KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI MAS ARIEF FAZRY F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 CHARACTHERISTICS OF OIL BLEND FROM PALM OIL AND PALM OLEIN IN VARIOUS PROPORTION IN PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA Mas Arief Fazry, Dian Herawati, and Payaman Pandiangan Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia Phone: , ABSTRACT Margarine and shortening are the main products of PT Sinar Meadow International Indonesia. Those products are made from several types of oil that is blended and it is called oil blend. The main aim of oil blending was to make desired characteristics of fat that suitable for margarine and shortening. The desired characteristics of end products were measured using two parameters, they were solid fat content (SFC) using low-resolution Nuclear Magnetic Resonance (NMR) and slip melting point (SMP). This research used palm oil and palm olein as the object. The aim of the research is to determine the characteristics of oil blend in term of SFC and SMP. Several formula combinations were conducted with ratio of palm oil: 1 st palm olein or 2 nd palm olein (1:1, 1:0, 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 6:4, 7:3, 8:2, 9:1,0:1). The SFC of oil blend from those combinations were observed in four points of temperatures, 10ºC, 20ºC, 30ºC, and 40ºC. The SFC of oil blend charactheristics tended to have inapropriate in 10ºC, stable and can be predicted well in 20ºC, 30ºC, and 40ºC. SFC relation 10ºC, 20ºC, and 30ºC tended to create linear curves however in 40ºC tended to create polynomial curve. The second formulation that used the second palm oil had larger gap then the first one. The melting point of each formulation was influenced by the melting point of the raw material. If more palm olein is added, the curve is will be more decreased. The result of each temperature represents the purpose of end products such as stick margarine, soft tube margarine, whipped tub margarine, liquid margarine, and industrial margarine. Keywords: palm oil, palm olein, oil blend, solid fat content (SFC), and slip melting point

3 MAS ARIEF FAZRY. F Karakteristik campuran minyak sawit dan olein sawit pada berbagai proporsi di PT Sinar Meadow International Indonesia. Di bawah bimbingan Dian Herawati dan Payaman Pandiangan RINGKASAN Margarin dan shortening adalah produk utama dari PT Sinar Meadow International Indonesia (SMII). Kedua jenis produk tersebut terbuat dari beberapa jenis minyak yang dicampur dan disebut minyak campuran (oil blend). Tujuan utama dari pencampuran minyak adalah untuk membuat karakteristik minyak yang diinginkan untuk produksi margarin dan shortening. Karakteristik oil blend yang diformulasikan diukur dengan dua parameter, yaitu kandungan lemak padat atau Solid Fat Content (SFC) menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR) dan Slip Melting Point (SMP) menggunakan tabung kapiler. Penelitian ini menggunakan kelapa sawit dan olein sawit. Ada dua jenis olein sawit yang digunakan dan keduanya memiliki SMP yang berbeda karena perbedaan kualitas fraksinasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik SFC dan SMP campuran minyak antara minyak sawit dan dua jenis olein yang berbeda. Kombinasi formula dengan rasio kelapa sawit : olein sawit 1 atau kelapa sawit : olein sawit 2 adalah 1:0, 1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 1:1, 6:4, 7:3, 8:2, 9:1, dan 0:1. Kombinasi formulasi tersebut diamati pada empat suhu observasi, yaitu pada suhu 10ºC, 20ºC, 30ºC dan 40ºC. Selain itu, dilakukan pengukuran SMP pada semua kombinasi. Pengukuran SFC menunjukkan bahwa karakteristik yang dihasilkan dari hasil pencampuran tersebut cenderung memiliki data yang melebihi nilai perhitungan teori pada 10ºC, stabil dan dapat diprediksi dengan baik di suhu 20ºC, 30ºC dan 40ºC. Data di suhu observasi 10ºC, 20ºC dan 30ºC cenderung membentuk kurva linier, sedangkan pada suhu 40ºC cenderung membentuk kurva polinomial. SMP yang terbentuk dari masing-masing formulasi dipengaruhi oleh SMP dan komposisi asam lemak bahan baku. Kurva hubungan antara peningkatan proporsi olein sawit membentuk garis kurva menurun akibat dari semakin banyaknya asam lemak tak jenuh yang ada pada formulasi seiring bertambahnya olein sawit. Sedangkan hasil pengukuran SMP menunjukkan bahwa semakin bertambahnya proporsi olein sawit, maka SMP akan semakin menurun. Hasil SFC dan SMP menentukan penggunaan pengaplikasian produk akhir seperti margarin padat, margarin semi padat, margarin cair, dan margarin industri.

4 KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh MAS ARIEF FAZRY F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

5 Judul Skripsi Nama NIM : KARAKTERISTIK CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA BERBAGAI PROPORSI DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA : Mas Arief Fazry : F Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dian Herawati, S.TP., M.Si NIP Payaman Pandiangan, S.Si., M.P NIP.C0346 Mengetahui: Plt. Ketua Departemen Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP Tanggal Lulus: Agustus 2011 ii

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Karakteristik campuran minyak sawit dan olein sawit pada berbagai proporsi di PT Sinar Meadow International Indonesia adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan Mas Arief Fazry F iii

7 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 Agustus 1989 sebagai anak pertama dari pasangan Tjipto Sumadi dan Madhoeratnawati dengan satu adik perempuan bernama Shafira Azhari. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Percontohan Komplek IKIP Jakarta, SMP Negeri 74 Jakarta, dan SMA Negeri 21 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa studi di IPB, penulis merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), Food Processing Club divisi Fermented Foods, dan Forum for Scientific Studies (FORCES). Pengalaman organisasi yang pernah dijalani penulis adalah menjadi staf humas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) ( ). Penulis juga pernah menjadi Pimpinan Umum Majalah EMULSI ( ) yang merupakan satu-satunya majalah pangan yang dikelola oleh mahasiswa di Indonesia. Selain itu, karena keahliannya dalam menggunakan software desain dan fotografi, penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan di berbagai acara kampus maupun luar kampus sebagai kepala divisi multimedia. Selama mengikuti perkuliahan, seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis adalah training HACCP (2010), ISO 22000:2005 (2011), ISO 17025:2008, dan OHSAS (2011). Penulis juga pernah menjadi presenter di Asia University, Taichung, Taiwan untuk mempresentasikan makalah yang berjudul Myristy Drink : Functional Ready-to-Drink Beverage from Nutmeg Extract and Crushed Nata de Coco as Antiinsomnia and Dietary Fiber, sekaligus menjadi ketua delegasi IPB dalam konferensi AISC Taiwan Penulis mengakhiri masa studi di IPB dengan menyelesaikan skripsi yang berjudul Karakteristik campuran minyak sawit dan olein sawit sawit pada berbagai proporsi di pt sinar meadow international indonesia. Penulisan ini terlaksana atas bimbingan Dian Herawati, S.TP, M.Si dan Payaman Pandiangan, S.Si, MP. iv

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang memberikan karunia tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan magang dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan baik moril dan materil dari berbagai pihak, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis secara khusus ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Kedua orang tua Tjipto Sumadi dan Madhoeratnawati, serta adik penulis Shafira Azhari, yang selalau memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dan dukungan kepada penulis. 2. Dian Herawati, S.TP., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan nasihat kepada penulis. 3. Payaman Pandiangan, S.Si., MP. selaku pembimbing lapang yang telah memberikan izin, kesempatan, arahan, bimbingan, saran, dan nasihat selama proses magang dan penulisan skripsi. 4. Ir. Budi Adimulyo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang dan belajar di PT Sinar Meadow International Indonesia. 5. Dias Indrasti, S.TP, M.Sc, dan Dr. Soenar Soekopitojo, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya untuk menguji penulis dan memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini. 6. Oxyana Sara Virgizma atas perhatian, kasih sayang, doa, semangat, yang telah diberikan kepada penulis. 7. Tim QC SMII: Pak Heru, Pak Edi Pur, Pak Edi Tri,Pak Heru Purnomo, Pak Cuplis Harnanto, Pak Wardoyo, Mas Agus, Mas Dian, Mas Nain, Mas Awi. Tim QA SMII: Mbak Lensi, Pak Harun, Pak Edi Wiarto, dan Mas Yustinus. Tim R&D SMII: Bu Muy dan Mbak Sherly. Atas saran, dukungan, arahan, dan nasihat saat berdiskusi. 8. Staf PT SMII: Mbak Yati, Pak Wawan Sofyan, Pak Uci, Pak Yayak, Pak Yudha, Pak Ali, Pak Rijaya, dan Pak Djarot atas kekerabatan selama pelaksanaan magang. 9. Iman, Andri, Cherish, Daniel, Agy, Adi, Arum, Vendry, Dinda, Wima, Marki, Amelinda, atas dukungan, kerjasama, persahabatan, dan kebersamaan selama ini. 10. Reyna Sylvani, Hairin Nisa, dan Faiz Chandra Ardian atas keceriaan dan persahabatan selama duduk di bangku SMP hingga saat ini. 11. Paramita Adimulyo selaku teman magang atas diskusinya selama magang, pengolahan data, hingga penulisan skripsi. 12. Sahabat-sahabat seperjuangan ITP 44 untuk persahabatan, bantuan, rasa berbagi, kekompakan, dan kebersamaan selama 3 tahun berjuang bersama di ITP. 13. Dosen dan staf Departemen ITP atas dukungan, kebaikan hati, dan ilmu yang diberikan selama membimbing kami, dan 14. Karyawan Perpustakaan PITP dan LSI atas keramahan dan bantuannya. Bogor, Juli 2011 Penulis v

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 C. MANFAAT... 2 II. PROFIL PERUSAHAAN... 3 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN... 3 a. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK... 3 b. STRUKTUR ORGANISASI... 4 c. KETENAGAKERJAAN... 4 B. RUANG LINGKUP USAHA... 5 C. PROSES PRODUKSI... 6 a. CONTINOUS REFINARY PLANT... 6 b. BATCH REFINARY PLANT... 8 c. PACKING ROOM (MARGARINE AND SHORTENING PLANT) d. SARANA PRODUKSI III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT B. MINYAK OLEIN SAWIT C. KARAKTERISTIK MINYAK TERKAIT DENGAN KUALITAS MARGARIN KARAKTERISTIK FISIK a. KANDUNGAN LEMAK PADAT (SFC) KARAKTERISTIK KIMIA a. BILANGAN IOD b. BILANGAN PEROKSIDA IV. METODE PENELITIAN vi

10 A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN C. METODOLOGI PENELITIAN PENGUJIAN BAHAN BAKU a. BILANGAN IOD b. BILANGAN PEROKSIDA c. KADAR ASAM LEMAK BEBAS FORMULASI OIL BLEND PENGUKURAN SIFAT FISIK LEMAK a. SOLID FAT CONTENT (SFC) b. SLIP MELTING POINT (SMP) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT B. SOLID FAT CONTENT (SFC) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT C. SLIP MELTING POINT (SMP) VII. REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik Minyak Sawit Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Minyak Sawit Tabel 3. Nilai SFC Minyak Sawit pada Berbagai Suhu Tabel 4. Komposisi Asam Lemak Olein Sawit Tabel 5. Contoh Produk Margarin dan Shortening berserta nilai SFC-nya Tabel 6. Jenis Asam Lemak dan titik lelehnya Tabel 7. Presentase Minyak Sawit dan Olein Sawit dalam Oil Blend Tabel 8. Hasil Pengujian Bahan Baku 24 Tabel 9. Spesifikasi Mutu PT SMII 24 Tabel 10. Hasil Analisis Gas Chromatography PT SMII viii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Logo Perusahaan PT SMII... 3 Gambar 2. Logo Merek Produk PT SMII... 5 Gambar 3. Buah Kelapa Sawit Gambar 4. Alur Proses Fraksinasi Minyak Sawit Gambar 5. Skema Komponen Penyusun Triasilgliserol Gambar 6. Gambaran Umum Metode Penelitian Gambar 7. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 10ºC.. 28 Gambar 8. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 10ºC.. 29 Gambar 9. Kurva Perbandingan Oil blend 1 dan Oil blend 2 pada suhu 10ºC Gambar 10. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 20ºC. 30 Gambar 11. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 20ºC. 30 Gambar 12. Kurva Perbandingan Oil blend 1 dan Oil blend 2 pada suhu 20ºC Gambar 13. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 30ºC. 31 Gambar 14. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 30ºC. 32 Gambar 15. Kurva Perbandingan Oil blend 1 dan Oil blend 2 pada suhu 30ºC Gambar 16. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 40ºC. 33 Gambar 17. Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 40ºC. 33 Gambar 18. Kurva Perbandingan Oil blend 1 dan Oil blend 2 pada suhu 40ºC Gambar 19. Kurva SFC Oil blend Minyak Sawit dan Olein Sawit Gambar 20. Kurva SFC Oil blend Minyak Sawit dan Olein Sawit Gambar 23. Perbandingan SMP antara Oil blend 1 dan Oil blend ix

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT SMII 43 Lampiran 2. Layout Pabrik PT SMII Lampiran 3. Rekapitulasi Data SFC Kombinasi Formulasi 1 dan Formulasi x

14 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Margarin dan shortening merupakan produk pangan yang diproduksi oleh PT Sinar Meadow International Indonesia (SMII). Kedua jenis produk tersebut merupakan produk turunan minyak nabati yang sering dijumpai di kehidupan sehari-hari. Aplikasi dari keduanya memiliki kemampuan serbaguna dan beragam sehingga dapat menghasilkan berbagai macam produk akhir yang bervariasi. Margarin merupakan produk makanan berbentuk emulsi padat atau semi padat yang dibuat dari lemak nabati dan air (SNI ) yang memiliki kandungan lemak tidak kurang dari 80% dan 15,000 IU vitamin A tiap pound nya (CFR 1994). Sedangkan shortening disebutkan sebagai produk turunan lemak atau minyak yang mengandung 100% lemak dan umumnya diasosiasikan untuk keperluan lain selain baking (O Brien, 2004). Margarin dan shortening tertentu diproduksi dari campuran berbagai jenis minyak yang disebut dengan oil blend. Komposisi oil blend yang digunakan akan menentukan kandungan padatan dan pembentukan kristal pada produk yang kemudian akan mempengaruhi karakteristik fisik produk yang dihasilkan. Karakteristik fisik dapat dilihat untuk menentukan kualitas suatu minyak atau lemak yang digunakan. Karakter fisik margarin sendiri sebagian besar dikendalikan oleh kandungan padatan lemak, misalnya karakteristik SMP, konsistensi, kekompakan, spreadability serta mouth feel. (Young, et. al., 1994). Komposisi yang tepat masing-masing minyak nabati tersebut akan sangat menentukan karakteristik margarin yang dihasilkan. Perhitungan secara teliti harus dilakukan terhadap solid fat content (SFC) untuk memperoleh karakteristik yang diinginkan, mengingat setiap jenis minyak akan memberikan kontribusi yang berbeda-beda sesuai dengan karakter asalnya. Kandungan SFC pada oil blend sendiri tidak dapat diprediksi sehingga memerlukan percobaan untuk menentukan nilai SFC tersebut (Young et. al., 1994). Hal ini tentu saja akan menyulitkan pelaku lapang yang akan memformulasikan oil blend sesuai spesifikasi sebagai bahan dasar pembuatan margarin. Jika terdapat ketidaksesuaian dengan spesifikasi SFC yang diinginkan, maka hal tersebut kemungkinan akan berimbas negatif pada produksi margarin itu sendiri. Sebagai contoh jika oil blend yang dihasilkan terlalu keras dari spesifikasi yang diinginkan, maka akan dilakukan modifikasi formula dengan proses yang meningkatkan biaya produksi. Salah satu bahan baku yang tidak mudah diprediksi adalah oil blend yang dibuat dari campuran minyak sawit (RBDPO) dan olein sawit. Minyak sawit disusun oleh berbagai jenis asam lemak yang memiliki keragaman SMP dari rendah hingga tinggi. Adanya keragaman ini membuat turunan minyak sawit mempunyai berbagai karakteristik tergantung kepada jenis asam lemak yang mendominasi. Minyak sawit dapat secara efektif difraksinasi menjadi olein sawit (bagian cair 55%) dan stearin (bagian padat 45%) (Birker dan Padley 1987). Fraksi olein didominasi oleh asam lemak tidak jenuh seperti asam lemak oleat, linoleat, dan linolenat yang mempunyai SMP yang rendah dan bersifat cair pada suhu kamar. Sedangkan fraksi stearin didominasi oleh asam lemak berantai jenuh seperti stearat dan palmitat yang mempunyai titik leleh tinggi sehingga bersifat padat pada suhu ruang. Fraksi olein sawit di setiap pabrik yang melakukan fraksinasi minyak sawit dapat berbeda tergantung pada produk akhir yang dituju. Olein sawit yang ditujukan untuk produk minyak goreng memiliki SMP yang lebih rendah dibandingkan dengan olein sawit yang ditujukan untuk campuran pada pembuatan margarin. Hal ini dapat terjadi karena olein sawit yang ditujukan untuk minyak 1

15 goreng merupakan hasil dari fraksinasi yang dilakukan lebih dari satu kali dan disebut fraksi super olein. Olein sawit yang digunakan untuk oil blend pada pembuatan margarin dirancang untuk memiliki tekstur lunak namun tidak mudah mencair pada suhu ruang. Campuran minyak sawit dengan olein sawit dalam oil blend pada berbagai kombinasi akan menghasilkan kisaran SFC yang cukup luas dan berdampak jenis karakter produk margarin/shortening yang beragam pula seperti margarin padat, margarin semi padat, margarin cair, dan margarin industri. Olein sawit yang digunakan di PT SMII berasal dari dua supplier, yaitu supplier primer dan supplier sekunder. Olein sawit yang dibeli dari salah satu supplier memiliki SMP yang lebih rendah dan setara dengan kualitas minyak goreng. Sedangkan PT SMII saat ini hanya memproduksi jenis produk margarin dan shortening. Oleh karena itu, perlu dilakukan karakterisasi campuran minyak yang berasal dari berbagai perbandingan olein sawit dan minyak sawit dari sumber olein sawit yang berbeda. Karakter utama yang perlu dilihat adalah SFC dari campuran kedua jenis bahan baku tersebut. Selain itu, karakteristik SMP perlu dilohat untuk melengkapi data yang dibutuhkan bagi pengembangan produk margarin dan shortening. Hasil karakterisasi dari campuran dua jenis minyak ini diharapkan akan menjadi masukan yang positif bagi pihak SMII untuk dapat meminimalisasi ketidaksesuaian hasil SFC oil blend dan memberi tambahan bahan pustaka bagi bagian Research and Development PT SMII untuk dapat berinovasi mengembangkan produk. B. TUJUAN 1. Tujuan umum a. Menentukan kandungan lemak padat (SFC) dari campuran minyak sawit dan olein sawit pada berbagai proporsi dan dari dua sumber olein sawit. b. Menentukan SMP (SMP) dari campuran minyak sawit dan olein sawit pada berbagai proporsi dan dari dua sumber olein sawit. 2. Tujuan Khusus a. Membantu PT SMII menyesuaikan formulasi oil blend sesuai dengan spesifikasi mutu perusahaan menggunakan bahan baku yang tersedia. C. MANFAAT Manfaat khusus dari kegiatan magang ini adalah dapat tersedianya profil karakter SFC dan SMP dari minyak campuran minyak sawit dan olein sawit yang dapat digunakan oleh PT SMII untuk mengembangkan inovasi dalam membuat margarin dan shortening. 2

16 II. PROFIL PERUSAHAAN A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT Sinar Meadow International Indonesia (PT SMII) bergerak di bidang manufaktur pengolahan lemak dan minyak nabati. PT SMII adalah sebuah perusahaan patungan (joint venture) antara Sinar Mas Group melalui PT Ivo Mas Tunggal dengan Goodman Fielder International Ltd., melalui Meadow Lea Food yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di Australia, tetapi saat ini saham Goodman Fielder International telah diambil alih oleh perusahaan Born Philp. PT SMII berdiri tanggal 11 Agustus 1990 dan telah memiliki Izin Usaha Tetap No. 618/T/Industri/1996. Saat ini pabrik PT SMII menempati area ± 2,6 hektar di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), Jakarta Timur. Produksi awal PT SMII dimulai pada tahun 1992 dengan produk utama minyak goreng, margarin, dan shortening. Pasar yang dituju adalah pasar lokal (industrial) dan pasar ekspor (eceran dan industrial). Sebagai bukti bahwa PT SMII peduli dengan kesehatan dan kualitas produk, PT SMII telah mendapatkan sertifikat HACCP/ISO 22000:2005 dan juga sertifikat ISO 9001:2000. Selain itu juga PT SMII juga telah mendapatkan sertifikasi Halal dari LP POM MUI. Berikut merupakan Logo PT SMII. Gambar 1. Logo PT Sinar Meadow International Indonesia a. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK PT SMII berada di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), yaitu di Jl. Pulo Ayang I No. 6, Jakarta dan menempati area seluas 2,6 hektar. Lokasi PT SMII cukup strategis sehingga memudahkan transportasi bahan baku Crude Palm Oil (CPO) yang tiba di pelabuhan Tanjung Priok karena jarak yang tidak terlalu jauh dan juga memudahkan pemasaran produk di daerah Jakarta. Secara umum tata letak pabrik ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian produksi (manufacturing) dan bagian perkantoran (office). Bagian produksi dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemurnian (refinery) dan bagian pengemasan (packing). Untuk proses permunian minyak dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemurnian minyak secara fisika dengan sistem kontinyu (continuous refinery), dan pemurnian secara kimia dengan sistem batch (batch refinery). Ruang pengemasan juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu packing room 1 untuk pengemasan minyak goreng, dan 3

17 packing room 2 untuk pengolahan dan pengemasan margarin, shortening, dan pastry. Pada Februari 2011, packing room 1 tidak digunakan lagi karena bagian produksi tidak memproduksi minyak, dan hanya dikhususkan untuk produk margarin, shortening, dan pastry. Di dekat bagian produksi terdapat laboratorium pengendalian mutu atau Quality Control (QC), laboratorium jaminan mutu atau Quality Assurance (QA), laboratorium Research & Development (R&D), dan laboratorium mikrobiologi. Ruang laboratorium QA, QC, dan R&D terletak saling berdekatan, sementara itu laboratorium mikrobiologi letaknya terpisah dari laboratorium-laboratorium yang lain untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikrobiologi. Untuk menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan sekitar PT SMII juga memiliki unit pengolahan limbah (effluent plant) yang terdapat di area tersendiri di belakang unit batch refinery. Bagian gudang terdiri atas empat bagian yaitu gudang utama (WH1), gudang indegredient (WH2), gudang refinery (WH3), dan gudang finished good (WH4). WH1 berlokasi di dekat packing room II. WH2 berada di dekat laboratorium mikrobiologi. WH3 berada di bagian refinery. WH4 berada di dekat bagian continuous refinery. Gambaran lokasi dan tata letak pabrik dapat dilihat pada Lampiran 1. b. STRUKTUR ORGANISASI PT SMII merupakan salah satu anak perusahaan Sinar Mas Group yang pimpinan tertingginya dipegang oleh seorang General Manager. Seorang General Manager membawahi tujuh departemen, yaitu Departemen Pemasaran dan Penjualan (Sales and Marketing), Departemen Logistik (Logistic), Departemen Administrasi dan Keuangan, Departemen Produksi (Manufacturing), Engineering & Maintenance Department dan Departemen Ketenagakerjaan (Human Resource Development). Masing-masing departemen ini dipimpin oleh seorang departement head yang membawahi beberapa manager. Selain keenam departemen di atas ada bagian yang langsung dibawahi oleh General Manager, yaitu bagian Quality Assurance, bagian Quality Management Representative. Pada Departemen Logistik, ada bagian dari departemen ini yang dapat langsung berkoordinasi dengan General Manager, yaitu bagian Production Planning and Inventory Control (PPIC). Bagan struktur selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. PPIC bertugas mengatur akan suatu perencanaan produksi dan juga pengontrolan akan persediaan bahan baku. Peran terbesar yang dilakukan PPIC adalah dalam pembuatan MPS (jadwal induk produksi) yang merupakan urutan barang yang harus diproduksi tiap minggunya lengkap dengan keterangan hari produksi dan jam produksinya. hal ini sangat penting di PT SMII mengingat banyaknya jenis produk yang akan dihasilkan, jumlahnya tergantung pesanan pelanggan atau juga permintaan konsumen. c. KETENAGAKERJAAN 1. Tenaga Kerja Pengelolaan dan pengembangan PT SMII dilakukan bersama antara pengusaha dan pekerja. Jumlah tenaga kerja di PT SMII adalah berjumlah 413 orang. Jumlah tenaga kerja pria lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja wanita. Tenaga kerja wanita lebih banyak ditempatkan di bagian administrasi dan perencanaan serta laboratorium. Tidak adanya tenaga kerja wanita yang ditempatkan sebagai supervisor maupun buruh pabrik pada bagian produksi karena jenis pekerjaannya yang berat dan membutuhkan tenaga kerja yang besar, serta tenaga kerja wanita tidak memungkinkan untuk kerja shift karena alasan keamanan. 4

18 2. Jadwal Kerja Secara umum waktu kerja karyawan adalah lima sampai enam hari seminggu. Pengaturan jadwal kerja bagi karyawan yang bekerja di kantor adalah Senin hingga Jumat dengan jam kerja mulai pukul Kegiatan produksi pada PT SMII berlangsung 24 jam perhari, sehingga perlu adanya shift kerja untuk menjaga agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan lancar. Adapun shift yang diberlakukan berjumlah tiga shift. Shift pertama pukul , shift kedua pukul dan shift ketiga Kebijakan di Bidang Sumber Daya Manusia Standar karyawan untuk di bagian produksi adalah minimal lulusan SMA. Standar karyawan untuk supervisor adalah minimal lulusan D3, sedangkan untuk manager adalah minimal lulusan S1. PT SMII memberikan pelatihan kepada karyawan agar mampu bekerja sesuai standar pada jabatannya masing-masing, yaitu berpedoman pada Standard Operating Procedure (SOP). Biasanya pelatihan ini diadakan sekali dalan setahun. Pelatihan yang dilakukan dapat bersifat internal maupun eksternal. B. RUANG LINGKUP USAHA PT Sinar Meadow International Indonesia (SMII) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri margarin. Perusahaan ini memiliki lebih dari 150 jenis produk margarin dan shortening yang dipasarkan di dalam maupun luar negeri. Secara garis besar produk PT SMII dibagi menjadi dua jenis, yaitu produk industrial dan produk retail. PT SMII mengekspor sekitar 40% hasil produksinya ke berbagai negara di benua Asia dan Australia. Setidaknya ada empat merek yang dimiliki oleh PT SMII, yaitu Mother s Choice, Gold Bullion, Maestro, dan Cita. Selain itu ada beberapa produk yang bersifat Original Equipment Maufacturing (OEM) atau macloan untuk pelanggan dengan pesanan khusus, seperti Dunkin Donuts dan J.Co. Ukuran kemasannya bervariasi, mulai dari 250g dan 500g untuk kemasan plastic tub, 5Kg, 15Kg, dan 25Kg untuk kemasan karton, serta 180Kg untuk kemasan drum. Produk yang dikemas dengan plastic tube hanya dipasarkan di luar negeri dengan sistem retail atau eceran. Sedangkan produk yang dikemas dengan karton dan drum dipasarkan di dalam dan di luar negeri. Keempat logo merek yang dimiliki oleh PT SMII disajikan pada gambar 2. (a) (b) (c) (d) Gambar 2. Logo Merek Produk PT SMII: (a) Gold Bullion, (b) Mother s Choice, (c) Maestro, (d) Cita 5

19 C. PROSES PRODUKSI PT Sinar Meadow Internasional Indonesia (SMII) memiliki 3 unit plant dalam menjalankan proses produksinya, mulai dari mengolah bahan baku minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) menjadi minyak sawit (RBDPO atau PO), hingga menjadi produk yang diinginkan. Ketiga unit plant ini saling berkaitan, karena produk dari plant pertama akan diolah di plant berikutnya. a. CONTINOUS REFINARY PLANT 1. Degumming Degumming merupakan proses pemisahan fosfatid, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas (FFA) dalam (CPO). Pada prinsipnya, proses ini merupakan proses pembentukan gumpalan-gumpalan dari zat terlarut dan terkoagulasinya zat-zat yang bersifat koloid yang terdapat pada CPO. CPO dipanaskan hingga mencapai suhu 100 o C lalu ditambahkan ppm asam fosfat. Jumlah asam fosfat yang ditambahkan tergantung dari kualitas CPO yang diproses, di mana semakin banyak gum yang terkandung maka semakin banyak pula asam fosfat yang ditambahkan. Asam fosfat disuntikkan dalam pipa yang berisi minyak lalu campuran ini dimasukkan ke dalam retention tube. Retention tube adalah sejenis tabung yang digunakan untuk menyempurnakan proses pemisahan gum. Jumlah tabung pada retention tube 10 buah dengan kapasitas untuk masing-masing tabung adalah 2,5 ton CPO dengan flowrate CPO rata-rata 7,5-14 ton/jam. 2. Bleaching Proses bleaching bertujuan menghilangkan zat-zat warna seperti karoten (menyebabkan warna merah kekuningan), klorofil dan phaepytin (menyebabkan warna hijau), trace metal, dan produk-produk hasil oksidasi. Pemucat yang dipilih adalah bleaching earth, yang berfungsi juga mengurangi kadar fosfatid. Komposisi mayoritasnya adalah bentonit yang tersusun atas kalsium. Aktivasi bleaching earth dilakukan melalui proses asidifikasi (ditambahkan H 2 SO 4 ). PO yang berasal dari retention tube dimasukkan ke dalam bleacher. Ke dalam bleacher dimasukkan bleaching earth. Bleaching earth terlebih dulu masuk ke dalam hopper dan kemudian disedot oleh pompa vacuum dengan tekanan 0,7 bar. Pada kasus tertentu bleaching earth dicampurkan dengan CaCO 3 untuk menormalkan ph di dalam bleacher. Jumlah PO dalam bleacher pada keadaan normal sekitar 3 ton. PO disirkulasikan di dalam bleacher kurang lebih selama 20 menit pada suhu o C. Setelah keluar dari bleacher PO masuk ke dalam buffer tank. PO dalam buffer tank disirkulasikan dan distripping dengan steam selama kurang lebih 20 menit pada kondisi vakum untuk penyempurnaan proses. 3. Filtrasi Proses ini terjadi pada niagara filter dan merupakan proses fisik di mana padatan yang terkandung dalam PO dipisahkan. PT SMII memiliki dua unit niagara filter dengan leaf filter di dalamnya. Proses dalam niagara filter berlangsung sekitar 140 menit pada suhu 120 o C tergantung pada pemakaian BE. Untuk menyempurnakan penyaringan maka PO disaring kembali dengan filter bag berukuran 5 mikrometer. PO yang keluar dari filter bag dialirkan ke intermediate tank untuk menghilangkan air dengan cara diuapkan pada suhu o C. Penguapan air ini dilakukan dengan tekanan vakum sehingga uap air dapat ditarik. CPO dari intermediate tank selanjutnya dipanaskan dalam plate heat exchanger alfarex dengan menggunakan media pemanas palm oil sampai o C. Untuk pemanasan lanjut 6

20 hingga o C, CPO dimasukkan dalam final heater. PO yang suhunya o C siap untuk dialirkan ke dalam packed column melalui flowmeter untuk mengetahui jumlah PO yang diumpankan ke dalamnya. 4. Packed Column Produk yang berlangsung di packed column adalah penghilangan FFA, monogliserida, digliserida, aldehid, keton, gas-gas terlarut dalam CPO, uap air, serta mengurangi kadar sterol pada Minyak sawit. Proses penghilangan FFA secara kontinyu di packed column dapat mengurangi kadar FFA dari 2-7% menjadi 0,05%. Selain penurunan kadar FFA, proses di packed column juga dapat menurunkan warna dari produk. Palm oil diumpankan ke dalam packed column melalui bagian atas packed column. PO yang diumpankan akan turun ke bagian bawah kolom secara perlahan melalui papan bergelombang yang biasa disebut mill pack. Mill pack ini berfungsi untuk memperlambat aliran PO sehingga dapat menyempurnakan proses penguapan FFA. FFA yang menguap ditarik dengan vakum lalu dijerap dengan FFA cair yang disirkulasikan. FFA yang didapat kemudian didinginkan ditampung dalam penampungan sementara dan sebagian lagi disirkulasikan kembali. FFA yang diperoleh dalam proses continuous refinery ini ditampung di tangki 40T9, 40T10, dan 40T13 untuk selanjutnya dijual sebagai bahan baku sabun. FFA yang tidak tertangkap dikondensasikan oleh pompa vakum. Packed column bekerja dengan kondisi vakum dan disertai injeksi steam yang berguna untuk stripping. Kondisi vakum pada packed column diperoleh dari sebuah steam jet ejector yang berfungsi untuk membuat vakum bukan hanya packed column tetapi juga deodorizer. 5. Deodorizer PO yang keluar dari packed column dialirkan ke dalam deodorizer dengan suhu sekitar 255 o C. Tangki deodorizer terdiri atas 4 buah tray yang berfungsi untuk memperlambat turunnya PO. Aliran PO yang lambat ini akan menyempurnakan proses kontak antara PO dengan stripping steam sehingga proses penghilangan bau dan penguapan FFA yang tersisa lebih maksimal. Masing-masing tray dilengkapi dengan sparger untuk masuknya stripping steam. Stripping steam diinjeksikan pada suhu 225 o C. Steam ini akan menguapkan FFA yang belum terambil di packed column. Tangki deodorizer bekerja dalam tekanan vakum, di mana kondisi vakum ini dibangkitkan oleh steam jet ejector. Suhu keluar palm oil dari deodorizer yang masih cukup tinggi digunakan untuk pemanas palm oil pada proses lain yang membutuhkan pemanasan. Setelah suhu mencapai 90 o C, palm oil ditambahkan asam sitrat yang berfungsi secara tidak langsung sebagai pengawet karena dapat menghindari terbentuknya emulsi lalu dialirkan melalui filter bag untuk membersihkan palm oil dari kotoran-kotoran padat. Palm oil yang sudah bersih dari kotoran padat ini didinginkan lagi dengan cooling water hingga suhunya mencapai 60 o C. PO ini disebut RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil). RBDPO siap untuk diolah lebih lanjut di batch refinery. RBDPO yang dihasilkan akan disimpan dalam tangki sesuai dengan jenisnya. Sebelum dialirkan, ke dalam pipa RBDPO dimasukkan gas nitrogen. Gas ini berfungsi untuk membungkus atau melindungi minyak supaya tidak berkontak dengan udara sehingga oksidasi minyak dapat diminimalisasi. 7

21 b. BATCH REFINARY PLANT Minyak yang telah mengalami proses pengolahan dari continuous refinery plant berupa RBDPO, selanjutnya akan dikirim ke batch refinery plant untuk diproses sesuai dengan jenis produk yang diinginkan. Di batch refinery plant minyak akan mengalami proses antara lain sebagai berikut. 1. Fraksinasi Fraksinasi adalah proses pemisahan fraksi-fraksi yang ada dalam minyak yaitu fraksi berat yang disebut stearin dan fraksi ringan yang disebut olein sawit. Pemisahan ini dilakukan berdasarkan perbedaan melting point dari keduanya, di mana melting point stearin lebih tinggi daripada melting point olein sawit. Dalam fraksinasi terdapat dua tahapan proses, yaitu: 1.a. Kristalisasi Kristalisasi adalah proses pembentukan kristal di dalam crystallizer. Proses kristalisasi merupakan proses batch. Supaya pabrik dapat beroperasi kontinyu, maka PT SMII menyediakan 4 unit crystallizer dengan kapasitas masing-masing 40 ton dilengkapi dengan agitator. Pada tahap awal proses fraksinasi dilakukan pemanasan PO selama 5-15 menit sampai suhunya o C. Tujuan pemanasan ini adalah agar tidak ada fraksi padat pada minyak sehingga proses kristalisasi dapat berjalan dengan baik. Setelah itu, minyak didinginkan dengan menggunakan cooling water dengan suhu 27 o C, hingga mencapai perbedaan suhu minyak dan air sebesar o C. Pendinginan ini menyebabkan terjadinya proses nukleasi (pembentukan inti kristal). Pada saat suhu minyak mencapai 40 o C, minyak didinginkan dengan menggunakan chilled wáter. Proses pendinginan yang berkelanjutan ini menyebabkan pertumbuhan inti kristal yang banyak. Inti kristal yang terbentuk ini akan tumbuh membentuk kristal. Proses pembentukan kristal ini berlangsung pada saat perbedaan suhu minyak dengan air sebesar 4-5 o C selama menit. Pendinginan dilanjutkan hingga mencapai perbedaan suhu 6-12 o C dengan menggunakan chilled water bersuhu 9-11 o C selama 45 menit untuk penyempurnaan pembentukan kristal. Lalu masuk ke tahap end cooling oil sampai suhu mencapai 17,5 o C, setelah itu dilakukan holding time selama 180 menit yang berguna untuk pembentukan kristal yang solid dengan menjaga suhu tetap 17,5 o C, selanjutnya akan dikirim ke filter press. 1.b. Filtrasi Filtrasi adalah proses pemisahan fraksi stearin sawit dan olein sawit di membrane filter press. Minyak dari crystallizer dipompakan sebanyak 4,5 ton. Untuk satu crystallizer dilakukan 9-10 siklus filtrasi. Setelah minyak masuk, maka akan dilakukan pengepresan dengan udara bertekanan. Proses ini disebut squeezing. Squeezing dilakukan secara bertahap sebanyak 5 kali dengan tekanan dan waktu yang berbeda. Tahapan selanjutnya adalah core blowing, di mana udara bertekanan dihembuskan ke dalam membrane filter press. Tujuannya adalah untuk memisahkan Olein sawit dari stearin yang menempel pada membrane filter press. Setelah tahapan ini selesai maka akan dilakukan cake discharge di mana membrane filter press akan dibuka dan stearin akan terjatuh ke bak penampungan. Olein sawit yang dihasilkan akan dialirkan melalui selang-selang kecil yang terdapat di bagian samping membrane filter press untuk dipompakan ke filter bag untuk menyaring stearin yang terikut. Selanjutnya Olein sawit dipanaskan kembali sampai suhu 60 o C dengan 8

22 heat exchanger, lalu dialirkan ke dalam tank penyimpanan (farm tank). Dan stearin juga dipanaskan pada suhu 70 o C lalu dialirkan ke farm tank. 2. Weight Blend Weight blend bertujuan menimbang dan mencampur minyak, baik itu komponen tunggal maupun beberapa komponen menurut spesifikasi produk yang telah ditetapkan Quality Control (QC). Minyak yang akan ditimbang diambil dari Bleached Oil Tank (BOT) dengan suhu transfer antara o C atau dari farm tank dengan suhu antara o C yang dilakukan secara elektrik. Weigh blend yang dimiliki PT SMII ada dua unit dengan kapasitas masing-masing 5 ton, serta dua unit drop tank dengan kapasitas 10 ton yang berada tepat di bawah weigh blend. Sebelum dilakukan pencampuran minyak, QC akan terlebih dahulu melakukan test blend, kemudian menguji nilai kandungan lemak padatnya (SFC) sesuai dengan permintaan konsumen. Minyak olein sawit (kualitas minyak goreng) yang ditimbang langsung dikirim ke packing room dan diberi antioksidan seperti BHA, TBHQ dan tokoferol. Untuk minyak yang digunakan untuk membuat margarin atau shortening, setelah ditimbang di weigh blend, minyak kemudian disimpan dalam drop tank dan disirkulasi selama kurang lebih 35 menit agar homogen. Pada minyak yang telah dicampur ini, ditambahkan antioksidan. Minyak ini lalu diukur FFA, PV, IV, SFC dan warnanya. Hasil pengukuran menentukan proses selanjutnya. Jika SFC tidak memenuhi spesifikasi, maka dapat ditangani dengan cara: a. Apabila SMP melebihi spesifikasi yang telah ditetapkan, maka dapat ditambahkan olein sawit yang mempunyai SMP rendah 18 o C, namun dapat pula dilakukan proses hidrogenasi. b. Apabila SMP campuran kurang dari spesifikasi yang telah ditetapkan maka dapat ditambahkan palm stearin dengan SMP lebih tinggi yaitu o C atau ditambahkan HPKO36 (Hydrogenated Palm Kernel Oil 36 o C), HCNO36 (Hydrogenated Coconut Oil 36 o C), dll. Penambahan tersebut diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan. c. Jika warna tidak memenuhi spesifikasi, maka akan dilakukan proses pemucatan dan deodorisasi. d. Jika FFA tidak memenuhi spesifikasi, maka dilakukan proses deodorisasi. e. Jika SFC, Iodine Value (IV), warna dan asam lemak bebas sudah memenuhi spesifikasi, maka proses selanjutnya adalah deodorisasi. 3. Hidrogenasi Proses hidrogenasi adalah suatu proses pemutusan rangkap minyak dengan mereaksikannya dengan hidrogen. Tujuannya adalah untuk menurunkan bilangan iod (IV). Penurunan IV akan mengubah sifat minyak menjadi plastis serta meningkatkan SMP minyak. Proses hidrogenasi dilakukan dalam tangki hidrogenasi (hidrogenator) yang berkapasitas 10 ton selama 6 jam. Sebelum proses dimulai, sampel diambil terlebih dahulu untuk mengetahui bilangan iod awal minyak. Katalis yang digunakan adalah nikel yang dicampur dengan filter aid. Adanya filter aid bertujuan membantu proses pemisahan nikel dari minyak. Penggunaan katalis pada hidrogenasi untuk masing-masing jenis minyak berbeda-beda. Filter aid yang ditambahkan akan mengisi pori-pori kain penyaring pada filter press sehingga dapat bertindak sebagai penyaring. Tangki hidrogenasi dilengkapi dengan agitator dengan putaran 105 rpm, koil pemanas maupun pendingin. Pada awalnya minyak dipanaskan mencapi suhu sekitar 160 o C. Setelah 9

23 mencapai suhu tersebut, katalis dan filter aid yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam tangki melalui hopper di bagian atas tangki hidrogenasi dengan sistem vakum. Setelah kondisi vakum tercapai dan katalis telah masuk ke dalam tangki, selanjutnya gas hidrogen dimasukkan ke dalam tangki. Masuknya gas hidrogen ke dalam tangki dapat menaikkan tekanan dan suhu tangki. Namun selama terjadinya reaksi tekanan akan turun sedikit demi sedikit. Proses kontak antara gas hidrogen dengan minyak tak jenuh dibantu dengan pengadukan memakai agitator. Pengujian dilakukan terhadap sampel setelah selesai reaksi di mana tekanan pada tangki sudah tidak turun lagi (tidak lagi terjadi reaksi). Pengujian yang utama adalah pengujian bilangan iod. Apabila pengujian bilangan iod setelah reaksi telah memenuhi spesifikasi yang diinginkan maka minyak akan segera didinginkan. Jika bilangan iod belum memenuhi syarat maka akan ditambahkan gas hidrogen sehingga bilangan iod-nya memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Setelah selesai, minyak didinginkan sampai suhu o C selama kurang lebih 30 menit dan dimasukkan ke dalam drop tank yang berada di bawah tangki hidrogenasi. Drop tank merupakan tangki penampung sementara sebelum minyak difiltrasi oleh plate and frame filter press. Plate and frame filter press berfungsi untuk memisahkan minyak dari katalis dan filter aid. Minyak dari plate and frame filter press dikembalikan ke drop tank untuk disirkulasi selama 10 menit lalu dialirkan ke tangki NWB untuk proses lanjut. 4. Neutralising, Washing, Bleaching (NWB) Proses NWB terdiri atas tiga rangkaian proses yang dijalankan secara berurutan yaitu netralisasi, pencucian dan pemucatan warna. Netralisasi bertujuan menurunkan kadar asam lemak. Pencucian bertujuan mencuci minyak atau menurunkan kadar sabun dalam minyak. Namun untuk karakter minyak yang berbeda membutuhkan perlakuan yang berbeda pula. Minyak yang kadar FFA-nya sudah memenuhi spesifikasi hanya dikenai proses pemucatan saja tanpa netralisasi dan pencucian. Minyak yang akan diproses di NWB berasal dari drop tank hidrogenasi, drop tank weigh blend dan farm tank (crude palm kernel oil (CPKO) dan miscella oil). Pada awal proses minyak diaduk dengan agitator selama 3 menit dengan putaran 25 rpm, kemudian dilakukan pengambilan sampel dengan uji kandungan asam lemak bebas dan warna. Pengujian tersebut dilakukan untuk mengetahui proses yang harus dilakukan dan jumlah larutan NaOH, asam sitrat, bleaching earth, dan filter aid yang ditambahkan. 4.a. Neutralising Proses netralisasi bertujuan menghilangkan asam lemak bebas (FFA), pigmen, serta komponen-komponen minyak yang terlarut maupun yang tidak terlarut dalam air. Minyak dengan kadar asam lemak bebas yang masih tinggi harus dinetralisasi terlebih dahulu dengan NaOH. Penggunaan larutan NaOH tersebut jumlahnya harus sesuai dengan kriteria yang telah dihitung berdasarkan jumlah kandungan asam lemak bebas dalam minyak. Kelebihan NaOH dapat menyebabkan sabun yang terbentuk lebih banyak karena sebagian triasilgliserol ikut bereaksi dengan NaOH sehingga dapat mengurangi kandungan minyak. Bila terjadi emulsi pada minyak disiapkan larutan garam 10% (dengan melarutkan 150 kg garam dalam 1500 liter air panas suhu o C). Suhu minyak diatur pada 80 o C, kemudian ditambahkan larutan kaustik soda terdiri atas 98% NaOH dengan massa tertentu yang dilarutkan dalam air. Agitator dalam keadaan tak beroperasi. Untuk CPKO, agitator beroperasi dalam keadaan lambat. Setelah kaustik habis, agitator dimatikan dan dibiarkan terjadi pengendapan (settling) selama 1 jam. Setelah itu 10

24 sabun dipisahkan dari minyak dengan dikeluarkan dari bagian bawah tangki. Setelah sabun dikeluarkan, dilakukan pengujian sampel untuk menguji kadar asam lemak bebas (kadar tidak boleh lebih dari 0,15%). Jika telah sesuai dengan spesifikasi maka akan dilanjutkan dengan proses berikutnya. Jika belum, maka dilakukan netralisasi lagi. 4.b. Washing Washing adalah proses yang dilakukan untuk memisahkan soapstock yang masih tertinggal dalam minyak. Proses dilakukan dengan pencucian air panas yang telah ditambahkan asam sitrat pada suhu o C sebanyak 1500 liter sambil dilakukan pengadukan dengan agitator putaran cepat. Setelah 30 menit, agitator dimatikan dan dibiarkan selama kurang lebih 40 menit. Air pencuci yang berada pada lapisan bawah dikeluarkan dari bagian bawah tangki. Setelah proses pencucian selesai, diambil sampel untuk menguji kadar FFA dan soapstock. Jika kadar soapstock lebih dari 200 ppm, maka harus dilakukan pencucian ulang dengan menggunakan air panas saja tanpa asam sitrat sampai diperoleh soapstock kurang dari 200 ppm. Setelah proses selesai, maka dilakukan pengujian warna minyak agar diketahui jumlah bleaching earth yang akan digunakan. 4.c. Bleaching Proses ini dilakukan untuk menurunkan warna minyak dan menghilangkan sabun. Warna minyak yang belum memenuhi syarat perlu dipucatkan kembali dengan bleaching earth yang dicampur filter aid dengan perbandingan 25:3. Minyak dipanaskan hingga suhu o C sambil diaduk dan divakum. Tanah pemucat dimasukkan ke dalam tangki dengan sistem injeksi vakum. Pemvakuman bertujuan menurunkan kadar air dalam minyak, karena kadar air yang tinggi akan menyebabkan tanah pemucat lebih menyerap air dibandingkan zat warna minyak. Pada proses ini dilakukan pemanasan dan pengadukan selama minimum 40 menit kemudian sampel diambil untuk pengujian FFA, warna, dan moisture content di QC. Sebelum dikirim ke tangki deodorizer, minyak dari NWB disaring dengan plate and frame filter press yang berfungsi untuk memisahkan tanah pemucat, filter aid dan nikel. Kadar nikel dari minyak yang telah disaring harus kurang dari 15 ppm. Setelah itu minyak dialirkan lagi untuk disirkulasi ke tangki NWB selama 30 menit. Minyak dialirkan ke tangki deodorisasi tanpa proses pendinginan tetapi jika minyak akan disimpan ke dalam Bleached Oil Tank (BOT), maka minyak didinginkan terlebih dahulu. 5. Batch Deodorizer Deodorisasi adalah proses bertujuan menghilangkan bau yang ditimbulkan oleh FFA, aldehid, keton, alkohol serta senyawa-senyawa yang terbentuk melalui dekomposisi pigmen dan peroksida. Dalam proses ini terdapat dua tangki deodorisasi. Proses deodorisasi pada batch refinery bertujuan menurunkan kadar FFA dari 0,15% sampai maksimum 0,05%, bilangan peroksida sampai 0 (nol), dan menghilangkan bau. Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan asam lemak bebas dari 0,15% adalah 6-8 jam, sedangkan untuk menurunkan bilangan peroksida (PV) adalah 3 jam. Minyak sebanyak 10 ton pada suhu o C dimasukkan dalam tangki deodorisasi selama menit. Kemudian dikondisikan vakum sampai pada tekanan 4 mmhg dan dilakukan pemanasan hingga 195 o C selama kurang lebih 2 jam. Pemanasan dilakukan dengan menggunakan steam yang masuk 11

25 melalui koil dalam tangki deodorisasi pada tekanan 15 bar dengan laju 110 kg/jam. Saat suhu minyak mencapai 105 o C, sistem steam sirkulasi dioperasikan dan jika suhu minyak mencapai 160 o C valve stripping steam dibuka kembali dan sirkulasi steam dikurangi. Bila telah rilis dari uji laboratorium maka dilakukan proses pendinginan. Setelah minyak mencapai suhu o C, ditambahkan asam sitrat dan antioksidan. Penentuan jenis konsentrasi antioksidan yang akan digunakan ditentukan oleh laboratorium QC. Minyak didinginkan hingga suhu 60 o C dan pemvakuman dihentikan. Jika minyak telah mencapai suhu 60 o C, valve pendingin ditutup. Minyak yang dihasilkan dianalisis di laboratorium dan jika telah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan maka minyak siap dikirim ke RBD tank di bagian packing room. c. PACKING ROOM (MARGARINE AND SHORTENING PLANT) PT SMII memiliki 4 garis proses yang terjadi di packing room, yang keempatnya menghasilkan produk yang berbeda-beda. Keempatnya tersebut antara lain kombinator line untuk produk shortening, perfector line untuk produk margarin, pastry/diacooler line untuk produk pastry margarin dan shortening, dan liquid line untuk produk minyak goreng. Kombinator, perfector dan diacooler line berada dalam area pengepakan yang sama yang disebut area chilling line atau packing room 2, dan terpisah dari area pengepakan liquid line yang disebut juga packing room 1. Namun pada Februari 2011 produksi minyak goreng di PT SMII dihentikan dan kelanjutannya diserahkan ke PT SMART Tbk. yang juga merupakan bagian dari perusahaan Sinar Mas Group, sehingga area packing room 1 sudah tidak digunakan lagi kecuali untuk mengisi margarin dan shortening dengan kemasan drum. 1. Perfector Chilling Line Khusus digunakan untuk memproduksi frying fat dan margarin. Bahan minyak berasal dari RBD tank yang dipompa menuju scale tank yang berkapasitas 300 kg, untuk menghitung jumlah minyak yang masuk. Selanjutnya minyak dialirkan ke ingredient tank untuk ditambahkan emulsifier yaitu lesitin. Kemudian minyak berlanjut ke filter bag 5 mesh dan dialirkan ke dalam blend tank 1 atau 2 yang dilengkapi dengan pengaduk dengan kapasitas masing-masing 3 ton. Air steril dengan garam, NaOH, Ca, EDTA dan aditif lainnya juga diaduk dalam emultion preparation tank selama 15 menit dengan suhu 70 o C kemudian dialirkan ke blend tank yang sama. Blend tank dilengkapi dengan agitator untuk menghomogenkan minyak dengan bahan aditif lainnya dan koil pemanas serta pendingin untuk menjaga suhu produk agar tetap berkisar suhu o C. Pengadukan dalam blend tank berlangsung selama 30 menit dengan suhu minimum 60 o C. Dan selama pengadukan berlangsung, diambil sampel untuk dibawa ke laboratorium. Dari blend tank 1 atau 2, minyak sudah berbentuk mulai disaring dengan filter bag berukuran 100 mesh, kemudian dengan high pressure pump (HP Pump) emulsi dialirkan menuju tube chilling perfector yang terdiri atas 4 buah silinder yang bersambung (A1, A2, A3 dan A4) dengan arah aliran membentuk semacam 4 passes. Keluar dari perfector, minyak sudah berubah fase menjadi kristal. Kemudian masuk ke pin machine (B1) untuk memotong ikatan kristal sehingga produk lebih homogen dan lembut. Selanjutnya masuk ke texturator (C1) untuk membentuk tekstur produk supaya lebih plastis. 12

26 Chilling perfector merupakan sistem pendingin dengan menggunakan refrigerant ammonia (NH 3 ) yang menyerap panas dari minyak. Panas ini merupakan panas laten untuk ammonia dari fase cair menjadi fase uap jenuh. Perfector chilling line berakhir pada filling. Filling pada line perfektor dibagi menjadi 3 subfilling menurut bentuk dan ukuran kemasan, yaitu packing industrial (5 kg, 15 kg, 25 kg), packing tube (250 gr, 500 gr) dan packing can (1 kg, 2 kg). Setelah produk masuk ke dalam kemasan, lalu ditutup dan dilapisi selotape dengan menggunakan tape machine, lalu diberi kode dan batch number untuk disimpan di finished good warehouse. 2. Kombinator Chilling Line Line ini digunakan untuk membuat shortening dan frying fat. Bahan minyak diambil dari RBD tank. Minyak mendapat perlakuan yang sama dengan yang terjadi pada perfector line. Setelah keluar dari kombinator, kristal minyak melalui alat-alat pin machine dan texturator. Kemudian line ini berakhir pada filling. Filling pada line kombinator yaitu packing industrial (5 kg, 15 kg, 25 kg). Setelah produk masuk ke dalam kemasan, lalu ditutup dan dilapisi selotape dengan menggunakan tape machine, lalu diberi kode dan batch number untuk disimpan di finished good warehouse. 3. Drum (Diacooler) Chilling Line Untuk memproduksi pastry margarin dan pastry shortening, prosesnya dijelaskan sebagai berikut. Setelah dari blend tank, emulsi minyak disaring dulu melalui filter bag 100 mesh, kemudian diumpankan pada permukaan luar drum yang berputar membentuk lapisan tipis (flake). Di dalam drum yang berputar terdapat sistem pendingin di mana ammonia bertindak sebagai media pendinginnya. Flake dari chilling drum ditampung dalam truk/bak penampungan kemudian disimpan dalam cold room suhu o C selama sekitat 8 jam atau sampai proses chilling drum selesai. Flake yang telah disimpan dalam cold room kemudian dimasukkan dalam hopper besar dengan screw yang berfungsi menghaluskan dan mendorong flake ke belt conveyor, yang selanjutnya dimasukkan ke dalam complector untuk memberi tekanan besar (extruction) pada flake sehingga flake menjadi lebih padat dan ulet (plastis). Flake melewati ruang vakum dengan tujuan untuk mengambil udara yang terkandung dalam flake sehingga produk tidak mudah rapuh. Kemudian flake didorong terus ke kneader untuk memecahkan ikatan yang sudah terbentuk kemudian menghasilkan slab, yang akan dipotong dengan alat pemotong pastry. Pemotongan dilakukan sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Proses ini berakhir jika produk telah masuk karton, kemudian ditutup dan dilapisi selotape dengan menggunakan tape machine, selanjutnya diberi kode dan batch number untuk disimpan di finished good warehouse. d. SARANA PRODUKSI 1. Bahan Baku dan Bahan Tambahan Bahan baku untuk proses produksi di PT SMII yaitu Crude Palm Oil (CPO) yang diperoleh dari Sumatera dan Kalimantan. CPO berasal dari daging buah sawit. Bahan baku lain yang digunakan berupa Coconut Oil (CNO), Soybean Oil (SBO) dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO). CPKO merupakan minyak yang berasal dari batok berwarna putih pada buah sawit dan mempunyai kualitas tinggi. CPO merupakan bahan baku blending pada pembuatan minyak 13

27 goreng, margarin, dan shortening. CNO, SBO, dan CPKO merupakan bahan baku khusus dalam pembuatan margarin dan shortening. Bahan tambahan atau bahan pembantu yang digunakan antara lain berupa NaOH, CaCO 3, asam sitrat, asam fosfat, nitrogen, hidrogen, bleaching earth, garam, filter acid, katalis nikel, flavour, vitamin, pewarna, sekuestran EDTA, emulsifier, antioksidan, dan air panas. 2. Sarana Penunjang Produksi Perusahaan ini menggunakan listrik dari PLN dan emergency genset bertenaga diesel. Emergency genset digunakan untuk menggantikan listrik dari PLN. Air yang digunakan di perusahaan ini berasal dari PDAM dan sumur bor. Boiler digunakan sebagai media pemanas dan untuk membantu pemvakuman pada prosesproses tertentu. Prinsip kerja dari boiler adalah memanaskan air hingga menjadi uap panas. Boiler yang dimiliki PT SMII ada dua buah yang berkapasitas 5 ton/jam dengan tekanan 18 bar. Air yang digunakan sebagai bahan baku boiler adalah air yang sudah mengalami pelunakan. Cooling tower adalah unit pendingin air untuk kebutuhan proses produksi. Unit softened water adalah unit untuk memproduksi air bebas kotoran, mineral, dan mikroba. Air tersebut akan digunakan untuk proses pembuatan margarin. Supaya air terbebas dari mikroba, air tersebut dialirkan dalam suatu tabung ultraviolet. Effluent plant merupakan unit pengolahan limbah yang berasal dari seluruh kegiatan perusahaan. Peralatan yang digunakan pada unit pengolahan limbah ini antara lain adalah crude sump pit, solid screen scrapper, balance tank, aerator, Dissolved Air Flotation (DAF), press water tank, oil tank, chemical contact chamber, scrapper, dan sludge tank. Tank farm digunakan untuk menampung bahan baku maupun bahan setengah jadi yang telah dimurnikan. Pada areal continuous refinery terdapat 19 tank farm berkapasitas 200 ton, 500 ton, dan 2000 ton yang digunakan untuk menyimpan Crude Palm Oil (CPO), Palm Fatty Acid Deodorization (PFAD), Palm Oil (PO), water, dan kondensat. Tank farm yang berada di areal batch refinery berjumlah 20 tangki dengan kapasitas 30, 500, 1.000, dan ton. Tank farm dilengkapi dengan agiator, koil pemanas dan pompa yang berfungsi untuk mengalirkan minyak serta gauge board untuk mengetahui kapasitas tangki. 14

28 III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa sawit merupakan tamaman monokotil (berkeping satu) yang termasuk famili Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion yang berarti minyak, sedangkan guineensis berasal dari Guines, nama tempat pertama kali ditemukannya tanaman kelapa sawit di pantai Afrika Selatan oleh seseorang bernama Jacquin. Gambar 3. Buah Kelapa Sawit Secara umum jenis minyak yang dihasilkan oleh tanaman ini adalah minyak sawit (palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Sebanyak 85% lebih pasar dunia dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Minyak sawit merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan. Sementara itu, minyak makan termasuk salah satu dari sembilan kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa. Minyak sawit berupa Crude Palm Oil (CPO) didapatkan dari daging buah kelapa sawit. Tahapan teknologi pengolahan CPO terdiri atas tahap ekstraksi, pemurnian, dan pengolahan lanjut menjadi produk pangan dan non pangan. Proses tersebut dilakukan untuk memperbaiki mutu dan meminimalisasi potensi kerusakan minyak sawit. Tahap ekstraksi merupakan proses mengeluarkan minyak dari buah sawit menjadi minyak sawit kasar (CPO), proses ini terdiri atas perebusan, pemipilan, pencacahan, pengempaan (pemerasan), pemurnian, serta pemisahan biji dan sabut. Tahap selanjutnya adalah pemurnian (refining), pemucatan (bleaching), dan penghilangan aroma (deodorizing). Hasil dari rangkaian proses tersebut disebut dengan Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Karakteristik dari RBDPO secara umum mengandung asam lemak bebas maksimal 0.1%, bilangan peroksida maksimal 0, dan kadar air maksimal 0.1% (Birker dan Padley 1987). Karakteristik dari minyak sawit disajikan pada Tabel 1. 15

29 Tabel 1. Karakteristik Minyak Sawit (RBDPO) Karakteristik Kimia Kisaran Bilangan Penyabunan (mg KOH/g Oil) a Bilangan Iodin (Wijs) a SMP ( C) a Densitas (g/ml pada 50 C) b Karotenoid Total (β-karoten) (ppm) b a Basiron (2005) b Salunkhe (1992) Sekitar 90% hasil produksi minyak sawit digunakan untuk produk-produk pangan seperti minyak goreng, minyak salad, margarin, shortening, dan lain sebagainya. Tiap asam lemak mempunyai titik leleh yang spesifik, minyak dan lemak sawit merupakan campuran esensial dari berbagai asam lemak sebagai triasilgliserol (seperti stearat, oleat, dan linolenat), sehingga tidak memiliki titik leleh yang tajam (Lawson 1995). Komposisi asam lemak yang terkandung di dalam minyak sawit disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Asam lemak Minyak Sawit (RBDPO) Asam lemak Minyak sawit (%) Laurat (C:12) Miristat (C14:0) Palmitat (C16:0) Palmitoleat (C16:1) Stearat (C18:0) Oleat (C18:1) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3) Arakidat (C20:0) Sumber: Bailey (1994) Komposisi asam lemak tersebut juga berpengaruh terhadap SMP yang dimiliki oleh minyak sawit. SMP minyak sawit berkisar antara 31.1ºC hingga 37.6 ºC (Bailey 1994). Selain itu, sifat fisik lainnya seperti kandungan lemak padat yang terkandung di dalam minyak sawit juga dapat dipengaruhi oleh kandungan asam lemaknya. Nilai SFC dari berbagai suhu observasi disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai SFC Minyak Sawit (RBDPO) pada Berbagai Suhu Solid Fat Content Rata-rata Kisaran 5ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC ºC Sumber: Bailey

30 B. MINYAK OLEIN SAWIT Olein sawit merupakan fraksi cair dari minyak sawit yang didapatkan dari proses fraksinasi minyak sawit. Minyak ini didominasi oleh asam lemak tak jenuh sehingga bersifat cair pada suhu ruang. Fraksinasi minyak sawit dapat dilakukan karena triasilgliserol di dalam minyak mempunyai SMP yang berbeda. Pada suhu tertentu, triasilgliserol yang mempunyai SMP lebih rendah akan mengkristal menjadi padatan sehingga memisahkan minyak sawit menjadi fraksi cair (olein) dan fraksi padat (stearin). Fraksi yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan. Gambaran umum fraksinasi kelapa sawit disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Alur Proses Fraksinasi Minyak sawit (O Brien 1994) Pemisahan fraksi padat dan cair dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penyaringan kering (viz dry) dan penyaringan basah (detergent fractionation). Secara umum, industri pengolahan kelapa sawit cenderung memakai teknik penyaringan kering, karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan. Olein sawit yang dihasilkan dari penyaringan kering melalui tahap kristalisasi dan penyaringan menggunakan mesin membrane filter press (Pahan 2006). Olein sawit merupakan produk utama dari fraksinasi, sedangkan stearin merupakan produk samping. Komposisi asam lemak yang terkandung di dalam olein sawit disajikan pada Tabel 4. Olein sawit dapat dicampur dengan berbagai minyak makan lain, sehingga sering kali olein sawit disebut dengan blending partner. Olein sawit hasil dari fraksinasi langsung dapat dikemas menjadi minyak goreng (Gunstone 2005). Olein sawit juga dikenal sebagai minyak dengan stabilitas tinggi terhadap proses degradasi selama penggorengan. Olein sawit memiliki slip melting point sekitar 22.7 ± 0.4 C atau maksimal 24 C (CODEX 1999) dan dapat digunakan untuk menggantikan permintaan terhadap lemak hewan serta fungsinya sebagai lemak reroti (shortening) maupun minyak goreng (frying fats) (Basiron 2005). Harga jual olein sawit merupakan yang tertinggi dari olahan kelapa sawit, namun cukup terjangkau untuk menggantikan lemak hewani. 17

31 Tabel 4. Komposisi Asam Lemak Olein Sawit Asam Lemak Olein Sawit (%) 12: : : : : : : : : Sumber: Bailey 1994 C. KARAKTERISTIK MINYAK TERKAIT DENGAN KUALITAS MARGARIN 1. KARAKTERISTIK FISIK a. KANDUNGAN LEMAK PADAT (SFC) Penentuan jumlah padatan lemak (solid fat content) merupakan salah satu karakter fisik yang paling penting dalam industri minyak, lemak, dan produk turunannya. SFC merupakan indeks proporsi kristal lemak dan lemak cair pada suhu tertentu (Asianagri 2007). Kandungan padatan lemak atau solid fat content (SFC). Pengujian kandungan lemak padat pada minyak atau lemak dilakukan untuk mengetahui jumlah lemak padat pada berbagai suhu observasi. Pengukuran SFC menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Gunstone dan Norris (1983) menyebutkan bahwa pengukuran SFC atau (SFI) penting dalam industri pengolahan lemak. Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol proses dalam hidrogenasi, interestifikasi, dan pencampuran. SFC merupakan hal yang penting dari formulasi pembuatan margarin dan sejenisnya. Menurut Hendrikse et. al. (1994), persentase solid yang dihasilkan dari pengukuran dengan NMR dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara respon dari inti hidrogen dalam fase solid dengan respon dari keseluruhan inti hidrogen dalam sampel. Atom hidrogen inilah yang akan didefinisikan sebagai SFC. Dari percobaan yang dilakukan oleh Steidley et. al. (2004) dirumuskan bahwa pengukuran SFI menghasilkan nilai empiris untuk rasio solid/liquid, sedangkan NMR menghasilkan nilai mutlak SFC. Kelebihan lain NMR antara lain dapat melakukan pengujian secara independen menggunakan tube yang berbeda untuk masing-masing perlakuan suhu sehingga menghasilkan waktu pengujian yang lebih efisien. Data yang dihasilkan akan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan (Hendrikse et. al.1994). Pengukuran SFC dilakukan menggunakan spektrometer NMR dengan resolusi denyut yang rendah (low-resolution pulse). Standar deviasi dari denyut spektrometer NMR tidak boleh lebih lebih besar dari 0.3% padatan. Berdasarkan Nielsen (1998), pengujian SFC pada prinsipnya adalah pendinginan minyak untuk mengetahui jumlah lemak padat pada berbagai tingkat suhu. SFC dapat diukur dengan 18

32 menggunakan NMR baik yang berdenyut (pulsed) ataupun yang menggunakan gelombang kontinu (continous wave). Pada prinsipnya, sampel diletakkan di dalam alat NMR dan diberikan denyut (pulse) dengan frekuensi radio. Hal ini akan menginduksi sinyal NMR dalam sampel yang kemudian menghasilkan kecepatan gelombang yang berbeda antara padatan maupun likuid dalam minyak tersebut. Sinyal yang dihasilkan dari padatan lemak akan mengalami memiliki kecepatan lebih cepat daripada sinyal yang berasal dari fase likuid nya sehingga kedua komponen tersebut dapat dibedakan. Penentuan SFC menggunakan NMR dilihat dari intensitas relaxation signal yang disebabkan oleh atom hidrogen dalam triasilgliserol. Atom hidrogen yang diinduksi oleh magnet dari NMR akan menyesuaikan arah sesuai dengan kandungan magnetnya lalu menghasilkan sebuah sinyal. Sinyal tersebut dibaca sebagai SFC oleh NMR. Minyak dan lemak, dalam hal ini minyak sawit, terdiri atas triasilgliserol (trigliserida) campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Setiap jenis minyak atau lemak secara umum tidak berbeda gliseridanya, hanya berbeda dalam bentuk wujudnya. Triasilgliserol adalah senyawa ester dari gliserol dan tiga asam lemak (Johnson 1971). Skema pembentukan triasilgliserol dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 5. Skema Komponen Penyusun Triasilgliserol (Chang 2006) Asam lemak dapat berasal dari tipe yang sama maupun yang tidak sama. Sifat triasilgliserol akan tergantung pada perbedaan asam-asam lemak yang bergabung membentuk triasilgliserol. Oil blend yang diformulasikan dapat berasal dari minyak yang berbeda dengan komposisi asam lemak yang berbeda pula. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap profil kandungan minyak padat pada suhu tertentu. Asam lemak yang tidak jenuh memiliki SMP yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh yang memiliki panjang rantai yang serupa (Pahan 2006). Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat C16:0 (jenuh) dan asam oleat C18:1 (tidak jenuh). Minyak sawit memiliki asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam jumlah yang hampir sama. Kandungan asam lemak pada minyak sawit paling tinggi secara umum adalah palmitat dan kemudian oleat diikuti dengan linoleat, stearat, dan miristat (Sambanthamurthi 2000). Minyak sawit memiliki kandungan asam lemak jenuh sekitar 43-56% dari total asam lemak dimana kandungan tertinggi adalah asam palmitat yaitu %. Kandungan asam lemak tak jenuh pada minyak sawit terutama berasal dari asam oleat yaitu sekitar %. O Brien (1994) menjelaskan bahwa SFC pada 19

33 suhu 10 C (50 F) merupakan indikator kualitas penyebaran produk di suhu refrigerator. Suhu 21.1 C (70 C) merupakan indikator ketahanan produk pada suhu ruang penyimpanan atau ruang produksi. Suhu 33.3 C (92 F) merupakan indikator karakteristik produk saat meleleh di dalam mulut. Sedangkan 40 C (104 F) merupakan indikator saat kondisi awal penggorengan. Profil SFC pada oil blend akan menentukan kesesuaian pengaplikasian pada produk akhir. Contoh produk margarin dan shortening serta profil SFC-nya pada berbagai suhu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Contoh Produk Margarin dan Shortening berserta Profil SFC-nya Solid (%) Solid (%) Solid (%) Solid (%) Solid (%) Solid (%) Tipe produk 10 C 21.1 C 26.7 C 33.3 C 37.8 C 40 C Stick Margarine Soft Tube Margarine Liquid Oil + 5% Hard Fat Baker's Margarine Roll-In Margarine All Purpose Shortening Modified Lard Lard Icing Shortening Pie Crust Shortening Fluid Shortening Frying Fats Filler Fat Puff Pastry (Chrysam 1996) b. SLIP MELTING POINT (SMP) Titik leleh sempurna (complete melting point) merupakan suhu di mana minyak padat menjadi minyak cair seluruhnya (Lawson 1995). Setiap asam lemak memiliki titik leleh yang berbeda. Asam lemak yang memiliki rantai pendek memiliki titik leleh yang lebih rendah dan mudah larut dalam air. Sebaliknya, semakin panjang rantai asam lemak, maka akan menyebabkan titik leleh yang lebih tinggi. Titik leleh juga tergantung pada derajat ketidakjenuhan. Pahan (2006) berpendapat bahwa asam lemak-asam lemak yang tidak jenuh memiliki titik leleh yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak-asam lemak yang memiliki panjang rantai serupa. Selain itu posisi asam lemak pada molekul gliserol juga mempengaruhi titik leleh. Krischenbauer (1960) berpendapat bahwa struktur asam lemak juga dapat mempengaruhi titik leleh, di mana asam lemak berstruktur trans akan mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak yang berstruktur cis. Keragaman komposisi asam lemak dalam suatu jenis minyak membuat minyak tersebut memiliki kisaran dalam titik lelehnya, hal ini yang disebut dengan slip melting 20

34 point. Keragaman SMP berdasarkan asam lemak dan bentuknya dapat dilihat pada tabel 6. Jenis Tabel 6. Beberapa Jenis Asam Lemak dan Titik Lelehnya SMP dalam berbagai bentuk ( C) Atom Karbon Asam Lemak a monoasilgliserol b 1,3-diasilgliserol b triasilgliserol b As Butirat C 4: Kaproat C 6: Kaprilat C 8: Kaprat C 10: Laurat C 12: Miristat C 14: Palmitat C 16: Stearat C 18: Oleat C 18: Linoleat C 18: Linolenat C 18: Arakhidat C 20: Behenat C 22: Erukat C 22: Olein sawit C Stearin C a Anonim (2007) b Johnson dan Davenport (1971) c Gunstone dan Norris (1983) 2. KARAKTERISTIK KIMIA a. BILANGAN IOD Bilangan iod digunakan untuk mengukur derajat ketidakjenuhan suatu minyak atau lemak. Bilangan iod akan menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga dapat juga digunakan sebagai spesifikasi untuk menentukan jenis minyak atau lemak (Weiss 1983). Jika bilangan iod dari setiap formulasi minyak campuran dapat diketahui, maka komponen asam lemak yang terkandung dalam minyak campuran dapat diketahui derajat ketidakjenuhannya. O Brien (1994) berpendapat bahwa analisis bilangan iod merupakan cara sederhana dan cepat untuk menentukan kandungan kimia di dalam minyak atau lemak. Zaliha et.al. (2004) melaporkan bahwa bilangan iod juga dapat dipengaruhi oleh proses produksi minyak. Sehingga bilangan iod menjadi salah satu parameter penting dalam pengujian kualitas minyak atau lemak. Nilai minimum bilangan iod CPO menurut SNI adalah sebesar 56 g iod/100 g sampel. b. BILANGAN PEROKSIDA Chang (2000) menyebutkan bahwa Bilangan Peroksida merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat kerusakan pada minyak akibat proses oksidasi. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya membentuk 21

35 peroksida. Peroksida adalah komponen yang dapat mempercepat oksidasi. Bilangan peroksida yang rendah menandakan bahwa kerusakan oksidatif belum dimulai dan masih relatif stabil terhadap oksidasi. Aplikasi termal dapat memicu pembentukan peroksida. Nilai peroksida minyak sawit (RBDPO) maksimum mengacu pada SNI adalah sebesar 1 meq O 2 /kg. c. KADAR ASAM LEMAK BEBAS Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) merupakan korelasi dari kadar air sekaligus indikator pendugaan kerusakan minyak lebih lanjut. ALB merupakan senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Senyawa ini dapat terikat sebagai gliserida maupun bebas akibat adanya hidrolisis. Nilai asam lemak bebas menunjukkan tingkat kerusakan minyak. Kadar ALB yang tinggi menandakan minyak memiliki mutu buruk. Ketaren (1986) menyatakan bahwa kadar ALB yang tinggi dapat dikurangi dengan proses netralisasi pada minyak tersebut sebelum digunakan sebagai bahan baku. Nilai ALB maksimum margarin menurut SNI adalah sebesar 0.3% dihitung sebagai asam lemak oleat dari 100% lemak yang diuji. 22

36 IV. METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT Sinar Meadow International Indonesia, yang berlokasi di Jalan Pulo Ayang I No.6 Jakarta Industrial Estate Pulogadung, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan pada divisi Quality Management dan berlangsung selama 5 (lima) bulan, dimulai pada tanggal 14 Februari 2011 dan berakhir pada tanggal 6 Juli B. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN Bahan-bahan yang digunakan, antara lain: minyak sawit, olein sawit dari supplier 1, olein sawit dari supplier 2, thiosulfat 0.1 N, sikloheksan, larutan Wijs, dan akuades. Sedangkan alat-alat dan instrumen yang digunakan, antara lain: Bruker The Minispec Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Solid Fat Content Analyzer, tabung SFC, tabung erlenmeyer, termometer, penangas air, magetic stirrer, pipet, dan gelas piala. C. METODOLOGI PENELITIAN Garis besar metode penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 6. Pengujian Bahan Baku Formulasi Oil blend antara Minyak sawit dan Olein sawit Analisis SFC Oil blend Analisis SMP Oil blend Gambar 6. Metode Penelitian 1. PENGUJIAN BAHAN BAKU a. BILANGAN IOD Pengujian bilangan Iod mengacu pada PORIM p Sebanyak g sampel minyak/lemak ditimbang dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 15 ml kloroform untuk melarutkan sampel. Sebanyak 25 ml pereaksi Wijs dimasukkan ke dalam campuran tersebut, dikocok, dan ditempatkan dalam ruang gelap selama 1 jam. Setelah itu, dilanjutkan dengan penambahan air destilata sebanyak 150 ml. Campuran dalam Erlenmeyer itu dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0.1N dan dikocok agak kuat hingga warna kuning hampir hilang. Titrasi dihentikan sejenak lalu dilakukan penambahan 1-2 ml indikator pati ke dalam campuran tersebut. Titrasi kemudian dilanjutkan lagi hingga warna biru hilang. Bilangan iod sampel dihitung menggunakan rumus: 23

37 Bilangan iod (g iod/100 g sampel) = Keterangan: V1 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) V2 = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) N = Konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi (N) W = berat sampel (g) b. BILANGAN PEROKSIDA Pengujian bilangan Peroksida dalam penelitian ini mengacu pada AOCS Official Method Cd Sebanyak 5 ± 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 30 ml pelarut CH 3 COOH-CHCl 3 (3:2) dan dikocok hingga larut. Sebanyak 0.5 ml larutan KI jenuh kemudian ditambahkan ke dalam larutan tersebut, didiamkan selama 1 menit, dan sesekali digoyang. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 30 ml air destilata dan dititrasi menggunakan Na 2 S 2 O 3 0.1N sambil digoyang kuat sampai warna kuning hampir hilang. Larutan ditambahkan dengan 0.5 ml indikator larutan pati 1% dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru hilang. Penetapan bilangan peroksida untuk blanko dilakukan dengan cara yang sama tanpa penambahan sampel. Bilangan peroksida dihitung menggunakan rumus : Bilangan Peroksida (meq O 2 /kg sampel) = Keterangan: Vs = volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi sampel (ml) Vb = Volume Na 2 S 2 O 3 yang digunakan untuk titrasi blanko (ml) N = konsentrasi Na 2 S 2 O 3 hasil standardisasi (N) W = Berat sampel (g) c. KADAR ASAM LEMAK BEBAS Pengukuran kadar asam lemak bebas mengacu pada AOCS O. M. Cd 5a Sebanyak 7.05 ± 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml lalu ditambahkan 75 ml etanol 95% netral. Larutan tersebut kemudian ditambahkan 3-5 tetes indikator phenolftalein dan dititrasi menggunakan NaOH 0.25 N sambil digoyang kuat hingga timbul warna pink permanen selama 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung menggunakan rumus: Kadar Asam Lemak Bebas (%) = Keterangan : V = Volume NaOH yang digunakan N = Normalitas NaOH hasil standardisasi (N) M = Berat molekul sampel (asam lemak dominan pada sampel) (g/iod) W = berat sampel (g) 24

38 2. FORMULASI OIL BLEND Langkah awal dari pencampuran minyak sawit dan olein sawit menjadi oil blend dapat dilakukan dengan cara penimbangan dan pencampuran langsung kedua bahan baku di dalam gelas piala. Lalu dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk dengan pemanasan hingga 60 C. Formulasi secara khusus dilakukan dengan membuat kombinasi formulasi minyak campuran minyak sawit dengan olein sawit 1, dan kombinasi formulasi minyak campuran minyak sawit dengan olein sawit 2. Formulasi campuran minyak (oil blend) yang digunakan dengan minyak sawit dan olein sawit dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kombinasi Persentase Minyak Sawit dan Olein Sawit dalam oil blend (%) Kode Minyak Sawit Olein Sawit PO AW1/AS AW2/AS AW3/AS AW4/AS AW5/AS AW6/AS AW7/AS AW8/AS AW9/AS PE PENGUKURAN SIFAT FISIK LEMAK a. SOLID FAT CONTENT (SFC) Pengukuran SFC dilakukan mengacu pada IUPAC 2,150 ex dengan menggunakan alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Bruker The Minispec mq20 Solid Fat Content Analyzer. Pre-treatment atau prosedur stabilisasi sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan konsekuensinya terhadap kandungan padatan (solid content) yang diukur dengan NMR. Prosedur stabilisasi dan metode nontempering untuk pengukuran SFC margarin sesuai dengan yang dikeluarkan oleh Bruker (Typical Applications for Industry : Minispec Application Note 8). Sampel diisikan ke dalam tabung NMR setinggi ±2.5 cm. Sebelum dianalisis, sampel dipanaskan pada suhu 80 C agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Sampel yang telah meleleh dipertahankan pada suhu 60 C selama 5 menit. Selanjutnya sampel disimpan pada suhu 0 C selama 60 menit. Sebelum dianalisis, sampel dipertahankan dulu pada masing masing suhu pengukurannya yaitu 10 C, 20 C, 30 C, dan 40 C selama menit. Setelah menit, sampel dipindahkan ke alat spektrofotometri NMR dengan segera. Dasar tabung dipastikan menyentuh bagian dasar spektrofotometri NMR. Selanjutnya alat spektrofotometri NMR akan membaca kandungan lemak padat yang terkandung dalam sampel. Denyut hasil pengukuran dengan spektrofotometri NMR dapat dideteksi secara otomatis dan ditampilkan pada layar komputer. SFC oil blend 25

39 dari bahan baku tertentu yang telah diketahui nilai SFC-nya dapat diprediksi dengan menggunakan rumus: SFC (%) = (% x SFC bahan baku A) + (% x SFC bahan baku B) Presentase yang dimasukkan ke dalam rumus merupakan presentase yang diinginkan berbasis 100%. Namun perhitungan teori ini umumnya hanya berlaku pada pencampuran yang melibatkan tidak lebih dari dua jenis minyak. Hasil SFC menggunakan NMR pada penelitian ini akan dibandingkan dengan nilai dari perhitungan teori yang dihasilkan. b. SLIP MELTING POINT (SMP) Pengukuran SMP pada penelitian ini mengacu pada AOCS Official Method Cc Sedikitnya tiga pipa kapiler yang masing-masing berdiameter 1 mm dan panjang mm dicelupkan ke dalam sampel minyak yang sudah dipanaskan hingga minyak naik setinggi 1 cm dalam pipa kapiler. Bagian luar pipa kapiler dibersihkan dengan tisu, Pipa kapiler lalu disimpan dalam refrigerator (suhu 4-10 C) selama 16 jam (semalaman). Pipa kapiler kemudian dipasangkan pada thermometer dengan diikat karet sedemikian rupa sehingga ujung pipa kapiler sejajar dengan ujung thermometer. Termometer tersebut dicelupkan ke dalam gelas piala 600 ml yang berisi air destilata. Gelas piala diletakkan di permukaan hot plate. Suhu awal air 8-10 C di bawah SMP sampel. Hot plate dinyalakan dengan kenaikan suhu 1 C per menit, lalu melambat hingga kenaikan suhunya 0.5 C per menit. Air dalam gelas piala akan naik suhunya dan pada suhu tertentu sampel minyak dalam kapiler akan mencair, hal ini ditandai dengan naiknya sampel. Selang suhu thermometer saat sampel minyak mulai naik sampai sampel minyak berada di atas batas 1 cm dicatat sebagai slip melting point. 26

40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari tanki penyimpanan yang dimiliki PT SMII sesaat setelah minyak tersebut diterima dari supplier. Hal tersebut dapat menjadi jaminan bahwa bahan yang digunakan masih baik. Pengujian fisikokimia dilakukan untuk memastikan bahwa minyak sawit yang digunakan masih dalam kondisi yang layak untuk digunakan. Pengujian tersebut meliputi pengujian bilangan peroksida (PV), bilangan iod (IV), dan asam lemak bebas (FFA). Hasil pengujian bahan baku disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pengujian Bahan Baku penelitian Bahan Baku PV (meq O 2 /kg) IV (mg iod/g) FFA (%) SMP ( C) Minyak sawit (RBDPO) Olein sawit Olein sawit Tabel 9. Spesifikasi Mutu PT Sinar Meadow International Indonesia Bahan Baku PV (meq O 2 /kg) IV (mg iod/g) FFA (%) Grade Minyak sawit (RBDPO) 0.5 (max.) 51.5 (min.) 0.08 % (max.) Normal Olein sawit 1 (PE20) 1.0 (max.) 58.0 (min.) 0.08 % (max.) Normal Olein sawit 2 (PE16) 0.5 (max.) 59.0 (min.) 0.08 % (max.) Super Berdasarkan data pengamatan di atas, bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini masuk dalam kategori layak. Minyak sawit yang diuji masuk dalam spesifikasi yang dibutuhkan oleh PT SMII. Pada olein sawit 1 dan olein sawit 2 terjadi perbedaan nilai Iodine Value (IV) yang menyebabkan perbedaan kategori mutu dari kedua minyak olein sawit tersebut. Karena jika disesuaikan dengan spesifikasi dari PT SMII, minyak olein sawit 1 termasuk kategori normal grade, sedangkan olein sawit 2 termasuk kategori super grade. Perbedaan kualitas ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kondisi fraksinasi di pabrik supplier yang dapat berbeda, sehingga menghasilkan hasil fraksinasi yang berbeda pula. Kualitas mesin dan ulangan fraksinasi juga dapat mempengaruhi kualitas dari olein sawit yang dihasilkan. Selain itu, kondisi cuaca, suhu, dan kondisi alat transportasi dapat mempengaruhi kualitas minyak yang ditransportasikan. Nilai peroksida dari ketiga bahan baku masih masuk ke dalam spesifikasi mutu PT SMII. Nilai peroksida hasil pengujian pada minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.30, 0.36, dan 0.28 meq O 2 /kg. Sedangkan batasan maksimal nilai peroksida dari PT SMII untuk minyak sawit, olein sawit normal, dan olein sawit super adalah sebesar 0.5, 1.0, dan 0.5 meq O 2 /kg. Spesifikasi lainnya, yaitu asam lemak bebas (FFA) dari ketiga bahan baku juga masih dapat diterima oleh spesifikasi mutu PT SMII. FFA dari minyak sawit, olein sawit 1 dan olein sawit 2 berturut-turut sebesar 0.04, 0.08, dan 0.05%. Sedangkan spesifikasi FFA dari PT SMII memiliki nilai maksimal yang sama, yaitu 0.08%. Minyak olein sawit 1 merupakan olein sawit yang biasa digunakan untuk menjadi campuran pada oil blend pembuatan produk margarin tertentu. Penambahan olein sawit pada minyak campuran akan menghasilkan produk minyak campuran dengan karakteristik lunak, 27

41 karena sifat fisik minyak olein sawit memiliki SMP yang rendah dibandingkan minyak stearin dan minyak sawit, sehingga akan menghasilkan margarin yang memiliki SMP yang rendah pula. Berdasarkan hasil percobaan, minyak olein sawit 1 memiliki SMP bawah sebesar C, sedangkan minyak olein sawit 2 memiliki SMP bawah sebesar C. Minyak olein sawit 2 sebenarnya lebih ditujukan untuk dikemas menjadi minyak goreng. Namun pada praktiknya, minyak olein sawit dengan kategori super grade dapat juga digunakan untuk bahan baku formulasi oil blend, hanya saja perlu dilakukan perhitungan ulang untuk mendapatkan oil blend yang sesuai dengan spesifikasi dari perusahaan dan permintaan konsumen. Perbedaan SMP dari kedua jenis olein sawit tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah asam lemak oleat (18:1) pada kedua olein sawit. Semakin banyak ikatan rangkap, ikatan makin lemah, berarti titik cair akan semakin rendah (Winarno 2008). B. SOLID FAT CONTENT (SFC) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Karakteristik minyak sawit jika dilihat secara kasat mata cenderung mengkristal dengan tekstur yang lunak pada suhu ruang, sedangkan olein sawit berbentuk cair pada suhu ruang. Pencampuran keduanya dalam proporsi yang sama kemungkinan akan menghasilkan sifat minyak yang memiliki tekstur rata-rata dari keduanya. Sedangkan jika dilihat dari segi SFC pada suhu observasi 10ºC, 20ºC, 30ºC, dan 40ºC, minyak sawit cenderung memiliki kurva SFC yang lebih landai dibandingkan dengan kurva SFC yang dihasilkan oleh olein sawit. Hal ini disebabkan karena pada suhu 20ºC minyak olein sawit cenderung telah mencair, sehingga tidak ada lagi kandungan lemak padat yang tersisa. Suhu observasi di empat titik suhu tersebut dilakukan untuk melihat profil oil blend di berbagai kondisi suhu. Suhu 10ºC mewakili sebagai suhu penyimpanan di suhu rendah. Suhu 20ºC mewakili suhu ruang penyimpanan dan ruang produksi, suhu 30ºC mewakili suhu awal melting oral, sedangkan suhu 40ºC mewakili suhu awal penggorengan. Suhu observasi tidak terbatas pada empat titik tersebut, hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan dan penelitian. Nilai SFC di masing-masing suhu akan menentukan tujuan penggunaan. 1. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 10ºC Suhu observasi pertama yaitu pada suhu 10ºC. Menurut O Brien (1994), suhu ini mewakili kualitas pengolesan pada suhu referigerator. Hasil karakterisasi SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 pada suhu 10ºC dapat dilihat pada Gambar 7. R 2 = R 2 = 1 Gambar 7. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 10ºC 28

42 Kurva pada Gambar 7 menunjukkan bahwa pencampuran minyak sawit dan olein sawit 1 pada berbagai proporsi di suhu 10ºC menunjukkan kurva linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Kurva tersebut terlihat mendekati persamaan nilai perhitungan teori dengan selisih positif, yaitu berada di atas perhitungan teori. Selisih rata-rata dari kedua kurva tersebut sekitar 2.48% (disajikan pada Lampiran 3). Kurva pada Gambar 8 adalah hasil perbandingan karakterisasi SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 antara perhitungan teori dan percobaan pada 10ºC. y = x R 2 = 1 y = x R 2 = Gambar 8. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 10ºC Gambar 8 menunjukkan gambar kurva yang serupa dengan oil blend sebelumnya. Hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 membentuk kurva yang memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata nilai selisih terhadap perhitungan teori sebesar 3.23% (disajikan pada Lampiran 3), lebih besar dibandingkan dengan oil blend yang dicampur dengan olein sawit 1. Kurva yang terbentuk oleh hasil kombinasi formulasi oil blend tersebut memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva sebelumnya, yaitu memiliki selisih yang positif atau berada di atas kurva perhitungan teori. Sedangkan jika kedua kurva dibandingkan (disajikan pada Gambar 9), kurva data oil blend yang diformulasikan dengan olein sawit 1 berada di atas kurva data oil blend yang diformulasikan dengan olein sawit 2. Hal ini disebabkan karena olein sawit 2 memiliki SMP yang lebih rendah sehingga cenderung memiliki kandungan lemak padat yang lebih sedikit dibandingkan dengan olein sawit 1. SFC (%) (%) Gambar 9. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 10ºC 29

43 2. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 20ºC Karakterisasi selanjutnya dilakukan pada suhu observasi 20ºC, suhu ini mewakili kondisi ruang penyimpanan atau ruang produksi. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 20ºC disajikan pada Gambar 10. y = x R 2 = y = x R 2 = 1 Gambar 10. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 20ºC Gambar 10 menunjukkan karakteristik oil blend minyak sawit dengan olein sawit 1 pada suhu 20ºC. Data oil blend tersebut membentuk kurva yang memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata dari selisih nilai SFC antara perhitungan teori dan hasil percobaan adalah sebesar 1.54% (Lampiran 3). Kurva hasil percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 pada suhu 20ºC disajikan pada Gambar 11. y = x R 2 = 1 y = x R 2 = Gambar 11. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 20ºC Gambar 11 menunjukkan gambar kurva yang serupa dengan oil blend sebelumnya pada suhu 20ºC. Data pencampuran antara minyak sawit dan olein sawit 2 membentuk kurva yang juga memiliki linieritas yang tinggi dengan persamaan y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata nilai selisih terhadap perhitungan teori 30

44 sebesar 3.23% (disajikan pada Lampiran 3). Kurva yang terbentuk dari hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 memiliki kecenderungan yang sama dengan kurva sebelumnya, yaitu berada di atas kurva perhitungan teori. Perbandingan diantara kedua jenis olein tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. SFC (%) (%) Gambar 12. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 20ºC 3. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 30ºC Karakterisasi selanjutnya dilakukan pada suhu observasi 30ºC, suhu ini mewakili kondisi awal saat bersentuhan dengan tubuh manusia, terutama pada suhu melting oral, yaitu saat minyak masuk dan meleleh di dalam mulut. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 30ºC disajikan pada Gambar 13. y = x R 2 = 1 y = x R 2 = Gambar 13. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Hasil dari karakterisasi pada suhu 30ºC menunjukkan bahwa kurva hasil percobaan cenderung berada di bawah kurva hasil perhitungan teori dengan rata-rata selisih sebesar 0.88%. Kurva tersebut membentuk garis yang membentuk lineritas yang tinggi dengan persamaan y = x serta koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Hal serupa juga terlihat pada kurva yang dibentuk dari oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 (disajikan 31

45 pada Gambar 13). Persamaan yang terbentuk adalah y = x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Rata-rata selisih antara perhitungan teori dan percobaan sebesar 1.33% (disajikan pada Lampiran 3). Selisih rata-rata nilai perhitungan teori dan nilai percobaan pada suhu 30ºC memiliki nilai yang paling rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil karakterisasi oil blend pada suhu 30ºC memiliki nilai yang paling stabil dan mendekati perhitungan teori dibandingkan dengan percobaan di ketiga suhu lainnya. Gambar kurva perbandingan antara hasil perhitungan teori dengan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit disajikan pada Gambar 14. y = x R 2 = 1 y = x R 2 = Gambar 14. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Perbandingan antara kedua formulasi oil blend dapat dilihat pada Gambar 15. Kurva keduanya cenderung berhimpit dan hanya sedikit terpisah pada proporsi olein sawit 30% hingga 70%. Hal ini berkaitan dengan komposisi asam lemak yang terkandung di dalam oil blend pada setiap formulasi. Dominasi asam lemak tertentu akan mempengaruhi SFC yang terbaca pada suhu dan formulasi tertentu. SFC (%) (%) Gambar 15. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 20ºC 32

46 4. SFC OIL BLEND MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT PADA SUHU 40ºC Karakterisasi terakhir yang dilakukan adalah pada suhu observasi 40ºC yang mewakili kondisi saat awal penggorengan. Kurva perbandingan antara perhitungan teori dan percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 1 yang dilakukan pada suhu 40ºC disajikan pada Gambar 16. y = x R 2 = 1 y = x x R 2 = Gambar 16. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 1 terhadap SFC pada Suhu 30ºC Gambar 16 menunjukkan karakteristik oil blend minyak sawit dengan olein sawit 1 pada suhu 40ºC. Data kombinasi formulasi oil blend tersebut membentuk kurva polinomial dengan persamaan y = x x dan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Sedangkan rata-rata dari selisih nilai SFC antara perhitungan teori dan hasil percobaan adalah sebesar 1.21% (disajikan pada Lampiran 3). Gambar kurva hasil percobaan oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 pada suhu 40ºC disajikan pada Gambar 17. y = x R 2 = 1 y = x x R 2 = Gambar 17. Kurva Pengaruh Penambahan Olein Sawit 2 terhadap SFC pada Suhu 40ºC 33

47 Gambar 17 menunjukkan bahwa hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit 2 juga membentuk kurva polinomial. Kurva tersebut memiliki persamaan y = x x dengan koefisien korelasi (R 2 ) sebesar Perbandingan diantara kedua kurva disajikan pada Gambar 18. Gambar tersebut menunjukkan bahwa pola keduanya serupa, dan pada proporsi olein sebesar 40%, kedua kurva mendekati garis 0% yang menandakan bahwa hampir tidak ada kandungan lemak padat yang terdapat pada suhu 40ºC. Penyimpangan perbandingan kurva terjauh antara kedua formulasi terjadi pada suhu observasi 10ºC. Sedangkan pada suhu 20ºC, 30ºC, dan 40ºC cenderung berhimpitan. Perbedaan hasil perhitungan teori dan percobaan serta penyimpangan perbandingan kedua kurva tersebut disebut dengan eutectic system. Hal ini dapat terjadi akibat suatu zat yang terdiri dari beberapa komposisi yang memiliki SMP lebih rendah dibandingkan dengan komposisi lainnya. Namun pada kondisi tertentu, eutetic system merupakan hal yang diinginkan dalam beberapa oil blend. SFC (%) (%) Gambar 18. Kurva Perbandingan Oil Blend 1 dan Oil Blend 2 pada Suhu 40ºC Komposisi asam lemak penyusun minyak sawit dan olein sawit yang digunakan berdampak terhadap kurva SFC yang dihasilkan dari masing-masing formulasi. Gambar 19 menunjukkan bahwa oil blend minyak sawit dan olein 1 memiliki kurva SFC yang rapat. PO 90:10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 Olein (1) Gambar 19. Kurva SFC Oil Blend Minyak Sawit dan Olein Sawit 1 34

48 Hal tersebut dapat terjadi karena komposisi asam lemak yang terkandung di dalam formulasi tersebut memiliki proporsi yang konsisten, sehingga menciptakan kurva SFC yang rapat dan konsisten pula. Kurva SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 disajikan pada Gambar :10 80:20 70:30 60:40 50:50 40:60 30:70 20:80 10:90 Gambar 20. Kurva SFC Oil Blend Minyak Sawit dan Olein Sawit 2 Kurva oil blend pada Gambar 20 menunjukkan perbedaan karakter SFC dibandingkan dengan kurva SFC sebelumnya (Gambar 19). Kurva SFC oil blend minyak sawit dan olein sawit 2 menunjukkan hasil yang lebih renggang, terutama pada suhu observasi 10ºC. Kondisi yang paling mencolok adalah bahwa olein sawit 1 memiliki SFC di atas 25% pada suhu 10ºC, sedangkan olein sawit 2 memiliki SFC kurang dari 10% pada suhu yang sama, sehingga membuat kurva SFC dari kombinasi formulasi oil blend tersebut menjadi lebih renggang. Hal ini dapat terjadi karena olein sawit 2 yang digunakan mengandung asam lemak tidak jenuh oleat lebih tinggi dibandingkan dengan olein sawit 1. Asam lemak oleat yang dominan pada olein sawit tersebut memiliki SMP yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak palmitat yang dominan pada minyak sawit. Tabel 10 menunjukkan data analisis GC yang dimiliki oleh PT SMII. Tabel 10. Hasil Analisis Gas Chromatography PT SMII Bahan Baku Asam Lemak As. Palmitat (C16:0) As. Stearat (C18:0) As. Oleat (C18:1) Minyak Sawit % % % Olein Sawit % % % Olein Sawit % % % Hasil dari karakterisasi yang telah dilakukan dapat dikombinasikan dengan formulasi oil blend produk yang telah dimiliki oleh PT SMII. Margarin yang dapat diproduksi dari berbagai penambahan proporsi olein sawit dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu margarin dengan tekstur keras untuk pembuatan produk cookies, margarin tekstur lunak untuk pembuatan produk bakery dan spread, serta margarin cair untuk keperluan pembuatan cake. Margarin bertekstur keras umumnya tidak memakai olein sawit dalam komposisinya, namun penambahan 35

49 olein sawit sekitar 10-20% diprediksi dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisik margarin keras. Hal ini berdasarkan kurva yang terbentuk dari formulasi pada proporsi tersebut, yaitu memiliki kurva yang menyerupai kemiringan dari kurva minyak sawit. Sehingga kemungkinan pengaruh perubahan SFC tidak akan terlalu besar, namun dapat digunakan untuk lebih memudahkan margarin dalam pengaplikasian. Margarin lunak diprediksi dapat menggunakan olein sawit di dalam komposisinya sekitar 30-60% untuk mendapatkan tekstur margarin yang lebih lembut untuk produk bakery dan mudah dioles jika digunakan sebagai spread. Hal ini berdasarkan kurva SFC pada proporsi tersebut yang mempengaruhi kurva SFC minyak sawit sekitar 10%. Sehingga hal ini dapat membantu melunakkan tekstur margarin dan memudahkan pengaplikasian pada produk margarin oles. Sedangkan komposisi olein sebesar 70-90% diprediksi dapat digunakan untuk margarin cair yang dapat berfungsi sebagai lemak pengisi dalam pembuatan cake. Hal ini berdasar dari kurva pada proporsi tersebut yang memiliki kemuringan yang semakin tajam, yang berarti formulasi tersebut lebih mudah mencair seiring dengan kenaikan suhu. C. SLIP MELTING POINT (SMP) Parameter lainnya yang diamati adalah slip melting point (SMP) dari setiap kombinasi formulasi. Kisaran SMP dapat diikorelasikan dengan membaca nilai SFC-nya pada saat kandungan lemak padat berkisar antara 4 hingga 5%. SMP suatu minyak atau lemak sangat ditentukan oleh jenis asam lemak penyusunnya. Semakin pendek rantai karbon penyusun asam lemak, SMP dari suatu minyak akan semakin rendah, maka kandungan lemak padatnya akan semakin rendah pula pada suhu tertentu. Sebaliknya jika semakin panjang rantai karbon penyusun asam lemak, SMP dari suatu minyak akan semakin tinggi, maka kandungan lemak padatnya akan semakin tinggi pada suhu tertentu. Namun jika rantai karbon tersebut mengandung ikatan rangkap, maka SMP asam lemak tersebut akan semakin rendah. Semakin banyak ikatan rangkap yang terkandung di dalam rantai karbon penyusun asam lemak, maka SMPnya akan semakin rendah. Minyak sawit memiliki SMP pada kisaran C (SNI ). Sedangkan olein sawit berada pada kisaran C atau maksimal 24 C (CODEX 1999). Ketiga bahan baku sesuai dengan standar acuan. Tabel 11 menunjukkan data hasil analisis SMP minyak sawit dan kedua jenis olein sawit. Tabel 11. Hasil Analisis SMP Bahan Baku Bahan Baku Hasil Analisis SMP (ºC) Kisaran Standar SMP Acuan (ºC) Minyak Sawit (SNI) Olein Sawit Maks. 24 (CODEX) Olein Sawit Maks. 24 (CODEX) Pengaruh penambahan olein sawit 1 maupun olein sawit 2 terhadap rata-rata SMP disajikan pada Gambar 21. Diagram tersebut membentuk pola yang semakin menurun. Hal tersebut menunjukkan perbandingan SMP pada pengaruh proporsi kedua olein sawit yang digunakan. Selain itu, diagram tersebut menggambarkan keserupaan pola kecenderungan SMP dari kedua kombinasi formulasi walaupun mengandung bahan baku dengan SMP yang berbeda. Penurunan diagram tersebut disebabkan oleh proporsi olein sawit yang semakin banyak. Sehingga komposisi asam lemak tidak jenuh yang terkandung di dalam olein sawit semakin banyak mendominasi formula tersebut dan membuat SMP semakin rendah. Rata-rata dari kisaran titik 36

50 leleh dapat dikaitkan dengan kurva SFC, yaitu kandungan lemak padat setiap formulasi memiliki nilai berkisar antara 0% hingga 10% saat lemak terlihat mulai mencair. Sehingga hal ini memperkuat teori hubungan antara SFC dengan SMP. Gambar 21. Perbandingan SMP terhadap Proporsi Olein sawit 1 dan Olein sawit 2. 37

51 VI. SIMPULAN Hasil penelitian ini menunjukkan karakter dari oil blend antara minyak sawit dan olein sawit 1 serta minyak sawit dan olein sawit 2. Kurva hubungan antara proporsi minyak sawit dan olein sawit dengan SFC dari kedua sumber olein sawit memiliki kecenderungan yang serupa, yaitu membentuk garis yang linier pada suhu observasi 10 C, 20 C, dan 30 C, serta membentuk pola persamaan polinomial pada suhu 40 C. Karakterisasi kedua kombinasi oil blend tersebut memberikan hasil yang bervariasi, yaitu pada suhu 10 C cenderung menyimpang positif atau berada di atas terhadap kurva perhitungan teori. Sedangkan pada suhu 20 C, 30 C, dan 40 C cenderung sama dengan perhitungan teori. Namun keseluruhan data yang diperoleh masih dalam toleransi dari pihak Quality Control PT SMII. Hasil analisis slip melting point (SMP) menunjukkan bahwa semakin banyak penambahan olein sawit, maka SMP dari formulasi akan semakin menurun. SMP masing-masing formulasi dipengaruhi oleh SMP dan komposisi asam lemak bahan baku. SMP yang dihasilkan membentuk garis kurva menurun akibat dari semakin banyaknya asam lemak tak jenuh yang ada pada formulasi seiring bertambahnya olein sawit. Kecenderungan ini dapat dimanfaatkan PT SMII pertimbangan penggunaan olein sawit pada oil blend serta pengembangan produk baru yang berbasis minyak sawit dan olein sawit sesuai dengan permintaan konsumen. 38

52 VII. REKOMENDASI Hasil karakterisasi SFC pencampuran antara minyak sawit dan olein sawit diharapkan dapat digunakan untuk menciptakan produk baru bagi PT SMII. Selain itu, pencampuran lebih lanjut dapat dilakukan dengan mencampurkan lebih dari dua jenis minyak, seperti stearin, minyak kelapa, maupun minyak kedelai, hal tersebut akan menambah variasi dari karakter oil blend yang dihasilkan. 39

53 DAFTAR PUSTAKA Anonim Fatty acid. [2 Juli 2011]. 08:06 WIB [AOCS] Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. 5 th ed. AOCS. USA [AOCS] Official Methods and Recommended Practices of the AOCS. AOCS. USA Arghi, K Minyak sawit. arghanic.wordpress.com/2008/11/21/minyak-sawit/ [22 Juni 2011]. 02:32 WIB. Basiron Y Palm oil. Di dalam: Fereidoon, Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 2. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc., pp Bailey, A.E Melting and Solidification of Fats. Interscience Published Inc. New York [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia untuk Margarin. SNI Jakarta: BSN [CFR] Code of Federal Regulations CFR Washington, D.C.; Office of the Federal Register, National Archives and Records Administration Chrysam MM Margarines and Spreads. Di dalam: Y. H. Hui (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Fifth Edition, Volume 3. New York: John Wiley & Sons, Inc., pp Eckey, S. W Vegetable fat and oil. Di dalam: Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta. Fennema, O. R Food Chemistry. third edition. Marcel Dekker Inc. New York. Gunstone, F.D Vegetable oils. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 1. Hoboken, New Jersey Wiley- Interscience: John Wiley & Sons, Inc. hal Gunstone, F. D. dan F. A. Norris Lipids in Foods Chemistry, Biochemistry, and Technology. Pergamon Press. Oxford Gunstone, F. D. dan F. B. Padley Lipid Technologies and Application. Marcel Dekker Inc. New York. 40

54 Hasrini, R. F Interstifikasi Enzimatik dengan Lipase pada Campuran Minyak sawit Kasar dengan Metode Kromatografi Kolom Adsorpsi [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hendrikse PW, Harwood JL, Kates M Analytical methods. Di dalam: Gunstone FD, Harwood JL, Padley FB. The Lipid Handbook. 2 nd ed. London: Chapman & Hall, pp Hui Y.H Bailey s Industrial Oil and Fat Product 5 th Edition. John Wilay and Sons, Inc., New York. [IUPAC] Standard Methods for the Analysis of Oils, Fats, and Dervatives : 1 st Supplement to the 7 th Revised and Enlarged Edition. Blackwell Scientific Publication. Oxford. Johnson, A. R. dan J. B. Davenport Biochemistry and Methology of Lipids. Willey- Interscience. New York. Ketaren, S Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta Ketaren, S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press) Kifli, H. dan Krishnan S Proceedings of the PORIM International Oil Palm/Palm Oil Conference: Progress and Prospects, PORIM, Kuala Lumpur, pp Lubis, A. U Kelapa Sawit di Indonesia. Sugraf Offset. Marihat. Nielsen S.S Food Analysis 2nd edition. Kluwer Academic Publishers Group. London. O Brien RD Fats and Oils; Formulating and Processing for Applications. 2 nd ed. London: CRC Press LLC Ong, A. S. H., Choo, Y. M., dan C. K Development in palm oil. Di dalam: Hamilton, R. J. (ed.). Development in Oil and Fats. Blackie Academic Professional. New York. Pahan, Iyung Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. [PORIM] PORIM Test Methods. Palm Oil Research Institute of Malaysia. Kuala Lumpur. Ravigadevi S, Kalyana S, Yew-Ai Tan Chemistry and biochemistry of palm oil. Progress in Lipid Research 39:

55 Sahri MM, Idris NA Palm stearin as low trans hard stock for margarine. Sains Malaysiana 39(5): Salunkhe, D. K World Oil Seeds : Chemistry, Technology, and Utilization. Champman & Hall. London. Scrimgeour C Chemistry of fatty acids. Di dalam: Fereidoon Shahidi (ed). Bailey s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition, Volume 1. Hoboken, New Jersey Wiley-Interscience: John Wiley & Sons, Inc. hal Steidley KR, List GR, Palmquist D, Adlof RO Determination of Solid Fat by Dilatometry and Pulsed Nuclear Magnetic Resonance. Presentation in AGFD (AOCS): Edible Applications of Edible Oils. National Center for Agricultural Utilizaton Research, Agricultural Research Services, USDA, Peoria, IL, IL. Timms RE Physical chemistry of fats. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK (eds). Fats in Food Products. Blackie Academic and Professional, Glasgow. hal Wan, PJ Properties of Fats and Oils. Di dalam: Richard D. O Brien, Walter E. Farr, Peter J. Wan (eds). Introduction to Fats and Oils Technology. 2 nd Editio. Champaign, Illinois: AOCS Press. pp Winarno, F. G Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta Young, FVK, Poot C, Biernoth E, Krog N, Davidson NGJ, Gunstone FD Processing of fats and oils. Di dalam: Gunstone FD, Harwood JL, Padley FB. The Lipid Handbook. 2 nd ed. London: Chapman & Hall. hal

56 LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi PT SMII. 43

57 Lampiran 2. Layout Pabrik PT SMII 44

58 Lampiran 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan SFC dan SMP 45

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK MINYAK SAWIT DAN OLEIN SAWIT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak sawit, olein sawit 1, dan olein sawit 2. Ketiganya diambil langsung dari

Lebih terperinci

PARAMITA ADIMULYO F

PARAMITA ADIMULYO F KAJIAN PENCAMPURAN MINYAK DAN LEMAK (MINYAK KELAPA SAWIT, STEARIN, DAN MINYAK KELAPA) TERHADAP KARAKTERISTIK MINYAK CAMPURANNYA DI PT SINAR MEADOW INTERNATIONAL INDONESIA SKRIPSI PARAMITA ADIMULYO F24070055

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAHAN BAKU 1. Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan jumlah rata-rata ikatan rangkap yang terdapat pada sampel minyak sehingga selain menunjukkan tingkat ketidakjenuhan

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SMART Tbk. SURABAYA Diajukan oleh: Silviana Ike Setiawan NRP: 5203013039 Nathania Puspitasari NRP: 5203013047 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT

TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT Minyak sawit merupakan minyak yang didapatkan dari buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Menurut Hartley (1977) kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Sari Mas Permai adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng dengan bahan dasar kopra dan kelapa sawit. Pabrik ini telah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Uraian Tugas dan Tanggung Jawab 1. General Manager a. Menyusun rencana dan program kerja perusahaan yang menyangkut perencanaan dan pengawasan produksi, kegiatan pemasaran, anggaran perusahaan,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS

PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS PERBANDINGAN HASIL ANALISIS BEBERAPA PARAMETER MUTU PADA CRUDE PALM OLEIN YANG DIPEROLEH DARI PENCAMPURAN CPO DAN RBD PALM OLEIN TERHADAP TEORETIS Zul Alfian Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia

BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. teknologi proses. Secara garis besar, sistem proses utama dari sebuah pabrik kimia BAB II PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi

BAB I PENDAHULUAN. rasa bahan pangan. Produk ini berbentuk lemak setengah padat berupa emulsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin adalah produk makanan yang biasa digunakan dalam industri baking dan cooking yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur dan menambah cita rasa bahan pangan.

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Margarin dari Palm Oil Minyak Sawit dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang. Setiap warga negara wajib melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya adalah pembangunan di sektor ekonomi. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Sejarah Perusahaan PT. Batara Elok Semesta Terpadu merupakan salah satu perusahaan di Gresik yang bergerak di bidang pengolahan dan pemasaran minyak goreng kelapa sawit. Perusahaan

Lebih terperinci

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG

FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG FORMULASI DAN PENGOLAHAN MARGARIN MENGGUNAKAN FRAKSI MINYAK SAWIT PADA SKALA INDUSTRI KECIL SERTA APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BOLU GULUNG Formulation and Production of Margarine Using Palm Oil Fractions

Lebih terperinci

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART TBK. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : MARIA ELEONORA ANGELINA 6103013032 LAWONO, FELICIANA NATALI 6103013055 BOBBY LUKAS SETIAWAN

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015)

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. BATARA ELOK SEMESTA TERPADU (1 AGUSTUS 8 SEPTEMBER 2015) Diajukan oleh: Ezekiel Lauwrent Budi Utomo NRP: 5203012019 Wahyu Octaria NRP: 5203012033 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROFIL MUTU MINYAK SAWIT KASAR Minyak sawit kasar (CPO) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Jakarta, PTPN VIII Banten, PT Wilmar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 37 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST Center), IPB, Bogor serta Laboratorium

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Bernadette Malita S NRP: 5203012029 Rosalia Maria Da S NRP: 5203012042 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PLASTISISASI 14/01/2014

PLASTISISASI 14/01/2014 PLASTISISASI Diperlukan dalam proses pembuatan shortening dan margarin. Akan menghasilkan produk dengan sifat sifat : berbentuk padat tetapi dapat mengalir seperti cairan ketika diberi tekanan. 3 kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Salah satu parameter mutu asam stearat blended bermutu premium, adalah heat stability/kestabilan warna, selain warna, bilangan iodium dan komposisi asam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Crude Palm Oil (CPO) Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi

TUGAS AKHIR. Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi TUGAS AKHIR Pabrik Margarin Dari Biji Jagung Dengan Proses Wet Rendering Dan Hidrogenasi Disusun Oleh : Rahmania Fatimah 2310 030 007 Dika Prasetya 2310 030 019 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Danawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas

BAB I PENDAHULUAN. Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Margarin merupakan salah satu produk berbasis lemak yang luas penggunaannya dalam proses pengolahan makanan. Margarin biasa digunakan sebagai olesan untuk langsung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Margarin dari RBDPO (Refined, Bleached, Deodorized Palm Oil) Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan industri merupakan bagian dari usaha pembangunan ekonomi jangka panjang, yang diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak atau lemak merupakan ester dari gliserol dan asam lemak, tersusun atas campuran sebagian besar triasilgliserol dan sebagian kecil senyawa pengotor (di-gliserida dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elais guinensis jacq) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam family Palmae. Tanaman genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani Elaion

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS

LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS LAPORAN PENELITIAN PEMBUATAN MONO DAN DIACYLGLYCEROL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN PROSES GLISEROLISIS Disusun Oleh : 1. FETRISIA DINA PUSPITASARI 1131310045 2. GRADDIA THEO CHRISTYA PUTRA 1131210062

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Stearat dari Minyak Kelapa Sawit Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas utama yang dikembangkan di Indonesia. Dewasa ini, perkebunan kelapa sawit semakin meluas. Hal ini dikarenakan kelapa sawit dapat meningkatkan

Lebih terperinci

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.

Lebih terperinci

PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di

PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk Sejarah Perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business) bergerak

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. SARI MAS PERMAI (8 Juni 8 Agustus 2015) Diajukan oleh: Stefanus NRP: 5203012001 Hendry Kurniawan NRP: 5203012002 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU

PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU PABRIK GLISEROL DARI COTTON SEED OIL DENGAN PROSES HIDROLISA KONTINYU Penyusun : Riyo Eko Prasetyo 2307030067 Wicaksono Ardi Nugroho 2307030078 Dosen Pembimbing : Ir. Elly Agustiani, M. Eng 19580819 198503

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES

II. DESKRIPSI PROSES II. DESKRIPSI PROSES Usaha produksi dalam pabrik kimia membutuhkan berbagai sistem proses dan sistem pemroses yang dirangkai dalam suatu sistem proses produksi yang disebut teknologi proses. Secara garis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT KASAR DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : Evelyn Samantha 6103013014 Dina Pujianti 6103013016 Vivin Indah Sofiah 6103013144

Lebih terperinci

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SALIM IVOMAS PRATAMA Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : RUTH SIANA CAROLINE (6103013039) GEORGINA A. SHARON T. (6103013057)

Lebih terperinci

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS

STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS STUDI PROSES INTERESTERIFIKASI ENZIMATIK (EIE) CAMPURAN MINYAK SAWIT DAN MINYAK KELAPA UNTUK PRODUKSI BAHAN BAKU MARGARIN BEBAS ASAM LEMAK TRANS Oleh : PAYAMAN PANDIANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas

Lisa Monica Rakhma Yuniar Aulia Ningtyas TUGAS AKHIR PABRIK ASAM LEMAK DARI BIJI BUNGA MATAHARI DENGAN PROSES HIDROLISIS SECARA COUNTINUOUS COUNTERCURRENT Disusun oleh: Lisa Monica Rakhma 2307 030 054 Yuniar Aulia Ningtyas 2307 030 058 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. SMART, Tbk. Medan termasuk dalam SINAR MAS GROUP. Didalam melaksanakan operasional usahanya, PT. SMART, Tbk. Medan mempunyai pabrik beserta kelengkapan

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINYAK SAWIT MERAH (MSM) DAN INTRODUKSI PEMASARANNYA 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Wardi, F24104038.

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ketertarikan dunia industri terhadap bahan baku proses yang bersifat biobased mengalami perkembangan pesat. Perkembangan pesat ini merujuk kepada karakteristik bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SABUN TRANSPARAN SNI (1994) mendefinisikan sabun sebagai pembersih yang dibuat melalui reaksi kimia antara basa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada umumnya hasil proses hidrogenasi parsial akan terbentuk trans fatty acid (TFA) yang tidak diinginkan. Asam lemak trans cenderung meningkatkan kadar kolesterol

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon

I PENDAHULUAN. mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon I PENDAHULUAN Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Oleh Denni Alfiansyah 1031210146-3A JURUSAN TEKNIK MESIN POLITEKNIK NEGERI MALANG MALANG 2012 PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER Air yang digunakan pada proses pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisi latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan. Secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

Gambar 7 Desain peralatan penelitian 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah pemucat bekas yang diperoleh dari Asian Agri Group Jakarta. Bahan bahan kimia yang digunakan adalah

Lebih terperinci

PERENCANAAN PABRIK MINYAK GORENG KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS CPO 500 TON/HARI TUGAS PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN PANGAN

PERENCANAAN PABRIK MINYAK GORENG KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS CPO 500 TON/HARI TUGAS PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN PANGAN PERENCANAAN PABRIK MINYAK GORENG KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS CPO 500 TON/HARI TUGAS PERENCANAAN UNIT PENGOLAHAN PANGAN OLEH : RIBKA STEFANIE WONGSO 6103010033 FENNY ANGGRAENI KUSUMA 6103010034 DIAN IVANA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, telah beredar asumsi di masyarakat bahwa minyak goreng yang lebih bening adalah yang lebih sehat. Didukung oleh hasil survey yang telah dilakukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

III. METODA PENELITIAN

III. METODA PENELITIAN III. METODA PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Proses Balai Besar Industri Agro (BBIA), Jalan Ir. H. Juanda No 11 Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Maret

Lebih terperinci

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak?

11/14/2011. By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS. Lemak. Apa beda lemak dan minyak? By: Yuli Yanti, S.Pt., M.Si Lab. IPHT Jurusan Peternakan Fak Pertanian UNS Lemak Apa beda lemak dan minyak? 1 Bedanya: Fats : solid at room temperature Oils : liquid at room temperature Sources : vegetables

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA III. TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK KELAPA SAWIT Berdasarkan FAO (2000), minyak kepala sawit merupakan minyak yang didapatkan dari bagian daging buah tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) dengan kandungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER

BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER BAB III. DESKRIPSI SOLVENT EXTRACTION PILOT PLANT, ALAT PENY ANGRAI DAN BOILER Alat-alat dipergunakan pada penelitian terdiri dari solvent extraction pilot plant, alat penyangrai dan boiler. ~. SOLVENT

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 1% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 1% Solution Of Total Filter Press

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN PROSES

BAB II PERENCANAAN PROSES BAB II PERENCANAAN PROSES 2.1. Proses Pembuatan Sabun Ada dua metode yang biasa digunakan untuk pembuatan sabun dari turunan minyak sawit dalam skala industri, yaitu saponifikasi dan netralisasi. 2.1.1.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010

LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak. Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 LAPORAN PENELITIAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN MAKANAN Penentuan Asam Lemak Bebas, Angka Peroksida Suatu Minyak atau Lemak Oleh : YOZA FITRIADI/A1F007010 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT DI PT. SMART Tbk. SURABAYA LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : Yoel Trianto 6103009035 Denny Nathaniel 6103009087 Andy Oeitanto 6103009103 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari golongan palem yang dapat menghasilkan asam oleat adalah kelapa sawit (Elaenisis guineensis jacq) yang terkenal terdiri dari beberapa varietas, yaitu termasuk dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT.

BABI PENDAHULUAN. PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. BAB. PENDAHULUAN - BAB PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Umum Perusahaan PT. Tunas Bam Lampung mempakan salah satu anak pemsahaan dari PT. Sungai Budi Group. PT. Sungai Budi Group memulai kegiatan usahanya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak kelapa sawit mentah diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq). Buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri dunia menganalisa peningkatan pasar emulsifier. Penggunaan emulsifier dalam makanan dan minuman serta produk perawatan tubuh akan meningkatkan penggunaan emulsifier

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 3% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 3% Solution To The Number Of Filter

Lebih terperinci

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai

Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Perancangan Instalasi Unit Utilitas Kebutuhan Air pada Industri dengan Bahan Baku Air Sungai Air yang digunakan meliputi : 1. Air pendingin, digunakan untuk mendinginkan alat penukar panas. 2. Air Proses,

Lebih terperinci

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008

Ramayana : pembuatan lemak margarin dari minyak kelapa, kelapa sawit dan stearin..., USU e-repository 2008 ABSTRAK Lemak margarin dengan sifat fisik yang baik dapat dibuat dari campuran minyak stearin kelapa sawit (RBDPS), minyak kelapa sawit (RBDPO), minyak kelapa (CNO) dengan cara blending dan interesterifikasi.

Lebih terperinci

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN

PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS TON / TAHUN PRA-RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN MINYAK MAKAN MERAH DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DENGAN KAPASITAS 50.000 TON / TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia Oleh : LAMSIHAR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR

ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR ANALISA TEKNO-EKONOMI UNIT PEMISAHAN DAN PEMURNIAN VITAMIN PADA INDUSTRI MINYAK SAWIT KASAR Oleh BUDI HERMAWAN F34103100 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Sejarah Perusahaan

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Sejarah Perusahaan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Sejarah Perusahaan PT. Bumi Energi Equatorial (PT. BEE) merupakan suatu usaha yang membuat dan mengembangkan pembaharuan energi, khusunya energi yang dibutuhkan untuk industri. PT.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Salah satu dari beberapa tanaman golongan Palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ). kelapa sawit (Elaeis Guinensis JACQ), merupakan komoditas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI,KERANGKA PEMIKIRAN,DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Agribisnis minyak goreng berbahan baku kelapa dulunya merupakan satu satunya minyak goreng yang digunakan

Lebih terperinci

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa

Penggunaan Data Karakteristik Minyak Sawit Kasar untuk Pengembangan Transportasi Moda Pipa 174 PEMBAHASAN UMUM Selama ini, pemanfaatan moda pipa dalam transportasi minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) telah diterapkan di industri, namun hanya untuk jarak yang dekat hingga maksimal 3

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV

EKA PUTI SARASWATI STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV EKA PUTI SARASWATI 10703064 STUDI REAKSI OKSIDASI EDIBLE OIL MENGGUNAKAN METODE PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN SPEKTROFOTOMETRI UV PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN

KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN Jurnal Agroteknose. Volume VIII No. II Tahun 2017 KAJIAN PERLAKUAN SUHU FILLING TRAY PADA PROSES FRAKSINASI CPKO TERHADAP RENDEMEN DAN ANGKA IODIN CRUDE PALM KERNEL STEARIN Adi Ruswanto, Hermantoro, Avif

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENGARUH PERBANDINGAN ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT MAYONNAISE SKRIPSI OLEH : CHRISTIAN ADITYA HUTAPEA 110305051/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS

PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS TUGAS AKHIR PENGARUH WAKTU PENGADUKAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL LARUTAN CaCO 3 4% TERHADAP JUMLAH ENDAPAN PADA ALAT FILTER PRESS (Effect of Stirring and Sampling Time CaCO 3 4% Solution To The Number Of Filter

Lebih terperinci

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd

KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN (APPLIED CHEMISTRY) (PENDAHULUAN DAN PENGENALAN) Purwanti Widhy H, M.Pd Putri Anjarsari, S.Si.,M.Pd KIMIA TERAPAN Penggunaan ilmu kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat luas CAKUPAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Amonium sulfat [(NH 4 ) 2 SO 4 ] atau yang juga dikenal dengan nama Zwavelzure Ammoniak (ZA) merupakan garam anorganik yang digunakan sebagai pupuk nitrogen selain pupuk

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

AGUSTIN MAROJAHAN BUTAR-BUTAR

AGUSTIN MAROJAHAN BUTAR-BUTAR PRA RANCANGAN PABRIK PRA RANCANGAN PABRIK PEMBUATAN GLISEROL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) DAN AIR DENGAN KAPASITAS 60.000 TON/TAHUN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Teknik Kimia

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN

PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN FILTER MEMBRAN Sasmito Wulyoadi dan Kaseno Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT Gedung

Lebih terperinci

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum) Disusun oleh : Dyah Ayu Resti N. Ali Zibbeni 2305 100 023

Lebih terperinci

KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI

KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI KENDALI PROSES DEODORISASI DALAM PERMURNIAN MINYAK SAWIT MERAH SKALA PILOT PLANT AZIS HERDIYANTO RIYADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PABRIK ASAM OLEAT DARI MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN PROSES CONTINUOUS HIGH PRESSURE SPLITTING AND FRACTIONAL DITILLATION L/O/G/O

PABRIK ASAM OLEAT DARI MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN PROSES CONTINUOUS HIGH PRESSURE SPLITTING AND FRACTIONAL DITILLATION L/O/G/O PABRIK ASAM OLEAT DARI MINYAK SAWIT MENTAH DENGAN PROSES CONTINUOUS HIGH PRESSURE SPLITTING AND FRACTIONAL DITILLATION Disusun Oleh : 1. WULAN SARI (2308030077) 2. KHINI ATU HIMMI (2308030083) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng

4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng 4. PEMBAHASAN 4.1. Persepsi dan Kondisi di Masyarakat seputar Minyak Goreng Berdasarkan survey yang telah dilaksanakan, sebanyak 75% responden berasumsi bahwa minyak goreng yang warnanya lebih bening berarti

Lebih terperinci