BAB I PENGANTAR. A. Latar belakang. Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENGANTAR. A. Latar belakang. Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam"

Transkripsi

1 1 BAB I PENGANTAR A. Latar belakang Pada saat ini, masyarakat telah menuntut peran nyata apoteker dalam pelayanan kesehatan. Apoteker dituntut untuk mampu memberikan pelayanan langsung kepada pasien dengan tujuan mengoptimalkan terapi obat demi meningkatkan kualitas hidup (Sari, 2001; Anggraeni dkk., 2009; Aurelia, 2013). Hal ini dikenal dengan pelayanan kefarmasian yang dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Good Pharmacy Practice (GPP) (Panjaitan 2009). Pemerintah juga sudah mendukung hal ini dengan mengeluarkan Kepmenkes nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004, tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Standar tersebut mengatur dua aspek, yaitu sumber daya dan pelayanan. Pada aspek pelayanan, diatur tentang kinerja apoteker dalam pelayanan resep, promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (home care). Untuk dapat melakukan aspek pelayanan tersebut, apoteker dituntut untuk menguasai kompetensi farmakoterapi dan komunikasi. Pertanyaannya, apakah kinerja apoteker sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek? Fakta-fakta yang dijumpai di lapangan terkait dengan kinerja apoteker di apotek dapat disampaikan sebagai berikut: (1) informasi dan konsultasi obat yang diberikan apoteker di apotek belum memuaskan konsumen (Sari, 2001; Anggraeni dkk., 2009), masih sangat sedikit apoteker yang melakukan pelayanan informasi obat bebas, apoteker kurang siap dalam memberikan informasi obat sesuai dengan

2 2 kebutuhan pasien (Purwanti dkk., 2004; Handayani dkk., 2006), kemampuan komunikasi antara apoteker dan pasien belum berjalan dengan baik (Handayani dkk., 2009); (2) asisten apoteker, terbukti lebih terampil dan cekatan dalam melakukan pelayanan obat; mayoritas apoteker mendelegasikan masalah komunikasi dengan dokter kepada asisten apoteker (Herman, dkk.,2004; Purwanti dkk., 2004); (3) apoteker tidak berperan aktif dalam penilaian kerasionalan peresepan (Herman dkk., 2004), hanya sedikit apoteker yang berperan dalam proses interpretasi penyakit dan pemilihan alternatif obat dalam swamedikasi (Purwanti dkk., 2004); (4) sebagian pengunjung apotek di kota Depok, tidak mengetahui tugas apoteker di apotek (Abdullah dkk., 2010); dan (5) layanan kefarmasian yang berupa kunjungan ke rumah pasien (home care) belum dilakukan dikarenakan kesibukan apoteker, demikian pula dalam layanan promosi dan edukasi (Setiawan dkk., 2010). Harapan konsumen terhadap kinerja apoteker di apotek cukup tinggi dalam hal: memiliki pengetahuan yang baik tentang obat; memberikan penjelasan tentang tujuan pengobatan, cara penyimpanan obat, kemungkinan adanya efek samping beserta pengatasannya; informasi pentingnya penggunaan obat secara teratur sesuai aturan pakai; kesiapan apoteker memberikan saran apabila diminta oleh konsumen (Aurelia, 2013). Berdasarkan data kinerja apoteker di atas, terlihat bahwa kinerja apoteker belum sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek. Terdapat kesan bahwa apoteker belum profesional, karena belum menguasai kompetensi mendasar yang dibutuhkan dalam layanan kefarmasian di apotek, yaitu penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunikasi. Data tersebut, bagi PTF merupakan

3 3 feedback untuk meninjau kembali kualitas penguasaan kompetensi farmakoterapi dan komunikasi dari mahasiswa lulusan farmasi. Peninjauan tersebut penting dikarenakan: (1) adanya variasi kurikulum antar perguruan tinggi farmasi (PTF) di Indonesia, dan (2) adanya peminatan di tingkat pendidikan sarjana, yaitu Farmasi Klinik dan Farmasi Komunitas (FKK), Farmasi Sains dan Farmasi Teknologi (FST) dan Farmasi Bahan Alam (FBA), yang semua lulusannya dapat melanjutkan ke jenjang profesi apoteker. Terkait dengan permasalahan kinerja apoteker di atas, hal tersebut dapat diatasi dengan dua kemungkinan, yaitu: (1) penguatan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunikasi mahasiswa profesi apoteker di PTF dengan melakukan inovasi metode pembelajaran, dan (2) adanya program Continuing Profesional Development bagi apoteker secara rutin oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Secara lebih ringkas, solusi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1 Profesionalitas apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek sangatlah memerlukan kepercayaan diri, karena dalam melakukan pekerjaannya, apoteker dituntut untuk cepat dalam pengambilan keputusan (decision making), dalam berbagai situasi yang dihadapi. Kepercayaan diri ini dapat dicapai dengan melakukan refleksi secara teratur terhadap pengalaman yang telah dialami, dan makin mencintai profesi apoteker terkait dengan kemampuannya dalam berkontribusi dalam sistem kesehatan secara umum (Wallmann, 2008). Wallmann dkk. (2008) serta Gwaza dkk. (2010) merekomendasikan adanya pembelajaran reflektif dalam kurikulum PTF, supaya para lulusan farmasi dapat

4 4 melakukan praktik profesional dengan baik. Dalam pembelajaran tersebut, adanya kemampuan refleksi sangatlah penting, untuk mengembangkan dan memperkuat profesionalitas di farmasi. PTF Ijazah Inovasi pembelajaran Kinerja apoteker di apotek Sertifikasi CPD IAI Gambar 1.1 Skema penguatan kinerja apoteker di apotek Schaub-de Jong dkk. (2011) menyatakan bahwa dengan memiliki kemampuan refleksi, maka mahasiswa akan diajak untuk mampu menganalisis, mengkaitkan dan menerapkan pengetahuan yang telah dimiliki ke situasi praktik riil di dunia kerja. Untuk dapat memfasilitasi pembelajaran reflektif pada mahasiswa, seorang dosen yang akan mengajar, harus dibekali dengan pelatihan khusus, yaitu dalam penguasaan metode mengajar reflektif dan dalam kemampuan melakukan refleksi (Gwaza dkk., 2010; Schaub-de Jong dkk.,2011). Pembelajaran reflektif, sebagai salah satu inovasi pembelajaran, akan memberikan fondasi kuat bagi kemampuan lulusan apoteker dalam bekerja. Yang

5 5 dimaksud inovasi pembelajaran ini adalah sebuah kegiatan pembelajaran yang membuat mahasiswa: aktif, memperoleh pengalaman dalam melakukan simulasi kasus riil yang terjadi di lapangan, mampu melakukan refleksi terhadap pengalaman pembelajaran yang telah dilakukan dan melakukan pembelajaran di lingkungan yang menyenangkan (Song, 2005; Hedberg, 2009; Gwaza dkk., 2010). Apabila proses refleksi ini mengakibatkan perubahan perilaku, maka proses ini dikenal sebagai belajar reflektif (reflective learning) (Bruce, 2001). Mann dkk. (2009) menyatakan bahwa penelitian terkait dengan refleksi, masih dalam tahap awal perkembangan. Penelitian-penelitian yang dominan dilakukan yaitu dalam pengembangan dan validasi instrumen untuk mengukur kemampuan refleksi. Salah satu kesulitan utama adalah kompleksnya melakukan asesmen refleksi terkait dengan persepsi mahasiswa terhadap refleksi dan bervariasinya kemampuan dalam berpikir mendalam. Paradigma pedagogi reflektif (selanjutnya disebut PPR) merupakan pola pikir (paradigma) dan cara bertindak dalam menumbuh kembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang berkemanusiaan. Cara kerja dari PPR adalah membentuk pribadi siswa dengan diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusiaan, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan agar merefleksikan pengalaman tersebut, kemudian difasilitasi dengan pertanyaan aksi, agar siswa membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai tersebut (ICAJE, 1993; Metts, 1995). Untuk dapat menerapkan PPR, seorang dosen perlu dibekali pelatihan khusus tentang strategi pengajaran berbasis PPR serta kemampuan refleksi (ICAJE, 1993). Universitas Sanata Dharma (USD), sebagai

6 6 universitas Jesuit, sejak 2008 secara rutin mengadakan lokakarya PPR bagi dosen, yang ditindaklanjuti dengan program hibah model pembelajaran PPR. Namun, dosen yang menjalankan model pembelajaran PPR berdasarkan dana hibah, cenderung tidak melakukannya setelah tidak mendapatkan dana hibah lagi. Pelatihan bagi dosen menjadi kunci dalam keberhasilan penerapan PPR di kelas, karena dosen akan bertindak sebagai fasilitator dengan prinsip cura personalis. Beberapa aktivitas penelitian tentang penerapan PPR telah dilakukan, dengan hasil sebagai berikut: (1) strategi PPR merupakan salah satu alternatif pedagogi yang sesuai digunakan di perguruan tinggi, dan memiliki keterkaitan erat dengan berbagai teori belajar (Hayes, 2006; Defeo, 2009); (2) disain pembelajaran berbasis PPR, meningkatkan intelektualitas dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan, menekankan keunggulan dan memicu motivasi untuk belajar sepanjang hayat (Van Hise dan Massey, 2010); (3) penerapan PPR mampu meningkatkan kemampuan reflektif mahasiswa dan dosen (Crable dan Brodzinski, 2010; McAvoy dkk., 2012; van Hise, 2012); (4) penerapan PPR meningkatkan proses refleksi mandiri mahasiswa yang menunjang komitmen mahasiswa sebagai perawat dan bisa menjadi model untuk mengintegrasikan competence, conscience dan compassion (Pennington dkk., 2013); (5) bagi dosen, penerapan PPR meningkatkan kemampuan refleksi, meningkatkan kreativitas dalam mendisain proses pembelajaran, mampu mendisain materi terkait dengan teori dan praktik klinik, dan meningkatkan kemampuan pemikiran kritis (Pennington dkk., 2013).

7 7 Penelitian ini akan mencoba untuk mengatasi permasalahan kinerja apoteker di apotek, melalui inovasi pembelajaran mahasiswa di PTF. Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan komunkasi, informasi dan edukasi (KIE) bagi mahasiswa. Penguasaan terhadap farmakoterapi dan KIE dipilih dikarenakan kemampuan ini merupakan fondasi dalam pelayanan kefarmasian di apotek. Inovasi pembelajaran terkait dengan dua hal utama yaitu materi dan strategi, dengan pelaku inovasi adalah dosen dan mahasiswa. Materi yang akan dipilih adalah materi yang memberikan kemampuan dasar dalam pelayanan kefarmasian di apotek yaitu farmakoterapi dan KIE, sedangkan strategi yang akan dipilih adalah paradigma pedagogi reflektif. Paradigma pedagogi reflektif merupakan strategi pembelajaran yang merupakan cirri khas dari Pendidikan Jesuit. Penerapan PPR diyakini akan menghasilkan pribadi yang kompeten (competence), memiliki suara hati (conscience) dan memiliki bela rasa dengan sesama (compassion) (ICAJE, 1993). Penggunaan strategi pembelajaran berbasis PPR ini akan membuat mahasiswa belajar secara menyeluruh dari teori sampai dengan praktik penerapannya, dan diperkuat dengan proses refleksi yang komprehensif. Untuk lebih jelasnya proses pembelajaran yang mengikuti siklus PPR, dapat dilihat pada Tabel 1.1. Setelah menyelesaikan siklus pembelajaran berdasarkan Tabel 1.1, diharapkan mahasiswa memperoleh penguasaan 3C, yaitu penguasaan competence, conscience dan compassion.

8 8 Tabel 1.1 Tahapan paradigma pedagogi reflektif (Mc Avoy dkk., 2010; Pennington dkk., 2013) Tahapan Konteks Pengalaman Refleksi Aksi Uraian aktivitas Uraian tentang tujuan pembelajaran serta penggalian informasi awal oleh dosen terhadap prior knowledge yang telah dimiliki berdasarkan pengalaman pembelajaran yang telah mahasiswa alami sebelumnya Pemberian pengalaman kepada mahasiswa tentang pembelajaran, dengan tujuan untuk memperkuat kemampuan teoritis dan ketrampilan dasar, antara lain membaca/mencari sumber informasi, melakukan resume, membuat makalah, melakukan brainstorming, melakukan simulasi kasus; yang semuanya dilakukan dalam kelompok Uraian dari mahasiswa terhadap hal-hal yang telah mereka peroleh dari pengalaman pembelajaran, kemudian diikuti dengan niat untuk melakukan perkembangan diri berdasarkan pengalaman yang telah diperoleh. Penerapan proses pembelajaran di dunia nyata, misalnya memberikan informasi obat kepada pengunjung apotek, memberikan edukasi pemilihan produk obat, melakukan role play dengan simulated patient Evaluasi Penilaian yang diperoleh oleh mahasiswa berdasarkan proses pembelajaran yang dialami. Evaluasi bisa diperoleh melalui keaktifan mahasiswa, kemampuan komunikasi, nilai ujian tertulis/lisan, dll. Evaluasi juga bisa dillakukan mandiri oleh mahasiswa, misalnya dengan mendeskripsikan adanya gap antara teori dan praktek Penguasaan competence, yaitu penguasaan terhadap pengetahuan (knowledge), psikomotorik dan sikap (attitude); penguasaan conscience yaitu kemampuan mahasiswa dalam menggunakan suara hatinya dalam menyelesaikan permasalahan; penguasaan compassion, yaitu kemampuan mahasiswa dalam melakukan bela rasa terhadap persoalan yang dialami oleh orang lain. Penguasaan 3C ini sesuai dengan rekomendasi FIP bahwa profesi farmasi harus memiliki ciri seven stars pharmacist (care giver, communicator, decision maker, life-long learner, teacher, manager dan entrepreneur). Seven stars pharmacist ini dapat dimaknai sebagai karakter yang harus dimiliki oleh farmasis.

9 9 Dengan demikian, penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR, tidak hanya memberikan penguasaan pengetahuan namun juga memberikan pendidikan karakter bagi mahasiswa. Apabila dikaitkan dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek, mahasiswa yang menjalani proses pembelajaran dengan PPR akan mampu mengintegrasikan: competence (berupa penguasaan ilmu farmakoterapi dan komunikasi), conscience (memiliki sikap jujur dan bertanggung jawab dalam penguasaan pengetahuan) dan compassion (memiliki empati terhadap problema yang dialami pasien). Dengan penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR tersebut di atas maka mahasiswa profesi apoteker akan memiliki pengetahuan tinggi, empati serta sikap jujur dan bertanggung jawab dalam memberikan KIE tentang obat kepada pasien. Untuk itulah, penelitian dengan judul Pengembangan Strategi Pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan Kompetensi Farmakoterapi dan Keterampilan KIE Mahasiswa Profesi Apoteker ini dilakukan. B. Perumusan Masalah Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek mengatur kinerja apoteker di bidang pelayanan resep, promosi dan edukasi serta pelayanan residensial (home care). Ketiga aspek layanan ini membutuhkan penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE yang menjadi dasar bagi terlaksananya ketiga layanan tersebut. Kepmenkes di atas merupakan acuan bagi kinerja apoteker di apotek, dengan PTF maupun IAI merupakan lembaga dan organisasi yang harus menjadikan

10 10 Kepmenkes terebut menjadi acuan bagi mutu lulusan atau kompetensi apoteker yang bekerja di komunitas. Sampai saat ini IAI telah berupaya melakukan program CPD secara rutin untuk meningkatkan kinerja apoteker. Hal yang sama juga dilakukan oleh PTF dengan aktif melakukan perbaikan silabus dengan mengacu silabus inti dari Asosiasi PTFI. Namun fakta menunjukkan bahwa kinerja apoteker dalam hal layanan informasi obat di apotek masih kurang menggembirakan. Sebagai insan PTF, dengan melakukan inovasi proses pembelajaran yang tepat diharapkan kualitas lulusan farmasi sudah siap untuk terjun langsung untuk melakukan layanan informasi obat. Inovasi melalui strategi pembelajaran PPR ini akan difokuskan pada penyiapan dosen untuk mengelola proses pembelajaran. Apabila dosen telah siap dan mampu mengelola strategi pembelajaran berbasis PPR, maka mahasiswa akan memiliki kemampuan mendasar dalam penguasaan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE sebagai dasar bagi pelayanan kefarmasian di apotek. Dengan demikian, pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kesiapan dosen dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis PPR? 2) Bagaimana strategi pembelajaran berbasis PPR yang dapat diterapkan, untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa? 3) Apakah terdapat peningkatan kompetensi farmakoterapi dan ketrampilan KIE mahasiswa setelah penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR? 4) Bagaimana hubungan antara kemampuan refleksi mahasiswa terhadap kompetensi farmakoterapi dan ketrampilan KIE mahasiswa?

11 11 Untuk menjawab pertanyaan di atas dilakukan penelitian dengan judul Pengembangan Strategi Pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif untuk Meningkatkan Kompetensi Farmakoterapi dan Keterampilan KIE Mahasiswa Profesi Apoteker, yang terbagi menjadi dua tahap penelitian. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengembangkan strategi pembelajaran berbasis PPR untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini yaitu : a. Mengetahui kesiapan dosen dalam menerapkan strategi pembelajaran berbasis PPR, b. Mengembangkan strategi pembelajaran berbasis PPR, c. Mengevaluasi pengaruh strategi pembelajaran berbasis PPR terhadap peningkatan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE mahasiswa profesi apoteker, d. Mengevaluasi perkembangan kemampuan refleksi mahasiswa profesi apoteker setelah penerapan strategi pembelajaran berbasis PPR. D. Manfaat Penelitian 1. Ditinjau dari aspek teoritis, penelitian ini bermanfaat mengembangkan alternatif strategi untuk mengembangkan kemampuan refleksi mahasiswa berdasar PPR

12 12 2. Ditinjau dari aspek praktis, penelitian ini akan bermanfaat bagi alternatif perkembangan pendidikan apoteker untuk menghasilkan lulusan yang lebih siap dalam penerapan tugasnya di apotek E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pedagogi reflektif yang telah dilakukan antara lain adalah: 1. Hayes (2006) dalam disertasinya menggunakan pendekatan kajian literatur dan kualitatif pada lima sekolah Jesuit di Australia, menyatakan bahwa PPR memiliki kesejalanan dengan berbagai teori belajar dari zaman klasik hingga masa kini; meningkatkan relasi dosen dan mahasiswa, dan menekankan pentingnya reflection-on-experience dalam pembelajaran untuk menghasilkan perubahan pada individu, 2. Defeo (2009), dalam disertasinya menggunakan pendekatan kajian literatur dan survei pada pengelola Teaching and Learning Centre di sekolah Jesuit Amerika, menyatakan bahwa PPR merupakan: salah satu alternatif pedagogi yang cocok digunakan di perguruan tinggi, paradigma yang memiliki keterkaitan erat dengan berbagai teori belajar dan dipercaya dapat menjadi sarana untuk menyebarluaskan misi pendidikan Jesuit 3. Van Hise dan Massey (2010), melakukan kajian literatur dan membuat desain pembelajaran berbasis pada mata kuliah Etika Akuntansi, menyatakan bahwa tahapan dalam PPR adalah unik, mengutamakan pembelajaran aktif (active learning) dan refleksi; mengembangkan nilai-nilai kehidupan, menekankan keunggulan dan memicu motivasi untuk belajar sepanjang hayat,

13 13 4. Van Hise (2012), telah melakukan observasi tentang penerapan pedagogi pedagogi reflektif pada pembelajaran Etika Bisnis di Universitas Fairfield menyatakan bahwa penerapan pedagogi reflektif dapat menjadi sarana untuk menerapkan transformative learning. 5. Mc Avoy dkk. (2012), dalam penelitian observasionalnya pada mahasiswa dan dosen di Universitas Marquette menyatakan bahwa: (1) mayoritas mahasiswa mampu: meningkatkan praktik reflektif, berpikir kritis, pemahaman mendalam dan eksplorasi spiritualitas, (2) hasil refleksi mendalam dari empat dosen menyatakan bahwa penerapan PPR dapat menjadi salah satu alternatif untuk perkembangan diri mahasiswa, memilih pengalaman yang terbaik, menghargai nilai-nilai kehidupan, menjadi mahasiswa yang memiliki etika dan integritas, 6. Young (2010), dalam penelitian surveinya pada mahasiswa bidang kependidikan, menyatakan bahwa tahap-tahap PPR merupakan: tahap proses pembelajaran yang unik bagi anak, mengajarkan untuk melayani orang lain, sebuah proses pengajaran yang bersifat multidiplin, membantu mahasiswa untuk bertanggung jawab dan bersikap merdeka, menerapkan refleksi dalam aktivitas harian dan pengalaman mengajar 7. Leahy (2010), melakukan observasi dalam penerapan jurnal refleksi pada mahasiswa keperawatan. Hasil observasi pendapat mahasiswa menyatakan bahwa penerapan evaluasi mingguan menggunakan jurnal refleksi mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman yang mendalam.

14 14 8. Crable dan Brodzinski (2010), dalam penelitian observasionalnya di mata kuliah online business berbasis PPR pada mahasiswa MBA Universitas Xavier, menyatakan bahwa: (1) penerapan PPR akan meningkatkan perkembangan diri mahasiswa dalam hal berpikir mendalam, motivasi diri dan bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan, (2) dosen dapat belajar dari hasil jurnal refleksi mahasiswa, sehingga dapat melakukan perbaikan proses pembelajaran di waktu mendatang, 9. Foster (2012) melakukan observasi terhadap seorang guru yang menerapkan proses pembelajaran yang menggunakan kombinasi PPR dan pedagogi kritis. Hasil observasi menunjukkan: (1) pemahaman terhadap penerapan kombinasi PPR dan pedagogi kritis, amat diperlukan bagi pengajar yang akan menerapkan metode tersebut dalam kelas multi kultural; (2) diharapkan penerapan kombinasi PPR dan pedagogi kritik, dapat menjadi sarana untuk penyadaran bagi mahasiswa bahwa mereka adalah agen perubahan 10. Pennington, dkk. (2013) telah melakukan survei tentang penerapan PPR dalam bidang pendidikan keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) penerapan PPR mampu meningkatkan: kemampuan refleksi, keterlibatan mahasiswa dalam proses pembelajaran, kesadaran mahasiswa akan pentingnya materi pembelajaran, lebih percaya diri, berpikir kritis dan bisa menjadi model untuk menghasilkan perawat yang mampu mengintegrasikan 3C; (2) bagi dosen penerapan PPR meningkatkan kemampuan refleksi, meningkatkan kreativitas

15 15 dalam mendesain proses pembelajaran, mampu mendisain materi terkait dengan teori dan praktik klinik, dan meningkatkan kemampuan pemikiran kritis, 11. Gould, dkk. (2010) dalam penelitian kualitatifnya pada mahasiswa kedokteran gigi Universitas Creighton menghasilkan informasi sebagai berikut: (1) pemahaman mendalam terhadap kesehatan masyarakat, terkait dengan nilai men and women for and with others dan magis; (2) memberikan tantangan untuk menjawab sebuah nilai yang telah dianut masyarakat, yang terkait dengan nilai finding God in all things; (3) bersyukur telah mendapatkan pengalaman baru dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh, yang terkait dengan nilai cura personalis; (4) bekal praktik di masa mendatang Penelitian yang dilakukan adalah pengembangan strategi pembelajaran berbasis PPR untuk meningkatkan kompetensi farmakoterapi dan keterampilan KIE pada mahasiswa profesi apoteker Universitas Sanata Dharma. Yang menjadi kebaruan dalam penelitian ini adalah serangkaian tahapan yang diterapkan dalam penyiapan dosen untuk dapat mengelola strategi pembelajaran berbasis PPR. Tahapan tersebut terinci menjadi: 1) Pelatihan bagi dosen untuk meningkatkan pengetahuan dan persiapan mengajar dengan strategi PPR, diikuti dengan tindak lanjut yaitu mentoring. Pelatihan yang dilakukan akan menyampaikan materi PPR secara komprehensif. Sebagai tindak lanjut dilakukan aktivitas mentoring, sebuah proses pendampingan bagi dosen untuk mampu mengajar dengan strategi pembelajaran berbasis PPR.

16 16 2) Pembuatan modul inovasi pembelajaran farmakoterapi berbasis PPR, 3) Penulisan jurnal refleksi beserta tindak lanjut selama proses pembelajaran. Pertanyaan dalam jurnal refleksi disusun secara terstruktur supaya mahasiswa dapat belajar mendalam. Monitoring tindak lanjut pembelajaran, dilakukan melalui pengisian diary mingguan, untuk memotivasi dan memantau mahasiswa dalam penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh. Gambaran ringkas kebaruan penelitian tersaji pada Gambar 1.2. Penerapan PPR di USD Hibah pembelajaran P3MP Proposal PPR Implementasi sharing Kebaruan disertasi Pelatihan PPR Mentoring Implementasi Gambar 1.2 Skema kebaruan penelitian dalam disertasi

DAFTAR ISI. Halaman judul Halaman pengesahan Pernyataan Kata pengantar Halaman persembahan. Daftar tabel Daftar gambar Daftar singkatan

DAFTAR ISI. Halaman judul Halaman pengesahan Pernyataan Kata pengantar Halaman persembahan. Daftar tabel Daftar gambar Daftar singkatan viii DAFTAR ISI Halaman judul Halaman pengesahan Pernyataan Kata pengantar Halaman persembahan Daftar isi Daftar tabel Daftar gambar Daftar singkatan Abstrak Abstract BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya diantaranya menyediakan sarana pelayanan kesehatan seperti farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesi Profesi adalah kelompok disiplin individu yang mematuhi standar etika dan mampu menegakkan diri dan diterima oleh masyarakat sebagai seorang yang memiliki ketrampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang dapat menunjang aktivitas kehidupan manusia. Apabila kesehatannya baik maka aktivitas yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang penting dalam pelayanan kesehatan. Cara pelayanan kefarmasian yang baik menyangkut seluruh aspek pelayanan kefarmasian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah gambar yang bermakna tentang dunia (Kotler, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah gambar yang bermakna tentang dunia (Kotler, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Persepsi Persepsi diartikan sebagai proses individu dalam memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan informasi yang ada untuk menciptakan sebuah gambar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunan kesehatan di Indonesia pada dasarnya berhubungan dengan semua segi kehidupan, baik fisik, mental maupun sosial ekonomi. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR): ALTERNATIF PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN DAN KARAKTER

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR): ALTERNATIF PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN DAN KARAKTER Universitas Sanata Dharma PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR): ALTERNATIF PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENGEMBANGKAN PENGETAHUAN DAN KARAKTER Oleh: Margaretha Madha Melissa, M.Pd. madha.melissa@usd.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan obat yang rasional didefinisikan sebagai suatu kondisi jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, baik dilihat dari regimen

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi komunitas merupakan salah satu bagian penting karena sebagian besar apoteker melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan beragam dewasa ini. Kondisi ini melahirkan persaingan yang semakin tinggi dalam dunia bisnis, menyebabkan

Lebih terperinci

KURIKULUM PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

KURIKULUM PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS KURIKULUM PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS Kurikulum PSPA Fakultas Farmasi Unand Page 1 PROFIL LULUSAN 1. Care Giver 2. Decision Maker 3. Communicator 4. Leader 5. Manager

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, dimana pada pasal 5 ayat 2 juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, dimana pada pasal 5 ayat 2 juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 4 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, dimana pada pasal 5 ayat 2 juga dinyatakan setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan kesehatan bertujuan agar tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan semakin meningkat secara nyata. Kesehatan sangat mempengaruhi aktivitas seseorang. Dalam kondisi sehat jasmani dan rohani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu penetahuan dan teknologi dewasa ini sangat mempengaruhi kualitas hidup bagi setiap manusia. Kualitas hidup seorang terlihat dari bagaimana upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,

Lebih terperinci

resep, memberikan label dan memberikan KIE secara langsung kepada pasien. 4. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek Kimia

resep, memberikan label dan memberikan KIE secara langsung kepada pasien. 4. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek Kimia BAB V KESIMPULAN Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apotek (PKP) yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma 180, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dan utama dalam kehidupan. Dengan menjaga kesehatan, manusia dapat memenuhi pekerjaan atau aktivitas sehari-hari dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser dari obat ke pasien yang mengacu pada Pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan kafarmasian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana untuk memperoleh generasi yang baik perlu adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pola pikir masyarakat semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Demikian juga dalam hal kesehatan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang tidak dapat ditunda. Menurut Undang - Undang Republik Indonesia No 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009). BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan manusia tidak pernah terlepas dari kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan yang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PKPA di Apotek Setiap manusia berhak atas kesehatan, serta memiliki kewajiban dalam memelihara serta meningkatkan kesehatan tersebut. Kesehatan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan penting dari setiap manusia. Hidup sehat bukan hanya tujuan dari setiap individu melainkan juga tanggung jawab dan tujuan dari setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

INTEGRASI PPR DALAM KURIKULUM 2013

INTEGRASI PPR DALAM KURIKULUM 2013 1 INTEGRASI PPR DALAM KURIKULUM 2013 Lokakarya Kepsek & Guru Strada Wisma Semedi, Klender, Jakarta, 9-10 Mei 2014 Paul Suparno, S.J. PENGANTAR Saat ini Kurikulum 2013 telah diundangkan dan mulai berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sekarang ini, dunia kesehatan semakin berkembang pesat dengan ditemukannya berbagai macam penyakit yang ada di masyarakat dan segala upaya untuk mengatasinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan status kesehatan yang masih tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan kurangnya kepedulian dan pemahaman masyrakat Indonesia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Interprofessional Education (IPE) a. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apotek merupakan bidang usaha yang sangat menjanjikan untuk digarap sebagai lahan bisnis saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan menjamurnya usaha apotek diberbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan tentang kesehatan di kehidupan masyarakat terutama perkembangan teknologi farmasi yang inovatif yang telah dikenal masyarakat luas dan banyaknya

Lebih terperinci

PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009

PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009 PELUANG DAN TANTANGAN APOTEKER DALAM IMPLEMENTASI PP 51 TAHUN 2009 A. Latar Belakang Pelayanan kefarmasian terus berkembang, tidak lagi terbatas hanya pada penyiapan obat dan penyerahan obat pada pasien,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia kesehatan menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan. Perkembangan atau perubahan pola hidup manusia (lifestyle) berdampak langsung pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pharmaceutical care menggeser paradigma praktik kefarmasian dari drug oriented menjadi patient oriented (Hepler dan Strand, 1990). Perubahan paradigma tersebut mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

ISSN X Elementary School 3 (2016) Volume 3 nomor 1 Januari 2016

ISSN X Elementary School 3 (2016) Volume 3 nomor 1 Januari 2016 108 ISSN 2338-980X Elementary School 3 (2016) 108-119 Volume 3 nomor 1 Januari 2016 IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN COMPETENCE, CONSCIENCE, DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keinginan dan harapan setiap orang yaitu memiliki kesehatan yang baik, tingkat kemakmuran seseorang sehingga dapat terus berkarya dan produktif juga dapat diukur dari

Lebih terperinci

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 2011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI EVALUASI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KOTA SALATIGA TAHUN 011 SESUAI PERUNDANGAN YANG BERLAKU NASKAH PUBLIKASI Oleh : DEWI MARYATI K 100 040 014 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PENINGKATAN KREATIVITAS MELALUI TUGAS BERBASIS PROYEK PADA MATAKULIAH TEKNIK KENDALI

PENINGKATAN KREATIVITAS MELALUI TUGAS BERBASIS PROYEK PADA MATAKULIAH TEKNIK KENDALI PENINGKATAN KREATIVITAS MELALUI TUGAS BERBASIS PROYEK PADA MATAKULIAH TEKNIK KENDALI Djoko Untoro Suwarno Prodi Teknik Elektro, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Email : joko_unt@usd.ac.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Farmasi Klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan pasien. Saat itu Farmasi Klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Kesehatan dan kesejahteraan merupakan keinginan mutlak bagi setiap manusia. Salah satu upaya pembangunan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker (Presiden RI, 2009). Praktik kefarmasian meliputi pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan juga meningkat. Menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (1994), apoteker mempunyai peran profesional dalam berbagai bidang pekerjaan meliputi regulasi dan pengelolaan obat, farmasi komunitas, farmasi rumah sakit,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Agnesyanti Dwi Pujiawardani (2013) yang berjudul Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Apoteker dalam Pelaporan Efek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maria Melani Ika Susanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maria Melani Ika Susanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman senantiasa diikuti perubahan unsur-unsur di dalamnya, tak terkecuali perubahan dalam sistem sosial. Pendidikan merupakan kunci dalam perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR

PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN SESUAI STANDAR Engko Sosialine M. Dit. Jen. Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 1 OUTLINE KERANGKA UMUM: WHAT WHERE HOW WHO KETERSEDIAAN APOTEKER- DEMAND

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No.36 tahun 2009 yaitu keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi setiap manusia, karena dengan tubuh yang sehat setiap manusia dapat hidup produktif baik secara sosial

Lebih terperinci

pelayanan non resep, serta pengalaman dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien. 5. Apoteker tidak hanya memiliki

pelayanan non resep, serta pengalaman dalam memberikan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien. 5. Apoteker tidak hanya memiliki BAB V KESIMPULAN Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang telah dilakukan di Apotek KPRI RSUD Dr. Soetomo yang berlangsung selama lima minggu, mulai tanggal 31 Januari sampai 3 Maret 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI Oleh : MEILINA DYAH EKAWATI K 100 050 204 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Umpan balik yang diberikan kepada siswa didik merupakan salah satu hal yang penting di dalam pendidikan klinik, karena umpan balik tersebut akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kefarmasian oleh Apoteker PP 51 Tahun 2009 menyatakan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian. Tenaga kefarmasian terdiri atas apoteker

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1

OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1 1 OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1 Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta Saat ini PPR (Paradigma Pedagogi Refleksif) sudah banyak dipraktekkan di banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) BERDASARKAN UNSUR COMPETENCE-CONSCIENCE-COMPASSION

ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) BERDASARKAN UNSUR COMPETENCE-CONSCIENCE-COMPASSION ANALISIS IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF (PPR) BERDASARKAN UNSUR COMPETENCE-CONSCIENCE-COMPASSION SISWA (Studi Kasus Tentang Implementasi Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat

Lebih terperinci

BAGIAN 1. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI IGNATIAN

BAGIAN 1. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI IGNATIAN 1 PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI IGNATIAN DAN PENGALAMAN IMPLEMENTASI VISI, MISI, NILAI DASAR DAN PPI DALAM PEMBELAJARAN Disajikan dalam Lokakarya Pengembangan Model-Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignatian

Lebih terperinci