LAPORAN PENELITIAN. KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN TANAMAN PERKEBUNAN PADA LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PENELITIAN. KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN TANAMAN PERKEBUNAN PADA LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)"

Transkripsi

1 1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) ANALISIS FINANSIAL DAN KELAYAKAN TANAMAN PERKEBUNAN PADA LAHAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 39 Kabupaten Tanggamus oleh : Ainul Mardliyah, SP.,M.Si Dayang Berliana, SP.,M.Si Kerjasama Konsorsium Kota Agung Utara dan STIPER Dharma Wacana Di Kabupaten Tanggamus Tahun 2014

2 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak dahulu kala masyarakat telah memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang telah memanfaatkan hutan sebagai lahan pertanian dan beternak untuk memenuhi kebutuhan pangan. Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai tempat tinggal untuk menjadi tempat perlindungan dari binatang buas dan cuaca ekstrim. Masyarakat juga memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Semakin bertambahnya populasi manusia di Indonesia telah menimbulkan berbagai masalah antara lain meningkatnya kebutuhan hidup penduduk dan kebutuhan akan lahan. Permasalahan tersebut menyebabkan terjadinya tekanan terhadap sumberdaya hutan yang terus bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu, air, lapangan pekerjaan, mutu lingkungan yang baik, dan dalam perkembangannya diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pangan. Sebenarnya ini tidak perlu terjadi jika masyarakat dapat mengelola lahannya secara optimal. Pengoptimalan itu didapat dari berbagai macam bantuan-bantuan yang diberikan. Baik melalui pemerintah dan lembaga lainnya, dalam bentuk bantuan bibit ataupun bantuan berupa pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan penduduk dalam mengelola hutannya secara optimal. Wilayah Kabupaten Tanggamus memiliki beragam kekayaan alam yang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumber daya alam yang lengkap. Kondisi alam yang berbeda antara satu wilayah dengan yang lainnya memerlukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk dapat

3 3 mengembangkan jenis-jenis komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi sumber daya lahan, upaya ini akan sangat membantu peningkatan produksi komoditas. Sub sektor perkebunan merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten Tanggamus. Dalam sektor pertanian ini, hampir 40 % penduduk mengusahakan komoditas perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang diusahakan bervariasi, baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan, perkebunan besar maupun perkebunan rakyat. Komoditas perkebunan utama yang diusahakan sebagian besar masyarakat Kabupaten Tanggamus adalah kopi, kakao, kelapa dan lada. Diantara tanaman perkebunan tersebut, kopi merupakan komoditas andalan di Kabupaten Tanggamus. Total lahan yang digunakan untuk perkebunan kopi pada tahun 2006 adalah ,00 ha atau sebesar 54,56% dari luas areal perkebunan dengan produktivitas sebesar 466,51 kg/ha/th. Sedangkan total produksi pada tahun 2006 mencapai ,24 ton. Luasan komoditas kopi cenderung menurun setiap tahun karena banyak petani kopi yang mulai mengganti tanamannya dengan komoditas lain yang lebih menguntungkan seperti kakao. Komoditas kakao menempati urutan kedua setelah kopi. Untuk komoditas kakao dari luasan sekitar ha kebun kakao di Lampung sekitar 47,6 % terdapat di Kabupaten Tanggamus sedangkan sisanya menyebar di kabupaten lain (Pemda Kabupaten Tanggamus,2005). Produktivitas tanaman perkebunan selain dipengaruhi pemeliharaan yang umumnya masih dilakukan secara konvensional juga sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca sehingga produksi sangat berfluktuasi setiap tahunnya. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek di masa depan, komoditas perkebunan tersebut merupakan komoditas unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Tanggamus. Melihat cukup dominannya pengusahaan komoditas perkebunan di Kabupaten Tanggamus, maka akan sangat berpengaruh terhadap

4 4 kondisi perekonomian Kabupaten Tanggamus, untuk itu perlu dilakukan analisis finansial tanaman perkebunan di kawasan perhutanan Kab. Tanggamus. sehingga dapat memberikan gambaran produksi optimal. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan daerah Tanggamus yaitu mendorong pusat-pusat pertumbuhan yang ada agar mampu menjadi motor penggerak perekonomian Kabupaten Tanggamus dan dapat merangsang pertumbuhan daerah sekitarnya Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kelayakan usaha komoditas perkebunan pada pengelolaan hutan kemasyarakatan di Register 39 Kabupaten Tanggamus. 2. Mempelajari sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan di di Register 39 Kabupaten Tanggamus. 1.3 Kegunaan 1. Informasi dan bahan pertimbangan bagi para kelompok tani dalam mengelola hutan kemasyarakatan dengan baik. 2. Masukan dan bahan pertimbangan bagi instansi terkait dalam pengelola hutan kemasyarakatan dan pembuatan kebijakan. 3. Informasi dan bahan perbandingan bagi kajian selanjutnya.

5 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Desentralisasi Kebijakan Pengelolaan Kehutanan dalam Konteks Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (Community Based Forest Management) Salah satu perubahan paradigma pembangunan kehutanan di Indonesia adalah lebih memberikan penekanan pada Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (community based forest management), atau disingkat PHBM, untuk memperkuat perekonomian daerah dan memberdayakan masyarakat setempat/lokal. Seiring dengan proses desentralisasi kebijakan pengelolaan kehutanan dalam konteks OTDA yang momentumnya dimulai pada tahun 1995, PHBM dilakukan secara bersamaan dalam kerangka kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Sejak tahun 1995, konsep dan kebijakan HKm telah mengalami evolusi dari model partisipasi rakyat dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan (1995), kemudian model pemberian hak pengusahaan hutan kemasyarakatan kepada koperasi (1998), lantas model pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-kelompok masyarakat setempat (1999) dan akhirnya menjadi model pengelolaan hutan desa oleh masyarakat setempat secara mandiri atau model pengelolaan hutan bersama masyarakat desa di kawasan hutan negara yang dikuasakan kepada swasta atau badan otorita lainnya (2000). Dasar kebijakan masing-masing model HKm seperti ditayangkan pada Tabel 2.1. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan, HKm didefinisikan sebagai hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitik-beratkan kepentingan menyejahterakan masyarakat. Masyarakat

6 6 pengelola HKm adalah kelompok-kelompok orang yang tinggal dalam di dalam atau di sekitar hutan dengan ciri komunitas. Tabel 2.1. Perkembangan Kebijakan Model Hutan Kemasyarakatan Tahun Dasar Kebijakan (SK Mentri Kehutanan, PP dll) 1995 SK No.622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan 1998 SK No.677/Kpts-II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan 1999 SK No.865/Kpts-II/1999 tentang Penyempurnaan SK No.677/Kpts- II/1998 tentang Hutan Kemasyarakatan 2000 SK No.31/Kpts-II/2001 tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan 2007 Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Permenhut Nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan 2008 Permenhut No: P.49/Menhut- II/2008 tentang Hutan Desa Sumber: Berbagai sumber, 2013 Deskripsi Hutan Kemasyarakatan Model partisipasi rakyat dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan Model pemberian hak pengusahaan hutan kemasyarakatan kepada koperasi Model pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompokkelompok masyarakat setempat Model pengelolaan hutan desa oleh masyarakat setempat secara mandiri atau model pengelolaan hutan bersama masyarakat desa di kawasan hutan negara yang dikuasakan kepada swasta atau badan otorita lainnya Pemberdayaan masyarakat setempat dapat dilakukan melalui : a. hutan desa; b. hutan kemasyarakatan; atau c. kemitraan. Model pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompokkelompok masyarakat setempat, baik pemanfaatan hasil hutan non kayu (IUPHKm) pada hutan lindung dan hutan produksi, maupun hasil hutan kayu (IUPHHK HKm) pada hutan produksi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan serta mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari, hutan negara dapat dikelola untuk kesejahteraan desa melalui Hutan Desa. Kebijakan HKm pada tahun 2000 dilakukan dalam merespon UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. Kedua UU dan PP tersebut diikuti dengan perubahan kebijakan penyelenggaraan program HKM dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.31/Kpts-II/2000 tentang

7 7 Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan. Beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan otonomi daerah dan peluang masyarakat lokal untuk turut mengelola hutan negara diantaranya adalah: HKm diselenggarakan dengan azas kelestarian fungsi hutan, kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya alam yang demokratis, keadilan sosial, akuntabilitas publik, serta kepastian hukum. Desentralisasi pengelolaan HKm, yang semula perijinan menjadi kewenangan Kanwil Kehutanan Propinsi dilimpahkan menjadi kewenangan Bupati/Walikota. Demikian pula kawasan HKm adalah kawasan yang diusulkan oleh Bupati/Walikota melalui Gubernur untuk ditetapkan oleh Menteri. Pemanfaatan hutan meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan nonkayu, pemungutan hasil hutan kayu, dan pemungutan hasil hutan non kayu; sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok hutan tersebut. Terlepas dari berbagai kemajuan, legitimasi SK No.31/Kpts-II/2000 digugat oleh banyak kalangan terutama praktisi hukum lingkungan karena jika dikaitkan dengan TAP MPR No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, SK tersebut tidak memiliki kekuatan mengatur. Karena hal tersebut, saat ini Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kehutanan) sedang memproses legal draft HKm dalam bentuk Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menjadi Peraturan Pemerintah (PP). Selain itu tidak semua pihak menerima program HKm, terutama pihak-pihak yang masih menyimpan konflik terhadap pemerintah akibat selesainya penanganan masalah gugatan status dan kepemilikan lahan dalam

8 8 kawasan hutan. Pada awal tahun 2004, belum saja polemik kebijakan HKm selesai, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru tentang Social Forestry. Pemerintah, dalam hal ini Departemen Kehutanan, secara terus-menerus melakukan perbaikan kebijakan pengelolaan hutan bagi masyarakat. Kebijakan yang cukup monumental adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. PP ini memandatkan bahwa, pengelolaan hutan oleh masyarakat setempat dilaksanakan dalam konteks pemberdayaan masyarakat (Pasal 84) melalui skim kebijakan: hutan desa, hutan kemasyarakatan; atau kemitraan. Secara kontinum, PP ini kemudian ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya Permenhut Nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan yang memungkinkan pemberian ijin pemanfaatan hutan kepada kelompok-kelompok masyarakat setempat, baik pemanfaatan hasil hutan non kayu (IUPHKm) pada hutan lindung dan hutan produksi, maupun hasil hutan kayu (IUPHHK HKm) pada hutan produksi. Dimungkinkannya akses masyarakat terhadap hasil hutan kayu dalam skim kebijakan HKm merupakan sebuah kebijakan yang dinantikan sejak tahun 1995 ketika HKm saat itu pertama kali didesain sebatas dalam bentuk model partisipasi rakyat dalam kegiatan reboisasi dan rehabilitasi hutan. Kebijakan HKm yang dinantikan selanjutnya adalah bagaimana skim ini diterjemahkan pelaksanaannya di dalam kawasan hutan konservasi sebagaimana dimungkinakn oleh Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Pembaharuan kebijakan tidak berhenti di HKm saja. Pada tahuan 2008, kemudian diterbitkan Permenhut No: P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa dimana dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan serta mewujudkan pengelolaan

9 9 hutan yang adil dan lestari, hutan negara dapat dikelola untuk kesejahteraan desa melalui Hutan Desa. Hadirnya skim kebijakan Hutan Desa bagi sebagian kalangan menjadi jalan tengah pengembangan akses secara komunal dalam bentuk komunitas desa atas belum terjawabnya bagaimana hutan adat diatur kemudian. Kalangan tersebut melihat, ketika bingkai kebijakan tentang hutan adat belum dicapai, maka kebijakan hutan desa bisa menjadi alternative masyarakat adat memiliki akses komunal melalui pemerintahan desa Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan 1. Biaya Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala bentuk korbanan ekonomi yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada prinsipnya biaya yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi tetap (fixed cost) dan biaya produksi berubah (variable cost). Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang tidak berubah besarnya walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah, misalnya sewa tanah. Sedangkan biaya produksi berubah adalah biaya produksi yang besarnya tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya membeli pupuk, bibit, upah tenaga kerja (Sumarta, 1963 dalam Hayono, 1996). 2. Pendapatan Usaha Hutan Kemasyakatan Pendapatan adalah penerimaan total dari penjualan hasil produksi sebelum dikurangi dengan biaya produksi. Besarnya Pendapatan dipengaruhi oleh jumlah barang yang dihasilkan/diproduksi dan harga masing-masing jenis dan kualitas produk. Pendapatan dari usaha hutan rakyat diperoleh dari penjualan kayu rakyat baik berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar.

10 10 3. Analisis Finansial Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan Analisis finansial adalah analisis dimana suatu proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam suatu proyek. Analisis finansial pengelolaan hutan rakyat dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut bagi masyarakat maupun pemerintah untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan manfaat di masa yang akan datang, sehingga penggunaan dan alokasi sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien dan efektif. Menurut Gittinger (1986), dalam menilai suatu proyek yang menggunakan Discounted Cash Flow (DCF) atau aliran kas yang berdiskonto berdasarkan pada tiga kriteria, yaitu : 1. Net Present Value (NPV), yaitu nilai kini atau sekarang dari suatu proyek setelah dikurangi dengan seluruh biaya pada suatu tahun tertentu dari keuntungan atau manfaat yang diterima pada tahun bersangkutan dan didiskontokan pada tingkat bunga yang berlaku. 2. Benefit Cost Ratio (BCR), adalah suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil yang diperoleh proyek dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. 3. Internal Rate of Return (IRR), adalah suatu tingkat suku bunga maksimal yang dibayarkan oleh suatu proyek untuk semua investasi dan sumberdaya yang digunakan. Proyek diprioritaskan pelaksanaannya (layak), apabila nilai NPV>0, BCR>1 dan IRR lebih besar daripada suku bunga yang berlaku. 4. Pendapatan Rumah Tangga Petani

11 11 Pendapatan rumah tangga adalah kumpulan dari pendapatan anggota-anggota rumah tangga dari masing-masing kegiatannya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dari penjualan, konsumsi keluarga akan komoditi yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan komoditi tersebut. Biro Pusat Statistik (1993), menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga petani tidak hanya berasal dari usaha pertaniannya saja, tetapi juga berasal dari sumber-sumber lain di luar sektor pertanian, seperti perdagangan, jasa pengangkutan, industri pengolahan, dan lain-lain. Bahkan kadang penghasilan di luar usaha pertanian justru lebih besar daripada pendapatannya dari pertanian. Sedangkan Kartasubrata (1980), menjelaskan bahwa pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan, adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan, dan pendapatan non kehutanan, yaitu pendapatan yang berasal dari hasil kegiatan di luar kehutanan Studi Kelayakan Usahatani pisang Pencapaian tujuan usaha harus memenuhi beberapa kriteria kelayakan usaha. Artinya, jika dilihat dari segi bisnis, suatu usaha sebelum dijalankan harus dinilai pantas atau tidak untuk dijalankan. Pantas artinya layak atau akan memberikan keuntungan dan manfaat yang maksimal. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai sesuai keinginan, apapun tujuan perusahaan (baik profit, sosial, maupun gabungan dari keduanya). Apabila ingin melakukan investasi, terlebih dahulu hendaknya dilakukan sebuah studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan atau dengan kata lain, jika usaha tersebut dijalankan, akan memberikan manfaat atau tidak (Anonymous, 2012).

12 12 Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. (Rahim dan Diah, 2008). Menurut Firdaus (2005) studi kelayakan adalah suatu laporan yang membahas dan menilai suatu usulan investasi akan dilaksanakan atau direalisasikan dalam suatu usahatani yang produktif dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam arti dan tujuan bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan untuk proyek tersebut dapat ditutupi oleh pendapatan. Sementara menurut Herianto (2007) menyatakan bahwa studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Tujuan dilakukan studi kelayakan adalah menghindari keterlanjuran penanaman modal yang besar untuk kegiatan yang tidak menguntungkan. Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha / proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian studi kelayakan adalah kemungkinan dari gagasan usaha / proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti finansial maupun dalam arti sosial benefit ( Ibrahim, 2009 ). Apabila dalam perhitungan studi kelayakan usahatani mengalami kegagalan itu hanya terjadi karena adanya faktor uncontrollable seperti bencana alam (banjir, gunung meletus, kebakaran hutan, gempa), perubahan peraturan pemerintah, dan disamping itu penggunaan data yang tidak relevan (Ibrahim, 2009). Suatu usahatani dapat dikatakan layak atau tidak untuk dilakukan, dapat dilihat dari efisiensi penggunaan biaya dan besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya.

13 13 Agar dapat menentukan suatu usahatani tersebut layak atau tidak, dalam mengevaluasi usahatani yang telah dijalankan pada dasarnya harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. R/C >1, dengan menentukan R/C saja dapat diketahui bahwa usahatani tersebut layak atau tidak. 2. π/c > bunga bank yang berlaku 3. Produktifitas Tenaga kerja lebih besar dari tingkat upah yang berlaku 4. Produksi > BEP Produksi 5. Penerimaan (Rp) > BEP Penerimaan (Rp) 6. Harga > BEP 7. Jika terjadi penurunan harga produksi maupun peningkatan harga faktor produksi sampai batas tertentu tidak menyebabkan kerugian Dalam hal untuk menganalisis titik impas modal yang dikeluarkan berdasarkan jumlah produk dan harga yang ditentukan dapat dilakukan analisis BEP (Break Even Point), serta untuk mengetahui perbandingan antara total penerimaan dan total biaya dapat dihitung menggunakan analisis R/C Ratio. Keuntungan : π = TR TC Dimana : π = Benefit Absolute TR = Total Revenue TC = Total Cost Untuk menentukan suatu usaha layak atau tidak dapat menggunakan rumus R/C rasio yang secara matematis dituliskan sebagai berikut : R/C Ratio = TR/TC Dimana : Ada tiga kriteria dalam perhitungan, yaitu :

14 14 a. R/C > 1, usahatani menguntungkan dan layak diusahakan b. R/C = 1, usahatani berada pada titik impas (Break Event Point) c. R/C < 1, usahatani tidak menguntungkan atau tidak layak diusahakan B/C Rasio Benefit-cost ratio dapat dikatakan sebagai ratio perbandingan antara penerimaan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan dalam usaha. JIka ratio menunjukan hasil nol maka dapat dikatakan bahwa usaha tidak memberikan keuntungan finansial. Demikian juga jika ratio menunjukan angka kurang dari 1 maka usaha yang dilakukan tidak memberikan keuntungan dari kegiatan yang dilaksanakan ( Rahim, 2008 ). B/C R = Benefit Tahunan/ Total Biaya Tahunan Dimana : B : benefit / keuntungan C : cost / biaya Keterangan : B/C R < 1, artinya usahatani yang dijalankan tidak menguntungkan B/C R > 1, artinya usahatani yang dijalankan menguntungkan B/C R = 1, artinya pendapatan dengan pengeluaran sama / impas B/C ratio atau Benefit and Cost Ratio merupakan salah satu konsep yang dapat menentukan kelayakan sebuah proyek biasanya B/C ratio digunakan untuk menentukan kelayakan sebuah proyek yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. B/C ratio menyatakan tiap investasi yang ditanamkan. Lata belakang munculnya analisis manfaat biaya adalah kaitanya dengan munculnya undang undang pengendalian banjir pada tahun 1936 di Amerika yang menyebutkan bahwa proyek akan didanai hanya jika manfaat yang dihasilkan bagi siapa saja melebihi biaya yang diperkirakan. (Ratio, Agus, Puryani, 2011) metode benefit cost ratio adalah salah satu metode yang sering digunakan dalam tahap tahap evaluasi awal perencanaan

15 15 investasi sebagai analisis tambahan dalam rangka memvalidasi hasil evaluasi yang telah dilakukan dengan metode lainnya. Dismaping itu metode ini sangat baik dilakukan dengan metode lainnya. (Giatman, MSIE, Drs. M., 2006) Dimana : PV benefit = present value dari keuntungan PV cost = present value dari biaya Dari rumus diatas yang digunakan sebagai acuan adalah nilai benefit dan cost, jadi penerapan aplikasi dari cara ini. 1. Menggambar cash flownya dengan jelas 2. Hitung PV benefitnya dan PV costnya dan masukan dalam rumus diatas 3. Kita akan mendapatkan nilai B/C R nya jika > 1 maka proyek layak dijalankan jika < 1 maka sebaliknya 4. Jika semua > 1 maka mencari nilai B/C R yang terbesar 5. Jika semua < 1 maka mencari nilai B/C R yang terkecil Net Present Value Net Present Value (NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan kelayakan metode yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau pengeluaran. Atau dapat juga diartikan Net Present Value sebagai selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas masuk (input) setiap tahun dengan

16 16 total arus kas keluar (biaya) setiap tahun setelah didiskontokan dengan suku bunga yang berlaku pada saat usahatani dijalankan dengan acuan pada suku bunga Bank Indonesia. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang berlaku saat dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini keterkaitan hanya akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima bila NPV lebih besar 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total Internal Rate of Return Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Atau dengan kata lain persentase keuntungan usahatani dalam kegiatan produksi, yang merupakan sebagai alat ukur kemampuan usaha dalam mengembalikan bunga modal. Menurut Hermanto, F.( 1999 ) dapat dihitung menggunakan formulasi sebagai berikut : Rumus : Ip + {{NPV p : (NPVp - NPVn)} x (In Ip) Dimana : Ip : % tingkat suku bunga (df) menghasilkan NPV positif Ip : % tingkat suku bunga (df) menghasilkan NPV negatif NPVp : Jumlah NPV positif NPVn : Jumlah NPVnegatif Cara lain menggunakan rumus sebagai berikut :

17 17 IRR = I 1 + NPV 1 x (i 2 i 1 ) NPV 1 NPV 2 Dimana : I 1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV 1 ) I 2 = tingkat bunga 2 (tingakt discount rate yang menghasilkan NPV 2 ) NPV1 = net present value 1 NPV 2 = net present value 2 Pada dasarnya Internal Rate of Return harus di cari dengan cara Trial And Error dengan serba coba-coba. Penentuan tarif kembalian dilakukan dengan metode Trial And Error dengan cara sebagai berikut : a) Mencari aliran kas masuk bersih pada tarif kembalian yang dipilih secara sembarang di atas atau dibawah tarif kembalian investasi yang diharapkan. b) Menginterpolasikan kedua tarif kembalian tersebut untuk mendapatkan tarif kembalian sesungguhnya. IRR lebih merupakan suatu indikator efisiensi dari suatu investasi, berlawanan dengan NPV, yang mengindikasikan value atau suatu besaran uang. IRR merupakan effective compounded return rate annual yang dapat dihasilkan dari suatu investasi atau yield dari suatu investasi. Suatu investasi dapat dilakukan apabila rate of returnnya lebih besar daripada return yang diterima apabila kita melakukan investasi ditempat lain misalnya di bank Break Even Poin (BEP) Break Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita kerugian. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Hal tersebut dapat terjadi bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap, dan volume

18 18 penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup untuk menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian, dan sebaliknya akan memperoleh memperoleh keuntungan bila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus di keluarkan. 1. Manfaat Analisis Break Even (Titik Impas) Analisis Break even secara umum dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Analisis break event dapat membantu pimpinan dalm mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut: a. Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. b. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu. c. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi. d. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh. 2. Jenis Biaya Berdasarkan Break Even (Titik Impas). Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Variabel Cost (biaya Variabel) Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total. Dalam

19 19 pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit. 2. Fixed Cost (biaya tetap) Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu (function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan. 3. Semi Varibel Cost Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap unutk range atau volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kaitan antara biaya, volume penjualan, volume produksi yang nantinya untuk menentukan titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian maupun tidak mendapatkan keuntungan. Analisis break even point sangat membantu manajemen dalam berbagai hal, misalnya dalam masalah dampak pengurangan biaya tetap terhadap titik impas, atau dampak peningkatan harga terhadap laba. Analisis ini sangat berguna bagi manajemen di dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Analisis break even merupakan cara atau teknik yang digunakan oleh manajer perusahaan untuk mengetahui tingkat penjualan berapakah perusahaan tidak mengalami laba dan tidak pula mengalami kerugian (Sigit, 2002). Impas adalah suatu keadaan perusahaan dimana jumlah total penghasilan besarnya sama dengan total biaya atau besarnya laba konstribusi sama dengan total biaya tetap, dengan kata lain perusahaan tidak memperoleh laba

20 20 tetapi juga tidak menderita rugi (Supriyono, 2000). Analisis break even point merupakan salah satu analisis keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan. Analisis break even point biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan mengeluarkan suatu produk yang artinya dalam memproduksi sebuah produk tentu berkaitan dengan masalah biaya yang harus dikeluarkan kemudian penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau dijual ke konsumen (Khasmir, 2008). Analisis break even point memiliki manfaat sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui hubungan volume penjualan (produksi), harga jual, biaya produksi dan biaya biaya lain serta mengetahui laba rugi perusahaan. 2) Sebagai sarana merencanakan laba. 3) Sebagai alat pengendalian (controlling) kegiatan operasi yang sedang berjalan. 4) Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual. 5) Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kebijakan perusahaan misalnya menentukan usaha yang perlu dihentikan atau yang harus tetap dijalankan ketika perusahaan dalam keadaan tidak mampu menutup biaya biaya tunai (Kuswadi, 2005).

21 21 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1.Metode Pengambilan Contoh Penelitian ini dilaksanakan di Kota Agung Utara Kabupaten Tanggamus. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja). Kabupaten Tanggamus dipilih menjadi daerah penelitian atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten ini merupakan kabupaten yang menerapkan pembangunan HKm register 28 Pematang Neba dan Register 32 Gn Rendingan. Kawasan HKm tersebut memiliki fungsi yang sangat krusial yakni salah satunya sebagai catchmen area atau daerah tangkapan air batu tegi. Responden yang dijadikan sampel (unit contoh) adalah masyarakat anggota gapoktan HKm yang telah mendapatkan ijin Penetapan areal kelola hutan tahun Responden tersebut merupakan responden yang tinggal di kawasan register 28 yaitu Wira Karya Sejahtera, kawasan register 32 yaitu gapoktan Mahardika dan gapoktan di kawasan register 30 yaitu Beringin Jaya. Jumlah sampel dipilih secara Quota sampling, yaitu berjumlah 300 responden. Pra survei ke lapangan dan pengumpulan data lebih lengkap dilakukan pada tahun Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dan pengamatan langsung. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara dengan petani (responden) melalui kuisioner (daftar pertanyaan). Data sekunder diperoleh dari lembaga terkait/instansi terkait, laporan-laporan, publikasi dan pustaka

22 22 lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Berikut penjelasan mengenai metode pengumpulan data dan informasi : (1) Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder yang relevan mengenai peraturan perundangan yang berkaitan dengan hutan kemasyarakatan, data sosial ekonomi penduduk, data pelaksanaan kegiatan HKm, dan sebagainya. (2) Observasi, yaitu dengan cara mengamati dan/atau menghitung obyek penelitian di lapangan secara langsung, seperti jenis tanaman, produksi tanaman, biaya produksi, dan pendapatan usahatani. (3) Wawancara dengan cara dept interview, yaitu dengan melakukan tanya jawab kepada informan kunci guna menggali informasi mengenai mekanisme pelaksanaan kegiatan HKm, pendampingan yang dilakukan KORUT, dan produksi tanaman. Responden yang dijadikan responden terdiri atas anghota kelompok tani Mulya Agung, Tribuana, dan Tulung Agung. (4) Kuesioner, yaitu dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yang dijadikan obyek penelitian Metode Pengolahan Data Penerimaan dan Pendapatan Petani Hutan Kemasyarakatan Penerimaan merupakan perkalian jumlah hasil produk dengan harga satuannya. Selanjutnya pendapatan merupakan selisih total penerimaan (total revenue) dengan total biaya yang dikeluarkan dalam usaha pengelolaan hutan (total cost). Untuk menentukan pendapatan dengan cara membagi jenis pendapatannya. Misalnya perolehan pendapatan dari komoditas perkebunan, jasa, dagang, dan lainnya. Secara sistematis untuk menentukan pendapatan dituliskan sebagai berikut:

23 23 Pendapatan = TR-TC Keterangan : TR = Total Revenue TC = Total Cost Analisis Kelayakan Usaha 1. Net Persent Value (NPV) Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian. Keterangan : Bt Ct df df 1 df 2 = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t = cost pada minggu/bulan/tahun = discount factor = 18 % tingkat suku bunga dilokasi usahatani = n % tingkat suku bunga keperluan analisis NPV dapat dituliskan kedalam bentuk rumus sebagai berikut : Dimana : NPV = PVB PVC a. PVB (present variable benefit) diperoleh dari penerimaan dikalikan dengan df PVC (persent value cost) diperoleh dari biaya dikalikan dengan Df. b. Df adalah konstanta 1 : (1 + i ) atau tingkat suku bunga Keterangan : NPV > 0, artinya usahatani tersebut menguntungkan NPV < 0, artinya usahatani tersebut tidak layak atau rugi. Perhitungan ini diukur dengan nilai uang sekarang dengan kriteria sebagai berikut: a. Bila NPV > 0, maka investasi dinyatakan layak (feasible) b. Bila NPV < 0, maka investasi dinyatakan tidak layak (no feasible) c. Bila NPV = 0, maka investasi berada pada posisi break event point.

24 24 Atau dapat menggunakan teori menurut Kasmir dan Jakfar (2007:p100), Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan antara PV kas Bersih (PV of Proceed) dengan PV investasi (Capital Outlays) selama umur investasi. Selisih antara nilai kedua PV tersebutlah yang kita kenal dengan Net Present Value (NPV). Rumus dalam Metode Net Present Value (Kasmir dan Jakfar, 2007) adalah: dimana : NPV n t 1 PRt 1 k 1 -io PRt = Arus kas setelah pajak pada periode t, io = Pengeluaran awal investasi, n = Lamananya Proyek yang di jalankan k = Tingkat diskon ( discount factor ), yaitu tingkat pengembalian minimum yang diinginkan atas suatu investasi. 2. IRR (Internal Rate Return) Menurut Nurmalina (2009), Mengukur besaran internal rate of retrurn (IRR) adalah tingkat discount rate (dr) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Suatu usahatani dinyatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR). Pada umumnya dalam menghitung tingkat IRR dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi (yang menghasilkan NPV negatif). Pada tingkat bunga tersebut menggambarkan besarnya Internal Rate of Return dari usul investasi tersebut, cara ini dinamakan interpolasi. Sedangkan menurut Gunawan Adi Saputro (2007) mengatakan bahwa Internal Rate Of Return adalah tingkat discount rate yang dapat menjadikan sama nilai sekarang dari outlay

25 25 dengan nilai sekarang dari proceed investasi yang bersangkutan. Internal Rate Of Return adalah tingkat dikonto yang menyamakan nilai sekarang arus kas dengan investasi awalnya. Dewi Astuti (2004: 109). Dan menurut Bambang Riyanto (1997: 129) Internal Rate Of Return dapat diidentifikasi sebagai tingkat bunga yang akan menjadi jumlah nilai sekarang dari proceed yang diharapkan akan diterima sama dengan jumlah nilai sekarang dari pengeluaran modal. Pada dasarnya IRR harus dicari dengan cara trial and error. Rumus : Dimana : NPVdf1 IRR df1 x NPVdf1- NPVdf2 df2- df1 IRR = Internal Rate of Return yang dicari i 1 = Tingkat bunga ke- 1 i 2 = Tingkat bunga ke- 2 NPV1 = NPV ke- 1 NPV2 = NPV ke Net B/C Menurut Ibrahim (2003: 49), menyatakan bahwa Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan hasil nilai perbandingan antara hasil net benefit yang telah di discount positif dengan net benefit yang telah di discount negatif. Selanjutnya, Soeharto (1992) mengatakan bahwa Net Benefit Cost merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan net benefit yang di discount negatif. Secara matematis dapat dituliskan kedalam rumus sebagai berikut : Rumus : Net B/C =

26 26 Metode ini merupakan integrasi dari data yang diperoleh dengan metode lain (Bimo Walgito, 2010) 4. Gross B/C Menurut Kasmir (2003:51) Gross B/C Ratio atau Gross Benefit Cost menyatakan bahwa hasil nilai perbandingan antara benefit kotor yang telah di discount dengan biaya secara keseluruhan yang telah di discount. Selanjutnya Soeharto (1992) menyatakan perbandingan antara benefit kotor yang telah di discount dengan biaya secara keseluruhan yang telah di discount. Secara matematis Gross B/C dinyatakan kedalam rumus sebagi berikut : Rumus : Gross B / C n i 1 n i 1 B(1 r) i n C (1 r) n Jika : Gross B/C > 1 (satu) berarti proyek (usaha) layak dikerjakan, Gross B/C < 1 (satu) berarti proyek tidak layak dikerjakan,dan Gross B/C = 1 (satu) berarti proyek dalam keadaan BEP. 5. BEP Menurut T. Horngren, Srikant M Datar, dan Gorge Foster (2003:75) mendefinisikan BEP ( Break Event Point) sebagai titik impas yang artinya volume penjualan dimana pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak terdapat laba maupun rugi bersih. Hansen dan Mowen (2005:274) mengartikan Break Even Point bahwa titik dimana total pendapatan sama

27 27 dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol. Menurut Reza Lingga (2003: 436) Break Even Point adalah suatu titik atau suatu keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain pada keadaan itu keuntungan dan kerugian sama dengan nol, hal ini bisa terjadi apa bila perusahaan dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan volume penjualan hanya cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan dengan kata lain, pada keadaan break event point keuntungan atau kerugian sama dengan nol. Suatu kondisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian atau TR (total revenue)= TC (total cost), dimana laba = 0. Analisis BEP adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menemukan satu titik, dalam satuan unit atau rupiah, yang menunjukkan biaya-biaya yang dikeluarkan pengusaha sama dengan pendapatan pengusaha. Titik itu disebut sebagai titik break even / BEP (break even point). Kegunaan analisis BEP adalah dapat diketahui pada volume penjualan berapa perusahaan mencapai titik impasnya, tidak rugi tetapi juga tidak untung, sehingga apabila penjualan melebihi titik tersebut maka perusahaan mulai mendapatkan untung. Estimasi biaya yang diperlukan dalam analisi BEP adalah Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan dengan besar yang tetap, tidak tergantung pada volume penjualan dan biaya variable (variable cost) yaitu biaya yang besarnya bervariasi sesuai dengan jumlah unit yang dijual. Beberapa pendekatan mengenai break even point diantaranya pendekatan break even dengan unit dan dengan rupiah. Dalam perhitungan BEP dengan pendekatan matematik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu atas dasar unit dan atas dasar rupiah. Seperti pada pengertian BEP bahwa: 1. Usahatani tidak memperoleh laba atau menderita rugi

28 28 2. Total penghasilan sama dengan total biaya 3. Laba sama dengan nol persamaannya sebagai berikut : Penghasilan = Biaya Bila : P = Harga jual per unit (Rp) BV = Biaya variable (Rp) BT = Biaya tetap total selama satahun dan (Rp) Q = Kuantitas penjualan (Kg) Rumus : BEP = Break even point. T p-1 = Tahun sebelum terdapat BEP TC 1 = Jumlah total cost yang telah di discount. B p-1 = Jumlah benefit yang telah di-discount sebelum break even point. B p = Jumlah benefit pada break even point berada. Biaya biaya yang digunakan dan keuntungan yang diperoleh dalam usahatani dapat dihitung melalui perhitungan NPV, Gross B/C, Net B/C dan IRR. Dari semua nilai perhitungan tersebut lebih dari 1 maka usahatani yang dijalankan layak untuk diusahakan. Usaha layak untuk dijalankan artinya setiap petani yang menjalankan usahataninya memperoleh keuntungan dari produksi pertanian yang dihasilkan. Dengan kriteria bila nilai perhitungan kurang dari 1 maka usahatani yang dijalankan tidak layak atau petani rugi karena tidak memperoleh keuntungan dari produksi usahatani yang dijalankan. Kriteria selanjutnya bila nilai perhitungan dari hasil produksi usahatani sama

29 29 dengan nol maka nilai produksi usahatani berada dalam titik impas atau dalam kondisi BEP. Usahatani pada saat kondisi BEP artinya usahatani yang dijalankan tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mendapatkan kerugian.

30 30 BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Gambaran Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus adalah salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki potensi cukup besar dilihat dari sektor ketersediaan sumber daya alamnya maupun luas wilayahnya yang mencakup sekitar Km2. Kabupaten Tanggamus terbentuk dan menjadi salah satu Kabupaten di Propinsi Lampung berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1997 yang diundangkan pada tanggal 3 Januari 1997 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 21 Maret Adapun jumlah penduduk Kabupaten Tanggamus adalah jiwa. Data mengenai keadaan geografis kabupaten Tanggamus dapat dilihat dari catatan BPS, yakni menurut data BPS (2011), Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan 3 wilayah daratan dan juga berbatasan dengan laut. Ibu kota kabupaten Tanggamus adalah Kota Agung, berada di sepanjang pinggir laut. Dari segi geografis, posisi kabupaten Tanggamus sangatlah unik dan menarik, ada gunung Tanggamus dan juga memiliki laut. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Tanggamus sangatlah kaya jika dilihat dari kekayaan sumber daya alam. Memiliki gunung, dan laut, serta banyak sungai serta hutan-hutan. Kota Agung memiliki udara yang terasa panas karena berada dipinggir pantai yang terik. Dilihat dari aspek geografi Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 o o 12 Bujur Timur dan antara 5 o 05 5 o 56 Lintang Selatan. Koordinat ini membatasi wilayah seluas 21855,46 km 2 untuk luas daratan ditambah dengan luas wilayah laut seluas 1.779,50 km 2

31 31 dengan luas keseluruhan 4.634,96 Km 2. Luas wilayah kabupaten Tanggamus, dapat dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 2. Luas Kabupaten Tanggamus No Kecamatan Luas Km 2 Persentase 1. Wonosobo 209,63 4,52 2. Semaka 170,90 3,69 3. Bandar Negeri Semuong 98,12 2,12 4. Kota Agung 76,93 1,66 5. Pematang Sawa 185,29 4,00 6. Kota Agung Barat 101,30 2,19 7. Kota Agung Timur 73,33 1,58 8. Pulau Panggung 437,21 9,43 9. Ulu Belu 323,08 6, Air Naningan 186,35 4, Talang Padang 45,13 0, Sumberejo 56,77 1, Gisting 32,53 0, Gunung Alip 25,68 0, Pugung 232,40 5, Bulok 51,68 1, Cukuh Balak 133,76 2, Kelumbayan 121,09 2, Limau 240,61 5, Kelumbayan Barat 53,67 1,16 Luas Darat 2.855,46 61,61 Luas laut 1.779,50 38,39 Jumlah Total 4.634,94 100,00 Sumber: BPS, 2013 Potensi sumber daya alam di Tanggamus tidak hanya penting untuk ekonomi, melainkan juga sebagai penyeimbang ekologi. Hutan dan sungai-sungai besar yang mengaliri wilayah Tanggamus merupakan penyangga bagi keseimbangan dan kelestarian alam di wilayah tersebut. Di Tanggamus ini ada dua sungai besar yakni bernama Way Sekampung dan Way Semangka. Way berarti sungai. Kata Way akan sering kita temui di Lampung, karena etnik Lampung sangat erat kaitannya dengan way atau sungai. Sungai menjadi saksi bagi

32 32 perkembangan peradaban masyarakat Lampung pada umumnya. Sebagai transportasi utama pada masa dahulunya dan penghubung antara satu tempat dengan tempat lain dan menjadi media bagi terjadinya kontak kebudayaan. Sungai juga memiliki fungsi penting selain sebagai sumber kehidupan yakni sebagai sarana penting dalam berdirinya suatu kampung, dan sungai menjadi penting dalam membangun rumah-rumah. Bahkan bagi para ketua adat atau disebut sebagai Penyimbang adat, sebagian besar memiliki tempat pemandian sendiri di sungai. Bahkan pada peristiwa adat tertentu, penyimbang atau raja wajib mandi di sungai, dan masyarakat umum tidak boleh mandi di sungai. Artinya sungai tidak hanya menjadi sumber kehidupan untuk kebutuhan dasar, melainkan juga sebagai symbol status dan kedudukan. Di kabupaten tanggamus. selain kedua sungai utama tadi, terdapat juga beberapa sungai yang mengairi wilayah kabupaten tanggamus antara lain: Way Pisang, Way Gatal, Way Semah, Way Sengharus, Way Bulog, dan Way Semong. Hal lain yang patut untuk diperhatikan berkaitan dengan keadaan wilayah kabupaten tanggamus adalah gunung yang berada di wilayah ini. tercatat lima gunung yang berada si wilayah Kabupaten Tanggamus, antara lain gunung Tanggamus (2.102m) di Kecamatan Kota Agung, Gunung Suak (414m) di kecamatan Cukuh Balak, Gunung Pematang Halupan (1.646 m) berada di Kecamatan Wonosobo, Gunung Rindingan (1.508m) di Kecamatan Pulau Panggung dan Gunung Gisting (786m) di Kecamatan Gisting. ( BPS, 2011) Dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 3. Nama dan Tinggi Gunung Di Kabupaten Tanggamus No Nama Gunung Tinggi (m) Kecamatan 1 Gunung Tanggamus Kota Agung 2 Gunung Suak 414 Cukuh Balak

33 33 3 Gunung Pematang Wonosobo Haluan 4 Gunung Rindingan Pulau Panggung 5 Gunung Gisting 786 Gisting Sumber : Dinas Pekarjaan Umum RPJP Kabupaten Tanggamus mencantumkan bahwa Visi Kabupaten Tanggamus untuk periode adalah Masyarakat yang Sejahtera dan Tanggamus Sai Tanggom. Visi ini merupakan cita-cita sekaligus komitmen daerah, yang terdiri dari dua kata kunci, yaitu masyarakat yang sejahtera dan daerah sai tanggom. Masyarakat yang sejahtera adalah masyarakat yang menjalankan agamanya secara taat dalam suasana budaya yang kreatif dan disukung manusia yang maju, indah dan berwibawa. Menurut data BPS tahun 2011 (Tanggamus dalam Angka), kabupaten Tanggamus sebagian Barat semakin ke Utara mengikuti lereng bukit barisan. Bagian Selatan meruncing dan mempunyai sebuah teluk yang besar yaitu Teluk Semaka. Di Teluk Semaka terdapat sebuah pelabuhan yang merupakan pelabuhan antar pulau dan terdapat tempat pendaratan ikan. Sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Lampung selatan, Kabupaten Tanggamus memiliki batas -batas wilayah administratif dengan kabupaten lainnya, apalagi wilayah Pringsewu sudah menjadi kabupaten sendiri berpisah atau mekar dari Tanggamus, batas-batas administratifnya adalah sebagai berikut: - sebelah Utara berbatsan dengan kabupaten Lampung Barat dan kabupaten Lampung Tengah. - sebelah Selatan berbatasan dengan samudra Indonesia - sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Lampung Barat - sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Pringsewu

34 34 Luas wilayah daratan kabupaten Tanggamus adalah 2855,46 Km 2 di tambah luas wilayah laut seluas 1799,50 Km 2 di sekitar Teluk Semaka, dengan panjang pesisir 210 Km topografi wilayah daratan bervariasi antara daratan rendah dan daratan tinggi, yang sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2115 m. Potensi sumber daya alam yang dimiliki kabupaten tanggamus sebagian besar di manfaatkan untuk kegiatan pertanian. selain itu masih terdapat beberapa sumber daya alam lain yang potensial adalah pertambangan dan energi listrik (BPS, 2011). Kabupaten Tanggamus memiliki kawasan hutan lindung dan hutan Negara (taman nasional). Beberapa hutan register di Tanggamus, telah mendapatkan izin pengelolaan HKm dari menteri kehutanan. Dari peta hutan sebelumnya dapat dilihat bahwa hutan terbanyak ada di kawasan Tanggamus. Beberapa register telah mendapatkan izin untuk pengelolaan hutan oleh masyarakat tani. Masyarakat tani sangat antusias dalam memperoleh izin ini, meskipun mereka harus memenuhi syarat tertentu, yakni hutan harus tetap dipelihara kelangsungan hidupnya. Hal yang menarik adalah mereka sudah memiliki kearifan lokal dalam memelihara hutan, yakni dikenal dengan nama lokalnya reppong. Reppong adalah tanaman tajuk tinggi, yang wajib ditanam di hutan yang mereka jadikan kebun. Reppong itu bisa jadi tanamanya adalah durian, dan tanaman tinggi lainnya yang dapat membuat tanah tidak longsor dan selalu terjaga kelestariannya ( B. Vivit Nurdin, 2013). HKm adalah kawasan hutan Negara yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekaligus masyarakat berkewajiban melestarikannya. Masyarakat yang sudah memperoleh izin HKm diperbolehkan memanfaatkan hutan, tetapi sekaligus diwajibkan untuk memelihara hutan agar tidak rusak. HKm juga berupaya untuk memberdayakan masyarakat di kawasan hutan. Sebagai

35 35 sebuah solusi dalam menyelesaikan masalah kerusakan hutan, HKm merupakan sebuah solusi yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah hutan ini. Namun HKm tidak akan berjalan kalau hanya ditumpukan kepada masyarakat pengguna hutan saja melainkan harus ada sinergi antara pemerintah (pusat), pemerintah daerah, dan masyarakat dalam merehabilitasi hutan ( B. Vivit Nurdin, 2013) 4.2 BATAS ADMINISTRATIF DAN BATAS CULTURE AREA Secara administrative sudah dijelaskan di atas bahwa Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan beberapa kabupaten, dan lautan. Batas administrative ini tidaklah mencerminkan batasbatas budaya. Demikian juga dengan masyarakat petani perambah, bagi petani batas-batas administrative bukanlah hal yang penting, yang paling utama adalah bagaimana bisa berkebun dengan mendapatkan lahan. Kawasan hutan yang mereka pergunakan terkadang sudah melewati batas-batas administarif Tanggamus. Bagi petani, tidak ada batas administrative yang ada hanyalah bahwa mereka terus mencari lahan atau tanah untuk bisa ditanami tanaman yang menguntungkan mereka. Dari sisi administrative, pekon atau desa yang ada di kabupaten Tanggamus adalah 302 pekon / kelurahan dengan 20 kecamatan (BPS, 2011). Sesudah reformasi, satuan terkecil wilayah administrative adalah Pekon, yakni nama kampung bagi sebutan masyarakat adat Lampung di Tanggamus. System desa kemudian dihapuskan dibeberapa daerah di luar Jawa. Batas administratif berbeda dengan batas culture area, dimana batas adinistratif merupakan batas kabupaten, kecamatan dan desa yang dibuat oleh negara. Batas culture area merupakan batas-batas budaya, dimana batas batas terlihat dari kampung tua dan perbedaan etnik diantaranya (Nurdin, 2013). Peta Tanggamus secara administrative dan culture area dapat dilihat dalam peta-peta berikut ini

36 Gambar 1. Administrative Kabupaten Tanggamus 36

37 Gambar 2. Culture Area di Kabupaten Tanggamus 37

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis letak Kabupaten Tanggamus pada sampai dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis letak Kabupaten Tanggamus pada sampai dengan 49 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografi Secara geografis letak Kabupaten Tanggamus pada 104 0 18 sampai dengan 105 0 12 Bujur Timur, dan 5 0 05 sampai

Lebih terperinci

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI Silvana Maulidah, SP, MP Lab of Agribusiness Analysis and Management, Faculty of Agriculture, Universitas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Konsep dasar dan defenisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk memperoleh data dan melakukan analisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Singkat Daerah Penelitian Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu dari 11 (sebelas) Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Lampung. Kabupaten Tanggamus dibentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN. KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm)

LAPORAN PENELITIAN. KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) 1 LAPORAN PENELITIAN KAJIAN HUTAN KEMASYARAKATAN(HKm) ANALISIS KELEMBAGAAN PADA MASYARAKAT DI KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Kajian Pada Masyarakat Di Kawasan Register 28,30,32 Kabupaten Tanggamus

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 39 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Tanggamus Kabupaten Tanggamus terbentuk atas dasar Undang-undang Nomor 2 tertanggal 3 Januari 1997 dan pada tanggal 21 Maret 1997 resmi menjadi salah

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani

Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani Pendekatan Analisis biaya dan Pendapatan Pendekatan nominal (nominal approach) Pendekatan nilai yang akan datang (Future value approach)

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Diiringi dengan: 1. Jumlah penduduk semakin meningkat 2. Konversi lahan meningkat 3. Pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi Pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan Persepsi masyarakat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011.

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. 24 IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan April Mei 2011. Kegiatan penelitian meliputi tahap studi pustaka, pembuatan proposal, pengumpulan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Batasan Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istlah-istilah dalam penelitian ini maka dibuat definisi dan batasan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian. 36 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sudi Mampir di Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian adalah bulan April sampai

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG

ANALISIS FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG ANALISIS FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG Yulia Pujiharti dan Bariot Hafif Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP) Lampung Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No. 1a Rajabasa Bandar Lampung

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis, yaitu metode yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah masalah yang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Diagram alir metode penelitian merupakan kerangka berpikir yang terdiri langkah-langkah penelitian yang disusun sebagai acuan penelitian. Diagram alir diperlukan agar penyusunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi

I. PENDAHULUAN. jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu produk pertanian unggulan Provinsi Lampung dengan jangkauan pemasaran mencakup dalam (lokal) dan luar negeri (ekspor). Kopi juga merupakan tanaman

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan negara dapat berupa

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ

STUDI KELAYAKAN BISNIS. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ STUDI KELAYAKAN BISNIS Julian Adam Ridjal PS Agribisnis UNEJ http://adamjulian.web.unej.ac.id/ PENDAHULUAN Arti Studi Kelayakan Bisnis??? Peranan Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan Bisnis memerlukan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di penggilingan padi Sinar Ginanjar milik Bapak Candran di Desa Jomin Timur, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali pada tanggal 16 Desember 2015 sampai 29 Januari 2016. B. Desain Penelitian Metode dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian dilakukan di perkebunan jambu biji UD. Bumiaji Sejahtera milik Bapak Imam Ghozali. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Investasi Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa investasi adalah penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR

TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR TUGAS PENGANTAR EKONOMI PRODUKSI ANALISIS USAHA JAHIT ARYAN TAILOR Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ekonomi Produksi Perikanan dan Kelautan Disusun Oleh: Ludfi Dwi 230110120120 Sofan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI

ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI ANALISIS KEPUTUSAN INVESTASI Dalam pengambilan keputusan investasi, opportunity cost memegang peranan yang penting. Opportunity cost merupakan pendapatan atau penghematan biaya yang dikorbankan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan teknologi pengolahan sagu Teknologi merupakan sumberdaya buatan manusia yang kompetitif dan selalu

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Analisis Kelayakan Usaha Analisis Kelayakan Usaha atau disebut juga feasibility study adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alasan peneliti memilih desa Sipiongot kecamatan Dolok Kabupaten

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alasan peneliti memilih desa Sipiongot kecamatan Dolok Kabupaten BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Sipiongot, Kec.Dolok, Kab. Padang Lawas Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015sampai dengan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah telah memberikan tanggungjawab yang besar kepada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah. Otonomi yang diberikan pemerintah pusat dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 -

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada BT dan 5 5 - IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak, Luas dan Batas Wilayah Letak geografis KPHL Batutegi terletak pada 104 27-104 54 BT dan 5 5-5 22 LS. Secara administrasi berada di 4 (empat) Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 03 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PELAYANAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI DINAS TANAMAN PANGAN DAN HOLTIKULTURA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KERANGKA TEORI 2.1.1. Pengertian Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang kegiatan atau usaha atau bisnis

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN PROYEK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN PISANG ABACA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS PERANGGARAN MODAL

STUDI KELAYAKAN PROYEK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN PISANG ABACA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS PERANGGARAN MODAL STUDI KELAYAKAN PROYEK PENGEMBANGAN PERKEBUNAN PISANG ABACA DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS PERANGGARAN MODAL Sumiati dan Toto Sugiharto Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma ABSTRAK Lahan tidur merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoretis Kerangka pemikiran teoretis merupakan suatu penalaran peneliti yang didasarkan pada pengetahuan, teori, dalil, dan proposisi untuk menjawab suatu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilakukan di lahan pertanaman padi sawah (Oryza sativa L.) milik 6 kelompok tani di Kelurahan Tejosari Kecamatan Metro Timur Kota

Lebih terperinci