PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 128 TAHUN 2017 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 128 TAHUN 2017 TENTANG"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :. 128 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM DAN TATA CARA PENGAWASAN DAN INVESTIGASI KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan lampiran bab 12 butir 12 dan butir 110 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : 90 Tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Program dan Tata Cara Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara; Mengingat : Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 90 Tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1368) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 58 Tahun 2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 740); 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 30 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan di Bidang Penerbangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 286); 1

2 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 59 Tahun 2015 tentang Kriteria, Tugas, Dan Wewenang Inspketur Penerbangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 409) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 142 Tahun 2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1684); 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 86 Tahun 2016 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1012); 8. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: 623 Tahun 2015 tentang Prosedur dan Mekanisme Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG PROGRAM DAN TATA CARA PENGAWASAN DAN INVESTIGASI KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA. Pasal 1 (1) Untuk menjamin keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara, Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara, Badan Usaha Angkutan Udara, Perusahaan Angkutan Udara Asing, Penyedia Jasa Pengamanan Kargo dan Pos, Penyedia Jasa Pendidikan dan Pelatihan Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya, Penyedia Jasa Penunjang Kegiatan Penerbangan, Pengelola Gudang Kargo, Pengelola Terminal Kargo dan Badan Usaha lainnya yang mempunyai tanggung jawab terhadap keselamatanpengangkutan barang berbahaya harus dilakukan pengawasan pengangkutan barang berbahaya secara berkelanjutan. (2) Pengawasan pengangkutan barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan Program dan Tata Cara Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara. (3) Program dan Tata Cara Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya dengan Pesawat Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termuat dalam lampiran I dan II peraturan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. 2

3 Pasal 2 Direktur Keamanan Penerbangan dan Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan ini. Pasal 3 Pada saat keputusan ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor 573 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengawasan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku Pasal 4 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : 05 MEI 2017 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc Salinan Surat Peraturan ini disampaikan kepada Yth. : Menteri Perhubungan; Sekretaris Jenderal KementerianPerhubungan; Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 5. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 6. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara; 7. Para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara; 8. Direktur Utama PT. Angkasa Pura I (Persero); 9. Direktur Utama PT. Angkasa Pura II (Persero); 10. Para Direktur Badan Usaha Angkutan Udara; 1 Para Perwakilan Perusahaan Angkutan Udara Asing. 3

4 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :. 128 TAHUN 2017 Tanggal : 05 MEI 2017 PROGRAM DAN TATA CARA PENGAWASAN DAN INVESTIGASI KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA 4

5 BAB 1 KETENTUAN UMUM 1 Definisi Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : Barang Berbahaya (Dangerous Goods) adalah barang atau bahan yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, harta benda dan lingkungan. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas Keselamatan dan Keamanan Penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Pesawat Udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. 4. Kecelakaan (Accident) Barang Berbahaya adalah suatu kejadian yang terkait dengan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara yang menyebabkan kecelakaan fatal atau serius terhadap orang atau menyebabkan kerusakan parah terhadap harta benda. 5. Kejadian (Incident) Barang Berbahaya adalah suatu kejadian (tidak termasuk accident barang berbahaya) yang terkait dengan keselamatan pengangkutan barang berbahaya yang tidak terjadi dalam pesawat udara yang mengakibatkan kerugian orang, kerusakan harta benda, kebakaran, patah, tumpahan kebocoran cairan atau radiasi atau kejadian lain terkait paket yang tidak ditangani dengan benar. 6. Kejadian Serius (Serious Incident) adalah setiap kejadian terkait dengan pengangkutan barang berbahaya yang mana secara serius membahayakan pesawat udara atau penumpang. 7. Audit adalah pemeriksaan yang terjadwal, sistematis, dan mendalam terhadap prosedur, fasilitas, personel, dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. 8. Inspeksi adalah pemeriksaan sederhana terhadap pemenuhan standar suatu produk akhir objek tertentu. 9. Pengamatan (Surveillance) adalah kegiatan penelusuran yang mendalam atas bagian tertentu dari prosedur, fasilitas, personel, dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. 5

6 10. Investigasi adalah sistematika pencarian dan dokumentasi terhadap fakta yang relevan dengan suatu kejadian atau dugaan pelanggaran, yang mana hal tersebut digunakan untuk mencapai suatu keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat. 1 Kepatuhan (Compliance) adalah kondisi sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam peraturan. 1 Inspektur adalah personel yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 1 Pengawasan adalah kegiatan kendali mutu berkelanjutan untuk melihat pemenuhan peraturan pengangkutan barang berbahaya. 14. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di bandar udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara, yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk Bandar Udara yang belum diusahakan secara komersial. 15. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum. 16. Badan Usaha Angkutan Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran. 17. Perusahaan Angkutan Udara Asing adalah perusahaan angkutan udara niaga yang telah ditunjuk oleh negara mitrawicara berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau multilateral dan disetujui oleh Pemerintah Republik Indonesia. 18. Objek Pengawasan adalah Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara, Badan Usaha Angkutan Udara, Perusahaan Angkutan Udara Asing, Penyedia Jasa Pengamanan Kargo dan Pos, Penyedia Jasa Pendidikan dan Pelatihan Bidang Keselamatan pengangkutan barang berbahaya, Penyedia Jasa Penunjang Kegiatan Penerbangan, Pengelola Gudang Kargo, dan Badan usaha lainnya yang mempunyai tanggung jawab terhadap keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 19. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundangundangan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan. 20. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara. 6

7 2 Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 2 Direktur adalah Direktur yang membidangi pengangkutan barang berbahaya. 2 Direktorat adalah Direktorat yang membidangi pengangkutan barang berbahaya. 24. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara. 2 Ruang Lingkup Ruang Lingkup Program dan Tata Cara Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara meliputi: 1 semua objek pengawasan yang terkait dengan pelaksanaan keselamatan pengawasan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal, Otoritas Bandar Udara dan Objek Pengawasan; 2 tanggung jawab dan wewenang pelaksanaan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 3 kriteria inspektur keselamatanpengangkutan barang berbahaya; 4 jenis-jenis kegiatan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; dan 5 tahapan dalam proses pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 3 Tujuan 1 Tujuan Program Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara 1 Sebagai pedoman dalam pengawasan terhadap penerapan peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 2 Sebagai petunjuk dalam pelaksanaan dan pengalokasian tanggunng jawab pengawasan. 3 Sebagai pengawasan yang berkelanjutan untuk melihat tingkat pemenuhan peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 4 Untuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum terhadap penyimpangan pemenuhan peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 5 Untuk melakukan evaluasi terhadap efektifitas pelaksanaan peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara. 2 Tujuan Tata Cara Pengawasan dan Investigasi Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara 1 Memberikan pemahaman kepada inspektur keselamatan pengangkutan barang berbahaya mengenai proses dan jenis pengawasan termasuk investigasi yang dilakukan sesuai ketentuan. 7

8 4 Sasaran 2 Memberikan petunjuk teknis kepada inspektur keselamatan barang berbahaya dalam perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, tindakan korektif dan tindak lanjut hasil pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 3 Memberikan petunjuk dan tata acara pentahapan kegiatan dalam pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 4 Memberikan standar bentuk pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 5 Memberikan panduan dalam penilaian buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) dan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Training Procedure Manual) objek pengawasan. 4.1 standarisasi kinerja inspektur keselamatanbarang berbahaya. 4.2 Penerapan kegiatan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya secara efektif dan efisien. 4.3 Penerapan buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) dan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Training Procedure Manual) objek pengawasan secara menyeluruh efektif dan efisien. 4.4 Pemenuhan peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya, standar dan rekomendasi praktis ICAO dengan mempertimbangkan keselamatan, keteraturan, serta efesiensi penerbangan. 8

9 BAB 2 PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB 1 Direktur Jenderal Dalam melaksanakan tanggung jawab pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara, Direktur Jenderal mendelegasikan kepada Direktur dan Kepala Kantor. 2 Direktur 1 Bertanggungjawab pada pelaksanaan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 2 Berwenang untuk: a. menyusun, melaksanakan, mengembangkan, mempertahankan dan mengevaluasi program dan tata cara pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; b. menyusun, mengkoordinasikan dan melaksanakan program kerja pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; c. memastikan inspektur memahami dan melaksanakan petunjuk teknis pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara yang telah ditetapkan; d. membentuk dan menunjuk tim inspektur pelaksanaan audit atau investigasi; e. membangun proses pengumpulan informasi tentang identifikasi bahaya (hazard identification) dalam keselamatan pengangkutan barang berbahaya dari sumber di luar sistem pengawasan; f. melakukan investigasi terhadap setiap kejadian (incident), kejadian serius (serious incident), dan kecelakaan (accident) keselamatan pengangkutan barang berbahaya; g. mengevaluasi terhadap hasil kegiatan pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya; h. memastikan langkah-langkah perbaikan yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat bahaya yang telah diidentifikasi; i. menetapkan tindakan korektif dan penegakan hukum berdasarkan hasil kegiatan pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya; j. melakukan monitoring penyelesaian tindakan korektif yang dilakukan oleh objek pengawasan; k. mengelola dan mengevaluasi jadwal kerja, catatan pelatihan dan laporan tahunan dari inspektur; l. melakukan investigasi terhadap setiap kejadian (incident), kejadian serius (serious incident), dan kecelakaan (accident) keselamatan pengangkutan barang berbahaya; m. melakukan penilaian terhadap laporan hasil pengawasan internal objek pengawasan; n. mendokumentasikan laporan kegiatan pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya; dan 9

10 o. melaporkan hasil kegiatan pengawasan dan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya kepada Direktur Jenderal. 3 Kepala Kantor 1 Bertanggungjawab melaksanakan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya di wilayah kerjanya. 2 Berwenang untuk: a. menyusun, menetapkan dan melaksanakan program kerja inspeksi dan pengamatan (surveillance); b. menentukan dan membagi tugas pelaksanaan inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi; c. memastikan inspektur penanganan barang berbahaya memahami petunjuk teknis tata cara pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; d. membentuk dan menunjuk tim inspektur pelaksana inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi; e. mengevaluasi hasil kegiatan inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi; f. menetapkan tindakan korektif dan penegakan hukum berdasarkan hasil kegiatan inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi; g. melakukan monitoring penyelesaian tindakan korektif yang dilakukan oleh objek pengawasan; h. melakukan investigasi terhadap setiap kejadian (incident), kejadian serius (serious incident), dan kecelakaan (accident) keselamatan pengangkutan barang berbahaya; i. menerima dan melakukan penilaian terhadap laporan hasil pengawasan dan investigasi internal objek pengawasan; j. melaporkan hasil penilaian laporan pengawasan dan investigasi internal objek pengawasan setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur; k. mengambil tindakan terhadap hasil penilaian laporan pengawasan dan investigasi internal objek pengawasan; l. mengelola dan mengevaluasi jadwal kerja, catatan pelatihan, laporan bulanan dan tahunan dari inspektur; m. mendokumentasikan laporan kegiatan inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi;dan n. melaporkan hasil kegiatan inspeksi, pengamatan (surveillance) dan investigasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Direktur. 4 Inspektur KeselamatanBarang Berbahaya 4.1 Melaksanakan pengawasan kepada objek pengawasan. 4.2 Berwenang untuk: a. mendapatkan akses secara penuh untuk mengambil data dan informasi pada objek pengawasan; b. mengambil/mendokumentasikan barang bukti (evidence); 10

11 c. merekomendasikan kepada Direktur atau Kepala Kantor terkait tindakan penegakan hukum terhadap objek pengawasan yang tidak patuh terhadap peraturan terkait keselamatan pengangkutan barang berbahaya dan buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) dan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Training Procedure Manual) objek pengawasan yang telah disahkan; d. memerintahkan objek pengawasan melakukan tindakan korektif secara langsung atas ketidakpatuhan terhadap peraturan terkait keselamatan pengangkutan barang berbahaya dan buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) dan pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Training Procedure Manual) objek pengawasan yang telah disahkan; e. melakukan audit pada Badan Usaha Angkutan Udara atau Perusahaan Angkutan Udara Asing serta bandar udara terakhir di negara lain yang memiliki penerbangan langsung menuju Indonesia; f. memberikan klasifikasi tingkat kepatuhan terhadap hasil pengawasan sesuai dengan tingkat pelanggaran. 4.3 Kriteria inspektur keselamatanbarang berbahaya a. memiliki kompetensi pendidikan dan pelatihan keselamatan pengangkutan barang berbahaya. b. telah ditetapkan sebagai inspektur penanganan barang berbahaya oleh Direktur Jenderal. c. untuk inspektur internal telah ditetapkan oleh pimpinan tertinggi objek pengawasan. 4.4 Dalam melaksanakan pengawasan, Inspektur keselamatan barang berbahaya yang mendapatkan surat perintah tugas dari Direktur/Kepala Kantor harus membentuk tim inspektur. 4.5 Tim inspektur sebagaimana dimaksud butir 4.4 terdiri dari: a. ketua tim; dan b. anggota tim. 4.6 Ketua Tim sebagaimana dimaksud butir 4.5 huruf a, mempunyai tugas: a. memastikan tahapan dalam pelaksanaan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya sesuai dengan tata cara pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; b. memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan; c. memastikan kegiatan pengawasan dilakukan sesuai dengan rencana dan prosedur; d. memastikan tim dalam melaksanakan pengawasan secara independen, profesional, tidak terpengaruh dengan konflik kepentingan, aspek operasional dan/atau komersial dan objektif; e. memastikan dan memonitor semua anggota mempunyai tanggung jawab dan melaksanakan tugas-tugas pengawasan yang diberikan; f. mencatat dan menyimpan hasil catatan pengawasan; g. mengidentifikasi, mengevaluasi, mendiskusikan dan memverifikasi hasil pengawasan dengan objek pegawasan; 11

12 h. memberikan rekomendasi kepada objek pengawasan terkait hasil pengawasan; i. melaporkan hasil pengawasan kepada Direktur atau Kepala Kantor; dan j. melakukan monitoring penyelesaian tindakan korektif yang dilakukan oleh objek pengawasan. 4.7 Anggota tim sebagaimana dimaksud butir 4.5 huruf b, mempunyai tugas: a. melaksanakan persiapan sesuai dengan perencanaan kegiatan pengawasan; b. melengkapi semua bagian kegiatan pengawasan sesuai dengan rencana dan prosedur; c. menjalankan tugas-tugas pengawasan secara independen, profesional, tidak terpengaruh dengan konflik kepentingan, aspek operasional dan/atau komersial serta objektif; d. menyimpan catatan yang jelas mengenai tindakan yang dilakukan selama kegiatan pengawasan atau mengumpulkan bukti yang mendukung temuan; e. menyiapkan laporan hasil pengawasan; dan f. mendukukung ketua tim melakukan monitoring penyelesaian tindakan korektif yang dilakukan oleh objek pengawasan. 12

13 BAB 3 PROGRAM PENGAWASAN 1 Gambaran Umum 1 Pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dilaksanakan untuk melakukan kegiatan kendali mutu yang berkelanjutan guna menilai pemenuhan penerapan standar keselamatan pengangkutan barang berbahaya yang dilakukan oleh objek pengawasan dan identifikasi bahaya (hazard identification) dalam pengangkutan barang berbahaya. 2 Pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya harus mengacu kepada peraturan nasional terkait keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara dan buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) objek pengawasan yang telah disahkan oleh Direktur Jenderal. 3 Inspektur melaksanakan pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya atas perintah Direktur Jenderal dan/atau Kepala Kantor. 4 Jenis kegiatan pengawasan pengangkutan barang berbahaya sebagaimana dimaksud pada butir 3 meliputi: a. audit; b. inspeksi; dan c. pengamatan (surveillance). 5 Kegiatan pengawasan untuk penyedia jasa pendidikan dan pelatihan personel keselamatan pengangkutan barang berbahaya terdiri dari : a. audit; dan b. inspeksi. 2 Audit 1 Pengawasan berupa audit bertujuan untuk: a. memastikan bahwa seluruh ketentuan dalam peraturan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara dilaksanakan oleh objek pengawasan; b. memastikan pencapaian tingkat pemenuhan standar dan efektifitas pelaksanaan langkah-langkah keselamatan penerbangan; c. mengidentifikasi pemenuhan standar dan prosedur keselamatan pengangkutan barang berbahaya; dan d. mengidentifikasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya yang membutuhkan perbaikan tindakan korektif dalam peningkatan keselamatan penerbangan. 2 Audit dilaksanakan sebagai berikut: a. berdasarkan program kerja yang telah disusun; 13

14 3 Inspeksi b. dilakukan pemberitahuan kepada objek pengawasan, untuk memberi kesempatan kepada objek pengawasan mempersiapkan dokumen dan perangkat lainnya; c. audit oleh Direktorat Jenderal dilaksanakan dengan jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun berdasarkan penilaian resiko; d. audit internal oleh objek pengawasan dilaksanakan dengan jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun; dan e. hasil audit Direktorat Jenderal disampaikan kepada objek pengawasan. 1 Pengawasan berupa inspeksi untuk: a. memastikan bahwa 1 (satu) atau beberapa aspek dalam ketentuan keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara pada objek pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan; b. memastikan tingkat pencapaian dan efektifitas pelaksanaan prosedur keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara; c. mengidentifikasi pemenuhan standar dan prosedur keselamatan pengangkutan barang berbahaya dengan pesawat udara dan memastikan tindakan korektif; d. mengidentifikasi kerentanan pada area yang masih perlu perbaikan/peningkatan keselamatan penerbangan; dan e. memastikan tindakan korektif hasil audit telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. 2 Inspeksi dilaksanakan sebagai berikut: a. berdasarkan program kerja yang telah disusun atau berdasarkan penilaian resiko; b. pelaksanaan dapat diberitahukan atau tidak diberitahukan kepada objek pengawasan dalam setiap inspeksi; dan c. hasil inspeksi disampaikan kepada objek pengawasan. 4 Pengamatan (surveillance) 4.1 Pengawasan berupa pengamatan untuk: a. mengevaluasi dan mengidentifikasi terhadap efektifitas prosedur, fasilitas, personel dan langkah-langkah keselamatan penerbangan; dan b. mengidentifikasi terhadap kerawanan (vulnerability) yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan pada objek pengawasan serta sebagai masukan untuk perubahan/perbaikan kebijakan di tingkat nasional dan objek pengawasan. 4.2 Pengamatan dilakukan dalam hal, antara lain: a. pembangunan, pengembangan atau penambahan fasilitas objek pengawasan; b. adanya penambahan rute baru dan/atau perubahan tipe pesawat; dan c. dibutuhkan peningkatan kewaspadaan keselamatan penerbangan. 14

15 4.3 Pengamatan dilaksanakan sebagai berikut: a. berdasarkan program kerja yang telah disusun atau berdasarkan penilaian resiko; b. diberitahukan kepada objek pengawasan; dan c. hasil pengamatan disampaikan kepada objek pengawasan. 5 Investigasi 5.1 Inspektur keselamatan barang berbahaya dapat melakukan investigasi terhadap setiap kecelakaan (accident) dan kejadian (incident) barang berbahaya. 5.2 Hasil investigasi sebagaimana dimaksud butir 5.1 dievaluasi dan dianalisa untuk dijadikan sebagai bahan informasi dan pembelajaran agar tidak terulang kejadian yang sama di masa yang akan datang. 5.3 Hasil investigasi disampaikan kepada obejek pengawasan. 5.4 Laporan investigasi yang dalam kesimpulannya menemukan unsur pelanggaran tindak pidana penerbangan dapat disampaikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai tindakan penegakan hukum. 15

16 BAB 4 TAHAPAN KEGIATAN PENGAWASAN 4.1 Perencanaan Pengawasan 4.1 Direktur dan Kepala Kantor menyusun rencana pengawasan tahunan dengan mempertimbangkan identifikasi bahaya (hazard identification) untuk menentukan prioritas dan frekuensi kegiatan pengawasan. 4.2 Hasil identifikasi bahaya(hazard identification) dapat digunakan dalam pengambilan keputusan untuk membangun strategi guna menghilangkan resiko dari bahaya (hazard) atau menentukan mitigasi oleh Direktur dan Kepala Kantor. 4.3 Kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4.1 dilakukan dengan tahapan seperti bagan dalam lampiran II peraturan ini. 4.2 Persiapan Pengawasan 4.1 Persiapan pengawasan meliputi: a. administrasi; b. dokumen pendukung; dan c. alat kelengkapan pengawasan. 4.2 Persiapan administrasi sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf a meliputi : a. pembentukan dan penetapan tim inspektur; b. pembuatan surat perintah tugas; c. penyusunan jadwal pelaksanaan;dan d. pembuatan dan pengiriman surat pemberitahuan ke objek pengawasan; 4.3 Pembentukan dan penetapan tim inspektur sebagaimana dimaksud butir 4.2 huruf a, dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut : a. Direktur atau Kepala Kantor menugaskan inspektur keselamatan barang berbahaya; b. Inspektur sebagaimana dimaksud huruf a. yang telah mendapatkan surat perintah tugas membentuk dan menetapkan tim terdiri dari ketua dan anggota; c. ketua tim merupakan inspektur yang mempunyai level tertinggi dalam tim, apabila terdapat level yang sama maka ditunjuk yang lebih berpengalaman dan memiliki jiwa kepemimpinan atau ditunjuk berdasarkan penilaian pimpinan; dan d. anggota tim merupakan inspektur sesuai dengan kompetensinya. 4.4 Anggota tim inspektur sebagaimana dimaksud butir 4.3 huruf d, dapat beranggotakan inspektur internal dengan ketentuan sebagai berikut : a. memiliki kompetensi sesuai ketentuan yang berlaku; dan 16

17 b. harus bersikap independen, profesional, tidak terpengaruh konflik kepentingan, aspek operasional dan/atau komersial, serta objektif. 4.5 Surat pemberitahuan ke objek pengawasan sebagaimana dimaksud pada butir 4.2 huruf d, memuat antara lain: a. jadwal pelaksanaan; b. pelaksana pengawasan; c. lingkup pengawasan; dan d. permintaan dokumen pendukung, antara lain; 1) profil objek pengawasan; 2) buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) atau pedoman penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Training Procedure Manual) terkait; 3) dokumentasi personel dan training record; 4) laporan pengawasan internal; 5) laporan kejadian (incident), kejadian serius (serious incident), dan kecelakaan (accident) keselamatan pengangkutan barang berbahaya; 6) dokumentasi fasilitas keselamatan pengangkutan barang berbahaya; 7) dokumen keselamatan pengangkutan barang berbahaya; 8) dokumen perizinan perizinan di bidang keselamatan pengangkutan barang berbahaya; dan 9) dokumen lainnya. 4.6 Alat kelengkapan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf c antara lain: a. checklist; b. kamera; c. perangkat komputer; d. printer; e. audio recording; f. alat komunikasi; g. modem jaringan internet; h. jaket (rompi inspektur); dan i. kartu tanda pengenal inspektur/pas bandar udara. 4.7 Checklist sebagaimana dimaksud butir 4.6 huruf a terdiri dari checklist : a. pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya untuk Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU) dan Perusahaan Angkutan Udara Asing (PAUA); dan b. pengawasan penyedia jasa pendidikan dan pelatihan personel keselamatan pengangkutan barang berbahaya. 4.8 Checklist pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya untuk Badan Usaha Angkutan Udara (BUAU) dan Perusahaan Angkutan Udara Asing (PAUA) sebagaimana dimaksud butir 4.7 huruf a terdiri dari : a. audit; b. inspeksi; dan c. pengamatan (surveillance). 17

18 4.9 Checklist pengawasan penyedia jasa pendidikan dan pelatihan personel keselamatanbarang berbahaya sebagaimana dimaksud butir 4.7 huruf b terdiri dari : a. audit; dan b. inspeksi Contoh surat pemberitahuan pengawasan dan investigasi sebagaimana dimaksud butir 4.5 tercantum dalam lampiran III peraturan ini Format Checklist kegiatan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4.7 tercantum dalam lampiran IV peraturan ini. 4.3 Pelaksanaan Pengawasan 4.1 Kegiatan pelaksanaan pengawasan, terdiri dari : a. rapat pembukaan; b. pelaksanaan pengawasan; c. pengarahan harian; d. penyusunan draft temuan dan rekomendasi; dan e. rapat penutupan. 4.2 Rapat pembukaan sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf a, melakukan kegiatan antara lain : a. perkenalan tim inspektur; b. penjelasan agenda dan ruang lingkup pengawasan; dan c. penjelasan metodologi pelaksanaan pengawasan. 4.3 Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf b menggunakan metodologi antara lain: a. wawancara; b. tinjauan dokumen; c. tinjauan lapangan; dan d. pencatatan temuan. 4.4 Pengarahan harian sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf c, antara lain : a. pembagian tugas tim inspektur dan tim pendamping; b. mengumpulkan informasi temuan; dan c. mengidentifikasi, mengevaluasi, mendiskusikan dan memverifikasi hasil pengawasan dengan objek pengawasan. 4.5 Pada saat tinjauan lapangan sebagaimana dimaksud butir 4.3 huruf c, ditemukan keadaan/kondisi ketidakpatuhan yang berdampak langsung terhadap keselamatan pengangkutan barang berbahaya, inspektur harus : a. menginformasikan kepada ketua tim untuk diteruskan kepada Direktur / Kepala Kantor; 18

19 b. memberitahukan dan memerintahkan pimpinan objek pengawasan untuk mengambil langkah langkah penanganan; dan c. menghentikan sementara kegiatan pengangkutan barang berbahaya setelah mendapat izin Direktur/Kepala Kantor, apabila objek pengawasan tidak mengambil langkah langkah penanganan. 4.6 Keadaan/kondisi ketidakpatuhan yang berdampak langsung terhadap keselamatan pengangkutan barang berbahaya sebagaimana dimaksud butir 4.5, antara lain keadaan/kondisi yang tidak memenuhi ketentuan terkait: a. personel keselamatan barang berbahaya tidak memiliki lisensi; b. kelengkapan dokumen keselamatan pengangkutan barang berbahaya; c. prosedur dan kondisi pengemasan; d. pemberian tanda dan label (Marking and Labeling); e. penerimaan kiriman barang berbahaya (Dangerous Goods Acceptance); f. keselamatandan penyimpanan barang berbahaya; g. pemuatan dan penurunan barang berbahaya (loading and unloading); dan h. keselamatan barang berbahaya yang dibawa oleh penumpang dan awak pesawat udara. 4.7 Penyusunan draft temuan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf d, antara lain : a. mengumpulkan dan mendiskusikan hasil pengawasan; b. menyusun draft rekomendasi; c. memastikan bukti (evidence) setiap temuan; dan d. membuatdraft laporan akhir. 4.8 Rapat penutupan sebagaimana dimaksud butir 4.1 huruf e, antara lain : a. memaparkan hasil pengawasan dan temuan yang berdampak langsung terhadap keselamatan pengangkutan barang berbahaya (jika ada); b. memberikan tanggapan terhadap hasil pengawasan oleh objek pengawasan; c. menyampaikan prosedur tindak lanjut hasil pengawasan; dan d. membuat berita acara pelaksanaan. 4.9 Dalam rapat pembukaan, pengarahan harian dan rapat penutupan harus dihadiri oleh pimpinan / pejabat objek pengawasan yang mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan Hasil temuan kegiatan pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4 diklasifikasikan berdasarkan tingkat kepatuhan yaitu: a. patuh (C) : comply; b. tidak patuh (NC) : not comply; dan c. tidak diberlakukan ketentuan (NA) : not applicable. 19

20 4.11 Kategori patuh (C) sebagaimana dimaksud butir 4.10 huruf a yaitu sudah memenuhi ketentuan peraturan di bidang keselamatan pengangkutan barang berbahaya Kategori tidak patuh (NC) sebagaimana dimaksud butir 4.10 huruf b yaitu tidak memenuhi ketentuan peraturan di bidang keselamatan pengangkutan barang berbahaya Kategori tidak diberlakukan ketentuan (NA) sebagaimana dimaksud butir 4.10 huruf c yaitu ketentuan atau prosedur tidak dapat diterapkan pada objek pengawasan Format Berita Acara pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud butir 4.8 huruf d tercantum dalam lampiran V peraturan ini. 4.4 Pelaporan Tim Inspektur yang melaksanakan pengawasan harus membuat laporan hasil pengawasan secara tertulis dan formal kepada Direktur atau Kepala Kantor Laporan tertulis sebagaimana dimaksud butir dibuat dengan jangka waktu sebagai berikut : a. laporan audit paling lama 14 (empat belas) hari kerja; b. laporan inspeksi paling lama 7 (tujuh) hari kerja; dan c. laporan pengamatan (surveillance) paling lama 7 (tujuh) hari kerja Laporan tertulis sebagaimana dimaksud butir dapat diberikan perpanjangan waktu oleh atasan langsung dikarenakan kondisi force majeur, antara lain : inspektur sakit dan bencana alam Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud butir dibuat dalam bentuk tabel hasil pengawasan Laporan tertulis sebagaimana dimaksud butir yang telah disetujui oleh Direktur/Kepala Kantor harus disampaikan kepada objek pengawasan dengan tembusan Direktur Jenderal Laporan sebagaimana butir dimasukkan ke dalam sistem data base Format laporan, tabel hasil pengawasan dan surat pemberitahuan kepada objek pengawasan sebagaimana tercantum dalam lampiran VI peraturan ini. 20

21 BAB 5 INVESTIGASI KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA 5.1 Gambaran Umum Direktur Jenderal melaksanakan investigasi terhadap setiap kejadian (incident), kejadian serius (serious incident), dan kecelakaan (accident) keselamatanpengangkutan barang berbahaya. 5.2 Persiapan 5.1 Persiapan pelaksanaan investigasi meliputi : a. administrasi; b. dokumen pendukung; dan c. alat kelengkapan investigasi. 5.2 Persiapan administrasi meliputi : a. pembuatan surat perintah tugas; b. pembentukan dan penetapan tim inspektur; c. penyusunan jadwal pelaksanaan; dan d. pembuatan dan pengiriman surat pemberitahuan ke objek pengawasan. 5.3 Pembentukan dan penetapan tim inspektur sebagaimana butir 5.2 huruf b, dilakukan dengan langkah langkah sebagai berikut : a. Direktur atau Kepala Kantor menugaskan inspektur penanganan barang berbahaya; b. inspektur sebagaimana dimaksud huruf a. yang telah mendapatkan surat perintah tugas membentuk dan menetapkan tim terdiri dari ketua dan anggota; c. ketua tim adalah inspektur yang mempunyai level tertinggi dalam tim, apabila terdapat level yang sama maka ditunjuk yang lebih berpengalaman dan memiliki jiwa kepemimpinan; dan d. anggota tim adalah inspektur sesuai dengan kewenangannya. 5.4 Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf b meliputi : a. dokumen peraturan terkait; b. buku manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual) terkait; c. hasil pengawasan sebelumnya; dan d. dokumen terkait lainnya. 5.5 Alat kelengkapan investigasi sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf c antara lain: a. kamera; b. perangkat komputer; c. printer; d. audio recording; e. alat komunikasi; f. modem jaringan internet; 21

22 g. jaket (rompi inspektur); dan h. kartu tanda pengenal inspektur/pas bandar udara. 5.3 Pelaksanaan investigasi 5.1 Kegiatan pelaksanaan investigasi, terdiri dari : a. pertemuan pembukaan dengan objek investigasi; b. pelaksanaan kegiatan investigasi; c. penyusunan draft temuan dan rekomendasi; dan d. pertemuan penutup dengan objek investigasi. 5.2 Pertemuan pembukaan sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf a, antara lain : a. perkenalan tim investigasi;dan b. agenda dan ruang lingkup investigasi. 5.3 Pelaksanaan kegiatan investigasi sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf b,antara lain: a. wawancara; b. tinjauan dokumen; c. tinjauan lapangan; dan d. pencatatan hasil investigasi. 5.4 Penyusunan draft temuan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf c, antara lain: a. mengumpulkan dan mendiskusikan hasil investigasi; b. menyusun draft rekomendasi; c. memastikan bukti (evidence) setiap temuan; dan d. membuat draft laporan akhir investigasi. 5.5 Pertemuan penutup sebagaimana dimaksud butir 5.1 huruf d, tim investigasi menyampaikan hasil investigasi. 5.4 Pelaporan Tim investigasi yang melaksanakan investigasi harus membuat laporan hasil investigasi secara tertulis dan formal kepada Direktur atau Kepala Kantor Laporan tertulis sebagaimana dimaksud butir dibuat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja Laporan tertulis sebagaimana dimaksud butir dapat diberikan perpanjangan waktu oleh atasan langsung dikarenakan kondisi force majeur antara lain : inspektur sakit dan bencana alam Laporan tertulis sebagaimana butir yang telah disetujui oleh Direktur atau Kepala Kantor harus disampaikan kepada objek investigasi dengan tembusan Direktur Jenderal Laporan investigasi sebagaimana dimaksud dalam butir sebagai hasil dari tindakan penegakan hukum dapat disampaikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil. 22

23 5.4.6 Inspektur harus memastikan objek investigasi: a. menindaklanjuti laporan hasil investigasi; dan b. menyampaikan tindak lanjut hasil investigasi kepada Direktur atau Kepala Kantor Laporan sebagaimana butir dimasukkan kedalam sistem data base Format laporan hasil investigasi sebagaimana dimaksud butir sebagaimana tercantum dalam lampiran VII peraturan ini. 23

24 BAB 6 MONITOR TINDAKAN KOREKTIF 6.1 Inspektur harus memastikan objek pengawasan menindaklanjuti hasil pengawasan. 6.2 Penyelesaian terhadap temuan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud butir 6.1 harus ditindaklanjuti dengan : a. tindakan penyelesaian segera saat ditemukan; dan b. rencana penyelesaian tindakan korektif. 6.3 Inspektur harus memastikan objek pengawasan memberikan tanggapan dan rencana penyelesaian tindakan korektif disampaikan kepada Direktur atau Kepala Kantor paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah menerima hasil pengawasan secara tertulis. 6.4 Inspektur harus memastikan rencana penyelesaian tindakan korektif sebagaimana dimaksud pada butir 6.3 memuat langkah langkah sebagai berikut : a. rencana tindakan dan jangka waktu penyelesaian tindakan korektif; dan b. langkah-langkan tindakan mitigasi sebelum tindakan korektif selesai. 6.5 Inspektur melakukan evaluasi dan dapat mengajukan jenis dan jangka waktu tindakan perbaikan dan langkah-langkah penegakan aturan yang dibutuhkan terhadap area ketidakpatuhan terkait dengan tindak lanjut (follow up) penyelesaian tindakan korektif. 6.6 Apabila objek pengawasan tidak memberikan tanggapan sesuai batasan waktu sebagaimana dimaksud butir 6.3 atau penyelesaian tindakan korektif tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan oleh objek pengawasan, maka Inspektur melaporkan kepada Direktur atau Kepala Kantor. 6.7 Direktur atau Kepala Kantor mempertimbangkan laporan inspektur sebagaimana butir 6.6 untuk ditindaklanjuti dengan memberikan surat peringatan tertulis. 6.8 Direktur dan Kepala Kantor melakukan monitoring tindak lanjut (follow up) penyelesaian tindakan korektif yang dilakukan oleh objek pengawasan untuk memastikan kesesuaian waktu penyelesaian dan aspek keberhasilan pemenuhan tindakan korektif. 6.9 Hasil monitoring sebagaimana dimaksud butir 6.8 dibuat ringkasannya Monitoring tindak lanjut (follow up) penyelesaian tindakan korektif dan ringkasan hasil monitoring sebagaimana tercantum dalam lampiran VIII Evaluasi Tindakan Korektif 6.11 Hasil monitoring tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 6.7, dinyatakan status open atau close. 24

25 6.12 Status open sebagaimana dimaksud butir 6.11 dinyatakan apabila penyelesaian tindakan korektif yang disertakan dengan bukti-bukti pemenuhan belum memenuhi standar atau peraturan dan akan disampaikan secara tertulis kepada objek pengawasan Apabila bukti pemenuhan sebagaimana dimaksud butir 6.12 diragukan, maka akan dilakukan inspeksi guna memastikan pemenuhan Status close sebagaimana dimaksud butir 6.11, dinyatakan apabila penyelesaian tindakan korektif yang disertakan dengan bukti-bukti pemenuhan telah memenuhi standar atau peraturan dan akan disampaikan secara tertulis kepada objek pengawasan 6.15 Format surat penyampaian hasil evaluasi tindakan korektif sebagaimana dimaksud butir 6.12 dan 6.14 sebagaimana tercantum dalam lampiran IX peraturan ini Surat peringatan tertulis sebagaimana dimaksud butir 6.7 terdiri dari : a. Surat Peringatan ke-1 (SP 1); b. Surat Peringatan ke-2 (SP 2) apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah menerima SP 1, objek pengawasan belum menindaklanjuti; c. Surat Peringatan ke-3 (SP 3) apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah menerima SP 2, objek pengawasan belum menindaklanjuti 6.13 Apabila objek pengawasan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah menerima SP 3 tidak menindaklanjuti, maka Inspektur keselamatanpengangkutan barang berbahaya mengusulkan kepada Direktur/Kepala Kantor untuk mengundang objek pengawasan memaparkan penyelesaian tindakan korektif dan dibuatkan berita acara evaluasi pernyataan status temuan open atau close Pernyataan status temuan open sebagaimana dimaksud pada butir 6.13 sebagai bahan mengusulkan kepada Direktur Jenderal untuk dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku berupa pembekuan, pencabutan dan/atau denda administratif. 25

26 BAB 7 MANAJEMEN PENCATATAN ATAU PEREKAMAN 7.1 Direktur dan Kepala Kantor bertanggung jawab terhadap manajemen pencatatan atau perekaman. 7.2 Seluruh data kegiatan pengawasan, investigasi dan monitor tindakan korektif harus didokumentasikan berupa catatan atau rekaman. 7.3 Bentuk catatan sebagaimana dimaksud butir 7.1 antara lain berupa: a. semua lembar kerja, checklist, laporan dan surat; b. salinan surat yang telah ditandatangani dan dikirim ke objek pengawasan; c. salinan dari semua dokumen lain yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal mengenai kegiatan pengawasan; d. surat elektronik ( ) yang berisi informasi yang terkait; e. semua dokumen yang diperoleh dan digunakan sebagai alat bukti selama pelaksanaan kegiatan pengawasan; f. catatan/berkas yang dibuat selama pelaksanaan kegiatan; g. salinan asli catatan terpadu yang dibuat selama masa perencanaan, persiapan, pelaksanaan, atau penindaklanjutan kegiatan, kecuali catatancatatan tersebut sudah disimpan dalam buku catatan yang sesuai. Jika catatan-catatan terpadu sudah disimpan dalam satu buku catatan, berkas tersebut harus disertai dengan catatan berkas yang menunjukkan bahwa catatan tersebut memang ada; dan h. catatan tentang semua percakapan yang terkait dengan investigasi atau keputusan pelaksanaan lanjutan. 7.4 Catatan sebagaimana dimaksud butir 7.2 disimpan dalam bentuk hard copy atau soft copy. 7.5 Bentuk rekaman sebagaimana dimaksud butir 7.2 antara lain berupa: a. rekaman suara; b. rekaman video; dan c. rekaman foto. 7.6 Catatan dan rekaman harus dikumpulkan, diberikan indeks, disimpan ditempat yang aman dan dipelihara untuk memastikan bahwa catatan permanen dapat digunakan dan dibaca jika diperlukan. 26

27 7.7 Catatan dan rekaman harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc 27

28 Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :. 128 TAHUN 2017 Tanggal : 05 MEI 2017 BAGAN TAHAPAN KEGIATAN PENGAWASAN KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA Mulai Persiapan Pelaksanaan Tidak Ada Temuan Tidak Ada Temuan? YA Temuan Sanksi administratif Laporan 14 Hari Penerbitan SP 1, 2 atau 3 Penyampaian ke Objek Pengawasan Tidak 14 Hari YA Sudah SP 3? Usulan Penerbitan SP Tidak CAP Objek Pengawasan? YA Evaluasi CAP YA Sudah SP 3? Tidak Penerbitan SP 1, 2 atau 3 Penyampaian ke Objek Pengawasan 14 hari Panggil Objek Pengawasan Untuk Paparan Pembekuan, Pencabutan, Denda Usulan Penerbitan SP Pelaksanaan CA oleh Objek Pengawasan Tidak Status Closed? Status Closed? Tidak Tidak Ada Evidence CA Sesuai Target Waktu? YA YA Penyampaian ke Objek Pengawasan YA Evaluasi CA Laporan Selesai DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc 28

29 Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :. 128 TAHUN 2017 Tanggal : 05 MEI 2017 SURAT PEMBERITAHUAN PENGAWASAN Nomor : Lokasi Kantor, (tgl/bln/thn) Klasifikasi : Biasa/rahasia Lampiran : 1(satu) berkas Perihal : (Audit/Inspeksi/Pengamatan)* Keselamatan Pengangkutan K e p a d a Barang Berbahaya Yth. (Pimpinan Objek Pengawasan) di Lokasi Objek Pengawasan Dalam rangka pengawasan keselamatan pengangkutan barang berbahaya sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : 90 Tahun 2013 tentang Keselamatan Pengangkutan Barang Berbahaya Dengan Pesawat Udara, dengan hormat disampaikan bahwa (Direktorat Keamanan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara/Kantor Otoritas Bandar UdaraWilayah...)* akan melaksanakan (audit/inspeksipengamatan)* keselamatan pengangkutan barang berbahaya pada (objek pengawasan) pada tanggal... (agenda terlampir). Sehubungan butir 1 (satu) di atas, untuk kelancaran kegiatan tersebut dimohon : a. menunjuk Pejabat yang terkait untuk mendampingi Tim Inspektur (Direktorat Keamanan Penerbangan/Kantor Otoritas Bandar UdaraWilayah...)* selama kegiatan berlangsung; b. mempersiapkan dokumen yang terkait keselamatan pengangkutan barang berbahaya, antara lain : DGHM,data personel DG dan training record, laporan incident, serious incident, dan accident DG, fasilitas keselamatanpengangkutan barang berbahaya, dokumen keselamatanpengangkutan barang berbahaya, dokumen perizinan pengangkutan barang berbahaya dan dokumen pendukung lainnya. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. An. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA (Direktur Keamanan Penerbangan/ Kepala kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah...)* Tembusan : Xxxxxxxxxxxxxxxxx ;.. Ket: * pilih salah satu... Pangkat / Gol. Ruang NIP... 29

30 SURAT PEMBERITAHUAN INVESTIGASI KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DENGAN PESAWAT UDARA Nomor : Lokasi Kantor, (tgl/bln/thn) Klasifikasi : Biasa/rahasia Lampiran : Perihal : Investigasi Keselamatan Pengangkutan DG K e p a d a Yth. (Pimpinan Objek Investigasi) di Lokasi Objek Investigasi Dalam rangka investigasi terjadinya... di lokasi (objek investigasi), dengan hormat disampaikan bahwa Direktorat Keamanan Penerbangan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara / Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah... akan melaksanakan investigasi keselamatan pengangkutan barang berbahaya pada (objek investigasi) pada tanggal... Sehubungan butir (satu) di atas, untuk kelancaran kegiatan tersebut dimohon : a. Menunjuk Pejabat yang terkait untuk mendampingi Tim Inspektur Direktorat Keamanan Penerbangan/Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah... selama kegiatan berlangsung; b. Mempersiapkan data dukung kebutuhan investigasi. Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. An. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA DIREKTUR KEAMANAN PENERBANGAN/ KEPALA KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA Tembusan : Xxxxxxxxxxxxxxxxx ; Xxxxxxxxxxxxxxxxx ;... Pangkat / Gol. Ruang NIP... DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc 30

31 Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor :. 128 TAHUN 2017 Tanggal : 05 MEI 2017 CRITICAL ELEMENT, AREA-AREA PENGAWASAN KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA DAN CHECKLIST PENGAWASAN I. CRITICAL ELEMENT CE-1 : Manual pengangkutan barang berbahaya (Dangerous Goods Handling Manual/DGHM) CE-2 : Kewenangan dan tanggungjawab CE-3 : Standar Operasi Prosedur (SOP) CE-4 : Kualifikasi personel, pendidikan dan pelatihan (training) CE-5 : Kendali mutu (Quality Control) CE-6 : Pelaksanaan (implementasi) II. AREA-AREA PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA BUAU/PAUA Regulasi dan Organisasi (Legislation /LEG) a. Manual pengangkutan barang berbahaya (DGHM) b. Penanggulangan Keadaan Darurat (Emergency Response Plan/ERP) c. SOP-SOP d. Organisasi dan Manajemen 1) Kebijakan pengangkutan DG dan komitmen manajemen 2) Tugas dan fungsi manajemen pengangkutan DG 3) DG Koordinator Pusat dan Station 4) Unit Kendali Mutu (Unit Quality Control) Pendidikan dan Pelatihan (Training/TRG) a. Program pendidikan dan pelatihan internal b. Seleksi dan rekrutmen serta background check c. Pendidikan dan Pelatihan untuk mendapatkan kompetensi dan lisensi (Tipe A dan B) d. Pendidikan dan Pelatihan untuk mendapatkan kompetensi (Tipe C, D, E dan F) e. Program pendidikan dan pelatihan penyegaran f. Materi Ajar Sesuai Tipe Fungsi Kendali Mutu (Quality Control Function/QCF) a. Program pengawasan internal b. Pelaksanaan kegiatan pengawasan internal c. Pelaporan dan monitoring (follow up) pengawasan internal 4. Penanganan Barang Berbahaya (Dangerous Goods Handling / HAN) a. Pembatasan / kebijakan pengangkutan barang berbahaya b. Penerimaan barang berbahaya c. Penyimpanan barang berbahaya d. Pemuatan dan penempatan barang berbahaya dalam pesawat udara 31

32 e. Notification To Captain (NOTOC) f. Perlindungan barang berbahaya dari kerusakan g. Ketentuan Penumpang dan personel pesawat udara yang membawa barang berbahaya 5. Penanggulangan Keadaan Darurat (Emergency Response Plan/ERP) a. Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat (Emergency Response Plan/ERP) b. Rencana Penanggulangan Darurat yang melibatkan barang berbahaya dalam penerbangan c. Rencana Penanggulangan insiden Barang berbahaya tidak sesuai dengan PTI (Undeclared Dangerous Goods) d. peralatan keselamatankeadaan darurat barang berbahaya e. pelaporan insiden dan accident terkait barang berbahaya kepada Dirjen Hubud III. AREA-AREA PENGAWASAN PENYEDIA JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERSONEL KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA Regulasi dan Organisasi (Legislation/LEG) a. Training procedure manual b. Struktur Organisasi 1) Organisasi 2) Kebijakan diklat 3) Tugas dan fungsi manajemen c. Ijin penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Kurikulum dan Silabus (KDS) a. Kurikulum b. Silabus c. Modul materi diklat Sarana dan Prasarana (SDP) a. Perkantoran b. Fasilitas pendidikan dan pelatihan 1) Ruang kelas 2) Peralatan belajar mengajar/praktek 3) Perpustakaan 4) Fasilitas pendukung 4. Sumber daya manusia (SDM) a. Manajemen b. Administrasi c. Instruktur d. Quality Control 5. Penyelenggaran Pendidikan dan Pelatihan (PPP) a. Proses seleksi dan rekrutmen b. Jadwal penyelenggaran c. On the job training d. Pengujian kompetensi e. Penerbitan sertifikat kompetensi 32

33 6. Fungsi kendali mutu (Quality Control Function/QCF) a. Program pengawasan internal b. Pelaksanaan kegiatan pengawasan internal c. Pelaporan dan Monitoring (follow up) pengawasan internal 7. Dokumentasi dan Pelaporan (DDP) a. Manajemen pencatatan dan perekaman b. Manajemen pelaporan 33

34 IV. CHECKLIST PENGAWASAN KESELAMATAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA BADAN USAHA ANGKUTAN UDARA (BUAU)/PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA ASING (PAUA) A. AUDIT PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA REGULASI DAN ORGANISASI (REGULATION AND ORGANIZATION/LEG) Nama Badan Usaha Angkutan Udara Tanggal : Lokasi (Station) Pukul : Menhub DJU CRITICAL ELEMENT CE-1 No. PQ LEG 001 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah BUAU telah memiliki ijin penanganan pengangkutan barang berbahaya dari Dirjen Perhubungan Udara. PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA Periksa apakah BUAU telah memiliki ijin penanganan pengangkutan barang berbahaya dari Direktorat Jenderal STATUS KETERANGAN /2015 Pasal 4 (3c) Pasal 5 (1) CE-1 LEG 005 Apakah PAUA telah memiliki ijin penanganan pengangkutan barang berbahaya dari Direktorat Jenderal dan otoritas penerbangan di negara pesawat udara terdaftar? Apakah BUAU memiliki buku manual pengangkutan barang berbahaya (DGHM) yang telah disahkan Dirjen Hubud? Periksa apakah PAUA telah memiliki ijin penanganan pengangkutan barang berbahaya dari Direktorat Jenderal dan otoritas penerbangan di negara pesawat udara terdaftar Periksa BUAU apakah : DGHM sekurang-kurangnya memuat: a. Tujuan manual b. Pengorganisasian fungsi dan tanggungjawab pelaksanaan DGHM c. kebijakan Badan Usaha Angkutan Udara terhadap keselamatan pengangkutan barang berbahaya; d. program pendidikan dan pelatihan personel; e. prosedur penerimaan dan keselamatanpengangkutan Barang Berbahaya; 34

35 Menhub 14.a 90 / a DJU CRITICAL ELEMENT CE-1 CE-2 No. PQ LEG 010 LEG 015 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah PAUA memiliki buku manual pengangkutan barang berbahaya (DGHM) yang telah disahkan otoritas penerbangan di negara pesawat udara terdaftar? Apakah BUAU memelihara dan mengevaluasi DGHM secara berkala Siapa yang bertanggung jawab menyusun, mengembangkan dan mempertahankan efektifitas DGHM BUAU? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA f. prosedur keselamatan pengangkutan barang bawaan penumpang/kru; g. prosedur keselamatankeadaan darurat terkait Barang Berbahaya; dan h. pengawasan internal. i. Lampiran lampiran 1) acceptance check list 2) Shipper Declaration 3) NOTOC 4) DG Occurrence report DGHM telah disahkan Dirjen Hubud Periksa PAUA apakah DGHM / buku manual lain yang berhubungan dengan keselamatan dan/atau pengangkutan kargo telah disahkan otoritas penerbangan di megara pesawat udara terdaftar Periksa daftar amandemen dalam DGHM apakah telah sesuai dengan : a. Regulasi terkini b. Organisasi BUAU, dan c. Operasional BUAU Amandemen telah disahkan oleh Dirjen Hubud Periksa apakah isi DGHM memuat penanggungjawab untuk menyusun, mengembangkan dan mempertahankan efektifitas DGHM BUAU STATUS KETERANGAN 571/2015 Pasal 4 CE-2 LEG 020 Siapa yang bertanggungjawab dalam keselamatandan pengangkutan barang berbahaya sesuai dengan ketentuan? Periksa apakah isi DGHM menjelaskan nama dan jabatan sebagai DG koordinator di kantor pusat dan station 35

36 Menhub 90 / a DJU CRITICAL ELEMENT CE-3 No. PQ LEG 025 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah amandemen DGHM terkait dengan operasional telah diikuti penyesuaian prosedur di bawahnya? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA Periksa apakah terdapat SOP terkait dengan amandemen opersional DGHM telah dilakukan penyesuaian STATUS KETERANGAN 14.d, 14.e 14.4.a 14.d, 14.e 14.4.a CE-1 CE-6 LEG 030 LEG 035 Apakah salinan DGHM BUAU/PAUA telah didistribusikan kepada setiap bandar udara yang diterbangi? Apakah salinan DGHMBUAU/PAUA telah didistribusikan kepada setiap bandar udara yang diterbangi? Periksa apakah : salinan DGHM(DGHM/Amandamen yang di sahkan) telah didistribusikan kepada setiap bandar udara yang diterbangi; Terdapat bukti distribusi salinan DGHM; Nama-nama station yang mendapat salinan DGHM telah dicatat dalam Daftar Distribusi DGHM. Periksa apakah DGHM telah tersedia di Station tersebut CATATAN TEMUAN/OBSERVASI : Nama Pendamping Objek Pengawasan Paraf Nama Inspektur Keamanan Penerbangan Paraf Nara Sumber Jabatan Jam Paraf 36

37 PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (TRAINING/TRG) Nama Badan Usaha Angkutan Udara Tanggal : Lokasi (Station) Pukul : Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN CE-1 CE-2 CE-1 No. PQ TRG 001 TRG 005 TRG 010 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah BUAU/PAUA telah menyusun dan mengembangkan Program Diklat keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal? Siapa yang bertanggung jawab melaksanakan Program Diklat keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal? Apakah Penyelenggaraan Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal dilaksanakan oleh instansi /unit kerja yang melakukan kegiatan di bidang penerbangan dan badan hukum Indonesia setelah mendapat izin dari Direktur Jenderal? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA Periksa apakah BUAU/PAUA : Memiliki dokumen Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal atau dalam DGHM; Program Diklat keselamatan pengangkutan barang berbahaya paling sedikit memuat: a. Tujuan diklat; b. Tanggung jawab penyelenggaraan dalam Diklat; c. Kurikulum silabus; d. Penggunaan alat bantu dan referensi e. pengujian f. Sertifikasi / lisensi Periksa dalam DGHM atau dokumen Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal, apakah dijelaskan unit/personel yang bertanggung jawab melaksanakan Diklat internal Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal / DGHM menjelaskan penyelenggaraan diklat dilaksanakan dengan badan hukum Indonesia setelah mendapatizin dari Direktur Jenderal STATUS KETERANGAN 37

38 Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN CE-5 CE-6 CE-1 No. PQ TRG 015 TRG 020 TRG 025 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah BUAU memastikan Penyelenggaraan Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal dilaksanakan oleh badan hukum Indonesia setelah mendapatizin dari Direktur Jenderal? Apakah Penyelenggaraan Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal dilaksanakanoleh badan hukum Indonesia setelah mendapatizin dari Direktur Jenderal? Apakah Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal ditujukan kepada semua personel terkait? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA Periksa laporan pengawasan internal apakah memeriksa pelaksanaan diklat yang dilakukan oleh badan hukum terkait yang telah mendapat izin dari Direktur Jenderal Periksa apakah Penyelenggaraan Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal bagi personil keselamatan pengangkutan barang berbahaya telah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal ditujukan kepada personel yang menangani : pengirim dan petugas pengemas (shippers and packers); petugas penerimaan kargo (cargo acceptance staff}; petugas keselamatankargo (cargo handling staff}; 4. petugas penerimaan barang pos (postal acceptance staff}; 5. petugas keselamatanbarang pos (postal handling staff}; 6. petugas penyimpanan kargo (warehouse staff}; 7. pengawas bongkar muat kargo yang diangkut pesawatudara (loading/unloading supervisory; 8. penerbang; 9. personel kabin; 10. personel keamanan penerbangan (aviation securitypersonnel); 1 personel Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan 1 petugas pasasi (passenger handling staff}; 1 petugas bongkar muat kargo yang diangkut pesawat udara(cargo loading/unloading staff}; STATUS KETERANGAN 38

39 Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN CE-1 No. PQ TRG 030 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal menjelaskan untuk mendapatkan lisensi dan/atau kompetensi? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA 14. personel flight operation officer, dan 15. petugas penyimpanan suku cadang pesawat udara (aircraftmaterial store staff}.; 16. Kegiatan public (CSO dan sales counter); 17. Kegiatan catering; dan 18. Kegiatan kargo dan pos. Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal terdiri dari : a. Pendidikan dan Pelatihan untuk mendapatkan kompetensi dan lisensi terdiri dari: pendidikan dan pelatihan tipe Auntuk: a) pengirim dan pengemas (shippers and packers); b) personel penerimaan kargo (cargo acceptance staff}; c) personel keselamatankargo (cargo handling staff}; d) personel penerimaan barang pos (postal acceptancestaff}; dan e) personel keselamatanbarang pos (postal handlingstaff}; pendidikan dan pelatihan tipe B untuk: a) personel penyimpanan kargo (warehouse staff}; dan b) pengawas bongkar muat kargo yang diangkut pesawatudara (loading/ unloading supervisory. b. Pendidikan dan Pelatihan untuk mendapatkan kompetensi terdiri dari: pendidikan dan pelatihan tipe C yang merupakan materiwajib (mandatory) yang bersifat rutin bagi: a) penerbang; b) personel kabin; dan c) personel flight operation officer. pendidikan dan pelatihan tipe D yang merupakan bagian kurikulum dan silabus pelatihan kompetensinya, bagi personel keamanan penerbangan (aviation security); pendidikan dan pelatihan tipe E yang bersifat peningkatankepedulian (dangerous goods awareness) untuk: a) petugas pasasi (passenger handling staff); STATUS KETERANGAN 39

40 Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN CE-5 CE-6 CE-1 No. PQ TRG 035 TRG 040 TRG 045 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah BUAU memastikan Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal telah ditujukan kepada semua personel terkait sesuai tugas masing-masing personil? Apakah Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal telah ditujukan kepada semua personel terkait sesuai tugas masing-masing personil? Apakah Program diklat menjelaskan Personel keselamatan pengangkutan barang berbahaya wajib mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA b) personel bongkar muat kargo yang diangkut pesawatudara (cargo loading/unloading staff); dan c) personel penyimpanan suku cadang pesawat udara(aircraft material store staff). 4. pendidikan dan pelatihan tipe F untuk inspektur keselamatanpengangkutan barang berbahaya. Periksa laporan pengawasan internal apakah memeriksa Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal telah ditujukan kepada semua personel terkait sesuai tugas masingmasing personil Periksa apakah a. jadwal / kalender diklat keselamatan pengangkutan barang berbahaya terkait: b. Semua personil mendapatkan lisensi dan kompetensi sesuai dengan tugasnya Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal menjelaskan Personel keselamatan pengangkutan barang berbahaya wajib mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) palingsedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun, yaitu kepada : Program pendidikan dan pelatihan penyegaran (refreshing course) Tipe A; Program pendidikan dan pelatihan penyegaran (refreshing course) Tipe B; Program pendidikan dan pelatihan penyegaran (refreshing course) Tipe C; dan 4. Program pendidikan dan pelatihan penyegaran (refreshing course) Tipe E. STATUS KETERANGAN 40

41 Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN CE-5 CE-6 CE-1 CE-5 CE-6 CE-1 No. PQ TRG 050 TRG 055 TRG 060 TRG 065 TRG 070 TRG 075 PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) Apakah BUAU memastikan diklat penyegaran (refreshing) telah diberikan kepada semua personel terkait sesuai dengan tipe diklat? Apakah BUAU/PAUA telah melaksanakan diklat penyegaran (refreshing) telah diberikan kepada semua personel terkait sesuai tugas masingmasing personil? Apakah Program diklat menjelaskan Inspektor penanganan barang berbahaya wajib mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun? Apakah BUAU memastikan diklat penyegaran (refreshing) telah diberikan kepada Inspektor penanganan barang berbahaya? Apakah BUAU/PAUA telah melaksanakan diklat penyegaran (refreshing) telah diberikan kepada Inspektor penanganan barang berbahaya? Apakah Program diklat menjelaskan materi ajar yang harus diberikan PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA Periksa laporan pengawasan internal apakah memeriksa personel keselamatan pengangkutan barang berbahaya tiap tipe telah mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. Periksa database pelaksanaan diklat semuapersonel keselamatan pengangkutan barang berbahaya sesuai tipe dklat telah mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal menjelaskan Inspektor penanganan barang berbahaya wajib mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)tahun. Periksa laporan pengawasan internal apakah memeriksa inspektor penanganan barang berbahaya telah mengikuti pelatihan penyegaran (refreshing course) paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun Periksa laporan-laporan pelaksanaan diklat yang ditujukan kepada Inspektor penanganan barang berbahaya Periksa apakah isi DGHM atau Program Diklat Keselamatan pengangkutan barang berbahaya Internal /DGHM menjelaskan STATUS KETERANGAN 41

42 Menhub DJU KRITIKAL ELEMEN No. PQ PERTANYAAN UTAMA (Protocol Question/PQ) kepada setiap personil sesuai dengan tipe diklat? PETUNJUK PENINJAUAN/PENGAMATAN DARI PERTANYAAN UTAMA materi ajar yang harus diberikan kepada setiap personil sesuai dengan tipe diklat, contoh sebagai berikut : Pendidikan dan pelatihan awal (initial) STATUS KETERANGAN CE-5 TRG 080 Apakah BUAU memastikan materi ajar yang diberikan kepada setiap personil sesuai dengan tipe diklat? Untuk materi ajar tipe diklat lainnya harus menyesuaikan dengan butir 5., 5. huruf a, b serta 5.4 huruf a, b Periksa laporan pengawasan internal apakah memeriksa penyelenggara diklat terkait materi ajar yang diberikan kepada setiap personil telah sesuai dengan tipe diklat 42

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 172 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 172 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : 172 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :SKEP/69/11/2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

SKEP /40/ III / 2010

SKEP /40/ III / 2010 SKEP /40/ III / 2010 PETUNJUK DAN TATA CARA PELAPORAN KEJADIAN, KEJADIAN SERIUS DAN KECELAKAAN DI BANDAR UDARA BAGIAN 139-04 (ADVISORY CIRCULAR PART 139 04, INCIDENT, SERIOUS INCIDENT, AND ACCIDENT REPORT)

Lebih terperinci

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam

2017, No Udara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tam No.732, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesembilan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, v MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 38 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEMBILAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK IUDONESIA NOMOR PM 58 TAHUN 2016 TENT ANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN NOMOR PM 90 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 Kotak Pos No. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERA1. PKRHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN TIKET

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5 No.1771, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengguna Jasa. Bandar Udara. Pelayanan. Standar. Pencabutan PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 178 Tahun 2015 TENTANG STANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 50 / III / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 50 / III / 2007 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 50 / III / 2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA OPERASIONAL PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA NIAGA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 697, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Ketersediaan Waktu Terbang. Alokasi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 57 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 573 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 573 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 573 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS TATA CARA PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG BERBAHAYA

Lebih terperinci

(2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: ^jfssprv- (2) Isi pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Bab I - Pendahuluan, terdiri dari: 1) persetujuan manual; 2) maksud dan tujuan; 3) administrasi dan pengontrolan buku pedoman;

Lebih terperinci

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 22 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN OLEH KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG AGEN PENGURUS PERSETUJUAN TERBANG {FLIGHT APPROVAL) UNTUK KEGIATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 696, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDELAPAN

Lebih terperinci

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan.

Unit kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, melakukan penilaian pelanggaran terhadap hasil pemeriksaan. -7- (2) Hasil pemeriksaan ulang dan arahan dari Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Inspektur Penerbangan menetapkan penanganan lebih lanjut. (3) Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja Inspektur Penerbangan

Lebih terperinci

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar

2015, No Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1289, 2015 KEMENHUB. Perjanjian Tingkat Layanan. Jasa Bandar Udara. Penyusunan Pedoman. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 129 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1297, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Jaringan. Rute. Penerbangan. Angkutan Udara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 88 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN

Lebih terperinci

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi

2 Ke Dan Dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.496, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara. Tidak Berjadwal. Pesawat Udara. Sipil Asing. NKRI. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 66 TAHUN 2015

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP. 572 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENERIMAAN, PENYETORAN, PENGGUNAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 187 Tahun 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1213, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 79 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 43 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 143 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2016 TENTANG PAS BANDAR UDARA DENGAN APLIKASI BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.408, 2015 KEMENHUB. Pengusahaan. Bandar Udara. Kegiatan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 56 TAHUN 2015 TENTANG KEGIATAN PENGUSAHAAN DI BANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 41 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung kegiatan Layanan Tunggal KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 120 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 120 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 120 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAM PENGAWASAN DAN INVESTIGASI KEAMANAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :...KP.143..TAHUN. 2016. TENTANG VERIFIKASI OPERASIONAL BANDAR UDARA UNTUK ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 177 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEENAM ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 180 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL) DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.716, 2015 KEMENHUB. Angkutan Udara Niaga. Keterlambatan Penerbangan. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Operasi Iraguler. Penaganan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3610) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat JF.NUERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 429 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 40 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 25 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BANDAR UDARA ABDULRACHMAN SALEH MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.741, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Stasiun Penerbangan. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 59 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI STASIUN PENERBANGAN

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung

2 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014; 3. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fung BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.89, 2015 KEMENHUB. Alokasi. Ketersediaan Waktu Terbang. Bandar Udara. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN

Lebih terperinci

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu

2016, No udara niaga tidak berjadwal luar negeri dengan pesawat udara sipil asing ke dan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1378, 2016 KEMENHUB. Pesawat Udara Sipil Asing. Angkutan Udara Bukan Niaga. Angkutan Udara Niaga Tidak Berjadwal Luar Negeri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 51 TAHUN 2000 TENTANG PERWAKILAN DAN AGEN PENJUALAN UMUM (GENERAL SALES AGENT/GSA) PERUSAHAAN ANGKUTAN UDARA ASING MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 167 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang (Lembaran Negara Republik Indon BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.106, 2016 KEMENHUB. Tarif. Angkutan Udara Niaga. Pelayanan Kelas Ekonomi. Batas Atas. Batas Bawah Penumpang. Formulasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1834, 2015 KEMENKUMHAM. TPI. Masuk dan Keluar. Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

2013, No LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013

2013, No LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013 2013, No.1368 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 Tahun 2013 TANGGAL 19 November 2013 BAB I DEFINISI Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Barang Berbahaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 81 TAHUN 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN UDARA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 telah

Lebih terperinci

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

Udara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 007 TAHUN 2018 TENTANG KOMITE FASILITASI (FAL) BANDAR UDARA INTERNASIONAL SILANGIT-SIBORONG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, T

2017, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, T No.97, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Obvitnas Bidang ESDM. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG OBJEK VITAL NASIONAL BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA MOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TOLITOLI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PENYELENGGARAAN POS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 216 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR: P.15/VI-BPPHH/2014 TENTANG MEKANISME PENETAPAN LEMBAGA VERIFIKASI

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.183, 2014 EKONOMI. Kawasan. Badan Pengusahaan Batam. Bandar Udara. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5575). PERATURAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR UTAMA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN, PERATURAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME KERJA PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN ATAS KEPATUHAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM OLEH BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN Menimbang : PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.03/2013 TENTANG TATA C ARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas

2016, No Republik Indonesia Nomor 3601) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2000 tentang.perubahan atas No.65, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Angkutan Udara Perintis. Kriteria. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KRITERIA DAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM OLEH BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 200/PMK.04/2011 TENTANG AUDIT KEPABEANAN DAN AUDIT CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2014, 2014 KEMEN ESDM. Sistem Manajemen. Keselamatan. Pertambangan. Mineral dan Batubara. Penerapan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag

, No.1551 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdag BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1551 2015 KEMENDAG. Impor. Tekstil. Produk Tekstil. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan L No.817, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Penyelenggaraan Angkutan Udara. Perubahan Kesepuluh. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KESEPULUH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] Pasal 402 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN [LN 2009/1, TLN 4956] BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 401 Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing yang memasuki

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 234 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Menimbang : a. bahwa dalam Pasal 235 Undang-Undang Nomor 1 Tahun -, ;' MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 43 TAHUN 2015 TENTANG KONSESI DAN BENTUK KERJASAMA LAINNYA ANTARA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA BANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1995 TENTANG ANGKUTAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan telah mengatur

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8 No.1031, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. IMB. Bandar Udara. Pemberian dan Persetujuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 87 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci