BAB II KAJIAN TEORI. 1 penelitian sosiologi.blogspot.com /2013/03/kajian-sosiologi.perpolisian-masyarakat.html

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI Dalam Bab II merupakan pembahasan mengenai penelitian terdahulu dan kajian teori yang digunakan dalam menganalisis Hubungan Program Community Oriented Policing dengan Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga (Studi Deskriptif Program Perpolisian Masyarakat (COP) LSM Kampoeng Percik). Sebelum itu bisa dilihat dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan judul penelitian diatas antara lain: Pertama, Bambang B.M. Sugiarto dengan penelitian Kajian Sosiologis Atas Perubahan Sosial Akibat Perpolisian Masyarakat di Putat Jaya Surabaya: Dominasi atau Liberalisasi?, hasil penelitian tersebut bahwa pengembangan POLMAS melalui Pokja COP, sebagaimana ditunjukan melalui deskripsi pertemuan pertemuan multi stakeholder, lebih membuka ruang publik politik autentik dimana masyarakat berkomunikasi secara egaliter, inklusif dan bebas tekanan. Terbukanya ruang publik politik yang autentik merupakan prasyarat bagi tumbuhnya dunia kehidupan, yakni dunia yang ditandai oleh diskursus antar warga dimana tujuan-tujuan ditentukan oleh argumentasi yang lebih baik atau yang terbaik. 1 Kedua, hasil penelitian Arif Alfan Haji, penelitian mengenai Evaluasi Kebijakan Perpolisian Masyarakat (POLMAS), (Studi Deskriptif : Diseminasi Kebijakan POLMAS terhadap Perubahan Sosial di Kota besar Surabaya), hasil penelitian ini menunjukan bahwa diseminasi POLMAS dapat diartikan sebagai proses komunikasi yang bertujuan untuk menyebarkan ide perpolisian modern yang menekankan kemitraan sejajar antara polisi dan masyarakat guna mengatasi permasalahan sosial yang mengancam kamtibmas berdasarkan norma norma 1 penelitian sosiologi.blogspot.com /2013/03/kajian-sosiologi.perpolisian-masyarakat.html 10

2 sosial dan kesempatan local yang menjunjung tinggi prinsip prinsip HAM dan demokrasi, dilakukan secara terkonsep dan terencana dengan baik. 2 Ketiga, penelitian Anda Nuraini, Peran POLMAS Dalam Penanggulangan masalah Konflik Agama di Kota Medan, hasil penelitian ini menjawab mengenai penerapan kebijakan pre-emptif dilaksanakan oleh Bintara POLMAS dengan memberdayakan masyarakat agar sadar hukum, taat hukum serta berpartisipasi dalam pemolisian melalui kegiatan community oriented policing (perpolisian masyarakat). 3 Peneliti peneliti sebelumnya menjawab bahwa POLMAS sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat membuka pandangan masyarakat agar sadar hukum, taat hukum serta ikut berpartisipasi dalam kegiatan POLMAS untuk itu penelitian tentang Hubungan Program Community Oriented Policing dengan Perubahan Perilaku Dalam Kemerdekaan Beragama di Salatiga (Studi Deskriptif Program Perpolisian Masyarakat (COP) LSM Kampoeng Percik), sangat relevan menjadi kajian penelitian Perubahan Sosial Perubahan sosial merupakan suatu hal yang wajar dan akan terus berlangsung sepanjang manusia berinteraksi dan bersosialisasi. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan unsur unsur dalam kehidupan masyarakat, baik yang bersifat materiil maupun immaterial, sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis. Perubahan yang terjadi di masyarakat itu merupakan sebuah proses dimana setiap manusia mengalami perubahan terus menerus. Suatu perubahan itu merupakan gejala gejala sosial yang ada pada masyarakat, dari mulai sifat individual sampai sifat kompleks. Salah satu teori yang merupakan bagian dari perubahan sosial adalah teori dari Neil Smelser /1/09e00167.pdf 11

3 (dalam Lauer, 1993 : ) faktor yang menentukan perubahan sosial adalah : a. Keadaan struktural untuk mengubah, menyangkut penelitian struktur sosial mengetahui implikasinya bagi perubahan yang melekat di dalam struktur itu. b. Dorongan untuk berubah secara tersirat bahwa kondisi menguntungkan secara structural itu sendiri sebenarnya belum memadai. Masih diperlukan sejenis kekuatan dari dalam (internal) atau kekuatan dari luar (eksternal). c. Mobilisasi untuk berubah, berkaitan dengan arah perubahan. Arah perubahan tergantung pada cara-cara mobilisasi sumber sumber dan cara penggunanya untuk mempengaruhi perubahan. Selanjutnya mobilisasi sendiri berkaitan erat dengan kepemimpinan yang terlibat dalam perubahan. d. Pelaksanaan kontrol sosial, kontrol sosial mungkin berwujud kekuatan yang mapan seperti media massa, pejabat pemerintah dan pemimpin agama. Mereka mungkin menentukan arah perubahan yang akan terjadi. Lauer (2001) mendefinisikan perubahan sosial sebagai suatu konsep inklusif yang menunjuk kepada perubahan gejala sosial berbagai tingkat kehidupan manusia, dan mulai dari individual sampai global. Selain itu, (Ralf Dahrendorf, 1986) pada teorinya melakukan kombinasi antara fungsionalisme tentang struktur dan fungsi masyarakat dengan teori konflik antar kelas sosial. Dahrendorf juga berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. Ia yakin bahwa konflik atau pertentangan selalu menjadi bagian dari masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik (konflik sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat. Perubahan sosial terjadi karena masyarakat menginginkan perubahan tersebut. Perubahan itu terjadi karena ada dorongan dari luar sehingga 12

4 masyarakat sadar ataupun tidak mengikuti perubahan. Perubahan sosial yang terjadi dapat meliputi perubahan institusi sosial, perubahan sosial yang terjadi dapat meliputi perubahan institusi sosial, perubahan dalam proses relasi sosial baik jenis maupun lingkupnya, juga perubahan perilaku, termasuk didalamnya faktor yang mendorong dan dampak yang diakibatkan oleh perubahan tersebut. LSM Kampoeng Percik Salatiga bekerjasama dengan kepolisian untuk membentuk suatu perubahan dengan mengadakan program community oriented policing (COP/POLMAS) program inilah yang menjadi faktor dalam perubahan sosial. LSM Kampoeng Percik dan kepolisian membekali masyarakat serta anggota polisi yang mengikuti kegiatan ini untuk dapat berproses dalam pengenalan, sosialisasi, dan pelatihan COP/POLMAS sehingga kegiatan ini dapat mengubah pola pikir dan perilaku manusia. Pada hasil akhirnya, masyarakat dapat tergugah dan dapat berpartisipasi serta bekerjasama dengan kepolisian dalam melakukan perubahan dan pembaharuan dalam bermasyarakat Perubahan Perilaku Sosial Perubahan perilaku masyarakat menyangkut perubahan sistem sistem sosial, dimana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru. Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivias manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati dari luar (Notoatmodjo, 2003 : 114). Perilaku pada dasarnya dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Perilaku adalah pengumpulan pengetahuan, sikap dan tindakan, sedangkan sikap merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar dan dari dalam dirinya perubahan perilaku dalam seseorang dapat terjadi melalui proses belajar (Sarwono, 1999). Perilaku dikembangkan berdasarkan tahapan yang dimulai dari pembentukan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). 13

5 a. Kognitif Tahap kognitif adalah pemahaman mengenai motivasi, emosi dan tindakan manusia. Selain itu, teori kognitif merupakan cara mempersepsikan dan menyusun informasi yang berasal dari lingkungan sekitar. Tahap kognitif secara aktif dapat berupa pengalaman baru, memecahkan suatu masalah, mencari informasi, mencermati lingkungan dan mempraktekkan guna mencapai tujuan. Terbagi tahapan kognitif menjadi 6 bagian diantaranya: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. LSM Kampoeng Percik melalui program community oriented policing (COP/POLMAS) menginginkan masyarakat mendapatkan banyak pengetahun dan pemahaman pentingnya kerjasama antara polisi dan masyarakat. Percik banyak melakukan sosialisasi, seminar dan workshop bagi pegiat COP/POLMAS, proses belajar bersama dimaksudkan agar pegiat COP/POLMAS dapat memahami substansi COP/POLMAS. Pegiat POLMAS sendiri merupakan mitra polisi dalam menjaga kamtibnas dan mendorong polisi untuk memberikan pelayanan publik yang terbaik. b. Afektif Tahapan afektif merupakan komponen emosional atau perasaan.terbagi atas lima tingkatan, yakni : penerima, partisipasi atau merespons, penilaian, mengorganisasi nilai, pembentukan pola atau karakteristik nilai-nilai. Penerima (Receiving) Masyarakat memiliki keinginan untuk memperhatikan isu-isu terutama kemerdekaan beragama dilingkungan sekitar mereka. Dalam hal ini LSM Kampoeng Percik mengarahkan perhatian ke program COP/POLMAS agar masyarakat tertarik. Selain itu, LSM 14

6 Kampoeng Percik dan kepolisian bekerjasama untuk mengenalkan program-program COP untuk menarik minat masyarakat dengan metode sosialisasi, seminar, workshop dan pelatihan. Responding Responding merupakan partisipasi masyarakat dan pegiat COP/POLMAS. LSM Kampoeng Percik bekerjasama dengan polisi dalam memberikan sosialisasi, seminar dan pelatihan dalam membahas isu kemerdekaan beragama oleh polisi dan masyarakat serta partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam menjaga keamanan lingkungnnya dan membuka cara pandang mereka terhadap perbedaan. Dalam kegiatan ini dapat memancing masyarakat untuk merespon kegiatan ini. Penilaian Dalam kegiatan ini masyarakat dan pegiat COP/POLMAS ingin meningkatkan pengetahun dan pemahamannya dalam hal ini LSM Kampoeng Percik memberikan pelatihan tentang POLMAS, kemampuan membangun komunikasi, penyerapan dan pengalian aspirasi, advokasi kebijakan di bidang pelayanan publik, dan manajemen konflik dalam POLMAS. Pengorganisasian Sebelum adanya program COP/POLMAS, masyarakat memiliki pandangan yang negatif terhadap polisi, karena masyarakat beranggapan bahwa polisi tidak bisa melindungi masyarakat. Namun, setelah adanya program community oriented policing masyarakat mulai membuka diri mereka untuk mengubah cara pandang mengenai polisi. 15

7 Karakterisasi Hasil pembelajaran masyarakat dengan polisi berkaitan dengan pribadi, emosi dan sosial. Program COP/POLMAS memberikan sistem nilai yang positif dalam hidupnya. c. Psikomotorik Ranah psikomotorik merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul dan sebaginya.hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (baru tampak dalam bentuk kecenderungan berperilaku). Kemudian hasil belajar dibagi menjadi tujuh tingkatan yaitu : a. Persepsi perception (mampu menafsirkan rangsangan, peka terhadap rangsangan, menyeleksi obyek). b. Kesiapan set (mampu berkonsentrasi, menyiapkan diri secara fisik, emosi dan mental) c. Gerakan terbimbing guided response (mampu meniru contoh, mencoba - coba) d. Gerakan terbiasa mechanism (berketrampilan, berpegang pada pola, respons baru muncul dengan sendirinya) e. Gerakan kompleks complex overt response (sangat terampil, lancar, luwes, supel, gesit, lincah) f. Penyesuaian pola gerakan adaptation (mampu menyesuaikan diri, bervariasi, pemecahan masalah) 16

8 g. Kreatifitas/keaslian creativity/origination (mampu menciptakan yang baru, berinisiatif). Ranah psikomotor akan melihat sampai dimana kemampuan atau keterampilan anggota polisi dan masyarakat yang mengikuti program COP/POLMAS dalam menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam COP/POLMAS Kerangka Pikir LSM Kampoeng Percik Kepolisian Community Oriented Policing (COP/POLMAS) Masyarakat Kampoeng Percik (Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo ) Teori Perubahan Sosial Robert H. Lauer, Ralf Dahrendorf, dan Sarwono Perubahan Perilaku Masyarakat dalam Kemerdekaan Beragama Gambar 1. Kerangka Pikir Pengaruh Program Community Oriented Policing (COP) 17

9 Keterangan : LSM Kampoeng Percik Salatiga bekerjasama dengan kepolisian yang akhirnya membentuk Community Oriented Policing (COP/POLMAS), program tersebut melibatkan partisipasi masyarakat dalam menjalankan program. Dalam program tersebut polisi, masyarakat dan pemerintah bekerjasama untuk membuat perubahan perilaku masyarakat salah satunya dalam program kebebasan beragama di Kota Salatiga. Peneliti menggunakan teori perubahan Robert H. Lauer, Rafl Dahrendorf dan Sarwono karena konflik dan perubahan sosial selalu melekat dalam kehidupan masyarakat. Dalam perubahan sosial maka akan terjadi perubahan perilaku yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik. 18