BAB V KESIMPULAN. merupakan bentuk kekecewaan terhadap tidak terpenuhinya janji-janji Soekarno

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V KESIMPULAN. merupakan bentuk kekecewaan terhadap tidak terpenuhinya janji-janji Soekarno"

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN Konflik Aceh dengan Pemerintah Indonesia yang diawali pada tahun 1953 merupakan bentuk kekecewaan terhadap tidak terpenuhinya janji-janji Soekarno sebagai Presiden Pertama Indonesia. Secara terbuka pada tanggal 27 Januari 1953 presiden Soekarno menolak Islam sebagai dasar negara Indonesia dan sebelumnya, pada tahun 1951 membubarkan propinsi Aceh dan menggabungkannya dalam provinsi Sumatera Utara. Dengan tidak terwujudnya janji Presiden Soekarno, maka rakyat Aceh tidak memiliki hak untuk menjalan syari at Islam dalam kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Selain itu, keinginan untuk menerapkan hukum Islam di Aceh tidak memperoleh tempat. Sebagai bentuk perlawanan terhadap Pemerintah Pusat Indonesia, di bawah pimpinan Daud Beureuh, rakyat Aceh melakukan pemberontakan dengan pernyataan utama Indonesia adalah penindas dankolonialis karena itu Aceh harus merdeka. Lebih lanjut gerakan pemberontakan ini menyatakan bahwa Aceh Darussalam merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia yang didekarasikan oleh Kartosuwiryo di Jawa Barat. Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis, peneliti menemukan bahwa konflik Aceh berkaitan dengan usaha melakukan refleksi diri. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa konflik Aceh sebagai upaya mendapatkan kepentingan emansipatoris. Berkaitan dengan proses penyelesaian konflik Aceh, penulis menemukan bahwa proses tersebut merupakan bangunan konsensus dialogal. Sedangkan berkenaan dengan tujuan penyelesaian konflik Aceh, peneliti 163

2 menemukan bahwa keseluruhan proses mengacu kepada usaha untuk mengembalikan otonomitas manusia. Keempat temuan tersbut pasti saja berkaitan dengan resolusi konflik antara Pemerintah Indonesia dengan GAM. Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis, dapat dipahami bahwa konflik Aceh terjadi karena kurangnya refleksi diri baik Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh di bawah Daud Beureuh. Pemerintah Indonesia tidak mebangun refleksi diri sehingga kurang mampu memahami kekhasan masing-masing wilayah Indonesia, cenderung menyeragamkan. Kekhasan masyarakat Aceh yang sebagian besar beragama slam serta sejarah Islam di Aceh yang memiliki kekhasan sehingga disebut Beranda Mekah atau Serambi Mekah tidak menadapat perhatian Pemerintah Indonesia ketika membangun struktur pemerintahan. Demikian juga rakyat Aceh yang merasa terabaikan hak-haknya tidak berusaha melakukan dialog dengan Pemerintah Pusat Indonesia tetapi langsung membuat gerakan kemerdekaan. Berkaitan dengan posisi pihak yang bertentangan dalam konflik Aceh, dengan menggunakan Teori Kritik sehubungan dengan refleksi diri, perlu dipertanyakan atau mempertanyakan apakah telah melakukan penguasaan atas pihak lain? Atau apakah pihak lain telah melakukan penguasaan atas dirisaya? Dalam hal ini Pemerintah Pusat Indonesia perlu mempertanyakan diri, apakah sudah layak memperlakukan sebagian rakyatnya yang dalam hal ini adalah rakyat Aceh dengan wujud dominasi kekuasaan militer tanpa menyediaan ruang dialog? Selain itu gerakan pertentangan Aceh perlu mempertanyakan, apakah sudah sepantasnya kekecewaan diungkapkan dengan kekerasan tanpa membukan diri 164

3 untuk dialog? Dalam pandangan perspektif Teori Kritis, keterbukaan diri dari dua belah pihak yang bekonflik akan memungkinkan untuk mengarah kepada dialog emansipatoris untuk membangun konsensus berkaitan dengan kepentingan masing-masing. Usaha presiden Soeharto untuk menyelesaikan konflik Aceh dengan menggunakan militer yang terwujud dalam berbagai kekerasan, perkosaan dan pembunuhan telah memposisikan Pemerintah Indonesia ke dalam gross violation of human rights. Penyelesaian masalah yang mengutamakan penggunaan pemaksaan menurut Teori Kritis merupakan implementasi rasio instrumental. Pemerintah Pusat Indonesia memiliki posisi sebagai subyek sedangkan perlawanan Aceh instrumen atau obyek yang bisa diperlakukan sekehendaknya. Pada tahun 2002 telah dilakukan perundingan untuk menyelesaikan konflik Aceh dalam bangunan peace-making yang difasilitasi dan dimediasi oleh Henry Dunant Center. Perundingan ini pada tanggal 9 Desember menghasilkan Cessation of Hostilities Agreement (COHA) yang kesepakatan pokoknya berkaitan dengan pengaturan demiliterisasi kedua belah pihak, penyaluran bantuan kemanusiaan dan pembangunan segenap fasilitas yang rusak karena perang. Dalam pelaksanaannya ternyata kedua belah pihak memiliki penafsiran yang berbeda atas kesepakatan tersebut. Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis dapat dipahami bahwa negosiasi yang telah berlangsung tidak dilandasi oleh ketulusan dari masing-masing pihak. Menurut Robert Cox sebagai pengembang Teori Kritis, ketidakadanya ketulusan akan mereduksi pandangan intersubyektivitas yang berakhir dengan kesulitan untuk mengimplementasikan 165

4 perjanjian. Dengan demikian akan memunculkan pertentangan kembali bahkan bisa lebih besar daripada sebelum perundingan. Kemampuan refleksi diri pada pemerintahan Presiden Megawati tidak nampak dilakukan dengan penuh keseriusan. Presiden Megawati memang meneruskan usaha perdamaian dengan GAM seperti yang sudah dirintis oleh Presiden Wahid, namun kemudian terabaikan dengan kepentingan pemerintahannya untuk memiliki kestabilan dan kekuatan yang meningkat. Untuk itu Presiden Megawati mendekati militer dan usaha penyelesaian konflik Aceh dilakukan bukan lagi dengan dialog tetapi dengan militeristik. Usaha peacekeeping Presiden Megawati mengalami kegagalan karena berbagai kekerasan yang dilakukan oleh militer yang seharusnya berupaya meredam kekerasan. Dengan menggunakan pemikiran Robert Cox sebagai pengembang Teori Kritis, Presiden Megawati tidak lagi membangun intersubyektivitas tetapi memandang GAM sebagai obyek yang harus dihancurkan. Dalam hal ini Pemerintah Indonesia tidak akan mampu memunculkan refleksi diri karena semua permasalahan selalu diselesaikan dengan kekerasan, kecenderungan untuk dialog tereduksi. Refleksi diri yang dilakukan oleh Presiden Yudoyono dan Wakil Presiden Yusuf Kalla agar konflik Aceh terselesaikan dengan baik, yaitu dengan memanfaatkan ripe moment yang berupa tersebarnya demokratisasi ke seluruh penjuru dunia untuk membangun peace-making. Oleh karena itu demokratisasi semakin digalakkan di Indonesia dan juga membuat pilihan berkaitan dengan pertentangan Amerika Serikat dengan gerakan Islam radikal yang tidak akan mengganggu penyelesaian konflik Aceh. Pemerintah Indonesia memilih jalan 166

5 tengah, dengan mencitrakan sebagai Islam moderat sehingga tidak bermusuhan dengan Amerika Serikat dan terhindar dari tekanan kelompok Islam di dalam negeri. Dengan wujud refleksi diri yang seperti ini, pemerintah Indonesia mampu menepis kerugian atas internasionalisasi konflik Aceh bahkan banyak mendapatkan simpati dan bantuan internasional untuk menyelesaikan masalahnya Demikian juga GAM mampu berefleksi diri dengan menanggapi ajakan membangun negosiasi dengan pemerintah Indonesia Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis Andrew Linklater, usaha Pemerintah Indonesia mengadakan pendekatan-pendekatan informal dengan tokoh-tokoh GAM merupakan usaha untuk menjauhkan distorsi dalam bernegosiasi dengan GAM. Usaha pemerintah Indonesia menyiapkan mediator internasional dan mengadakan pendekatan-pendekatan informal dengan GAM memperlihatkan keseriusan untuk mengubah pendekatan penyelesaian masalah dari rasio instrumental menjadi rasio komunikatif. Refleksi diri memunculkan kesadaran bahwa GAM bukan lagi sebagai obyek, sebagai sasaran tetapi sebagai subyek dialog untuk membangun perdamaian Aceh. Bagi Hasan Tiro, perjuangan GAM berkaitan dengan upaya mendapatkan kepentingan emansipatoris. Menurut Tiro, sistem pemerintahan Indonesia yang unitaris menimbulkan kecenderungan dominasi salah satu suku terhadap yang lain. Aceh mengalami kolonisasi yang dilakukan oleh fuhrer-fuhrer Jawa. Penguasaan atas aspek-aspek ekonomi dan politik rakyat Aceh oleh pemerintahan Jawa, menurut Tiro hanya bisa dihancurkan dengan perjuangan. Selain itu ada kepentingan emansipatoris rakyat Aceh yang tereduksi, terutama kepentingan 167

6 untuk penerapan syariat Islam. Protes yang diajukan oleh GAM ditanggapi pemerintahan B.J. Habibie dan pemerintahan Megawati dengan menggerakkan militer. Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis Andrew Linklater dapat dipahami bahwa penggunaan militer dalam usaha memecahkan suatu konflik, akan semakin menjauhkan usaha pencapaian kepentingan emansipatoris. Usaha pemenuhan kepentingan emansipatoris masing-masing pihak yang bertikai dilakukan oleh Presiden Yudoyono dan Wakil Presiden Kalla dengan mengadakan perundingan yang difasilitatori dan dimediatori oleh Martti Ahtisaari sebagai direktor Crisis Management Initiative. Pada awal perundingan, GAM mengemukakan pemenuhan self-determination (kemerdekaan penuh) sebagai kepentingan yang diperjuangkannya. Sedangkan Pemerintah Indonesia berkepentingan atas penyelesaian konflik Aceh dengan memberikan otonomi khusus kepada GAM. Walau sepintas, dengan memahami kepentingan masingmasing pihak yang berkonflik, terdapat pertentangan yang tajam namun dalam perundingan tersebut kedua pihak semakin menyadari kepentingan emansipatoris pihak lain yang dibawa ke dalam perundingan, sehingga dialog yang mereka jalankan mengarah kepada konsensus emansipatoris. Pelaksanaan perundingan antara Pemerintah Indonesia dan GAM menerapkan dua prinsip sebagai usaha membangun pengertian dalam pemenuhan kepentingan emansipatoris masing-masing pihak. Prinsip pertama adalah nothing is agreed until everuthing is agreed yang diartikan sebagai tidak ada kesepakatan yang bisa dicapai dan mengikat apabila salah satu pihak tidak menyepakatinya. Prinsip yang kedua adalah comprehensiveness yang diartikan sebagai keharusan 168

7 untuk membicarakan dan mengusahakan penyelesaian semua persoalan yang berkaitan dengan konflik Aceh. Kedua prinsip tersebut sejalan dengan pemikiran Teori Kritis berkaitan dengan rasio komunikatif yang memposisikan kedua belah pihak yang berkonflik sebagai subyek yang sejajar, bukan dalam posisi dominasi. Usaha pemenuhan kepentingan emansipatoris sebelum perundingan Helsinki pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Presiden Soekarno pernah mengeluarkan UU No. 24/1956 tentang otonomi di berbagai bidang dan Kep. PM No. 1/Missi/1959 tentang pemberian status Daerah Istimewa Aceh yang memiliki otonomi di bidang agama dan pendidikan. Dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto pernah mengeluarkan kebijakan Operasi Bhakti TNI pada tahun Demikian juga Presiden Habibie pernah mengeluarkan UU No. 44/1999 tentang otonomi khusus di bidang pendidikan, agama dan adat. Presiden Megawati juga pernah mengeluarkan UU No. 18/2001 tentang otonomi khusus, 70% migas untuk Aceh, hak untuk menjalankan syariat Islam dan adanya Wali Naggroe. Selain itu, Presiden Megawati juga mengupayakan perdamaian dengan Cessation of Hostilities Agreement ada 9 Desember 2002 yang disusul dengan Bahkti TNI untuk rehabilitasi Aceh. Usaha pemenuhan kepentingan emansipatoris tersebut tidak mendapat tangapan positif oleh rakyat Aceh karena berdkatan dengan kebijakan dan perundingan tersebut Pemerintah Indonesia melakukan hard power dalam berbagai operasi militer. Dengan menggunakan perspektif Teori Kritis Habermas dapat dipahami bahwa kegagalan usaha pemenuhan kepentingan emansipatoris rakyat Aceh terkesan tidak disertai dengan truth, normative rightness dan truthfulness, yang memunculkan kecurigaan rakyat Aceh. 169

8 Dalam perjanjian Helsinki, tuntutan untuk mendapatkan kemerdekaan sangat diperjuangkan oleh GAM dan Pemerintah Indonesia menolak tuntutan tersebut. Situasi internasional yang sedang marak dengan demokratisasi dan Indonesia yang juga melakukan demokratisasi yang antara lain diungkapkan lewat penyelesaian masalah Aceh dengan dimediatori oleh pihak ketiga, sangat berharga untuk mendapatkan simpati internasional. Kofi Annan sebagai Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada saat itu serta Pemerintah Amerika Serikat menolak untuk membantu memenuhi tuntutan merdeka GAM. Dalam perundingan tersebut kedua belah pihak menyadari posisi masing-masing. Dengan demikian GAM menurunkan tuntutannya menjadi berkehendak untuk memiliki partai lokal, demikian juga Pemerintah Indonesia pada akhirnyamenyetujui adana partai lokal di Aceh tidak hanya otonomi khusus. Sesuai dengan Teori Kritis Robert Cox, tindakan Pemerintah Indonesia teradap GAM dengan memenuhi tuntutan berkaitan dengan kepentingan emansipatoris menyatakan bahwa dalam hal ini tidak ada hegemoni fisik maupun ide dari satu pihak ke pihak yang lain. Berkaitan dengan pemenuhan kepentingan emanspatoris, Pemerintah Indonesia menyadari adanya kompleksitas dalam negara Indonesia yang mewarnai seluruh relasi sosialnya. Berkaitan dengan usaha untuk mewujudkan konsensus sebagai hasil akhir perundingan Helsinki, Pemerintah Indonesia mengawalinya dengan mengadakan pendekatan informal terhadap tokoh-tokoh GAM. Pendekatan tersebut menghasilkan perbincangan yang ideal dalam awal perundingan dengan adanya pengungkapan keinginan damai dari kedua belah pihak. Menurut Teori Kritis, 170

9 dengan adanya perbincangan yang ideal, konsensus dialogal memungkinkan untuk dapat terwujud. Terbentuknya Draft MOU Helsinki dan persetujuan kedua belah pihak dengan mencantumkan tanda tangan dalam draft tersebut menyatakan bahwa konsensus dialogal berhasil dibangun dalam perundingan damai tersebut. Setelah sekian lama rakyat Aceh mendapatkan perlakuan dari Pemerintah Indonesia sebagai jawaban atas tuntutan mereka yang terwujud dalam penerapan hard power, berakhirnya perundingan Helsinki merupakan pengembalian otonomitas manusia yang dalam hal ini adalah rakyat Aceh. Bagi Teori Kritis, kesadaran dan pengakuan akan kesejajaran masing-masing pihak atas pihak yang lain merupakan syarat dasar perundingan dapat berlangsung dalam dialog emansipatoris. Pengakuan bahwa GAM merupakan subyek yang otonom oleh Pemerintah Indonesia sehingga perundingan Helsinki bisa berlangsung merupakan awal kehadiran kembali otonomitas manusia Aceh. Lebih lanjut dengan menggunakan perspektif Teori Kritis, kegagalan yang dialami pemerintahan sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebabkan oleh diimplementasikannya rasio instrumental dalam menyelesaikan konflik antara GAM dan NKRI. Pemerintahan Soekarno tidak memikirkan kepentingan emansipatoris rakyat Aceh melainkan hanya membawa sebagian besar sumber daya alam ke pemerintah pusat. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, tidak ada dialog bahkan berbagai kekerasan dijalankan dengan menggunakan militer untuk memaksakan kehendak satu pihak. CoHA yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Gus Dur pada tahun 2002 dapat dikatakan tidak mengandung truthfulness. Cessation of 171

10 Hostilities Agreement dilanjutkan oleh pemerintahan Presiden Megawati tetapi tetap mengutamakan terhindar dari persepsi ancaman sehingga militer lebih banyak berperan. Tuntutan GAM ditanggapi dengan ancaman dan kekerasan. GAM dalam permasalahan Aceh hanya dipandang sebagai obyek, sebagai instrumen. Pada masa pemerintahan SBY, permasalahan Aceh didekati dengan rasio komunikatif. Ajakan pemerintah RI untuk dialog diawali dengan membangun kepercayaan pihak GAM yang diantaranya bersifat informal. Usaha Presiden SBY yang juga dilakukan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla memiliki ripe moment, yaitu penyebaran demokrasi yang sangat membantu munculnya semangat dialog dari kedua belah pihak. Pendekatan pemerintah SBY dengan rasio komunikatif ini mampu memunculkan perdamaian antara GAM-RI dengan wujud MOU Helsinki. 172

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan

Lebih terperinci

RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA RUU ACEH PRESENT UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA PEMERINTAHAN ACEH PASCA KESEPAKATAN HELSINKI Gerakan Aceh Merdeka (GAM) : Dibentuk pada tahun 1975, merupakan gerakan yang didirikan sebagai bentuk perlawanan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sangatlah unik dikaji, terutama pada Pada masa ini hubungan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sangatlah unik dikaji, terutama pada Pada masa ini hubungan 188 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dinamika hubungan pemerintahan pusat dan pemerintahan Aceh sangatlah unik dikaji, terutama pada 1999-2006. Pada masa ini hubungan pemerintahan pusat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah dalam proses perjalanan kehidupan bernegara diarahkan pada upaya mewujudkan tujuan dari dibentuknya suatu negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

Society ISSN :

Society ISSN : Pembangunan Demokrasi Pasca Konflik di Aceh Oleh Alfon Kimbal 1 Abstract Tulisan ini akan mengulas tentang pembangunan di Aceh pasca Konflik antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sangat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH PAPUA: PERLUNYA PENDEKATAN KOMPREHENSIF

PENYELESAIAN MASALAH PAPUA: PERLUNYA PENDEKATAN KOMPREHENSIF Published: March 2016 ISSN: 2502 8634 Volume 1, Number 2 LSC INSIGHTS The Contemporary Policy Issues in Indonesia PENYELESAIAN MASALAH PAPUA: PERLUNYA PENDEKATAN KOMPREHENSIF Bustanul Arifin Department

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

BAB III PENGARUH TSUNAMI TERHADAP DIPLOMASI ACEH

BAB III PENGARUH TSUNAMI TERHADAP DIPLOMASI ACEH BAB III PENGARUH TSUNAMI TERHADAP DIPLOMASI ACEH Setiap Negara mempunyai kepentingan nasionalnya masing-masing. Kepentingan tersebut dapat terpenuhi melalui interaksinya dengan Negara-negara lain, lewat

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik)

BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA. 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) BAB IV PEMODELAN DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN KONFLIK PAPUA 4.1 Pemodelan Konflik Papua (Matrik Payoff Konflik) Dilihat dari gambaran umum dan penyebab konflik, maka dapat diciptakan sebuah model 2x2 matriks

Lebih terperinci

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan rangkaian ribuan pulau di sekitar khatulistiwa yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke. Itulah sebabnya Indonesia dijuluki sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama menjadi bagian dari NKRI, pemuka-pemuka daerah di Aceh memandang

BAB I PENDAHULUAN. Selama menjadi bagian dari NKRI, pemuka-pemuka daerah di Aceh memandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aceh merupakan salah satu propinsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selama menjadi bagian dari NKRI, pemuka-pemuka daerah di Aceh memandang adanya ketidakadilan,

Lebih terperinci

BAB 2 SEJARAH BERDIRINYA GAM HINGGA MENJADI PARTAI ACEH

BAB 2 SEJARAH BERDIRINYA GAM HINGGA MENJADI PARTAI ACEH 19 BAB 2 SEJARAH BERDIRINYA GAM HINGGA MENJADI PARTAI ACEH 2.1. Sejarah Berdirinya GAM. Dalam catatan sejarah, Aceh dapat dikatakan sebagai daerah yang tidak pernah lepas dari konflik. Pasca kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran Partai Politik Lokal di Aceh merupakan suatu bukti perkembangan demokrasi di Indonesia. Dengan hadirnya Partai Politik Lokal merupakan tambahan sarana

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Sebagai bagian dari agenda untuk mewujudkan kondisi aman dan damai, upaya secara komprehensif mengatasi dan menyelesaikan permasalahan separatisme yang telah

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

[102] Pancasila di Tangan Orba Monday, 22 April :22

[102] Pancasila di Tangan Orba Monday, 22 April :22 Rezim Orba sengaja menempatkan Islam sebagai ancaman dengan dalih anti-pancasila. Sebutan ekstrem kanan digunakan untuk kalangan Islam yang menyuarakan kewajiban penerapan syariat Islam. Lain Soekarno,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam peneltian ini peneliti dapat melihat bahwa, Menteri Luar Negeri Ali Alatas melihat Timor Timur sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN

PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN MAKALAH PERMASALAHAN HUKUM TERHADAP ISI BUTIR-BUTIR PERJANJIAN RI-GAM DALAM HAL KEWARGANEGARAAN Disusun oleh MAHATMA HADHI RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Jakarta, ABSTRAK Dengan dimulai

Lebih terperinci

Position Paper Yayasan LBH Indonesia Tentang Nota Kesepahaman (MoU) Pemerintah RI GAM

Position Paper Yayasan LBH Indonesia Tentang Nota Kesepahaman (MoU) Pemerintah RI GAM Position Paper Yayasan LBH Indonesia Tentang Nota Kesepahaman (MoU) Pemerintah RI GAM Konteks Historis Konflik Aceh sebagai Pijakan dalam Melihat MoU Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan. Mediasi yang..., Henny Lusia, FISIP UI, 2010.

BAB 1 Pendahuluan. Mediasi yang..., Henny Lusia, FISIP UI, 2010. BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah mengalami beberapa konflik internal, beberapa konflik horisontal dan ada juga konflik vertikal salah satu konflik yang terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 KEBERHASILAN CMI DALAM MEDIASI KONFLIK INTERNAL DI ACEH

BAB 3 KEBERHASILAN CMI DALAM MEDIASI KONFLIK INTERNAL DI ACEH BAB 3 KEBERHASILAN CMI DALAM MEDIASI KONFLIK INTERNAL DI ACEH 3.1 Sejarah asal mula konflik Aceh Konflik yang terjadi di Aceh punya akar sejarah yang panjang. Akar konflik tersebut berkaitan erat dengan

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak Orde Baru memegang kekuasaan politik di Indonesia sudah banyak terjadi perombakan-perombakan baik dalam tatanan politik dalam negeri maupun politik luar negeri.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) adalah negara yang memiliki kedaulatan serta kekuasaan untuk mengatur secara keseluruhan daerah negara,

Lebih terperinci

Tugas Akhir Makalah Aku Warga Negara Yang Baik

Tugas Akhir Makalah Aku Warga Negara Yang Baik Tugas Akhir Makalah Aku Warga Negara Yang Baik Di susun untuk memenuhi Tugas Akhir Semester Ganjil Matakuliah PANCASILA Oleh: I GUSTI AGUNG NGURAH INDRAWAN 11.12.5559 Dosen Pengampu: Mohammad Idris P.Drs,MM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Penyelesaian konflik Aceh telah menjadi diskursus yang paling fenomenal

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. Penyelesaian konflik Aceh telah menjadi diskursus yang paling fenomenal BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 2.1. Upaya Penyelesaian Konflik Aceh Penyelesaian konflik Aceh telah menjadi diskursus yang paling fenomenal dalam sejarah Aceh. Di awal sejarah bangsa ini konflik dalam

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PEREMPUAN PENGHAYAT: Analisis Pilihan Peran Antara Budaya Patriarki dan Otonomi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Letupan Konflik Aceh 1976

Letupan Konflik Aceh 1976 Letupan Konflik Aceh 1976 PERIODE kelam itu telah sembilan tahun berlalu. Pada Jum at (15/8/2014) merupakan momentum penting untuk merefleksikan perdamaian yang disepakati di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan Aceh Merdeka atau sering kita dengar dalam penyebutan GAM ataupun AGAM adalah organisasi yang dianggap separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka Desain Negara Indonesia Merdeka terbentuk sebagai Negara modern, dengan kerelaan berbagai komponen pembentuk bangsa atas ciri dan kepentingan primordialismenya,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bagian ini penulis menyajikan kesimpulan berdasakan hasil penelitian yang penulis peroleh. Kesimpulan ini memaparkan beberapa pikiran pokok yang merupakan

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Pd Orasi Ilmiah dan Ilmu Penganugerahan Gelar, di Banda Aceh tgl. 19 Sept 2013 Kamis, 19 September 2013

Sambutan Presiden RI Pd Orasi Ilmiah dan Ilmu Penganugerahan Gelar, di Banda Aceh tgl. 19 Sept 2013 Kamis, 19 September 2013 Sambutan Presiden RI Pd Orasi Ilmiah dan Ilmu Penganugerahan Gelar, di Banda Aceh tgl. 19 Sept 2013 Kamis, 19 September 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ORASI ILMIAH DAN PENGANUGERAHAN GELAR

Lebih terperinci

bangsa, ras, etnis, budaya maupun agama, dalam hal keagamaan mayoritas untuk menerapkan Syaria t Islam di sejumlah daerah yang merupakan

bangsa, ras, etnis, budaya maupun agama, dalam hal keagamaan mayoritas untuk menerapkan Syaria t Islam di sejumlah daerah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kemajemukan baik suku bangsa, ras, etnis, budaya maupun agama, dalam hal keagamaan mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI

PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI www.bimbinganalumniui.com 1. Setelah kabinet Amir Syarifuddin jatuh, atas persetujuan presiden KNIP memilih Hatta sebagai Perdana Menteri. Jatuhnya Amir Syarifuddin membuat kelompok kiri kehilangan basis

Lebih terperinci

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN KEHIDUPAN POLITIK PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN Nama : DIMAS DWI PUTRA Kelas : XII MIPA 3 SMAN 1 SUKATANI 2017/3018 Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Gerakan separatisme masih menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam menghadapi ancaman gerakan separatisme ini, pemerintahan Indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS UNIVERSITAS INDONESIA IMPLEMENTASI NOTA KESEPAHAMAN (MOU) HELSINKI DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2005 SAMPAI 2008 TESIS Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Subur Wahono

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MASA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Nama Kelompok 1. Anisa Khafida (14144600207) 2. Rahardhika Adhi Negara (14144600182) 3. Zafitria Syahadatin (14144600195) a) Strategi perjuangan bangsa Indonesia secara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA MANAJEMEN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA:

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara pimpinan. Maka hal ini yang membuat para pimpinan tidak memberikan celah untuk para mantan panglima wilayah melakukan hal-hal yang diluar keinginannya, bahkan pasca rapat tersebut para pimpinan tidak pernah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG KERJA SAMA PEMERINTAH ACEH DENGAN LEMBAGA ATAU BADAN DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, 129 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya terkait langkah diplomasi Muhammadiyah di tengah pusaran konflik Mindanao Filipina Selatan, maka dapat

Lebih terperinci

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini

Semua informasi tentang buku ini, silahkan scan QR Code di cover belakang buku ini SEJARAH INDONESIA; dari Proklamasi sampai Orde Reformasi, oleh Ketut Sedana Arta, S.Pd., M.Pd.; Dr. I Ketut Margi, M.Si. Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp:

Lebih terperinci

Tidak mustahil dalam tubuh GAM yang di dalamnya juga ada mantan-mantan pejuang DI/TII, muncul perbedaan pendapat.

Tidak mustahil dalam tubuh GAM yang di dalamnya juga ada mantan-mantan pejuang DI/TII, muncul perbedaan pendapat. Tidak mustahil dalam tubuh GAM yang di dalamnya juga ada mantan-mantan pejuang DI/TII, muncul perbedaan pendapat. Sebagian tokoh senior GAM bersikeras perjuangan ini harus berlandaskan Islam dan mendirikan

Lebih terperinci

BAGIMU NEGERI, JIWA RAGA KAMI! Peran Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam Meneguhkan Bhinneka Tunggal Ika

BAGIMU NEGERI, JIWA RAGA KAMI! Peran Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dalam Meneguhkan Bhinneka Tunggal Ika DIREKTORAT KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA DAN TRADISI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA BAGIMU NEGERI, JIWA RAGA KAMI! Peran Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya mengenai Kontroversi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, separatisme, teroris, dan revolusi.

BAB I PENDAHULUAN. dikaitkan dengan kekerasan, seperti kerusuhan, separatisme, teroris, dan revolusi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Konflik antara Aceh dengan Pemerintah Pusat pertama kali terjadi pada saat diproklamirkannya Darul Islam (DI/TII) dibawah pimpinan Teungku Daud Beureueh.

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA Modul ke: Fakultas FAKULTAS TEKNIK PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA ERA KEMERDEKAAN BAHAN TAYANG MODUL 3B SEMESTER GASAL 2016 RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gerakan Aceh Merdeka atau sering kita dengar dalam penyebutan GAM ataupun AGAM adalah organisasi yang dianggap separatis yang memiliki tujuan supaya Aceh lepas

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950- BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Dinamika hubungan sipil dan militer pada masa Demokrasi Liberal (1950-1959) sangat menarik untuk dikaji. Militer adalah organ yang penting yang dimiliki

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-2 Dinamika Penerapan Demokrasi Undang Undang yang berkaitan dengan Demokrasi a. Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (sebelum

Lebih terperinci

Tidak hanya di Indonesia, Amerika bermain hampir di semua kawasan negeri Islam.

Tidak hanya di Indonesia, Amerika bermain hampir di semua kawasan negeri Islam. Tidak hanya di Indonesia, Amerika bermain hampir di semua kawasan negeri Islam. Istilah presiden boneka sebenarnya bukan hal baru dalam politik di Indonesia. Hanya saja, penampakannya berbeda-beda dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Negara eropa yang paling lama menjajah Indonesia adalah Negara Belanda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia di jajah oleh bangsa Eropa kurang lebih 350 tahun atau 3.5 abad, hal ini di hitung dari awal masuk sampai berakhir kekuasaannya pada tahun 1942. Negara eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN, Dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Otonomi khusus yang diberlakukan di Indonesia dapat dikatagorikan desentralisasi asimetris. Sebenarnya konsep otonomi daerah alternatif atau devolusi berbasis kewilayahan/regional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS

SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Acara Dialog Ilmiah

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B

DAFTAR PUSTAKA. Abdulgani, H. Roeslan, Ganyang Setiap Bentuk Neo-Kolonialisme yang Mengepung Republik Indonesia, dalam Indonesia, 1964-B BAB V KESIMPULAN Jepang menjadi lumpuh akibat dari kekalahanya pada perang dunia ke dua. Namun, nampaknya karena kondisi politik internasional yang berkembang saat itu, menjadikan pemerintah pendudukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN KERJA SAMA PERTAHANAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN ARAB SAUDI (DEFENSE COOPERATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah nasional Indonesia tidak lepas dari pemerintahan Soekarno dan Soeharto, seperti yang kita ketahui dua figur tersebut pernah menjadi presiden Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara di sebelah Tenggara dan Selatan. (Adan 2006: 3)

BAB I PENDAHULUAN. Utara di sebelah Tenggara dan Selatan. (Adan 2006: 3) BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Aceh yang dahulu pernah menjadi sebuah negara tangguh di dunia kini menjadi sebuah provinsi dalam wilayah Republik Indonesia. Ia berkedudukan di ujung barat

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR Lembaga Indonesia ASA

ANGGARAN DASAR Lembaga Indonesia ASA ANGGARAN DASAR Lembaga Indonesia ASA PEMBUKAAN Setelah 68 tahun Indonesia merdeka, berbagai kemajuan dan prestasi telah dicapai oleh bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau golongan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN TENTANG KERJA SAMA INDUSTRI PERTAHANAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK TURKI (AGREEMENT

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 75 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA KONSULTASI DAN PEMBERIAN PERTIMBANGAN ATAS RENCANA PERSETUJUAN INTERNASIONAL, RENCANA PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG, DAN KEBIJAKAN ADMINISTRATIF YANG

Lebih terperinci

Integrasi Sosial Yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur

Integrasi Sosial Yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur Integrasi Sosial Yang Dibangun GPIB Pniel Pasca Konflik Sosial di Pasuruan, Jawa Timur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik (Hendropuspito, OC, 1983:151) sebagai kategori sosiologis bertolak belakang

Lebih terperinci

Perdamaian dan Pembangunan Bangsa Rabu, 08 April 2009

Perdamaian dan Pembangunan Bangsa Rabu, 08 April 2009 Perdamaian dan Pembangunan Bangsa Rabu, 08 April 2009 Sekretariat Negara Republik Indonesia M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Abstraksi    Konflik dan kekerasan masih banyak terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.186, 2014 PENGESAHAN. Persetujuan. Kerja Sama. Industri Pertahanan. Republik Indonesia. Republik Turki. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.103, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. MOU. RI-Brunei Darussalam. Pertahanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5152) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN GELAR WALIYYUL AMRI AD- DHARURI BI AS-SYAUKAH OLEH NAHDATUL ULAMA KEPADA PRESIDEN SOEKARNO A. Analisis pemberian Gelar Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi Al-Syukah oleh Nahdatul

Lebih terperinci