BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dikenal sebagai sumber ekonomi dan pusat bisnis negara Indonesia dengan jumlah penduduknya meningkat setiap tahunnya, baik pendatang maupun penduduk tetap. Dengan dikenalnya kota Jakarta sebagai kota yang tidak pernah berhenti beraktifitas sehingga selalu diwarnai oleh hiruk pikuk kesibukan penduduknya. Dalam penelitian Nature Journal dari Telegraph (22/06/11) yang dilakukan oleh sejumlah peneliti pada 32 orang yang menetap di kota Jakarta menyatakan bahwa padatnya aktifitas seringkali memberikan tekanan tinggi bagi para penduduk baik secara fisik maupun psikologis (melonjaknya tingkat stres). Hal ini disebabkan oleh minimnya hiburan yang dapat dinikmati. Dengan memberikan jenjang waktu untuk beristirahat dapat merilekskan tubuh dan pikiran. Namun, seringkali sempitnya waktu dan biaya membatasi penduduk Jakarta untuk berpergian ke luar kota atau luar negeri dengan tujuan untuk sekedar refreshing bersama keluarga. Keberadaan mega store ataupun mall dan minimnya fasilitas yang menyediakan sarana hiburan dengan pemandangan alam dirasakan kurang mampu memenuhi kebutuhan hiburan dalam liburan bagi masyarakat kota Jakarta. Menurut data dari Dirjen Kepariwisataan Jakarta tahun 2010 hingga 2013 tercatat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan kamar hotel bintang 5 sekitar 70% di setiap tahunnya mengingat tingginya jumlah kedatangan turis lokal maupun turis asing serta dipicu oleh adanya perkembangan kota Jakarta di bidang ekonomi, properti, wisata, hiburan dan bidang lainnya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi penduduk Jakarta, turis lokal maupun turis asing. Hal ini memberikan peluang besar akan pentingnya penambahan kebutuhan akan tempat tinggal sementara bagi turis, bussiness-man dan family. Kota Jakarta sebagai kota yang memiliki tingkat perkembangan yang cukup pesat juga memicu terjadinya perubahan-perubahan di berbagai bidang, termasuk budaya. Pemerintah DKI Jakarta dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2007 pasal 26 ayat (6) mengamanatkan untuk melestarikan dan mengembangkan budaya asli DKI 1

2 2 Jakarta yaitu Betawi yang kini hampir punah sehingga mampu beradaptasi dengan perkembangan DKI Jakarta. Kawasan Pantai Mutiara sebagai salah satu kawasan yang indah di kota Jakarta dengan total luas lahan ± 100 Ha, dalam Undang-Undang No. 27 butir 12 pasal 1 tahun 2007 diberlakukan sebagai lahan reklamasi yang diperuntukkan sebagai fasilitator pembangunan perumahan eksklusif, town house, apartment, hotel dan fasilitas olahraga dengan perbandingan luas lahan reklamasi seluas ± 43 Ha, lahan darat existing ±25 Ha dan perairan seluas ± 32 Ha. Perairan ini difungsikan sebagai dermaga Marina Pantai Mutiara. Namun, pada kenyataan hingga saat ini fasilitas yang belum tersedia adalah hotel. Keunggulan tanah yang premier, dikelilingi oleh perumahan eksklusif dan memiliki kawasan perairan sebagai dermaga kapal-kapal pesiar maupun boat pribadi menjadikan Kawasan Pantai Mutiara sebagai kawasan elite yang berbatasan view langsung dengan laut Jawa di kota Jakarta. Hal ini juga menjadi daya tarik penduduk Jakarta, turis lokal maupun turis asing untuk menikmati keistimewaan Kawasan Pantai Mutiara sebagai sarana peristirahatan dan hiburan saat liburan. Berdasarkan data-data yang diperoleh, salah satu sarana yang mampu mengakomodasi kebutuhan liburan penduduk Jakarta yang jauh dari keramaian untuk beristirahat, peninggkatan kebutuhan kamar hotel akibat peningkatan turis, serta pemenuhan fasilitas hotel yang berbatasan view dengan laut Jawa di Kawasan elite Pantai Mutiara yang belum tersedia serta mendukung program pemerintah dalam pelestarian budaya Betawi yang hampir punah, maka jenis hotel yang sesuai ialah resort hotel yang masih terletak di dalam kota Jakarta dan terletak di daerah peristirahatan sementara bagi yang ingin berlibur dan berekreasi dengan batasan waktu, dimana mereka menikmati potensi alam dan kenyamanan interior tempat peristirahatannya yang bercitrakan etnik budaya Betawi setempat tanpa harus pergi ke luar kota Jakarta (Keputusan Menteri Parpostel nomor KM 94/HK/103/MPPT 1987) dengan standar bintang 5. Untuk mengoptimalkan resort hotel, penulis menggunakan konsep Arsitektur Neo-Vernakular dengan memperhatikan ragam hias dalam budaya Betawi sehingga budaya Betawi yang hampir punah dapat dilestarikan mampu beradaptasi untuk mengikuti perkembangan kota Jakarta. Dengan dasar tersebut, perlu diperhatikan perancangan interior ruang yang mendukung konsep tersebut. Ragam hias budaya Betawi menentukan penggunaan elemen warna, bentuk dan desain perabot serta elemen pembentuk ruang interior serta pengaturan

3 3 pencahayaan yang menentukan suasana ruang sehingga memberikan kenyamanan bagi pengguna ruang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan dari pemikiran dan latar belakang tersebut di atas, beberapa hal menarik untuk dikaji antara lain : 1. Bagaimana perancangan interior ruang yang mencerminkan Arsitektur Neo- Vernakular budaya Betawi? 2. Bagaimana merancang resort hotel yang sesuai dengan standar World Tourism Organization? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengkaji Arsitektur Neo-Vernakular ragam hias budaya Betawi yang digunakan untuk merancang interior ruang resort hotel. 2. Membuat suatu lingkup lingkungan resort hotel yang dapat memenuhi standar World Tourism Organization yang telah ada. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Kajian 1. Konsep Arsitektur Neo-Vernakular Mencakup 8 ragam hias yang pada umumnya diterapkan pada Rumah Tradisional Betawi, yaitu simbol tumpal; bunga melati; matahari; tanaman tapak dara; tanaman kecubung; gigi balang dan tanaman bunga cempaka. 2. Kapasitas dan Besaran Ruang Besaran ruang ditentukan berdasarkan standar kebutuhan ruang untuk kegiatan pengguna resort hotel berbintang 5 yang berlaku secara internasional. Ruang Lingkup Desain 1. Pengaplikasian elemen-elemen Arsitektur yang sesuai dengan kebutuhan dengan konsep Neo-Vernakular budaya Betawi. 2. Penataan tata ruang sesuai dengan kebutuhan dan standar yang berlaku. 3. Pengaplikasian warna pada elemen-elemen Arsitektur Resort Hotel sesuai dengan standar internasional.

4 4 4. Desain dan pemilihan furniture yang dibutuhkan dengan konsep Neo-Vernakular budaya Betawi. Lokasi Proyek ini berlokasi di Jalan Pantai Mutiara R, Penjaringan, Kota Jakarta Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Lokasi ini masih berupa tanah kosong dengan luas lahan ± 8,9735 Ha/ ,2084 m 2. Dalam memilih lokasi, terdapat beberapa hal yang dipertimbangkan. Berdasarkan data yang telah diperoleh, tidak satupun terdapat resort hotel bintang 5 di Jakarta, besarnya potensi Kawasan Pantai Mutiara yang eksklusif dan seharusnya memiliki fasilitas hotel serta letaknya yang masih dalam kota Jakarta yang jauh dari keramaian kesibukan pusat kota Jakarta. Gambar 1. Peta Lokasi Tapak Sumber : Google Maps Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta, secara detail keterangan mengenai lokasi resort hotel yang terpilih adalah sebagai berikut: 1. Batas tapak : Utara : Laut Jawa Timur : Laut Jawa Selatan : Permukiman Barat : Reggata Apartment 2. Luas lahan : 8,9735 Ha/ ,2084 m 2 3. Kelurahan : Pegangsaan Dua 4. Blok/ Sub-blok/ ID Subblok : 06/ 002/ K.3.b 5. Zona/ Sub-Zona : Zona perkantoran, perdagangan dan jasa KDB rendah/ K Koefisien Dasar Bangunan (KDB) : 30% x ,2084 m 2 = m 2

5 5 7. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) : 1.20 x ,2084 m 2 = ,2501 m 2 8. Ketinggian Bangunan (KB) : 4 Lantai 9. Koefisien Dasar Hijau (KDH) : 45% x ,2084 m 2 = ,84378 m Koefisien Tapak Basement (KTB) : 40% x ,2084 m 2 = ,08336 m Garis Sempadan Bangunan (GSB) : 0.5 x 12m = 6m; Tipe : T; PSL : KP

6 6