara lain melalui pemenuhan kebutuhan penangkaran, perbaikan vegetasi sebagai cover/shelter, dan pembuatan drainase sehingga dapat memberikan kesan yang indah dan menarik. Tapak sebagai tempat berdirinya penangkaran rusa di areal HP Dramaga, tertera pada Gambar seperti pada Lampiran 12. Penangkaran memiliki fasilitas yang banyak, sehingga pertimbangan utama dalam desain bangunan adalah menyediakan fasilitas yang dapat digunakan secara efektif (Tuckwell 1998). Dalam hal ini perencanaan dan perancangan tapak perlu mengkaji kesesuaian tapak dengan berbagai kondisi lingkungan yang ada, dan menjaga hubungan antara sistem alam dengan sistem buatan manusia di dalam kawasan hutan. Desain fasilitas penangkaran rusa harus mempertimbangkan jenis rusa yang akan ditangkarkan, anggaran biaya, dan sumberdaya yang tersedia (bio-

75 58 ekologi dan fisik lokasi). Tuckwell (1998) mengatakan bahwa prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam mendesain fasilitas penangkaran rusa meliputi: (1) rusa suka bergerak keliling lingkaran luar atau sudut, (2) tapak harus dikeringkan dengan baik, (3) hindari kontak visual dengan satwa lain yang berada di luar penangkaran. Fasilitas penangkaran berada di bagian tengah atau di belakang fasilitas kantor agar aktivitas rusa tidak terganggu oleh kendaraan yang masuk-keluar lokasi. Keberadaan fasilitas harus mempertimbangkan memungkinkan kemudahan akses bagi pengangkutan rusa, pakan, peralatan, dan obat-obatan. Penangkaran rusa juga harus mempertimbangkan untuk menghindari pohon-pohon rendah yang mengganggu akses jalan dalam pengangkutan (Tuckweel 1998). Sarana dan prasarana penangkaran rusa terdiri dari kandang kawin, bunting, melahirkan, penyapihan, atraksi, transit, karantina, jepit dan yard, penelitian, shelter, tempat makan/minum, dan saluran air (Gambar pada Lampiran 13). Ukuran dan bentuk kandang masing-masing bervariasi sesuai peruntukan, jumlah rusa yang akan ditangkarkan, jumlah kandang yang akan dibangun, dan keadaan topografi. Ukuran kandang untuk seekor rusa dewasa adalah 2,0 x 1,5 m namun ukuran kandang bagi rusa betina yang melahirkan dan menyusui anaknya adalah 2,0 x 2,0 m. Sedangkan jumlah rusa yang dimasukkan dalam kandang disesuaikan dengan keseimbangan jenis kelamin yaitu 1:4, seperti pada kandang transit atau atraksi. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), pedok untuk rusa dapat berukuran kecil (50-200m 2 ) dan berukuran besar (1,5-2,0 ha); ukuran pedok hendaknya tidak terlalu luas agar lebih mudah mengontrol dan memisahkan. Selanjutnya ukuran kandang untuk rusa timor berumur 3-12 bulan sebesar 1,00-1,50 m 2 /ekor dan betina dewasa 1,75-2,25 m 2 /ekor serta jantan dewasa 2,00-2,75 m 2 /ekor bahkan ada juga yang membuat kandang bagi rusa dewasa dengan ukuran panjang 1,8 m lebar 1,2 m dan tinggi 1,8 m. Bentuk kandang dapat mempengaruhi perilaku rusa dimana bentuk persegi panjang akan memudahkan dalam penggiringan rusa menuju kandang lain tanpa harus mengejar, sedangkan bentuk persegi empat akan mengurangi rusa berkumpul dan bergerombol pada salah satu sisi sehingga dapat mengurangi erosi dan kerusakan tapak. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembangunan perlu memperhatikan tata letak, ukuran,

76 jumlah kandang, bangunan fisik lainnya, dan pintu penghubung antar kandang atau koridor. Setiap kandang harus dihubungkan dengan pintu untuk menuju kandang lainnya. Perancangan tapak dan tata letak dalam penangkaran rusa membutuhkan areal yang luas dengan mempertimbang kan kestrategisan dari masing-masing kandang terutama jarak, kemudahan, dan fasilitas yang diperlukan. Jenis dan ukuran kandang dari masing-masing sarana yang terdapat di dalam zona penangkaran rusa, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jenis dan ukuran kandang yang terdapat dalam zona pembiakan No Jenis Kandang Ukuran Banyakn Letak Kandang (m) ya (unit) Kandang kawin 10 x 10 2 Bagian belakang zona pembiakan 2. Kandang bunting, 3 x 3 3 Bagian belakang zona pembiakan melahirkan 3. Kandang sapih 2 x 2 3 Bagian belakang zona pembiakan 4. Kandang atraksi 10 x 10 1 Bagian depan zona pembiakan 5. Kandang transit 20 x 20 1 Bagian tengah zona pembiakan 6. Kandang karantina 3 x 3 2 Bagian tengah zona pembiakan 7. Kandang 8 x 2 4 Bagian belakang zona pembiakan penelitian 8. Kandang jepit dan 6 x 4 1 Bagian tengah zona pembiakan yard 9. Pengolahan limbah 6 x 7 1 Bagian belakang zona pembiakan 10. Tempat makan Palungan 1 Bagian tengah/sudut zona pembiakan dan segi Tempat minum 1,0 x 0,5 x 1 Bagian tengah/sudut zona pembiakan 0,3 12. Shelter 4 x 2 1 Bagian sudut zona pembiakan 13. Saluran air 4 Setiap zona (4 zona) 14. Jalan kontrol Lebar 2,0 1 Setiap zona (4 zona) Kandang kawin digunakan oleh rusa dewasa yang telah siap untuk bereproduksi dan masing-masing unit berisi satu ekor jantan dan empat ekor betina sebagai perbandingan yang ideal (Takandjandji dan Sutrisno 2006). Kandang kawin menggunakan bahan berupa besi, kawat harmonika, dan tembok pemisah dengan kandang lainnya setinggi 0,75-1,00 m yang dilanjutkan dengan pemasangan kawat sampai mencapai ketinggian 2,0 m dari permukaan tanah. Kandang kawin terletak di bagian belakang untuk menghindari keramaian. Kandang bunting disediakan bagi induk rusa yang sedang bunting hingga melahirkan dan menyusui sampai waktu penyapihan (umur 4 bulan). Cara ini dimaksudkan agar lebih menghemat tetapi apabila anggaran dan sumberdaya (lahan, tenaga kerja) tidak menjadi faktor pembatas, alangkah lebih baik kandang- 59

77 60 kandang tersebut dipisah dengan menggunakan tembok setinggi 0,75-1,00 m. Kandang bunting, melahirkan dan menyusui bermanfaat bagi keamanan induk yang sedang bunting hingga proses melahirkan, ketenangan induk dalam menyusui dan merawat anak tanpa diganggu oleh rusa jantan. Kandang ini merupakan kawasan peka yang harus dihindari dari keramaian atau keributan pengunjung. Rusa bunting sangat sensitif terhadap gangguan sehingga memerlukan tempat yang agak terisolir untuk menjaga janin dalam rahimnya. Oleh karena itu, penempatan kandang ini sebaiknya agak ke belakang sehingga terhindar dari gangguan. Kandang penyapihan terdiri atas tiga unit dimana antara anak rusa jantan dan betina harus dipisah untuk menghindari perkawinan sebelum waktunya. Syarif (1974) mengatakan bahwa anak rusa yang belum siap kawin tidak boleh disatukan atau dikawinkan karena induk rusa akan mengalami kesulitan saat melahirkan, anak yang dilahirkan kurang sehat, berat lahir anak rendah, dan pertumbuhan badan induk menjadi kerdil. Hal ini karena tulang pinggul induk sempit dan belum tumbuh secara sempurna. Kandang atraksi merupakan tempat pengunjung memberi makan secara langsung pada rusa. Sejak adanya penangkaran rusa di HP Dramaga, lokasi ini selalu ramai oleh pengunjung terutama pada saat liburan anak sekolah dengan jumlah pengunjung selama tahun 2008 sebanyak ± 300 orang. Kandang atraksi terletak dekat dengan jalan utama atau berdampingan dengan zona perkantoran karena pengunjung perlu didampingi oleh petugas terutama apabila rusa jantan sedang birahi karena terlihat galak. Sedangkan kandang transit berfungsi sebagai tempat transit bagi rusa yang baru datang dari luar penangkaran. Kandang transit berisi rusa sebanyak 10 ekor terdiri dari dua jantan dan delapan betina. Kandang transit terletak pada bagian belakang kandang atraksi untuk menghindari kebisingan karena rusa yang baru datang memerlukan ketenangan untuk mengembalikan energi yang terbuang selama dalam perjalanan. Di samping itu, letak kandang transit tidak jauh dengan jalan sehingga mudah dalam pengangkutan rusa yang baru datang. Kandang karantina disediakan bagi rusa yang sakit dan terletak pada tempat yang sepi karena rusa yang sakit memerlukan tempat yang tenang untuk proses penyembuhan. Sedang bangunan pengelolaan limbah berupa sisa-sisa pakan,

78 61 faeces dan urine rusa ditampung dan diolah menjadi kompos. Letak bangunan ini pada bagian belakang karena menimbulkan bau yang kurang sedap. Gambar bangunan pengelolaan limbah terlihat pada Lampiran 14. Kandang jepit dan yard merupakan fasilitas yang diperuntukkan bagi rusa yang akan ditimbang pada kandang jepit atau rusa yang akan dibawa keluar areal penangkaran menggunakan kandang angkut. Oleh karena itu, kandang ini digunakan hanya pada waktu-waktu tertentu misalnya penimbangan, pemberian obat melalui oral, vaksinasi, pemberian nomor pada rusa, dan pemotongan ranggah. Kandang jepit dan yard dilengkapi dengan timbangan, ruang penjepit, dan kandang angkut. Ruang penimbangan disesuaikan dengan ukuran timbangan sehingga rusa hanya bergerak pada satu arah. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), penggunaan kandang ini diperlukan karena rusa mempunyai sifat liar yang apabila dalam keadaan takut, dapat melompati pagar yang tinggi walaupun sudah lama berada di dalam penangkaran. Namun dengan adanya alat penjepit, rusa bebas dan aman diperlakukan tanpa cidera atau resiko. Yard merupakan bangunan kandang yang berbentuk bulat atau melingkar dan tertutup rapat yang berfungsi sebagai tempat untuk memberi perlakuan pada rusa. Pada keadaan yang tertutup dan agak gelap, rusa mudah diberi perlakuan tanpa menimbulkan stres dan rasa takut. Letak yard dan kandang jepit berada di tengah kandang dan bahan dinding yang digunakan terbuat dari papan dengan tinggi minimal 2,0 m. Kandang penelitian diperlukan untuk melakukan penelitian secara individu sehingga letaknya harus berada pada tempat yang aman, tenang dan tidak bising. Shelter merupakan bangunan peneduh yang berfungsi sebagai tempat berteduh dari hujan dan panas sehingga sebaiknya mempunyai atap (Gambar 3). Gambar 3 Bangunan shelter sebagai tempat berteduh (Sumber: Setio 2008).

79 62 Shelter terdapat pada semua kandang dan terletak pada sudut bagian belakang. Bangunan shelter sangat diperlukan dalam penangkaran rusa yang menganut sistem intensif sedangkan sistem ranching, dapat menggunakan pohon-pohon yang rindang atau semak belukar sebagai tempat berteduh yang aman. Tempat makan diletakkan di tengah kandang atau di sudut karena rusa lebih senang bergerak di sekitar sudut (Tuckwell 1998). Tempat makan ada yang berbentuk palungan berukuran panjang 1,5-2,0 m dan lebar 0,5 m atau dapat pula berbentuk bulat segi 6 berukuran diameter cm dengan tinggi 30 cm dari atas permukaan tanah (Takandjandji dan Sutrisno 2006). Maksudnya agar pakan tidak tercecer dan terinjak oleh rusa karena pada umumnya apabila pakan telah terinjakinjak dan bercampur dengan faeces atau urine, rusa tidak mengkonsumsinya lagi. Oleh karena itu, sebelum pakan diberikan pada rusa terlebih dahulu pakan dipotong-potong sepanjang minimal 5-10 cm. Bahan yang digunakan untuk membuat tempat makan terdiri dari papan, kayu, dan seng polos/licin dan diletakkan pada bagian tengah atau sudut kandang dimana masing-masing kandang terdapat satu tempat makan. Tempat minum dan tempat berkubang terletak di tengah atau pada salah satu bagian sudut kandang. Tempat minum disediakan pada setiap kandang dan berbentuk bak yang dibenamkan ke dalam tanah yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Cara ini untuk menghindari rusa jantan agar tidak menanduk dan menumpahkan air yang telah disediakan. Tempat minum harus dipisahkan dengan tempat berkubang untuk menjaga kesehatan rusa dari serangan parasit atau penyakit. Oleh karena itu, tempat minum harus ditutup dengan kawat sehingga hanya bagian moncong saja yang dapat masuk (Semiadi dan Nugraha 2004). Saluran air dan instalasinya diperlukan untuk mengairi pakan, pemeliharaan kandang, dan kebutuhan rusa. Oleh karena itu, suatu penangkaran harus memiliki bak penampung atau menara air yang dilengkapi dengan pompa air. Sarana dan prasarana penangkaran rusa dikelilingi oleh pagar sebagai pembatas antara kandang dengan areal di luar kandang. Pagar harus tinggi dan kuat agar rusa tidak mudah keluar dari areal penangkaran. Tinggi pagar minimal 2,0 m dari permukaan tanah karena umumnya rusa apabila dalam keadaan takut,

80 dapat melompat setinggi mungkin. Tiang pagar ditanam pada kedalaman cm dengan pondasi beton, dan ujung bagian atas dari besi siku, dibengkokkan sepanjang 0,5 m dan diberi kawat duri sebanyak 3-4 baris (Lampiran 15). Jarak antar tiang maksimal 2,0 m dan bisa juga berasal dari pohon hidup yang ditanam diantara tiang untuk membantu penguatan pagar. Tiang pagar bisa berupa besi siku, beton, atau pagar dari pohon hidup. Namun yang perlu diperhatikan dalam pembangunan fasilitas penangkaran adalah memastikan agar tidak ada tonjolan keluar dari besi atau kawat yang dapat melukai rusa (jaminan kualitas). Oleh karena itu sebelum melakukan pembangunan perlu memperhatikan tata letak, ukuran, jumlah kandang, dan bangunan fisik lainnya sehingga mudah dalam pembuatan pintu penghubung antar kandang atau koridor. Luasan dari masing-masing sarana dan prasarana perkantoran bervariasi sesuai peruntukkannya, yang terdiri dari bangunan kantor, mess peneliti, pos jaga, gudang pakan dan obat-obatan, jalan kontrol, kebun pakan, menara air, papan petunjuk dan informasi, lapangan parkir dengan luasan yang bervariasi sesuai peruntukkannya. Jenis, fungsi, ukuran, dan letak fasilitas perkantoran disajikan pada Tabel 16. Lokasi kantor, dan mes peneliti berada pada topografi yang relatif datar. Fungsi bangunan ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat atau pengunjung yang ingin mengetahui tentang penangkaran rusa. Bangunan ini berada pada topografi datar dengan kemiringan di bawah 4% (Hakim dan Utomo, 2003). Tabel 16 Jenis fasilitas dan ukuran perkantoran di HP Dramaga No. Jenis Fasilitas Ukuran Banyaknya Letak (m) (unit) 1 Kantor 4 x 5 1 Bagian depan, dekat jalan umum 2 Mess peneliti 4 x 5 1 Di samping kantor 3 Pos jaga 3 x 4 3 Depan kantor dan setiap jalan masuk 4 Gudang 6 x 8 1 Di samping mess 5 Papan informasi Tinggi 2,0 Sesuaikan Zona pembiakan dan perkantoran 6 Lapangan parkir 40 x 40 1 Di depan kantor/di samping pos jaga 7 Menara air 4 x 6 2 Zona pembiakan dan perkantoran 8 Kebun pakan 2,75 ha 1 Bagian belakang penangkaran, dekat kantor meterorologi Lokasi kantor, mes peneliti, dan pos jaga berada pada bagian depan atau dekat dengan jalan utama agar dapat memberikan kemudahan bagi pengunjung yang memerlukan informasi. Gudang pakan dan obat-obatan merupakan fasilitas 63

81 64 yang berfungsi untuk menyimpan pakan, peralatan dan perlengkapan penangkaran, alat-alat pertanian, dan obat-obatan. Gudang pakan dan obat-obatan terletak pada bagian samping dari bangunan kantor. Maksudnya agar memudahkan dalam pengangkutan pakan dan peralatan, serta petugas lebih mudah mengontrol pendistribusian pakan. Pos jaga merupakan bangunan yang dalam zona perkantoran berfungsi untuk mengawasi dan mengontrol rusa, serta keamanan sekitar lokasi penangkaran. Selain itu, pos jaga dapat dijadikan sebagai tempat untuk penjualan tiket masuk menuju lokasi penangkaran. Pos jaga terletak pada beberapa bagian penting yaitu di depan kandang rusa, dan pada setiap jalan masuk menuju lokasi penangkaran. Bangunan ini berada pada posisi yang strategis sehingga dapat menjangkau semua lokasi, dekat dengan sumber air, dan berada pada topografi yang datar sehingga tidak banyak memerlukan peningkatan kualitas tapak. Areal pengembangan kebun pakan merupakan salah satu sarana penting dalam penangkaran karena produktivitas dan perkembangbiakan rusa di penangkaran sangat tergantung oleh pakan yang tersedia. Areal kebun pakan dikelilingi oleh pagar kawat. Jenis pakan yang akan ditanam selain jenis pakan unggulan berupa jenis rumput-rumputan baik yang unggul maupun rumput lapangan dan jenis legum. Jenis rumput-rumputan unggul yang ditanam adalah rumput gajah, king grass, setaria, dan beberapa jenis legum seperti turi, lamtoro, kaliandra, serta jenis rumput lapangan yang berada di sekitar lokasi yang memiliki kadar protein, lemak, dan serat kasar tinggi yang telah diujicobakan pada rusa seperti kipait, bayondah, aawian, lameta, kolonjono, dan gewor. Kebun pakan terletak agak jauh ke belakang yakni di sekitar areal perkantoran meteorologi seluas ± 2,75 ha dan lokasinya cukup terbuka sehingga cocok untuk pengembangan kebun pakan. Menara air diperlukan untuk menyalurkan air ke segala arah, memenuhi kebutuhan rusa akan minum dan berkubang, kebutuhan petugas untuk masak, mandi, dan mencuci, dan untuk penyiraman pakan. Menara air dilengkapi dengan pompa air dilengkapi dengan instalasi sebanyak 2 paket, terletak pada lokasi

82 65 penangkaran dan perkantoran. Menara air terletak pada bagian samping kantor tetapi agak ke belakang sehingga mudah dalam penyaluran air ke segala arah. Jalan kontrol berfungsi sebagai jalan untuk melihat, mengontrol, dan mendistribusikan pakan ke dalam kandang atau pedok yang telah disediakan. Lebar jalan kontrol adalah 1,5-2,0 m (Takandjandji dan Sutrisno 2006) dengan dasar paving blok atau campuran bahan pasir dan batu kerikil dengan maksud untuk menghindari lantai agar tidak becek dan berlumpur terutama pada musim hujan. Menurut Semiadi dan Nugraha (2004), lebar pintu gang (jalan kontrol) sebaiknya tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lebar, tetapi idealnya 2,0-2,5 m dan letaknya tidak berada di tengah karena rusa sulit digiring secara bersamaan. Jalur jalan (gang) dapat digunakan untuk menggiring rusa menuju kandang lainnya (Tuckwell 1998). Gang dibuat agak melebar di salah satu ujung dan menyempit pada saat mendekati kandang lainnya sehingga berbentuk huruf V. Hal ini bermaksud untuk memudahkan penggiringan rusa untuk memasuki kandang yang dituju. Papan informasi dan petunjuk merupakan tanda yang diperlukan untuk setiap pengunjung agar dapat mengetahui jenis-jenis tanaman atau pedok yang tersedia. Bentuknya dapat berupa tanda dan tulisan sebagai petunjuk arah lokasi yang dituju. Lapangan parkir disediakan bagi pengunjung dengan menggunakan lantai dari paving blok. Zona wisata alam memiliki pemandangan cukup indah, dekat dengan setu gede dan sering dilakukan perlombaan memancing ikan, dekat dengan kota Bogor, mudah dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua dan empat, serta memiliki koleksi jenis pohon baik pohon asli Indonesia maupun pohon asing. Oleh karena itu, areal ini cukup strategis untuk dijadikan sebagai obyek wisata alam. Jenis fasilitas yang terdapat di dalam areal wisata alam dapat dilihat pada Tabel 17. Di sekitar areal ini terdapat pengerasan jalan setapak dengan menggunakan paving block, dan pembersihan areal di bawah tegakan terutama yang berhadapan langsung dengan Setu Gede. Selain itu, pembangunan shelter di dalam areal ini

83 perlu dilakukan sebagai tempat beristirahat sekaligus berfungsi sebagai tempat untuk menikmati indahnya danau atau setu. Tabel 17 Jenis dan ukuran fasilitas wisata alam di HP Dramaga No. Jenis Fasilitas Ukuran (m) Banyaknya (unit) Letak 1 Warung 2 x 3 4 Menghadap setu 2 Toilet 6 x 2 3 Bagian belakang areal wisata 3 Mushola 3 x 4 1 Di samping toilet 4 Bangku 2,5x0,5 4 Menghadap setu 5 Shelter 3 x 4 3 Menghadap setu 6 Jalan setapak 1,5x Sepanjang areal wisata Karakter dan tampilan areal wisata dapat diubah dengan penempatan sejumlah obyek untuk mewadahi kegiatan wisata. Perlengkapan wisata adalah unsur-unsur atau elemen pengisi yang dapat mengubah karakter suatu areal. Suatu tapak dan lingkungannya dapat diberi berbagai perlengkapan arsitektur mikro seperti: bangku, tong sampah, tanda penunjuk arah, lampu jalan, gazebo, tempat parkir dan bak tanaman. Semua obyek tersebut dapat memberi pemandangan yang mengubah karakter dasar suatu areal (Lampiran 16). Penggunaan sarana atau elemen arsitektur mikro dalam zona wisata alam dapat menciptakan kesan yang harmonis terpadu dalam keseluruhan perilaku dan visual pengunjung. Penerangan buatan dapat berupa lampu-lampu penerang untuk meningkatkan keamanan pada malam hari, dan signage (penunjuk arah, simbol-simbol penanda tempat). Tugas pengelola adalah menyederhanakan dan mengatur penyampaian informasi penting dengan menggunakan papan iklan secara kreatif untuk mengekspresikan citra tapak sebagai unsur yang positif dalam lansekap visual penangkaran. Zona penyangga berdekatan dengan areal penangkaran rusa yang berbatasan dengan pemukiman masyarakat di mana penggunaan lahannya terbatas dan berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi rusa sekaligus bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Zona ini ditujukan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari tanpa harus memasuki daerah yang dilindungi (zona penangkaran). 66

84 Analisis Finansial Rusa Timor Analisis finansial terhadap penangkaran rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) di HP Dramaga dilakukan berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan, baik data primer maupun sekunder sehingga diperoleh beberapa informasi mengenai perkiraan biaya investasi, tetap, variabel dan penerimaan Biaya Investasi Biaya investasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga yang dikeluarkan sejak didirikan meliputi biaya pembangunan (pagar kandang transit, shelter, kandang pembiakan, kandang yard, pengolahan limbah, pos jaga), biaya instalasi air, instalasi listrik, pengadaan induk atau bibit, dan pembuatan kebun pakan. Total biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan penangkaran rusa adalah sebesar Rp , Biaya Tetap Biaya tetap yang dikeluarkan dalam penangkaran rusa selama 10 tahun terdiri dari komponen upah seperti tenaga kerja, petugas keamanan dan pencari pakan, serta dan perawatan investasi baik bangunan maupun sarana listrik atau air. Total biaya tetap yang dikeluarkan sebesar Rp , Biaya Variabel Biaya variabel yang dikeluarkan dalam penangkaran rusa timor di Dramaga meliputi biaya pakan, obat-obatan dan vitamin, alat tulis kantor, dan peralatan kandang penangkaran, dengan total Rp ,-. Dengan demikian jumlah biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan dalam penangkaran rusa timor di Dramaga selama 10 tahun, sebesar Rp , Penerimaan Besarnya penerimaan yang diperoleh dan analisis biaya yang dikeluarkan yang diperoleh dalam penangkaran rusa berdasarkan model dan desain tapak penangkaran rusa di HP Dramaga selama 10 tahun, dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 22. Penerimaan yang diperoleh dari penangkaran rusa timor di HP Dramaga, adalah sebagai berikut:

85 68 1. Harga jual rusa hidup sebesar Rp ,- per ekor sesuai dengan harga jual yang berlaku saat ini. Umur yang tepat untuk dijual 18 bulan karena berat badan rusa sudah stabil. Penjualan di bawah umur akan rugi karena harganya lebih rendah dan kesempatan untuk memanfaatkan kecepatan pertumbuhan badan yang baik dan optimal akan hilang. Penjualan di atas umur, akan rugi karena biaya pemeliharaan terus berjalan sedangkan pertambahan berat badan tidak ada. Waktu yang tepat untuk penjualan rusa, pada saat musim kemarau dimana pakan segar sulit dijumpai 2. Harga jual setelah disembelih a. Karkas Berat karkas (daging tanpa jeroan, kepala dan kaki) rusa dewasa diasumsikan sebesar 60% dari berat hidup dan berat rusa timor dewasa 70 kg. Harga daging rusa didekati melalui harga daging sapi yakni Rp ,- (diasumsikan sebesar dua kali harga daging sapi). b. Jeroan Berat jeroan diasumsikan sebesar 30% dari berat hidup rusa dan harga jeroan didekati dengan harga jeroan daging sapi di pasaran dengan harga jeroan rusa sebesar Rp ,-. Berat sisanya sebesar 10% merupakan isi rumen, air dan darah yang tidak tertimbang 3. Harga ranggah rusa jantan per kepala sebesar Rp ,- disesuaikan dengan hasil penelitian Garsetiasih dan Takandjandji (2006) di beberapa kota Bogor 4. Harga velvet per kepala sebesar Rp dimana seekor rusa jantan menghasilkan velvet dalam bentuk segar sebesar 2,0 kg per kepala dan setelah dikeringkan mencapai berat sebesar 10% dari berat velvet segar. Velvet yang diperdagangkan di pasaran merupakan velvet yang telah dikeringkan dan dijadikan sebagai obat. Harga velvet yang sudah dikeringkan di pasaran didekati dengan hasil penelitian Semiadi dan Nugraha (2004) serta Garsetiasih dan Takandjandji (2007), yakni mencapai US $ 120 per kg

86 69 5. Pupuk kandang Seekor rusa menghasilkan faeces basah rata-rata per hari sebesar 1.364,5 gram dan berat faeces yang telah kering sebesar 60% dari berat faeces basah 6. Wisata Jumlah pengunjung yang sering berkunjung di penangkaran rusa HP Dramaga sebesar 20 orang per hari. Pengunjung dapat membeli wortel yang dijual dengan harga Rp 1.000,- per ikat 7. Harga pupuk cair yang dihasilkan rusa diasumsikan sebesar Rp 5.000,- per liter 8. Jasa pendidikan dan pelatihan merupakan jasa peneliti pada setiap pertemuan ilmiah mengenai rusa sebanyak dua kali dalam setahun dengan honor sebesar Rp ,- setiap kali pertemuan 9. Harga kulit rusa didekati dengan harga kulit kambing di mana kulit kambing mencapai Rp ,- per lembar dan kulit rusa lebih tinggi yakni sebesar Rp ,- per lembar Analisis finansial penangkaran rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) di HP Dramaga secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 17 sampai 22. Target pemeliharaan rusa yang tersisa sebanyak 65 ekor dengan rasio kelamin 1:4 selama 10 tahun dan asumsi suku bunga 10%, 18% dan 26% dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil analisis finansial pada penangkaran rusa timor di HP Dramaga No Analisis Finansial Suku Bunga (%) 10,00 18,00 26,00 1. NPV BCR 1,58 1,43 1,31 3. IRR 19,92% 17,31% 53,19% 4. PP 3,14 Tabel di atas menjelaskan bahwa kegiatan penangkaran rusa timor di HP Dramaga dapat dilanjutkan karena memiliki NPV (Net Present Value) pada tingkat suku bunga 18% sebesar yang berarti lebih besar dari 0. Gray et al (1978) mengatakan apabila nilai NPV 0 berarti proyek tersebut cukup menguntungkan karena nilai NPV memberikan gambaran kemampuan program investasi dalam menghasilkan keuntungan pada tingkat suku bunga tertentu.

87 70 Nilai BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan ukuran kelayakan program investasi berdasarkan ratio dan cost benefit pada tingkat suku bunga tertentu. Hasil perhitungan analisis finansial menunjukkan bahwa pada tingkat suku bunga 18%, nilai BCR pada penangkaran rusa timor di HP Dramaga selama 10 tahun sebesar 1,43 atau lebih besar dari 1 sehingga dapat dikategorikan sebagai program investasi yang layak untuk dikembangkan. Nilai IRR (Internal Rate of Return) sebesar 17,31% yang berarti bahwa kegiatan penangkaran rusa timor di HP Dramaga mempunyai kemampuan untuk mengembalikan modal di atas tingkat suku bunga deposito yang berlaku (18%) sehingga kegiatan atau program ini dinilai sangat menguntungkan. Sedangkan waktu pengembalian seluruh biaya investasi (Payback Period) sebesar 3,14 tahun Manajemen Penangkaran Rusa Timor Kriteria dan indikator yang menentukan kelayakan penangkaran rusa timor di HP Dramaga dapat didesain setelah aspek bio-ekologi dan fisik lokasi diketahui. Namun apabila kriteria dan indikator tersebut belum terpenuhi, maka diperlukan management plan (rencana pengelolaan), yang disesuaikan dengan skala prioritas sehingga desain penangkaran rusa dapat ditetapkan berdasarkan kendala yang ada. Umumnya pengelolaan yang dilakukan terhadap satwa adalah pengelolaan habitat dan populasi. Namun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka pengelolaan dimaksud dapat berupa perbaikan terhadap bio-ekologi (vegetasi, pakan dan rusa), dan fisik lokasi (pedok/kandang sesuai zona yang ditetapkan, topografi, tanah, air, aliran permukaan, iklim) Vegetasi Kondisi lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga sebagian besar (71,26%) merupakan hutan tanaman dan 28,74% digunakan sebagai lokasi pengambilan pakan. Pemahaman tentang vegetasi dan perannya terhadap rusa perlu diketahui oleh pengelola sehingga dapat menetapkan desain penangkaran sesuai dengan kondisi yang ada. Vegetasi yang ada dapat mencerminkan berbagai tingkatan pohon mulai dari pohon tinggi, rendah, tiang, anakan, semak belukar, dan rumput-rumputan. Fungsi utama vegetasi dalam hal ini pohon adalah sebagai cover, namun dapat pula menjadi masalah dalam pengelolaan yakni dapat

88 71 mengurangi akses dan mempengaruhi tata letak. Oleh karena itu perlu pengaturan secara baik karena kerapatan pohon yang tinggi dapat menyebabkan pergerakan rusa terbatas. Demikian pula dalam pembuatan jalur penahan angin (shelter belt) perlu memperhitungkan jarak antar pohon untuk menciptakan perlindungan terhadap angin secara baik. Pemangkasan (pruning) merupakan salah satu cara yang dilakukan dalam pengelolaan terhadap vegetasi agar lokasi penangkaran tidak terlalu gelap dan sinar matahari dapat masuk Pakan Suplemen pakan tidak terlalu penting apabila hijauan yang ada dikelola dengan baik untuk dijadikan sebagai pakan. Beberapa teknik pengelolaan hijauan pakan yang perlu dilakukan adalah memilih jenis hijauan pakan yang akan ditanam, menentukan jarak tanam, perlu atau tidaknya persemaian, menentukan areal yang akan ditanami, sistem penanaman, waktu penanaman yang tepat, dan mengadakan pemeliharaan secara intensif. Teknik pemilihan jenis hijauan pakan yang akan ditanam, adalah dapat memenuhi kebutuhan pakan rusa baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas; memiliki fungsi ganda yakni sebagai sumber pakan dan fungsi lainnya; merupakan jenis hijauan pakan lokal; memperhatikan keanekaragaman jenis, kemudahan, dan produktivitas; serta tidak menimbulkan efek negatif bagi rusa Rusa Bentuk pengelolaan yang dilakukan pada penangkaran rusa timor di HP Dramaga adalah pengelolaan populasi berupa pengaturan luas kandang, pakan, sex ratio, pemeliharaan individu, pengendalian terhadap populasi predator melalui perburuan dan penangkapan, memulihkan dan meningkatkan populasi yang menurun, pengendalian terhadap penyakit, dan merehabitasi satwa tangkapan untuk meningkatkan reproduksi dan populasi rusa. Pengembangan penangkaran rusa akan bermanfaat apabila populasi meningkat. Pengelolaan yang dilakukan dalam kaitannya dengan komponen fisik lokasi, adalah pengelolaan terhadap pedok atau kandang, topografi, tanah, air, aliran permukaan, dan iklim. Namun pada umumnya keadaan fisik lokasi HP Dramaga

89 72 sangat mendukung dan layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa sehingga pengelolaan terhadap fisik lokasi hampir tidak menjadi masalah. Hal penting yang perlu diketahui dalam pembangunan pedok atau kandang adalah disesuaikan dengan habitat secara alami di mana rusa timor dapat beradaptasi dengan berbagai kondisi topografi. Dengan demikian lokasi atau kandang-kandang penangkaran berada pada kemiringan lereng di bawah 30% agar energi yang dikeluarkan oleh rusa untuk bergerak lebih efisiensi dan induk-induk rusa yang sedang bunting terjamin kesehatannya (Sumanto 2006). Perilaku rusa akan mempengaruhi bentuk kandang dan sebaliknya bentuk kandang mempengaruhi perilaku rusa sehingga terdapat hubungan antara perilaku, dan bentuk kandang yang dibangun Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Berdasarkan monografi kelurahan Bubulak dan Situ Gede pada bulan Desember Tahun 2008, masyarakat di sekitar HP Dramaga sebagian besar (31,9%) merupakan masyarakat petani yakni sebagai buruh tani. Jumlah penduduk kedua kelurahan tersebut sebagian besar berada pada usia kerja yakni umur tahun. Berdasarkan keyakinan yang dianut oleh masyarakat di sekitar HP Dramaga, terdapat 99% masyarakat memeluk agama Islam dan sisanya memeluk agama kristen. Pendidikan masyarakat pada umumnya hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar/MI. Sedangkan pengusahaan lahan usaha tani sangat sempit di mana sebagian besar masyarakat memiliki lahan < 0,1 ha. Lapangan kerja sangat kurang dibandingkan dengan angkatan kerja yang tersedia sehingga banyak tenaga kerja yang bekerja di tempat lain sebagai tukang kayu. Kelurahan Bubulak yang memiliki luas mencapai 157,085 ha memiliki sawah 8,0 ha (5,09%); ladang 68,265 ha (43,46%); pemukiman 47,2 ha (30%); jalan 16,1 ha (10,25%) dan sisanya adalah jalur hijau, bangunan umum, pekuburan, serta empang. Luas kelurahan Situ Gede 232,47 ha terdiri dari sawah 67,9 ha (29,21%) dan sisanya sekitar 1 2 ha merupakan empang, ladang, bangunan umum, dan pekuburan. Persepsi masyarakat terhadap penangkaran rusa timor yang berada di dalam kawasan HP Dramaga cukup tinggi di mana masyarakat meyakini bahwa rusa

90 73 sebagai satwaliar yang perlu dilestarikan dan dilindungi sehingga keamanan terhadap rusa serta sarana prasarana yang tersedia, tidak mengalami hambatan. Demikian pula kawasan HP Dramaga yang diakui oleh masyarakat sebagai milik negara sehingga tidak terjadi konflik hak atas tanah dengan masyarakat sekitar. Hal ini karena batas kawasan telah ditata secara permanen. Masyarakat pada umumnya menyadari bahwa keberadaan penangkaran rusa timor di dalam ke dua kelurahan, memiliki arti penting bagi kehidupan sehari-hari. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, nilai manfaat yang diperoleh dari adanya penangkaran rusa tersebut adalah dengan meningkatnya kunjungan wisata yang dipicu oleh keinginan untuk melihat rusa sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat terutama pada hari-hari libur. Setelah melihat dan memberi makan rusa, pengunjung menuju obyek wisata berupa situ gede yang terletak berdekatan dengan lokasi penangkaran. Pengunjung dapat menyewa perahu bebek untuk mengitari situ atau membeli minuman dan makanan yang disediakan. Dengan demikian, masyarakat sangat setuju dengan adanya penangkaran rusa timor di HP Dramaga karena dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat mempercepat pembangunan desa. Namun beberapa harapan dan keinginan dari masyarakat terkait dengan adanya penangkaran rusa timor adalah adanya keinginan membuka usaha dengan pembukaan warung makan dan minuman serta ingin menjadi tenaga kontrak baik sebagai pengambil pakan rusa, penanaman dan pemeliharaan pakan, atau buruh dalam pembangunan sarana prasarana penangkaran. Selama ini masyarakat telah dilibatkan dalam kegiatan penangkaran rusa yakni sebagai upah pengambilan dan penanaman pakan, penjaga keamanan dan pemeliharaan rusa. Selain itu, masyarakat juga dapat menjual pakan untuk rusa berupa wortel. Kegiatan pembangunan dan atau pengembangan penangkaran rusa dapat menimbulkan dampak sosial terhadap masyarakat sekitar. Oleh karena itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk pengumpulan informasi, konsultasi, pengambilan keputusan, insiatif pelaksanaan dan evaluasi. Semakin besar keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penangkaran rusa, akan semakin

91 74 besar pula kemungkinan untuk mengajak masyarakat setempat mencapai tujuan dan kebutuhan konservasi dan pengembangan penangkaran rusa timor. Ketika akan merencanakan suatu tapak, umumnya yang dikerjakan hanya terbatas pada area yang menjadi teritorinya. Dalam perizinan, rencana tapak adalah salah satu syarat untuk mengetahui batas-batas dengan sekitarnya. Namun jika kita melihat bahwa sebuah lahan adalah bagian dari sebuah jejaring ruang maka perencanaan yang membatasi hanya pada teritori akan menjadi sangat problematik. HP Dramaga termasuk wilayah kota yang merupakan sebuah bentukan hasil jejaring infrastruktur mulai dari jalan, listrik hingga telepon. Perencanaan yang mekanistis biasanya tidak melihat jejaring sosial karena dianggap tidak perlu, dan hal ini merupakan problem yang seringkali muncul. Oleh karena itu perlu adanya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan, yang meliputi areal sekitarnya yang merupakan hasil kolaborasi interaktif antara perencana, manajemen, pemerintah dan warga sekitar. Hasil akhirnya dari proses kolaborasi ini adalah sebuah desain tapak hingga radius tertentu dari bangunan penangkaran rusa. Pembangunan penangkaran rusa baru akan terintegrasi dengan baik apabila melibatkan jaringan insfrastruktur dan jaringan sosial. Untuk mempraktekkan cara pandang ini diperlukan perencanaan yang matang dan juga sensitif dalam melihat realita sosial dilengkapi dengan metoda perencanaan partisipatif yang kuat. Konsekuensinya, proses perencanaan akan semakin kompleks dan membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang. Namun mekanisme ini sangat perlu untuk menghindari terbentuknya ruang insular yang patologis di masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan instrumen dan perangkat peraturan kota yang mendukung dan sensitifitas yang lebih tinggi dari perencana dan pemerintah kota bagi keberhasilan perencanaan integratif. Harapan kita, melalui perencanaan bangunan yang terintegrasi dengan struktur masyarakat di sekitarnya, dengan proses yang partisipatif akan tercipta penangkaran rusa yang lebih rekonsiliatif dan bukannya ruang insular yang konfliktual dalam masyarakat.

92 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang analisis komponen terhadap bio-ekologi dan fisik lokasi penangkaran rusa timor di HP Dramaga, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain : a. Potensi bio-ekologi dari komponen vegetasi (pakan dan cover) dikategorikan memenuhi syarat, dengan nilai gizi dan palatabilitas hijauan pakan yang cukup dan disukai rusa, daya dukung terpenuhi, dan adanya satwa pesaing dan pemangsa dapat diatasi, sehingga lokasi HP Dramaga layak untuk dijadikan sebagai penangkaran rusa. Kondisi fisik lokasi berupa aksesibilitas, iklim (temperatur, dan kelembaban), curah hujan, topografi, tanah, dan air, HP Dramaga sangat mendukung pengembangan penangkaran rusa. b. Areal HP Dramaga yang dialokasi untuk pengembangan penangkaran rusa timor, didesain ke dalam empat zona yakni zona pembiakan (4,29 ha), perkantoran (3,94 ha), wisata alam (4,25 ha) dan zona penyangga (3,92 ha) sesuai dengan kebutuhan rusa dan kondisi tapak yang relatif datar sehingga perkembangbiakan dan pembesaran rusa semakin meningkat. c. Nilai NPV penangkaran rusa pada tingkat suku bunga 18% sebesar , nilai BCR selama 10 tahun sebesar 1,43 dan nilai IRR sebesar 17,31%. Berarti kegiatan penangkaran rusa timor di HP Dramaga mempunyai kemampuan untuk mengembalikan modal seluruh biaya investasi (payback period) sebesar 3,14 tahun pada tingkat suku bunga deposito 18%. Oleh karena itu, kegiatan ini dinilai sangat menguntungkan sehingga pemanfaatan areal HP Dramaga sebagai lokasi penangkaran rusa timor dan eko-wisata dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan Saran Zona-zona yang telah ditentukan sesuai dengan desain perlu dikelola secara intensif sehingga berfungsi secara optimal. Pembinaan habitat pada zona pembiakan perlu dilakukan melalui pemangkasan ranting pohon sehingga tumbuhan bawah dapat tumbuh dengan baik dan memberikan intesitas cahaya

93 76 yang cukup pada areal penangkaran. Pengembangan dan penanaman pakan pada zona pembiakan sangat diperlukan untuk mengatasi kekurangan pakan rusa. Pengaturan limpasan air hujan juga diperlukan untuk menjaga agar kandang tidak becek dan berlumpur, karena rusa timor peka terhadap keadaan yang terlalu lembab. Zona wisata alam dan zona penyangga perlu dikelola secara intensif dengan melibatkan masyarakat sekitar sehingga keamanan rusa lebih terjamin. Pengelolaan tersebut akan membantu meningkatkan kualitas dan nilai jual rusa hasil penangkaran, melalui pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan gizi, mengatur sex ratio, menjaga kesehatan, memperhatikan kualitas tapak, dan memberikan kasih sayang (interaksi intensif antara keeper dengan rusa).

94 DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS Pengelolaan satwaliar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor Alinda FMZ Perencanaan dan desain lanskap tapak wisata. Ekoturisme Teori dan Praktek. Penerbit BRR NAD Nias Anderson R Deer Farming. Deer refsresher course [proceedings] No. 72. The University of Sydney. Australia Austin RI Designing the natural landscape. Van Nostrand Reinhold Company. New York Bailey JA Principles of Wildlife Management. Jhon Willey and Sons Banerjee CG Animal nutrition. Oxford & IBH Publishing CO, New Delhi, Bombay, Calcutta Departemen Kehutanan Handbook CITES. Departemen Kehutanan. Jakarta Garsetiasih R Studi habitat dan pemanfaatannya bagi rusa (Cervus timorensis) di Taman Wisata Alam Pulau Menipo Nusa Tenggara Timur [tesis]. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta , dan M. Takandjandji Model penangkaran rusa. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan, Padang 20 September Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor Gold SM Recreation planning and design. McGraw-Hill Book Company. New York Gray C., Kadariah dan Lien Karlina Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi Universitar Indonesia. Jakarta Grubb Peter Cervus timorensis [journal]. Park Road National. London. [13 Agustus 2009] Hakim R dan H. Utomo Komponen perancangan arsitektur lansekap. Prinsip unsur dan aplikasi disain. Bumi Aksara. Jakarta Hardjanto., Burhanuddin M dan Yulius H Analisis kelayakan finansial penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta Hoogerwerf A Ujung Kulon: the land of the last Javan Rhinos. Part V. The Javan Deer. Leiden E. J. Brill Illawara M Rusa deer facts. [13 Agustus 2009]

95 78 [IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Reserves The Redlist of Threathened Species. [15 April 2009] Jacoeb TN dan SD Wiryosuhanto Prospek budidaya ternak rusa. Penerbit Kanisius. Jakarta Kartadisastra, H.R Penyediaan dan pengelolaan pakan ternak ruminansia (sapi, kerbau, domba dan kambing). Penerbit Kanisius. Yogyakarta Kountur R Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis. Edisi revisi. Penerbit PPM. Jakarta Kusmana C. dan Istomo Teknik pengukuran keanekaragaman tumbuhan. Teknik pengukuran dan monitoring biodiversity di hutan tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Laurie M Pengantar kepada arsitektur pertanian. PT Intermatra. Bandung Le Bel S., M. Salas., P. Chardonnet & M. Bianchi Rusa deer (Cervus timorensis russa) farming in New Caledonia: impact of different feed levels on herd breeding rate and performance of new born fawns. Australian Veterinary Journal. Lynch K Site planning (second edition). The MIT Press. Massachusetts MacKinnon K., G. Child., J. Thorsell Pengelolaan kawasan yang dilindungi di daerah tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta MacKinnon, J Panduan lapangan pengenal burung-burung di Jawa dan Bali. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Ma ruf A., Tri Atmoko., Ismed Syahbani Teknologi penangkaran rusa sambar (Cervus unicolor) di desa Api-api Kabupaten Penajem Paser Utara Kalimantan Timur [prosiding]. Gelar dan dialog teknologi di Mataram, Nusa Tenggara Barat Mcllroy RJ Pengantar budidaya padang rumput tropika. Pradnya Paramita. Jakarta Mukhtar AS Studi dinamika populasi rusa (Cervus timorensis de Blainville) dalam menunjang manajemen Taman Buru Pulau Moyo, Propinsi Nusa Tenggara Barat [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Ndubisi F Landscape ecological planning in Thompson G.F dan F.R. Steinered Ecological Design and Planning. Jhon Willey and Sons Inc. New York Parisy S., E Djamhuri., AM Thohari., B Pranggodo., dan Sudaryanto Design Engineering Pengelolaan Kebun Percobaan Darmaga. Kerjasama antara Fakultas Kehutanan IPB dengan Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Bogor

96 79 Prasetyonohadi D Telaahan tentang daya dukung padang rumput di Suaka Margasatwa Pulau Moyo sebagai habitat rusa (Cervus timorensis) [skripsi]. Bogor. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Putri TS Kebijakan pengembangan rusa di Indonesia. Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Jakarta Reksohadiprodjo S Produksi tanaman hijauan makanan ternak tropik. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Reyes E Rusa timorensis. University of Michigan. Museum of Zoology. Anim. Diversity. [13 Agustus 2009] Riney T Study and management of large mammals. John Willey and Sons. New York Rubinstein HM A guide to site and environmental planning. John Willey and Sons Inc. New York Schroder T.O Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Wageningenda Geofisika. Jakarta Schmidt FG and JMA. Ferguson Rainfall types based of wet and dry period rations for Indonesia with Western New Guinea. Verhand 42. Direktorat Meteorologi Semiadi G., Barry T.N., Wilson P.R., Hodgson J., & Purchass R.W Growth and venison production from red deer (Cervus elaphus) grasing red clover (Trifolium pratense) or perennial ryegrass (Lofium perenne) white clover (Trifolium repens) pasture. Journal of Agriculture Science. Cambridge Semiadi G, RTP Nugraha Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor Semiadi G Biologi rusa tropis. Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor Simonds JO Landscape architecture, A manual of site planning and design. McGraw-Hill Book Company Inc. USA Soerianegara I, A. Indrawan Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Solihati E Keragaman jenis burung di Hutan Penelitian Dramaga, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam [skripsi]. Bogor. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor Sukriyadi Habituasi pada Rusa Totol (Axis axis Erxleben 1777) di penangkaran dengan panggilan, warna dan urine [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor

97 80 Sumanto Perencanaan penangkaran rusa timor (Cervus timorensis de Blainville) dengan sistem farming: studi kasus di penangkaran rusa kampus IPB Dramaga [tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Suratmo FG Konservasi alam dan pengelolaan margasatwa. Bagian II. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Susetyo S Padang penggembalaan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor Sutrisno, E Population ecology of the Javan deer (Cervus timorensis) in Menipo Island, East Nusa Tenggara [tesis]. University of the Philippines Los Banos. Filipina Syarif A Kemungkinan pembinaan pembiakan rusa di Indonesia. Direktorat PPA. Bogor Takandjandji M dan M. Sinaga Perilaku rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran. Savana. Nomor 10. Balai Litbang Kehutanan. Kupang Prospek budidaya rusa timor (Cervus timorensis) sebagai ternak. Prosiding Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan. Kupang , N. Ramdhani dan M. Sinaga Penampilan reproduksi rusa timor (Cervus timorensis) di penangkaran. Buletin Penelitian Kehutanan. Volume 3 Nomor 1. Balai Penelitian Kehutanan. Kupang dan R. Garsetiasih Pengembangan penangkaran rusa timor (Cervus timorensis) dan permasalahannya di NTT. Prosiding Seminar Nasional Bioekologi dan Konservasi Ungulata. PSIH-IPB; Puslit Biologi; Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Bogor dan Cecep Handoko Pertumbuhan dan perkembangan tanduk Rusa Timor di penangkaran Oilsonbai. Info Hutan. Volume II Nomor 4. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor dan E. Sutrisno Teknik penangkaran rusa timor (Cervus timorensis). Balai Litbang Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Kupang Stres pada rusa timor (Cervus timorensis timorensis Blainville) di penangkaran Oilsonbai, Nusa Tenggara Timur. Info Hutan. Volume IV Nomor 2 Tahun Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor Thohari M., Haryanto., B. Masy ud., D. Rinaldi., H. Arief., W.A. Djatmiko., S.N. Mardiah., N. Kosmaryandi dan Sudjatnika Studi kelayakan dan perancangan tapak penangkaran rusa di BKPH Jonggol, KPH Bogor, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Kerjasama antara Direksi Perum Perhutani dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor

98 81 Tillman AD., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawiro Kusumo dan S. Lebdosukojo Ilmu makanan ternak dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Tuckwell C Fencing and Handling Yards. Australian Deer Industry Manual [journal]. Rural IndustriesResearch and Development Corporation & Deer Products and Dvelopment Company. Southern Australia Turner T Landscape planning. Nichols. Publishing Co. New York Wells M dan K. Brandon People and Park: linking protected area management with local communities White E.T Analisis tapak, pembuatan diagram informasi bagi perancangan arsitektur (terjemahan). Intermedia. Bandung Wodzicka-Tomaszewka M., IK Sutama., IG Putu dan TD Chaniago Reproduksi, tingkah laku dan produksi ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta

99 L A M P I R A N

100 83 Lampiran 1 Analisis Tumbuhan Bawah di dalam Areal Penangkaran Rusa di HP Dramaga No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili K Kr F Fr INP Aawian Panicum montanum Poaceae ,8 0,23 6,0 12,8 2 Amismata Ficus quercifolia Moraceae ,3 0,59 15,7 28,9 3 Badotan Ageratum conyzoides Compositae ,2 0,09 2,4 31,6 4 Cadaka Asplenium minus Polypodaceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 5 Kaliandra Calliandra callothyrsus Fabaceae ,3 0,14 3,6 4,9 6 Canar Dioscorea oppositifolia Dioscoreaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 7 Antanan kebo Centella asiatica Umbelliferae ,4 0,23 6,0 10,5 8 Harendong bulu Clidemia hirta Melastomataceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 9 Pakis haji Dryopteris iregularis Polypodaceae ,4 0,18 4,8 8,2 10 Emprak Richardian brasilliensis Poaceae ,4 0,05 1,2 1,6 11 Gadung Dioscorea hispida Dioscoreaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 12 Goletrak Borreria hispida Rubiaceae ,8 0,14 3,6 4,4 13 Harendongg biasa Melastoma malabathricum Melastomataceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 14 Bayondah Isache globosa Poaceae ,2 0,05 1,2 11,4 15 Jampang Eleusine indica Poaceae ,9 0,05 1,2 2,1 16 Letah hayam Polygala glomerata Polypodaceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 17 Rayutan Mikania micrantha Compositae ,1 0,05 1,2 3,3 18 Kalayar Trichosanthes bracteata Cucurbitaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 19 Keladi2an Colocasia esculenta Araceae ,2 0,36 9,6 13,8 20 Kipait Axonopus compressus Poaceae ,1 0,23 6,0 12,1 21 Laja goa Alpinia malaccensis Zingiberaceae ,0 0,09 2,4 4,4

101 Lameta Leersia hexandra Poaceae ,4 0,05 1,2 2,6 23 Marasi Hymenaea courbaril Fabaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 24 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae ,8 0,05 1,2 2,0 25 Pakis kecil Dryopteris subpubescens Polypodaceae ,0 0,18 4,8 6,8 26 Pakis Dryopteris impressa Polypodaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 27 Patat Halopegia blumei Marantaceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 28 Sesereuhan Piper aduncum Piperaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 29 Cacabean Piper retrofractum Piperaceae ,6 0,05 1,2 5,8 30 Salak Zallacca edulis Palmae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 31 Sereh Varietas ceriferus Poaceae 455 0,1 0,05 1,2 1,3 32 Suweg Amorphophallus variabilis Araceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 33 Ki asahan Tetracera scandens Dilleniaceae 909 0,3 0,05 1,2 1,5 34 Pakis bulu Selaginela plana Selaginellaceae ,6 0,32 8,4 12,1 J u m l a h ,91 100,0 3,77 100,0 200,0

102 85 Lampiran 2 Analisis Vegetasi Tingkat Semai di dalam Aral Penangkaran Rusa di HP Dramaga S t r a t a No. Nama Daerah Nama Botani Famili S e m a i K Kr F Fr INP Amismata Ficus quercifolia Moraceae ,3 0,05 0,9 2,2 2 Nangka Artocarpus heterophyllus Moraceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 3 Rotan Manau Calamus manan Poaceae 227 0,1 0,05 0,9 0,9 4 Kaliandra Caliandra calothyrsus Fabaceae ,7 0,05 0,9 1,6 5 Bintangor Calphyllum soulattri Clusiaceae 682 0,2 0,14 2,6 2,8 6 Karapa Carapa guinensis Meliaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 7 Sekropia Cecropia peltata Moraceae ,9 0,09 1,7 2,7 8 Harendong bulu Clidemia hirta Melastomataceae 341 0,1 0,05 0,9 1,0 9 Coumarouna Coumarouna odorata Calopterygidae 227 0,1 0,05 0,9 0,9 10 Kayu hitam Diospyros celebica Ebenaceae 341 0,1 0,09 1,7 1,8 11 Kidahu Dracontomelon mangiferum Anarcadiaceae 227 0,1 0,05 0,9 0,9 12 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum Fabaceae 682 0,2 0,05 0,9 1,1 13 Ki sireum Eugenia cymosa Myrtaceae ,4 0,18 3,4 3,8 14 Sampang Evodia aromatica Rutaceae 682 0,2 0,09 1,7 1,9 15 Merawan Hopea mengarawan Dipterocarpaceae ,8 0,50 9,5 25,3 16 Hopea Hopea odorata Dipterocarpaceae ,4 0,41 7,8 40,2 17 Marasi Hymenaea courbaril Fabaceae ,9 0,14 2,6 6,4 18 Merbau Intsia bijuga Fabaceae 341 0,1 0,14 2,6 2,7 19 Kelapa sawit Elaeis guineensis Palmae ,5 0,23 4,3 4,8 20 Mahoni Afrika Khaya anthoteca Meliaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 21 Langsat hutan Lansium domesticum Meliaceae 909 0,3 0,18 3,4 3,7 22 Limus Mangifera foetida Lour Anacardiaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9

103 Medang Litsea sp Lauraceae 909 0,3 0,18 3,4 3,7 24 Kayu bawang Melia excelsa Meliaceae ,0 0,23 4,3 5,3 25 Nibung Oncosperma filamentosa Palmae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 26 Nyatoh Palaquium javanse Sapotaceae ,4 0,27 5,2 5,5 27 Nyatoh Palaquium macrocorpum Sapotaceae 341 0,1 0,05 0,9 1,0 28 Palm sadri Arenga pinnata Palmae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 29 Damar asam Parinarium corymbosum Rosaceae ,5 0,23 4,3 4,8 30 Seperti Rotan Gleichenia linearis Gleichniaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 31 Sauropus Sauropus androgynus Euphorbiaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 32 Shorea Shorea chrysopylla Dipterocarpaceae ,7 0,14 2,6 9,3 33 Tengkawang layar Shorea pinanga Dipterocarpaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 34 Kayu bapa Shorea selanica Dipterocarpaceae ,1 0,14 2,6 5,7 35 Kayu kacang Strombosia zeylanica Olacaceae ,9 0,73 13,8 42,7 36 Terminalia Terminalia kaernbanchii Combretaceae ,5 0,09 1,7 2,2 37 Asahan Tetracera indica Dilleniaceae 114 0,0 0,05 0,9 0,9 38 Salak Zalacca edulis Palmae ,9 0,27 5,2 6,1 J u m l a h ,3 100,0 5,27 100,0 200,0

104 87 Lampiran 3 Analisis Vegetasi Tingkat Pancang di dalam Areal Penangkaran Rusa di HP Dramaga S t r a t a No. Nama Daerah Nama Botani Famili P a n c a n g K Kr F Fr D Dr INP Bintangor Calphyllum soulattri Clusiaceae 491 9,2 0,09 5,4 4,7 28,8 43,5 2 Karapa Carapa guinensis Meliaceae 18 0,3 0,05 2,7 0,1 0,3 3,4 3 Kayu hitam Diospyros celebica Ebenaceae 109 2,1 0,09 5,4 0,2 1,2 8,7 4 Kidahu Dracontomelon mangiferum Anarcadiaceae 55 1,0 0,09 5,4 0,1 0,8 7,2 5 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum Fabaceae 55 1,0 0,05 2,7 0,1 0,8 4,5 6 Ki sireum Eugenia cymosa Myrtaceae ,4 0,14 8,1 1,8 11,1 32,6 7 Merawan Hopea mengarawan Dipterocarpaceae 145 2,7 0,18 10,8 0,8 5,0 18,5 8 Marasi Hymenaea courbaril Fabaceae 127 2,4 0,09 5,4 0,3 2,1 9,9 9 Joonesia Joonesia princeps Euphorbiaceae 55 1,0 0,05 2,7 0,1 0,9 4,6 10 Mahoni Afrika Khaya anthoteca Meliaceae ,4 0,05 2,7 1,5 9,4 26,5 11 Mahoni Afrika Khaya grandifolia Meliaceae 18 0,3 0,05 2,7 0,1 0,3 3,4 12 Langsat hutan Lansium domesticum Meliaceae 36 0,7 0,05 2,7 0,1 0,3 3,7 13 Medang Litsea sp Lauraceae 36 0,7 0,09 5,4 0,1 0,7 6,8 14 Kayu bawang Melia excelsa Meliaceae ,1 0,14 8,1 1,9 11,6 35,8 15 Nyatoh Palaquium javanse Sapotaceae 18 0,3 0,05 2,7 0,0 0,1 3,1 16 Nyatoh Palaquium macrocorpum Sapotaceae 309 5,8 0,05 2,7 0,9 5,5 14,1 17 Damar asam Parinarium corymbosum Rosaceae 18 0,3 0,05 2,7 0,0 0,1 3,1 18 Pterygota Pterygota alata Sterculiaceae 18 0,3 0,05 2,7 0,0 0,3 3,3 19 Balangeran Shorea balangeran Dipterocarpaceae 36 0,7 0,05 2,7 0,1 0,4 3,8 20 Kayu kacang Strombosia zeylanica Olacaceae ,1 0,27 16,2 3,3 20,2 63,5 J u m l a h 5.309,1 100,0 1,7 100,0 16,3 100,0 300,0

105 88 Lampiran 4 Analisis Vegetasi Tingkat Tiang di dalam Areal Penangkaran Rusa di HP Dramaga S t r a t a No. Nama Daerah Nama Botani Famili T i a n g K Kr F Fr D Dr INP Bintangor Calphyllum soulattri Clusiaceae 123 9,2 0,09 5,4 1,178 28,8 43,5 2 Karapa Carapa guinensis Meliaceae 5 0,3 0,05 2,7 0,014 0,3 3,4 3 Kayu hitam Diospyros celebica Ebenaceae 27 2,1 0,09 5,4 0,050 1,2 8,7 4 Kidahu Dracontomelon mangiferum Anarcadiaceae 14 1,0 0,09 5,4 0,032 0,8 7,2 5 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum Fabaceae 14 1,0 0,05 2,7 0,033 0,8 4,5 6 Ki sireum Eugenia cymosa Myrtaceae ,4 0,14 8,1 0,456 11,1 32,6 7 Merawan Hopea mengarawan Dipterocarpaceae 36 2,7 0,18 10,8 0,202 5,0 18,5 8 Marasi Hymenaea courbaril Fabaceae 32 2,4 0,09 5,4 0,084 2,1 9,9 9 Joonesia Joonesia princeps Euphorbiaceae 14 1,0 0,05 2,7 0,037 0,9 4,6 10 Mahoni Afrika Khaya anthoteca Meliaceae ,4 0,05 2,7 0,384 9,4 26,5 11 Mahoni Afrika Khaya grandifolia Meliaceae 5 0,3 0,05 2,7 0,013 0,3 3,4 12 Langsat hutan Lansium domesticum Meliaceae 9 0,7 0,05 2,7 0,013 0,3 3,7 13 Medang Litsea sp Lauraceae 9 0,7 0,09 5,4 0,028 0,7 6,8 14 Kayu bawang Melia excelsa Meliaceae ,1 0,14 8,1 0,475 11,6 35,8 15 Nyatoh Palaquium javanse Sapotaceae 5 0,3 0,05 2,7 0,004 0,1 3,1 16 Nyatoh Palaquium macrocorpum Sapotaceae 77 5,8 0,05 2,7 0,227 5,5 14,1 17 Damar asam Parinarium corymbosum Rosaceae 5 0,3 0,05 2,7 0,003 0,1 3,1 18 Pterygota Pterygota alata Sterculiaceae 5 0,3 0,05 2,7 0,012 0,3 3,3 19 Balangeran Shorea balangeran Dipterocarpaceae 9 0,7 0,05 2,7 0,015 0,4 3,8 20 Kayu kacang Strombosia zeylanica Olacaceae ,1 0,27 16,2 0,827 20,2 63,5 J u m l a h ,0 1,68 100,0 4,09 100,0 300,0

106 89 Lampiran 5 Analisis Vegetasi Tingkat Pohon di dalam Areal Penangkaran Rusa di HP Dramaga S t r a t a No. Nama Daerah Nama Botani Famili P o h o n K Kr F Fr D Dr INP Jabon Anthocephalus cadamba Rubiaceae 3,4 1,1 0,05 1,8 0,50 1,0 3,9 2 Kayu manis Cinnamomum parthenoxylon Lauraceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,09 0,2 2,3 3 Kayu hitam Diospyros celebica Ebenaceae 3,4 1,1 0,09 3,6 0,17 0,3 5,0 4 Kidahu Dracontomelon mangiferum Anarcadiaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,04 0,1 2,2 5 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum Fabaceae 5,7 1,9 0,09 3,6 3,40 7,0 12,5 6 Finschia Finschia chalarontha 1,1 0,4 0,05 1,8 0,15 0,3 2,5 7 Merawan Hopea mengarawan Dipterocarpaceae 47,7 15,6 0,32 12,5 5,41 11,2 39,2 8 Hopea Hopea odorata Dipterocarpaceae 51,1 16,7 0,18 7,1 7,72 16,0 39,8 9 Marasi Hymenaea courbaril Fabaceae 11,4 3,7 0,09 3,6 3,00 6,2 13,5 10 Joonesia Joonesia princeps Euphorbiaceae 10,2 3,3 0,18 7,1 3,19 6,6 17,1 11 Mahoni Afrika Khaya anthoteca Meliaceae 8,0 2,6 0,05 1,8 1,90 3,9 8,3 12 Mahoni Afrika Khaya grandifolia Meliaceae 3,4 1,1 0,05 1,8 1,44 3,0 5,9 13 Keruing Dipterocarpus reiusa Dipterocarpaceae 8,0 2,6 0,05 1,8 0,56 1,1 5,5 14 Medang Litsea sp Lauraceae 3,4 1,1 0,14 5,4 0,20 0,4 6,9 15 Kayu Afrika Maesopsis eminii Rhamnaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,03 0,1 2,2 16 Kayu putih Melaleuca leucodendron Myrtaceae 3,4 1,1 0,05 1,8 0,23 0,5 3,4 17 Kayu bawang Melia excelsa Meliaceae 6,8 2,2 0,09 3,6 1,34 2,8 8,6 18 Cempaka Michelia velutina Magnoliaceae 2,3 0,7 0,05 1,8 0,61 1,3 3,8 19 Balsa Ochroma bicolor Bombacaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,47 1,0 3,1 20 Nibung Oncosperma filamentosa Palmae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,05 0,1 2,3 21 Nyatoh Palaquium javanse Sapotaceae 18,2 5,9 0,05 1,8 1,97 4,1 11,8 22 Nyatoh Palaquium macrocorpum Sapotaceae 13,6 4,4 0,05 1,8 3,64 7,5 13,8 23 Sungkai Peronema canescens Verbenaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,05 0,1 2,3 24 Tusam Pinus merkusii Pinaceae 13,6 4,4 0,05 1,8 2,39 4,9 11,2 25 Pinus Pinus oocarpa Pinaceae 11,4 3,7 0,05 1,8 0,83 1,7 7,2 26 Pterygota Pterygota alata Sterculiaceae 18,2 5,9 0,05 1,8 1,76 3,6 11,4 27 Schizolobium Schizolobium excelsum Fabaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,13 0,3 2,4

107 Meranti tembaga Shore leprosula Dipterocarpaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,61 1,3 3,4 29 Tengkawang layar Shorea pinanga Dipterocarpaceae 1,1 0,4 0,05 1,8 0,08 0,2 2,3 30 Balangeran Shorea balangeran Dipterocarpaceae 6,8 2,2 0,05 1,8 0,36 0,7 4,8 31 Kayu bapa Shorea selanica Dipterocarpaceae 4,5 1,5 0,09 3,6 1,15 2,4 7,4 32 Kayu kacang Strombosia zeylanica Olacaceae 18,2 5,9 0,05 1,8 1,18 2,4 10,1 33 Jati Tectona grandis Verbenaceae 5,7 1,9 0,05 1,8 0,82 1,7 5,3 34 Terminalia Terminalia superba Combretaceae 2,3 0,7 0,05 1,8 1,34 2,8 5,3 35 Trachylobium Trachylobium verrucosum Fabaceae 2,3 0,7 0,05 1,8 0,60 1,2 3,8 36 Resak Vatica sumatrana Dipterocarpaceae 5,7 1,9 0,05 1,8 0,74 1,5 5,2 37 Salak Zalacca edulis Palmae Fachira Fachira offinis Bombacaceae 6,8 2,2 0,05 1,8 0,20 0,4 4,4 J u m l a h 306,8 100,0 2,55 100,0 48,36 100,0 300,0

108 91 Lampiran 6 Analisis Tumbuhan Bawah di luar Areal Penangkaran Rusa di HP Dramaga No. Nama Daerah Nama Botani Famili K Kr F Fr INP Aawian Panicum montanum Poaceae ,2 0,05 0,7 1,0 2 Alang-alang Imperata cylindrica Poaceae ,5 0,09 1,5 2,0 3 Alimosa Mimosa invisa Fabaceae ,4 0,09 1,5 1,9 4 Amis mata Ficus quercifolia Moraceae ,2 0,18 3,0 4,2 5 Anakan Sengon Paraserianthes falcataria Fabaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 6 Babawangan Scirpus erectus Cyperaceae ,8 0,09 1,5 2,3 7 Badotan Ageratum conyzoides Compositae ,6 0,41 6,7 12,3 8 Bayondah Isachne globosa Poaceae ,8 0,09 1,5 2,3 9 Cacabean Piper retrofractum Piperaceae ,6 0,32 5,2 10,8 10 Calincing Oxalis sepium Oxalidaceae ,8 0,18 3,0 3,7 11 Emprak Richardian brasilliensis Poaceae ,2 0,32 5,2 14,5 12 Gewor Comellina nudiflora Commelinaceae ,0 0,32 5,2 11,3 13 Harendong bulu Clidemia hirta Melastomataceae ,8 0,05 0,7 1,6 14 Hatta Gleichenia linearis Gleichniaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 15 Harendong biasa Melastoma malabathricum Melastomataceae ,4 0,09 1,5 1,9 16 Ilat Carex baccans Poaceae ,0 0,09 1,5 5,5 17 Jalantir Erigeron linifolius Compositae ,4 0,18 3,0 4,4 18 Jukut ibun Drymaria hirsuta Basellaceae ,5 0,09 1,5 2,0 19 Kakacangan Centrosema pubescens Fabaceae ,2 0,36 6,0 9,2 20 Kaliandra Calliandra callothyrsus Fabaceae ,5 0,09 1,5 2,0 21 Kanyere Bridelia monoica Euphorbiaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9

109 Keladi2an Colocasia esculenta Araceae ,3 0,09 1,5 1,8 23 Kipait Axonopus compressus Poaceae ,6 0,4 6,7 31,3 24 Kirinyuh Chromolaena odorata Compositae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 25 Kolonjono Hierochloe horsfieldii Poaceae ,9 0,18 3,0 4,9 26 Kopi hutan Fagraea racenosa Rubiaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 27 Lameta Leersia hexandra Poaceae ,6 0,41 6,7 24,3 28 Lampenas Lactuca indica Compositae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 29 Letah hanyam Polygala glomerata Polygalaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 30 Mikania Mikania micrantha Compositae ,0 0,14 2,2 3,2 31 Nampong Leonotis nepetifolia Lamiaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 32 Orok2 Crotalaria anagyroides Fabaceae 455 0,1 0,05 0,7 0,8 33 Pacing Costus speciosus Zingiberaceae ,3 0,05 0,7 1,1 34 Pakis kecil Dryopteris subpubescens Polypodaceae 909 0,1 0,05 0,7 0,9 35 Putri malu Mimosa pudica Leguminosae ,4 0,18 3,0 5,4 36 Rane Selaginela plana Selaginellaceae ,0 0,18 3,0 4,0 37 Sauheun Panicum barbatum Poaceae ,3 0,23 3,7 8,0 38 Sesereuhan Piper aduncum Piperaceae ,7 0,14 2,2 2,9 39 Sadagori Sida rhombifolia Malvaceae ,2 0,09 1,5 1,7 40 Sintrong Erechtites valerianifolia Compositae ,6 0,18 3,0 3,5 41 Sereh Varietas ceriferus Poaceae ,3 0,05 0,7 1,1 42 Sekropia Cecropia peltata Moraceae ,2 0,05 0,7 1,0 43 Takokak Solanum torvum Solanaceae ,4 0,09 1,5 1,9 44 Teki Cyperus rotundus Cyperaceae ,0 0,09 1,5 2,5 J u m l a h ,45 100,0 6,09 100,0 200,0

110 93 Lampiran 7 Rata-rata kadar biomassa dan berat kering hijauan pakan di HP Dramaga Panen 20 Hari Panen 30 Hari Panen 40 Hari Kadar Berat Kadar Biomassa Kering Biomassa Berat Kering (%) (g) (%) (g) Kadar Biomassa (%) Berat Kering No. Petak (g) 1 1,43 28,63 0,732 11,61 1,13 14,28 2 1,27 26,05 1,86 16,69 1,23 12,29 3 0,77 14,37 0,484 12,42 0,83 17,61 4 3,74 12,46 3,578 9,79 2,44 13,60 5 3,32 16,51 5,5 14,80 3,33 12,90 6 1,55 12,67 2,329 14,97 2,15 20,84 7 5,19 14,39 2,078 11,50 3,06 15,68 8 7,67 14,29 3,398 12,60 3,39 11, ,07 21,27 3,31 13,28 3,26 17,77 Jumlah 35,02 160,64 23, ,66 20,83 136,70 Rata-rata 3,89 17,85 2,585 13,07 2,32 15,19

111 94 Lampiran 8 Konsumsi pakan campuran pada rusa timor di penangkaran HP Dramaga Konsumsi pakan campuran pada rusa timor (g/ekor/hari) Hari ke- Betina Dewasa Betina Remaja Jantan Dewasa Jantan Remaja Jumlah Rata-rata , , , , , ,25 Jumlah Ratarata 6384, , , , , ,28

112 95 Lampiran 9 Berat badan rusa timor di penangkaran HP Dramaga yang diberikan pakan sistem prasmanan dan pakan campuran No Rusa Berat Badan Rusa Timor (g/ekor/hari) Berat Awal (g) Berat Akhir (g) Kenaikan Berat Badan (g) Rata-rata Kenaikan (g/hr) Sistem Prasmanan 1 Betina dewasa ,57 2 Betina remaja ,43 3 Jantan dewasa ,43 4 Jantan remaja ,86 Total ,28 Rata-rata 4.191,75 598,82 Sistem Campuran 1 Betina dewasa ,143 2 Betina remaja ,714 3 Jantan dewasa ,857 4 Jantan remaja Total ,57 Rata-rata -811,25-115,893

113 96 Lampiran 10 Jenis aves di areal HP Dramaga. No. Jenis Aves Nama Ilmiah Family Status (Nama Lokal) 1 Elang bondol Haliastur indus Accipitridae Dilindungi 2 Elang jawa Spzaetus bartelsi Accipitridae Dilindungi 3 Cerecet jawa Psaltria exilis Aegithalidae 4 Raja udang Alcedo coerulescen Alcedinidae Dilindungi 5 Cekakak sungai Halcyon chloris Alcedinidae Dilindungi 6 Kapinis rumah Apus affinis Apodidae 7 Cipoh kacat Aegithina tiphia Chloropseidae 8 Cipoh jantung Aegithina viridissima Chloropseidae 9 Cica daun kecil Chloropsis cyanopogon Chloropseidae 10 Tekukur Streptopelia chinensis Columbiade 11 Perkutut Geopelia striata Columbiade 12 Walik jambu Ptilinopus jambu Columbidae 13 Tiong lampu biasa Eurystomus orientalis Coraciidae 14 Gagak kampung Corvus macrorhynchos Corvidae 15 Wiwik uncuing Cacomantis sepulcralis Cuculidae 16 Cabe jawa Dicaeum trochileum Dicaeidae 17 Srigunting hitam Dicrurus macrocerus Dicruridae 18 Srigunting kelabu Dicrurus leucophaeus Dicruridae 19 Layang2 rumah Delichon dasypus Hirundinidae 20 Kirik-kirik senja Merops leschenaultia Meropidae 21 Kipasan Rhipidura javanica Muscicapidae Dilindungi 22 Burung madu kelapa Anthreptes malacensis Nectariniidae Dilindungi 23 Burung madu Nectarinia jugularis Nectariniidae Dilindungi 24 Caladi ulam Dendrocopus macei Picidae 25 Puyuh batu Coturnix chinensis Phasianidae 26 Cucak kutilang Pycnonotus aurigaster Pycnonotidae 27 Perenjak Prinia familiaris Sylviidae 28 Cinenen jawa Orthotomus sepium Sylviidae 29 Gemak loreng Turnix suscitator Turnicidae 30 Burung hantu Tyto alba Tytonidae 31 Burung kacamata Zosterops palpebrosus Zosteropidae *) Dilindungi berdasarkan PP RI No.7 Tahun 1999

114 97 Lampiran 11 Kondisi awal Hutan Penelitian Dramaga, Bogor

115 98 Lampiran 12 Tata letak masing-masing zona di dalam areal Hutan Penelitian Dramaga

116 99 Lampiran 13 Lokasi pengembangan penangkaran rusa di Hutan Penelitian Dramaga (Setio, 2008)

117 100 Lampiran 14 Fasilitas yang berada di dalam zona pembiakan rusa dan perkantoran di HP Dramaga

118 Lampiran 15 Bangunan pengolahan limbah di Hutan Penelitian Dramaga (Setio, 2008) 101

119 102 Lampiran 16 Sketsa Pagar Penangkaran Rusa di HP Dramaga (Gambar oleh: Setio 2008) 3m Sketsa Pagar Luar BRC dan Pagar Dalam Kawat Harmonika dan Duri (tampak atas) 2m Jalan Patroli (Pavin block) 3m 2m Arah Dalam Arah Luar Jalan Patroli (Pavin block) 2m 2m Sketsa Pagar Dalam Kawat Harmonika dan Duri dan Pagar Luar BRC (tampak samping) Sketsa Pagar Dalam Kawat Harmonika dan Duri Pagar dan Luar BRC (tampak depan)

120 103 Lampiran 17 Tata letak fasilitas pada zona wisata alam di Hutan Penelitian Dramaga

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor

2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Rusa Timor Rusa timor merupakan salah satu dari empat spesies rusa asli Indonesia, yakni rusa sambar, rusa bawean, dan muncak. Rusa timor di Indonesia memiliki delapan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUOTA PANENAN DAN UKURAN POPULASI AWAL RUSA TIMOR DI PENANGKARAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA ROZZA TRI KWATRINA

PENENTUAN KUOTA PANENAN DAN UKURAN POPULASI AWAL RUSA TIMOR DI PENANGKARAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA ROZZA TRI KWATRINA PENENTUAN KUOTA PANENAN DAN UKURAN POPULASI AWAL RUSA TIMOR DI PENANGKARAN HUTAN PENELITIAN DRAMAGA ROZZA TRI KWATRINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,

Lebih terperinci

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

Lebih terperinci

PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN PENANGKARAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor brookei) Oleh: Tri Atmoko 11 RINGKASAN

PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN PENANGKARAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor brookei) Oleh: Tri Atmoko 11 RINGKASAN PROSPEK DAN KENDALA PENGEMBANGAN PENANGKARAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor brookei) Oleh: Tri Atmoko 11 RINGKASAN Rusa sambar adalah salah satu rusa yang penyebarannya ada di Indonesia. Rusa mempunyai potensi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor R. Garsetiasih 1 dan Nina Herlina 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 2 Sekretariat Jenderal Departemen

Lebih terperinci

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan LAPORAN PENYULUHAN DALAM RANGKA MERESPON SERANGAN WABAH PENYAKIT NGOROK (Septicae epizootica/se) PADA TERNAK KERBAU DI KABUPATEN SAMOSIR BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut:

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI PRODUKTIVITAS RUMPUT LAPANG DAN PALATABILITAS KULIT PISANG NANGKA (Musa paradisiaca L) UNTUK PAKAN TAMBAHAN PADA RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) DI PENANGKARAN S U N A R N O SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

Teknis Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan

Teknis Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan SEMINAR SEHARI PROSPEK PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis) SEBAGAI STOK PERBURUAN Teknis Penangkaran Rusa Timor (Cervus timorensis) untuk Stok Perburuan Oleh: Achmad M. Thohari, Burhanuddin Masyud,

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI

BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI BAB II RUSA TIMOR SATWA LIAR KHAS INDONESIA YANG DILINDUNGI II.1 Pengertian Satwa Liar Di Indonesia terdapat banyak jenis satwa liar. Satwa liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai

I. PENDAHULUAN. tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan dikatakan mempunyai 1 I. PENDAHULUAN Keanekaragaman tumbuhan menggambarkan jumlah spesies tumbuhan yang menyusun suatu komunitas serta merupakan nilai yang menyatakan besarnya jumlah tumbuhan tersebut. Suatu komunitas tumbuhan

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKARAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis Blainville, 1822)

TEKNIK PENANGKARAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis Blainville, 1822) A. Latar Belakang TEKNIK PENANGKARAN RUSA TIMOR (Rusa timorensis Blainville, 1822) Oleh : Mariana Takandjandji Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan

Lebih terperinci

Ketersediaan Tumbuhan Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa timorensis de Blainville, 1822 di Kawasan Hutan Penelitian Dramaga

Ketersediaan Tumbuhan Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa timorensis de Blainville, 1822 di Kawasan Hutan Penelitian Dramaga Ketersediaan Tumbuhan Pakan dan Daya Dukung Habitat Rusa timorensis de Blainville, 1822 di Kawasan Hutan Penelitian Dramaga Rozza T. Kwatrina 1 *, Mariana Takandjandji 2, dan M. Bismark 2 1 Balai Penelitian

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK KARYA TULIS ILMIAH PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK Karya tulis ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu mata kuliah yaitu Pendidikan Bahasa Indonesia dari Dosen : Rika Widiawati,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

5/10/2014. Mariana Takandjandji. KEMENTERIAN KEHUTANAN Badan Litbang Kehutanan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor,, 12 Mei 2014

5/10/2014. Mariana Takandjandji. KEMENTERIAN KEHUTANAN Badan Litbang Kehutanan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor,, 12 Mei 2014 Mariana Takandjandji KEMENTERIAN KEHUTANAN Badan Litbang Kehutanan Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Bogor,, 12 Mei 2014 Strategi sektor kehutanan 2015-2019: membenahi sistem pengurusan hutan dalam

Lebih terperinci

PENDUGAAN DAYA DUKUNG DAN MODEL PERTUMBUHAN POPULASI RUSA TIMOR DI CAGAR ALAM/TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN, CIAMIS JAWA BARAT

PENDUGAAN DAYA DUKUNG DAN MODEL PERTUMBUHAN POPULASI RUSA TIMOR DI CAGAR ALAM/TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN, CIAMIS JAWA BARAT PENDUGAAN DAYA DUKUNG DAN MODEL PERTUMBUHAN POPULASI RUSA TIMOR DI CAGAR ALAM/TAMAN WISATA ALAM PANANJUNG PANGANDARAN, CIAMIS JAWA BARAT GLEN ERIC KANGIRAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis)

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) R. Garsetiasih Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 88 ABSTRACT The experiment was done on two couples

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Februari 2012 di penangkaran rusa dalam kawasan Hutan Penelitian (HP) Dramaga milik Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adanya wabah flu burung pada unggas, tidak mustahil untuk memenuhi kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Ternak Kelinci Konsumsi daging kelinci di Indonesia dimasa mendatang diprediksikan akan meningkat. Hal tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk dan berkurangnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia, 90% merupakan peternakan sapi perah rakyat dengan kepemilikan kecil dan pengelolaan usaha yang masih tradisional. Pemeliharaan yang

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

Identifikasi Judul-Judul Penelitian yang direncanakan untuk di Patenkan

Identifikasi Judul-Judul Penelitian yang direncanakan untuk di Patenkan Identifikasi Judul-Judul Penelitian yang direncanakan untuk di Patenkan No Judul Penelitian Nama Peneliti Objek/Invensi yang akan di Patenkan Ket. 1 Teknologi Reproduksi Rusa Timor (Rusa timorensis Blainville,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

DISAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) BERDASARKAN SISTEM DEER FARMING DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR

DISAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) BERDASARKAN SISTEM DEER FARMING DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR DISAIN PENANGKARAN RUSA TIMOR (Cervus timorensis de Blainville) BERDASARKAN SISTEM DEER FARMING DI KAMPUS IPB DARMAGA BOGOR (Design of timor deer (Cervus timorensis de Blainville) captive reeding ased

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa R. Garsetiasih, N.M. Heriyanto, dan Jaya Atmaja Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor ABSTRACT The experiment was conducted to study growth of deer

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Rusa Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PPPKR) yang terletak di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI BURUNG CEMDRAWASIH KUNlNG KECIL ( Paradisaea minor ) SKRIPSI Oleh RlSFlANSYAH B 21.0973 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITWT PERTANIAN BOGOR 1990 RINGKASAN RISFIANSYAH.

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat. Superfamili : Cercopithecoidea BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Menurut Napier dan Napier (1985) monyet ekor panjang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kelas : Mamalia Ordo : Primates Subordo : Anthropoidea Infraordo :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelinci adalah salah satu ternak penghasil daging yang dapat dijadikan sumber protein hewani di Indonesia. Sampai saat ini masih sangat sedikit peternak yang mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

EVALUASI PENANGKARAN RUSA CERVUS TIMORENSIS DI PULAU JAWA. (The Backyard Evaluasion of Species Cervus timorensis in Java Island )

EVALUASI PENANGKARAN RUSA CERVUS TIMORENSIS DI PULAU JAWA. (The Backyard Evaluasion of Species Cervus timorensis in Java Island ) EVALUASI PENANGKARAN RUSA CERVUS TIMORENSIS DI PULAU JAWA (The Backyard Evaluasion of Species Cervus timorensis in Java Island ) S. I. Santoso dan Zainal Fanani Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman IV. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan HPT Jenis, produksi dan mutu hasil suatu tumbuhan yang dapat hidup di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: Iklim Tanah Spesies Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis tanaman kacang-kacangan yang sangat populer di Indonesia adalah kacang hijau (Vigna radiata.wilczek). Kacang hijau ialah tanaman penting ketiga di

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini

MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA. Lis Noer Aini MODEL KONSEPTUAL PENGEMBANGAN LANSKAP WISATA BUDAYA DI KAWASAN SUNGAI CODE, KOTA YOGYAKARTA Lis Noer Aini Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

LEMBAR PENGESAHAN. 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul Kegiatan : Pengembangan Kerbau Lokal sebagai Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Daging di Indonesia dengan Recording Information System 2. Bidang Kegiatan : ( ) PKM-AI ( ) PKM-GT

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan di Indonesia lebih ditujukan guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan peternak serta mampu meningkatkan gizi masyarakat. Pengelolaan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA

OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA. Oleh : ALLA ASMARA OPTlMALlSASl POLA USAHATANI TANAMAN PANGAN PADA MHAN SAWAH DAN TERNAK DOMBA Dl KECAMATAN SUKAHAJI, MAJALENGKA Oleh : ALLA ASMARA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2002 ABSTRAK ALLA ASMARA.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci