BAB V PENUTUP. fakir miskin pada era otonomi khusus di Provinsi Papua, dapat dirumuskan

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pengaturan penanganan fakir miskin pada era otonomi khusus di Provinsi Papua, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemda Provinsi Papua dalam upaya memenuhi hak fakir miskin untuk memperoleh akses kesempatan kerja dan berusaha, memperoleh pelayanan pendidikan, dan memperoleh pelayanan kesehatan, telah menetapkan Perdasus dan Perdasi, sebagai berikut: a. Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 mengatur pembagian dan penggunaan dana otonomi hhusus. Pembagian dana otonomi khusus 20% (dua puluh persen) untuk provinsi dan 80% (delapan puluh persen) untuk kabupaten/kota. Bagian 20% (dua puluh persen) untuk provinsi digunakan membiayai: 1) Pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, dan infra struktur; 2) Bantuan untuk institusi keagamaan, lembaga masyarakat adat Papua, dan yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi kerakyatan; 3) Penataan data untuk kebutuhan perencanaan pembangunan Otonomi Khusus; 4) Monitoring dan evaluasi program dan kegiatan yang dibiayai dari dana otonomi khusus; 5) Peningkatan kinerja keuangan otonomi khusus; dan 6) Belanja operasional pelaksanaan tugas dan fungsi MRP. Bagian 80% (delapan puluh persen) kabupaten/kota digunakan untuk

2 membiayai: 1) Pelayanan pendidikan minimal 30% (tiga puluh persen) yang penganggarannya untuk membiayai PAUD, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan Pendidikan Tinggi; 2) Pelayanan kesehatan minimal 15% (lima belas persen) untuk pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, pencegahan dan pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, pembinaan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, dan pelayanan kesehatan dalam situasi bencana; 3) Pengembangan ekonomi kerakyatan minimal 20% (dua puluh persen) untuk perkreditan usaha ekonomi rakyat, dana bergulir, subsidi harga kebutuhan sembilan bahan pokok, dan pengembangan komoditi unggulan; 4) Pembangunan infrastruktur minimal 20% (dua puluh persen) untuk pembangunan prasarana dan sarana perumahan rakyat, penerangan, air bersih, dan telekomunikasi; 5) Bantuan afirmasi maksimal 6% (enam persen) kepada lembaga keagamaan, lembaga masyarakat adat, dan kelompok perempuan.; 6) Perencanaan dan pengawasan pemerintah daerah, monitoring dan evaluasi, pelaporan program dan kegiatan yang penganggarannya dialokasikan maksimal 4% (empat persen). b. Perdasus Nomor 18 Tahun 2008 mengatur perekonomian berbasis kerakyatan. Perekonomian Provinsi Papua diarahkan: 1) Masyarakat adat berhak mengelola dan memanfaatkan SDA yang tersedia di wilayahnya; 2) Untuk mengembangkan ekonomi masyarakat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan pelaku usaha skala besar dan sektor swasta wajib menyediakan

3 bantuan permodalan kepada pelaku UMKM, yang penyalurannya melalui lembaga pembiayaan mikro. Keberadaan lembaga pembiayaan mikro belum memihak, melindungi masyarakat adat sehingga belum bisa mengembangkan ekonomi masyarakat. c. Perdasus Nomor 3 Tahun 2013 mengatur penyelenggaraan pendidikan bagi komunitas adat terpencil. Pelayanan pendidikan bagi komunitas adat terpencil, terdiri dari: 1) Pendidikan formal berupa: (1) Pendidikan SD Kecil, (2) Pendidikan SD dan SMP Satu Atap; 2) Pendidikan non formal berupa: (1) Kursus keterampilan yang berorientasi pada peningkatan nilai ekonomis dari kekayaan alam setempat, (2) Pendidikan pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS dan penyakit seksual menular lainnya berbasis komunitas kampung, dan (3) Pendidikan keaksaraan berbasis komunitas kampung. Penyelenggaraan pendidikan bagi komunitas adat terpencil belum dapat direalisasikan karena belum ada fasilitan penylenggaraan pendidikan, dan belum ada ketersediaan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan d. Perdasi Nomor 7 Tahun 2010 mengatur pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan diarahkan, 1) Bagi masyarakat kurang mampu secara ekonomi berhak memperoleh pembebasan biaya, 2) Pelayanan kesehatan rujukan diberikan subsidi berupa bantuan biaya transpor dan obat-obatan, 3) Ibu hamil diberikan pelayanan kesehatan untuk penceggahan penularan dan pencegahan HIV-AIDS dari ibu ke anak, 4) Menyediakan makanan tambahan pendamping ASI untuk meningkatkan status gizi bayi, balita, dan

4 anak. Masyarakat yang berada di daerah-daerah tertinggal belum mendapatakan pelayanan kesehatan karena belum tersedia fasilitas pelayanan kesehatan dan belum ada tenaga kesehatan. 2. Faktor penyebab fakir miskin belum terpenuhi haknya, karena: a. Pengaturan dan pelaksanaan perekonomian berbasis kerakyatan, pengaturan dan pelakasanaan penyelenggaraan pendidikan bagi KAT, pengaturan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang belum memenuhi prinsip otonomi khusus. b. Penggunaan dana otonomi khusus belum mengutamakan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan pada daerah-daerah yang tertinggal. c. Lemahnya pengawasan DPRP dan MRP 3. Langkah-langkah hukum yang perlu dilakukan agar fakir miskin terpenuhi haknya, yaitu: a. Pengaturan dan pelaksanaan perekonomian berbasis kerakyatan, pengaturan dan pelakasaan penyelenggaraan pendidikan bagi KAT, pengaruran dan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang memenuhi prinsip otonomi khusus b. Pengaturan penerimaan dana otonomi khusus yang mengutamakan untuk pembiayaan pendidikan dan pembiayaan kesehatan pada daerah-daerah tertinggal. c. Meningkatkan pengawanan DPRP dan MRP, dengan cara:

5 1) DPRP secara aktif dapat meminta keterangan, mengajukan pernyataan pendapat, dan mengadakan penyelidikan kepada kepala daerah jika ada indikasi penyimpangan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD Provinsi. 2) MRP secara aktif menggunakan hak untuk meminta keterangan dan meminta peninjauan kembali Perdasi atau peraturan gubernur yang dinilai bertentangan dengan upaya perlindungan hak-hak dasar orang asli Papua. Disamping itu MRP harus memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat yang menyangkut hak-hak orang asli Papua, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesainnya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan dan pelaksanaan perekonomian berbasis kerakyatan, pengaturan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan, pengaturan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan belum memenuhi prinsip otonomi khusus, pengaturan dana otonomi khusus yang penggunaannya belum mengutamakan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan pada daerah-daerah tertinggal, maka disarankan kepada: 1. Pemerintah Daerah Provinsi Papua revisi Pasal 38 ayat (6) dan Pasal 1 angka 28 Perdasus Nomor 18 Tahun 2008 dengan cara: a. Memperjelas dan mempetegas pengaturan penyaluran bantuan permodalan bagi pengembangan usaha mikro kecil menengah, agar memihak, melindungi dan memberdayakan masyarakat, maka perlu dibentuk lembaga khusus yang berfungsi menyalurkan bantuan permodalan bagi UMKM,

6 sehingga masyarakat adat dapat mengelola dan memanfaatkan SDA yang tersedia di wilayahnya, dan dapat mengembangkan kegiatan usaha. b. Merubah prinsip kemitraan menjadi prinsip perlindungan. Pemerintah Daerah, lembaga pembiayaan dan pelaku usaha skala besar dalam melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap pelaku usaha berbasis kerakyatan tidak menerapkan prinsip perlindungan, tetapi menerapkan prinsip kemitraan yakni saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Prinsip kemitraan tidak berpihak, melindungi, dan memberdayakan masyarakat. 2. Pemerintah Daerah Provinsi Papua diharapkan merevisi terhadap Pasal 10 dan Pasal 11 Perdasus Nomor 25 Tahun 2013 agar sejalan dengan ketentuan Pasal 34 ayat (3) huruf e, f, dan ayat (7) UU Nomor 35 Tahun 2008, dengan cara: a. Memperjelas dan mempertegas pengaturan penggunaan dana otonomi khusus terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan dan kesehatan. b. Memperjelas dan mempertegas pembagian dana otonomi khusus diatur secara adil dan berimbang dengan memberikan perhatian khusus pada daerah-daerah tertinggal. c. Memperjelas dan mempertegas pembiayaan infrastrusktur bertujuan untuk membuka keterisolasian daerah-daerah tertinggal. 3. Lemahnya pengawasan DPRP dan MRP sangat dipengaruhi oleh faktor internal DPRP dan MRP sehingga dapat menghambat pelaksanaan fungsi

7 pengawasan. Untuk meningkatkan pengawasan DPRP dan MRP, melalui cara: a. DPRP harus tetap kritis terhadap penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh eksekutif, walaupun kepala daerah dan wakil kepala daerah berasal partai politik yang sama. Hal ini dilakukan demi terciptanya checks and balances sebagai prasarat ke arah perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demokratis. b. Merevisi Pasal 4 huruf o Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun Hal tersebut perlu dilakukan mengingat tugas dan tanggung jawab MRP yang cukup kompleks, beragam, dan multi aspek dalam era otonomi khusus, tentunya dalam realitasnya tidak menjamin dapat menunjang pelaksanaan tugas dan kewenangannya, jika persyaratan menjadi anggota MRP dari wakil adat serendah-rendah SD, untuk wakil perempuan dan agama serendah-rendahnya SMP, stratifikasi pendidikan yang sangat rendah tentu menjadi penyebab terjadinya perbedaan dalam melihat suatu masalah. Dengan tingkat pendidikan yang kurang memadai, dengan tidak didukung oleh aspek-aspek lain seperti komitmen, mentalitas atau moral yang baik, visi dan misi, dan sistem hukum baik tentu dapat melemahkan pengawasan MRP.