BAB V P E N U T U P. konservasi Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Malaka, dimana lebih dari

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V P E N U T U P. konservasi Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Malaka, dimana lebih dari"

Sucianty Susman
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB V P E N U T U P 5.1 Kesimpulan Perambahan sebagai salah satu penyebab terbesar kerusakan hutan di Indonesia dapat dibuktikan dengan kerusakan hutan yang terjadi kawasan konservasi Suaka Margasatwa Kateri di Kabupaten Malaka, dimana lebih dari 60% luas kawasan hancur akibat perambahan yang dilakukan oleh masyarakat bekas pengungsi Timor-Timur yang telah dilakukan dari tahun 2000 sampai saat ini. Berkaca dari berbagai kasus perambahan hutan yang terjadi dimana konflik yang terjadi biasanya karena masyarakat telah ada sebelum adanya penunjukan kawasan sehingga sulit diselesaikan karena keterkaitan masyarakat dengan kawasan bukan semata-mata hanya untuk pemenuhan kebutuhan tetapi juga sebagai hak turun temurun. Namun konflik yang terjadi di Suaka Margasatwa Kateri, status kawasan telah ada jauh sebelum adanya masyarakat yang merambah. Fenomena lain yang terjadi pada konflik-konflik kehutanan sering diawali dengan pembiaran dari pengelola kawasan terhadap aktifitas masyarakat, namun pada kawasan Suaka Margsatwa Kateri ini, sejak awal perambahan telah dilakukan tindakan-tindakan baik persuasif, koersif sampai penegakan hukum/ litigisi tetapi belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini secara permanen. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pengelola kawasan secara internal maupun melibatkan pihak lain bahkan pihak diluar pengelola kawasan juga turut serta secara aktif dalam penanganan konfik di Suaka 195

2 Margasatwa Kateri ini seperti Pemkab Belu yang melakukan kegiatan operasi pengamanan hutan khusus selama 3 tahun, TNI yang turut serta membantu pengamanan kawasan, tokoh-tokoh agama yang melakukan penanaman/ reboisasi massal di kawasan Suaka Margasatwa Kateri namun tidak memberikan dampak yang cukup dalam penyelesaian konflik ini. Kebutuhan dasar untuk mempertahankan kelangsungan hidup karena sebagai petani mereka membutuhkan lahan untuk digarap sedangkan lahan garapan tidak dimiliki, hal ini sebagai alasan dirambahnya kawasan. Namun dalam kenyataannya pemerintah juga tidak tinggal diam dalam membantu kesulitan yang dihadapi masyarakat bekas pengungsi Timor-Timur ini berbagai program seperti repatriasi, transmigrasi, pemeberdayaan masyarakat dan pemukiman kembali ditawarkan tetapi juga tidak menyelesaikan konflik ini. Dai hasil penelitian ini, konflik yang terjadi menunjukan bahwa keengganan masyarakat untuk keluar dari kawasan tidak semata-mata hanya karena ketiadaan lahan tetapi karena budaya yang sama dengan Malaka juga kuatnya ikatan masyarakat Timor-Timur dengan tanah kelahirannya di Timor Leste sehingga mereka tidak ingin jauh dari kelahiran apalagi keluar dari Pulau Timor, padahal apabila hanya masalah lahan tentunya dapat diatasi dengan program transmigrasi kedaerah lain. Selain itu dengan menggunakan analogi bawang Bombay, Peneliti juga melihat bahwa konflik ini berkepanjangan karena selama ini masing-masing pihak tetap pada posisi, mempertahankan kepentingannya dan berusaha 196

3 memenuhi kebutuhannya tanpa mempertimbangkan pihak lain, sehingga ketidakselarasan itu tetap bertahan. Oleh karena itu masing-masing pihak harus menurunkan posisi sehingga terbuka ruang intervensi dari pihak lain guna membuka ruang dialog. Untuk mengeluarkan masyarakat bekas pengungsi Timor-Timur dari kawasan Suaka Margasatwa Kateri dan penyelesaian secara permanen maka Pemerintah harus menyediakan lahan garapan bagi mereka disekitar lokasi resettlement mereka, namun hal ini cukup sulit karena perlu pendanaan dan waktu karena di Timor Barat tidak ada lahan yang tanpa pemilik (individu/ komunal). Oleh karena itu sementara menunggu proses penyediaan lahan serta untuk mencegah kerusakan kawasan Suaka Margasatwa Kateri yang lebih besar dengan mempertimbangkan siklus konflik yang telah berada pada tahap de-eskalasi maka Penulis menggunakan model batas (the boundary model) untuk upaya penyelesaian yakni dengan pelibatan masyarakat perambah pada kegiatan-kegiatan rehabilitasi kawasan dengan pengawasan dari pihak otoritas. 5.2 Saran 1) Penanganan terhadap masyarakat bekas pengungsi Timor-Timur yang merambah kawasan Suaka Margasatwa Kateri, tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh pengelola kawasan namun membutuhkan keterlibatan pihakpihak lain, karena akar masalah sehingga terjadinya perambahan yang terjadi di Suaka Margasatwa Kateri berbeda dengan perambahan hutan yang terjadi pada umumnya. Peran serta pihak lain sebenarnya merupakan 197

4 bagian dari penyelesaian konflik di Suaka Margasatwa Kateri yang bersifat komprehensif. 2) Balai Besar KSDA NTT selaku pengelola kawasan Suaka Margasatwa Kateri perlu melibatkan masyarakat bekas pengungsi yang merambah kawasan dalam program-program rehabilitasi kawasan sambil menunggu proses mengeluarkan masyarakat tersebut dari dalam kawasan secara permanen. 3) Program-program untuk mengeluarkan masyarakat bekas pengungsi yang merambah dari dalam kawasan yang ditawarkan baik oleh pengelola kawasan maupun lembaga-lembaga pemerintah atau NGO lainnya agar perlu disosialisasikan secara baik dan tidak hanya sekali sehingga masyarakat memahami maksud dari program-program tersebut dan dapat menimbang untuk menerima atau menolak, namun apabila tidak disosialisasikan dengan baik maka hasilnya masyarakat sudah pasti menolak tanpa mengetahui keuntungan dan kebaikan dari programprogram yang ditawakan tersebut. 4) Pengadaan lahan melalui program pembelian lahan garapan dekat dengan pemukiman warga masyaralat bekas pengungsi Timor-Timur yang sekarang adalah salah satu bentuk penyelesaian bersifat komprehensif. 5) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu diberi peran aktif pada organisasi penanganan pengungsi dan bencana tingkat nasional sehingga bisa memberikan pertimbangan maupun alternatif penggunaan 198

5 kawasan hutan yang sesuai dengan peruntukannya apabila diperlukan dalam penggunaan lokasi pengungsian sementara, sehingga dapat mencegah dan meminimalisir kerusakan kawasan hutan seperti yang terjadi pada kawasan Suaka Margasatwa Kateri. 199

dokumen-dokumen yang mirip

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sampai dengan Desember tahun 2014 adalah ,98

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sampai dengan Desember tahun 2014 adalah ,98 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas daratan kawasan hutan berdasarkan rekapitulasi Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Indonesia, sampai dengan Desember tahun