PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk eperoleh gelar Sarjana Teknik FERLIE INDRAPATI WIRAJAYA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 009

2 UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk eperoleh gelar Sarjana Teknik FERLIE INDRAPATI WIRAJAYA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK JUNI 009 i

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Saya enyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul: PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR Yang dibuat untuk elengkapi sebagian persyaratan enjadi Sarjana Teknik pada Progra Studi Teknik Mesin Departeen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia, sejauh yang saya ketahui, bukan erupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk endapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan aupun di Perguruan Tinggi atau Instansi anapun, kecuali bagian yang suber inforasinya dicantukan sebagaiana estinya. Skripsi ini erupakan bagian dari skripsi yang dikerjakan bersaa dengan saudara Surya Guelar ( ) dengan judul: ANALISA SENSITIVITAS RANCANGAN EVAPORATOR UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN MINI ICE PLANT. Sehingga harap aklu jika ada beberapa bagian dari buku ini ada kesaaannya dengan skripsi tersebut. Naa : Ferlie Indrapati Wirajaya NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 6 JULI 009 ii

4 iii

5 UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT., karena atas berkat dan rahat- Nya, saya dapat enyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dala rangka eenuhi salah satu syarat untuk encapai gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin pada Fakultas Teknik. Saya enyadari bahwa tanpa bantuan dan bibingan dari berbagai pihak, dari asa perkuliahan sapai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk enyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya engucapkan teria kasih kepada: 1) Dr. Ir. M. Idrus Alhaid dan Dr.-Ing, Ir Nasruddin, M.Eng, selaku dosen pebibing yang telah enyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk engarahkan saya dala penyusunan skripsi ini; ) Orang tua (Bapak dan Ibu) serta keluarga saya yang telah eberikan bantuan dan dukungan aterial dan oral; 3) Mohaad Guntur Ario dan Mohaad Taufik yang telah banyak eberi asukan tentang pabrik es, data-data dan eberikan waktu dan perhatian dala ebantu skripsi ini; 4) Surya Guelar dan David Fernando yang telah bekerjasaa dengan baik selaa pengerjaan skripsi ini; 5) Tean-tean seperjuangan PPSE 07, tean-tean teknik pendingin dan kerabat -Erika Sugesty, Yosha Megai, Sepria-, tean kost -Ispa Firazona, Niko Abdillah-. Teria kasih sudah au eberi dukungan, seangat dan sharing; 6) Seluruh civitas FT UI, khususnya Teknik Mesin. Yang au eneani dan ebantu enyusun skripsi ini. Akhir kata, saya berharap seoga Allah SWT. berkenan ebalas segala kebaikan seua pihak yang telah ebantu. Depok, 6 Juli 009 iv Penulis

6 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akadeik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Naa : Ferlie Indrapati Wirajaya NPM : Progra Studi : Teknik Mesin Departeen : Teknik Mesin Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi dei pengebangan ilu pengetahuan, enyetujui untuk eberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya iliah saya yang berjudul : PERANCANGAN MESIN REFRIGERASI PADA MINI ICE PLANT DENGAN 3 KOMPRESOR beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak enyipan, engalihedia/foratkan, engelola dala bentuk pangkalan data (database), erawat, dan eublikasikan tugas akhir saya selaa tetap encantukan naa saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai peilik Hak Cipta. Deikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 6 Juli 009 Yang enyatakan (Ferlie Indrapati Wirajaya) v

7 ABSTRAK Naa Progra Studi : Ferlie Indrapati Wirajaya : Teknik Mesin Judul : Perancangan Mesin Refrigerasi pada Mini Ice Plant dengan 3 Kopresor Dibeberapa daerah di Indonesia, terutaa daerah terpencil banyak nelayan yang engalai kesulitan dala penanganan ikan segar agar tidak cepat rusak dan ebusuk setelah ditangkap karena keterbatasan alat refrigerasi. Penelitian ini bertujuan untuk enghasilkan suatu pabrik es ini yang eiliki obilitas yang baik. Sehingga dapat enjangkau daerah-daerah terpencil. Dengan tujuan tersebut pabrik es ini ini eanfaatkan kontainer berukuran 0 ft sebagai ruang produksinya. Kapasitas produksi es sebanyak 1,5 ton per hari, dengan waktu pebekuan per harinya ja. Siste refrigerasi ini ice plant ini enggunakan kopressor paralel untuk pengendalian kapasitasnya hal ini karena pertibangan efisiensi, evaporator bersiste genangan (flooded evaporator) diana siste ini eiliki tingkat perpindahan kalor yang cukup efisien, sedangkan untuk kondenser digunakan kondenser berpendingin udara dengan pertibangan keudahan siste instalasi engingat kontainer dirancang untuk eiliki obilitas yang cukup baik. Kata kunci: Mini Ice Plant, Refrigerasi, Kopresor paralel, Flooded evaporator vi

8 ABSTRACT Nae Study Progra Title : Ferlie Indrapati Wirajaya : Mechanical engineering : Designing of Refrigeration Machine of Mini Ice Plant by used 3 Copressors Soe island in Indonesia, especially purilieus one, any fisheren having a proble on handling the freshness of fish in order to prevent rotten condition on the fish because of there is no refrigeration devices. This research is purposed to obtain an ini ice plant which has high obility. So that can reach purilieus island. Based on that purposed this kind of ini ice plant use 0 ft container as production roo. Production capacity of ice is about 1,5 tons per day with tie freezing about hours. This refrigeration syste use parallel copressor for controlling capacity because of efficiency consideration, evaporator with flooded syste is used for design with considering its high heat transfer rate rather than direct expansion syste. Air cooled condenser ake instalation becoe ore siple rather than another type, this is because container is design for good obility. Key words: Mini Ice Plant, Refrigeration, Parallel Copressor, Flooded Evaporator vii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... HALAMAN PENGESAHAN... UCAPAN TERIMA KASIH... i ii iii iv HALAMAN PERSETUJUAN...v ABSTRAK..... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PERUMUSAN MASALAH TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Peruusan Masalah Pengupulan Data Pengolahan Data SISTEMATIKA PENULISAN... 3 BAB II LANDASAN TEORI TEORI DASAR PERPINDAHAN KALOR Konduksi Konveksi KALOR (HEAT) Kalor Sensibel (Sensible Heat) Kalor Laten (Latent Heat) PROSES REFRIGERASI SISTEM KOMPRESI GAS TEMPERATUR Beda Suhu Rata-Rata Logaritik LMTD Pada Evaporator REFRIGERAN PRIMER viii

10 .7. REFRIGERAN SEKUNDER EVAPORATOR Deskripsi Uu Siste Pengaturan Aliran Refrigeran ke Evaporator Direct Expansion (DX) Syste Flooded Syste Jenis Flooded Evaporator KOMPRESOR Kendali Kapasitas pada Kopresor KATUP EKSPANSI Katup Apung pada Tekanan-Rendah... BAB III KONSEP DAN LANDASAN PERANCANGAN KONSEP RANCANGAN PREVIEW RANCANGAN SISTEM REFRIGERASI KONTAINER REFRIGERANT Pertibangan Rancangan Tetapan Rancangan SECONDARY COOLANT Pertibangan Rancangan Tetapan Rancangan EVAPORATOR Pertibangan Rancangan Tetapan Rancangan Menentukan Teperatur Evaporasi KOMPRESOR Pertibangan Rancangan Tetapan Rancangan KONDENSER Pertibangan Rancangan Tetapan Rancangan Menentukan Teperatur Kondensasi BEDA SUHU RATA-RATA LOG LMTD pada Evaporator TRUE TEMPERATURE FAKTOR PENGOTORAN (FOULING FACTOR) KOEFISIEN KONVEKSI DUA FASA ALIRAN REFRIGERAN DALAM TUBE PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR PADA BERKAS TUBE DALAM EVAPORATOR TANK Aliran Pada Berkas Tube OVERALL HEAT TRANSFER PERHITUNGAN LUAS PERPINDAHAN KALOR PERHITUNGAN PRESSURED DROP DIDALAM PIPA EVAPORATOR Gesekan Fluida dengan Dinding Pipa ix

11 Perubahan Kecepatan Fluida Tekanan Hidrostatik Pressure Drop Total di Pipa Lurus Pressure Drop dibelokan Pipa Total Pressure Drop di belokkan Total Pressure Drop di Evaporator BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN PERHITUNGAN BEBAN REFRIGERASI Kalor Sensibel Air Kalor Laten Kalor Beku Es Kalor Cetakan Beban Pendinginan Total Faktor Keaanan PERHITUNGAN DAYA PENDINGINAN PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KOMPRESOR Laju Aliran Refrigeran Daya Kopresor PERHITUNGAN EVAPORATOR Data-data yang digunakan Menentukan Perbedaan Teperatur Optiu Evaporator Penentuan LMTD Penentuan True Teperatur Koefisien Konveksi Perpindahan Kalor Sisi Refrigeran Menghitung Nilai Koefisien Konveksi Perpindahan Kalor Sisi Brine Menghitung Nilai Perpindahan Kalor Menyeluruh Menghitung Luas Perpindahan Kalor Rancangan Menghitung Panjang Satu Buah Pipa Evaporator Menghitung Pressure Drop Dala pipa Evaporator PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER BAB V KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN...86 DAFTAR ACUAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR GAMBAR Gabar.1 Perpindahan Kalor Konduksi dan Konveksi... 5 Gabar. Energi yang dibutuhkan untuk engubah teperatur dan fase air... 7 Gabar.3 p-h Diagra... 9 Gabar.4 Diagra alir siste kopresi gas dengan Flooded Evaporator.. 11 Gabar.5: Epat susunan dasar LMTD (a).counter flow, (b). Co-current atau parallel flow, (c). Constant-teperature source and risingteperature receiver, (d). Constant-teperature receiver and falling-teperature source Gabar.6. Perubahan perbedaan teperatur dari fluida yang didinginkan...17 Gabar.7 Skea siste refrigerasi dengan brines sebagai refrigerant sekunder Gabar.8 Flooded Evaporator Gabar.9 Flooded Evaporator (Courtesy of Vilter Manufacturing Copany) Gabar.10 Flooded evaporator (a). Shell-&-tube (b), Jacketted (c). Raceway... 0 Gabar.11 Preview Katup apung... Gabar.1 Titik-titik keseibangan dengan berbagai kondisi beban, enggunakan katup apung. Tekanan kondenser konstan 3 Gabar 3.1 Diagra siste refrigerasi Mini Ice Plant... 5 Gabar 3. Preview tata letak siste refrigerasi Mini Ice Plant... 6 Gabar 3.3 Preview Kontainer... 7 Gabar 3.4 Gabar Pengukuran Baue Density Gabar 3.5 Spesifikasi larutan sodiu klorida yang digunakan Gabar 3.6 Diensi tangki evaporator...3 Gabar 3.7 LMTD untuk evaporator...37 Gabar 3.8 Perubahan perbedaan teperatur dari fluida yang didinginkan xi

13 (cooled liquid)...38 Gabar 3.9 Koefisien perpindahan kalor adalah julah kontribusi antara convective dan nucleate boiling...41 Gabar 3.10 Layout Tube...4 Gabar Sikuit teral untuk perpindahan kalor pada alat penukar-kalor.45 Gabar 3.1 Konfigurasi pipa evaporator...51 Gabar 3.13 Skeatik dari belokan (return bend 180 o )...5 Gabar 4.1 Siklus refrigerasi ideal dengan superheat 5K...59 Gabar 4. Layout Evaporator di dala Ruang Produksi...73 Gabar 4.3 Preview Model Evaporator...76 Gabar 4.4 Skeatik dari belokan (return bend 180 o )...78 Gabar 5.1 Diensi tangki evaporator...83 Gabar 5. Flooded evaporator...83 Gabar 5.3. Pengontrolan Oli pada Siste Kopresor Parallel (Courtesy of Henry Valve Co., USA)...87 xii

14 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Beberapa spesifikasi refrigerant... 8 Tabel 3.. Waktu operasi yang paling optial Tabel 3.3. Patokan penetuan suhu kondensasi Tabel 3.4. Nilai faktor pengotoran untuk berbagai jenis fluida Tabel 3.5 Konstanta C1 dan Tabel 4.1. Data-data yang digunakan dala perhitungan beban refrigerasi Tabel 4.. Safety Factor dala eperhitngkin rugi-rugi kalor (heat loss)...57 Tabel 4.3. Properti refrigeran disetiap Tabel 4.4. Spesifikasi inial untuk satu kopresor Tabel 4.5. Data-data rancangan kopresor Tabel 4.6. Langkah-langkah peilihan kopresor... 6 Tabel 4.7. Perbedaan Spesifikasi Kopresor Rancangan Dengan Aktual Tabel 4.8. Data-data yang digunakan dala perhitungan evaporator Tabel 4.9. Perbedaan teperatur yang optial untuk evaporator xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 DATA TEMPERATUR SAAT OBSERVASI DI PABRIK ES LAMPIRAN PREVIEW MODEL EVAPORATOR LAMPIRAN 3 SPESIFIKASI KOMPRESOR LAMPIRAN 4 THERMAL PROPERTIES OF ICE LAMPIRAN 5 GAMBAR DIPTANK, EVAPORATOR TANK DAN ICE BANK LAMPIRAN 6 GAMBAR SAAT OBSERVASI KE PABRIK ES xiv

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Potensi produksi perikanan Indonesia encapai 65 juta ton per tahun. Dari potensi tersebut hingga saat ini dianfaatkan sebesar 9 juta ton. Naun, potensi tersebut sebagian besar berada di perikanan budidaya yang encapai 57,7 juta ton per tahun dan baru dianfaatkan,08%. Sedangkan potensi perikanan tangkap (laut dan perairan uu) hanya sebesar 7,3 juta ton per tahun dan telah dianfaatkan sebesar 65,75% Julah ekspor perikanan di Indonesia sebesar ton ( 1,54% ) dari total produk nasional, yakni 4,6 juta ton. Julah ikan yang dipasarkan dala bentuk segar encapai 77,6% dan produk es nasional sebesar,9 juta ton. 30% dari produksi es tersebut dipakai untuk produk ikan yang diekspor. Oleh karena itu utu ikan yang dipasarkan dala negeri asih kurang bagus. Julah produksi es nasional yang tidak sebanding dengan julah hasil tangkapan ikan dikarenakan kurangnya julah industri atau pabrik penghasil es, khususnya di daerah-daerah terpencil di luar pulau Jawa. Sangat sedikitnya pabrik es di daerah terpencil di luar Jawa disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: Sarana transportasi ke daerah terpencil yang kurang eadai sehingga enyulitkan distribusi pengadaan peralatan pabrik es. Kurangnya tenaga ahli aupun buruh bangunan yang pandai untuk ebangun sebuah pabrik es. Sehingga biayanya akan sangat ahal sekali jika tenaga ahli dan buruh seuanya didatangkan dari pulau Jawa. Kebutuhan yang besar akan tenaga listrik untuk engoperasikan pabrik es Oleh sebab itu perlu dikebangkan suatu pabrik es yang dapat engakses ke berbagai daerah terutaa daerah nelayan terpencil, dengan biaya instalasi yang relative urah dan eiliki kapasitas produksi es dala julah yang relatif besar. 1

17 1.. PERUMUSAN MASALAH Perasalahan yang akan dibahas dala penelitian adalah engenai kebutuhan es bagi nelayan selaa ereka encari ikan dan tangkapan lainnya 1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah tersedianya pabrik es ini yang dapat digunakan oleh nelayan yang ada didaerah terpencil diluar Jawa dengan biaya yang relatif urah dan heat energi sehingga kebutuhan es yang dibutuhkan nelayan dapat terpenuhi Manfaat Penelitain Manfaat penelitian ini adalah eningkatnya kualitas dan produksi ikan bagi nelayan-nelayan di daerah terpencil di luar Jawa dengan tersedianya es untuk enjaga kesegaran dan kualitas hasil tangkapan. Dengan deikian, diharapkan pendapatan nelayan akan eningkat sehingga dapat eningkatkan devisa negara RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari atas beberapa aspek, yaitu: Penyediaan es bagi nelayan yang ada di daerah terpencil. Pebuatan sebuah pabrik es ini dengan biaya rendah untuk ditepatkan di daerah terpencil yang dapat enghasilkan es sebanyak ungkin untuk eenuhi kebutuhan nelayan. Adapun batas-batas terhadap penelitian yang dilakukan, yakni: Kapasitas produksi es balok yang akan dihasilkan per harinya. Diensi dari pabrik es ini, yaitu digunakannya satu buah kontainer dengan panjang 0 ft sebagai pabrik es ini. Diensi dari tangki evaporator yaitu 3540 x 300 x 450 []. Hal ini sebagai batasan dari perancangan diensi dari flooded evaporator. Penelitian sebatas pada perancangan spesifikasi kopresor dan kondenser serta perhitungan diensi flooded evaporator dari pabrik es ini.

18 METODOLOGI PENELITIAN berikut: Pada pelaksanaannya penelitian ini dilakukan dengan etodologi sebagai Peruusan Masalah Perasalahan yang akan dibahas dala penelitian ini adalah engenai kebutuhan es bagi nelayan selaa ereka elaut encari ikan dan tangkapan Pengupulan data Pengupulan data dilakukan dengan cara : Studi Lapangan Yakni dengan engunjungi beberapa pabrik es yang ada di daerah Pulo Gadung, Jakarta Tiur, Studi Literatur Yakni dengan engacu pada beberapa referensi tentang standar-standar pebuatan es Pengolahan data Peilihan aterial yang digunakan untuk ebuat pabrik es ini dengan standar aterial dari referensi yang ada. Pengolahan data dilakukan elalui penentuan teperatur evaporasi dan teperatur brine pada sisi asuk serta sisi keluar. Melakukan perhitungan beban refrigerasi yang dibutuhkan. Peilihan esin-esin refrigerasi seperti evaporator, kondenser dan kopresor serta peilihan jenis refrigeran yang digunakan SISTEMATIKA PENULISAN Skripsi ini terdiri dari 5 bagian pokok, yaitu: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, peruusan asalah, tujuan penelitian, anfaat penelitian, batas-batas penelitian, asusi-asusi yang digunakan, etodologi penelitian, dan sisteatika penulisan.

19 4 BAB II DASAR TEORI Bab ini berisi teori-teori atau hal-hal yang enjadi pendukung dari penelitian, seperti perpindahan kalor, penjelasan engenai siste refrigerasi, refrigerant, dan pendingin sekunder. BAB III PERANCANGAN Bab ini berisi alat dan aterial yang digunakan untuk pengukuran, etode pengukuran yang digunakan, serta hasil pengukuran. BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN Bab berisi perhitungan perpindahan kalor yang terjadi, dan analisa terhadap hasil untuk engetahui apa yang enyebabkan fenoena tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini erupakan kesipulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk penelitian selanjutnya.

20 5 BAB II LANDASAN TEORI.1. TEORI DASAR PERPINDAHAN KALOR Bila dala suatu siste terdapat gradien suhu atau bila dua siste yang teperaturnya berbeda disinggungkan, aka akan terjadi perpindahan energi. Proses diana transport energi itu berlangsung disebut sebagai perpindahan kalor. Perpindahan energi dala bentuk kalor adalah selalu dari ediu berteperatur tinggi ke ediu berteperatur rendah dan perpindahan kalor tersebut akan berhenti ketika kedua ediu telah encapai teperatur yang saa (setibang). Kalor dapat dipindahkan dala tiga jenis cara yang berbeda yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi..1.1 Konduksi Konduksi adalah perpindahan kalor yang terjadi elalui pergolakan olekular suatu aterial tanpa diikuti perpindahan aterial secara enyeluruh. Contoh dari konduksi adalah ketika suatu batang loga yang dipanaskan pada salah satu ujungnya, aka panas tersebut laa kelaaan akan dapat dirasakan diujung yang lain. Gabar.1. Perpindahan Kalor Konduksi dan Konveksi 5

21 6.1. Konveksi Konveksi adalah perpindahan kalor elalui gerakan assa dari fluida seperti air atau udara, ketika fluida yang dipanaskan bergerak enjauhi suber panas dan enuju daerah dengan teperatur lebih rendah dengan ebawa energi. Contoh dari peristiwa konveksi adalah ketika proses easak air, diana air yang berada pada bagian bawah wadah akan bergerak enjauhi suber panasnya. Perpindahan kalor dengan cara konveksi ini dapat dibedakan enjadi dua aca, yaitu konveksi bebas (free convection), diana aliran terjadi akibat dari gaya apung yang tibul dari perbedaan densitas fluida karena variasi teperatur dala fluida. Yang selanjutnya adalah konveksi paksa (forced convection), diana aliran yang terjadi akibat adanya kerja dari luar seperti kipas, popa ataupun pergerakan angin... KALOR (HEAT) Refrigerasi adalah proses eindahkan kalor. Panas erupakan suatu bentuk energi. Ini erupakan fakta yang tidak dapat diingkari bahwa panas dapat diubah enjadi suatu bentuk energi lainnya deikian juga sebaliknya, bentuk energi lainnya dapat pula diubah enjadi energi panas. Secara prinsip terodinaika, panas dinyatakan sebagai energi yang berpindah dari satu zat ke zat lainnya sebagai akibat dari adanya perbedaan suhu antara kedua zat tersebut. Pada energi lainnya, perpindahan energi dapat berlangsung karena adanya suatu usaha yang dilakukan pada benda. Bila suatu benda engalai kenaikan suhu kita nyatakan bahwa energi panas telah diberikan kepada benda tersebut. Begitu sebaliknya, bila suatu benda engalai penurunan suhu, aka kita nyatakan bahwa energi panas yang ada pada benda tersebut telah diabil. Perubahan suhu ini beribas pada perubahan energi internal total yang diiliki oleh olekul benda tersebut. Dala hal kenyataannya, penabahan dan pengurangan energi tidak selalu dibarengi dengan perubahan suhu. Dala kondisi tertentu penabahan dan pengurangan energi

22 7 internal yang dikenakan pada suatu benda justru akan erubah wujud benda tersebut. Selaa proses perubahan wujud, suhu benda relatif konstan. Dala refrijerasi dan tata udara, kita berhubungan secara langsung dengan energi panas berikut perhitungan penabahan dan pengurangan energi panas. Jika sebuah zat diberikan atau pun elepaskan kalor, aka ada dua hal yang ungkin terjadi, yakni zat tersebut akan engalai perubahan teperatur atau hal lain yang ungkin terjadi adalah zat tersebut akan engalai perubahan wujud (fase). Apabila kalor tersebut hanya digunakan untuk perubahan teperatur saja, aka kalor tersebut biasa dikenal dengan kalor sensibel (sensible heat), sedangkan jika kalor tersebut digunakan untuk erubah wujud (fase) zat, aka kalor itu biasa disebut dengan kalor laten (latent heat). Gabar.. Energi yang dibutuhkan untuk engubah teperatur dan fase air..1. Kalor Sensibel (Sensible Heat) Kalor sensibel adalah kalor yang digunakan oleh suatu zat untuk erubah teperatur zat tersebut. Jika zat eneria kalor, aka teperaturnya akan naik, sedangkan jika zat tersebut elepaskan kalor, aka zat tersebut engalai penurunan teperatur. Kalor sensibel ini tidak sapai enyebabkan zat engalai perubahan fase. Secara uu kalor sensibel yang digunakan untuk erubah teperatur suatu zat diruuskan dengan:

23 8 Q=.Cp.ΔT Diana: Q = Besarnya energi kalor sensibel yang bekerja pada suatu zat (J) = Massa zat yang engalai perubahan teperatur (kg) Cp = Kalor jenis (J/kg.K) ΔT = Perubahan teperatur yang terjadi (K)... Kalor Laten (Latent Heat) Kalor laten adalah kalor yang digunakan untuk erubah wujud atau fase suatu zat. Perubahan fase terjadi apabila suatu zat sudah encapai titik jenuhnya. Pada saat zat engalai perubahan fase, zat tersebut tidak engalai perubahan teperatur. Ada dua jenis kalor laten pada suatu zat, yakni kalor laten yang digunakan untuk eleburkan atau ebekukan suatu zat, atau biasa dikenal dengan kalor lebur atau pun kalor beku, dan kalor laten yang digunakan untuk enguapkan atau engebunkan suatu zat, atau biasa dikenal dengan kalor uap atau kalor ebun. Biasanya energi yang digunakan untuk erubah fase suatu zat lebih besar daripada energi yang digunakan untuk erubah teperaturnya. Sehingga, pada tekanan yang saa, lebih sulit untuk erubah fase suatu zat daripada erubah teperaturnya saja. Secara uu, kalor yang digunakan untuk erubah fase suatu zat diruuskan dengan : Q=.h l Diana : Q = Besarnya energi kalor laten yang bekerja pada suatu zat (J) = Massa zat yang engalai perubahan teperatur (kg) h l = Kalor laten (kj/kg) Hubungan antara energi kalor dengan laju perpindahan kalor yang terjadi adalah sebagai berikut: Q = q.δt

24 9 Diana: Q = Besarnya kalor laten yang bekerja pada suatu zat (J) q = Laju perpindahan kalor (Watt) Δt = Waktu yang dibutuhkan untuk eindahkan energi kalor (s).3. PROSES RERIGERASI Proses refrigerasi adalah sebuah proses peindahan kalor/panas dari suatu tepat dan eindahkannya ke tepat lain. Proses ini terjadi antara edia penyerap/pelepas kalor dengan edia lain. Media penyerap/pelepas kalor itu berupa refrigeran dan edia lainnya dapat berupa udara dan air. Selaa proses terjadi, refrigeran engalai perubahan fase, yaitu dari fase cair ke uap (proses evaporasi) dan dari fase uap enjadi fase cair kebali (proses kondensasi). Proses refrigerasi yang terjadi erupakan proses siklus refrigeran secara tertutup, diana perubahan-perubahan fase refrigeran terjadi dala satu rangkaian. Pada proses pertaa, refrigeran berfase uap dikopresi dikopresor. Hal ini akan enaikkan teperatur dan tekanan dari refrigeran tersebut. Setelah itu, refrigeran bergerak ke kondenser dan terjadi proses kondensasi. Pada proses ini, refrigeran elepas sejulah kalor ke lingkungan sehingga teperaturnya enjadi lebih hangat (efek peanasan). Hal itu erubah fase refrigeran dari fase uap enjadi fase cair. Gabar.3 p-h Diagra

25 10 Refrigeran dialirkan ke katup ekspansi sebelu ke evaporator. Hal ini diaksudkan untuk enurunkan tekanan dari refrigeran. Pada evaporator terjadi proses evaporasi, diana refrigeran enyerap kalor yang diabil dari lingkungan sehingga teperatur lingkungan enjadi lebih dingin. Kedua proses perubahan fase (kondensasi dan evaporasi) terjadi pada tekanan dan teperatur tertentu. Proses evaporasi terjadi pada tekanan rendah, yang engakibatkan titik uap dari cairan refrigeran turun jauh di bawah teperatur lingkungan sehingga penguapan refrigeran dapat terjadi. Sedangkan proses kondensasi terjadi pada tekanan yang tinggi, yang engakibatkan titik ebun dari uap refrigeran naik elebihi suhu lingkungan sehingga kondensasi uap refrigeran dapat terjadi..4. SISTEM KOMPRESI GAS (Vapor Copresion Syste) Siste Kopresi Gas erupakan esin refrigerasi yang berisi fluida penukar kalor (refrigeran) yang bersirkulasi terus enerus. Selaa bersirkulasi di dala unitnya aka refrigeran tersebut akan selalu engalai perubahan wujud dari gas ke liquid dan kebali ke gas. Proses tersebut berlangsung pada suhu dan tekanan yang berbeda, yaitu tekanan tinggi dan pada tekanan rendah. Tekanan tinggi diperoleh karena adanya efek kopresi, yang dikerjakan oleh kopresor. Oleh karena itu siste refrigerasi ini lazi disebut sebagai siste kopresi gas. Gabar.4 eperlihatkan diagra alir suatu siste kopresi gas sederhana. Sesuai dengan proses yang terjadi di dala siklus refrigeran aka siste refrigerasi kopresi gas epunyai 4 koponen utaa yang saling berinteraksi satu saa lain, yaitu : - Evaporator untuk proses evaporasi liquid refrigeran. - Kopresor untuk eningkatkan tekanan gas refrigeran. - Kondenser untuk proses kondensasi gas refrigeran. - Katup ekspansi untuk enurunkan tekanan liquid refrigeran yang akan di asuk ke evaporator.

26 11 Gabar.4. Diagra alir siste kopresi gas dengan Flooded Evaporator Suber: SISTEM REFRIGERASI DAN TATA UDARA, JILID 1; Sapto Widodo, Syasuri Hasan; Depdiknas (dengan perubahan) Evaporator (1) : Menyediakan transfer panas elalui luas perukaannya, sehingga panas yang terkandung di brine yang ada di dala ruang dapat diserap oleh penguapan refrigeran cair yang engalir di dala koil evaporator. Suction line () : Saluran yang terletak pada sisi tekanan rendah kopresor, untuk enyalurkan refrigeran gas bertekanan rendah dari evaporator enuju ke katup hisap kopresor. Copressor (3) : Merupakan jantung siste refrigerasi kopresi gas, berfungsi enghisap refrijeran gas dari evaporator dan enaikkan suhu dan

27 1 tekanan refrijeran ke suatu titik di ana refrijeran gas akan engebun dengan udah pada kondisi noral edia kondensasinya. Discharge line (4) : Saluran yang terletak pada sisi tekanan tinggi kopresor, untuk enyalurkan refrigeran gas bertekanan dan bersuhu tinggi dari katup tekan kopresor enuju ke kondeser. Condensor (5) : Menyediakan transfer panas elalui luas perukaannya, sehingga energi panas yang yang terkandung dala refrigeran dapat dipindahkan ke edia kondensasi. Receiver Tank (6) : Sebagai pengupulan refrigeran cair sebelu dialirkan ke evaporator, sehingga refrigeran cair ke evaporator dapat dijaga konstan sesuai keperluan. Liquid line (7) : Saluran yang terletak pada sisi asuk katup ekspansi, untuk enyalurkan refrijeran cair dari receiver tank ke refrigerant control. Refrigerant control (8) : Berfungsi untuk engatur julah refrijerant cair yang akan diuapkan di evaporator dan untuk enurunkan tekanan refrijeran cair yang asuk ke evaporator, sehingga refrijeran cair dapat diuapkan pada suhu rendah sesuai yang diinginkan.

28 13.5. TEMPERATUR Teperatur erupakan paraeter paling berpengaruh dala perancangan ini ice plant ini. Karena teperatur lah yang hendak dicapai dari proses pebekuan..5.1 Beda Suhu Rata-Rata Logaritik Pada sebuah alat penukar kalor, nilai kalor didapat dari persaaan : Q = U.A.ΔT l (.3) Diana: Q = Energi kalor yang dilepas atau diteria suatu zat [kw] U = Koefisien perpindahan kalor enyeluruh [W/.K] A = Luas perukaan perpindahan kalor [ ] ΔT l = Beda teperatur [K] Gabar dibawah ini enunjukkan bahwa beda-suhu antara fluida-panas dan fluida-dingin pada waktu asuk dan pada waktu keluar tidaklah saa dan kita perlu enentukan nilai rata-rata untuk digunakan pada persaaan (.3) Gabar.5: Epat susunan dasar LMTD (a).counter flow, (b). Co-current atau parallel flow, (c). Constant-teperature source and rising-teperature receiver, (d). Constant-teperature receiver and falling-teperature source

29 14 Untuk counterflow exchanger diana fluida engalir berlawanan arah elalui exchanger (Gbr.8a) (.4) Untuk co-current exchanger diana aliran fluida engalir dengan arah yang saa elalui exchanger (Gbr.8b) (.5) Untuk sebuah penukar-kalor yang eiliki suber kalor berteperatur konstan, t s = t 1 = t, dan peneria kalor berteperatur eningkat (Gbr.8c) (.6) Untuk sebuah penukar yang eiliki peneria kalor berteperatur konstan, t s = t 1 = t, dan suber kalor berteperatur enurun (Gbr.8d) (.7) Forula sederhana diatas yang digunakan untuk enghitung Log Mean Teperature Difference tidak dapat diterapkan pada susunan penukar-kalor selain yang terdeskripsikan pada gabar.8 Berdasarkan ruus diatas aka dengan kata lain LMTD adalah beda-suhu pada satu ujung penukar-kalor dikurangi beda-suhu pada ujung yang satu lagi dibagi dengan logarita alaiah daripada perbandingan kedua beda-suhu tersebut.

30 15.5. LMTD Pada Evaporator Pada sebuah evaporator teperatur asuk dan keluar refrigerannya cenderung saa pada tekanan yang saa pula. Perubahan teperatur dala sebuah evaporator sangat kecil, sehingga diabaikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Jika non-volatile fluid (fluida yang tidak udah enguap, dala hal ini brine) dipanaskan atau didinginkan, kalor sensibel akan berubah begitu juga dengan teperatur, sehingga ΔT disepanjang dinding heat exchanger akan enjadi tidak konstan. Selaa laju perubahan teperatur (heat flow) terjadi secara proporsional terhadap ΔT di titik ana pun, aka kurva teperaturnya berbentuk eksponensial. Pada kasus diana edia pendinginnya adalah evaporating liquid (R), teperatur dari cairan ini secara substansial, akan tetap konstan dikeseluruhan proses, selaa cairan enyerap kalor laten. Gabar.6. Perubahan perbedaan teperatur dari fluida yang didinginkan Jadi, teperatur yang digunakan ketika refrigeran asuk dan keluar adalah teperatur evaporator (Tev). Hal ini enghasilkan nilai sebuah LMTD berbeda dengan tipe aliran searah ataupun yang berlawanan arah..6. REFRIGERAN PRIMER Proses refrigerasi terjadi antara edia penyerap/pelepas kalor dengan lingkungan. Media yang digunakan untuk ebawa untuk eindahkan kalor disebut dengan refrigerant. Selaa terjadinya proses refrigerasi, refrigerant engalai perubahan fase, yaitu dari fase cair ke uap (proses penguapan) dan dari fase uap kebali lagi ke fase cair (proses pengebunan).

31 16 Sebuah refrigerant harus dapat elakukan proses ini secara berulangulang tanpa engalai perubahan pada karakteristiknya. Saat ini yang sering dijadikan pertibangan dala eilih refrigerant untuk suatu siste refrigerasi, aat dipengaruhi oleh perasalahan lingkungan seperti berlubangnya lapisan ozon dan peanasan global. Pada uunya refrigerant yang sering digunakan dipasaran adalah jenis R11, R1, R, R50, R134A, R404A dan aonia (R717). Diantara refrigerant-refrigerant tersebut, yang terasuk kedala refrigerant raah lingkungan hanya aonia. Naun deikian aonia kurang cocok untuk digunakan pada refrigerasi koersial, hal ini karena sifat aonia yang beracun dan udah terbakar. Karakteristik ideal sebuah refrigerant adalah sebagai berikut: a) Meiliki kalor jenis yang tinggi b) Saat di suction eiliki densitas yang tinggi c) Tidak korosif, tidak beracun dan tidak udah terbakar d) Cocok dengan aterial dari koponen dan inyak peluas e) Tekanan kerjanya yang asuk akal (tidak terlalu tinggi atau dibawah tekanan atosfir) f) Mudah di deteksi jika engalai kebocoran. g) Raah lingkungan. Peilihan refrigeran dan suhu pendingin dan beban yang diperlukan enentukan peilihan kopresor, juga perancangan kondenser, evaporator, dan alat pebantu lainnya. Faktor tabahan seperti keudahan dala perawatan, persyaratan fisik ruang dan ketersediaan utilitas untuk peralatan pebantu (air, daya, dll.) juga epengaruhi peilihan koponen..7. REFRIGERANT SEKUNDER Refrigerant sekunder adalah fluida kerja yang berfungsi untuk engabil kalor dari suatu tepat, diana kalor tersebut akan diabil lagi oleh refrigerant utaa. Salah satu contoh dari refrigerant sekunder adalah brines yang erupakan larutan gara inorganik dala air. Brines akan digunakan saat teperatur kerja

32 17 pada siste refrigerasi dibawah 0 ºC. Pada uunya larutan gara yang sering digunakan sebagai brines adalah sodiu klorida dan kalsiu klorida. Gabar.7. Skea siste refrigerasi dengan brines sebagai refrigerant sekunder Diana fluida refrigeran sekunder disirkulasikan dan teperatur kerja dibawah 0 o C, aka digunakan fluida capuran yang tidak dapat ebeku. Fluida ini disebut brine. Brine adalah larutan gara dala air. Terdapat dua jenis yang uu digunakan yaitu sodiu chloride dan calciu chloride. Sodiu chloride (NaCl) dapat digunakan untuk industri yang kontak langsung dengan akanan. Sedangkan calciu chloride eiliki rasa yang tidak enyenangkan tidak diizinkan untuk berkontainasi dengan akanan..8. EVAPORATOR.8.1. Deskripsi uu Evaporator adalah edia peindahan energi panas elalui perukaan agar refrijeran cair enguap dan enyerap panas dari udara dan produk yang ada di dala ruang tersebut.

33 Siste pengaturan aliran refrigeran ke evaporator Terdapat dua cara untuk engatur aliran refrigeran yang elalui evaporator: a. Direct Expansion (DX) Syste b. Flooded Syste.8.3. Direct Expansion (DX) Syste Pada evaporator ini terdapat bagian, yaitu di bagian keluarannya, yang dirancang selalu terjaga kering, artinya di bagian itu refrigeran yang berfasa cair telah habis enguap sebelu terhisap keluar ke saluran asuk kopresor. Hal ini dilakukan dengan cara en-superheat-kan refrigeran beberapa derajat pada dikeluaran evaporator. Dengan enggunakan therostatic expansion valve..8.4 Flooded Syste Tujuan evaporator jenis ini adalah untuk engatur aliran refrigeran adalah dengan engupulkan refrigeran setelah dari expansion valve pada sebuah low pressure receiver. Gabar.8. Flooded evporator Suber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch; Butterworth-Heineann, Oxford ; 000

34 19 Pada flooded evaporator eerlukan adanya peasangan receiver. Untuk eastikan adanya efisiensi yang optial, level cairan dijaga enggunakan katup float bertekanan rendah. diana di receiver ini refrigeran didorong asuk ke pipa evaporator dengan cara gravitasi. Hal ini enyebabkan keseluruhan refrigeran yang berada pada pipa evaporator terbasahi oleh brine dengan kata lain perukaan heat transfer-nya terbasahi penuh, diana akan eningkatkan kapasitas dibandingkan dengan DX siste. Dengan flooded evaporator, sebuah teperatur yang lebih tinggi daripada yang digunakan pada tipe DX dapat diperoleh sehingga tidak diperlukan adanya superheat untuk encegah cairan asuk ke kopresor. Pada receiver ini refrigeran berfasa liquid dan vapor dipisahkan dan yang fasa liquid dialirkan ke evaporator kebali dengan cara gravitasi, sedangkan yang fasa vapor dihisap asuk ke kopresor. Gabar.9. Flooded Evaporator (Courtesy of Vilter Manufacturing Copany) Suber: Principles of Refrigeration, Second Edition, Dossat, Roy J., 1980, SI Version, Jonh wiley & Son Inc., New York, USA Refrigeran eninggalkan evaporator dikebalikan lagi ke receiver bertekanan rendah, biasanya berupa capuran cairan dan uap. Tipe dari evaporator ini disebut dengan flooded atau tipe resirkulasi evaporator. Sirkulasi dari refrigeran dapat enggunakan efek gravitasi atau enggunakan popa. Salah satu keuntungan dari tip evaporator ini adalah koefisien perpindahan panas (rata-rata) dapat lebih tinggi dari DX evaporator siste. Karena uap refrigeran

35 0 asuk ke receiver bertekanan rendah dala fasa saturasi aka katup ekspansi therostatik tidak dapat digunakan, sehingga sebuah katup apung (float) bertekanan rendah digunakan untuk engatur aliran refrigeran Jenis flooded evaporator Gabar.10. Flooded evaporator (a). Shell-&-tube (b), Jacketted (c). Raceway Suber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch; Butterworth-Heineann, Oxford ; KOMPRESOR Dala proses refrigerasi, kopresor berperan seperti jantung dala tubuh anusia. Fungsinya adalah selain engkopresi uap refrigerant juga berfungsi untuk engalirkan refrigerant agar dapat terus bersirkulasi Kendali kapasitas pada kopresor (capacity control). Bila suatu siste refrigerasi dioperasikan didala suatu ode yang antap dan beban refrigerasi tersebut enurun, aka reaksi yang pasti adalah enurunnya suhu dan tekanan evaporator. Perubahan kondisi evaporator ini enyebabkan penurunan kapasitas kopresor yang enyesuaikan dengan turunnya beban refrigerasi. Penurunan suhu evaporator ungkin tidak diharapkan

36 1 karena beberapa alasan. Dala siste refrigerasi, pipa ungkin diseliuti oleh es yang enghabat perpindahan kalor. Beberapa cara yang uu digunakan untuk enurunkan kapasitas kopresor adalah: - Dengan eparallelkan kopresor atau siste pendauran (cycling), diana kopresor berhenti dan bekerja enurut yang diibutuhkan. Beberapa keuntungan didapat dengan enggunakan siste kopresor seperti ini, alasan utaanya adalah engurangi biaya operasi elalui pengontrolan yang besar terhadap kapasitas dan konsusi daya. - Pengaturan tekanan-balik (back pressure-regulation) dengan entrotel (throtle) gas hisap di antara evaporator dan kopresor untuk enjaga konstan tekanan evaporator. Cara ini enghasilkan kendali suhu evaporator yang baik, tetapi tidak efisien. - Melangkau (e-bypass) gas buang kebali ke jalur hisap, biasanya enghasilkan penurunan kapasitas yang tepat, tetapi cara ini tidak efisien dan kopresor seringkali enjadi panas. - Cara lain adalah dengan engurangi beban cylinder (cylinder unloading) pada kopresor bersilinder ganda, dengan cara ebuka katup hisap secara otoatik atau dengan ebelokkan gas buang dari silinder, kebali ke jalur hisap sebelu dikopresikan. Yang digunakan dala siste refrigerasi Mini Ice Plant ini adalah dengan eparallelkan kopresor.

37 .10. KATUP EKSPANSI Sebuah siste agar dapat bekerja eerlukan penghubung antara condenser dan inlet dari evaporator untuk enyepurnakan sirkuit siste. Antara condenser dan evaporator terdapat perbedaan tekanan, aka penghubung ini akan eerlukan sebuah penurun tekanan. Pada siste refrigerasi digunakan flooded evaporator, sehingga katup yang dipakai adalah katup apung (float valve) Katup apung pada tekanan-rendah Contoh siste float tekanan rendah dapat dilihat pada gabar.10 sebuah katup float digunakan untuk enjaga sebuah level cairan didala evaporator dan beroperasi apada tekanan evaporator. Level cairan ini epengaruhi tekanan didala pilot line, dan karena tekanan bervariasi aka katup ekspansi engatur suplai cairan refrigeran dari receiver ke evaporator. Gabar.11. Preview Katup apung Suber: Refrigeration and Air-Conditioning; Third edition; A. R. Trott and T. Welch; Butterworth-Heineann, Oxford ; 000 Katup apung adalah suatu jenis katup ekspansi yang epertahankan cairan berada pada level yang konstan didala suatu wadah (receiver).

38 3 Gabar.1. Titik-titik keseibangan dengan berbagai kondisi beban, enggunakan katup apung. Tekanan kondenser konstan. Suber: Siste Refrigersi dan Tata Udara, Stoecker, Erlangga Dengan epertahankan level cairan didala evaporator, katup apung selalu enciptakan kondisi aliran yang seibang antara kopresor dan katup itu sendiri. Gabar.11 enunjukkan titik keseibangan awal di A. Bila beban refrigerasi naik, suhu dan tekanan evaporator naik, yang eungkinkan kopresor eopa aliran lebih besar dari yang sedang disuplai oleh katup. Katup tersebut keudian bereaksi untuk enjaga level konstan dengan eperlebar pebukaan rata-ratanya. Suatu titik keseibangan baru terbentuk pada titik B. Bila beban refrigerasi enurun, tekanan hisap enurun dan level tersebut naik, endorong katup untuk enutup secukupnya dan ebentuk titik keseibangan di C.

39 4 BAB III KONSEP DAN LANDASAN PERANCANGAN 3.1. KONSEP RANCANGAN Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan dala perancangan yaitu a) Dala siste refrigerasi yang dibuat untuk pebuatan es ini aka hal yang pertaa yang perlu dihitung adalah berapa banyak es yang ingin dibuat per hari, dari sini akan didapat besar dari beban pendinginannya. Karena beberapa koponen dari Mini Ice Plant ini sudah tersedia, yaitu kontainer, ice bank dan ice can. Maka kedua faktor tadi dapat ditentukan. b) Spesifikasi dari kopresor, evaporator dan kondenser sangat tergantung dari teperatur evaporasi dan teperatur kondensasi dari rancangan. Sehingga hal ini perlu pertibangan yang cerat dan penetapan nilainya harus didasarkan dari kobinasi data observasi di lapangan dan referensi dari buku. c) Siste kopresor yang digunakan harus apu enjaga operasi esin pada tingkat yang paling ekonois dengan engatur konsusi energi yang digunakan pada waktu ke waktu disesuaikan dengan kebutuhan beban. Misalnya saat seluruh ice can asih berupa fasa cair aka hal ini adalah beban tertingggi, sedangkan jika sebagian ice can sudah enjadi es dan sebagian asih berfasa cair aka bebannya pun lebih rendah. Untuk itu kopresornya harus dilengkapi dengan siste kontrol kapasitas (untuk beban bervariasi), salah satunya adalah dengan siste kopresor parallel. d) Dengan epertibangkan keudahan instalasi karena Mini Ice Plant ini akan difungsikan secara obile. Maka siste kondenser yang dipilih adalah kondenser berpendingin udara (air cooled condenser). e) Dala proses pebuatan es, aka yang terpenting dala peilihan siste evaporator adalah dengan eilih siste yang eiliki koefisien perpindahan 4

40 5 panas yang paling tinggi. Oleh karena itu, dala rancangan ini dipilih siste flooded evaporator. Mengingat siste ini eiliki koefisien perpindahan panas lebih tinggi daripada direct expansion syste. f) Karena flooded evaporator engizinkan fluida keluarannya tidak harus 100% uap (karena uap dan cairan refrigeran dipisahkan di receiver). Maka katup ekspansi yang digunakan adalah katup apung (low-pressure float valve). 3.. PREVIEW RANCANGAN SISTEM REFRIGERASI Dibawah ini adalah preview rancangan siste refrigerasi. Hal-hal yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah engenai koponen-koponen didalanya terasuk kontainer yang digunakan sebagai ruang produksi dan pada bagian belakangnya digunakan sebagai ruang esin: a) Kontainer (e) Kopressor b) Priary refrigerant (f) Kondenser c) Secondary refrigerant (g) Receiver d) Evaporator (h) Katup ekspansi Gabar 3.1. Diagra siste refrigerasi Mini Ice Plant

41 6 Gabar 3.. Preview tata letak siste refrigerasi Mini Ice Plant 3.3. KONTAINER Untuk dapat digunakan sebagai ruang produksi dan peletakkan beberapa esin-esin refrigerasi, tentu saja kontainer harus epunyai beberapa kriteria sebagai berikut agar dapat digunakan sesuai dengan desain: a) Struktur kontainer harus kuat sehingga kontainer itu sendiri tidak rusak ketika dibawa-bawa baik ketika diangkat dengan enggunakan crane aupun ketika ditarik dengan enggunakan trailer. b) Ukuran ruangan, harus tersedia cukup baik sehingga esin-esin refrigerasi dapat diletakkan didala kontainer. Selain itu untuk keperluan produksi, kontainer dapat enapung 18 ice can.

42 7 c) Karena digunakan sebagai ruang esin sekaligus ruang produksi, aka didala kontainer tersebut haruslah diberi isolasi agar panas dari lingkungan luar tidak dapat asuk ke dala kontainer. Karena jika hal tersebut terjadi, aka kerugian (loses) yang terjadi pada ruang produksi akan sangat besar sekali. d) Perawatan esin-esin, baik itu hanya untuk pengecekan aupun untuk pebongkaran esin, harus udah dilakukan. Gabar 3.3. Preview Kontainer 3.4. REFRIGERANT Refrigerant erupakan koponen yang sangat penting dala sebuah proses refrigerasi Pertibangan Rancangan a) Refrigerant yang digunakan harus epunyai titik beku dibawah teperatur yang lebih dari secondary coolant. b) Refrigerant harus epunyai efek refrigerasi yang baik ketika enyerap kalor dari lingkungan.

43 8 c) Refrigerant yang digunakan tidak beracun dan aan bagi akhluk hidup jika terjadi kebocoran. d) Harga refrigeran sebaiknya relatif urah dan udah didapat engingat Mini Ice Plant ini akan digunakan untuk didaerah-daerah terpencil. Tabel 3.1. Beberapa spesifikasi refrigerant Refrigerant ODP HGWP Efek Teperatur Harga Refrigerasi COP Safety Didih ($/kg) (Kj/kg) R 0,05 0,40-40,81 16,67 4,66 A1 7,5 R134a 0,0 0,6-6, ,03 4,6 A1 8,75 R404A 0,0 0,94-46, 114,15 4,1 A1 0,1 R407C 0,0 0,7-43,67 163,7 4,5 A1 7,56 R507A 0,0 0,98-46, ,14 4,18 A1 6,11 R717 0,0 0,0-33, ,14 4,76 B 1, Tetapan Rancangan Refrigerant dipilih untuk digunakan dala rancangan adalah R. Selain karena eenuhi persyaratan diatas R juga eenuhi persyaratan teknis seperti: a) Meiliki efek refrigerasi yang cukup besar yaitu sebesar 16,67 kj/kg b) Meskipun indeks ODP (Ozon Depletion Potential) R asih lebih dari nol tetapi harganya lebih urah dari refrigeran lainnya yang eiliki efek refrigerasi yang cukup tinggi. Sehingga biaya produksi dapat lebih ditekan. c) R telah banyak digunakan dan hapir seua produsen kopresor eproduksi untuk R.

44 SECONDARY COOLANT Secondary coolant atau pendingin sekunder digunakan dala pebuatan es balok. Peilihan pendingin sekunder juga erupakan hal yang sangat penting dala perancangan Mini Ice Plant ini sebab pendingin sekunder yang tepat akan enghasilkan hasil yang optial dala proses pebuatan es balok Pertibangan Rancangan a) Secondary coolant atau pendingin sekunder harus urah dan udah didapat serta dikenal oleh asyarakat secara uu. b) Secondary coolant tidak boleh beracun dan tidak erusak lingkungan. c) Dari desain diketahui bahwa: o Teperatur evaporasi = 15 o C o Operasi kerja paling optial : t = waktu pebekuan x waktu operasi optial siste t = x 15 hari x 1 bulan t = 3960 ja/tahun Didapat dari tabel 3., dengan operasi kerja 3960 aka didapat (dengan interpolasi) : LMTD = 5,33 Selisih tep evaporasi dengan tep inlet brine = 6,9 7 Selisih tep inlet brine dengan tep outlet brine = 4 Maka keudian didapat: o Teperatur inlet dari secondary coolant = -15 o C + 7 = -8 o C. o Teperatur outlet dari secondary coolant = -8 o C 4 = -1 o C

45 30 Tabel 3.. Waktu operasi yang paling optial Suber: dari paper yang di unduh dari website KTH Royal Institute of Technology stockhol, Sweden, ditulis oleh Björn Pal Berdasarkan hasil observasi di pabrik es, besaran brine yang dikontrol adalah baue density. Hasil pengukuran saat observasi tersebut adalah 15 (gabar 3.4) Selain itu disebutkan juga bahwa interval baue density yang uu digunakan adalah antara 13 ~ 18. Gabar 3.4. Gabar Pengukuran Baue Density Suber: pengukuran saat observasi di pabrik es PT. UMAWAR ISASABLUZA ICE DIVISION PULO GADUNG (Maret 009)

46 Tetapan Rancangan Dengan pertibangan diatas, aka titik beku brine harus lebih besar dari -11 o C, untuk enghindari kegagalan saat operasi (brine ebeku). Oleh karena itu, secondary refrigerant yang ditetapkan adalah sodiu chlorida dengan fraksi assa 18% dengan titik beku -14,8 o C (data didapatkan dari perangkat lunak coolpack pada teperatur -11 o C). Gabar 3.5. Spesifikasi larutan sodiu klorida yang digunakan Suber: perangkat lunak coolpack

47 EVAPORATOR Dala Mini Ice Plant ini evaporator digunakan untuk endinginkan teperatur secondary coolant yang keluar dari bak pencetak es agar teperatur dan waktu pebekuan secondary coolant tetap dingin sesuai dengan yang diinginkan Pertibangan Rancangan a) Diensi evaporator dibatasi oleh diensi evaporator tank, yaitu panjang aksial 3,54 [] dan kedalaan 0,45 [c]. (Gabar 3.5) b) Siste evaporator yang dipilih harus efisien artinya siste yang digunakan harus eiliki tingkat koefisien perpindahan panas yang cukup tinggi. c) Siste yang dipilih adalah flooded evaporator d) Dengan enggunakan efek gravitasi untuk engalirkan cairan refrigeran asuk ke evaporator. e) Karena hanya engandalkan efek gravitasi aka pressure drop harus betul-betul diperhitungkan sehingga ketinggian receiver dapat ditentukan untuk engatasi pressure drop. Gabar 3.6. Diensi tangki evaporator

48 Tetapan Rancangan a) Konstruksi evaporator yang digunakan bare tube. b) Jenis evaporator yang digunakan adalah flooded evaporator koefisien perpindahan panasnya lebih tinggi dari siste direct expansion. Hal ini disebabkan karena pipa evaporator terus enerus dilalui refrigeran didalanya dan dibagian luarnya selalu terbasahi brine. c) Uap akan otoatis dihisap oleh kopresor karena adanya perbedaan tekanan antara receiver dan kopresor. Selain itu juga karena densitas fluidanya yang rendah (fasa uap). d) Fluida fasa cair dialirkan kebali asuk ke pipa evaporator oleh efek gravitasi yang enyebabkan adanya tekanan hidrostatik pada receiver, sehingga tekanan inilah yang engatasi pressure drop di pipa evaporator. e) Karena siste flooded evaporator, outputnya tidak harus 100% uap, aka katup ekspansinya pun berbeda dengan siste direct expansion yang enggunakan katup ekspansi terostatik. Disini enggunakan katup apung. f) Output fluida tidak epersyaratkan 100% uap, hal ini karena refrigeran keluaran evaporator tidak di langsung diteruskan ke kopresor elainkan ditapung dulu pada sebuah receiver tekananrendah untuk dipisahkan antara fase cair dan fase uapnya Menentukan teperatur evaporasi Besarnya tekanan liquid refrigeran pada siste kopresi gas akan enentukan besarnya suhu liquid encapai titik penguapannya. Oleh karena itu dala siste kopresi gas penentuan besarnya tekanan liquid refrigeran yang disalurkan ke bagian evaporator eegangperanan penting dala upaya eperoleh suhu evaporasi yang diinginkan. Dala siste kopresi gas pengaturan tekanan liquid refrigeran yang akan diuapkan di evaporator dilakukan elalui katub ekspansi. Dala siste kopresi gas, biasanya suhu evaporasi noral dibuat dengan ketentuan sebagai berikut 9 0 C di bawah suhu ruang yang diinginkan.

49 34 Sebagai contoh, suatu ruang pendingin (coldroo) diinginkan apu eelihara suhu konstan sebesar 0 0 C, aka suhu evaporasinya harus diatur agar dapat encapai -9 0 C. [] Berdasarkan data hasil observasi di pabrik es (Lapiran 1), didapatkan bahwa teperatur rata-rata brine selaa 4 hari di dua bak es (ice bank) yaitu sebesar -6 o C. Maka keudian ditentukan bahwa teperatur evaporasi untuk siste refrigerasi Mini Ice plant adalah sebesar -6 o C 9 o C = -15 o C KOMPRESOR Peilihan kopresor sangat penting sekali karena biasanya peilihan kopresor berpengaruh terhadap biaya produksi dari es balok yang dibuat dan harga Mini Ice Plant itu sendiri Pertibangan Rancangan a) Kopresor yang digunakan harus apu enghasilkan beban pendinginan pada evaporator sesuai dengan beban pendinginan yang digunakan. b) Daya input listrik kopresor diusahakan serendah ungkin. Sebab seakin besar daya listrik yang digunakan, aka biaya listrik yang digunakan juga seakin ahal. c) Bentuk dan ukuran kopresor harus seringkas ungkin sehingga tidak enghabiskan banyak tepat dala ruang esin. d) Harga kopresor tidak boleh terlalu ahal karena berpengaruh terhadap harga unit Mini Ice Plant Tetapan Rancangan a) Kopresor yang digunakan adalah tipe torak (reciprocating). b) Kopresor dirancang dengan enggunakan 3 unit kopresor bersiste parallel. Instalasi siste kopresor yang saling berhubungan dan bekerja bersaaan. c) Kopresor yang dipilih adalah buatan Bitzer. d) Kopresor dipilih dengan perangkat lunak Bitzer 5.1.1

50 KONDENSER Perfora pengabilan kalor oleh refrigerandi evaporator tergantung pada kinerja dari kondenser yang digunakan Pertibangan Rancangan Untuk itu kondenser yang digunakan harus apu eenuhi beberapa kriteria beikut ini: a) Kondenser harus apu endinginkan refrigerant sehingga refrigerant enjadi cair kebali dan bahkan harus apu endinginkan refrigerant hingga encapai teperatur subcool-nya sesuai dengan yang diinginkan. b) Teperatur kondensasi harus serendah ungkin dengan batas ukuran yang telah ditentukan. c) Daya listrik untuk kipas kondenser harus juga serendha ungkin untuk eangkas biaya produksi Mini Ice Plant itu sendiri aupun biaya untuk pebuatan es nantinya. d) Pebuangan panas dari kondenser harus langsung ke udara bebas. Jika tidak aka akan kinerja esin-esin pendingin tidak lagi optial akibat teperatur ruangan yang enjai panas. Sehingga lebiht tepat jika kondenser diletakkan diluar kontainer. e) Ukuran kondenser tidak boleh lebih besar dengan tepat diana kondenser itu diletakkan Tetapan Rancangan a) Kondeser dala perancangan diletakkan diluar kontainer, tepat diatasnya. b) Jenis kondenser yang digunakan adalah air-cooled condenser dengan pertibangan keudahan instalasi. c) Kondenser yang dipilih buatan Gϋntner. Dala peilihan kondenser itu, dipilih kondenser yang epunyai teperatur kondensasi dibawah teperatur kondensasi yang dicari dengan ukuran yang kecil dan harga yang paling urah.

51 36 d) Peilihan ini juga enggunakan Gϋntner Product Calculator Custoer 009 (GPC 009). e) Supaya posisi kondenser tidak engganggu posisi esin-esin yang lain, engingat ukuran kondenser yang cukup besar, dan untuk eudahkan pebuangan udara dari kondenser ke udara bebas aka kondenser diletakkan dibagian atas ruang esin Menentukan teperatur kondensasi Bila gas refrigeran didinginkan aka akan terjadi perubahan wujud atau kondensasi ke bentuk liquid. Tetapi yang perlu endapat perhatian kita adalah titik suhu ebun atau kondensasi gas refrigeran tersebut juga ditentukan oleh tekanan gasnya. Pada siste kopresi gas, aka gas refrigeran dari sisi hisap dikopresi hingga encapai tekanan discharge pada titik tertentu dengan tujuan bahwa gas panas lanjut (superheat) tersebut dapat encapai titik ebunnya dengan pengaruh suhu abien di sekitarnya. Untuk siste yang berskala besar aka untuk endinginkan gas superheat ini digunakan air atau capuran air dan udara paksa. dari pengalaan, agar diperoleh perfora yang optial dari esin refrigerasi kopresi gas aka suhu kondensasinya diatur agar epunyai harga 6 sapai 17 derajat celsius di atas suhu abien, tergantung dari suhu evaporasinya. Tabel 1 eperlihatkan penentuan tekanan kondensasi untuk berbagai kondisi suhu evaporasi. Tabel 3.3. Patokan penetuan suhu kondensasi Suber: SISTEM REFRIGERASI DAN TATA UDARA, JILID 1; Sapto Widodo, Syasuri Hasan; Depdiknas (dengan perubahan)

52 37 Berdasarkan patokan di atas, aka suhu dan tekanan kondensasi dapat ditentukan dengan cepat dan akurat. Dengan data-data sebagai berikut: - Suhu evaporasi = -15 o C, - Tipe kondenser = air cooled condenser. - Suhu abien = 34 0 C Maka keudian ditetapkan suhu kondensasi sebesar 45 o C 3.9. BEDA SUHU RATA-RATA LOG (LOG MEAN TEMPERATUR DIFFERENCE) Gabar dibawah ini enunjukkan bahwa beda-suhu antara fluida-panas dan fluida-dingin pada waktu asuk dan pada waktu keluar tidaklah saa dan kita perlu enentukan nilai rata-rata. Gabar 3.7: LMTD untuk evaporator Untuk sebuah penukar yang eiliki peneria kalor berteperatur konstan, t s = t 1 = t, dan suber kalor berteperatur enurun [7] Berdasarkan ruus diatas aka dengan kata lain LMTD adalah beda-suhu pada satu ujung penukar-kalor dikurangi beda-suhu pada ujung yang satu lagi dibagi dengan logarita alaiah daripada perbandingan kedua beda-suhu tersebut.

53 LMTD Pada Evaporator Pada sebuah evaporator teperatur asuk dan keluar refrigerannya cenderung saa pada tekanan yang saa pula. Perubahan teperatur dala sebuah evaporator sangat kecil, sehingga diabaikan. Penjelasannya adalah sebagai berikut: Jika non-volatile fluid (fluida yang tidak udah enguap, dala hal ini brine) dipanaskan atau didinginkan, kalor sensibel akan berubah begitu juga dengan teperatur, sehingga ΔT disepanjang dinding heat exchanger akan enjadi tidak konstan. Selaa laju perubahan teperatur (heat flow) terjadi secara proporsional terhadap ΔT di titik ana pun, aka kurva teperaturnya berbentuk eksponensial. Pada kasus diana edia pendinginnya adalah evaporating liquid (R), teperatur dari cairan ini secara substansial, akan tetap konstan dikeseluruhan proses, selaa cairan enyerap kalor laten dan kurva pendingin akan seperti berikut ini Gabar 3.8. Perubahan perbedaan teperatur dari fluida yang didinginkan (cooled liquid) Jadi, teperatur yang digunakan ketika refrigeran asuk dan keluar adalah teperatur evaporator (Tev). Hal ini enghasilkan nilai sebuah LMTD berbeda dengan tipe aliran searah ataupun yang berlawanan arah.

54 TRUE TEMPERATURE Jika suatu penukar-kalor yang bukan jenis pipa-ganda digunakan, perpindahan-kalor dihitung dengan enerapkan faktor koreksi sehingga bentuk persaaan perpindahan-kalornya enjadi: [4] q = U.A.F.ΔT Nilai faktor koreksi F bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida biasanya berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persaaan-persaaan itu enjadi lebih sederhana. Untuk kondisi ini P atau R enjdai nol dan kita dapatkan F=1,0... untuk pendidihan dan kondensasi [6] Diana: T,t = evaporator tank, tube 1, = inlet, outlet Besar nilai P sebanding dengan flow rate bagian evaporator tank dan ratarata spesifik heat dibagi dengan flow rate bagian tube dan rata-rata spesifik heat. Sedangkan besr nilai R adalah ukuran untuk efisiensi teperatur pada alat penukar-kalor FAKTOR PENGOTORAN (FOULING FACTOR) Fouling (pengotoran) adalah pebentukan lapisan deposit pada perukaan alat penukar-kalor (heat exchanger) dari aterial atau senyawa yang tidak diinginkan. Material yang tidak diinginkan ini dapat berupa kristal, sedien, senyawa biologi, produk reaksi kiia, korosi dan sebagainya. Proses pebentukan fouling ini dapat epengaruhi proses pepindahan kalor dan kondisi aliran didala sebuah alat penukar-kalor. Alat penukar-kalor eerlukan proses pebersihan yang disebabkan oleh fouling pada bagian dala dan luar tube yang enyebabkan penabahan dua lapisan tahanan (resistance). Penabahan lapisan ini engurangi nilai koefisien

55 40 perpindahan kalor enyeluruh dan enghalangi serta engurangi proses perpindahan kalor yang dibutuhkan. Faktor pengotoran (Rf) enjadi tabahan tahanan (resistance) yang disebabkan oleh lapisan kotoran pada perukaan tube. Koefisien perpindahan kalor enyeluruh (U) dibutuhkan untuk eenuhi kondisi proses. Tabel 3.4. Nilai faktor pengotoran untuk berbagai jenis fluida Suber: Heat and Mass Transfer Mechanical Engineering Handbook oleh Kreith, F (University of Colorado).; Boeh, R.F. (University of Nevada); (1999) 3.1. KOEFISIEN KONVEKSI DUA FASA ALIRAN REFRIGERAN DALAM TUBE Saat beberapa bagian dari cairan refrigeran terevaporasi, voluenya keudian eningkat yang enyebabkan percepatan pada fluida. Investigasi dari flow boiling terlihat bahwa proses dapat dibagi enjadi pola aliran yang berbeda. Mekanise perpindahan panas adalah berbeda disetiap pola aliran. Terdapat dua pola utaa ekanise perpindahan panas yang ebedakan yaitu nucleate boiling dan convective boiling. Pada convective boiling, pengintian dari gelebung didih telah tidak ada.

56 41 Gabar 3.9. Koefisien perpindahan kalor adalah julah kontribusi antara convective dan nucleate boiling Suber: dari paper yang di unduh dari website KTH Royal Institute of Technology stockhol, Sweden, ditulis oleh Björn Pal Seperti yang telah dinyatakan diatas, dikatakan bahwa korelasi uu ini adalah efek dari dua ekanise, nucleate boiling dan convective boiling. Salah satu korelasi yang digunakan secara luas untuk perhitungan heat transfer koefisien rata-rata adalah yang dikenalkan oleh Piere (1969: percobaannya enggunakan refrigeran R pada pipa horizontal dengan aterial copper) Pierre eberikan dua buah korelasi, satu untuk evaporasi yang sepurna (5-7 K superheat) dan yang kedua untuk evaporasi yang tidak sepurna seperti halnya pada flooded evaporator. [1] (a) (b) Diana [5] :

57 4 Pada persaaan diatas, Rel dan Nul adalah angka Reynolds dan angka Nusselt pada fasa cair PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR PADA BERKAS TUBE DALAM EVAPORATOR TANK Pada perhitungan koefisien perpindahan kalor pada evaporator tank banyak faktor/aspek yang harus diperhitungkan. Hal ini dikarenakan dala sebuah evaporator tank terdapat tube bundle yang terdiri dari berkas tube. Jenis perhitungan yang dilakukan berbeda dengan perhitungan untuk tub. Pada sub-bab berikut akan dilihat berbagai etode dan korelasi untuk endapatkan koefisien konveksi perpindahan panas pada tube bundle dala evaporator tank Aliran Pada Berkas Tube Pada uunya susunan berkas tube adalah segaris (inline) dan selangseling (stagerred) sperti yang ada pada gabar dibawah ini. Karakteristik geoetrinya ditandai oleh pitch elintang (transverse pitch) S T dan pitch eanjang (longitudinal pitch) S L antara pusat tube. Pitch diagonal (diagonal pitch) S D adalah jarak diagonal antara pusat tube yang susunan selang-seling. Gabar Layout Tube Suber: Heat and Mass Transfer Mechanical Engineering Handbook oleh Kreith, F (University of Colorado).; Boeh, R.F. (University of Nevada); (1999)

58 43 Bilangan Reynolds yang terjadi didasarkan atas kecepatan aksiu yang terjadi pada berkas tube, yakni kecepatan yang elalui bidang aliran yang iniu. Luas bidang ini tergantung pada susunan geoetri tube. Diana: Sehingga bilangan Reynolds-nya adalah [5] Re. U D, ax b ax d o b ρ b = Massa jenis brine pada persentase 15% U ax = Kecepatan aksial brine dala evaporator tank D o = Diaeter luar pipa evaporator µ b = Viskositas dinaik brine. 44,65 Pada konfigurasi aliran dala berkas tube ini terdapat dua buah jenis kecepatan (u). Pertaa adalah U, kecepatan aliran bebas diukur pada titik sebelu fluida elewati berkas tube. Ruus yang digunakan adalah debit popa dibagi dengan luas total perukaan aliran brine didala evaporator tank. Kecepatan aliran brine dala evaporator tank adalah Diana luas total perukaan aliran brine didala evaporator tank adalah

59 44 U aks, yakni kecepatan aliran aksiu saat aliran brine elewati berkas tube. Diana peruusannya adalah sebagai berikut: [4] Berdasarkan korelasi dari Griison, aka nilai Nuselt nuber diperloeh dari ruus sebagai berikut: [5] 1/3 Nu D 1,13. C1.ReD,ax.Pr 35,84 Diana korelasi ini digunakan untuk kondisi sebagai berikut: N Re Pr 0,7 D,ax Nilai C 1 dan adalah konstanta yang didapatkan dari tabel (3.5) berikut ini: [5] S T /D S L /D 1,5 1,5,0 3,0 C 1 C 1 C 1 C 1 Staggered 0, ,13 0,636 0, ,446 0,571 0,410 0,581 1, ,497 0, , ,478 0,565 0,518 0,560 1,50 0,518 0,556 0,505 0,554 0,519 0,556 0,5 0,56 1,500 0,451 0,568 0,460 0,56 0,45 0,568 0,448 0,568,000 0,404 0,57 0,416 0,568 0,48 0,556 0,449 0,570 3,000 0,310 0,59 0,356 0,580 0,440 0,56 0,48 0,574

60 45 Nilai Prandtl nuber diperoleh dari Pr b.cp k b b Diana: µ b = Viskositas dinaik brine [Pa.s] Cp b = Kalor jenis brine [J/kg.K] k b = Konduktivitas teral brine [W/.K] Koefisien konveksi perpindahan kalor pada brine h b Nu d b. kb o 867,74[W/.K] Diana: Nu b = Angka Nusselt k b = Konduktivitas teral brine [W/.K] d o = Diaeter luar pipa []

61 OVERALL HEAT TRANSFER (PERPINDAHAN KALOR MENYELURUH) Gabar Sikuit teral untuk perpindahan kalor pada alat penukar-kalor Suber: Heat and Mass Transfer Mechanical Engineering Handbook oleh Kreith, F (University of Colorado).; Boeh, R.F. (University of Nevada); (1999) Deskripsi perpindahan kalor enyeluruh diatas adalah untuk geoetri evaporator yang digunakan pada rancangan, diana total tahanannya dapat ditulis sebagai berikut: [4] R o = R h + R f,h + R w + R f,c + R c Diana subscript h, c, f dan w, engartikan hot (panas), cold (dingin), fouling (pengotoran) dan wall (dinding) secara berurutan. Forula U direpresentasikan sebagai berikut: [4]

62 47 Diana: h i & h o : Sisi pipa (tube side) dan sisi evaporator tank (evaporator tank side) koefisien perpindahan panas (heat transfer coeficient), [W/ K]. R fi & R fo : Tahanan pengotoran (fouling resistance), [ K/W]; Nt : Julah tube dala heat exchanger; L : Panjang efektif pipa [] d o dan d i : diaeter luar dan diaeter dala [] k w : Kondukstivitas teral dari aterial dinding pipa [W/.K] Sedangkan nilai A *, diketahui sebagai berikut: [4] Dapat disederhanakan enjadi: [4] PERHITUNGAN LUAS PERPINDAHAN KALOR (HEAT TRANSFER AREA) Setelah nilai U diketahui aka luas perpindahan didapatkan dari ruus sebagai berikut: A (. d. L) x Nt A L. d. Nt qtot A U. T Sehingga panjang tube yang dibutuhkan adalah : [4] A luas seliut tube x julah tube o o

63 PERHITUNGAN PRESSURED DROP DIDALAM PIPA EVAPORATOR Pada setiap satu pipa evaporator, koponen-koponen pressure dropnya adalah: Gesekan fluida dengan dinding pipa Pressure drop akibat gesekan antara fluida dengan dinding pipa dan gesekan antara fluida dengan fluida. - Pressure drop akibat gesekan: [1] p f f. G. v. L d i Diana : p f Pressure drop akibat gesekan [Pa] Faktor gesekan G Mass flux v Volue spesifik rata - rata L Panjang evaporator d i f Diaater dala pipa - Luas penapang aliran dan Mass flux A i. d 4 i Diana : A Luas penapang diaater dala [ ] d i i Diaeter dala [] G A. i Diana : G Mass velocity [kg/.. s] Laju aliran assa [kg/s] A Luas penapang diaeter dala [ ] i

64 49 - Bilangan didih Pierre (Pierre boiling nuber) [1] K f h L. g Diana : K f Bilangan didih Pierre h Enthalpi fase saturasi[j/kg] L Panjang pipa[] g Percepatan gravitasi [/s - Faktor gesekan [1] f 0,053. K 1/ 4 f.re 1/ 4 ] Diana : f K f Faktor gesekan Bilangan didih Pierre Re Bilangan Reynolds(viskositas liquid) - Volue spesifik rata-rata [ 3 /kg] [1] v i 0 Diana : v Volue spesifik rata rata [ Densitas fase liquid [kg/ i Densitas fase gas [kg/ o 3 ] 3 ] 3 /kg]

65 Perubahan kecepatan fluida. Pressure drop akibat perubahan oentu (Densitas fluida akan berubah saat terjadi perubahan fasa dari liquid ke vapor, aka akan terjadi perubahan kecepatan aliran pada fluida) - Pressure drop [9] p G i 1 i o Diana : p Pressure drop akibat oentu [Pa] G Mass flux [kg/. s] Densitas fase liquid [kg/ i Densitas fase gas [kg/ o 3 ] 3 ] Tekanan hidrostatik - Pressure drop akibat elawan tekanan hidrostatik [1] p h. g. h Diana : p h Pressure drop akibat tekanan hidrostatik [Pa] 3 Densitas rata - rata [kg/ ] g Percepatan gravitasi [ h Ketinggian pipa[] - Densitas rata-rata i 0 Densitas rata - rata[kg/ Densitas fase liquid [kg/ i Densitas fase gas [kg/ o [1] 3 /s] ] 3 3 ] ]

66 51 Gabar 3.1. Konfigurasi pipa evaporator Pitch = ( x d o ) + d o = ( x 0,75 inch) + 0,75 inch =,5 inch = 0,057 [] Oleh karena itu sebelu encari pressure drop total di pipa lurus, aka perlu dicari pressure drop akibat tekanan hidrostatik pada setiap level ketinggian pipa, Maka pressure drop total di pipa lurus adalah p p p p p p p s, total s,1 s, s,3 s,4 s,5 s, Pressure drop total di pipa lurus Untuk pressure drop di pipa lurus adalah julah dari ketiga pressure drop diatas. Masing-asing pipa eiliki kesaaan nilai pressure drop untuk pressure drop akibat gesekan dan akibat oentu, tetapi berbeda untuk nilai pressure drop akibat tekanan hidrostatik karena hal ini berkaitan dengan ketinggian pipa tersebut pada evaporator tank. p s p f p p h, n Diana : p s p p p f h, n Pressure drop totaldi pipalurus [Pa] Pressure drop akibat gesekan [Pa] Pressure drop akibat perubahan kecepatan fluida [Pa] Pressure drop akibat tekanan hidrostatik pada pipa ke - n [Pa]

67 Pressure drop dibelokan pipa Gabar Skeatik dari belokan (return bend 180 o ) Suber: Doanski, P.A., Heres, C.J.L., 006, An iproved two-phase pressure drop correlation for 180 return bends, 3rd Asian Conference on Refrigeration and Air-Conditioning, Gyeongju, Korea, May 1-3, 006 [3] p b f L G. x. d i v Diana : p Pressure drop di belokan [Pa] f Faktor gesekan L R [] d i Diaeter dala pipa[] G Mass flux [kg/ x Vapor quality.s] Densitas fasa uap [kg/ v b 3 ] - Faktor gesekan [3] 0,5 a.re v f R exp 0,15 x D Diana : f a Konstanta 8,03.10 Re R d Faktor gesekan o v Bilangan Jari - jari belokan Diaeter luar pipa[] x Vapor quality 1,5 4 Reynolds(fase uap)

68 Total Pressure Drop di belokan p b, total p b Julah belokan Diana: p p b, total b Pressure drop totaldibelokan [Pa] Pressure drop dibelokan [Pa] Total Pressure Drop di Evaporator p evap,total p s, total p b, total Diana : p p p evap,total s, total b, total Pressure drop totaldi evaporator[pa] Pressure drop totaldi pipalurus [Pa] Pressure drop totaldibelokan [Pa]

69 54 BAB IV PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN Tahap berikutnya adalah elakukan perhitungan terhadap kebutuhankebutuhan energi yang ada. Dengan deikian aka esin-esin yang telah dirancang tersebut dapat direalisasikan sesuai dengan desain yang ada serta kondisi nyata yang ada dilapangan. Dala bab ini juga dilakukan peilihan terhadap esin-esin yang ada dipasaran. Sebab perancangan yang sangat bagus dan sepurna sekalipun akan enjadi tidak berguna jika tidak bisa direalisasikan sesuai dengan kondisi nyata yang ada. Sedangkan esin-esin yang digunakan dala siste refrigerasi Mini Ice Plant adalah: a) Kopresor : Reciprocating Buatan Bitzer b) Evaporator : Flooded Syste Produksi Hasil Rancangan c) Kondenser : Air-cooled Buatan Guntner 4.1. PERHITUNGAN BEBAN REFRIGERASI Untuk eilih esin-esin refrigerasi yang tepat, aka perlu perhitungan beban refrigerasi untuk pebuatan es terlebih dahulu. Untuk ebuat es balok adalah dengan cara ebekukan air dari teperatur awalnya yang diturunkan sapai titik beku dari air tersebut. 54

70 55 Tabel 4.1. Data-data yang digunakan dala perhitungan beban refrigerasi NO KOMPONEN PERHITUNGAN BEBAN NILAI CETAKAN 1. a) Julah cetakan dala bak 18 cetakan b) Massa cetakan es 5,7 [kg] c) Material cetakan Baja d) Kondukstivitas teral baja (C p ) 434 [J/kg.K] [1]. AIR a) Massa air dala 1 cetakan - Perhitungan = Volue x Massa jenis - Pengukuran aktual (air di can dala kondisi penuh) - Air akan engebang saat proses pebekuan, aka besaran assa yang akan digunakan dala perhitungan adalah = 13 [kg] = 13 [kg] = 1 [kg] b) Teperatur awal air 7 o C c) Massa jenis air 1000 [kg/ 3 ] d) Kalor jenis air (C p ) 4180 [J/kg.K] ES 3. a) Teperatur beku 0 o C b) Teperatur akhir -5 o C c) Enthalpi es (h 1 es ) [J/kg] [] d) Kalor jenis es (C p ) 00 [J/kg.K] [3] 4. JUMLAH ES YANG DIPRODUKSI Massa total es yang diproduksi = assa air x Julah can = 1 x 18 = 1536 [kg] = 1,536 [ton]

71 Kalor Sensibel Air Kalor yang dibutuhkan untuk ebekukan air enjadi es (kalor sensibel): Q air = assa air. Cp air. ΔT = (1). (4180). (300-73) = Joule = 1354,3 kj Kalor Laten Terdapat perubahan fasa, aka diperhitungkan kalor latent es, h 1 es sebesar J/kg. aka nilai kalor latent es sebesar : Q laten = assa air. h 1 es = (1). (334000) = Joule = 4008 kj Kalor Beku Es Untuk eastikan air telah ebeku seluruhnya aka teperaturnya diturunkan dari teperatur bekunya. T beku air 0 C (73K) dan teperatur akhir T es -5 C (68K). Q es = assa es. Cp es. ΔT = (1). (00). (73-68) = 1100 Joule =11, kj Kalor Cetakan Pada cetakan tidak terjadi pebekuan sehingga hanya terjadi kalor sensible. Perubahan teperatur yang terjadi T awal sebesar 7 C (300K) dan T akhir -5 C (68K), aka beban pendinginan untuk cetakan es sebesar : Q cetakan = assa cetakan. Cp cetakan. ΔT = (5,7). (434). (300-68) = 73189,76 Joule

72 Beban Pendinginan Total Dala Mini Ice Plant yang ada terdapat julah es yang dibuat sebanyak 18 buah. Maka besarnya beban pendinginan keseluruhan : Q pendinginan = n es. (Q air + Q laten + Q es + Q cetakan) = 18. ( ,76) = ,3 Joule = ,85 kj Faktor Keaanan Pada uunya pabrik es di Indonesia enabahkan 30% [4] dari perhitungan kapasitas berdasarkan teori. Karena dala praktek sehari hari banyak faktor yang epengaruhi dala Pabrik es, seperti yang terlihat dala tabel 4., sedangkan pada rancangan kita gunakan faktor keaanan (safety factor) hanya sebesar 15% karena terdapat perbedaan dengan kondisi rancangan yang sudah ada (lihat tabel 4.) Tabel 4.. Safety Factor dala eperhitngkin rugi-rugi kalor (heat loss) NO SAFETY FACTOR 30% 15% 1 Beban panas dari agitator Menggunakan sub-erged pup untuk aliran brinenya. Transisi panas (dingin) dari bak air gara yang tidak eadai isolasinya. Kontainer telah diisolasi dengan polyuretan begitu juga dengan ice bank 3 Peniupan udara untuk ebuat es jernih enabah beban panas. Tidak ada peniupan udara dala proses produksi. 4 Pebukaan kayu penutup pada waktu encabut es dan pengisian air juga enabah beban panas.

73 58 Dengan engabaikan rugi-rugi kalor dan enabahkan safety factor tersebut, aka: Q total = Q pendinginan x safety factor = ,85 x 1,15 = ,7 Joule = ,68 kj 4.. PERHITUNGAN DAYA PENDINGINAN Daya pendinginan yang diaksud disini adalah laju aliran kalor yang diabil dari edia pendingin yaitu air gara, baik itu yang digunakan untuk ebekukan es aupun kalor yang hilang (losses) pada bak pencetak es. Sehingga daya yang diabil dari air gara erupakan julah dari daya untuk ebekukan es ditabah daya yang hilang (losses) pada bak pencetak es. Beban pendinginan ini adalah beban pada evaporator yang harus dicapai (Q evaporator = Q total ). Waktu pebekuan berkisar antara 1 ~ 4 ja karena yang di inginkan 1x panen/hari. Berdasarkan proses iterasi didapatkan waktu pebekuan yang paling optial sebesar sebesar ja, aka : q pebekuan Q totalevaporator t pebekuan ,68[kJ] ( 3600)[detik] 10,33[kW],94[TR] 4.3. PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KOMPRESOR Beberapa faktor yang perlu dipertibangkan dala peilihan kopresor adalah a) Seua kopresor yang ada ebutuhkan teperatur superheat untuk enjain bahwa tidak ada refrigeran cair yang asuk ke dala kopresor. Biasanya perusahaan kopresor enetapkan teperatur superheat inial 5K.

74 59 b) Superheat adalah perbedaan suhu antara saturasi uap teperatur dari kopresi (Te) yang suhunya naik akibat panas lanjut dari lingkungan sekitarnya (panas udara di ruangan esin atau panas esin sendiri dari pergerakan piston) hingga encapai saturasi uap teperatur sesungguhnya. Ideal superheat 0 K pada dasarnya sulit dicapai. Uunya superheat berkisar antara 3 hingga 5 K. c) Subcooling adalah penurunan teperatur saturasi cair dari kondensasi lebih lanjut dengan enggunakan heat exchanger (penukar kalor) antara aoniak dengan air, udara, atau refrigerant lain. Subcooling bisa encapai penurunan teperatur 5 hingga 10 K. Apabila tidak digunakan heat exchanger tabahan setelah condenser untuk enurunkan teperatur saturasi cair dari kondensasi aka sub cooling adalah 0 K. Pada dasarnya pada siste flooded evaporator tidak dibutuhkan penabahan superheat. Biasanya superheat hanya terdapat pada direct expansion saja. Tetapi berdasarkan faktor-faktor yang telah disebutkan diatas aka akan didesain siste refrigerasi yang ditabahkan superheat dengan teperatur inial sebesar 5K, sehingga siklus refrigerasinya enjadi: Gabar 4.1.Siklus refrigerasi ideal dengan superheat 5K Coolpack

75 60 Dari siklus tersebut didapat data-data sebagai berikut: Tabel 4.3. Properti refrigeran disetiap titik dala siklus refrigerasi ideal tanpa dan dengan superheat 5K Letak Titik T P h v [ C] [Bar] [Kj/Kg] [ 3 /kg] Titik 1-15, ,553 0, Titik 1' -10,957 40,9 0, Titik 67,51 15,33 441,36 0,0179 Titik 79,51 17,9 449,18 0, Titik ,335 49,674 n/a Titik 4-15,957 49,674 n/a Laju Aliran Refrigeran Karena efek refrigerasi yang dibutuhkan hanya pada evaporator tanpa superheat, aka efek refrigerasi yang terjadi adalah dari titik 4 ke titik 1, sehingga dengan efek refrigerasi sebesar 10,33 [kw] aka laju aliran refrigerannya yakni sebesar: Efek refrigerasi terjadi dari titik 4 ke titik 1, aka besarnya enthalpy (Δh e ) adalah: Δh e = h 1 h 4 = 399,553 56,384 = 143,17 kj/kg Besarnya laju aliran assa refrigerant ṁ adalah :. qevap 10,33 0,07[kg/s] h 143,17 e Daya Kopresor Perbedaan entalpi Δh k, sebesar: Δh k = h h 1 = 449,18-40,9 = 46,8 kj/kg Sehingga daya kopresor yang dibutuhkan pada perhitungan dari diagra p-h superheat (1 ) yang ada pada gabar 4.3 adalah sebesar :

76 61 W ' k.. h k (0,07).(46,8) 3,34[kW] Pada perancangan kita, kopresor dipasang parallel dengan julah kopresor 3 unit. Artinya dengan daya kopresor sebesar 3,34 [kw] dan kapasitas pendinginan sebsar 10,33 [kw], aka satu kopresor inial eiliki daya 1,1 [kw] dan kapasitas pendinginan inial 3,45 [kw]. Tabel 4.4. Spesifikasi inial untuk satu kopresor SPESIFIKASI TOTAL SATU KOMPRESOR Kapasitas Pendinginan 10,33 [kw] = 13,8 [hp] 3,45 [kw] = 4,6 [hp] Daya Kopresor 3,34 [kw] = 4,46 [hp] 1,1 [kw] = 1,5 [hp] Beberapa hal yang ditentukan dala rancangan berkaitan dengan perancangan dan peilihan kopresor adalah sebagai berikut: Tabel 4.5. Data-data rancangan kopresor NO DATA-DATA KOMPRESOR RANCANGAN DESKRIPSI 1. Jenis Torak (reciprocating). Merek Bitzer (Jeran) 3. Tipe Sei-heretic 4. Julah silinder Single 5. Siste pengontrolan kapasitas Parallel 6. Refrigerant R 7. Kapasitas pendinginan 10,07 [kw] 8. Teperatur superheat 5 K 9. Teperatur subcooling 0 K

77 6 Tabel 4.6. Langkah-langkah peilihan kopresor Jika dilihat dari tabel diatas aka didapatkan kesipulan bahwa spesifikasi kopresor yang dipilih telah sesuai dengan persyaratan inial yang ditetapkan.

78 63 Tabel 4.7. Perbedaan Spesifikasi Kopresor Rancangan Dengan Aktual KAPASITAS PENDINGINAN [kw] DAYA KOMPRESOR [kw] Rancangan Aktual Selisih Rancangan Aktual Selisih 10,33 11,65 (+) 1,3 3,34 6,1 (+), PERHITUNGAN EVAPORATOR Data-data yang digunakan Tabel 4.8. Data-data yang digunakan dala perhitungan evaporator NO TINJAUAN DESKRIPSI 1. Jenis evaporator Flooded Syste Ukuran ruang evaporator 3540 x 30 x Julah pipa 4 4. Julah pass 6 5. Julah baris 4 PIPA 6. Material pipa evaporator Tebaga 7. Kondukstivitas teral tube (k c ) 394 W/.K [10] 8. Densitas tebaga 8960 kg/ 3 9. Diaeter noinal ¾ inch [] 10. Diaeter luar 0,875 inch = 0,0 [] 11. Diaeter dala 0,745 inch = 0,0189 [] 1. Ketebalan (type K) 0,065 inch BRINE 13. Jenis larutan brine Sodiu Chloride 14. Debit brine 0,184 [ 3 /dtk] [11] 15. Teperatur brine asuk (T in ) -9 o C 16. Teperatur brine keluar tube (T out ) -1 o C 17. Persentase brine 18%

79 Densitas (ρ b ) 1145,7 [kg/ 3 ] [1] 19. Kalor jenis (Cp b ) 3456 [J/kg.K] 0. Viskositas dinaik (µ b ) 0,00419 [Pa.s] 1. Konduktivitas teral (k b ) 0,531 [W/.K] REFRIGERAN [1]. Jenis Refrgeran R 3. Teperatur evaporasi (T ev ) -15 C 4. Tekanan saturasi (P sat ) [Pa] 5. Densitas fase cair (ρl) 1334,04 [kg/ 3 ] 6. Densitas fase gas (ρ g ) 1,88 [kg/ 3 ] 7 Enthalpi fase cair (hl) [J/kg] 8. Enthalpi fase gas (h g ) [J/kg] 9. Enthalpi fase saturasi (h sat ) [J/kg] 30. Viskositas dinaik fase cair (µl) 0,00064 [Pa.s] 31. Kalor jenis fase cair (Cpl) 118,71 [J/kg.K] 3. Konduktivitas teral fase cair (kl) 0,108 [W/.K] Menentukan perbedaan teperatur optiu evaporator Data yang belu ditentukan adalah teperatur inlet dan outlet dari brine. Maka dengan pertibangan sebagai berikut: - Waktu pebekuan = ja - Laa siste refrigrasi bekerja dala sebulan =15 hari - Estiasi waktu operasi evaporator /tahun : t = ja x 15 hari x 1 bulan = 3960 ja 4000 ja Dari tabel 4.8, keudain didapatkan nilai sebagai berikut (dengan interpolasi): - LMTD = 5,33 - Beda teperatur asukan (inlet tep diff) = 6,9 7 - Penurunan tep cairan (liquid tep decrease) = 3

80 65 Tabel 4.9. Perbedaan teperatur yang optial untuk evaporator [9] Suber: dari paper yang di unduh dari website KTH Royal Institute of Technology stockhol, Sweden, ditulis oleh Björn Pal Penentuan beda teperatur rata-rata logaritik (LMTD) Pada dasarnya di rancangan evaporator terdapat 3 jenis aliran, dipandang dari arah aliran di sisi dala pipa (refrigeran) dan dari sisi luar pipa (brine) yaitu: a). Aliran counter flow; diana arah aliran refrigeran berlawanan arah dengan arah aliran brine. b). Aliran parallel flow; diana aliran refrigeran searah dengan aliran brine. c). Aliran cross flow; aliran enyilang yang terjadi pada belokan pipa evaporator. Untuk penentuan LMTD-nya aka digunakan asusi sebagai berikut: a). Untuk proses evaporasi, aka teperatur pada sisi refrigeran dianggap konstan. Karena hal inilah aka, penentuan LMTD-nya aliran counter flow aupun parallel flow tidak asuk dala pertibangan. b). Untuk penentuan LMTD pada aliran cross flow di belokan, aka di abaikan karena sisi belokan eiliki area yang lebih kecil dari area pipa lurus.

81 66 Seperti yang dirancang sebelunya bahwa: Teperatur keluaran (output) brine = -11 o C Teperatur evaporasi = -15 o C ΔT fluida brine antara inlet dan oulet = 3 ΔT antara inlet brine dengan tp evaporasi = 7 o C Dari data yang tersebut diatas aka teperatur asuk (inlet) brine adalah sebesar -8 o C Maka nilai LMTD-nya adalah sebesar T T l l Tin Tout Tin T T inlet Tin T ln T ln outlet Tout T ( 8) ( 11) 8 (15) ln 11 ( 15) 5,36C out [7] ev1 ev

82 Penentuan true teperatur (ΔT ) dengan faktor koreksi (F T ) T di ana besar F T,t refrigeran, tube 1, t P T 1 T R t T 1 t t inlet, outlet 11 ( 8) 0,4 15 ( 8) 15 ( 15) 0 11 ( 8) Nilai faktor koreksi F bila terdapat perubahan fase, seperti kondensasi atau didih (penguapan), fluida biasanya berada pada suhu yang pada hakekatnya tetap, dan persaaan-persaaan itu enjadi lebih sederhana. Untuk kondisi ini P atau R enjadi nol dan kita dapatkan 1 1 T t l 1 F didapatkan dari F=1,0 [6]... untuk pendidihan dan kondensasi T T T T l F T 5,361 4,3C Sesuai dengan rancangan awal yaitu 5,36 C Koefisien konveksi perpindahan kalor refrigeran dua fasa a) Menghitung laju Aliran assa (ass flow rate) [8] Laju Kecepatan M assa(mass Flow Rate). q. q h h ass specific pebekuan e pebekuan e 10,33 143,17 0,07[kg/s] Beban pendinginan 10,33[kW] enthalpi fase saturasi 143,17 [kj/kg]

83 68 b) Menghitung kecepatan assa (ass velocity) dan bilangan Reynolds Kecepatan M assa(mass Velocity) G A G. A o. o 4. d. i ass velocity [kg/ 0,07 4.(0,0189).sec] ass specific 0,07[kg/sec] iniu free flow area [ ] 56,63[kg/.sec] Angka Reynolds G. D Re Re Angka Reynolds μ l D h l h (56,63).(0,0189) 18387,1 4,6.10 Viskositas dinaik fase liquid,64.10 Diaeter hidrolik d inner 0,0189[] 4 [kg/.sec] c) Menghitung besaran angka Nusselt rata-rata (ean Nusselt nuber) Siste yang digunakan adalah flooded evaporator, diana pada sisi keluarannya tidak 100% uap. Maka hal ini disebut dengan proses penguapan yang belu sepurna. Untuk enghitung nilai koefisien perpindahan kalor dua fasa, aka enggunakan korelasi dari Piere (1969) yang elakukan percobaannya enggunakan refrigeran R, pipa horizontal. [1] Incoplete Evaporation : Nu Nu K K f f h e 1, ean Nusselt nuber he L. N. g Pierre boiling nuber enthalpi fase saturasi 143,17[kJ/kg] L total tube length,95[] g acceleration due to gravity 9,81[/s Condition : Re. K Nu MEMENUHI t.re. K 0,5 f (,95).(4).(9,81) f 3, (1, ).(18387,).(06,1) 06,1 ] Actual: Re. K Nu f 0,5 90,36 0, ,36 11

84 69 d) Menghitung nilai koefisien perpindahan kalor dua fasa Nu h d Diana : h heat transfer coefficient refrigeran t Nu k d l i. k i l ean Nusselt nuber 90,36 kondukstivitas (90,36).(0,1075) 1649,93[W/.K] 0,0189 teral fase cair diaeter dala 0,0189[] 0,1075[W/.K] Menghitung nilai koefisien konveksi perpindahan kalor brine Untuk enghitung nilai koefisien konveksi perpindahan kalor pada brine, aka pada rancangan diitetapkan data sebagai berikut: a) Luas total perukaan aliran brine didala evaporator tank A b = (Luas penapang evaporator tank) (Luas penapang total tube evaporator) A b = (T. evap. tank x L. evap. tank) {(π/4 x D o ) x N tube )} A b = (0,45 x 0,3) {(π/4 x (0,0) ) x 4} A b = 0,15

85 70 b) Kecepatan aliran brine didala evaporator tank V b = Debit popa/luas total aliran brine didala tube V b = 0,0055 [kg/ 3 ] /0,15 [ ] V b = 0,04 [/s] c) Kecepatan aksiu brine dan bilangan Reynolds Rancangan evaporator ditetapkan bahwa susunan pipa selang-seling (staggered). Berdasarkan buku Heat and Mass Transfer (Mechanical Engineering Handbook) yang ditulis oleh Kreith, F.; Boeh, R.F. Maka diperoleh ruus sebagai berikut: [4] Keudian didapat nilai sebagai berikut: Karena nilai S d lebih besar dari nilai. Maka kita gunakan persaaan 1. U ax U S T. ST d o 0,04 0,067 0,06[/s] 0,067 0,0

86 71 d) Menghitung nilai bilangan Reynolds b. U ax. do ,06 0,0 Re D ax 5 418,610. b Red 300, aka 381,1 aliran yang terjadi adalah lainar e) Menghitung nilai angka Prandtl b. Cp Pr k b b (0,004).(3456) 0,531 7,68 Diana : Pr Prandtl nuber b Cp k b b Viskositas dinaik 0,004[Pa.s] Kalor jenis 3456[J/kg.K] Kondukstivitas teral 0,531[W/.K] Dari data diatas keudian dari di dapatkan C 1 0,48 0, Fundaental of Heat Transfer (Incropera; De Witt) Nilai C 1 dan adalah konstanta yang didapatkan dari tabel berikut ini: [5] S T /D S L /D 1,5 1,5,0 3,0 C 1 C 1 C 1 C 1 Staggered 0, ,13 0,636 0, ,446 0,571 0,410 0,581 1, ,497 0, , ,478 0,565 0,518 0,560 1,50 0,518 0,556 0,505 0,554 0,519 0,556 0,5 0,56 1,500 0,451 0,568 0,460 0,56 0,45 0,568 0,448 0,568,000 0,404 0,57 0,416 0,568 0,48 0,556 0,449 0,570 3,000 0,310 0,59 0,356 0,580 0,440 0,56 0,48 0,574

87 7 f) Menghitung angka Nusselt [5] Nu D 1,13. C.Re 1,13.(0,48).(381,1).(7,68) 37,53 1.Pr 1/ 3 1/ 3 Diana : C 1 0,48 0,574 Re Angka Reynolds aliran brine 381,1 Pr Angka Prandtl 7,68 g) Nilai koefisien konveksi perpindahan kalor pada brine h b Nu. k d o (37,53).(0,531) 0,0 896,71 b U o diana h b Koefisien konveksi perpindahan kalor brine Nu Angka Nusselt k d b o Konduktivitas teral brine Diaeter luar 0,0[] 0,531[W/.K] Menghitung nilai perpindahan kalor enyeluruh 1 R h o 1 896,7 f, o ro k 389,84[W/ ro ro ln R ri ri 0,0111 0,011 0,011 0,011 0, , ,009 0,009 0,009.K] 1 f, i ro 1 ri hi ,93

88 73 Diana : h k Kondukstivitas teral tebaga 394[W/.K] o i o Koefisien konveksi perpindahan kalor brine 896,7[W/ h Koefisien konveksi perpindahan kalor refrigeran dua fasa 1649,93[W/.K] i R R r f,o f,i Faktor pengotoran dari brine 0,00058[ Faktor pengotoran refrigeran 0,000175[.K/W] Jari r Jari - jari pipasisi luar - jari pipasisi dala 0,011[] 0,009[].K/W].K] Menghitung luas perpindahan kalor rancangan qtot 1037,6 A 4,94[ ] U. T 389,94 5,36 Diana: A q U tot T Luas total perpindahan kalor Dayapendinginan 1037,6[W] Koefisien perpindahan kalor enyeluruh 389,84[W/ True teperature 5,36 o C.K] Menghitung panjang satu buah pipa evaporator Panjang tube yang dibutuhkan adalah A luas seliut tube x julah tube A (. d. L) x Nt A 4,94 L,95[]. d. Nt 0,0 4 o o Diana: L Panjang satu buah pipaevaporator A Luas totalperpindahan kalor 4,94[ ] d o Diaeter luar pipa 0,0[] Nt Julah pipa 4

89 74 Panjang evaporator tank adalah 3,54 [] aka dengan hasil perhitungan evaporator yang lebih kecil yang berdiensi,95 [] aka rancangan ini dapat digunakan. Gabar 4.. Layout Evaporator di dala Ruang Produksi Menghitung prssure drop dala pipa evaporator Pada setiap satu pipa evaporator, koponen-koponen pressure dropnya adalah: a) Gesekan fluida Pressure drop akibat gesekan antara fluida dengan dinding pipa dan gesekan antara fluida dengan fluida. [1] p f f. G. v. L d i Diana : p f Pressure drop akibat gesekan [Pa] Faktor gesekan G Mass flux v Volue spesifik rata - rata L Panjang evaporator d i f Diaater dala pipa A i. d 4 G A. o i.(0,0189) 4 0,07,810-4, ,63[kg/ 4 sec] [ ]

90 75 K f h L. g (,95).(9,81) 4946,4 f 0,053. K f 1/ 4 (0,053).(4946,4) 0, Re 1/ 4 1/ 4.(18387) 1/ 4 v i ,04 0,039[kg/ 3 1 1,88 ] p f f. G. v (0,000311).(56,6). 17,1[Pa] L d b) Perubahan kecepatan fluida. i.(0,039). 3,4 0,0189 Pressure drop akibat perubahan oentu (Densitas fluida akan berubah saat terjadi perubahan fasa dari liquid ke vapor, aka akan terjadi perubahan kecepatan aliran pada fluida) [1] p G i 1 i o Diana : p G Mass flux [kg/ Densitas fase liquid [kg/ i Densitas fase gas [kg/ o p Pressure drop akibat oentu [Pa] G i 1 i o. s] 56,6 1334, ,04 1, ,13[Pa] 3 ] 3 ]

91 76 c) Tekanan hidrostatik Pressure drop akibat elawan tekanan hidrostatik p h. g. h Diana : p h Pressure drop akibat tekanan hidrostatik [Pa] 3 Densitas rata - rata [kg/ ] g Percepatan gravitasi [ h Ketinggian pipa[] /s] 1 ρ i ,04 5,5[kg/ 3 ] 1 1,88 Untuk pressure drop di pipa lurus adalah julah dari ketiga pressure drop diatas. Masing-asing pipa eiliki kesaaan nilai pressure drop untuk pressure drop akibat gesekan dan akibat oentu, tetapi berbeda untuk nilai pressure drop akibat tekanan hidrostatik karena hal ini berkaitan dengan ketinggian pipa tersebut pada evaporator tank. p s p f p ph, n Gabar 4.3. Preview Model Evaporator Pitch = ( x d o ) + d o = ( x 0,75 inch) + 0,75 inch =,5 inch = 0,057 []

92 77 Oleh karena itu sebelu encari pressure drop total di pipa lurus, aka perlu dicari pressure drop akibat tekanan hidrostatik pada setiap level ketinggian pipa, yaitu Pipa 1 (h = 0,86 ) Pipa (h = 0,8 ) p h. g. h p. g. h (5,5).(9,81).(0,86) (5,5).(9,81).(0,8) 71,5[Pa] 57,[Pa] h p s p f p p h,1 17,1 5063,13 71,5 561,75[Pa] p s p f p p h, 17,1 5063,13 57, 547,44[Pa] p total p,1 s, , [Pa] p total p, s, 4 547, ,76[Pa] p h. g. h Pipa 3 (h = 0,171 ) Pipa 4 (h = 0,114 ) p. g. h (5,5).(9,81).(0,171) (5,5).(9,81).(0,114) 4,9[Pa] 8,6[Pa] h p s p f p p h,3 17,1 5063,13 4,9 533,14[Pa] p s p f p p h,4 17,1 5063,13 8,6 518,83[Pa] p total p,3 s, , ,56[Pa] p total p,4 s, , ,3[Pa] Pipa 5 (h = 0,057) Pipa 6 (h = 0 ) ph. g. h p h 0 (5,5).(9,81).(0,057) 14,3[Pa] p s p f p p h,5 17,1 5063,13 14,3 504,53[Pa] p s p f p p h,6 17,1 5063, ,3[Pa]

93 78 p total p,5 s, , ,1[Pa] p total p,6 s, , ,9[Pa] p s, total p PRESSURE DROP TOTAL DI PIPA LURUS ADALAH s,1 p s, p s,3 p s,4 p ,76 093, ,3 0818,1 0760, ,68[Pa] 1,54[bar] s,5 p s,6 d) Pressure drop dibelokan pipa [3] Gabar 4.4. Skeatik dari belokan (return bend 180 o ) Suber: Doanski, P.A., Heres, C.J.L., 006, An iproved two-phase pressure drop correlation for 180 return bends, 3rd Asian Conference on Refrigeration and Air-Conditioning, Gyeongju, Korea, May 1-3, 006 [3] p b f L G. x. d i v Diana : p Pressure drop di belokan [Pa] f Faktor gesekan L R [] d i Diaeter dala pipa[] G Mass flux [kg/ x Vapor quality.s] Densitas fasa uap [kg/ v b - Faktor gesekan [3] 3 ]

94 79 Vapor quality x d R a f Diana x D R a f o v v Diaeter luar pipa[] belokan jari - Jari Reynolds(fase uap) Bilangan Re 8,03.10 Konstanta Faktor gesekan : 0,15 exp.re 4 1,5 0,5 sec] 56,63[kg/ 10,8 0,07 ] [ 10,8.(0,0189) o i i A G d A 0,6.0,55 0,0189 ().(0,085) 0,15 exp ).(430975,5) 10 (8,03 0,15. exp.re 1,5 0,5 4 1,5 0,5 x d R a f i v ,5 10 1,16 (56,63).(0,0189). Re 5 v h d i h G D d D

95 80 p b f L G. x. d i (.0,085) (56,63).(0,55) 0,6.. 0,0189 ().(1,88) 056,78[Pa] v p p b, total evap,total p b Julah belokan 056,78 0 belokan 41135,6[Pa] 0,41[bar] p s, total p 1,54 0,41 1,67[bar] b, total 4.5. PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER Dari hasil perhitungan dan peilihan pada kopresor, diketahui kapasitas pendinginan sebesar 10,89 [kw] dan daya kopresor sebesar 6,1 [kw] aka didapatkan besarnya daya kondensasi sebesar 17,1 [kw]. Dan teperatur discharge dari kopresor sebesar 10,4 o C (gabar...) dan teperatur kondenser 45 o C karena daya dan teperatur yang dibutuhkan sudah ada, aka pada sub-bab ini hanya dilakukan peilihan kondenser saja. Peilihan kondenser perlu agar kondenser juga bisa diangkut enggunakan kontainer. Dala peilihan digunakan perangkat lunak Güntner Product Calculator Custoer yang erupakan perangkat lunak katalog untuk produkproduk Güntner..

96 81 Pada tapilan perangkat lunak, seperti yang ditunjukkan pada gabar 4... dipilih bagian kondenser. Selanjutnya adalah easukkan input untuk kondenser yang akan digunakan sesuai dengan data-data yang ada seperti pada gabar dibawah ini:

97 8 Setelah elakukan perhitungan, akan uncul berbagai pilihan kondenser yang bisa digunakan seperti tapak pada gabar berikut ini: Dari berbagai jenis kondenser yang ada, aka dipilih kondenser yang teperatur kondensasinya dibawah 45 o C untuk enjain supaya teperatur kondensasinya terjadi pada teperatur aksial 45 o C. Sebab jika teperatur kondensasinya diatas 45 o C, dikhawatirkan bisa engganggu siste refrigerasi yang ada sebab siste refrigerasi yang ada dibuat untuk teperatur kondensasi 45 o C. Selain asalah teperatur juga dipilih ukuran kondenser yang dapat diletakkan pada bagian atas kontainer. Setelah elakukan peilihan, kondenser yang digunakan adalah sebagai berikut: - Tipe kondenser : GVH 050.1A/1-NJ.E - Kapasitas : 17,1 [kw] - Laju aliran udara asuk :7700 [ 3 /h] - Teperatur udara asuk : 35 o C - Untuk refrigerant: o Teperatur gas panas : 10,4 o C o Teperatur awal kondensasi : 43,1 o C

98 83 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN 1. Panjang evaporator =,95 [], dengan panjang tanki evaporator = 3,54 []. Maka rancangan dapat digunakan (lihat gabar 5.1). Pressure drop di pipa evaporator = 1,54 [bar]. Maka tekanan ini adalah tekanan yang harus diatasi oleh receiver. Karena aliran refigeran eanfaatkan efek gravitasi aka nilai ini dapat digunakan sebagai data untuk ensetting ketinggian receiver. Gabar 5.1. Diensi tangki evaporator Gabar 5.. Flooded evaporator 3. Dari tabel.1, dapat dilihat bahwa tekanan keluaran evaporator sebesar =,957 [bar]. Maka tekanan saturasi ini dapat engatasi pressure drop yang nilainya lebih kecil (1,54 bar). Δp = p saturasi - p drop =,957 [bar] 1,54 [bar] = (+) 1,703 [bar] 83

99 84 4. Hasil rancangan Mini Ice Plant secara keseluruhan adalah sebagai berikut: NO TINJAUAN RANCANGAN JENIS/NILAI 1 REFRIGERAN a) Jenis R b) Massa aliran refrigeran 0,07 [kg/s] BRINE a) Jenis Sodiu klorida b) Persentase 18% c) Teperatur inlet -8 o C d) Teperatur outlet -11 o C e) Titik beku -14,8 o C 3 KOMPRESOR a) Jenis Reciprocating (Single) b) Kapasitas kontrol Parallel c) Buatan Bitzer d) Tipe EC-. e) Julah 3 unit f) Kapasitas pendinginan total 10,33[kW] g) Daya kopresor total 3,34 [kw] = 4,45 [hp] h) Kapasitas pendinginan rancangan per unit 3,45 [kw] i) Daya kopresor rancangan per unit 1,1 [kw] = 1,5 [hp] j) Kapasitas pendinginan aktual per unit 3,88 [kw] k) Daya kopresor aktual per unit,07 [kw] = 3 [hp] 5 KONDENSER a) Jenis Air-cooled b) Teperatur kondensasi 45 o C c) Tipe kondenser GVH 050.1A/1-NJ.E d) Kapasitas 17,1 [kw] e) Laju aliran udara asuk 7700 [ 3 /h] f) Teperatur udara asuk 35 o C g) Teperatur gas panas 10,4 o C

100 85 h) Teperatur awal kondensasi 43,1 o C 4 EVAPORATOR a) Jenis Flooded evaporator b) Teperatur evaporasi -15 o C c) Material tube Tebaga d) Diaeter noinal tube ¾ inch e) Ketebalan Type K f) Julah tube (Nt) 4 g) Layout tube Selang -seling h) Panjang tube,95 [] i) Pola tube 6 (pass) x 4 (baris) j) Pitch transversal (S T ) 0,057 [] =,5 [inch] k) Pitch longitudinal (S L ) 0,073 [] l) Panjang evaporator tank 3,54 [] )Tinggi evaporator tank 0,45 [] 6 KATUP EKSPANSI a) Jenis Katup apung 7 RECEIVER a) Jenis Receiver bertekanan rendah b) Posisi Vertikal 5. Dari grafik yang ada, dapat ditunjukkan bahwa jika kopresor yang bekerja secara bertahap bertabah (karena pebebanan yang eningkat) aka laju aliran assa refrigerannya pun seakin besar. Hal ini enyebabkan nilai koefisien konveksi refrigeran enjadi lebih tinggi yang secara langsung akan berpengaruh pada nilai perpindahan kalor enyeluruh (U). 6. Desain Mini Ice Plant yang dirancang dapat digunakan oleh nelayan didaerah terpencil karena selain udah untuk diobilisasi dan juga teknologinya uu digunakan dala proses pebuatan es balok. 7. Kapasitas produksi Mini Ice Plant adalah 1497,5 [kg] atau 1,5 ton per hari.

101 86 8. Proses pebuatan es ini engunakan siste secondary coolant, yaitu cairan yang didinginkan terlebih dahulu oleh refrigeran untuk eindahkan panas tanapa adanya perubahan keadaan. Fluida yang digunakan adalah NaCl 18%. 9. Refrigeran yang dipilih R karena udah didapat dan efek refrigerasinya yang cukup tinggi 10. 6). Jenis brine yang digunakan adalah larutan sodiu klorida (NaCl) yang uu digunakan untuk industri akanan. 11. Untuk engendalikan kapasitas dari kopresor akibat variasi pebebanan aka kopresor dipasang secara parallel sebanyak 3 unit diana asing asing unit akan berhenti dan bekerja enurut yang beban dibutuhkan. 1. Peilihan tipe Flooded evaporator disebabkan pada tipe ini enghasilkan efisiensi perpindahan kalornya besar dibandingkan dengan evaporator tipe lain. 13. Perancangan diensi panjang, diaeter dan banyaknya tube sangat dibatasi oleh diensi tanki evaporator itu sendiri. Sehingga koposisi yang dipilih adalah yang paling optial. 5.. SARAN Bebarapa saran yang dapat disapaikan adalah sebagai berikut: 1. Perancangan yang telah ada hendaknya disepurnakan dan diperbaiki pada perancangan selanjutnya dan jika perlu dibuat prototipnya sehingga dapat segera dianfaatkan oleh saudara-saudar kita yang berprofesi sebagai nelayan-nelayan tradisional didaerah terpencil.

102 87 Gabar 5.3. Pengontrolan Oli pada Siste Kopresor Parallel (Courtesy of Henry Valve Co., USA). Dengan siste kopresor parallel asalah yang uu terjadi adalah aliran oli yang tidak seibang ke setiap kopresor, aka sisi suction dan discharge-nya harus dirancang sedeikian rupa agar aliran oli terbagi secara erata. 3. Dengan siste kopresor yang parallel perlu di setting agar urutan saat hidup atau atinya dapat terbagi secara erata. Sehingga uur setiap kopresor adalah saa. 4. Karena oli pada refrigeran R pada teperatur yang rendah akan ebentuk suatu lapisan pada sisi bagian atas receiver. Maka perlu dirancang siste pengeluran oli yang efektif.

103 Incropera, Frank P., David De Witt. DAFTAR PUSTAKA 00, Fundaental of Heat and Mass Transfer, Singapore: WSE Willey. Shah, Raesh K., Dusan P. Sekulic 003, Fundaental of Heat Exchanger Design, New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Wang, S.K., Lavan, Z. 001, Air Conditioning and Refrigeration Second Edition, New York: McGraw-Hill. Trott, A. R., T. Welch. 000, Refrigeration And Air-Conditioning third edition, Oxford: Butterworth-Heineann. Kreith, F.; Boeh, R.F. 1999, Heat And Mass Transfer, Mechanical Engineering Handbook, Boca Raton: CRC Press LLC. Holan J.P Bejan, Adrian dan Allan D Kraus 003, Heat Transfer Handbook, New York: John Wiley & Sons, Inc. 1995, Perpindahan Kalor, terj. E. Jasjfi, edisi keena, Jakarta : Erlangga Stoecker, Wilbert F. Dan Jeroid W Jones 1994, Refrigerasi dan Pengkondisien udara, terj Suprata Hara, edisi kedua, Jakarta: Erlangga 89

104 LAMPIRAN 1 DATA TEMPERATUR SAAT OBSERVASI DI PABRIK ES Ja Teperatur B B B B B ,0-5,0-4,5-5,0-4,0-9,0-6,0-5,0-4,0-5,0 3-9,0-6,5-5,5-4,0-6,0 4-9,0-6,5-6,0-4,5-6,0 5-9,0-6,0-6,0-4,5-6,5 6-9,0-6,0-5,5-4,0-6,5 7-9,0-6,0-5,0-4,0-6,5 8-8,0-6,0-5,0-4,5-7,0 9-8,0-6,0-5,0-5,0-7,0 10-8,0-6,0-5,0-5,5-7,5 11-8,0-6,0-5,0-6,0-7,5 1-8,0-6,0-5,5-6,0-7,0 13-8,0-5,0-5,5-6,0-7, ,0-5,0-5,5-6,0-8, ,0-5,0-5,5-5,0-9, ,0-6,0-6,5-5,0-9, ,5-6,0-7,0-6,0-9, ,0-6,0-7,0-7,0-8, ,0-6,0-7,0 7,0-7,5 0-9,5-5,0-7,0-5,0-7,0 1-9,0-4,0-6,0-5,0-6,0-8,0-4,0-6,0-5,0-3,0 3-7,5-3,0-4,0-4,0-3,5 4-7,5-3,5-4,0-4,0-4,0 Ratarata -9,0-5,4-5,6-4,5-6,6 Ratarata -6, Total 90

105 Ja Teperatur B1 B1 B1 B1 B1 09/0/008 09/06/008 09/07/008 09/08/008 09/09/ ,0-3,5-4,0-3,0-3,0-8,0-4,5-5,0-3,5-3,5 3-8,0-4,5-5,5-4,0-4,0 4-8,0-5,0-5,0-5,0-4,5 5-8,0-5,5-5,0-6,0-5,0 6-8,0-6,0-4,5-7,0-5,5 7-8,0-6,5-5,5-7,0-6,0 8-8,0-7,0-6,0-7,0-6,5 9-8,0-7,0-7,0-7,0-6,0 10-8,5-7,0-7,5-7,0-7,0 11-8,5-7,0-8,5-7,0-7,0 1-8,5-7,0-8,5-8,0-7,5 13-8,5-7,0-9,0-8,5-8,0 14-8,0-7,5-9,0-8,0-8,5 15-9,0-7,5-9,0-8,0-8, ,0-7,0-9,0-8,0-9, ,0-7,0-8,0-8,5-9,0 18-9,0 7,0 8,0-8,5-8,0 19-8,0-6,0-7,0-8,0-8,0 0-7,5-5,0-6,0-7,0-6,0 1-6,0-4,0-5,0-6,0-5,0-6,0-3,0-4,0-4,5-4,0 3-6,0-3,5-5,0-3,0-4,0 4-7,0-4,0-7,0-4,0-5,0 Ratarata -8,1-5, -5,9-6,4-6, Ratarata -6,4 Total 91

106 LAMPIRAN : SPESIFIKASI KOMPRESOR 9

107 SPESIFIKASI KOMPRESOR (cont d) 93

108 SPESIFIKASI KOMPRESOR (cont d) 94

109 SPESIFIKASI KOMPRESOR (cont d) 95

110 Lapiran 3. Theral properties of ice 96

111 LAMPIRAN 4 Gabar saat obsrvasi ke pabrik es 97

TERMODINAMIKA TEKNIK II

TERMODINAMIKA TEKNIK II DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2005 i DIKTAT KULIAH TERMODINAMIKA TEKNIK II Disusun : ASYARI DARAMI YUNUS Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

= Perubahan temperatur yang terjadi [K] BAB II DASAR TEORI 2.1 KALOR Kalor adalah salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pebekuan Pebekuan berarti peindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari cair ke padat dan erupakan salah satu proses pengawetan yang uu dilakukan untuk penanganan

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT 31 Kriteria rancangan plant Diensi plant yang dirancang berukuran 40cx60cx50c, dinding terbuat dari acrylic tebus pandang Saluran asukan udara panas ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING Puji Saksono 1) ABSTRAK Kondensor erupakan alat penukar kalor pada sisti refrigerasi yang berfungsi untuk elepaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Energi atahari sebagai suber energi pengganti tidak bersifat polutif, tak dapat habis, serta gratis dan epunyai prospek yang cukup baik untuk dikebangkan. Apalagi letak geografis

Lebih terperinci

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1) RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM Oleh : Aprizal (1) 1) Dosen Progra Studi Teknik Mesin. Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian Eail. ijalupp@gail.co

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1) JURNAL TEKNIK MESIN Vol 4, No 2, Oktober 2002: 94 98 Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Perforansi Mesin Pendingin ) Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Kompresor Pada Sistem Pengkondisian Udara Dengan Pre-Cooling

Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Kompresor Pada Sistem Pengkondisian Udara Dengan Pre-Cooling JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No., (016) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) F-84 Studi Eksperien Pengaruh Variasi Kecepatan Putaran Kopresor Pada Siste Pengkondisian Udara Dengan Pre-Cooling Fariz Ibrohi dan Ary

Lebih terperinci

PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON

PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON PERFORMANSI MESIN REFRIGERASI KOMPRESI UAP TERHADAP MASSA REFRIGERAN OPTIMUM MENGGUNAKAN REFRIGERAN HIDROKARBON Azridjal Aziz (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Riau ABSTRAK Julah assa

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No., (016) ISSN: 337-3539 (301-971 Print) A-918 Studi Eksperien Pengaruh Diensi Pipa Kapiler Pada Siste Air Conditioning Dengan Pre-Cooling Awan Satya Darawan dan Ary Bachtiar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WATER CHILLER

KARAKTERISTIK WATER CHILLER Karakteristik Water Chiller (PK Purwadi dan Wibowo Kusbandono KARAKTERISTIK WATER CHILLER PK Purwadi dan Wibowo Kusbandono ABSTRACT The quantities of cooling load and the condition of air in air conditioning

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-95

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-95 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-95 Studi Variasi Beban Pendinginan Di Evaporator Low Stage Siste Refrigerasi Cascade Menggunakan Heat Exchanger Tipe Concentric

Lebih terperinci

PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-134a

PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-134a PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-34a Wibawa Endra J, Tri Istanto Staf Pengajar - Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN PERALATAN

BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN PERALATAN BAB III PERHITUNGAN DAN PEMILIHAN PERALATAN Setelah melakukan perancangan terhadap mesin-mesin refrigerasi yang akan digunakan, maka tahap berikutnya adalah melakukan perhitungan terhadap kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

Refrigerant. Proses pendinginan atau refrigerasi pada hakekatnya merupakan proses pemindahan energi panas yang terkandung di dalam ruangan tersebut.

Refrigerant. Proses pendinginan atau refrigerasi pada hakekatnya merupakan proses pemindahan energi panas yang terkandung di dalam ruangan tersebut. TEKNIK PENDINGIN Refrigerant Proses pendinginan atau refrigerasi pada hakekatnya merupakan proses pemindahan energi panas yang terkandung di dalam ruangan tersebut. Untuk keperluan pemindahan energi panas

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Untuk memperbaiki kualitas ikan, dibutuhkan suatu alat yaitu untuk menjaga kondisi ikan pada kondisi seharusnya dengan cara menyimpannya didalam sebuah freezer yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pebangunan ekonoi erupakan asalah penting bagi suatu negara, untuk itu sejak awal pebangunan ekonoi endapat tepat penting dala skala prioritas pebangunan nasional

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH

TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH TUGAS AKHIR PERANCANGAN MESIN PEMBUAT ES BALOK KAPASITAS 2 TON PERHARI UNTUK MENGAWETKAN IKAN NELAYAN DI PANTAI MEULABOH ACEH Diajukan guna melengkapi sebagaian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air erupakan kebutuhan yang penting bagi kehidupan anusia. Manusia tidak dapat elanjutkan kehidupannya tanpa penyediaan air yang cukup dala segi kuantitas dan kualitasnya.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem refrigerasi kompresi uap merupakan suatu sistem yang menggunakan kompresor sebagai alat kompresi refrigeran, yang dalam keadaan bertekanan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 5 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT Baharuddin Progra Studi Teknik Elektro, Universitas Tanjungpura, Pontianak Eail : cithara89@gail.co

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENCARI NILAI OPTIMAL DESAIN PENUKAR KALOR JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENCARI NILAI OPTIMAL DESAIN PENUKAR KALOR JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENCARI NILAI OPTIMAL DESAIN PENUKAR KALOR JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR ARIF BUDIANTO L2E 008 021 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisian udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk mengkondisikan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI

PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERANCANGAN SHELL AND TUBE HEAT EXCHANGER TIPE FIXED HEAD DENGAN MENGGUNAKAN DESAIN 3D TEMPLATE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL Waris Wibowo Staf Pengajar Akadei Mariti Yogyakarta (AMY) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk endapatkan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket.

SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011. Materi Tujuan Ket. SILABUS MATA KULIAH D4 REFRIGERASI DASAR KURIKULUM 2011 tahun ajaran 2010/2011 No Minggu ke 1 1-2 20 Feb 27 Feb Materi Tujuan Ket. Pendahuluan, Jenis dan Contoh Aplikasi system Refrigerasi Siswa mengetahui

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal. BAB II DASAR TEORI 2.1 Florist Cabinet Florist cabinet merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses pendinginan bunga. Florist cabinet beragam dalam ukuran dan konstruksi. Biasanya florist cabinet

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PROSES PEMBUATAN DAN ANALISA KEKUATAN RUANG PRODUKSI PADA MINI ICE PLANT SKRIPSI CHAIRIL CHAIDIR AYUBA

UNIVERSITAS INDONESIA PROSES PEMBUATAN DAN ANALISA KEKUATAN RUANG PRODUKSI PADA MINI ICE PLANT SKRIPSI CHAIRIL CHAIDIR AYUBA UNIVERSITAS INDONESIA PROSES PEMBUATAN DAN ANALISA KEKUATAN RUANG PRODUKSI PADA MINI ICE PLANT SKRIPSI CHAIRIL CHAIDIR AYUBA 06 06 04 1926 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPOK DESEMBER 2008

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

PENUKAR KALOR CANGKANG DAN TABUNG EFEKTIF UNTUK MENDINGINKAN MINYAK PELUMAS MESIN DIESEL DENGAN PENYARINGAN SISTEM CABANG.

PENUKAR KALOR CANGKANG DAN TABUNG EFEKTIF UNTUK MENDINGINKAN MINYAK PELUMAS MESIN DIESEL DENGAN PENYARINGAN SISTEM CABANG. PENUKR KLOR CNGKNG DN TBUNG EFEKTIF UNTUK MENDINGINKN MINYK PELUMS MESIN DIESEL DENGN PENYRINGN SISTEM CBNG Murni *) bstract Lubrication is iportant paraeter in whole operation in diesel engine, bad lubrication

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KUALITAS UAP RATA-RATA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

ANALISIS PENGARUH KUALITAS UAP RATA-RATA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808 Jurnal Mekanikal, Vol. No. : Juli 011: 10 16 ISSN 086-3403 ANALISIS PENGARUH KUALITAS UAP RATA-RATA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808 Basri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI.

BAB II DASAR TEORI. BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan Sistem pendinginan secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem pendinginan secara langsung dan sistem pendinginan secara tidak langsung. Sistem pendinginan secara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Florist Cabinet Florist cabinet merupakan suatu alat yang digunakan untuk proses pendinginan bunga. Florist cabinet sangat beragam dalam ukuran dan konstruksi. Biasanya florist cabinet

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Data dan Variabel 2.1.1 Data Pengertian data enurut Webster New World Dictionary adalah things known or assued, yang berarti bahwa data itu sesuatu yang diketahui atau dianggap.

Lebih terperinci

PERANCANGAN THERMAL DAN ELEKTRIKAL SOLAR COLD STORAGE UNTUK KAPAL NELAYAN TRADISIONAL SKRIPSI

PERANCANGAN THERMAL DAN ELEKTRIKAL SOLAR COLD STORAGE UNTUK KAPAL NELAYAN TRADISIONAL SKRIPSI PERANCANGAN THERMAL DAN ELEKTRIKAL SOLAR COLD STORAGE UNTUK KAPAL NELAYAN TRADISIONAL SKRIPSI Oleh NOFRIZAL 04 03 02 7062 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GANJIL 2007/2008

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM 25 PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM Budi Hartono Fakultas Teknik, Universitas Ibnu Chaldun, Jl. Raya Serang Cilegon K.5, Serang Banten. Telp. 254-82357 / Fax. 254-82358

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

MAKALAH SISTEM BASIS DATA

MAKALAH SISTEM BASIS DATA MAKALAH SISTEM BASIS DATA (Entity Relationship Diagra (ERD) Reservasi Hotel) Disusun Oleh : Yulius Dona Hipa (16101055) Agustina Dau (15101635) Arsenia Weni (16101648) PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMARIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System) Melinder (2010) menjelaskan sistem refrigerasi tidak langsung yang menggunakan secondary refrigerant telah lama banyak digunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan penerapan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi.

Lebih terperinci

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X IATMI 2006-TS-30 PROSIDING, Siposiu Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perinyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 5-7 Noveber 2006 OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Refrigerasi adalah proses pengambilan kalor atau panas dari suatu benda atau ruang tertutup untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk dari energi,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Sistem Refrigerasi Kompresi Uap merupakan system yang digunakan untuk mengambil sejumlah panas dari suatu barang atau benda lainnya dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini teknologi mengenai sistem refrigerasi maupun tata udara telah mengalami banyak kemajuan dan aplikasinya pun telah banyak digunakan baik dari kepeluan

Lebih terperinci

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3 Zat dan Wujudnya Massa Jenis Jika kau elihat kapas yang berassa 1 kg dan batu berassa 1 kg, apa ada di benaku? Massa Jenis adalah perbandingan antara assa benda dengan volue benda Massa jenis zat tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Sistem refrigerasi kompresi uap paling umum digunakan di antara

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Waktu pendinginan yang diperlukan untuk sistem Blast

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller BAB II DASAR TEORI 2.1 Blast Chiller Blast Chiller adalah salah satu sistem refrigerasi yang berfungsi untuk mendinginkan suatu produk dengan cepat. Cara pendinginan produk pada Blast Chiller ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Mesin Pendingin Untuk pertama kali siklus refrigerasi dikembangkan oleh N.L.S. Carnot pada tahun 1824. Sebelumnya pada tahun 1823, Cagniard de la Tour (Perancis),

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Freezer Freezer merupakan salah satu mesin pendingin yang digunakan untuk penyimpanan suatu produk yang bertujuan untuk mendapatkan produk dengan kualitas yang

Lebih terperinci

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA Di sekitar kita banyak benda yang bergetar atau berosilasi, isalnya assa yang terikat di ujung pegas, garpu tala, gerigi pada ja ekanis, penggaris elastis yang salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

LAPORAN KERJA PRAKTEK 1 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Alat penukar kalor (Heat Exchanger) merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk menukarkan energi dalam bentuk panas antara fluida yang berbeda temperatur yang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA TEORETIK

BAB III ANALISA TEORETIK BAB III ANALISA TEORETIK Pada bab ini, akan dibahas apakah ide awal layak untuk direalisasikan dengan enggunakan perhitungan dan analisa teoretik. Analisa ini diperlukan agar percobaan yang dilakukan keudian

Lebih terperinci

DESAIN PERANCANGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER UNTUK MESIN PENDINGIN AIR COOLED CHILLER DENGAN DAYA KOMPRESOR 3 PK. Angga Panji Satria Pratama

DESAIN PERANCANGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER UNTUK MESIN PENDINGIN AIR COOLED CHILLER DENGAN DAYA KOMPRESOR 3 PK. Angga Panji Satria Pratama DESAIN PERANCANGAN DAN PEMILIHAN KONDENSER UNTUK MESIN PENDINGIN AIR COOLED CHILLER DENGAN DAYA KOMPRESOR 3 PK Angga Panji Satria Pratama 0906555973 ABSTRAK Chiller merupakan mesin refrigerasi non direct

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Dasar Graph Sebelu sapai pada pendefinisian asalah network flow, terlebih dahulu pada bagian ini akan diuraikan engenai konsep-konsep dasar dari odel graph dan representasinya

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air pada udara terkompresi (compressed air). Sistem ini menjadi satu kesatuan proses

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB III PERBAIKAN ALAT L e = Kapasitas kalor spesifik laten[j/kg] m = Massa zat [kg] [3] 2.7.3 Kalor Sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN 1 Amrullah, 2 Zuryati Djafar, 3 Wahyu H. Piarah 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Bosowa, Makassar 90245,Indonesia

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI Darwis Tampubolon *), Robert Samosir **) *) Staf Pengajar Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan **) Staf Pengajar Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan Abstrak Refrigerasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 REFRIGERASI DAN SISTEM REFRIGERASI Refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur tinggi, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor Jurnal Kopetensi Teknik Vol. 1, No. 1, Noveber 009 1 Studi Eksperien Pengaruh Alur Perukaan Sirip pada Siste Pendingin Mesin Kendaraan Berotor Sasudin Anis 1 dan Aris Budiyono 1, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Refrigerasi adalah suatu proses penyerapan panas dari suatu zat atau produk sehingga temperaturnya berada di bawah temperatur lingkungan. Mesin refrigerasi atau disebut juga mesin

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

ANALISIS SCALING KETEL UAP PIPA API DI INDUSTRI TEKSTILCIREBON

ANALISIS SCALING KETEL UAP PIPA API DI INDUSTRI TEKSTILCIREBON ANALISIS SCALING KETEL UAP PIPA API DI INDUSTRI TEKSTILCIREBON JURNAL TEKNIK MESIN Oleh W. Djoko Yudisworo yudisworojoko@yahoo.co.id.tm-untag.crb ABSTRAK Penelitian terhadap unjuk kerja Ketel uap (Boiler

Lebih terperinci

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli 2005 25 PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR EVAPORATOR TERHADAP PRESTASI AIR COOLED CHILLER DENGAN REFREGERAN R-134a, PADA TEMPERATUR KODENSOR TETAP Bambang Yunianto 1) Abstrak Pengujian

Lebih terperinci

1 Pengukuran dan analisa..., Ivan Adhiwena, FT UI, 2008 Universitas Indonesia

1 Pengukuran dan analisa..., Ivan Adhiwena, FT UI, 2008 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia membentang luas di cakrawala kathulistiwa dari 95 o sampai 141 o bujur timur dan 6 o lintang Utara sampai 11 o lintang selatan,

Lebih terperinci