BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obesitas Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya gemuk atau kegemukan. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2015). Obesitas menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal. Secara klinis, seseorang dinyatakan mengalami obesitas bila terdapat kelebihan berat badan sebesar 15% atau lebih dari berat badan idealnya. Dengan pengukuran yang lebih ilmiah, penentuan obesitas didasarkan pada proporsi lemak terhadap berat badan total seseorang. (Misnadiarly, 2007). Ratarata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25 30% pada wanita dan 18 23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria lebih dari 25% mengalami obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). 2.2 Remaja Definisi Remaja Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Perubahan pada remaja dibagi dalam tiga tahap yaitu remaja awal (early adolescent) terjadi pada usia tahun, pertengahan 7

2 8 (middle adolescent) terjadi pada usia tahun, dan akhir (late adolescent) terjadi pada usia tahun. Menurut World Health Organization (WHO), batasan remaja secara umum adalah mereka yang berusia 10 tahun sampai 19 tahun (Proverawati, 2010) Permasalahan Gizi Remaja Cukup banyak masalah yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan gizi remaja. Dalam beberapa hal, masalah gizi remaja merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia kanak-kanak, yaitu anemia defisiensi besi serta kelebihan dan kekurangan berat badan. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Pola makanan yang tidak sehat diantaranya banyak mengonsumsi makanan yang berkalori tinggi, yang banyak mengandung gula, dan minuman berkalori tinggi tetapi jarang sekali mengonsumsi sayuran, buah, dan makanan berserat lainnya (Mitayani dan Sartika, 2010). Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Obesitas yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa dan lansia. Ada 3 alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan ketiga kecanduan alkohol dan obat dan disamping itu, tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Arisman, 2010).

3 9 2.3 Epidemiologi Obesitas Distribusi dan Frekuensi a. Berdasarkan Orang (1) Kelompok Umur Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa, prevalensi gizi lebih secara nasional pada kelompok balita di Indonesia sebesar 11,9%. Pada kelompok umur sekolah dasar 5 12 tahun mencapai 18.8% terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk atau obesitas 8,8%. Pada kelompok remaja umur tahun sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas. Pada kelompok umur remaja akhir usia tahun, prevalensi mencapai 7,3% terdiri dari 5,7% untuk kegemukan dan 1,6% untuk obesitas. Prevalensi pada kelompok dewasa umur >18 tahun sangat tinggi yaitu 15,4% untuk kegemukan dan 13,5% untuk obesitas. Hal ini menunjukkan bahwa, obesitas dapat terjadi pada setiap kelompok umur baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. (2) Jenis Kelamin Secara keseluruhan, sekitar 13% dari populasi dunia pada orang dewasa (11% laki-laki dan 15% perempuan) yang mengalami obesitas pada tahun 2014 (WHO, 2015). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi penduduk laki-laki dewasa yang obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%) sementara prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%). Prevalensi gizi lebih relatif lebih tinggi pada remaja perempuan dibanding dengan remaja laki-laki yaitu terdiri dari perempuan sebanyak 1,5% dan laki-laki sebanyak 1,3% (Aini, 2012). Prevalensi obesitas

4 10 pada remaja di Minahasa adalah 26,33% yang terdiri dari 4,30% remaja laki-laki dan 22.03% remaja perempuan (Kussoy et al, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa, obesitas dapat terjadi baik pada laki-laki maupun pada perempuan namun prevalensi perempuan yang obesitas lebih banyak daripada laki-laki. a. Berdasarkan Tempat Obesitas tidak hanya terjadi di negara-negara maju, tetapi juga terjadi di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, prevalensi obesitas pada usia tahun sebesar 20,5% pada tahun (Ogden et al, 2013). Di Inggris, prevalensi obesitas pada usia tahun sebesar 19,9% pada tahun 2013 diantaranya obesitas pada anak laki-laki sebesar 20,4% sedangkan pada anak perempuan sebesar 19,4% (HSE, 2015). Di Malaysia, prevalensi obesitas pada remaja mencapai 6,6%. Di Cina, kurang lebih 10% remaja mengalami obesitas, sedangkan di Jepang, prevalensi obesitas pada umur 6-14 tahun berkisar antara 5-11% (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi gemuk dan obesitas pada remaja umur tahun sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat gemuk atau obesitas. Sebanyak 13 provinsi dengan prevalensi kegemukan diatas nasional, yaitu Jawa Timur (8,9%), Kepulauan Riau (9,2%), DKI Jakarta (9,4%), Bengkulu (12,1%), Sumatera Selatan (9,5%), Kalimantan Barat (9,6%), Sumatera Utara (10,9%), Bangka Belitung (9,7%), Bali (9,7%), Kalimantan Timur (11,3%), Lampung (11,4%), Sulawesi Utara (13,1%) dan Papua (13,8%). b. Berdasarkan Waktu Menurut WHO (2015), prevalensi obesitas di seluruh dunia mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat antara tahun 1980 dan Pada tahun 2014, lebih dari 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia berusia 18 tahun ke atas

5 11 mengalami kelebihan berat badan. Di Amerika Serikat, prevalensi obesitas pada usia tahun mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Obesitas pada anak laki-laki mengalami peningkatan pada tahun sebesar 19,6% menjadi 20,3% pada tahun dan obesitas pada anak perempuan juga mengalami peningkatan dari 17,1% pada tahun menjadi 20,7% pada tahun (Ogden et al, 2013). Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi kegemukan pada usia tahun juga mengalami peningkatan dari tahun Pada tahun 2010, prevalensi kegemukan di Indonesia sebesar 2,5% menjadi 10,8% pada tahun Determinan a. Jenis Kelamin Jenis kelamin tampaknya juga ikut berperan dalam timbulnya obesitas meskipun dapat terjadi pada kedua jenis kelamin. Di negara-negara maju, karena merupakan masalah kesehatan masyarakat, penelitian yang berkaitan dengan obesitas cukup banyak dilakukan. Dari survey yang dilakukan terhadap populasi dewasa umur tahun dan Amerika Serikat, dilaporkan bahwa obesitas lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding pria (Misnadiarly,2007). Obesitas tiga kali lebih banyak dijumpai pada wanita, keadaan ini disebabkan metabolisme pada wanita lebih rendah (Adriani dan Wijatmadi, 2012). b. Pendidikan Orangtua Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Pengetahuan gizi tentang gizi yang baik akan berpengaruh terhadap kebiasaan makan keluarga karena pengetahuan gizi mempunyai peranan

6 12 yang sangat penting dalam pembentukan kebiasaan makan seseorang. (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat UI, 2014). c. Pola Makan (1) Kecukupan Energi Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperlukan oleh remaja untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Jumlah makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup pula bagi remaja guna menjalankan kegiatan fisik yang sangat meningkat. Pola makan pada dasarnya merupakan variabel yang secara langsung berhubungan dengan status gizi. Pola makan diketahui dengan banyak cara antara lain dengan menilai asupan gizi (Hendrayati et al, 2010). Kebutuhan energi diperlukan remaja untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk proses metabolisme tubuh. Pada remaja perempuan usia tahun kebutuhan energinya sebesar kal/hari sedangkan pada remaja laki-laki usia tahun kebutuhan energinya sebesar kal/hari (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Apabila ingin melakukan perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan keadaan gizi seseorang, biasanya dilakukan perbandingan pencapaian konsumsi zat gizi individu tersebut terhadap AKG (Supariasa, 2002). Kecukupan energi = Konsumsi Angka Kecukupan Energi x100%

7 13 (2) Kebiasaan Makan Utama Menurut Budiyanto (2004), kebiasaan makan utama diukur berdasarkan frekuensi makan dengan mengonsumsi sejumlah makanan lengkap dalam satu hari. Kebiasaan makan berasal dari budaya kelompok yang diajarkan kepada anggota keluarga. Keluarga Indonesia pada umumnya makan 3 kali sehari yaitu pada saat sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Beberapa keluarga mengembangkan pola makan dua kali sehari yaitu makan siang dan malam. (3) Kebiasaan Konsumsi Jajanan Kebiasaan senang mengonsumsi jajanan membuat tubuh memperoleh tambahan energi sehingga tanpa disadari asupan energi ke dalam tubuh melebihi kebutuhan dan dampaknya berupa bertambahnya timbunan lemak dalam tubuh. Kebiasaan seperti itu akan memudahkan terjadinya obesitas pada usia remaja (Moehyi, 2003). Jenis makanan jajanan menurut Kementerian Kesehatan RI (2011) dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu : a. Makanan sepinggan Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di tempat penjualan. Contoh makanan sepinggan, yaitu mie instan, nasi goreng, siomay, pizza, burger, bakso, mi ayam dan lain-lain.

8 14 b. Makanan camilan Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan. Makanan camilan terdiri dari makanan camilan basah dan makanan camilan kering. Makanan camilan basah dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di tempat penjualan, seperti pisang goreng, lemper, lumpia, risoles, dan lain-lain. Makanan camilan kering umumnya diproduksi oleh industri pangan baik industri besar, industri kecil, dan industri rumah tangga, seperti produk ekstrusi (brondong), keripik, biskuit, kue kering, coklat dan lain-lain. c. Minuman Kelompok minuman yang biasanya dijual meliputi yang pertama air minum, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri. Kedua, minuman ringan seperti minuman sari buah, minuman berkarbonasi, es sirup dan lain-lain. Ketiga, minuman campur seperti es buah, es cendol, es doger, dan lain-lain. d. Aktifitas Fisik Ketersediaan televisi telah meningkatkan angka kejadian obesitas di kalangan remaja. Anak-anak dan remaja menghabiskan lebih banyak waktu di depan komputer atau perangkat video game daripada bermain di luar ruangan. Singkatnya, olahraga kini kian berkurang, sementara nafsu memakan santapan, terutama pangan yang berkadar lemak tinggi justru meningkat. Semua ini berujung pada obesitas (Arisman, 2011) Penelitian terhadap anak di Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa mereka yang menonton TV 5 jam per hari mempunyai

9 15 risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang menonton TV 2 jam setiap harinya (Hidayati et al, 2006) Keragaman dalam ukuran tubuh, komposisi tubuh dan aktivitas fisik, kebiasaan di antara populasi dengan latar belakang geografis, budaya dan ekonomi yang berbeda membuat aktivitas fisik sulit untuk diukur sehingga untuk menjelaskan perbedaan dalam aktivitas fisik, FAO memperkirakan melalui perhitungan faktorial yang dikombinasikan antara waktu yang dialokasikan untuk kegiatan kebiasaan dan besar energi kegiatan-kegiatan. Besar energi kegiatan dihitung sebagai kelipatan BMR per menit juga disebut sebagai Physical Activity Ratio (PAR), dan kebutuhan energi 24 jam adalah dinyatakan sebagai kelipatan dari BMR per 24 jam dengan menggunakan nilai PAL (James dan Schofield dalam FAO, 2001). Berikut ini tabel estimasi standar faktorial dari total pengeluaran energi berdasarkan FAO, 2001 :

10 16 Tabel 2.1 Estimasi Standar Faktorial dari Total Pengeluaran Energi No Jenis Kegiatan Durasi (Jam) PAR Total (PAL) Aktivitas Ringan 1 Tidur 8 1,0 8,0 2 Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3 Makan 1 1,5 1,5 4 Berangkat ke/dari sekolah (naik angkutan umum, naik becak, antar-jemput) 1 1,2 1,2 5 Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah, les di luar sekolah, belajar di rumah) 8 1,5 12,0 6 Berjalan 1 3,2 3,2 Kegiatan yang dilakukan sambil duduk 4 1,5 6 7 (main play station, main computer, main gadget) Total 24 34,2/24= 1,42 Aktivitas Sedang 1. Tidur 8 1,0 8,0 2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3. Makan 1 1,5 1,5 4. Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah, 8 1,5 12,0 les di luar sekolah, belajar di rumah) 5. Berjalan 1 3,2 3,2 6. Kegiatan santai (nonton TV, mengobrol) 1 1,4 1,4 7. Bermain music 1 1,5 1,5 8. Senam 1 4,1 4,1 9. Olahraga (sepak bola, futsal, basket, kasti, bola volli, renang, tenis meja, tenis lapangan, badminton, dll) 2 4,1 8,2 Total 24 42/24=1,75 Aktivitas Berat 1. Tidur 8 1,0 8,0 2. Perawatan Pribadi (Berpakaian, mandi) 1 2,3 2,3 3. Makan 1 1,5 1,5 4. Duduk (belajar di sekolah, les di sekolah, 8 1,5 12,0 les di luar sekolah, belajar di rumah) 5. Berjalan 1 4,1 4,1 6. Olahraga (sepak bola, futsal, basket, kasti, bola volli, renang, tenis meja, tenis lapangan, badminton, dll) 3 4,1 12,3 7. Ekstrakulikuler (drumband, bela diri, 2 4,1 8,2 menari, dll) Total 24 50,3/24= 2,1 Sumber : FAO, 2001

11 17 Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang dalam waktu 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan dalam kkal per kilogram berat badan dalam 24 jam. Rumus yang digunakan untuk menentukan PAL yaitu : (FAO, 2001) PAL = (PAR x alokasi waktu tiap aktivitas) 24 jam Keterangan : PAL : Physical Activity Level PAR : Physical Activity Ratio Berikut ini tabel kategori aktivitas fisik standar berdasarkan nilai Physical Activity Level (PAL). Tabel 2.2 Kategori Aktivitas Fisik Standar Berdasarkan Nilai Physical Activy Level (PAL) No. Kategori aktivitas fisik berdasarkan nilai Physical Activity Level (PAL) 1 Ringan 2 Sedang 3 Berat Sumber : FAO, 2001 Nilai PAL Berdasarkan Riskesdas (2013), aktifitas fisik dibagi menjadi dua kategori, yaitu : a. Kurang aktif, jika tidak melakukan aktifitas fisik sedang dan berat b. Aktif, jika melakukan minimal aktifitas fisik sedang atau berat

12 Pengukuran Obesitas Ukuran yang digunakan untuk menentukan apakah seseorang menderita obesitas adalah berdasarkan berat badan dan tinggi badan, yaitu menggunakan suatu indeks berdasarkan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan kuadrat dalam meter, yang disebut indeks massa tubuh (Adriani dan Wijatmadi, 2012). IMT = BB (kg) TB 2 (m) BB = berat badan TB = tinggi badan IMT pada anak disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin anak karena anak laki-laki dan perempuan memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : 1995/MENKES/SK/XII/2010, Menteri Kesehatan RI pada tahun 2011 telah mengeluarkan kategori standar antropometri penilaian status gizi anak yang mengacu pada standar World Health Organization (WHO) Berikut ini tabel Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks : Tabel 2.3 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Indeks Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) Anak Umur 5 18 Tahun Sumber :Kemenkes RI, 2011 Kategori Status Gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Ambang Batas (Z-Score) <-3 SD -3 SD sampai dengan <-2 SD -2SD sampai dengan 1 SD >1SD sampai dengan 2 SD >2SD

13 Dampak Obesitas Dampak Sosial dan Emosional a. Percaya Diri Rendah Anak-anak maupun remaja sering kali mengganggu atau mencela teman mereka yang kelebihan berat badan dan seringkali mengakibatkan teman mereka tersebut kehilangan rasa percaya diri dan meningkatkan risiko terjadinya depresi (Misnadiarly, 2007). b. Problem Pada Pola Tingkah Laku dan Pola Belajar Seseorang yang kelebihan berat badan cenderung lebih sering merasa cemas dan memiliki kemampuan bersosialisasi lebih rendah daripada seseorang dengan berat badan normal. Hal ini akan menyebabkan orang tersebut menarik diri dari pergaulan sosial (Misnadiarly, 2007). Obesitas pada anak maupun remaja dapat menurunkan tingkat kecerdasan, karena aktivitas dan kreativitas menjadi menurun dan cenderung malas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). c. Depresi Isolasi sosial dan rendahnya rasa percaya diri menimbulkan rasa perasaan tidak berdaya pada sebagian remaja yang kelebihan berat badan. Bila remaja kehilangan harapan bahwa hidup mereka akan menjadi lebih baik, pada akhirnya mereka akan mengalami depresi. Seorang remaja yang mengalami depresi akan kehilangan rasa tertarik pada aktivitas normal, lebih banyak tidur dari biasanya atau sering kali menangis (Misnadiarly, 2007) Dampak Klinis Obesitas yang terjadi pada masa remaja cenderung berlanjut ke usia dewasa dan lansia. Sementara obesitas itu sendiri merupakan salah satu faktor

14 20 risiko penyait degeneneratif (Arisman, 2010). Adapun penyakit degeneratif tersebut diantaranya : 1. Diabetes tipe 2 Kelebihan massa lemak dikaitkan dengan keadaan resistensi insulin yang berhubungan dengan diabetes mellitus. Resiko diabetes mellitus akan meningkat secara linear sesuai dengan peningkatan IMT. Obesitas akan meningkatkan angka kejadian diabetes mellitus 3-4 kali dibandingkan orang dengan IMT normal. Angka penyandang diabetes meningkat seiring epidemik obesitas. Seiring dengan peningkatan obesitas, WHO memperkirakan tahun 2030 sekitar 21,3 juta orang Indonesia terkena diabetes (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). 2. Hipertensi Hubungan antara angka kejadian hipertensi dan berat badan meningkat tajam sesuai dengan peningkatan berat badan. Risiko terjadinya hipertensi meningkat 1,6 kali untuk overweight dan menjadi 2,5 3,2 kali untuk obesitas (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). 3. Stroke Angka kejadian penyakit arteri koroner menunjukkan hubungan linear bermakna dengan IMT. Risiko terjadinya stroke untuk obesitas adalah 1,5 3 kali. Pola makan yang salah karena seringnya mengonsumsi fast food yang mempunyai kandungan kolesterol tinggi juga bisa memicu terjadinya stroke usia muda. Kolesterol tidak baik bagi kesehatan, terutama bila terjadi penyumbatan pada pembuluh darah, dan mengenai pembuluh darah otak bisa membuat seseorang terkena stroke. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

15 21 4. Kanker Obesitas merupakan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit kanker. Laki laki yang obesitas mempunyai risiko lebih besar terkena kanker usus besar dan kanker kelenjar prostat, bila dibandingkan dengan laki laki berbobot tubuh normal. Adapun wanita yang obesitas berisiko tinggi terkena kanker payudara, kanker indung telur (ovarium) dan kanker mulut rahim, terutama pada wanita pasca menopause yaitu yang telah berhenti haidnya (Lean M, 2013). 5. Penyakit Kardiovaskuler Seseorang yang memiliki berat badan di atas normal, bahkan memasuki tahap obesitas akan mengalami risiko pengurangan fungsi jantung termasuk ketidaknormalan denyut jantung. Hasil riset tim dari AS dan Italia, pimpinan Dr. Giovanni de Simone melihat hal ini akan menjadi masalah tersendiri bagi penderita obesitas (Lean M, 2013). 2.6 Pencegahan Obesitas Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi mengalami obesitas. Anak yang berisiko mengalami obesitas adalah seorang anak yang salah satu atau kedua orangtuanya menderita obesitas dan anak yang memiliki kelebihan berat badan semenjak masa kanak-kanak. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat (IDAI, 2014).

16 Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dengan menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal. Deteksi dini obesitas dengan cara melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan sehingga diperoleh nilai IMT, melakukan penilaian secara visual dan anamnesa yang dapat dilihat dari riwayat pola konsumsi makan dan aktifitas fisik. Upaya yang dilakukan bagi anak maupun remaja penderita obesitas diantaranya yaitu pengaturan makanan dan melakukan aktivitas fisik (IDAI, 2014) Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang dilakukan dengan menata laksana obesitas pada anak dan remaja. Prinsip tata laksana obesitas pada anak maupun remaja berbeda dengan orang dewasa karena faktor tumbuh kembang pada anak dan remaja harus dipertimbangkan. Tata laksana obesitas pada anak dan remaja dilakukan dengan pengaturan diet, peningkatan aktivitas fisik, mengubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan terutama melibatkan keluarga dalam proses terapi. Sulitnya mengatasi obesitas menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan jalan pintas, yaitu diet rendah lemak dan kalori, diet golongan darah atau diet lainnya serta berbagai macam obat. Penggunaan diet rendah kalori dan lemak dapat menghambat tumbuh kembang anak maupun remaja, sedangkan diet golongan darah ataupun diet lainnya tidak terbukti bermanfaat untuk digunakan dalam tata laksana obesitas pada anak dan remaja (IDAI, 2014).

17 Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Karakteristik Individu : Umur Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Orangtua Pola Makan : Kecukupan Energi Kebiasaan Makan Utama Kebiasaan Konsumsi Jajanan Obesitas Aktivitas Fisik

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya

BAB I PENDAHULUAN. lebih di Indonesia terjadi di kota-kota besar sebagai akibat adanya BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, pada saat ini menghadapi masalah yang berhubungan dengan pangan, gizi dan kesehatan. Dalam bidang gizi, Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose

BAB I PENDAHULUAN. badan menjadi gemuk (obese) yang disebabkan penumpukan jaringan adipose BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas atau yang biasa dikenal sebagai kegemukan, merupakan suatu masalah yang cukup merisaukan anak. Obesitas atau kegemukan terjadi pada saat badan menjadi gemuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat

BAB 1 PENDAHULUAN. Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dekade terakhir jumlah penderita obesitas di dunia semakin meningkat dengan drastis sehingga menempatkan masalah ini menjadi salah satu masalah yang perlu mendapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas yaitu terdapat penimbunan lemak yang belebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal (Soetjiningsih, 2016). Umumnya obesitas ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arah pembangunan jangka menengah Indonesia ke-2 (2010-2014) adalah kesejahteraan rakyat yang terus meningkat dan ditunjukan oleh membaiknya berbagai indikator pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu tantangan yang paling serius. Masalahnya adalah global dan terus mempengaruhi negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang dialami oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagai akibat dari kecenderungan pasar global, telah memberikan berbagai dampak pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Gizi lebih adalah suatu keadaan berat badan yang lebih atau diatas normal. Anak tergolong overweight (berat badan lebih) dan risk of overweight (risiko untuk berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan manusia bekerja secara maksimal (Moehji, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia yang sehat setiap harinya memerlukan makanan yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya sehingga memiliki kesanggupan yang maksimal dalam menjalankan kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertambahan berat badan. Kelebihan berat badan pada anak apabila telah menjadi obesitas akan berlanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam

BAB I PENDAHULUAN. kandungan hingga remaja (Depkes RI, 1999). dengan cepat dan berbeda pada setiap individunya (Nanik, 2012) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari upaya membangun manusia seutuhnya antara lain diselenggarakan melalui upaya kesehatan anak yang dilakukan sedini mungkin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan yang pesat dan terjadi perubahan kematangan fisiologis sehubungan dengan adanya pubertas sehingga membutuhkan nutrisi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight terjadi jika individu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang yang menjadi Obesitas dan overweight merupakan suatu yang dianggap masalah oleh semua orang. Papalia dan Olds (1995) mengatakan bahwa obesitas dan overweight

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor yang penting untuk menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Masalah gizi, tidak terlepas dari pembahasan mengenai zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight adalah kondisi berat badan seseorang melebihi berat badan normal pada umumnya. Sementara obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Terdapat hukum fisika yang berbunyi energi masuk = energi terpakai. Berdasarkan prinsip kesetaraan energi tersebut maka diperlukan keseimbangan energi terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman modern ini, manusia menjadikan makanan sehat sebagai pilihan yang kedua dalam menu sehari-hari. Dengan kecanggihan alat elektronik sekarang ini maka dengan mudahnya

Lebih terperinci

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes

40 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA ANAK DI SDN 176 KOTA PEKANBARU Eka Maya Saputri Ahmad Satria Efendi Juli Selvi Yanti ABSTRAK Obesitas pada anak adalah kondisi medis pada anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. higienis. Menurut (Irianto,2007) fast food memiliki beberapa kelebihan yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fast food adalah makanan cepat saji yang disajikan secara cepat, praktis, dan waktu persiapannya membutuhkan waktu yang singkat serta rendah serat dan tinggi lemak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa, sedangkan menurut Depkes RI 2006 jumlah remaja meningkat yaitu 43 juta jiwa, dan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Obesitas merupakan pembahasan yang sensitif bagi remaja, semua remaja tentunya ingin menampilkan tampilan fisik yang menarik. Banyak remaja putra berkeinginan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir abad 20 telah terjadi transisi masyarakat yaitu transisi demografi yang berpengaruh terhadap transisi epidemiologi sebagai salah satu dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kegemukan bukanlah hal baru dalam masyarakat kita, bahkan 20 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang kemakmuran. Bentuk tubuh yang gemuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. di hampir semua negara tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini ditandai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis atau diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering ditemui di hampir semua

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO

HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO 1 HUBUNGAN SIKAP TENTANG PENGATURAN MENU SEIMBANG DENGAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI SMU NEGERI 2 SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Diploma III

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar

BAB I PENDAHULUAN. Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegemukan saat ini merupakan suatu epidemik global, lebih dari 1 miliar penduduk dunia kelebihan berat badan dan sedikitnya 300 juta diantaranya menderita kegemukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Aktivitas fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi otot skelet yang dapat meningkatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik dapat dikategorikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan diabetes mellitus (DM). Permasalahan obesitas sekarang ini semakin banyak begitu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok manusia yang berada diantara usia kanak-kanak dan dewasa (Jones, 1997). Permulaan masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas didefinisikan sebagai penumpukan lemak yang berlebihan sehingga dapat menggangu kesehatan tubuh. (1) Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend

BAB I PENDAHULUAN. dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah dimana mudah sekali terpengaruh oleh lingkungan dan orang-orang terdekat,mudah mengikuti alur zaman seperti mode dan trend yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang diekskpresikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

METODE Disain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Subyek METODE Disain, Tempat dan Waktu Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor penyebab terjadinya beberapa penyakit kronis sehingga mengakibatkan umur harapan hidup (UHH) seseorang menurun adalah obesitas. World Health Organization

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18

BAB I PENDAHULUAN. Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada kelompok anak usia sekolah, termasuk remaja usia 16-18 tahun, sarapan berfungsi sumber energi dan zat gizi agar dapat berpikir, belajar dan melakukan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya hidup kota yang serba praktis memungkinkan masyarakat modern sulit untuk menghindar dari fast food. Fast food memiliki beberapa kelebihan antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. pada anak-anak hingga usia dewasa. Gizi lebih disebabkan oleh ketidakseimbangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan

BAB I PENDAHULUAN. pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi antara anak dan dewasa yang terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek Karakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Overweight dan obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapatkan perhatian yang serius karena merupakan peringkat kelima penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat memiliki status gizi yang baik, sehingga anak memiliki tinggi badan. pola makan yang seimbang dalam menu makanannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak yang sehat merupakan anak yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental yang normal, sesuai dengan umur mereka. Anak yang sehat memiliki status

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kadar kolesterol darah yang dikenal dengan istilah hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur. membuat metabolisme dalam tubuh menurun, sehingga proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelebihan berat badan saat ini merupakan masalah yang banyak terjadi pada berbagai kalangan, terjadi pada wanita dan pria yang berumur lebih dari 30 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang baik dan setinggi-tingginya merupakan suatu hak yang fundamental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, definisi sehat adalah keadaan sejahtera, sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak terbatas hanya pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja.

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPOSISI TUBUH (INDEKS MASSA TUBUH) SISWA KELAS XI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG

2015 HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPOSISI TUBUH (INDEKS MASSA TUBUH) SISWA KELAS XI SMK NEGERI SE-KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebugaran jasmani yang baik bagi setiap individu dapat menunjang proses dan hasil belajar siswa, terlebih dapat mendukung pula prestasi-prestasi lain yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di

BAB I PENDAHULUAN. dirumah atau di tempat berjualan dan disajikan dalam wadah atau sarana penjualan di BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Jenis pangan jajanan yang beragam di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat sejalan dengan pesatnya pembangunan. Pangan jajanan menurut FAO (1991&2000) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang harus diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di negara maju maupun negara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000)

Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya tahun < Rp 5000,OO Rp 5.000,OO - Rp ,OO. > Persentil ke-95 = Ovenveighr (CDC 2000) Lampiran 1. Variabel penelitian beserta kategorinya Variabel 1 Kategori Karakteristik contoh : Umur anak Uang saku per hari Sosial ekonomi keluarga Pendidikan orang tua (Ayah dan Ibu) 9-1 1 tahun < Rp

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini telah memberi dampak yang sangat baik pada kehidupan manusia, banyak teknologi telah ditemukan yang berfungsi mempermudah manusia dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN STROKE DI INDONESIA Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI O U T L I N E PENDAHULUAN SITUASI TERKINI STROKE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk global. 1 Aktivitas fisik telah diidentifikasi sebagai faktor risiko keempat untuk BAB 1 PENDAHULUAN Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gizi Lebih Gizi lebih merupakan keadaan gizi seseorang yang pemenuhan kebutuhannya melampaui batas lebih dari cukup (kelebihan) dalam waktu cukup lama dan dapat terlihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda (Double Burden Nutrition). Masalah gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara gizi lebih juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gemuk merupakan suatu kebanggaan dan merupakan kriteria untuk mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada saat itu banyak orang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi. masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam sepuluh tahun terakhir, obesitas menjadi masalah global (WHO, 2015). Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara tahun 1980 dan 2008.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kemakmuran di Indonesia diikuti oleh perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan dari masyarakat baik dalam keluarga maupun diluar rumah. Pola makan terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Obesitas menjadi masalah di seluruh dunia karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun remaja baik di negara maju maupun berkembang. Prevalensi overweight

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia mempengaruhi pola makan. Selain dari pola makan, remaja masa kini juga jarang melakukan aktivitas fisik seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit

Lebih terperinci

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Index Massa Tubuh Index Massa tubuh adalah salah satu pengukuran status gizi antopometri seseorang dengan menggunakan tinggi badan dan berat badan. Cara ini efektif digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci