Kata kunci: Konsinyasi, Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: Konsinyasi, Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum."

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG TANAH HAK MILIK YANG DIGUNAKAN OLEH NEGARA UNTUK KEPENTINGAN UMUM ABSHORIL FITHRY Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep SJAIFURRACHMAN Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang Mekanisme dalam Pelepasan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Mekanisme yang dituangkan dalam Undang- Undang No.2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum berbeda dengan mekanisme yang di atur dalam KUH Perdata, di mana dalam KUH Perdata mekanisme dapat dilakukan jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan mekanisme yang diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak tercapai, tidak ada hubungan hukum sama sekali diantara para pihak tersebut. Dari uraian latar belakang diatas maka Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini Bagaimana prosedur pelepasan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk kepentingan umum dan Bagaimana penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah jika terjadi sengketa dalam pelepasan hak milik atas tanah untuk kepentingan umum. Tujuan yang hendak dicapai untuk mengetahui dan menganalisa prosedur pelepasan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk kepentingan umum dan untuk mengetahui dan menganalisa upaya penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah jika terjadi sengketa dalam pelepasan hak milik atas tanah untuk kepentingan umum. Kata kunci: Konsinyasi, Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum. A. PENDAHULUAN Tanah merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan juga untuk pembangunan. Kehidupan manusia sebagian besar tergantung pada tanah, baik untuk tempat pemukiman dan sumber mata pencaharian, bahkan bukan hanya dalam kehidupan disaat matipun manusia masih memerlukan sebidang tanah. Kebutuhan tanah akan semakin meningkat, sedangkan persediaan tanah sangat terbatas. Keadaan tersebut mengakibatkan harga tanah melonjak dan sulit untuk diperoleh. Hal tersebut disamping membawa dampak positif yaitu memberikan peningkatan kesejahteraan dan keuntungan bagi pemiliknya juga membawa dampak negatif yaitu banyak permasalahan di bidang pertanahan. Melihat pentingnya tanah bagi kehidupan, maka wajar jika terjadi persaingan dalam memperebutkan hak atas tanah. Masalah tanah dapat menimbulkan persengketaan dan peperangan yang dahsyat karena manusia-manusia atau sesuatu bangsa ingin menguasai tanah orang/bangsa lain 48

2 karena sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia sangat terbatas, sedangkan manusia yang membutuhkan tanah senantiasa bertambah. Selain bertambahnya manusia yang memerlukan tanah untuk tempat perumahan, juga kemajuan dan perkembangan ekonomi, sosial budaya, dan teknologi menghendaki pula tersedianya tanah yang luas. Hal ini berati bahwa tanah mempunyai hubungan yang erat dengan kehidupan manusia baik kepentingan ekonomi, sosial maupun politik. Setelah kemerdekaan Negara Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, landasan politik Hukum Agraria di Indonesia dirumuskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yakni yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan hal tersebut maka Pemerintah perlu membentuk dan memberlakukan suatu pengaturan hukum pertanahan yang dapat memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kemudian Pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum mengenai hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang Pokok Agraria yang mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960 ini meminta perhatian setiap golongan masyarakat di negara kita bukan hanya karena UUPA tersebut merupakan suatu peraturan yang baru, tetapi dikarenakan undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan dramatis terhadap stelsel hukum agraria yang berlaku hingga kini. Dengan adanya UUPA ini maka peraturanperaturan lain di bidang hukum agraria tidak berlaku lagi, yaitu diantaranya yang diatur dalam Buku II KUHPerdata pasal 499 hingga pasal 829. Pasal 2 ayat (1) Undang -Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa: atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dan halhal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Negara (dalam hal ini Pemerintah) dapat memberikan hak atas tanah kepada 49

3 seseorang, beberapa orang secara bersama-sama, ataupun suatu badan hukum. Hal tersebut berarti memberikan wewenang kepada pemegang hak untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya sepanjang dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Hak-hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, artinya bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak dapat dibenarkan bahwa tanah itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat daripada haknya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya, selain itu bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Berdasarkan hak menguasai dari negara tersebut, maka ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah yang semuanya tertuang dalam Pasal 16 UUPA. Hak-hak atas tanah tersebut yaitu : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian. Permasalahan yang sering terjadi di dalam masyarakat dan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Bagaimana penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah jika terjadi sengketa dalam pelepasan hak milik atas tanah untuk kepentingan umum. Di dalam konsep UUPA, tanah di seluruh wilayah Indonesia bukanlah milik Negara Republik Indonesia, melainkan adalah milik seluruh Bangsa Indonesia dan pada tingkatan yang paling tinggi dikuasai oleh Negara Republik Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Atas dasar hak menguasai dari negara, maka timbullah hak atas tanah yaitu wewenang yang diberikan kepada negara untuk mempergunakan dan mengelola tanah negara. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai oleh negara, semuanya dengan memperhatikan fungsi hak atas tanah yang berfungsi social. Hak atas tanah diatur dalam Bab II UUPA yang memuat ketentuanketentuan mengenai pendaftaran tanah, hak atas tanah dan ruang angkasa. Hakhak atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1 ) UUPA, yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut. Berdasarkan Hak Menguasai dari Negara, maka negara dalam hal ini 50

4 adalah Pemerintah dapat memberikan hak atas tanah kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau suatu badan hukum. Pemberian hak itu berarti wewenang untuk mempergunakan tanah-tanah dalam batas-batas yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Tanah adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan Nasional yang sudah seharusnya dalam pemanfaatannya dikelola secara bijaksana, mengingat sifatnya yang relatif tetap dengan intensitas pemanfaatan yang semakin komplek seiring dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat pula. Meningkatnya kebutuhan tanah akan meningkatkan pula perbuatan hukum atas tanah tersebut, seperti halnya jual beli, tukar menukar, hibah, waris, dan lainlain. Dari kesemuanya itu maka akan menimbulkan permasalahan dikemudian hari apabila tidak ada peraturan yang menanganinya dengan benar dan bijaksana. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban mengatur sesuai garis-garis kebijaksanaan sebagai tugas pelayanan yang harus dilaksanakan. Sebab-sebab dari jatuhnya tanah hak milik pada negara yang disebutkan di atas tidak bersifat limitatif, karena kita mengetahui bahwa masih ada sebabsebab lain. Hak milik juga dapat hapus dan tanahnya menjadi tanah negara jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuanketentuan peraturan mengenai pembatasan maksimum serta larangan kepemilikan tanah secara absentee. Hapusnya hak milik karena tanahnya ditelantarkan, terjadi jika dengan sengaja dipergunakan tidak sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan daripada haknya. Hak milik juga menjadi hapus jika tanahnya jatuh kepada Negara karena diserahkan dengan sukarela oleh pemiliknya. Biasanya penyerahan tanah tersebut dilakukan dengan tujuan agar kemudian diberikan pada satu pihak tertentu dengan hak tanah yang baru (hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pengelolaan atau hak pakai). Hapusnya hak milik yang disebabkan karena diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya terjadi sejak saat yang diperjanjikan dalam akta pelepasan atau akta pelepasan haknya. B. PEMBAHASAN Pelepasan tanah dapat dipandang sebagai langkah pertama untuk mendapatkan tanah penduduk baik yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan swasta. Pelepasan hak milik atas tanah tersebut telah diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan Mengenai Tata Cara Pelepasan Tanah. 51

5 Pelepasan hak atas tanah yuridis hanya mempunyai arti apabila ada pihak yang membebaskan dan ada pihak yang melepaskan hak. Tanpa ada yang melepaskan maka hak atasnya tidak terlepas (tetap melekat). Perbuatan hukum tersebut adalah terjadi antara dua pihak ( twee zijdig), dan ini harus nampak dalam surat/akte pelepasan hak atas tanah, sekaligus nampak juga bahwa yang melepaskan ada menerima ganti ruginya ( jadi bukan suatu paksaan/perkosaan hak). Untuk memenuhi kebutuhan akan tanah dalam usaha pembangunan, baik yang dilakukan Instansi/Badan Pemerintah maupun untuk kepentingan swasta, khususnya untuk kepentingannya dalam mensejahterakan rakyat/penduduk, agar kebutuhan akan tanah dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan gejolak dalam masyarakat, maka perlu adanya ketentuan mengenai pelepasan tanah dan sekaligus menentukan besarnya ganti rugi atas tanah yang diperlukan secara teratur, tertib dan seragam. Pelepasan hak milik atas tanah tersebut mengakibatkan status tanah yang semula merupakan hak milik berubah menjadi tanah negara untuk kemudian digunakan sesuai dengan peruntukkannya, yaitu untuk kepentingan umum. Mengenai prosedur pelaksanaan pelepasan dan pelepasan hak milik atas tanah yang dibebani sesuatu hak serta di atasnya terdapat bangunan dan atau tanaman-tanaman dengan maksud agar dapat dibebaskan guna kepentingan umum yang telah direncanakan dan disetujui oleh Pemerintah Pusat atau Daerah, harus mengajukan maksudnya kepada Gubernur yang berwenang di daerah tersebut atau Pejabat yang ditunjuk. Mengenai prosedur dari pelaksanaan pelepasan hak milik atas tanah tersebut sebenarnya dimulai dari pendaftaran hapusnya hak milik atas tanah, tetapi ada baiknya jika pemohon terlebih dahulu melakukan pengecekan sertipikat di kantor pertanahan. Pengecekan ini dapat dilakukan melalui loket I, yang berfungsi sebagai loket informasi, hal ini dianjurkan agar si pemohon tahu bahwa tanah yang bersangkutan tidak dalam sengketa atau sedang dibebani suatu hak tanggungan. Konsep hukum yang perlu diketengahkan disini sehubungan dengan konsep hukum yang dinamakan "hak" adalah konsep "penguasaan" dan konsep "pemilikan". Konsep hukum disini diartikan "konsep konstruktif dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum atau sistem aturan hukum" 52

6 Kita tidak bisa dibayangkan apabila ada suatu sistem hukum yang tidak mengakui dan mengatur mengenai penguasaan. Dalam suatu kehidupan bermasyarakat akan mengalami kesulitan apabila anggota masyarakat tidak memperoleh kesempatan untuk menguasai barang-barang. Justru dengan penguasaan barang-barang akan bisa membawa seseorang untuk bisa masuk ke dalam jaringan kehidupan bersama. Tanpa penguasaan yang demikian itu, seseorang tidak akan bisa mengembangkan hubungan dengan orang lain, bahkan bisa dikatakan seseorang tidak akan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya secara baik tanpa adanya penguasaan barang-barang. Pengusaan ini pada dasarnya bersifat faktual, yaitu yang mementingkan kenyataan pada suatu saat. Penguasaan ini bersifat semtara sampai nanti ada kepastian mengenai hubungannya dengan barang yang dikuasainya itu. Berbeda dengan penguasaan, maka kepemilikan mempunyai sosok hukum yang lebih jelas dan pasti. Dalam penguasaan yang penting adalah apakah seseorang menguasai suatu barang ialah pertanyaan yang harus dijawab berdasarkan kenyataan yang ada pada waktu itu tanpa perlu menunjuk kepada hukum. Pengusaan hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaan. Dengan demikian, dalam penguasaan tidak memerlukan legitimasi lain kecuali bahwa barang itu ada di tangan seseorang. Kepemilikan memerlukan legitimasi, sehingga hubungan antara seseorang dengan objek yang menjadi sasaran kepemilikan terdiri dari suatu kompleks hak-hak Kantor Pertanahan Nasional bersama Pemerintah Daerah melakukan pendekatan-pendekatan dengan cara musyawarah untuk mufakat kepada pemilik tanah yang akan digunakan untuk kepentingan umum serta merespon keberatan-keberatan pemilik tanah. Mengadakan perundingan atau lebih tepat dengan musyawarah, dengan para pemilik/pemegang hak atas tanah, bangunan dan tanaman tumbuh. Ditekankan pada perundingan sebab, Panitia Pengadaan Tanah dibentuk juga untuk melakukan musyawarah (se cara damai), dan yang digunakan sebagai pegangan untuk merundingkan harga/uang ganti rugi adalah harga dasar yang ditetapkan oleh Bupati secara berkala. Tanpa adanya musyawarah berarti ada paksaan, sedangkan pemerintah dan rakyat membangun bukan atas dasar paksaan, melainkan atas dasar bersamasama atau gotong royong yang dilandasi kepada musyawarah mufakat. Sepanjang menyangkut pohon-pohonan yang bernilai (jati, mangga, rumpun pisang, rumpun bambu dan sebagainya) maka 53

7 kesemuanya harus dinilai dan dibayar juga ganti rugi/harganya seketika itu, bersamaan dengan harga/uang ganti rugi tanah. Kantor Pertanahan Nasional bersama Pemerintah Daerah memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat yang bersangkutan, baik secara langsung terjun ke masyarakat hingga lapisan yang terendah ataupun memberikan penyuluhan melalui media cetak maupun media elektronik. Penyuluhan-penyuluhan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Nasional biasanya menjelaskan seputar masalah bahwa prosedur yang berlaku di Kantor Pertanahan Nasional tidaklah serumit yang dibayangkan oleh masyarakat. Hal ini karena Standar Operasi Pengaturan dan Pelayanan Pertanahan telah mengatur semua prosedur yang berlaku dengan jelas, termasuk jangka waktu pengurusan permohonan yang telah dibentuk sedemikian rupa agar tidak memakan waktu yang terlalu lama. Sehingga diharapkan jangka waktu tersebut tidak menghalangi keinginan-keinginan pemohon untuk memanfaatkan tanah yang bersangkutan. Kantor Pertanahan Nasional bersama Pemerintah Daerah memberikan pengertian kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa atas tanah tersebut terlebih dahulu dengan cara kekeluargaan, karena semakin cepat sengketa tersebut diselesaikan akan semakin memudahkan kegiatan pengurusan permohonan yang bersangkutan. Kantor Pertanahan sendiri tidak memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa tersebut. Jika sengketa tersebut adalah sengketa batas pada saat pengukuran di lapangan, maka petugas ukur yang ada di lapangan akan memberikan pengertian tentang hal ini. Untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pelepasan/pelepasan hak milik atas tanah guna kepentingan umum, pihak Kantor Pertanahan Nasional menggunakan upaya-upaya yang bersifat umum. Dengan upaya-upaya yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Nasional, diharapkan mampu mengatasi kendalakendala yang ada baik secara administratif maupun kendala-kendala yang ditemui di lapangan pada saat dilakukan proses pelaksanaan pelepasan/pelepasan hak milik atas tanah. Apabila tidak terjadi kesepakatan antara pemerintah dengan pihak pemilik tanah mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, maka menurut ketentuan lokasinya dipindahkan ketempat lain. Dalam pengadaan tanah yang perlu dipikirkan adalah pihak yang terkena pengadaan tanah, dalam hal ini yang terkena pengadaan tanah diharapkan tidak mengalami kemunduran baik secara sosial maupun ekonomi. 54

8 Pengadaan tanah ini dilakukan oleh Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku dan ditetapkan sebagai bagian dari kepentingan umum. Pelaksanaan musyawarah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan sesuai dengan peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan Kepala BPN nomor 3 tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden nomor 36 tahun 2005 junto Peraturan Presiden nomor 65 tahun Sedangkan masalah penitipan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan setelah jangka waktu musyawarah berakhir, yaitu 120 hari, dan lokasi pembangunan tidak bisa dipindahkan, menurut penulis bahwa berdasarkan asas-asas pengadaan tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Nasional, dalam perolehan tanah tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun kepada pemegang haknya. Berkaitan dengan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti konsinyasi ke pengadilan negeri seperti yang diatur dalam Pasal 1404 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa : (1) Jika siberpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika siberpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. (2) Penawaran yang demikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan si berutang, dan berlaku baginya sebagai pembayaran,asal penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut Undang- Undang sedangkan apa apa yang dititipkan setara tetap atau tanggungan si berpiutang Secara garis besar Konsinyasi adalah penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan, sebagaimana diatur dalam Pasal KUH Perdata. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut Penawaran pembayaran tunai yang diikuti oleh penyimpanan (Konsinyasi) terjadi apabila dalam suatu perjanjian, kreditur tidak bersedi menerima prestasi yang dilakukan oleh debitur. Wanprestasi pihak kreditur ini disebut mora kreditoris. Penawaran sah bilamana telah memenuhi syarat bahwa utang telah dibuat. Ini berarti bahwa penawaran hanya dikenal bila sudah ada hubungan hutang-piutang. Jelaslah bahwa lembaga konsinyasi bersifat limitatif. Lembaga konsinyasi juga diatur di Pasal 37 dan Pasal 48 Peraturan Kepala BPN No 3 Tahun 2007, yaitu uang ganti rugi dapat dititipkan ke Pengadilan Negeri (PN) yang wilayah hukumnya 55

9 meliputi lokasi tanah yang bersangkutan dalam hal : a. Yang berhak atas ganti rugi tidak diketahui keberadaannya; b. Tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lainyang berkaitan dengan tanah, sedang menjadi obyek perkara di pengadilan dan belum memperoleh putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; c. Masih dipersengketakan kepemilikannya dan belum ada kesepakatan penyelesaian dari para pihak; d. Tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lainyang berkaitan dengan tanah sedang diletakkan sita oleh pihak yang berwenang; dan e. Pemilik tanah tetap menolak besarnya ganti rugi yang ditawarkan oleh instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian ganti rugi untuk pengadaan tanah dalam rangka Pembangunan kepentingan umum dilaksanakan dengan cara antara lain pembayaran melalui Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang dituangkan dalam suatu berita acara pembayaran ganti rugi dan pemberian konsinyasi yang dititipkan pada Pengadilan Negeri setempat. Selain itu, Penyelesaian ganti rugi akan dilakukan melalui konsinyasi. Hal itu dilakukan jika pemilik lahan tak kunjung menyetujui harga ganti rugi yang ditentukan pemerintah. Konsinyasi adalah penyelesaian ganti rugi melalui pengadilan. Pemerintah melalui Tim Pelepasan Tanah (TPT) dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) akan menitipkan uang ganti rugi sesuai taksiran Tim Appraisal kepada pengadilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa nantinya pihak pengadilanlah yang akan mengambil alih proses menyelesaian ganti rugi itu. Model penyelesaian semacam ini, sesuai amanat Peraturan Kepala BPN RI No 3 Tahun Dikatakan bahwa pemilik lahan yang akan digunakan untuk kepentingan umum diberi waktu selama 120 hari semenjak musyawarah pertama untuk menyelesaikan ganti rugi. Setelah jatuh tempo, pemilik lahan masih diberi tambahan waktu selama 14 hari. Jika setuju bisa segera menerima pembayaran. Namun jika tidak, mereka bisa mengajukan keberatan kepada bupati/wali kota. Tidak adanya titik temu ini, maka proses di pengadilan-lah yang bisa menyelesaikan. Tentunya biaya yang akan dititipkan ke pengadilan adalah harga yang sesuai dengan perhitungan tim appraisal, karena harga yang disodorkan itu sudah yang tertinggi. Kalau masih ada tawaran yang masih tinggi, terus terang kami tidak bisa memenuhi, maka konsinyasi adalah jalan pemecahannya. 56

10 Konsinyasi ini mungkin juga dapat dilakukan dalam rangka pengamanan uang ganti rugi, sementara itu TPT dan P2T tetap melakukan upaya-upaya pendekatan kepada warga yang belum setuju, atau dengan cara mengajukan proses pencabutan hak atas tanah kepada presiden, karena pembangunan ini adalah untuk kepentingan umum, menurut penulis hal ini juga dapat dibenarkan. C. PENUTUP Prosedur dari pelepasan hak milik atas tanah adalah mengadakan inventarisasi serta penelitian setempat terhadap keadaan tanahnya, tanamantanaman dan bangunan yang ada di atasnya, mengadakan perundingan dengan para pemegang hak atas tanah dan bangunan/tanaman, menaksir besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada yang berhak, membuat berita acara pelepasan tanah disertai fatwa atau pertimbangannya dan menyaksikan pembayaran ganti rugi kepada yang berhak atas tanah (bangunan, tanaman - tanaman) tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten bersama Kantor Pertanahan Kabupaten setempat untuk mengatasi kendala yang terjadi, yaitu dengan melakukan pendekatan dengan jalan musyawarah untuk mufakat kepada pemilik tanah yang digunakan untuk kepentingan umum, mengadakan Buku: penyelesaian ganti rugi yang akan dilakukan melalui konsinyasi. Hal itu dilakukan jika pemilik lahan tak kunjung menyetujui harga ganti rugi yang ditentukan pemerintah. Konsinyasi adalah penyelesaian ganti rugi melalui pengadilan. Pemerintah melalui Tim Pelepasan Tanah (TPT) dan Panitia Pengadaan Tanah (P2T) akan menitipkan uang ganti rugi sesuai taksiran Tim Appraisal kepada pengadilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa nantinya pihak pengadilanlah yang akan mengambil alih proses menyelesaian ganti rugi itu. DAFTAR PUSTAKA Badan Pertanahan Nasional Buku Pegangan Petugas Ukur (Materi Pengukuran dan Pemetaan kadastral). Jakarta : BPN. Kartasapoetra, G. Masalah Pertanahan di Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta, Muhammad Nazir, Metode Penelitian. Bandung: Remaja Rosdakarya Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja. Hak- Hak atas Tanah : Seri Hukum Harta Kekayaan. Jakarta : Kencana Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Pustaka Bangsa Press, Medan, Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum.. Kencana Prenada Media Grop, Jakarta

11 Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah. Jakarta : Kencana Soerodjo, Irawan. Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia. Surabaya : Arkola Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Rajawali Pers : Jakarta Perundang-undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (LNRI Tahun 1960 No. 104, TLN No. 2034). Undang Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Penyelenggaraan tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 58

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. Cara-Cara Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum

BAB II MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. Cara-Cara Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum BAB II MEKANISME KONSINYASI GANTI RUGI ATAS TANAH YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Cara-Cara Memperoleh Tanah Untuk Kepentingan Umum Secara umum tanah dibedakan menjadi 2 yaitu tanah negara dan tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber kehidupan bagi makhluk hidup baik manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Manusia hidup dan tinggal diatas tanah dan memanfaatkan tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang ber-kelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor

BAB I PENDAHULUAN. dan isi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang nomor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan tanah di Indonesia untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan semakin meningkat, sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Dengan hal itu meningkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

Menimbang: Mengingat:

Menimbang: Mengingat: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI BERDASARKAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH 1 Oleh: Suyadi Bill Graham Ambuliling 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993 Tentang : Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 55 TAHUN 1993 (55/1993) Tanggal : 17 JUNI 1993

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH

MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 1975 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN MENGENAI TATA CARA PEMBEBASAN TANAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuha

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017 PENILAIAN GANTI KERUGIAN OLEH LEMBAGA PERTANAHAN MENURUT UNDANG UNDANG NO 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1 Oleh : Ricardo Irenius Tatibi 2 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Dimana tanah dalam kehidupan manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan atau dilepas. Dan tanah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula ruang angkasa adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh rakyat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan hak atas tanah oleh individu atau perorangan. Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka sudah sewajarnya peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1993 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan sarana dan kebutuhan yang amat penting bagi kehidupan manusia. Ketergantungan manusia pada tanah, baik untuk kebutuhan tempat pemukiman maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukuan Undang-Undang Dasar 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta II. TINJAUAN PUSTAKA A. Peranan Pengertian peranan menurut Margono Slamet adalah mencakup tindakan atas perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati suatu posisi dalam masyarakat (Margono Slamet,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya alam yang diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan manusia baik yang langsung untuk kehidupannya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi. 1 Tanah sebagai sumber utama bagi kehidupan manusia yang telah dikaruniakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia dikenal sebagai negara agraria, sehingga tanah merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang terkandung didalamnya yang mempunyai fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR -1- PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAM UMUM PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Tanah berperan penting dalam kehidupan manusia, karena sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, tanah dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai hal dalam

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA BLOKIR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.1112, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Blokir dan Sita. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang

BAB I PENDAHULUAN. saseorang pasti mendapatkan sesuatu, baik dalam bentuk uang maupun barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani proses kehidupan senantiasa berusaha dan bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam berusaha dan bekerja tersebut saseorang pasti mendapatkan

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik

BAB I PENDAHULUAN. menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah. menurut Undang-Undang Pokok Agraria yang individualistic komunalistik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari Negara maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi,

PENDAHULUAN. bangsa Indonesia dan oleh karena itu sudah semestinya pemanfaatan fungsi bumi, 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air dan ruang angkasa demikan pula segala kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah merupakan suatu karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Tanah adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan yang sangat penting karena tanah merupakan sumber kesejahteraan, kemakmuran, dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian kredit macet perbankan yang terjadi pada bank-bank umum terutama pada bank umum milik pemerintah wajib di intensifkan dan harus dilaksanakan secara

Lebih terperinci