STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB"

Transkripsi

1 STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Ahwal Asy-Syakhsiyah (AS) Disusun Oleh: AHMAD ISYBAH NURHIKAM JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

2 2

3 3

4 4

5 5 DEKLARASI Dengan kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai rujukan. Semarang, 10 Juni 2012 Deklarator, AHMAD ISYBAH NURHIKAM NIM

6 6 MOTTO 1 ا ت ق وا اهلل ف الن س اء ف ا ن ك م ا خ ذ ت و ى ن ب أ م ان ة اهلل و ا س ت ح ل ل ت م ف ر و ج ه ن ب ك ل م ة اهلل. (رواه مسلم) Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim) 1 Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm.593.

7 7 PERSEMBAHAN Dengan segala kerendahan hati skripsi ini penulis persembahkan kepada : Kedua orang tua tercinta Bapak Drs. H. Abdul Basyir, M.Ag. dan Ibu Hj. Siti Aisyah yang dengan penuh cinta, kasih dan sayang selalu mengarahkan penulis kepada jalan yang benar. kakakku mba Isy Basyiroh Putri Yulianti dan adik-adikku Muhamad Nurtamamun Niam, Nia Utamiatul Fatimah, Nail Mukmila Hiyar Mazaya. Seorang terkasih dan tersayang Yuli Wirisliani. Keluarga besar PP Al-Ma rufiyyah khususnya Abah Yai Abbas Masrukhin dan keluarga, para ustadz khusunya Bpk Nadzir yang tanpa pamrih selalu memberikan ilmu-ilmu dan nasehat sirrinya, kawan-kawan senasib seperjuangan; kang Huda, kang Ghofur, kang Qomar, kang Zudin, kang Yusro, kang Haryanto, kang Sukron, kang Majid, kang Musthofa, mba Hani, mba Eka, mba Anis, mba Nia, mba Dian dan semuanya yang tak mungkin disebutkan satu per satu. Sahabat KKN (Um Supri, Bunda Zum, Satria, Ihwan, Shidqie, mbah Basith, Himma, Heni, Nyai Fatma). Para Bapak dan Ibu dosen IAIN Walisongo yang membimbing penulis hingga menjadi mahasiswa yang berkarakter.

8 8 ABSTRAK Pernikahan dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syarat pernikahan.diantara rukun perkawinan adalah adanya Ijab dan Qabul. Berdasarkan hukum asalnya, Ijab itu datangnya dari pengantin wanita, sedangkan Qabul dari pengantin laki-laki. Seluruh ulama sependapat, akan tetapi andaikata Qabul didahulukan atas Ijab, timbul pertanyaan: apakah akad tersebut sah atau tidak? Mayoritas ulama menyatakan sah. Dan Ibnu Qudamah adalah salah satu ulama yang tidak mengesahkan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab dalam akad nikah. Penulis tertarik untuk meneliti Mengapa Ibnu Qudamah menyatakan tidak sah terhadap akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab? Dan bagaimana bagaimana istinbath hukum yang digunakan Ibnu Qudamah dalam menentukan tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab?. Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orangorang atau perilaku yang diamati. Dan jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. penulis mengumpulkan data umum dan informasi dari buku-buku ataupun dokumen-dokumen yang menjelaskan pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Ijab dan mengakhirkan Qabul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut Ibnu Qudamah mengenai akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab tidaklah sah. Karena sesungguhnya adanya Qabul sebab adanya Ijab. Maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai orang yang di beri beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Adapun dasar hukum yang digunakan yaitu Al-Qur an dan Hadits, dengan istinbath hukum menggunakan Istishhab, yaitu hukum-hukum yang sudah ada pada masa lampau tetap berlaku untuk zaman sekarang dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu.

9 9 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur atas segala kasih sayang-nya yang telah melimpahkan karunia yang sangat besar, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada beliau Baginda Nabi Muhammad SAW, semoga diakui sebagai umatnya yang setia hingga hari akhir nanti. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak, dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Dr. H. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberi izin penulis untuk membahas dan mengkaji permasalahan ini. 3. Ibu Dra. Hj. Siti Amanah, M.Ag. dan Bapak Muhammad Shoim, S.Ag., MH. selaku pembimbing I dan II yang telah banyak membantu, dengan meluangkan waktu dan tenaganya yang sangat berharga semata-mata demi mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. 4. Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan Hukum Perdata Islam serta Stafnya kami sampaikan terima kasih. 5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Fakultas Syari ah khusunya Bapak Drs. H. Muhyidin, M.Ag. selaku dosen wali dan karyawan dan karyawati di lingkungan Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang yang telah mengajarkan ilmunya dengan ikhlas kepada penulis selama belajar di Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang.

10 10 6. Kedua orangtua penulis, Bapak Drs. H. Abdul Basyir, M.Ag. dan Ibu Hj. Siti Aisyah yang dengan tulus dan sabar memberikan dukungan dan do a restu, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang. 7. Pengasuh PP Al-Ma rufiyyah, KH. Abbas Masrukhin beserta keluarga dan segenap dewan Asatidz PP Al-Ma rufiyyah. 8. Dan semua pihak yang tak bisa penulis sebut satu-persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini sesuai dengan kemampuan mereka. Atas semua kebaikan yang telah diberikan, penulis tiada dapat membalas jasa kalian, hanya mampu berharap dengan do a, semoga Allah SWT menerima sebagai amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri semoga skripsi ini dapat menambah khazanah keilmuan dan semoga dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Semarang, 10 Juni 2012 Penulis, Ahmad Isybah Nurhikam NIM

11 11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN DEKLARASI... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii HALAMAN ABSTRAK... viii HALAMAN KATA PENGANTAR... ix HALAMAN DAFTAR ISI... xi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah permasalahan... 5 C. Tujuan Penelitian... 5 D. Telaah Pustaka... 6 E. Metode Penelitian... 9 F. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH A. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Nikah Pengertian Akad Nikah Dasar Hukum Akad Nikah...21 B. Rukun dan Syarat Akad Nikah Rukun-Rukun Dalam Akad Nikah Syarat-Syarat Dalam Akad Nikah Akad Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam...34 C. Konsep Akad Nikah Menurut Ulama Empat Madzhab BAB III : PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Sekilas Biografi Ibnu Qudamah... 39

12 12 B. Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab C. Istinbath Hukum Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab BAB IV : ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Analisis Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab B. Analisis Istinbath Hukum Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-Saran C. Penutup DAFTAR PUSTAKA...68 LAMPIRAN-LAMPIRAN

13 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 Perkawinan adalah salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sebagaimana firman Allah SWT.: Artinya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. 3 (QS. Adz-Dzariat: 49) Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah (نكاح) dan zawaj.(زواج) Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan Hadis Nabi. 4 Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-Quran dengan arti kawin, seperti dalam surat An-Nisa ayat 3: Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) 2 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Atlas, 1998, hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2009, hlm.35.

14 14 yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. 5 (QS. An-Nisa : 3) Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Quran dalam arti kawin, seperti dalam surat Al-Ahzab ayat 37: Artinya: Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka. 6 (QS. Al-Ahzab: 37) Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad dengan si suami, dua orang saksi yang akan menyaksikan telah berlangsungnya akad perkawinan itu. Berdasarkan pendapat ini rukun perkawinan itu secara lengkap adalah sebagai berikut: 7 a. Calon mempelai laki-laki. b. Calon mempelai perempuan. c. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan. d. Dua orang saksi. e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan Qabul yang dilakukan oleh suami. UU perkawinan sama sekali tidak berbicara tentang rukun perkawinan. UU perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak perkenaan dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam pasal 14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqh Syafi i dengan tidak memasukkan mahar dalam rukun. 8 Perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk Ijab dan Qabul disebut akad nikah. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama,sedangkan Qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si 5 Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, loc.cit., hlm Ibid, hlm Amir Syarifuddin, loc.cit., hlm Ibid.

15 15 perempuan dengan ucapannya: Saya kawinkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Al-Qur an. Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya: Saya terima mengawini anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Al-Qur an. Dalam hukum Islam sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab fiqh akad perkawinan itu bukanlah sekedar perjanjian yang bersifat keperdataan. Ia dinyatakan sebagai perjanjian yang kuat yang disebut dalam Al-Qur an dengan ungkapan Mitsaqon Ghalizhan yang mana perjanjian itu bukan hanya disaksikan oleh orang banyak yang hadir pada waktu berlangsungnya akad perkawinan, tetapi juga disaksikan oleh Allah SWT. Para ulama fiqh telah sepakat bahwa Ijab dan Qabul merupakan rukun nikah. Tanpa Ijab dan Qabul tidaklah sah pernikahan antara seseorang perempuan dengan laki-laki. 9 Untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan beberapa syarat. Diantara syarat tersebut ada yang disepakati ulama dan diantaranya diperselisihkan oleh ulama. Berdasarkan hukum asalnya, Ijab itu datangnya dari pengantin wanita, sedangkan Qabul dari pengantin laki-laki. Wali mengatakan, saya nikahkan anak perempuanku kepadamu. Lalu pengantin laki-laki menjawab, saya terima nikah dengannya. Andaikata Qabul didahulukan, dimana pengantin laki-laki mengatakan kepada wali, nikahkan saya dengan dia, lalu wali berkata, saya nikahkan kamu dengannya, timbul pertanyaan: apakah akad tersebut sah atau tidak? Imamiyah dan tiga madzhab lainnya mengatakan sah, sedangkan Hambali mengatakan tidak sah. 10 Penulis tertarik untuk meneliti pendapat Ibnu Qudamah, salah satu pengikut Madzhab Hanbali. Dalam kitabnya yang berjudul Al-Kafie Fi Fiqh Al-Iman Ahmad Bin Hanbal, beliau berpendapat dalam masalah Ijab dan Qabul sebagai berikut: 9 M. Idris Ramulyo, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: IND-HILL, CO, 1985, hlm Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: PT Lentera Basritama, Cet 2, 1996, hlm. 313.

16 16 وان تقدم القبول على اإلجياب مل يصح ألن القبول إمنا ىو باإلجياب فيشرتط تأخره عنو. 11 Artinya: jika mendahulukan Qabul atas Ijab, maka tidaklah sah, karena sesungguhnya adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Berdasar pada latar belakang diatas, penulis ingin mengangkatnya dalam skripsi dengan judul: STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB. B. Rumusan masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi, yaitu: 1. Mengapa Ibnu Qudamah menyatakan tidak sah terhadap akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab? 2. Bagaimana Istinbath hukum yang digunakan Ibnu Qudamah dalam menentukan tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang mendasari penulis dalam menulis skripsi ini adalah : a. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan Mengakhirkan Ijab. b. Untuk mengetahui Istinbath hukum yang digunakan Ibnu Qudamah dalam menentukan tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. 11 Syaikh al-islam Abi Muhammad Muwaffaq ad-dien Abdullah bin Qudamah al-maqdisiy, al-kafie fi Fiqh al-imam Ahmad bin Hanbal juz III, Beirut: Darul Fikr, 1992, hlm

17 17 D. Telaah Pustaka Telaah atau kajian pustaka secara garis besar merupakan proses yang dilalui guna untuk mendapatkan teori. Telaah pustaka dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan pembahasan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dengan upaya ini tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu. Bertitik tolak pada permasalahan di atas, sepanjang pengetahuan penulis permasalahan tentang pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab secara spesifik berbeda dengan penelitian karya ilmiah terdahulu. Namun penulis menemukan beberapa tulisan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut, di antaranya yaitu : Di dalam buku Fiqh Perbandingan dijelaskan tentang Ijab dan Qabul. Ijab ialah lafadz yang diucapkan oleh wali atau wakilnya. Qabul ialah lafadz yang diucapkan oleh calon suami atau wakilnya. 12 Menurut Syafi i Ijab itu harus dari pihak perempuan atau wakilnya, dan Qabul harus dari pihak laki-laki, calon suami atau wakilnya. 13 Dalam Fiqih Sunnah juga menjelaskan tentang Ijab-Qabul yaitu pernyataan pertama yang menunjukkan kemauan untuk membentuk hubungan suami-isteri disebut Ijab dan pernyataan kedua yang dinyatakan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya untuk menyatakan rasa ridha dan setujunya disebut Qabul. 14 Skripsi Ali Luthvi yang berjudul Studi Analisis Pendapat Ibnu Abidin Tentang Dibolehkannya Ijab Oleh Pihak Laki-Laki Dan Qabul Oleh Pihak Perempuan Dalam Akad Nikah. Di kalangan Ulama fiqh terdapat polemik mengenai sah atau tidak akad nikah andaikata Qabul diucapkan terlebih dahulu, kemudian disusul Ijab. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa Ijab tidak harus dilaksanakan oleh pihak perempuan dan Qabul tidak harus 12 Ibrahim Husen, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah-Thalaq-Ruju dan Hukum Kewarisan, Jilid 1, Jakarta: Balai Penerbitan dan Kepustakaan Islam Yayasan Ihya Ulumudin Indonesia, 1971, hlm Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, Cet. Ke-10, 1983, hlm Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 6, Bandung: PT. al-ma arif, 1990, hlm. 49.

18 18 dari pihak laki-laki. Jadi, sah hukumnya ketika ijab dilaksanakan oleh pihak laki-laki dan Qabul oleh pihak perempuan. Yang terpenting adalah tercapainya maksud yang dikehendaki. Dalam hal ini, Istinbath hukum yang digunakan oleh Ibnu Abidin dalam masalah Ijab oleh pihak laki-laki dan Qabul oleh pihak perempuan adalah hadits riwayat Imam Muslim dan memahaminya dengan melihat zhahirnya dalil dan dalalah sunah yang shahih. Dan Dalam menganalisis permasalahan Ijab dan Qabul ini menggunakan istihsan. Skripsi Nurul Laeliyah yang berjudul Akad Nikah di depan Mayat dan Implikasinya (Studi atas adat istiadat di desa Kewedusan Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen). Dalam masyarakat desa Kawedusaan terdapat adat istiadat akad nikah di depan mayat. Akad nikah di depan mayat dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan mereka kepada para leluhur mereka dengan cara mematuhi dan melaksanakannya dan adat tersebut merupakan salah satu bentuk sinkretisme ajaran Islam dan Hindu yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang mereka. Akad nikah yang berlangsung tetap sah, sebab jenazah dalam pelaksanaan akad nikah tidak memiliki peran sama sekali, baik sebagai wali maupun saksi. Karena dengan bersandar pada kaidah fiqh, bahwa hal tersebut merupakan salah satu bagian Urf Shahih dan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Skripsi Nur Shihah Ulya yang berjudul Praktek Perwakilan Perwalian Dalam Akad Pernikahan Di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai praktek perwakilan perwalian pada saat prosesi akad nikah. Dalam pandangan hukum Islam boleh, selama dia tidak menjadi saksi. Akan tetapi bila ia menjabat sebagai saksi maka akad nikah tersebut tidak sah. Alasan yang mendasari praktek perwakilan perwalian tersebut adalah kemampuan dan tingkat keilmuan yang dimiliki oleh wali tersebut serta alasan lain yakni ingin mendapatkan barokah dari orang yang diundang khusus untuk mewakili akad nikah seperti kiai atau ulama yang berpengaruh.

19 19 Skripsi Sofi Hidayati yang berjudul Studi Pemikiran Ibnu Qudamah Tentang Hukum Menikah Dengan Niat Cerai. Dalam sistem perundang-undangan perkawinan di Indonesia sebuah perceraian haruslah diikuti dengan beberapa sebab. Seandainya pendapat Ibnu Qudamah dipakai, maka seorang suami ketika mau menceraikan istrinya tanpa sebab yang dapat memberatkan adanya sebuah perceraian, secara otomatis perceraian tersebut ditolak oleh pengadilan. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al- Mughni berpendapat bahwa menikah dengan niat cerai adalah boleh dan sah-sah saja dilakukan. Karena menurutnya pernikahan model ini bukanlah nikah mut ah atau nikah tahlil sebagaimana yang telah jelas dilarang oleh agama Islam. Berdasarkan telaah pustaka di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian sebelumnya tidak membahas tentang prosedur akad nikah yang dilaksanakan wali dari pihak perempuan dan calon suami dan dari skripsi yang ditulis oleh Ali Luthfi hanya membahas masalah proses akad nikah sah dengan mendahulukan Qabul atas Ijab. Sedangkan penelitian ini hendak mengungkapkan pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Sehingga fokus pembahasan dalam skripsi ini merupakan karya yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, sehingga masih penting mengangkat tema ini ke dalam karya ilmiah. E. Metode Penelitian Dalam rangka menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan diatas, maka guna menghasilkan kesimpulan dari analisa yang tepat dan bertanggungjawab, penulis menggunakan metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian.

20 20 Dalam hal ini penulis meneliti pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak syahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab dalam kitab Al-Kafie fi Fiqh Al-Iman Ahmad Bin Hanbal Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Sumber Primer Sumber data primer adalah sumber data utama atau pokok yang menjadi bahan penelitian atau kajian dalam penelitian ini. Data ini disebut data langsung atau asli. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah pemikiran Ibnu Qudamah yang tertuang dalam karyanya yaitu kitab Al-Kafi fi Fiqhi Al- Imam Ahmad Bin Hambal. b. Sumber data Sekunder Sumber data sekunder adalah data yang menjadi bahan penunjang dan pelengkap atau kajian dalam penulisan skripsi ini. Yaitu sumber data yang memberikan informasi dan data yang telah disalin, diterjemahkan atau dikumpulkan dari sumber-sumber aslinya. Sumber data sekunder ini berupa kitab-kitab fiqih, hadits, tafsir karya para ulama serta literatur lainnya yang membahas tentang akad nikah. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam skripsi ini dilakukan dengan metode kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan membaca sumber-sumber tertulis seperti buku-buku dan kitab-kitab yang berkaitan dengan masalah yang dikemukakan. 15 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004, hlm. 1-2.

21 21 Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan data umum dan informasi dari bukubuku ataupun dokumen-dokumen yang menjelaskan pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Ijab dan mengakhirkan Qabul. 4. Metode Analisis Data Analisis Data Sebagai tindak lanjut dari pengumpulan data maka metode analisis data menjadi signifikan untuk menuju sempurnanya penelitian ini. Untuk analisis penelitian dilakukan dengan metode Content Analysis. Yaitu teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis. 16 Content Analysis mengindikasikan beberapa ciri, pertama, teks perlu diproses dengan aturan dan prosedur yang telah dirancangkan. Kedua, teks diproses secara sistematis, mana yang termasuk dalam suatu kategori, dan mana yang tidak termasuk ditetapkan berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan. Ketiga, proses menganalisis teks tersebut haruslah mengarah ke pemberian sumbangan pada teori, ada relevansi teoritiknya. Keempat, proses analisis tersebut mendasarkan pada deskripsi yang dimanifestasikan. 17 Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif analisis yakni menggambarkan dan menganalisis data yang seteliti mungkin, tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. 18 Dengan demikian penulis akan menggambarkan pemikiran Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Untuk menganalisis data yang ada, penulis juga menggunakan metode komparatif, yaitu menganalisis data-data tertentu yang berkaitan dengan situasi atau 16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. IV, 1993, hlm Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, cet. VII, Yogyakarta: RakeSarasin, 1996, hlm Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 6, Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 1993, hlm. 63.

22 22 faktor-faktor yang diselidiki, kemudian faktor-faktor tersebut dibandingkan satu dengan yang lainnya. 19 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing menampakkan titik berat yang berbeda, namun dalam satu kesatuan yang saling mendukung dan melengkapi. BAB I PENDAHULUAN. dalam bab ini merupakan gambaran umum secara global namun integral komprehensif dengan memuat: latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH. Dalam bab ini pembahasan meliputi pengertian dan dasar hukum akad nikah, rukun akad nikah, syarat akad nikah, konsep akad nikah menurut ulama empat madzhab. BAB III PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB. Dalam bab ini meliputi penjabaran tentang sekilas biografi Ibnu Qudamah, pendapat Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab, metode Istinbath hukum Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB. Dalam bab empat ini meliputi analisis pendapat dan metode Istinbath hukum Ibnu Qudamah tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. BAB V PENUTUP. Meliputi kesimpulan, saran-saran, dan penutup. 19 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, 2001, hlm. 9.

23 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH A. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Nikah 1. Pengertian Akad Nikah Pernikahan merupakan ikatan yang kokoh, mengikatkan hati, dan melembutkannya, mencampurkan nasab, menumbuhkan hubungan kemasyarakatan, menjadikan kemaslahatan, sehingga manusia dapat menjaga hubungan antar individu dan golongan. Dengan demikian, menjadi luas hubungan kemasyarakatan. Sungguh Allah SWT telah menjadikan hubungan semenda (hubungan kekeluargaan karena perkawinan) menjadi dasar nasab, 20 Allah berfirman: Artinya: Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah 21 dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. 22 (QS. Al-Furqan: 54) Dari sudut keinginan dan kepentingan ini dibentuk pernikahan. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Bijaksana meliputinya dengan ikatan-ikatan, aturan-aturan, dan hukum-hukum yang terperinci sejak permulaan pemikiran peminang hingga kesempurnaannya. Kemudian meliputi juga dengan setiap tanggungan-tanggungan yang bersifat materi dan maknawi sejak pelaksanaannya sehingga berakhirnya pernikahan sebab kematian atau yang lainnya untuk menjaga hak-hak semua pihak Nur Khozin, Fiqh Keluarga, Jakarta: AMZAH, 2010, hlm Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya. 22 Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: CV. ATLAS, 1998, hlm Nur Khozin, loc.cit.,

24 24 Pengertian akad nikah berasal dari dua kata, yaitu akad dan nikah. Akad sendiri artinya ialah perjanjian, pernyataan sedang nikah adalah perkawinan, perjodohan. 24 Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk Ijab dan Qabul. 25 Akad nikah adalah wujud nyata perikatan antara seorang pria yang menjadi suami dengan seorang yang menjadi istri, dilakukan di depan dua orang saksi paling sedikit, dengan menggunakan sighat Ijab dan Qabul. 26 Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak, yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikat diri. Adapun Qabul adalah pernyataan pihak lain yang mengetahui dirinya menerima pernyataan ijab tersebut. 27 Al-Qur an telah menggambarkan sifat yang lahir bagi ikatan yang dijalin oleh dua orang insan berbeda jenis yakni ikatan perkawinan dengan gambaran yang dikemukakan melalui beberapa ayat. Sebagaimana firman Allah: Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri, dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. 28 (Q.S An-Nisa : 21) Achmad Kuzari, Nikah sebagai Perikatan, Cet. 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, hlm Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, cet. 2, Jakarta: PRENADA MEDIA, hlm. 26 Achmad Kuzari, op.cit., 27 Dahlan Aziz (Ed), Ensiklopedi Hukum Islami, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeke, hlm Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, loc.cit., hlm. 120.

25 25 Dalam ayat tersebut ikatan perkawinan dinamakan dengan ungkapan kata Mitsaqan Ghalizhan atau suatu ikatan yang kokoh. 29 Di antara fuqaha mengemukakan tentang definisi akad nikah, misalnya al-malkari di dalam kitabnya Liarah Al-Thahbin adalah sebagai berikut: تزويج 30 أو إنكاح بلفظ وطئ إباحة يتضمن عقد Artinya : Akad yang mengandung kebolehan persetubuhan dengan kata Nikah atau Tazwij. Dari definisi tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa al-malkari hanya melihat kebolehan hukumnya saja, dalam hal ini hukum halalnya hubungan seorang lelaki dengan seorang perempuan yang semula haram. Hal tersebut juga telah dimuat dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 31 Jelas kiranya bahwa nilai yang termuat dalam akad nikah tidak hanya dari segi hukum formal, tapi sampai kepada maksud tujuan bersifat sosial keagamaan. Dengan disebut halnya membentuk keluarga dan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 32 Sedangkan definisi akad nikah dalam kompilasi hukum Islam telah termuat dalam Bab I pasal 1 (c) yang berbunyi sebagai berikut Akad nikah adalah rangkaian Achmad Kuzari, loc.cit. 30 Muhammad Syafa, al-dimyati I anch al-thalibin, dan Ihya al-kutub al-arabiyah, Juz III, Beirut, 31 Undang-undang Perkawinan, Cet. 2, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1997, hlm Achmad Kuzari, op.cit., hlm. 12.

26 26 Ijab yang diucapkan oleh wali dan Qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi. 33 Para ulama mazhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup Ijab dan Qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad. 34 Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang sahnya akad nikah yang tidak menggunakan redaksi fiil madhi (yang menunjukkan telah) atau menggunakan lafal yang bahan bentuknya dari kata ا لن ك اح dan,ا لز و اج seperti akar kata hibah (pemberian, sejenisnya. penjualan), dan yang ا ل ب ي ع Madzhab Hanafi berpendapat; akad boleh dilakukan dengan redaksi yang menunjukkan maksud menikah, bahkan sekalipun dengan lafad Al-Tamlik (pemilihan), Al-Hibah (penyerahan), Al-Bay (penjualan), Al- Atha (pemberian), Al- Ibahah (perbolehan), dan Al-Ihlal (penghalalan), sepanjang akad nikah tersebut disertai dengan Qarinah (kaitan) yang menunjukkan arti nikah. Akan tetapi akad tidak sah jika dilakukan dengan lafal Al-Ijarah (upah) atau al-ariyah (pinjam), sebab kedua kata tersebut tidak memberi arti kelestarian atau kontinuitas. Akan tetapi boleh dilakukan dengan lafal yang bukan bentuk madhi, dan tidak pula boleh menggunakan lafal selain Al-Zawaj dan Al-Nikah. Sebab, karena lafal inilah yang menunjukkan maksud pernikahan pada mulanya, sedangkan bentuk 33 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo Edisi Pertama, 1995, hlm Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2005, hlm. 309.

27 27 madli memberi arti kepastian. Ketentuan ini dinyatakan oleh ayat al Qur an berikut ini: 35 Artinya : Maka taatlah zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap isterinya (menceraikan terhadap isterinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia. 36 (QS. al-ahzab: 37) Seluruh madzhab sependapat bahwa akad yang menggunakan bahasa non Arab adalah sah bila yang bersangkutan tidak bisa melakukannya dalam bahasa Arab. Akan tetapi, terdapat perbedaan pendapat bila ia mampu melakukannya. Tetapi, Maliki, dan Hanbali menyatakan sah, sedangkan Syafii memandangnya tidak sah (Abu Zahra, Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah, hal. 27). 37 Dalam Islam telah ditetapkan aspek-aspek yang berkaitan dengan akad pernikahan dengan segala akibatnya, 38 yaitu: a. Cara-cara mengadakan akad nikah meliputi aqad nikah, karena nikah, atau syaratsyaratnya. b. Cara-cara pemutusan akad juga telah ditetapkan secara pasti seperti, thalak, fasakh, nuyuz, syigat dan sebagainya. c. Akibat adanya ikatan/aqad itu, laki-laki dan perempuan (suami isteri) punya hak lain: dan kewajiban masing-masing. Sedangkan akad nikah menurut terminologi, ada beberapa pengertian antara a. Najmuddin Amin al-kurah memberikan pengertian nikah sebagai berikut: ع ق د ي ت ض م ن ا ب اح ة و ط ء ب ل ف ظ 39 ان ك اح ا و ت ز و ي ج ا و ت ر ج ت و 35 Ibid., hal Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Atlas, 1998, hlm Ibid., 38 Sudarson, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, hlm. 209

28 28 Akad yang menjamin bolehnya bersetubuh dengan lafad Inkah atau Tajwij atau terjemahnya. b. Taqiyyuddin Abi Bakar memberikan pengertian nikah sebagai berikut: ا ل ع ق د امل ش ه و ر ال م ش ت م ل ع ل ى ا ل ر ك ان و ال م ش ر و ط 40 Akad yang terkenal yang mengandung beberapa rukun dan syarat. c. Dan Abdul al-wahab asy-sya rani memberikan pengertian sebagai berikut: 41 ا ن الن ك اح م ن ال ع ق و د الش ر ع ي ة ال م س ن و ن ة ب ا ص ل الش ر ع Nikah termasuk akad syar i yang disunnahkan dari asal syara. Kemudian Shighat Al-Aqadi ialah Ijab dan Qabul, Ijab ialah permulaan penjelasan yang kelar dari salah seorang dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan Qabul ialah perkataan yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah adanya Ijab. 42 Pengertian Ijab dan Qabul dalam pengalaman dewasa ini ialah bertukarnya sesuatu dengan yang lain. Apabila kita analisis pengertian nikah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian nikah hanya melihat dari satu segi saja yaitu kebolehan dalam hukum dalam hubungan antara laki-laki dengan wanita yang semula hukum dalam hubungan antara laki-laki dengan wanita itu mempunyai tujuan sekaligus hukumnya Najmuddin Amin al-kurah, Tanwir al-kutub, Beirut Libanon: Daar al-fikr, T.th., hlm Taqiyuddin Abi Bakar bin Muhammad al-husain al_hisan Addimasqy asy-syafi i, loc.cit. 41 Abd al-wabah asy-sya rani, Kitab al-mizan, Juz 2, Mesir: Matba ah al-taqadim al- Ilmiah, Cet. 1, 1321 H, hlm Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Grafindo persada, 2002, hal Dirjen Bimbaga Islam, Depag, Ilmu Fiqih, jilid 2, Jakarta: Proyek pembinaanprasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, 1983, Cet. 2, hal. 48.

29 29 Tegasnya pernikahan yang dalam bahas Indonesia dikenal dengan pernikahan ialah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi ketenteraman serta kasih sayang dengan cara diridhai Allah SWT. 44 Dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 dijelaskan bahwasanya perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan pengertian perkawinan tersebut dipertegas dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam bahwa perkawinan menuru hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalidhon untuk manfaat perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 45 Dengan demikian pernikahan merupakan salah satu Sunnatullah. Segala sesuatu yang dikitabkan kepada manusia pasti ada tujuan dan manfaatnya, baik yang berupa larangan maupun perintah atau anjuran karena terbatasnya akan dan kemampuan berpikir manusia, maka tidak semua manfaat tersebut dapat diketahuinya. 2. Dasar Hukum Akad Nikah Al-Qur an telah menggambarkan sifat yang lahir bagi ikatan yang dijalin oleh dua orang insan berbeda jenis yakni ikatan perkawinan dengan gambaran yang dikemukakan melalui beberapa ayat. Sebagaimana firman Allah: 44 Depag RI Perwakilan Jawa Tengah, UU Perkawinan, Semarang: CV. Al Alawiyah, 1974, hlm Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, 1992, hlm. 13

30 30 Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri, dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. 46 (Q.S An-Nisa : 21) diantaranya: Kemudian mengenai akad nikah dalam sabda Rasulullah SAW., ا ت ق وا اهلل ف الن س اء ف ا ن ك م ا خ ذ ت و ى ن ب أ م ان ة اهلل و ا س ت ح ل ل ت م اهلل. (رواه مسلم) 47 ف ر و ج ه ن ب ك ل م ة Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim) Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: أ م ي ا ام ر أ ة مل ي ن ك ح ه ا ال و ل م ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف إ ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ى ا ب ا أ ص اب م ن ه ا ف إ ن اش ت ج ر وا ف ال مسل ط ان و ل م م ن ل و ل ل و 48 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh walinya maka pernikahannya tidak sah, beliau mengucapkannya tiga kali. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) 46 Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, loc.cit., hlm Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang, Toha Putra, t.th, hlm Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm. 486.

31 31 B. Rukun dan Syarat Akad Nikah Rukun perkawinan menurut hukum Islam, akan dijelaskan berikut. Syarat-syarat perkawinan mengikuti rukun-rukunnya, seperti dikemukakan Kholil Rahman 49 : a. Calon mempelai pria, syarat-syaratnya: 1) Beragama Islam 2) Laki-laki 3) Jelas orangnya 4) Dapat memberikan persetujuan 5) Tidak terdapat halangan perkawinan b. Calon mempelai wanita, syarat-syaratnya: 1) Beragama, meskipun Yahudi atau Nasrani 2) Perempuan 3) Jelas orangnya 4) Dapat dimintai persetujuannya 5) Tidak terdapat halangan perkawinan c. Wali nikah, syarat-syaratnya: 1) Laki-laki 2) Dewasa 3) Mempunyai hak perwalian 4) Tidak terdapat halangan perwaliannya d. Saksi nikah, syarat-syaratnya: 1) Minimal dua orang laki-laki 2) Hadir dalam Ijab Qabul 3) Dapat mengerti maksud akad 4) Islam 5) Dewasa e. Ijab Qabul, syarat-syaratnya: 1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali 2) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria 3) Memakai kata-kata Nikah, Tazwij atau terjemahan dari kata Nikah atau Tazwij 4) Antara Ijab da Qabul bersambungan 5) Antara Ijab dan Qabul jelas maksudnya 6) Orang yang berkait dengan Ijab Qabul tidak sedang dalam ihram haji/umrah hlm Kholil Rahman, Hukum Perkawinan Islam, (Diktat tidak diterbitkan), Semarang: IAIN Walisongo, tt,

32 32 7) Majelis Ijab dan Qabul itu harus dihadiri minimum empat orang, yaitu: calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita atau wakilnya, dan dua orang saksi. 50 Rukun dan syarat-syarat perkawinan tersebut diatas wajib dipenuhi, apabila tidak terpenuhi maka perkawinan yang dilangsungkan tidak sah. Disebutkan dalam Kitab Al-Fiqh Ala Al-Mazahib Al-Arba ah: Nikah fasid yaitu nikah yang tidak memenuhi syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil adalah nikah yang tidak memenuhi rukunnya. Dan hukum, nikah fasid dan batil adalah sama, yaitu tidak sah. 51 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan rukun nikah dalam pasal 14, yaitu: a) Calon suami, b) Calon istri, c) Wali nikah, d) Dua orang saksi, dan e) Ijab dan Qabul Rukun-Rukun Dalam Akad Nikah Rukun adalah bagian dari hakikat sesuatu. Rukun masuk didalam substansinya. Adanya sesuatu itu karena adanya rukun dan tidak adanya karena tidak ada rukun. Berbeda dengan syarat, ia tidak masuk ke dalam substansi dan hakikat sesuatu, sekalipun itu tetap ada tanpa syarat, namun eksistensinya tidak diperhitungkan. Akad nikah mempunyai beberapa rukun yang berdiri dan menyatu dengan substansinya. 53 Akad nikah tidak dapat diadakan, kecuali setelah memenuhi beberapa rukun berikut ini : Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995, hlm Abdurrahman Al-Jaziry, kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah, Maktabah al-tijariyah kubra juz IV, hlm Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, loc.cit., hlm Abdul Majid Khon, Fiqh Munakahat, Jakarta: AMZAH, 2009, hlm Syaikh Kamil Muhammad, Uwaidah, Al Jami Fii Fiqhi An-Nisa, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998, hlm

33 33 a. Kedua belah pihak (calon mempelai) telah mencapai usia akil baligh. Jika salah seorang dari keduanya hilang ingatan atau masih kecil, maka berarti belum mencapai usia baligh, sehingga akad nikah tidak dapat dilaksanakan. b. Menyatukan tempat pelaksanaan Ijab Qabul. Dengan pengertian, tidak boleh memisahkan antara Ijab dan Qabul dengan pembicaraan atau hal-hal lainnya selain. Tidak disyaratkan, pelaksanaan Qabul dilakukan langsung setelah Ijab. Meski pertemuan pelaksanaan Ijab Qabul itu berlangsung cukup lama dan qabul dilakukan dengan adanya selang waktu dari ijab serta tidak ada hal-hal yang menunjukkan penolakan dari kedua belah pihak, maka pelaksanaan Ijab Qabul tersebut tetap satu. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh para ulama penganut madzhab Hanafi dan Hanbali. Dalam kitab Al-Mughni disebutkan, bila ada tenggang waktu antara Ijab dan Qabul, maka hukumnya tetap sah, selagi dalam satu majelis yang tidak diselingi sesuatu yang mengganggu. Karena dipandang satu majelis selama terjadinya ucapan akad nikah, dengan alasan sama dengan penerimaan tunai, sedangkan bagi barang yang tidak disyaratkan tunai penerimaannya, barulah dibenarkannya hak Khiyar (tetap jadi pembeli atau membatalkan). 55 Jika sebelum dilakukan Qabul salah seorang calon pengantin memutuskan untuk tidak jadi menikah, maka Ijabnya batal. Karena makna Ijab disini telah hilang. Sebab, menghalangi bisa dilakukan oleh pihak laki-laki dengan jalan memutuskan untuk membatalkan niat menikah sehingga dengan demikian tidak terlaksana Qabulnya. Begitu pula kalau kedua-duanya sibuk 55 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, hlm

34 34 dengan sesuatu yang mengakibatkan terputusnya Ijab Qabul, maka Ijabnya batal lantaran upacara Qabulnya terhalangi. 56 Lebih lanjut dikatakan: Karena hukum yang berlaku dalam majelis sama seperti yang berlaku pada pelaksanaan akad. Adapun dalil yang dijadikan sebagai landasan dalam hal ini adalah disyaratkannya serah terima dan juga hak pilih dalam berbagai perjanjian jual beli. Sehingga dengan demikian, jika kedua mempelai tersebut terpisah tempat, maka Ijab yang dimaksudkan menjadi batal dan tidak berarti. 57 Demikian pula jika masing-masing dari keduanya sibuk dengan sesuatu hal yang lain sehingga mengakibatkan terputusnya waktu akad. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad mengenai seorang laki-laki yang didatangi sekumpulan orang yang mengatakan kepadanya: Nikahilah si fulan, orang itu menjawab: Baiklah, aku menikahinya dengan mahar seribu dinar. Kemudian mereka kembali mendatangi si fulan dan memberitahukannya. Maka ia pun menjawab: Aku terima. Lalu ditanyakan kepadanya (Imam Ahmad): Apakah yang demikian itu merupakan sebuah pernikahan? Ya, jawabnya. Sedangkan para ulama penganut Madzhab Syafi i memberi tahu syarat terhadap pernikahan semacam itu, yaitu tindakan segera. Lebih lanjut mereka berpendapat, bahwa apabila dilakukannya pemisahan antara Ijab dan Qabul itu dengan kata pendahuluan, misalnya si wali mengatakan: Aku nikahkan kamu. Pihak pengantin laki menjawab: Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulullah, aku terima nikahnya. Maka mengenai hal ini terdapat dua pendapat: Pertama, pendapat Syaikh Abu Hamid Al-Isfirayaini. 56 Ibid, hlm Syaikh Kamil Muhammad, loc.cit.

35 35 Bahwa pernikahan semacam itu tetap sah, Karena kata pendahuluan diperintahkan dalam pelaksanaan akad pernikahan, sehingga tidak membatalkan pernikahan, seperti halnya tayamum antara dua shalat jama. Kedua, pendapat yang menyatakan, bahwa pernikahan semacam itu tidak dapat dibenarkan. Karena kata-kata tersebut telah memisahkan antara Ijab dan Qabul, sebagaimana jika keduanya dipisahkan oleh selain kata pendahuluan. Berbeda dengan tayamum yang diperintahkan melakukannya di antara dua shalat, maka khutbah pernikahan diperintahkan sebelum berlangsungnya akad pernikahan. 58 Adapun Imam Malik membolehkan waktu senggang yang sebentar antara ucapan Ijab dan Qabul. sebab perbedaan pendapat ini adalah masalah waktu pelaksanaan Ijab dan Qabul dalam akad nikah, apakah disyaratkan melaksanakannya secara bersamaan atau tidak. 59 c. Agar lafadz (penyampaian) Qabul tidak bertentangan dengan Ijab kecuali pertentangannya itu lebih baik dari yang seharusnya. Yaitu, jika pihak wali mengatakan: Aku nikahkah kamu dengan puteriku, si fulan dengan mahar seratus junaihah. Lalu si mempelai menjawab : Aku terima nikahnya dengan mahar dua ratus junaihah. Maka dengan demikian, pernikahan itu telah sah, karena mencukupi dari yang seharusnya. d. Kedua belah pihak saling mendengar satu dengan lainnya dan memahami, bahwa maksudnya adalah pelaksanaan nikah. Meskipun salah atu dari keduanya tidak memahami kata per kata dari kalimat yang diucapkan (dalam bahasa lain). Karena, yang terpenting adalah tujuan dan niat. 2. Syarat-Syarat Dalam Akad Nikah 58 Ibid., 59 Sayyid Sabiq, loc.cit.

36 36 Tidak semua akad nikah yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan itu dapat dianggap benar menurut hukum perkawinan Islam. Akad nikah baru bisa dianggap benar dan sah jika memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syariat Islam, dan sebaliknya suatu akad nikah dihukumkan batal jika tidak memenuhi syarat dan rukunnya. 60 Dimaksudkan dengan syarat akad perkawinan ialah hal-hal yang harus ada sebelum akad perkawinan itu dilaksanakan. Termasuk dalam syarat-syarat akad nikah tersebut ialah : a. Adanya calon istri (perempuan) dan calon suami (laki-laki) yang masing-masing atas dasar kerelaan dan saling cinta mencintai antara keduanya, bukan atas dasar paksaan dan terpaksa, masing-masing telah ada kesungguhan untuk berkawin. Tidak sah akad nikah jika dilakukan atas dasar paksa dan terpaksa. b. Antara calon istri dan calon suami yang akan melakukan akad nikah, masingmasing bukan termasuk Mawani un nikah, yaitu orang-orang yang terlarang melaksanakan perkawinan. c. Antara calon istri dan calon suami hendaknya orang-orang sejodoh (sekufu) atau Kafa ah dalam istilah fiqh. Kafa ah menurut bahasa artinya ialah sama, serupa, seimbang, atau serasi. Dan dimaksudkan dengan Kafa ah dalam hal ini adalah keseimbangan atau keserasian antara calon suami dan istri hingga karenanya pihak-pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu tidak merasa berkeberatan terhadap kelangsungan perkawinan yang telah dilaksanakan. 61 Akad tidak akan berakhir kecuali bila terjadi perceraian atau salah satu pihak meninggal. Karena maksud disyari atkannya perkawinan adalah sebagai 60 Hady Mukaat Ahmad, Fiqh Munakahat, Semarang: Duta Grafika, 1942, hlm Ibid.,

37 37 ikatan kekeluargaan yang abadi untuk mendidik anak, melaksanakan kehidupan rumah tangga, semuanya itu tidak terwujud tanpa melaksanakan akad itu. 62 Inilah yang dimaksudkan bahwa berlangsungnya perkawinan terhimpun dalam satu syarat-syarat yaitu bahwa tidak seorang pun suami atau istri berhak merasakan akadnya setelah akadnya berlangsung dan berlaku secara sah, karena salah satu pihak berhak membatalkan berarti akadnya tidak berlaku dan sia-sia menurut pandangan syara. Yang dimaksud persyaratan dalam akad nikah ialah syarat-syarat yang dibuat dan diucapkan di dalam rangkaian akad nikah, atau dengan kata lain akad (Ijab Qabul) yang disertai dengan syarat-syarat. Persyaratan yang dibuat dalam akad nikah ada tiga kemungkinan: a. Syarat yang sifatnya bertentangan dengan tujuan akad nikah. Dalam hal ini terdapat dua bentuk: 1) Tidak sampai merusak tujuan pokok akad nikah. Misalnya suami berkata dalam Sighat Qabulnya: Aku terima nikahnya dengan syarat tanpa mas kawin. 63 Tidak ada perbedaan pendapat ulama tentang batalnya syaratsyarat tersebut, sedangkan akad nikahnya sendiri tetap sah, karena akad nikah itu sendiri telah menetapkan kewajiban suami memberi nafkah dan membayar mahar menurut jumlah yang telah ditentukan dalam akad nikah atau berupa mahar Mitsil (setelah Dukhul) jika syarat-syarat untuk menggugurkan kewajiban tersebut di dalam suatu akad berarti menetapkan tidak wajibnya hal-hal tersebut. Dapat dikatakan, dengan menyebutkan 62 Al-Hamdani, Risalah Nikah, Pekalongan: Raja Murah, 1980, hlm Chuzaimah T. Yanggo, A. Hafiz Anshary, (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer (1), Jakarta: PT. Pusaka Firdaus, cet.2, 1996, hlm. 50.

38 38 syarat-syarat tersebut hanya sia-sia saja, dan tidak wajib untuk dipenuhi. 64 Oleh karena itu walaupun di dalam akad nikah disebutkan syarat tanpa mas kawin atau tanpa nafkah, kewajiban membayar mas kawin dan nafkah itu tetap. 65 2) Merusak tujuan pokok akad nikah. Misalnya: pihak istri membuat syarat agar ia tidak disetubuhi, atau istrinya yang harus memberikan nafkah. Hukum membuat syarat seperti ini sama dengan apa yang telah diuraikan pada huruf (a) di atas, yaitu syarat-syaratnya batal, karena akad nikah itu sendiri telah memberikan hak kepada suami untuk menyetubuhi istrinya. b. Syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan tujuan akad nikah. Dalam hal ini terdapat juga dua bentuk: 1) Merugikan pihak ketiga secara langsung. Contoh: istri mensyaratkan kepada calon suami (yang sudah punya istri) supaya menjatuhkan talak istrinya itu. Syarat seperti ini dianggap tidak ada, karena jelas bertentangan dengan larangan agama, dengan nash yang jelas. 66 2) Manfaat syarat-syarat itu kembali kepada wanita. Misalnya: calon istri mensyaratkan agar ia tidak dimadukan. Mengenai syarat seperti ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha. 67 a) Pendapat pertama yang memandang bahwa syarat seperti itu hukumnya batal, sedang akad nikahnya tetap sah. Beristri lebih dari satu orang diizinkan agama. Syarat-syarat yang sifatnya melarang sesuatu yang dibolehkan agama adalah batal hukumnya, karena hal itu tidak patut. Selain dari itu perlu pula 64 Ibid., hlm Djamaan Nur, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, 1993, hlm Chuzamah T. Yanggo, A. Hafiz Anshary, op.cit., hlm Djamaan Nur, op.cit.,

39 39 difahami, bahwa Imam Syafi i dan Abu Hanifah sependapat bahwa syarat-syarat tidak merusak akad nikah, tapi merusak mahar Musamma, karena itu kembali kepada mahar Mitsil. 68 b) Pendapat kedua memandang syarat seperti itu hukumnya sah dan wajib dipenuhi dan jika tidak dipenuhi maka pihak wanita tidak berhak memfasakhkan akad nikahnya. Allah berfirman: Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (janji-janji itu). 69 (QS. Al-Ma idah : 1) Rasulullah SAW bersabda : ح د ث ن ا ا ب و ال و ل ي د ى ش ام ب ن ع ب د ال م ل ك ح د ث ن ا ل ي ث ح ب ي ب ع ن ا ب ا ل ي ع ن ع ق ب ة ع ن الن ب ص ل ى ا ح مق م ا ا و ف ي ت م م ن }ر و اه الب خ ار ى{ ع ن ي ز ي د ب ن ا ب اهلل ع ل ي و و س ل م ق ال : ال مشر و ط ا ن ت و ف و ا ب و م ا اس ت ح ل ل ت م ب و ال ف ر و ج 70 Artinya : Diceritakan kepada kami dari Abu al-walid Hisyam bin Abdi al-malik, dari Lais, dari Yazid bin Abi Habib, dari Abi al-khoir, dari Uqbah, dari Nabi SAW. Beliau bersabda: Syarat yang paling utama untuk dipenuhi adalah sesuatu yang dengannya kamu pandang halal hubungan kelamin. (HR. Bukhori) c. Syarat yang sejalan dengan tujuan akad nikah, dan tidak mengandung hal-hal yang menyalahi hukum Allah dan Rasul. Contoh : pihak wanita mensyaratkan harus diberi belanja, dipergauli dengan baik, tidak mencemarkan nama 68 Ibid., hlm Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, loc.cit., hlm Al-Bukhori, Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shohih Bukhari, Juz I, Beirut: Daar wa Matabi al-sya bi, hlm. 26.

40 40 suaminya, dan sebagainya. Dalam hal ini wajib dipenuhi karena sesuai dengan tujuan nikah Akad Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam Istilah perkawinan sebagai istilah Indonesia untuk pernikahan melalui kompilasi sudah dibakukan dalam hukum Islam Indonesia. Akan tetapi istilah wali nikah, saksi nikah atau akad nikah masih dipergunakan. Walaupun kita sudah paham bahwa dalam hal ini tidak ada perbedaan antara nikah dan kawin. Dalam pasal 2 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau Mitsaqon Ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 72 Di dalam Bab IV Kompilasi Hukum Islam telah diatur tentang rukun dan syarat perkawinan sekalipun tidak tegas pembedaannya satu dengan lain. Pada pasal 14 menyebutkan apa yang biasa dalam kitab fikih disebut dengan rukun nikah. Dikatakan bahwa untuk melaksanakan perkawinan harus ada: a. Calon suami; b. Calon istri; c. Wali Nikah; d. Dua orang saksi, dan e. Ijab dan Qabul. 73 Pengertian tentang akad nikah disebutkan dalam pasal 1 huruf c ialah akad nikah rangkaian Ijab yang diucapkan oleh wali dan Qabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi. 74 Dan tentang pelaksanaan akad nikah diatur secara khusus dalam pasal 27, 28 dan Chuzamah T. Yanggo, A. Hafiz Anshary, Op. Cit., hlm Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademik Presindo, 1992, hlm Ibid., 74 Ibid.,

41 41 Pasal 27 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : Ijab dan Qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntung dan tidak berselang waktu. Pasal 28: Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain. Pasal 29: 1) Yang berhak mengucapkan Qabul ialah calon mempelai pria secara Pribadi 2) Dalam hal-hal tertentu ucapan Qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria. 3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. 75 Berdasarkan pasal-pasal tersebut, dalam hal pelaksanaan akad nikah tidak diberikan pengaturan tentang kemungkinan dilakukannya Ijab Qabul pada tempat yang berbeda. Namun di sini yang lebih ditekankan bahwa calon mempelai dapat menyatakannya melalui orang yang dikuasakan secara khusus. Dengan pengaturan yang masih baku ini maka hakim dituntut untuk lebih berperan aktif dalam memutuskan suatu perkara, karena keberadaan KHI itu sendiri tidak dimaksudkan untuk memandulkan kreativitas dan penalaran serta bukan untuk menutup pintu dalam melakukan terobosan dan pembaharuan hukum ke arah yang lebih aktual. Misalnya saja tenang masalah pernikahan via telepon atau masalahmasalah kontemporer lainnya yang erat kaitannya sebagai dampak dari perkembangan zaman. Lahirnya Kompilasi Hukum Islam dimaksudkan agar ke simpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga Peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang 75 Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I. Nomor 1Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, 2001, hlm23-24.

42 42 disebabkan oleh masalah fikih akan dapat diakhiri. Sehingga bahasa dan nilai-nilai hukum yang dipertarungkan di forum Peradilan Agama oleh masyarakat pencari keadilan, sama kaidah dan rumusannya dengan apa yang mesti diterapkan oleh para hakim di seluruh nusantara. 76 C. Konsep Akad Nikah Menurut Ulama Empat Madzhab Para ulama madzhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika dilakukan dengan akad, yang mencakup Ijab dan Qabul antara wanita yang dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah semata-mata berdasarkan suka sama suka tanpa adanya akad. Para ulama madzhab juga sepakat bahwa nikah itu sah bila dilakukan dengan menggunakan redaksi ز و ج ت (aku mengawinkan) atau ا ن ك ح ت (aku menikahkan) dari pihak yang dilamar atau orang yang mewakilinya dan redaksi Qabiltu (aku terima) atau Raditu (aku setuju) dari pihak yang melamar atau orang yang mewakilinya. 77 Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang sahnya akad nikah yang tidak menggunakan redaksi Fi il Madli (yang menunjukkan telah), atau menggunakan lafal yang bukan bentukan dari akar kata ا لن ك اح dan ال ز و اج, seperti akar kata hibah (pemberian), الب ي ع (penjualan), dan yang sejenisnya. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa akad boleh dilakukan dengan segala redaksi yang menunjukkan maksud menikah, bahkan sekalipun dengan lafal Al-Tamlik (pemilikan), Al-Hibah (penyerahan), Al-Bay (penjualan), Al- Atha (pemberian), Al- 76 Ibid., 77 Muhammad Jawad Mughniyah, loc.cit, hlm. 313.

43 43 Ibahah (pembolehan), dan Al-Ihlal (penghalalan), sepanjang akad tersebut disertai dengan Qarinah (kaitan) yang menunjukkan arti nikah. Akan tetapi akad tidak sah jika dilakukan dengan lafal Al-Ijarah (sewa) atau al- Ariyah (pinjaman), sebab kedua kata tersebut tidak memberi arti kelestarian atau kontinuitas. Maliki dan Hanbali berpendapat: Akad nikah dianggap sah jika menggunakan lafal Al-Nikah dan Al-Zawaj serta lafal-lafal bentukannya. Juga dianggap sah dengan lafal-lafal Al-Hibah, dengan syarat harus disertai penyebutan mas kawin, selain kata-kata tersebut di atas tidak dianggap sah. Sementara itu, madzhab Syafi i berpendapat bahwa, redaksi akad harus merupakan kata bentukan dari lafal Al-Tazwij dan Al-Nikah saja, selain itu tidak sah. Berdasarkan hukum asalnya, Ijab itu datangnya dari pengantin wanita, sedangkan Qabul dari pengantin laki-laki. Wali mengatakan, Saya nikahkan anak perempuanku kepadamu, lalu pengantin laki-laki menjawab, saya terima nikah denganmu. Andaikata Qabul didahulukan, dimana pengantin laki-laki mengatakan kepada wali, Nikahkan saya dengan dia, lalu wali berkata, Saya nikahkan kamu dengannya, timbul pertanyaan: apakah akad tersebut sah atau tidak? Imamiyah dan tiga madzhab lainnya mengatakan sah, sedangkan HaNbali mengatakan tidak sah Ibid., hlm. 313

44 44 BAB III PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Sekilas Biografi Ibnu Qudamah Ibnu Qudamah adalah salah seorang pemikir dari mazhab Hanbali dan bahkan ia merupakan ulama besar dari mazhab tersebut. Nama lengkapnya adalah Muwaffaqudin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah. Ia terlahir di kota Jamail, Yerussalem, Syakban 541 H atau Januari Februari 1147 M. dan ia meninggal di kota Damaskus, 6 Jumadil Akhir 620 H atau 6-7 Juli 1233 M. Ibnu Qudamah adalah sosok ulama besar serta penulis kitab-kitab fiqh dari Mazhab Hanbali. 79 Menurut para sejarawan, Ibnu Qudamah adalah keturunan Umar bin Khattab melalui jalur Abdullah bin Umar bin Khattab. Ia hidup ketika perang salib sedang berlangsung, khususnya di daerah Syam atau Syuriah sekarang. Dari akibat perang salib tersebut keluarganya mengasingkan diri ke Yerussalem pada tahun 551 H dan bermukim di sana selama dua tahun. Kemudian keluarga ini pindah ke Jabal Qasiyun, yaitu sebuah desa di Lebanon. Di desa inilah Ibnu Qudamah memulai pendidikannya dengan mempelajari Al- Quran dari ayahnya dan Syaikh lain. 80 Pada usia dua puluh tahun, Ibnu Qudamah mulai mengembara untuk menimba ilmu, khususnya di bidang fiqh. Dan pada tahun 561 H, dengan ditemani pamannya, ia berangkat ke Iraq untuk belajar dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani selama empat tahun. Ia kembali ke Damaskus untuk melanjutkan kembali pelajarannya. Pada tahun 578 H, ia pergi ke Mekkah 79 Hasan Muarif Ambari, et.al., Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1966, hlm Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, Hlm. 619.

45 45 Al-Mukarrahmah dan belajar dari Syaikh Al-Mubarak bin Ali bin Husain bin Abdullah bin Muhammad at-tabbakh Al-Bagdadi, seorang ulama besar mazhab Hanbali di bidang fiqh dan ushul fiqh. Kemudian ia kembali ke Baghdad lagi dan berguru pada Ibnu Manni selama setahun. Ibnu Manni juga termasuk salah satu ahli fiqh dan ushul fiqh dari mazhab Hanbali. Kemudian setelah itu, ia kembali ke Damaskus untuk mengembangkan ilmu yang didapatnya dengan mengajar dan menulis buku. Murid-muridnya yang menonjol antara lain adalah dua orang anak dari saudaranya sendiri, yakni Abu Al-Fajr Abdurrahman bin Muhammad bin Qudamah (seorang ketua Mahkamah Agung di Damaskus) dan Al-Imad Ibrahim bin Abdul Wahid bin Ali bin Surur al Mugdisi al-dimisqi (pada akhirnya ia juga ulama besar mazhab Hanbali). Sejak saat itulah Ibnu Qudamah tidak pernah lagi keluar Damaskus. Selain mengajar dan menulis buku, sisa hidupnya juga diabdikan untuk menghadapi perang salib melalui pidatonya yang tajam dan membakar semangat umat Islam. 81 Pada tahun 561 H, dengan ditemani pamannya, Ibnu Qudamah berangkat ke Irak untuk menimba ilmu, khususnya di bidang fiqih. Ia menimba ilmu di Irak selama 4 tahun dari Syaikh Abdul Qadir al-jailani (ahli fiqih, 470 H/1077 M-561 H/1166 M) dan beberapa syaikh lain. Kemudian Ia kembali ke Damaskus untuk menimba ilmu lagi dari beberapa orang ulamabesar Damaskus. Pada tahun 578 H, Ia pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, sekaligus menimba ilmu dari Syaikh al-mubarak bin Ali bin al-husain bin Abdillah bin Muhammad at-tabbakh al-baghdadi (w. 575 H), seorang ulama besar Madzhab Hanbali di bidang fiqh dan ushul fiqh. Kemudian Ia kembali ke Baghdad dan berguru selama satu tahunkepada Ibnu al-manni, yang juga seorang ulama besar Madzhab Hanbali di bidang fiqih dan ushul fiqih. Setelah itu, Ia kembali ke Damaskus untuk menyumbangkan ilmunya dengan mengajar dan menulis buku. Murid-muridnya yang menoonjol antara lain adalah dua orang anak saudaranya sendiri, yakni Abu al-fajr Abdurrahman bin Muhammad bin Qudamah 81 Hasan Muarif Ambari, et.al., loc.cit., hlm. 213.

46 46 (ketika itu ketua Mahkamah Agung Damaskus) dan al-imad Ibrahim bin Abdul Wahid bin Ali bin Surur al-maqdisi ad-dimasyqi (di kemudian hari menjadi seorang ulama besar di kalangan Madzhab Hanbali). 82 Ibnu Qudamah dikenal oleh Ulama sezamannya sebagai seorang Ulama besar yang sarat dengan berbagai ilmu. Ia menguasai berbagai ilmu sehingga gurunya sendiri, Ibnu Manni dari Bagdad, mengakui keunggulan dan kecerdasan Ibnu Qudamah. Ketika Ibnu Qudamah akan meninggalkan Iraq, Ibnu Manni berkata Tingallah di Iraq ini, karena jika engkau berangkat tidak ada lagi Ulama yang sebanding dengan engkau di Iraq. Dan tidak hanya itu saja, seorang Ulama dan pemikir Islam, Ibnu Taimiyah, mengakui Setelah Al Auzai (seorang pengumpul hadis pertama di Syam), Ulama besar di Syuriah adalah Ibnu Qudamah. 83 Dari hasil pemikirannya dalam berbagai keilmuannya itu, ia meninggalkan beberapa karya besarnya yang hingga saat ini masih menjadi standar sekaligus sebagai rujukan oleh generasi di bawahnya dalam mazhab Hanbali. Menurut penelitian Abdul Aziz Abdurrahman Al Said, seorang tokoh fiqh Saudi Arabia yang menulis tesis dengan judul Ibnu Qudamah Wa Asaruh al-ushuliyyah (Ibnu Qudamah dan Pengaruh Usulnya), karya Ibnu Qudamah seluruhnya dalam berbagai bidang ilmu berjumlah tiga puluh satu buah dalam ukuran besar dan kecil. 84 Karya-karya besar Ibnu Qudamah antara lain adalah: (1) Al Mughni, terdiri atas sepuluh jilid; memuat seluruh permasalahan fiqh, mulai dari ibadah, muamalat dengan segala aspeknya, sampai kepada masalah perang dan kitab ini telah dicetak beberapa kali dan beredar di berbagai belahan dunia Islam, (2) Al- Kafi, terdiri atas tiga jilid besar; merupakan ringkasan Bab Fiqh, (3) Al-Muqni, kitab fiqh yang terdiri atas tiga jilid besar, tetapi tidak 82 Abdul Aziz, loc.cit., hlm Hasan Muarif Ambari, et.al., loc.cit., hlm Ibid.

47 47 selengkap Al-Mughni, (4) Al Umdah fi al-fiqh, yaitu tiga kitab fiqh kecil yang disusun untuk para pemula dengan mengemukakan argumentasi dari Al-Quran dan Sunnah, (5) Raudah An- Nazir fi Usul al-fiqh, membahas persoalan usul fiqh dan merupakan kitab usul fiqh dan kitab ini merupakan kitab ushul fiqh yang tertua dalam Mazhab Hanbali. Pada ahirnya kitab ini diringkas oleh Najmuddin Al-Tufi, (6) Mukhtasar Ila Al Hadits, kitab ini mengupas tentang cacat-cacat hadis, (7) Mukhtasar fi Garib Al- Hadis, menerangkan tentang hadis-hadis gharib, (8) Al Burhan fi Masaili AQuran, kitab ini membahas tentang ilmu-ilmu Al-Quran, (9) Kitab Al Qadr, terdiri atas dua jilid; yang menerangkan tentang Kadar, (10) Fadhail Al-Sahabah, menerangkan tentang kelebihan-kelebihan para sahabat, (11) Kitab Al- Tawwabin fi Al-Hadis, terdiri atas dua jilid; membahas tentang tobat dalam hadis, (12) Al Mutahabbin fi Allah, kitab tasawuf, (13) Al-Istitsar fi Nasb Al-Ansar, membahas tentang keturunan orang-orang Anshor, (14) Manasik AL-Haji, membahas tentang tata cara haji dan (15) Zamm Al-Ta wil, membahas tentang persoalan ta wil. 85 Dari sekian banyak karya-karya Iman Ibnu Qudamah, dua kitabnya yakni Al-Mughni dan Raudah al-nazir, menjadi rujukan para Ulama. Al Mughni merupakan kitab fiqh standar dalam mazhab Hanbali, keistemewaan kitab ini adalah bahwa pendapat kalangan mazhab Hanbali mengenai satu masalah senantiasa dibandingkan dengan pendapat dari mazhab lainnya. Jika pendapat mazhab Hanbali berbeda dengan pendapat lainnya, selalu diberikan alasan dari ayat atau hadis terhadap pendapat kalangan mazhab Hanbali, sehingga banyak sekali dijumpai ungkapan walana Hadits Rasulillah (alasan kami adalah hadis Rasulillah). Dalam kitab ini terlihat jelas keterikatan Ibnu Qudamah kepada teks ayat atau hadits, sesuai dengan prinsip mazhab Hanbali. Karena itu jarang sekali beliau menggunakan argumentasi akal Ibid, hlm Hasan Mu arif, et.al., Ibid, hlm 213.

48 48 Demikian halnya dengan kitab Raudah-nya, dibidang usul fiqh, ia sejalan dengan prinsip ushul fiqh dalam Mazhab Hanbali dan dianggap sebagai kitab ushul standar dalam mazhab tersebut. Dalam kitab ini, Ibnu Qudamah membahas berbagai persoalan ushul fiqh, dengan membuat perbandingan teori ushul Mazhab lainnya. Ia belum berhenti membahas suatu masalah sebelum setiap pendapat didiskusikan dari berbagai aspek pembahasan, kemudian ditutup dengan pendapatnya atau pendapat mazhab Hanbali. 87 B. Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Dalam kitab Al-Kafie fi Fiqh Al-Iman Ahmad bin Hanbal, Ibnu Qudamah berpendapat dalam masalah Ijab dan Qabul, sebagai berikut: الشرط ا لامس من شروط النكاح : ا لجياب والقبول. و ل يصح ا لجياب ا ل بلفظ النكاح او تزويج. واما القبول فيقول: قبلت ىذا النكاح. وان اقتصر على قبلت صح لن القبول يرجع اىل ما او جبو الوىل كما يف البيع. ألن القبول إمنا ىو باإلجياب فيشرتط تأخره عنو. 88 وان تقدم القبول على اإلجياب مل يصح Artinya: Syarat yang kelima dari syarat nikah adalah Ijab dan Qabul. dan tidak sah suatu Ijab kecuali dengan lafadz Nikah atau Tazwij. Dan adapun qabul maka ucapannya adalah saya terima pernikahan ini. Dan apabila hanya diucapkan Qabiltu, sah, karena sesungguhnya ucapan Qabul ada karena Ijab atau jawaban dari wali, seperti dalam jual-beli. Sesungguhnya mendahulukan Qabul atas Ijab, tidaklah sah, karena sesungguhnya adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Ketika Qabul mendahului Ijab hukumnya tidak sah. Baik menggunakan kata-kata Madli, seperti telah aku peristri anak perempuanmu, kemudian dijawab: ya, telah aku jodohkan anakku denganmu. Atau dengan lafal Thalab (permohonan), seperti kata-kata: 87 Ibid, hlm Syaikh al-islam Abi Muhammad Muwaffaq ad-dien Abdullah bin Qudamah al-maqdisiy, al-kafie fi Fiqh al-imam Ahmad bin Hanbal juz III, Beirut: Darul Fikr, 1992, hlm

49 49 jodohkan aku dengan anak perempuanmu, kemudian menjawab: ya, telah aku jodohkan kamu dengan putriku. Adapun Hanafi, Malik, Syafi i mengesahkan adanya Qabul sebelum Ijab baik menggunakan kata-kata Madli atau Thalab. Sebab terkadang ditemui juga adanya Ijab dan Qabul seperti itu. Maka sah hukumnya seperti ketika Ijab mendahului Qabul. Dan bagi kami (Imam Hanbali) bahwa sesungguhnya Qabul tidak akan ada kecuali adanya Ijab. Maka bila mana ditemukan Qabul sebelum Ijab maka tidak bisa disebut Qabul karena tidak ada artinya, maka tidak sah. 89 Adapun ungkapan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah: 1. Contoh pertama Pihak mempelai laki-laki lebih dahulu mengucapkan Qabul. Saya terima nikahnya... Kemudian wali mengucapkan: Saya nikahkan Contoh kedua Pihak mempelai laki-laki lebih dahulu mengucapkan Qabul: Telah aku peristri putrimu... kemudian wali mengucapkan: Telah aku jodohkan putriku denganmu... ق ب ل ت ن ك اح ف ل ن ة... ا ن ك ح ت ك ه ا... ز و ج ت ا ب ن ت ك... ز و ج ت ك Syaikh al-islam Abi Muhammad Muwaffaq ad-dien Abdullah bin Qudamah al-maqdisiy, Al-Mughni, Beirut: Darul Kutub, 1996, hlm

50 50 3. Contoh ketiga Pihak mempelai laki-laki lebih dahulu mengucapkan Qabul: ز و ج ن ا ب ن ت ك... Jodohkanlah denganku anak perempuanmu... kemudian wali mengucapkan: ز و ج ت ك ه ا... Telah aku jodohkan kamu dengan putriku... Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa, pendapat Ibnu Qudamah tentang Ijab oleh pihak laki-laki lebih dahulu lalu disusul Qabul oleh pihak perempuan dalam akad nikah hukumnya tidak sah. C. Metode Istinbath Hukum Yang Digunakan Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Istinbath merupakan sistem atau metode para mujtahid guna menemukan atau menetapkan suatu hukum. Istinbath erat kaitannya dengan ushul fiqh, karena ushul fiqh dengan segala kaitannya tidak lain merupakan hasil ijtihad para mujtahidin dalam menemukan hukum dari sumbernya (al-qur an dan as-sunnah). Ibnu Qudamah dalam melakukan istinbath hukum tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab menggunakan langkah sebagai berikut: 1. Al-Qur an Al-Qur an adalah Kalam Allah yang diturunkan oleh-nya melalui perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafaz yang

51 51 berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya. 90 Dalam al-qur an tidak ada yang membahas secara khusus dan rinci tentang masalah ijab dan qabul dalam akad nikah, akan tetapi beberapa ayat Al Qur an bisa dijadikan rujukan (dalil). Dalam al-qur an mengenai akad nikah diungkapkan dengan Mitsaqon Ghalizhan yang artinya perjanjian yang kuat. Di antaranya Firman Allah SWT.: Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteriisteriermu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. 91 (QS. An-Nisa: 21) 2. Sunnah Sunnah Nabi adalah ucapan, perbuatan serta ketetapan-ketetapan Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian sunnah dilihat dari segi materi dan esensinya terbagi menjadi tiga macam: a. Sunnah Qauliyah (ucapan) b. Sunnah Fi liyah (perbuatan) c. Sunnah Taqririyah (ketetapan) 92 Dalam masalah Ijab penulis lebih melihat pada dalil yang secara umum, yaitu: ا ت ق وا اهلل ف الن س اء ف ا ن ك م ا خ ذ ت و ى ن ب أ م ان ة اهلل و ا س ت ح ل ل ت م ف ر و ج ه ن ب ك ل م ة اهلل. (رواه مسلم) , hlm Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama, 1994, hlm Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Atlas, 92 Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus 1994, hlm Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang, Toha Putra, t.th, hlm.593.

52 52 Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim) Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: أ م ي ا ام ر أ ة مل ي ن ك ح ه ا ال و ل م ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف إ ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ى ا ب ا أ ص اب م ن ه ا ف إ ن اش ت ج ر وا ف ال مسل ط ان و ل م م ن ل و ل ل و 94 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh wali maka pernikahannya tidak sah, beliau mengucapkannya tiga kali. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) 3. Aqwalus Sahabat Sahabat adalah orang-orang yang bertemu Rasulallah SAW, yang langsung menerima risalahnya, dan mendengar langsung penjelesan syari at dari beliau sendiri. Oleh karena itu Jumhur Fuqaha telah menetapkan bahwa pendapat mereka dapat dijadikan Hujjah setelah dalil-dalil Nash. Dalam menetapkan fatwa-fatwa sahabat sebagai Hujjah, Jumhur Fuqaha mengemukakan beberapa argumentasi, baik dengan dalil Aqli maupun Naqli Qiyas Secara bahasa (Arab) Qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, hlm Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1996, hlm. 62.

53 53 Menurut Ulama ushul fiqh, Qiyas berarti menyamakan sesuatu kejadian yang tidak ada nash kepada kejadian lain yang ada nashnya pada nash hukum yang telah menetapkan lantaran adanya kesamaan diantara dua kejadian itu dalam illat (sebab terjadinya) hukum Istishhab Ibnu Qudamah dalam menggali hukum tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah berdasarkan Al-Quran, dan Sunnah. Kemudian metode yang beliau gunakan dalam melakukan ijtihad adalah dengan metode Istishhab, meskipun tidak secara tegas menyebutkan istilah tersebut, akan tetapi hal ini dapat dipahami dari pendapat dan langkah-langkah cara berpikir beliau dalam menetapkan sebuah hukum. Ditinjau dari segi bahasa, Istishhab berarti: persahabatan dan kelanggengan persahabatan 98. Dalam literatur lain Istishhab berarti pengakuan terhadap hubungan pernikahan 99, atau membandingkan sesuatu dan membandingkannya 100. Secara terminologi ada beberapa definisi Istishhab yang dikemukakan para ahli ushul fiqh. Imam Al-Ghozali, 101 mendefinisikan Istishhab dengan: berpegang pada dalil akal atau syara, bukan didasarkan karena tidak mengetahui adanya dalil, tetapi setelah dilakukan pembahasan dan penelitian cermat, diketahui tidak ada dalil yang mengubah hukum yang telah ada. Maksudnya, apabila dalam suatu kasus telah ada hukumnya dan tidak diketahui dalil lain yang mengubah hukum tersebut, maka hukum yang telah ada di masa lampau itu tetap berlaku sebagaimana adanya. 97 Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushulul Fiqh, alih bahasa Masdar Helmy, cet. Ke-7, Bandung: Gema Risalah Press, 1996, Hlm Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994, hlm Abdul Wahab Khalaf, loc.cit., hlm Nasrun Haroen, loc.cit., hlm Abu Hamid Al-Ghazali, Syifa Al-Ghalil Fi Bayan Al-Syabah Wa Al-Mukhil Wa Masalik Al-Ta lil, tahqiq Ahmad Al-Kabisi, jilid I, Baghdad: Mathba ah Al-Irsyad, 1971, hlm. 128, dan Dr. H. Nasrun Haroen M.A., op.cit.

54 54 Ibn Hazm, 102 mendefinisikan Istishhab dengan: berlakunya hukum asal yang ditetapkan berdasarkan nash (ayat dan hadits) sampai ada dalil lain yang menunjukkan perubahan hukum tersebut. Kedua definisi ini, pada dasarnya, mengandung pengertian bahwa hukumhukum yang sudah ada pada masa lampau tetap berlaku untuk zaman sekarang dan yang akan datang, selama tidak ada dalil lain yang mengubah hukum itu. 103 Ibnu Qudamah berpendapat tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab karena menurut beliau, berdasarkan nash dan sunnah di atas, hukum asal Ijab adalah dari pihak wali si perempuan (penyerahan), dan Qabul adalah dari pihak calon suami (penerimaan), maka syaratnya Qabul harus diakhirkan karena adanya Qabul itu timbul karena adanya Ijab. Dengan kata lain, Ijab dan Qabul harus tertib berurutan. Dan ketika ditemukan Qabul sebelum Ijab maka tidak bisa disebut Qabul karena tidak ada artinya, maka tidak sah. 102 Ibn Hazm Al-Andalusi, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, jilid V, Beirut: Dar Al-Fikr, hlm. 590, dan Muhammad Abu Zahrah, Ibn Hazm Al-Andalusi, Mesir: Dar Al-Fikr Al- Arabi, t.t., hlm Nasrun Haroen, loc.cit., hlm

55 55 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Analisis Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Pernikahan dalam Islam merupakan suatu perikatan yang sangat agung (Aghladhu Al-Mawatsiq) dan suci antara seorang lelaki dan wanita guna menciptakan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT. Hal ini disebabkan karena perikatan merupakan suatu cara yang dipilih oleh Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak dan mengembang biakkan keturunan. Oleh karena itu disyaratkan agar masing-masing pihak agar siap baik secara lahir maupun batin untuk dapat melaksanakan perannya dengan positif dalam rangka mewujudkan suatu tujuan pernikahan. 104 Salah satu syarat pernikahan adalah Ijab dan Qabul. Di kalangan masyarakat pada umumnya saat terjadi pernikahan, diadakan Walimatul Urs. Saat bahagia bagi kedua calon mempelai, dimana mereka akan melangkah pada keputusan untuk menjalani hidup baru dengan calon mempelai masing-masing. Saat mendebarkan dan puncak acara adalah ketika pelaksanaan akad nikah. Ijab diutarakan oleh wali calon mempelai perempuan, dan Qabul oleh mempelai laki-laki. Serta disaksikan oleh dua orang saksi. Seperti itulah adanya. Akan tetapi ketika penulis menggali lebih dalam dari dasar hukumnya, penulis temukan kejanggalan yang aneh. Karena dari yang berkembang di masyarakat, pelaksanaan akad nikah tidak memungkinkan adanya mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Meskipun mayoritas mengaku bermadzhab Syafi i, tidak terelakkan 104 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, terj,, Moh Thalib, juz 6, Bandung: Al-Ma arif, 1997, hlm 9.

56 56 bahwa Imam Syafi i sendiri berpendapat tentang akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah sah, yang terpenting adalah pencapaian maksud dari dilaksanakannya akad tersebut. Pendapat ini didukung pula oleh Madzhab lainnya, yaitu Hanafi, Maliki. Hal inilah yang memicu penulis untuk menggali lebih dalam tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Ulama fiqh sepakat tentang redaksi dari Ijab dan Qabul memiliki persamaan yaitu sah ketika dilakukan dengan menggunakan redaksi ز و ج ت (aku mengawinkan) atau aku )ا ن ك ح ت menikahkan) dari pihak yang dilamar atau orang yang mewakilinya dan redaksi Qabiltu (aku terima) atau Raditu (aku setuju) dari pihak yang melamar atau orang yang mewakilinya. Namun ketika pelaksanaan akad nikah mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab terjadi perbedaan pendapat. Imam hanafi, Imam Malik, Imam Syafi i mengesahkan. Adapun alasan ketiga Imam Madzhab lainnya adalah yang terpenting maksud tujuan akad nikah tersebut tercapai. Sebagaimana yang telah penulis uraikan dalam bab III, menurut Ibnu Qudamah bahwa tidak sah akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab, dengan alasan adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Baik menggunakan kata-kata Madli, Thalab, maupun Istifham. Jadi, Qabul tidak akan ada kecuali adanya Ijab. Bila mana ditemukan Qabul sebelum Ijab maka tidak bisa disebut Qabul karena tidak ada artinya, sehingga tidak sah. Sebagaimana tertulis dengan jelas dalam kitab beliau Al-Kafie Fi Fiqh Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, beliau berpendapat:

57 57 ونإ تأخره باإلجياب ىو إمنا القبول ألن يصح مل اإلجياب على القبول تقدم فيشرتط عنو. 105 Artinya: jika mendahulukan Qabul atas Ijab, maka tidaklah sah, karena sesungguhnya adanya Qabul sebab adanya Ijab, maka syaratnya mengakhirkan Qabul dari Ijab. Namun menurut penulis penggunaan lafadz Thalab tidak menjadi permasalahan ketiha Qabul didahulukan dari Ijab. Karena tidak bertentangan dengan pendapat Ibnu Qudamah yang menentukan berdasarkan hukum asalnya. Justru sangat relevan untuk diterapkan pada zaman sekarang dan dapat dijadikan inovasi baru pengungkapan Ijab Qabul sebagai penyetaraan perkembangan persamaan gender dan tidak dapat dipungkuri laki-laki banyak tergila-gila oleh kaum hawa. Jadi pelaksanaannya dari pihak mempelai laki-laki mengajukan permohonan kepada pihak mempelai perempuan (wali) untuk disetujui menjalin rumah tangga dengannya. seperti contoh: Pihak mempelai laki-laki lebih dahulu mengucapkan Qabul: Jodohkanlah denganku anak perempuanmu... kemudian wali mengucapkan: Telah aku jodohkan kamu dengan putriku... ز و ج ن ا ب ن ت ك... ز و ج ت ك ه ا... Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: 105 Syaikh al-islam Abi Muhammad Muwaffaq ad-dien Abdullah bin Qudamah al-maqdisiy, al-kafie fi Fiqh al-imam Ahmad bin Hanbal juz III, Beirut: Darul Fikr, 1992, hlm

58 58 أ م ي ا ام ر أ ة مل ي ن ك ح ه ا ال و ل م ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف إ ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ى ا ب ا أ ص اب م ن ها ف إ ن اش ت ج ر وا ف ال مسل ط ان و ل م م ن ل و ل ل و 106 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh wali maka pernikahannya tidak sah, maka pernikahannya tidak sah, maka pernikahannya tidak sah. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) Dari pemikiran Ibnu Qudamah tersebut, dapat diartikan bahwa yang disebut akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak wali si perempuan, dan Qabul adalah penerimaan dari pihak calon suami. Lebih lanjut dalam persoalan Ijab beliau mensyaratkan bahwa Ijab dan Qabul itu haruslah dari kata-kata yang tersebut dalam al-qur an, yaitu Lafadz Nikah dan Tazwij atau terjemahannya seperti kawin dan nikah. Berdasarkan hukum asalnya, Ijab itu datangnya dari pihak wali si perempuan, dan Qabul dari pihak calon suami. 107 Dalam hal ini, seluruh Ulama sepakat; Namun ketika dihadapkan dengan kemungkinan bila terjadi dalam suatu akad nikah, dimana Qabul didahulukan dari Ijab, terdapat perbedaan pendapat. Yang mengesahkan berpendapat yang terpenting adalah tercapainya maksud diadakannya akad nikah. Di sini penulis melihat bahwa apa yang diungkapkan Ibnu Qudamah dalam masalah Qabul didahulukan dan Ijab diakhirkan di dalam akad nikah, melihat praktek yang ada bahwa Ijab dilakukan dari pihak perempuan (wali), dan mempelai laki-laki 106 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm Muhammad Jawad Mughniyyah, Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Beirut: Darul Ilmi Lilmalayin, 1964, hlm. 11.

59 59 secara urut/tertib yaitu Ijab dulu oleh pihak wali kemudian disusul Qabul dari pihak mempelai laki-laki. Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, pendapat Ibnu Qudamah sangat relevan dalam konteks pada masa zaman sekarang, karena melihat Ijab dan Qabul pada umumnya dimulai dari wali dan calon suami, sesuai dengan bentuk urutannya. Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam pasal pasal 27, 28 dan 29. Pasal 27 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : Ijab dan Qabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu. Pasal 28: Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain. Pasal 29: 1) Yang berhak mengucapkan Qabul ialah calon mempelai pria secara Pribadi 2) Dalam hal-hal tertentu ucapan Qabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria. 3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan. 108 Jadi, Ijab Qabul itu harus tertib yaitu Ijab dulu dari pihak perempuan, baru kemudian Qabul dari pihak mempelai laki-laki. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai 108 Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I. Nomor 1Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta, 2001, hlm23-24.

60 60 orang yang diberi beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. B. Analisis Metode Istinbath Hukum Yang Digunakan Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan Qabul Dan Mengakhirkan Ijab Setiap ketetapan hukum mempunyai sumber pengambilan dalam ilmu Fiqh di kenal istilah istinbath hukum, setiap istinbath (pengambilan hukum) dalam syariat Islam harus berpijak atas Al-Qur an da As-Sunnah. Istinbath merupakan sistem atau metode para mujtahid guna menemukan atau menetapkan suatu hukum. Istinbath erat kaitannya dengan ushul fiqh, karena ushul fiqh dengan segala kaitannya tidak lain merupakan hasil ijtihad para mujtahidin dalam menemukan hukum dari sumbernya (Al-Qur an dan As-Sunnah). Nash yang menjadi dalil hukum Islam baik Al-Qur an sebagai sumber hukum pertama maupun Sunnah Nabi SAW. Sebagai sumber kedua adalah berbahasa Arab. Untuk memahaminya dengan baik membutuhkan kemampuan memahami bahasa dan ilmu bahasa Arab dengan baik pula. Seseorang harus mengerti betul kehalusan dan kedalaman yang dimaksud oleh bahasa itu (dalalah-nya). Begitu pula harus dipahami tentang cara mengutarakan sesuatu, apakah dengan bentuk hakikat ataukah dengan bentuk majaz (kiasan). Menurut analisis penulis, Ibnu Qudamah dalam beristinbath tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab menggunakan metode Istishhab, dan dasar beliau menggunakan Al-Qur an dan Hadits. Ibnu Qudamah secara tersirat mendefinisikan Ijab dan Qabul yaitu: Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama yaitu wali dari calon mempelai perempuan, Qabul adalah penerimaan dari pihak kedua yaitu calon mempelai laki-laki.

61 61 Dari pengamatan penulis, jelas terlihat bahwasanya Ibnu Qudamah mengangkat pendapat berdasarkan makna tekstual yang ada. Beliau mempunyai pemikiran yang luas terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi umat Islam, baik itu yang telah terjadi, maupun yang belum pernah terjadi, karena kehati-hatiannya dalam menentukan hukum. Pendapat beliau sesuai dengan firma Allah SWT.: Artinya: Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteriisteriermu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. 109 (QS. An- Nisa: 21) Dari ayat di tersebut, akad nikah bukanlah sekedar perjanjian yang yang bersifat keperdataan. Akad nikah dinyatakan sebagai perjanjian yang kuat yang disebut dalam Al-Qur an dengan ungkapan: ميثاقا غليظا yang mana perjanjian itu bukan hanya disaksikan oleh dua orang saksi yang ditentukan atau orang banyak yang hadir pada waktu berlangsungnya akad perkawinan, tetapi juga disaksikan oleh Allah SWT. Dalam masalah Ijab penulis lebih melihat pada dalil yang secara umum, yaitu: ا ت ق وا اهلل ف الن س اء ف ا ن ك م ا خ ذ ت و ى ن ب أ م ان ة اهلل و ا س ت ح ل ل ت م ف ر و ج ه ن ب ك ل م ة اهلل. (رواه مسلم) 110 Artinya: Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah. (HR. Muslim) Adapun sebuah hadits yang menunjukkan bahwa Ijab itu hak perempuan dan Qabul kewajiban laki-laki: 109 Yayasan penyelenggara penterjemah Al-Qur an, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta: CV. ATLAS, 1998, hlm Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang:Toha Putra, t.th, hlm.593.

62 62 أ م ي ا ام ر أ ة مل ي ن ك ح ه ا ال و ل م ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف ن ك اح ه ا ب اط ل ف إ ن أ ص اب ه ا ف ل ه ا م ه ر ى ا ب ا أ ص اب م ن ه ا ف إ ن اش ت ج ر وا ف ال مسل ط ان و ل م م ن ل و ل ل و 111 Artinya: Wanita manapun yang tidak dinikahkan oleh wali maka pernikahannya tidak sah, beliau mengucapkannya tiga kali. Jika telah melakukan hubungan badan, maka wanita itu tetap berhak menerima mahar (maskawin) karena hubungan badannya itu. Jika mereka berselisih maka pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. (H.R. Ahmad) Kedua hadits tersebut memperkuat pendapat Ibnu Qudamah mengenai Ijab dan Qabul. Bahwa Ijab adalah penyerahan dari pihak wali si perempuan, dan Qabul adalah penerimaan dari pihak calon suami. Dan mengenai tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab tentunya tidaklah sah, mengingat bahwa akad nikah adalah perjanjian yang kuat, yang mana tidak hanya disaksikan oleh banyak orang tetapi langsung disaksikan Allah SWT. Jadi penentuan tata cara pelaksanaannya harus dipastikan. Dalam hal ini, Ibnu Qudamah mengharuskan untuk tertib berurutan yaitu Ijab diucapkan terlebih dahulu oleh wali mempelai perempuan, kemudian disusul Qabul oleh calon mempelai suami. Mengingat sebuah hadits Rasulullah SAW.: ث ل ث ج مدى ن ج د, و ى ز ل ن ج د : الن ك اح و الط ل ق و الر ج ع ة 112 Artinya: Tiga perkara yang apabila bersungguh-sungguh dan bermain maka akan terjadi, yaitu talak, nikah, dan rujuk. Sudah jelas kiranya, bahwa Ijab haruslah dari pihak wali mempelai perempuan atau yang mewakilkan, dan Qabul harus pula dari pihak mempelai laki-laki atau yang 111 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah, hlm Imam Baihaqi, Ma rifah As-Sunan Wal-Atsar Lilbaihaqi, bab Talaq Al-Makruh, juz 12, aplikasi Maktabah Syamilah, hlm. 231.

63 63 mewakilkan. Hal ini sepatutnya dijadikan dasar, sebagaimana tertuang dalam kaidah fiqh: ا ل ي ق ي ل ي ز ال ب الش ك Artinya: Sesuatu yang sudah keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan adanya sesuatu keraguan Artinya: Hukum dasar adalah kebebasan seseorang dari tanggung jawab. ا ل ص ل ب ر ائ ة الذ م ة Dari kaidah tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pada hakikatnya manusia dilahirkan bebas dari segala hutang, kewajiban ataupun pertanggungjawaban. Adanya suatu kewajiban pertanggungjawaban itu adalah karena adanya hak-hak yang telah dimiliki, yang datangnya tiada lain karena adanya sebab-sebab yang timbul setelah manusia lahir. 113 Hubungannya dengan tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah dalam hal ini mengenai hak dan kewajiban pertanggungjawaban. Karena Ijab pada dasarnya adalah hak wali calon mempelai perempuan. Selama Qabul belum ada maka calon mempelai perempuan masih dalam kewajiban pertanggungjawaban walinya. Jadi tidak rasional lagi ketika Qabul didahulukan atas Ijab. Dan dalam hal ini, maka Qabul tidak ada artinya, dan tidak sah suatu akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Dengan kata lain, Ijab dan Qabul dalam pelaksanaannya harus tertib berurutan. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai orang yang di 113 Tolchah Mansur, Usul Fiqh, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, 1986, hlm. 196.

64 64 beri beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Menurut penulis, sangat baik ketika suatu akad, tentunya dalam akad nikah yang banyak disebutkan dalam Al-Qur an dengan ungkapan Mitsaqon Ghalizhan (perjanjian yang kuat) dipastikan bagaimana tata caranya dan diharuskan tertib. Diantara hikmah yang dapat diambil dengan tidak mengesahkan mendahulukan Qabul atas Ijab, menurut penulis sebagai berikut: d. Menegaskan siapa yang seharusnya lebih berhak atas Ijab dan siapa yang lebih berhak atas Qabul. e. Memelihara adab yang baik, karena dapat kita lihat perbedaan yang mencolok antara menertibkan Ijab Qabul dan mendahulukan Qabul atas Ijab. Ketika menertibkan Ijab Qabul maka keadaannya adalah wali, menyerahkah dan calon mempelai suami menerima/menyetujui. Sedangkan ketika mendahulukan Qabul atas Ijab maka keadaannya menerima permintaan calon mempelai suami, dan calon mempelai suami meminta untuk dinikahkan. Jadi terjaga wibawa dari wali dan calon mempelai suami. Namun apabila kita melihat realita yang ada diantara umat Islam di seluruh penjuru dunia, dengan segala perbedaan sudut pandang perorangan, adat pelaksanaan pernikahan yang berbeda-beda di suatu daerah atau negara, tentunya pendapat ini tidak memberikan kemaslahatan, didukung tidak adanya dalil Nash maupun As-Sunnah yang jelas dan tegas tentang mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Karena pada hakikatnya suatu akad nikah sah ketika adanya Ijab dan Qabul dari wali mempelai perempuan dan calon mempelai suami, entah tertib maupun dengan mendahulukan Qabul atas Ijab. Yang terpenting maksud tujuannya tercapai yaitu untuk menghalalkan

65 65 yang sebelumnya haram (pernikahan). Dalam kaidah fiqh disebutkan pula sebagai berikut: Artinya: Wajib saling ridlo dalam semua akad. جي ب الت ر اض ي يف ج ي ع ال ع ق و د Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, Purwodadi: Pustaka Al-Furqan, 2009, Hlm. 277.

66 66 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah penulis lakukan mengenai tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab. Akhirnya penulis menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Mengenai pendapat Ibnu Qudamah yang tidak mengesahkan akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah berdasarkan Al-Qur an, Sunnah, dan Istishhab. Ibnu Qudamah meyakini bahwa mendahulukan Qabul atas Ijab tidaklah sah karena secara tekstual akad nikah itu sendiri adalah mengenai perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak wali si perempuan, dan Qabul adalah penerimaan dari pihak calon suami. Adapun alasan tidak mengesahkan karena adanya Qabul itu karena adanya Ijab. Jadi sebagai syaratnya, Ijab harus didahulukan dari Qabul. Dan ketika terjadi Qabul terlebih dahulu, maka Qabul tidak ada artinya, sehingga akad nikah tidak sah. 2. Istinbath hukum yang digunakan Imam Ibnu Qudamah dalam pendapatnya tentang tidak sahnya akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab adalah dengan menggunakan Istishhab, dikarenakan melihat dari hukum asal Ijab adalah penyerahan dari pihak wali mempelai perempuan dan Qabul adalah penerimaan dari pihak suami. Sesuai dengan isi dari dari Ijab Qabul itu sendiri mengandung serah terima dari pihak wali kepada suami agar bertanggung jawab atas hak-haknya sebagai suami terhadap isterinya. Posisi suami dalam akad nikah sebagai orang yang di beri

67 67 beban tanggung jawab maka harus ada penyerahan dari pihak wali karena wanita tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. B. Saran-Saran Masalah akad nikah dengan mendahulukan Qabul dan mengakhirkan Ijab, masuk dalam katagori ikhtilaf ulama, artinya masih terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Saran penulis adalah: 1. Akad nikah dalam Al-Qur an disebutkan dengan ungkapan Mitsaqan Ghalizhan, merupakan perjanjian yang kuat yang tidak hanya disaksikan oleh dua orang saksi, bahkan orang banyak dalam proses berlangsungnya akad nikah. Akan tetapi juga disaksikan Allah SWT. Maka tunaikanlah syarat dan rukun sesuai syara untuk meraih ridlo-nya. 2. Pendapat siapapun di antara ulama empat madzhab tidak ada salahnya, karena dari pendapat ulama empat madzhab mempunyai dasar hukum yang kuat. Sejalan dengan itu, sebagai warga negara tentunya kita terikat pada peraturan yang telah terkodifikasikan baik dalam Undang-Undang maupun Kompilasi Hukum Islam. Dimana pengambilannya tidak pula bertentangan dengan syariat Islam, namun justru memiliki dasar yang lebih kuat dalam pembentukannya yang dipadukan dengan adat istiadat atau Urf. C. Penutup Alhamdulillah Wa Syukrulillah, dengan rahmat dan ridlo-nya tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi dan dapat penulis selesaikan. Penulis menyadari terdapat kekeliruan dan kekurangan, baik dalam teori maupun analisisnya. Dengan sangat menyadari kekurangan tersebut, maka kritik dan saran menjadi harapan penulis. Sebagai puncak dari penutup ini tiada kata indah yang dapat penulis rangkai melainkan hanya

68 68 satu kalimat yaitu kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan manusia hanya bisa berusaha. Semoga Allah SWT meridloi. Demikian tulisan ini penulis buat, semoga bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

69 69 DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademik Presindo, Abu Zahrah, Muhammad, Ushul Fiqih, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, Al-Andalusi, Ibn Hazm, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam, jilid V, Beirut: Dar Al-Fikr, t.t. Al-Ghazali, Abu Hamid, Syifa Al-Ghalil Fi Bayan Al-Syabah Wa Al-Mukhil Wa Masalik Al- Ta lil, tahqiq Ahmad Al-Kabisi, jilid I, Baghdad: Mathba ah Al-Irsyad, Al-Jaziry, Abdurrahman, kitab al-fiqh ala al-mazahib al-arba ah, Maktabah al-tijariyah kubra juz IV Al-Kurah, Najmuddin Amin, Tanwir al-kutub, Beirut Libanon: Daar al-fikr, T.th Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, Asy-Sya rani, Abd al-wabah, Kitab al-mizan, Juz 2, Mesir: Matba ah al-taqadim al- Ilmiah, Cet. 1, 1321 H. Aziz, Abdul, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, Baihaqi, Imam, Ma rifah As-Sunan Wal-Atsar Lilbaihaqi, bab Talaq Al-Makruh, juz 12, aplikasi Maktabah Syamilah. Bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Ahmad Sabiq, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, Purwodadi: Pustaka Al-Furqan, 2009 Dirjen Bimbaga Islam, Depag, Ilmu Fiqih, jilid 2, Jakarta: Proyek pembinaanprasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama, Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid I, Yogyakarta: Andi Offset, Haroen, Nasrun, Ushul Fiqh I, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, Husen, Ibrahim, Fiqh Perbandingan dalam Masalah Nikah-Thalaq-Ruju dan Hukum Kewarisan, Jilid 1, Jakarta: Balai Penerbitan dan Kepustakaan Islam Yayasan Ihya Ulumudin Indonesia, Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushulul Fiqh, alih bahasa Prof. Drs. K.H. Masdar Helmy, cet. Ke-7, Bandung: Gema Risalah Press, Khon, Abdul Majid, Fiqh Munakahat, Jakarta: AMZAH, Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Bab La Nikah Illa Biwaliy, Juz V, Aplikasi Maktabah Syamilah. Mansur, Tolchah, Usul Fiqh, Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN, Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet. IV, 1993.

70 70 Muarif Ambari, Hasan, et.al., Suplemen Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1966 Mughniyyah, Muhammad Jawad, Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Beirut: Darul Ilmi Lilmalayin, 1964., Fiqih Lima Mazhab, Jakarta: PT Lentera Basritama, Cet 2, Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi III, cet. VIII, Yogyakarta: RakeSarasin, Muhammad, Syaikh Kamil, Uwaidah, Al Jami Fii Fiqhi An-Nisa, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, Muslim, Shahih Muslim, Juz I, Semarang:Toha Putra, t.th, hlm.593. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cet. 6, Yogjakarta: Gajah Mada University Press, Nur, Djamaan, Fiqih Munakahat, Semarang: Dina Utama, Proyek Penyuluhan Hukum Agama, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Jakarta: Proyek Penyuluhan Hukum Agama, Qudamah, Ibnu, al-kafie fi Fiqh al-imam Ahmad bin Hanbal, juz III, Beirut: Darul Fikr, 1992., Al-Mughni, Beirut: Darul Kutub, Ramulyo, M. Idris, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: IND-HILL CO, Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah 6, Bandung: PT. al-ma arif, Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Grafindo persada, Sudarson, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana Predana Media Group, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur an, Al Qur an dan Terjemahnya, Jakarta: CV. Atlas, Yunus, Mahmud, Hukum Perkawinan dalam Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, Cet. Ke- 10, Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia, Surabaya: Arkola, tth.

71 Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

72 72 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama Lengkap : Ahmad Isybah Nurhikam Tempat &tanggal Lahir : Sanggau (Kal-Bar), 9 Januari 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki Agama : Islam Alamat Asal : Dukuh Bandar RT. 02 RW. 09 Kel. Pakijangan Kec. Bulakamba Kab. Brebes. Telpon : a.isybahnurhikam@gmail.com Website (blog) : satriabajahikam.blogspot.com Jenjang Pendidikan: 1. SD Negeri Pakijangan IV Bulakamba Brebes : Tahun SLTP Negeri 3 Brebes : Tahun SMA Negeri 5 Kediri : Tahun Fakultas Syari ah IAIN Walisongo Semarang : Tahun Demikian daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sebenarnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Semarang, 10 Juni 2012 Tertanda, Ahmad Isybah Nurhikam NIM

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB BAB IV ANALISIS PENDAPAT IBNU QUDAMAH TENTANG TIDAK SAHNYA AKAD NIKAH DENGAN MENDAHULUKAN QABUL DAN MENGAKHIRKAN IJAB A. Analisis Pendapat Ibnu Qudamah Tentang Tidak Sahnya Akad Nikah Dengan Mendahulukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat

Lebih terperinci

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma

BAB I PENDAHULUAN. boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Para Ulama sepakat bahwa mahar merupakan syarat nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk meniadakannya 1. Diakui secara ijma bahwa dalam rukun Islam

Lebih terperinci

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar

A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan Mahar Dalam Pernikahan Gadis dan. 1. Analisis prosesi tradisi standarisasi penetapan mahar 49 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI STANDARISASI PENETAPAN MAHAR DALAM PERNIKAHAN GADIS DAN JANDA DI DESA GUA-GUA KECAMATAN RAAS KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Tradisi Standarisasi Penetapan

Lebih terperinci

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN

BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN 61 BAB IV ANALISIS TERHADAP METODE IJAB QABUL PADA MASYARAKAT SUKU SAMIN Analisis Hukum Islam Terhadap Metode Ijab Qabul Pada Masyarakat Suku Samin di Desa Kutukan Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI

ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI'I TENTANG HAKAM TIDAK MEMILIKI KEWENANGAN DALAM MENCERAIKAN SUAMI ISTRI YANG SEDANG BERSELISIH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT

ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT ANALISIS PENDAPAT IMAM SYAFI I TENTANG MAHAR DENGAN SYARAT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) dalam Bidang Hukum Perdata Islam Oleh:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN A. Analisis dari Aspek Akadnya Sebagaimana yang telah penulis jelaskan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan. TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan pada dasarnya merupakan perilaku makhluk ciptaan TuhanYang Maha Esa yang tidak hanya terbatas pada diri seorang manusia melainkan seluruh makhluk ciptaan-nya

Lebih terperinci

PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK. (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI

PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK. (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI PERNIKAHAN DENGAN NIAT TALAK (Studi Pernikahan di Desa Gajah Kecamatan Gajah Kabupaten Demak) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata S1 Dalam Ilmu

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI TENTANG PENARIKAN HIBAH DALAM PASAL 212 KHI DAN PASAL 1688 KUH PERDATA

STUDI KOMPARASI TENTANG PENARIKAN HIBAH DALAM PASAL 212 KHI DAN PASAL 1688 KUH PERDATA STUDI KOMPARASI TENTANG PENARIKAN HIBAH DALAM PASAL 212 KHI DAN PASAL 1688 KUH PERDATA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT

ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT ANALISIS PENDAPAT YUSUF QARADAWI TENTANG MENYERAHKAN ZAKAT KEPADA PENGUASA YANG ZALIM DALAM KITAB FIQHUZ ZAKAT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk

P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk P E N E T A P A N Nomor 0026/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK Praktik sewa menyewa pohon yang terjadi di Desa Mayong merupakan suatu perjanjian yang sudah lama dilakukan dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni 15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,

Lebih terperinci

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

PROSES AKAD NIKAH. Publication : 1437 H_2016 M. Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Publication : 1437 H_2016 M PROSES AKAD NIKAH حفظه هللا Oleh : Ustadz Abu Bilal Juli Dermawan Disalin dar Majalah As-Sunnah_Baituna Ed.10 Thn.XIX_1437H/2016M

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM

ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERALIHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM (Studi Kasus di KUA Kec. Parakan Kab. Temanggung) Skripsi Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH. A. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Nikah. dan melembutkannya, mencampurkan nasab, menumbuhkan hubungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH. A. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Nikah. dan melembutkannya, mencampurkan nasab, menumbuhkan hubungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH A. Pengertian dan Dasar Hukum Akad Nikah 1. Pengertian Akad Nikah Pernikahan merupakan ikatan yang kokoh, mengikatkan hati, dan melembutkannya, mencampurkan nasab,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN ISTERI MENAFKAHI SUAMI DI DESA SARI GALUH KEC. TAPUNG KAB. KAMPAR PEKANBARU SKRIPSI

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN ISTERI MENAFKAHI SUAMI DI DESA SARI GALUH KEC. TAPUNG KAB. KAMPAR PEKANBARU SKRIPSI TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG KEWAJIBAN ISTERI MENAFKAHI SUAMI DI DESA SARI GALUH KEC. TAPUNG KAB. KAMPAR PEKANBARU SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN. beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam.

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN. beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam. BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN Berdasarkan paparan dan temuan penelitian di lapangan, diperoleh beberapa model kerangka berfikir yang kontradiksi antara Adat dan Hukum Islam. Apabila dilihat dari kacamata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU A. Analisis Terhadap Praktik Penukaran Uang Dengan Jumlah Yang Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. diliputi rasa kasih sayang antara sesama anggota keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Islam dengan disyari atkannya nikah pada hakekatnya adalah sebagai upaya legalisasi hubungan seksual sekaligus untuk mengembangkan keturunan yang sah dan

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk

P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk P E N E T A P A N Nomor 20/Pdt.P/2013/PA Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan berkasih-kasihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan adanya melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya BAB IV ANALISIS A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya Mahar merupakan kewajiban oleh suami terhadap istri yang harus diberikan baik dalam atau setelah dilakukan akad nikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan segala sesuatunya di dunia ini dengan berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah diciptakan-nya

Lebih terperinci

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA

BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SELAMATAN DI BUYUT POTROH SEBELUM PROSESI AKAD NIKAH DI DESA BLIMBING KECAMATAN KESAMBEN KABUPATEN JOMBANG Selamatan di Buyut Potroh merupakan salah satu tradisi

Lebih terperinci

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN 61 BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis terhadap Faktor yang Melatar Belakangi Alasan Terjadinya Pernikahan sebagai Pelunasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang mengatur segala sendi kehidupan manusia di alam semesta ini, diantara aturan

Lebih terperinci

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH

PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PASUWITAN SEBAGAI LEGALITAS NIKAH (Studi Kasus di Masyarakat Suku Samin Desa Baturejo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR: SYARIAH - MUNAKAHAT KOMPETENSI DASAR: Menganalisis ajaran Islam tentang perkawinan Menganalisis unsur-unsur yang berkaitan dengan ajaran perkawinan dalam agama Islam INDIKATOR: Mendeskripsikan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut diucapkan sebagai bentuk perjanjian suami atas isterinya, diucapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taklik talak adalah suatu ucapan talak yang digantungkan pada suatu syarat yang syarat tersebut terjadi pada waktu yang akan datang. Syarat tersebut diucapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Servis Di Toko Cahaya Electro Pasar Gedongan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB 49 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN WALI HAKIM OLEH KEPALA KUA DIWEK JOMBANG TANPA UPAYA MENGHADIRKAN WALI NASAB A. Prosedur Penetapan Wali Hakim oleh Kepala KUA Diwek Jombang Tanpa Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan yang indah ini, Allah Swt menciptakan makhlukmakhluk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan yang indah ini, Allah Swt menciptakan makhlukmakhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan yang indah ini, Allah Swt menciptakan makhlukmakhluk berpasang-pasangan, agar hidup berdampingan saling cinta-mencintai dan berkasih-kasih untuk meneruskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan diabadikan dalam Islam untuk selama-lamanya. Pernikahan secara terminologi adalah sebagaimana yang dikemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menciptakan makhluk hidup berpasang-pasangan seperti laki-laki dan perempuan, tapi manusia tidak samadengan makhluk lain nya, yang selalu bebas

Lebih terperinci

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan 66 BAB IV MEKANISME PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DAN TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUNDAAN WAKTU PENYERAHAN BARANG DENGAN AKAD JUAL

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH WAKAF MASJID DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DESA PAKEM KEC. SUKOLILO KAB. PATI) TESIS

SENGKETA TANAH WAKAF MASJID DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DESA PAKEM KEC. SUKOLILO KAB. PATI) TESIS SENGKETA TANAH WAKAF MASJID DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KASUS DESA PAKEM KEC. SUKOLILO KAB. PATI) TESIS Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Islam Oleh : MOHAMMAD

Lebih terperinci

RELEVANSI MASHLAHAH DENGAN FATWADSN-MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH

RELEVANSI MASHLAHAH DENGAN FATWADSN-MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH RELEVANSI MASHLAHAH DENGAN FATWADSN-MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK A. Analisis terhadap Mekanisme Hak Khiya>r pada Jual Beli Ponsel Bersegel Akad merupakan

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS KRITIS KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT DALAM BUKU PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DAN SEKOLAH SKRIPSI

ANALISIS KRITIS KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT DALAM BUKU PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DAN SEKOLAH SKRIPSI ANALISIS KRITIS KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT PROF. DR. ZAKIAH DARADJAT DALAM BUKU PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DAN SEKOLAH SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKAD NIKAH A. Gambaran Umum tentang Akad Nikah 1. Pengertian Akad Nikah Akad nikah terdiri dari dua kata, yaitu kata akad dan kata nikah. Kata akad artinya janji, perjanjian;

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP FATWA MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH NOMOR : 08 TAHUN 2006 TENTANG BUNGA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis terhadap aplikasi jual beli ikan bandeng dengan pemberian jatuh tempo. Jual beli ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dihindari adalah setiap orang tentu akan meninggal, baik ia seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan

Lebih terperinci

SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING

SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING 69 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHDAP TRADISI KECOCOKAN SATON SEBAGAI SYARAT NIKAH DI DESA KAMAL KUNING KECAMATAN KREJENGAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap kecocokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan upaya untuk memecahkan persoalan suatu bangsa, karena tujuan pendidikan suatu bangsa erat hubungannya dengan usaha mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI 63 BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI A. Analisis Mekanisme Pengupahan Pemolong Cabe Di Desa Bengkak Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA A. Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di bawah Umur Tanpa Dispensasi Kawin Perkawinan ialah

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki

BAB I PENDAHULUAN. sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki Islam. Namun dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK WAKAF BERSYARAT

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK WAKAF BERSYARAT TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK WAKAF BERSYARAT (Studi Kasus di Yayasan Dian Insani Kecamatan Pedurungan Lor Kota Semarang) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MATERI POKOK HUKUM NEWTON MELALUI MODEL INQUIRY LEARNING

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MATERI POKOK HUKUM NEWTON MELALUI MODEL INQUIRY LEARNING UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN FISIKA MATERI POKOK HUKUM NEWTON MELALUI MODEL INQUIRY LEARNING KELAS X DI MAN DEMAK TAHUN AJARAN 2009/ 2010 SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat Untuk

Lebih terperinci

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban:

MAHRAM. Pertanyaan: Jawaban: MAHRAM Pertanyaan Dari: Mirman Lasyahouza Dafinsyu, syahboy93@gmail.com, SMA Muhammadiyah Bangkinang (disidangkan pada hari Jum at, 9 Jumadilakhir 1432 H / 13 Mei 2011 M) Pertanyaan: Assalamu alaikum w.w.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Rekondisi 1. Proses Jual Beli Praktik jual beli barang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERCERAIAN PERNIKAHAN SIRRI MELALUI ISBAT NIKAH (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Blitar No.0856/Pdt.G/2013/PA.

PENYELESAIAN PERCERAIAN PERNIKAHAN SIRRI MELALUI ISBAT NIKAH (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Blitar No.0856/Pdt.G/2013/PA. PENYELESAIAN PERCERAIAN PERNIKAHAN SIRRI MELALUI ISBAT NIKAH (Studi Putusan Hakim Pengadilan Agama Blitar No.0856/Pdt.G/2013/PA.BL) SKRIPSI OLEH MOCH.HUSEIN NURFAHMI NIM.3221113018 JURUSAN HUKUM KELUARGA

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI TENTANG KONSEP PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER SKRIPSI

ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI TENTANG KONSEP PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PEMIKIRAN MAULANA MUHAMMAD ALI TENTANG KONSEP PERNIKAHAN DALAM PERSPEKTIF KESETARAAN GENDER SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap batal. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14), rukun

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dianggap batal. Dalam Kompilasi Hukum Islam (pasal 14), rukun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah merupakan bagian dari segala hal yang terdapat dalam perkawinan yang wajib dipenuhi.

Lebih terperinci

ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI

ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI ANALISIS KAWIN HAMIL (STUDI PASAL 53 KHI DALAM PERSPEKTIF SADD AL-DZARI AH) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Hukum Islam Jurusan Al-Ahwal al-syakhsiyyah ABTADIUSSHOLIKHIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI. Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Bojonegoro BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN WANITA HAMIL OLEH SELAIN YANG MENGHAMILI A. Analisis Pernikahan wanita hamil oleh selain yang menghamili di Desa Karangdinoyo Kecamatan Sumberrejo Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR SANTRI TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN MENGHAFAL AL-QUR AN SANTRI PONDOK PESANTREN AL-AZIZ LASEM REMBANG

PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR SANTRI TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN MENGHAFAL AL-QUR AN SANTRI PONDOK PESANTREN AL-AZIZ LASEM REMBANG PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR SANTRI TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN MENGHAFAL AL-QUR AN SANTRI PONDOK PESANTREN AL-AZIZ LASEM REMBANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HADIAH/ UANG YANG DIBERIKAN OLEH CALON ANGOTA DPRD KEPADA MASYARAKAT DI KECAMATAN DIWEK A. Pelaksanaan Pemberian Hadiah/ Uang yang Diberikan oleh Calon anggota DPRD

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP A. Deskripsi akad jasa pengetikan skripsi dengan sistem paket di Rental Biecomp Jemurwonosari Surabaya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANCAMAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PASAL 365 AYAT (4) KUHP

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANCAMAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PASAL 365 AYAT (4) KUHP TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP ANCAMAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DALAM PASAL 365 AYAT (4) KUHP (Studi analisis Hukum Responsif dan Progresif) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA A. Tata Cara Pelaksanaan Akad Pelaksanaan akad deposito di BNI Syari ah dimulai pada waktu pembukaan rekening

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu?

Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? "kemal pasa", k_pasa03@yahoo.com Pertanyaan : Bolehkah melaksanakan perkawinan seorang perempuan dengan seorang laki laki yang bapak keduanya saudara sekandung, yaitu seayah dan seibu? Jawaban : Tidak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG A. Analisis Praktik Utang Piutang Hewan Ternak Di Desa Ragang Dari data mengenai proses dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah suatu perjanjian perikatan antara laki-laki dan perempuan, dalam hal ini perkawinan merupakan perjanjian yang sakral untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

Skripsi. Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah. Oleh :

Skripsi. Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah. Oleh : STUDI ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO.103/Pdt.G/2012/PTA.Smg TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KLATEN NO. 1130/Pdt.G/2011/PA.Klt KARENA GUGATAN KABUR (OBSCUUR LIBEL) Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah dalam surat yasin: 36 1 2

Lebih terperinci

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak

tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak 1 A. Latar Belakang Desa Bayur Kidul, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten Karawang memiliki tradisi jalukan pada saat pernikahan. Jalukan adalah suatu permintaan dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB. A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IJAB AKAD NIKAH DALAM FIKIH EMPAT MADZHAB A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Lafadh-Lafadh Ijab yang Sah digunakan dalam Akad nikah diantara Fikih Empat Madzhab Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci