Economics Development Analysis Journal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Economics Development Analysis Journal"

Transkripsi

1 EDAJ 6 (1) (2017) Economics Development Analysis Journal ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH Eka Dian Puspitasari 1, Amin Pujiati 2 1 PT World Innovative Telecommunication, Indonesia 2 Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima Desember 2016 Disetujui Januari 2017 Dipublikasikan Februari 2017 Keywords: Efficiency, Budget Spending on Health, Data Envelopment Analysis. Abstrak Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. Pemerintah telah mengatur anggaran kesehatan minimal 10 persen dari total anggaran belanja daerah yang tersedia. Namun, besarnya belanja kesehatan ini belum bisa diimbangi dengan pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengalisis tingkat efisiensi teknis biaya belanja dan teknis sistem pelayanan kesehatan serta target perbaikan agar mencapai efisien di Provinsi Jawa Tengah tahun Penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang menghasilkan nilai efisiensi secara relatif. Variabel yang digunakan adalah belanja kesehatan sebagai variabel input, fasilitas dan layanan kesehatan sebagai variabel output intermediate, serta variabel derajat kesehatan sebagai variabel output. Asumsi yang digunakan adalah Variable Return to Scale (VRS) dan model orientasi output (output oriented). Hasil penelitian menggunakan metode DEA menunjukkan secara efisiensi teknis biaya, hanya terdapat 5 kabupaten/kota (14,3%) telah mencapai efisiensi 100 persen. Sementara secara teknis sistem hanya 11 kabupaten/kota (31,4%) yang telah mencapai kondisi efisien. Artinya sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum efisien dalam penggunaan belanja sektor kesehatan. Abstract Health is one of important factor in the success of the economic development of a country. The Government has set the health budgets of at least 10 percent of the total budget available area. However, the amount of health budget could not be offset by the achievement of optimal health status. This study aims to analyze the level of technical efficiency costs in the health and care system and to know improvement target in order to achieve the efficiency in Central Java province in This study uses Data Envelopment Analysis (DEA) method will yield a value relative efficiency. The study using health budget as input variables, facilities and health services as intermediate output variable, as well as degree of health variables as outcomes variable. The assumption used is: Variable Return to Scale (VRS) and the orientation of the model output (output oriented). The results shows that the cost of technical efficiency, just a much as 5 districts (14,3%) had achieved an efficiency of 100 percent. While technically the system only 11 districts (31,4%) who have achieved an efficient condition. This means the most districts in Central Java province still not efficient in the use of health sector budget. Alamat korespondensi: Gedung L2 Lantai 2 FE Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, dianpuspita@gmail.com 2017 Universitas Negeri Semarang ISSN

2 PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi yang semakin meningkat, tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas saja, melainkan yang jauh lebih penting adalah aspek kualitas. Aspek kualitas ini diwujudkan dalam sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh status kesehatan, pendidikan, dan tingkat pendapatan perkapita (Mulyadi, 2003:23). Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menurut UU Nomor 36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Tujuan pembangunan kesehatan yang sejalan dengan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Atmawikarta (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya pencapaian derajat kesehatan masyarakat adalah seberapa besar tingkat pembiayaan untuk sektor kesehatan. Pemerintah telah menetapkan anggaran belanja kesehatan untuk pemerintah pusat minimal 5% dari APBN di luar gaji, sementara untuk pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota minimal 10% dari APBD di luar gaji. Provinsi Jawa Tengah selama tahun mengalami peningkatan belanja kesehatan setiap tahunnya. Bahkan pada tahun 2014, belanja kesehatan Provinsi Jawa Tengah menduduki peringkat ke tiga di Indonesia di bawah Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan Provinsi Sulawesi Barat memiliki belanja kesehatan terendah. Berikut ini merupakan diagram proporsi APBD menurut fungsi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Perumahan dan Pariwisata dan Fasilitas Umum Budaya 9% 1% Lingkungan Hidup 0% Ketertiban dan Ekonomi Ketentraman 8% 1% Kesehatan 12% Perlindungan Sosial 2% Pendidikan 2% Pelayanan Umum 66% Sumber : APBD Kabupaten/Kota Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun Gambar 1. Diagram Proporsi APBD Menurut Fungsi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun Berdasarkan gambar 1. dilihat dari rekap total APBD Provinsi Jawa Tengah tahun 2014 sebesar Rp milyar rupiah,.belanja kesehatan menempati porsi kedua (12%) sebesar Rp milyar rupiah di bawah belanja pelayanan umum sebesar Rp milyar rupiah (66%). Artinya pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah sesuai dengan penentuan pengalokasian anggaran kesehatan daerah minimal 10% dari total APBD di luar gaji. Diberlakukannya otonomi daerah, mendorong daerah untuk mengatur dan mengelola urusan dan keuangan daerah masingmasing. Harapannya pemerintah daerah lebih tau kondisi dan kebutuhan daerahnya. Efisiensi dalam pengeluaran belanja pemerintah diartikan setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah 33

3 daerah menghasilkan kesejahteraan masyarakat yang optimal (Kurnia, 2006). Data dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, dalam rekap APBD menunjukkan secara umum kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki trend belanja kesehatan yang cenderung meningkat pada tahun Sebanyak 14 kabupaten/kota mengalami pertumbuhan belanja kesehatan dengan ratarata pertumbuhan di atas ratarata provinsi. Asumsinya dengan trend kesehatan yang meningkat setiap tahunnya, harusnya dapat meningkatkan derajat ksehatan masyarakat yang optimal di Provinsi Jawa Tengah. Indikator paling peka dan telah disepakati nasional sebagai ukuran derajat kesehatan suatu wilayah yaitu Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI), dan Angka Harapan Hidup (AHH). Data dari Dinas Kesehatan di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa AKB ratarata 35 kabupaten/kota tahun sebesar 10,78 per 1000 kelahiran hidup. Sebanyak 15 kabupaten/kota masih memiliki AKB lebih tinggi daripada AKB ratarata Provinsi. AKB ratarata tertinggi terdapat di Kabupaten Rembang dengan 15,87 per 1000 kelahiran hidup, dan terendah Kabupaten Surakarta dengan capaian AKB 4,11 per 1000 kelahiran hidup. Selanjutnya untuk indikator AKI, jumlah kasus AKI selama tahun tercatat sebanyak 14 kabupaten/kota masih melebihi AKI ratarata Provinsi Jawa Tengah sebesar 119,16 per kelahiran hidup. AKI ratarata tertinggi terjadi di Kabupaten Pekalongan mencapai 202,22 kematian ibu per kelahiran hidup. Adapun AKI terendah dicapai Kota Surakarta dengan AKI sebesar 53,31 kematian ibu per kelahiran hidup. Daerah yang mengalami peningkatan AKI selama periode penelitian yaitu Kabupaten Cilacap, Sukoharjo, Kudus, Semarang, Pekalongan, Tegal, Brebes, dan Kota Semarang. Sedangkan dilihat dari pencapaian indikator AHH selama periode penelitian mengalami peningkatan, akan tetapi meskipun mengalami peningkatan setiap tahunnya, sebanyak kabupaten/kota ratarata AHH masih di berada di bawah ratarata provinsi sebesar 72,1 tahun. AHH tertinggi dicapai oleh Kabupaten Karanganyar dengan capaian usia 73,9 tahun, terendah dimiliki Kabupaten Brebes dengan capaian AHH 68,2 tahun. Secara umum, sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih mengalami angka kematian ibu dan bayi yang tinggi hal ini terlihat dari besarnya kabupetn/kota yang masih memiliki angka mortalitas di atas angka ratarata provinsi. Tingkat pencapaian indikator derajat kesehatan masyarakat yang dilihat dari AKB, AKI, dan AHH di Provinsi Jawa Tengah pada tahun masih harus ditingkatkan. Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis biaya dan teknis sistem belanja sektor dan pelayanan kesehatan serta bagaimana target perbaikan yang dapat ditempuh kabupaten/kota untuk mencapai efisien. METODE PENELITIAN Data yang digunakan merupakan data sekunder yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah. Data yang diambil meliputi data belanja APBD sektor kesehatan, data indikator fasilitas dan layanan kesehatan meliputi jumlah puskesmas; jumlah tenaga bidan; dan jumlah tempat tidur tersedia di rumah sakit, serta data indikator derajat kesehatan masyarakat yang meliputi angka kematian bayi (AKB), angka kematian ibu (AKI), dan angka harapan hidup (AHH). Jenis data yang digunakan adalah data dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun Variabel yang digunakan untuk mengukur efisiensi reltif dalam penelitian ini menggunakan variabel input dan output. Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu variabel input, variabel output intermediate, dan variabel output. Variabel output intermediate dimaksudkan untuk mengakomodir hubungan

4 tidak langsung antara variabel input dan variabel output. Varibel input yang digunakan yaitu pengeluaran pemerintah sektor kesehatan yang di proksi belanja kesehatan perkapita. Variabel output intermediate merupakan indikator fasilitas dan layanan kesehatan meliputi rasio jumlas puskesmas per penduduk, rasio jumlah tenaga bidan per penduduk, dan rasio jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit per penduduk. Sementara untuk variabel output merupakan indikator derajat kesehatan masyarakat yang meliputi Angka Kematian Bayi (AKB) yang di proksi Angka Bayi Lahir Hidup (ABH), Angka Kematian Ibu (AKI) yang di proksi Angka Ibu Melahirkan Selamat (AIMS), dan Angka Harapan Hidup (AHH). Penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk efisiensi relatif suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dalam kondisis banyak input maupun output (multiinput and multioutput). Selain itu DEA mampu, mengakomodasi satuansatuan dari variabel input dan output yang saling berbeda (Rusydiana, 2013). DEA mampu mengukur tingkat efisiensi relatif pengeluaran pemerintah sektor kesehatan dengan UKE 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Maka akan ditentukan kabupaten/kota yang sudah efisien dan belum efisien dalam penggunaan belanja kesehatannya. Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu (Amirillah, 2014). DEA berasumsi bahwa setiap UKE akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya (maximize total weighted output/ total weighted input). Untuk mengkalkulasi efisiensi relatif dari pengeluaran pemerintah sektor kesehatan di Provinsi Jawa Tengah digunakan pemrograman linear sebagai berikut. Maksimumkan z k = s r=1 U rk Y rk (1) Dengan batasan kendala : s U rk Y rk m r=1 i=k V ik X ik 0 ; k = 1,2,, n,...(2) m i=k V ik X ik = (3) U rk 0 ; r = 1, 2,, s (4) V ik 0 ; i = 1, 2,, m.. (5) Keterangan dari persamaan di atas dijelaskan sebagai berikut: Zk = Kabupaten/kota yang diamati K =Kabupaten/kota yang dinilai dalam analisis yaitu 35 kabupaten/kota Y rk = Jumlah output r yang dihasilkan oleh UKE k X Ik = Jumlah input I yang digunakan UKE k s =Jumlah output yang dihasilkan (layanan, fasilitas kesehatan dan derajat kesehatan). m =Jumlah input yang digunakan (belanja kesehatan kabupaten/kota) U rk =Bobot tertimbang dari output r yang dihasilkan tiap UKE k V ik =Bobot tertimbang dari input i yang dihasilkan tiap UKE k Asumsi model yang digunakan dalam penelitian ini adalaha orientasi output artinya sejumlah output yang dapat ditingkatkan secara proporsional tanpa mengubah jumlah input yang digunakan. Sehingga dari analisis efisiensi ini akan dihasilkan efisiensi teknis biaya dan efisiensi teknis sistem. Serta menggunakan pendekatan Variable Return to Scale (VRS) dengan asumsi bahwa rasio penambahan input dan output adalah tidak sama. Dalam sektor kesehatan penambahan proporsi input belum tentu dapat meningkatkan proporsi output dengan nilai yang sama, karena ada faktorlain yang mempengaruhi seperti tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat, kondisi lingkungan, dan lain sebagainya. Agar dapat memastikan tingkat capaian efisiensi teknis belanja sektor kesehatan, maka diperlukan adanya pembangian kriteria ukuran tingkat efisiensi, yaitu efisiensi sempurna/optimum, efisiensi tinggi, efisiensi sedang, efisiensi rendah, dan tidak efisien (Fathoni, 2016). 35

5 Tabel 1. Kriteria Ukuran Tingkat Efisiensi Teknis Belanja Kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Kriteria Efisiensi Nilai Efisiensi (persen) Sempurna/Optimum 100 Tinggi 8199 Sedang 6080 Rendah 4159 Tidak Efisien 40 Sumber : Fathoni, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Efisiensi Teknsi Biaya Belanja Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Nilai efisiensi teknis biaya dihasilkan dari perbandingan antara variabel input berupa belanja kesehatan perkapita masingmasing pemerintah kabupaten/kota dengan variabel output intermediate berupa indikator fasilitas dan layanan kesehatan yang tersedia atas belanja kesehatan tersebut. Variabel output intermediate menggambarkan seberapa besar upaya pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas dan layanan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya. Asumsi yang digunakan yaitu Variable Return to Scale, artinya besarnya belanja kesehatan yang dikeluarkan pemerintah daerah mampu menghasilkan jumlah output fasilitas dan layanan kesehatan dengan besaran yang tidak sama. Lebih lanjut model yang digunakan adalah orientasi output (output oriented). Hasil perhitungan nilai efisiensi teknis biaya belanja sektor kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut : Tabel 2. Hasil perhitungan Efisiensi Teknis Biaya belanja sektor kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun Kabupaten/Kota Efisiensi Teknis Biaya RataRata Efisiensi Kab. Cilacap 70,62 100,00 100,00 90,21 Kab. Banyumas 65,32 68,88 61,14 65,11 Kab. Purbalingga 61,70 60,05 55,69 59,15 Kab. Banjarnegara 100,00 100,00 84,79 94,93 Kab. Kebumen 99,82 85,54 94,68 93,35 Kab. Purworejo 82,40 83,21 100,00 88,54 Kab. Wonosobo 74,53 71,98 76,53 74,35 Kab. Magelang 65,84 68,13 100,00 77,99 Kab. Boyolali 71,66 69,56 70,64 70,62 Kab. Klaten 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Sukoharjo 96,38 89,69 98,79 94,95 Kab. Wonogiri 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Karanganyar 83,49 78,05 86,52 82,69 Kab. Sragen 100,00 98,12 100,00 99,37 Kab. Grobogan 76,31 85,58 84,68 82,19 Kab. Blora 72,55 72,01 77,36 73,97 Kab. Rembang 100,00 93,81 85,32 93,04 Kab. Pati 71,49 71,70 79,86 74,35 Kab. Kudus 77,84 75,17 81,24 78,08 Kab. Jepara 78,33 72,03 63,19 71,18 Kab. Demak 61,15 61,89 67,59 63,54 Kab. Semarang 67,57 65,05 67,66 66,76 Kab. Temanggung 90,28 88,22 100,00 92,83 Kab. Kendal 88,87 81,93 69,63 80,14

6 Kabupaten/Kota Efisiensi Teknis Biaya RataRata Efisiensi Kab. Batang 89,02 82,15 86,36 85,84 Kab. Pekalongan 83,59 79,92 73,61 79,04 Kab. Pemalang 84,83 82,98 100,00 89,27 Kab. Tegal 68,00 64,16 66,45 66,20 Kab. Brebes 70,45 59,34 73,50 67,76 Kota Magelang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Surakarta 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Salatiga 83,96 84,71 83,89 84,19 Kota Semarang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Pekalongan 86,29 83,76 97,08 89,04 Kota Tegal 75,68 75,66 78,07 76,47 Sumber : Data sekunder, diolah. Berdasarkan Tabel 2. menunjukkan pada tahun 2012 hanya terdapat delapan kabupaten/kota yang telah mencapai nilai efisiensi sempurna 100 persen. Tahun 2013, jumlah kabupaten/kota yang mampu mencapai efisiensi 100 persen berkurang menjadi tujuh daerah. Daerah yang mengalami penurunan tersebut adalah Kabupaten Cilacap. Tahun 2014, kabupaten/kota yang mampu mencapai efisiensi 100 persen bertambah lagi menjadi sebelas daerah. Daerah tersebut adalah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Pemalang, Kota Magelang, Kota Surakarta, dan Kota Semarang. Selama tahun , secara ratarata daerah yang telah mencapai efisiensi sempurna teknis biaya hanya sebanyak lima kabupaten/kota (14,3 persen) yaitu Kabupaten Klaten, Kabupaten Wonogiri, Kota Magelang, Kota Surakarta, dan Kota Semarang Sementara daerah dengan ratarata efisiensi terendah yaitu Kabupaten Purbalingga. Daerah yang telah mencapai efisiensi sempurna teknis biaya sebesar 100 persen mengindikasikan bahwa daerah tersebut telah efisien dalam penggunaan input berupa belanja kesehatan pemerintah daerah yang dialokasikan untuk penyediaan fasilitas dan layananan kesehatan dasar yang terdiri dari penyediaan jumlah puskesmas, jumlah tenaga bidan, dan jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Dengan asumsi bahwa tambahan input berupa biaya yang digunakan untuk membiayai belanja kesehatan telah menghasilkan tambahan output. Sedangkan daerah yang belum mencapai skor efisiensi 100 persen, mengindikasikan bahwa daerah tersebut belum masih kurang optimal dalam penggunaan belanja sektor kesehatannya. Efisiensi Teknis Sistem Pelayanan Kesehatan Efisiensi teknis sistem ini dihasilkan dengan memasukkan input berupa fasilitas dan layanan kesehatan dasar yang terdiri dari rasio jumlah puskesmas, rasio jumlah tenaga bidan, dan rasio jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit di dibandingkan dengan variabel output berupa indikator derajat kesehatan masyarakat meliputi AKB yang di proksi ABH, AKI yang di proksi AIMS, dan AHH. Dengan asumsi bahwa besarnya input fasilitas dan layanan kesehatan dasar yang diupayakan pemerintah daerah mampu menghasilkan jumlah derajat kesehatan masyarakat dengan besaran yang tidak sama (Variable Return to Scale), model orientasi output. Hasil perhitungan nilai efisiensi teknis sistem pelayanan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut : 37

7 Tabel 3. Hasil perhitungan Efisiensi Teknis Sistem Sektor kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun Kabupaten/Kota Efisiensi Teknis Sistem RataRata Efisiensi Kab. Cilacap 99,62 99,64 99,57 99,61 Kab. Banyumas 99,98 100,00 100,00 99,99 Kab. Purbalingga 99,64 99,50 100,00 99,71 Kab. Banjarnegara 99,15 99,47 99,87 99,50 Kab. Kebumen 99,78 99,85 99,62 99,75 Kab. Purworejo 99,43 99,62 99,59 99,55 Kab. Wonosobo 99,37 99,76 99,72 99,62 Kab. Magelang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Boyolali 99,47 99,90 99,75 99,71 Kab. Klaten 99,70 99,69 99,98 99,79 Kab. Sukoharjo 99,59 99,39 100,00 99,66 Kab. Wonogiri 99,15 99,92 100,00 99,69 Kab. Karanganyar 99,83 100,00 100,00 99,94 Kab. Sragen 100,00 100,00 99,81 99,94 Kab. Grobogan 99,41 99,45 98,55 99,14 Kab. Blora 99,75 99,72 99,36 99,61 Kab. Rembang 99,58 99,53 100,00 99,70 Kab. Pati 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Kudus 99,86 99,94 100,00 99,93 Kab. Jepara 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Demak 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Semarang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Temanggung 100,00 100,00 99,43 99,81 Kab. Kendal 99,50 99,44 100,00 99,65 Kab. Batang 99,60 99,45 99,56 99,54 Kab. Pekalongan 99,66 99,91 99,92 99,83 Kab. Pemalang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Tegal 100,00 100,00 100,00 100,00 Kab. Brebes 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Magelang 99,49 100,00 99,43 99,64 Kota Surakarta 99,77 100,00 100,00 99,92 Kota Salatiga 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Semarang 100,00 100,00 100,00 100,00 Kota Pekalongan 100,00 100,00 99,99 100,00 Kota Tegal 99,73 99,64 100,00 99,79 Sumber : Data sekunder, diolah. Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa pada tahun 2012, secara efisiensi teknsi sistem hanya terdapat tiga belas kabupaten/kota yang telah mencapai efisiensi sempurna 100 persen. Tahun 2013, daerah yang mempu mencapai efisiensi sempurna 100 persen bertambah menjadi tujuh belas daerah. Tahun 2014 bertambah kembali menjadi dua puluh daerah kabupaten/kota yang mampu mencapai efisiensi sempurna 100 persen. Selama tahun , pencapaian ratarata efisiensi teknis sistem hanya terdapat sebelas kabupaten/kota 38

8 (31,4 persen) yang mampu mencapai efisiensi sempurna 100 persen. Sama halnya dengan efisiensi teknis biaya, daerah yang belum mencapai efisiensi 100 persen mengindikasikan bahwa daerah tersebut belum optimal dalam mengupayakan fasilitas dan layanan kesehatan dasar untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat optimal. Dengan kata lain kebijakan menambah jumlah fasilitas dan layanan kesehatan pada daerahdaerah yang inefisien jika tidak diikuti perbaikan sistem kesehatan justru akan berdampak pada pencapaian tingkat derajat kesehatan masyarakat. Target Perbaikan Input dan Output untuk Mencapai Kondisi Efisien Efisiensi DEA selain mampu menemukan nilai efisiensi relatif dari masingmasing UKE, juga mampu membuat scenario perbaikan input dan output bagi yang belum efisien melalui identifikasi input yang terlalu banyak dan output yang terlalu rendah. Berikut di sajikan hasil perhitungan target variabel input dan output yang belum efisien untuk mencapai efisien. Tabel 4. Target Perbaikan Variabel Input dan Output dalam Mencapai Efisiensi Teknis Biaya dan Efisiensi Teknis Sistem Belanja Sektor Kesehatan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014 Potential Kabupaten/Kota Variabel Actual Target Improvement Klaten Wonogiri Purbalingga Belanja Kesehatan + Rasio Puskesmas + Rasio Bidan + Rasio Tempat Tidur Rasio Puskesmas Rasio Bidan Rasio Tempat Tidur + ABH + AIMS + AHH Belanja Kesehatan + Rasio Puskesmas + Rasio Bidan + Rasio Tempat Tidur Rasio Puskesmas Rasio Bidan Rasio Tempat Tidur + ABH + AIMS + AHH Belanja Kesehatan + Rasio Puskesmas + Rasio Bidan + Rasio Tempat Tidur Efisiensi Teknis Biaya ,47 13,00 51,04 88, ,47 13,00 51,04 88,21 Efisiensi Teknis Sistem 13,00 51,04 88,21 996, ,07 76,54 12,35 50,30 88,21 996, ,46 76,56 Efisiensi Teknis Biaya ,97 22,31 33,83 78, ,97 22,31 33,83 78,13 Efisiensi Teknis Sistem 22,31 33,83 78,13 995, ,04 75,84 22,31 33,83 78,13 995, ,04 75,84 Efisiensi Teknis Biaya ,41 9,11 32,95 47, ,41 16,36 59,16 84,61 Efisiensi Teknis Sistem (05,01) (01,44) 01,23 00,02 79,56 79,56 79,56

9 Kabupaten/Kota Variabel Actual Target Rasio Puskesmas Rasio Bidan Rasio Tempat Tidur + ABH + AIMS + AHH Sumber : Data sekunder, diolah. 9,11 32,95 47,12 995, ,93 72,80 9,11 32,95 47,12 995, ,93 72,80 Potential Improvement Berdasarkan hasil perhitungan target perbaikan, menunujukkan bahwa dari 35 kabupaten/ kota di Provinsi Jawa Tengah daerah yang telah mencapai efisiensi sempurna 100 persen baik efisien teknis biaya dan efisiensi teknis sistem tidak ditemukan adanya nilai target dan potential improvement yang harus diubah oleh Pemerintah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Tabel 4. di atas dijelaskan target perbaikan untuk sebagian kabupaten/kota yang telah mencapai efisiensi teknis biaya, maupun efisiensi teknsi sistem, dan yang telah efisien diantara keduanya. Kabupaten/kota yang telah efisien teknis biaya belum tentu efisien secara teknis sistem, begitu sebaliknya. Kabupaten Purbalingga telah mencapai kondisi efisien sempurna secara teknis sistem 100 persen, akan tetapi secara teknis biaya Kabupaten Purbalingga memiliki nilai capaian efisiensi rendah yaitu sebesar 59,15 persen. Dengan demikian, kebijakan Pemerintah Kabupaten Purbalingga yang perlu ditempuh adalah lebih berorientasi pada pencapaian efisiensi teknis biaya. Maka target perbaikan yang harus dilakukan adalah dengan meningkatkan target output faslitas dan layanan kesehatan berupa rasio jumlah puskesmas dari jumlah aktual 9,11 menjadi 16,36 unit per penduduk, rasio jumlah bidan dari jumlah aktual 32,95 menjadi 59,16 bidan per penduduk, serta rasio jumlah tempat tidur dari 47,12 menjadi 84,61 unit per penduduk. Berdasarkan hasil perhitungan target perbaikan efisiensi teknis biaya dan teknis sistem menurut kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun dapat diketahui bahwa tingkat keparahan terjadi pada efisiensi teknis 40 biaya masih berada dalam kriteria efisiensi sedang dengan nilai efisiensi 6080 persen, berbeda dengan efisiensi teknis sistem, yang nilai efisiensinya berada dalam kriteria efisiensi tinggi dari 8199 persen. Dengan demikian, perhitungan tentang target perbaikan efisiensi teknis biaya yaitu lebih mengoptimalkan pengelolaan anggaran. Namun kebijakan yang diambil tidak menurunkan anggaran sektor kesehatan, tetapi lebih menekankan pada optimalisasi output, yaitu rasio jumlah puskesmas, rasio jumlah tenaga bidan dan rasio jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunarson (2008) dan Verhoeven (2007) menunjukkan bahwa pada daerah yang diteliti belanja sektor kesehatan yang digunakan juga masih belum efisien artinya belanja pemerintah dinilai belum dialokasikan dengan optimal. Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah yaitu penelitian Indriati (2011) yang meneliti tentang efisiensi belanja daerah sektor kesehatan di Kabupaten Sumbawa, hasilnya menunjukkan bahwa secara teknis biaya dan teknis sistem, efisiensi yang terjadi pada beberapa kecamatan yang diteliti juga bervariasi dan secara umum masih terdapat banyak daerah yang belum efisien. SIMPULAN Perolehan tingkat efisiensi teknis baik efisiensi teknis biaya maupun efisiensi teknis sistem di Provinsi Jawa Tengah masih mengalami inefisiensi dalam penggunaan belanja sektor kesehatannya. Capaian tingkat

10 efisiensi teknis di Provinsi Jawa Tengah masih dalam kriteria capaian efisiensi tinggi antara persen. Maka diperlukan target perbaikan target perbaikan untuk variabel input dan output agar mencapai efisien dalam penggunaan belanja kesehatannya. DAFTAR PUSTAKA Amirillah, A. (2014). EFISIENSI PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA. JEJAK: Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan, 7(2). doi: 95 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Data APBD Tahun Berjalan, (04 Februari 2016). Fathoni, A. (2016). ANALISIS EFISIENSI EKONOMI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN Economics Development Analysis Journal, 5(1). doi: 79 Indriati, Neneng Erlina Analisis Efisien Belanja Daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi Kasus Bidang Pendidikan dan Kesehatan). Dalam Jurnal Ekonomi Studi Pembangunan. 6 (2): Javarov dan Gunnarson Government Spending on Health Care and Education in Croatia: Efficiency and Reform Options. IMF Working Paper, WP/08/136. Kurnia Model Pengukuran Kinerja dan Efisiensi Sektor Publik Metode Free Disposable Hull (FDH). Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan. 11 (2): 120. Mulyadi Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perpsektif Pembangunan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Rusydiana, Aam Slamet Mengukur Tingkat Efisiensi dengan Data Envelopment Analysis. Bogor : Smart Publishing. UndangUndang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 41

ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN ANALISIS EFISIENSI PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR KESEHATAN DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 20122014 SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang Oleh Eka Dian Puspitasari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Fisik Daerah Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 No. 50/08/33/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 145,04 RIBU TON, CABAI RAWIT 85,36 RIBU TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2018 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH TAHUN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH No. 56/08/33 Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 PROVINSI JAWA TENGAH PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 167,79 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 107,95 RIBU TON,

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ANGGARAN BELANJA SEKTOR KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ANGGARAN BELANJA SEKTOR KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS Volume 2, Nomor 1, Tahun 2013, Halaman 1-13 http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jme ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ANGGARAN BELANJA SEKTOR KESEHATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan ke arah desentralisasi. Salinas dan Sole-Olle (2009) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa dekade terakhir terdapat minat yang terus meningkat terhadap desentralisasi di berbagai pemerintahan di belahan dunia. Bahkan banyak negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal

TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL. 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD) Kabupaten Kendal LP2KD Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten Kendal TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KABUPATEN KENDAL TAHUN 2012 0 Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor-faktor. pembangunan suatu negara (Maharani dan Sri, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makroekonomi jangka panjang. Dari satu periode ke periode berikutnya kemampuan suatu negara untuk

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah 1. Peta Provinsi Jawa Tengah Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 2. Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Indonesia mempunyai strategi pembangunan yang dinamakan dengan nawacita.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia dianggap sebagai titik sentral dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan di Indonesia secara keseluruhan dikendalikan oleh sumber

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.42/06/33/Th.X, 15 Juni 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Jawa Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 447 60 8 364 478 2.632 629 4.618 57.379 8,05 2 Purbalingga 87 145 33 174 119 1.137

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi mengikuti pola yang tidak selalu mudah dipahami. Apabila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengupayakan. perekonomian adalah komponen utama demi berlangsungnya sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional, guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang. berperan di berbagai sektor yang bertujuan untuk meratakan serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan suatu proses perubahan terencana yang melibatkan seluruh kegiatan dengan dukungan masyarakat yang berperan di berbagai sektor yang bertujuan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN No. 62/11/33/Th.V, 07 November 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2011: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,93 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2011 mencapai 16,92 juta

Lebih terperinci

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN

TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN TABEL 4.1. TINGKAT KONSUMSI PANGAN NASIONAL BERDASARKAN POLA PANGAN HARAPAN No Kelompok Pola Harapan Nasional Gram/hari2) Energi (kkal) %AKG 2) 1 Padi-padian 275 1000 50.0 25.0 2 Umbi-umbian 100 120 6.0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 748 34 3 790 684 2,379 1,165 5,803 57,379 10.11 2 Purbalingga 141 51 10 139 228

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t

PROVINSI JAWA TENGAH. Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Data Agregat per K b t /K t PROVINSI JAWA TENGAH Penutup Penyelenggaraan Sensus Penduduk 2010 merupakan hajatan besar bangsa yang hasilnya sangat penting dalam rangka perencanaan pembangunan.

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No.1/3307/BRS/11/2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 Pembangunan manusia di Wonosobo pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah,

Gambar 1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah, No.26/04/33/Th.XI, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Tengah pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK A. Gambaran Umum Objek/Subjek Penelitian 1. Batas Administrasi. Gambar 4.1: Peta Wilayah Jawa Tengah Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang senantiasa memperbaiki struktur pemerintahan dan kualitas pembangunan nasional guna mewujudkan cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertanian merupakan salah satu basis perekonomian Indonesia. Jika mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris, maka pembangunan pertanian akan memberikan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/12/33/Th.III, 1 Desember 2009 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2009 Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) dilaksanakan dua kali dalam setahun,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah merupakan Provinsi yang termasuk ke dalam Provinsi yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya

BAB I PENDAHULUAN. sampai ada kesenjangan antar daerah yang disebabkan tidak meratanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan

Lebih terperinci

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU

ASPEK : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMAKAIAN KONTRASEPSI INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU INDIKATOR : HASIL PEROLEHAN PESERTA KB BARU BULAN : KABUPATEN/KOTA IUD MOW MOP KDM IMPL STK PILL JML PPM PB % 1 Banyumas 728 112 20 1,955 2,178 2,627 1,802 9,422 57,379 16.42 2 Purbalingga 70 50 11 471

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH

KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DERAH TARGET INDIKATOR LKPD YANG OPINI WTP Dalam Perpres No 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 telah ditetapkan prioritas nasional pencapaian

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn :

Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : ; e-issn : Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 2016 p-issn : 2550-0384; e-issn : 2550-0392 PENGELOMPOKAN PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS MENURUT KABUPATEN/KOTA DAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Menurut Rachmat dan Sri (2009) sejak tahun 2000-an kondisi agribisnis tembakau di dunia cenderung

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.69 /11/33/Th.VII, 06 November 2013 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2013: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 6,02 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2013 mencapai 16,99

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab.

Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. LAMPIRAN Lampiran 1. Data Penelitian No Kabupaten Y X1 X2 X3 1 Kab. Cilacap 15.24 6.68 22.78 1676090 2 Kab. Banyumas 18.44 5.45 21.18 1605580 3 Kab. Purbalingga 20.53 5.63 21.56 879880 4 Kab. Banjarnegara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH,

GUBERNUR JAWA TENGAH, GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 5 wsm 2^17 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 05/01/33/Th.II, 2 Januari 2008 KONDISI KETENAGAKERJAAN DAN PENGANGGURAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2007 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Jawa Tengah pada Agustus 2007 adalah

Lebih terperinci

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH

KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH KEGIATAN PADA BIDANG REHABILITASI SOSIAL TAHUN 2017 DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA TENGAH No Program Anggaran Sub Sasaran Lokasi 1. Program Rp. 1.000.000.000 Pelayanan dan Sosial Kesejahteraan Sosial Penyandang

Lebih terperinci

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH

EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH EVALUASI DAERAH PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENARGETAN BERBASIS WILAYAH Rapat Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan Penanganan Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah Surakarta, 9 Februari 2016 Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga-lembaga sosial. Perubahan

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.31 /05/33/Th.VIII, 05 Mei 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH FEBRUARI 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,45 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Februari 2014 yang sebesar 17,72

Lebih terperinci

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

BAB I BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan BAB I BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No. 66/11/33/Th.VI, 05 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2012: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,63 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2012 mencapai 17,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran persebaran IPM dan komponen-komponen penyususn IPM di Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya dilakukan pemodelan dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk mencapai social welfare (kemakmuran bersama) serta 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara atau wilayah di berbagai belahan dunia pasti melakukan kegiatan pembangunan ekonomi, dimana kegiatan pembangunan tersebut bertujuan untuk mencapai social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan tersendiri dalam pembangunan manusia,hal ini karena. sistem pemerintahan menjadi desentralisasi. BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Dimasa pergantian era reformasi pembangunan manusia merupakan hal pokok yang harus dilakukan oleh pemerintah di Indonesia, bahkan tidak hanya di Indonesia di negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasarkan status sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu proses dalam melakukan perubahan kearah yang lebih baik. Proses pembangunan yang mencakup berbagai perubahan mendasarkan status sosial,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN. kepada pemerintah pusat. Penulis melakukan pengambilan data BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada kabupaten/kota provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2013 yang seluruh data keuangannya telah di terbitkan dan dilaporkan kepada

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH

KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH No.70 /11/33/Th.VIII, 05 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN JAWA TENGAH AGUSTUS 2014: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA SEBESAR 5,68 PERSEN Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah Agustus 2014 yang sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. World Bank dalam Whisnu, 2004), salah satu sebab terjadinya kemiskinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu keadaan di mana masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan yang layak, (menurut World Bank dalam Whisnu, 2004),

Lebih terperinci

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012

TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Komoditi TABEL 2.1. ESTIMASI KETERSEDIAAN PANGAN JAWA TENGAH 2013 ASEM _2012 Produksi Penyediaan Kebutuhan Konsumsi per kapita Faktor Konversi +/- (ton) (ton) (ton) (ton) (kg/kap/th) (100-angka susut)

Lebih terperinci

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH

LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH LUAS TANAM, LUAS PANEN DAN PREDIKSI PANEN PADI TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI JAWA TENGAH OUT LINE 1. CAPAIAN PRODUKSI 2. SASARAN LUAS TANAM DAN LUAS PANEN 3. CAPAIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya.

KATA PENGANTAR. Demikian Buku KEADAAN TANAMAN PANGAN JAWA TENGAH kami susun dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya. KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR : 561.4/69/2010 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA TENGAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH BPS PROVINSI JAWA TENGAH No. 08/05/33/Th.I, 15 Mei 2007 TINGKAT PENGANGGURAN DI JAWA TENGAH MENURUN 0,1% Tingkat Penganguran Terbuka di Jawa Tengah pada Februari 2007 adalah 8,10%. Angka ini 0,10% lebih

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah 36 BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TENGAH 4.1 Kondisi Geografis Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di tengah Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi Jawa Tengah terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. negara untuk mengembangkan outputnya (GNP per kapita). Kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dekade 1970, pembangunan identik dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi lebih menitikberatkan pada kemampuan suatu negara untuk mengembangkan outputnya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG

GUBERNURJAWATENGAH. PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG GUBERNURJAWATENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOM0R '2 TAJroJii 2e15 TENTANG PERKIRAANALOKASIDANABAGI HASILCUKAIHASILTEMBAKAU BAGIANPEMERINTAHPROVINSIJAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATENjKOTADI JAWATENGAHTAHUNANGGARAN2016

Lebih terperinci

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah)

1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH. TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) LAMPIRAN LAMPIRAN A 1. REKAP DATA REALISASI APBD DAN (PDRB) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2011 (dalam jutaan rupiah) NO. KOTA/KABUPATEN PAD DAU DAK BELANJA MODAL PDRB 1 Kab. Banjarnegara 71.107 562.288 65.367

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN

PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN MENGGUNAKAN METODE KOHONEN Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Terapannya 016 p-issn : 550-0384; e-issn : 550-039 PENGELOMPOKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH BERDASARKAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TAHUN 009-013 MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015

Keadaan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah April 2015 KATA PENGANTAR Sektor pertanian merupakan sektor yang vital dalam perekonomian Jawa Tengah. Sebagian masyarakat Jawa Tengah memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Peningkatan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016

PENEMPATAN TENAGA KERJA. A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2016 NO KAB./KOTA L P JUMLAH 1 KABUPATEN REMBANG 820 530 1.350 2 KOTA MAGELANG 238 292 530 3 KABUPATEN WONOGIRI 2.861

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia memiliki lahan perikanan yang cukup besar. Hal ini merupakan potensi yang besar dalam pengembangan budidaya perikanan untuk mendukung upaya pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB IV. PERKEMBANGAN IPM. 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru

BAB IV. PERKEMBANGAN IPM. 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru digilib.uns.ac.id BAB IV. PERKEMBANGAN IPM 4.1 Perkembangan IPM pada Masa Pemerintahan Orde Baru Pada masa pemerintahan Orde Baru (tahun 1966-1998), Indonesia telah mengambil langkah besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

PENEMPATAN TENAGA KERJA

PENEMPATAN TENAGA KERJA PENEMPATAN TENAGA KERJA A. Jumlah Pencari Kerja di Prov. Jateng Per Kab./Kota Tahun 2015 NO. KAB./KOTA 2015 *) L P JUMLAH 1 KABUPATEN SEMARANG 3,999 8,817 12816 2 KABUPATEN REMBANG 1,098 803 1901 3 KOTA.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH

KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH KONDISI UMUM PROVINSI JAWA TENGAH Kondisi umum Provinsi Jawa Tengah ditinjau dari aspek pemerintahan, wilayah, kependudukan dan ketenagakerjaan antara lain sebagai berikut : A. Administrasi Pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat yang dilaksanakan secara berkelanjutan berdasarkan pada kemampuan nasional, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem. pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa waktu terakhir, pemerintah telah menerapkan sistem pembangunan dengan fokus pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Meskipun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan definisi metode penelitian sebagai berikut: mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2010:2) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan pembangunan ekonomi modern memiliki suatu pola yang berbeda dengan pembangunan ekonomi tradisional. Indikator pembangunan ekonomi modern tidak hanya

Lebih terperinci

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017

REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL JULI 2017 REKAPITULASI PESERTA PAMERAN SOROPADAN AGRO EXPO 2017 TANGGAL 13-17 JULI 2017 NO SIMBOL JENIS STAND NOMOR STAND INSTANSI 1 1 Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah 2 2 Dinas Ketahanan Pangan Provinsi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 561.4/52/2008 TENTANG UPAH MINIMUM PADA 35 (TIGA PULUH LIMA) KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH, Membaca : Surat Kepala Dinas Tenaga

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH

RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH RUANG LINGKUP KERJA DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI JAWA TENGAH Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Provinsi Jawa Tengah Sensus Ekonomi 2016 No. 37/05/33 Th. XI, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TENGAH Hasil Pendaftaran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TARUN 2116 PERUBAHANPERATURANGUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 63 TAHUN2015 KEBUTUHAN DAN HARGAECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIANDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam meningkatkan pendapatan suatu pembangunan perekonomian di Indonesia, tentunya diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Halaman : RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH Tahun Anggaran 0 Formulir RKA-SKPD. Urusan Pemerintahan :.0. - PERTANIAN Organisasi :.0.0. - Dinas Peternakan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015)

APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 2015) APLIKASI PENGGUNAAN METODE KOHONEN PADA ANALISIS CLUSTER (Studi Kasus: Pendapatan Asli Daerah Jawa Tengah Dalam Menghadapi Asean Community 015) Rezzy Eko Caraka 1 (1) Statistics Center Undip, Jurusan Statistika,

Lebih terperinci

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017

SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 PAPARAN SEKRETARIS DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH SINKRONISASI OPERASIONAL KEGIATAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2017 Ungaran, 19 Januari 2017 Struktur Organisasi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD)

PEDOMAN PENYUSUNAN JAWABAN TERMOHON TERHADAP PERMOHONAN PEMOHON (PERSEORANGAN CALON ANGGOTA DPD) LAMPIRAN XI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH

BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH BAB 3 GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN DAERAH KAB/KOTA DI JAWA TENGAH 3.1 Keadaan Geografis dan Pemerintahan Propinsi Jawa Tengah adalah salah satu propinsi yang terletak di pulau Jawa dengan luas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Heteroskedastisitas Berdasarkan uji Park, nilai probabilitas dari semua variabel independen tidak signifikan pada tingkat 5%. Keadaan ini

Lebih terperinci

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961

IR. SUGIONO, MP. Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 IR. SUGIONO, MP Lahir : JAKARTA, 13 Oktober 1961 1 BBPTU HPT BATURRADEN Berdasarkan Permentan No: 55/Permentan/OT.140/5/2013 Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden yang

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH

BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH BOKS PERKEMBANGAN KINERJA BPR MERGER DI JAWA TENGAH 1. Perkembangan Jumlah BPR Merger Sejak paket kebijakan bidang perbankan digulirkan pada bulan Oktober 1988 atau yang dikenal dengan Pakto 88, jumlah

Lebih terperinci

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH

DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROVINSI JAWA TENGAH PROGRAM DAN KEGIATAN Penyelenggaraan urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dalam rangka mewujudkan desa mandiri/berdikari melalui kedaulatan energi,

Lebih terperinci