BAB I PENDAHULUAN. pelacuran yang telah ada dan muncul berabad-abad yang lalu, sejalan dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pelacuran yang telah ada dan muncul berabad-abad yang lalu, sejalan dengan"

Transkripsi

1 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah perjudian sama halnya dengan patologi sosial lainnya seperti pelacuran yang telah ada dan muncul berabad-abad yang lalu, sejalan dengan sejarah perkembangan manusia itu sendiri. Perjudian di Indonesia punya latar belakang sejarah panjang, setidak-tidaknya sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya, dulu perjudian selalu terkait dengan dunia malam dan hiburan. Di bawah kekuasaan Belanda di Indonesia, judi berlangsung di tingkat karesidenen (setara kabupaten) dengan sebuah ordonansi yang dikeluarkan residen setempat. Walau dikatakan keberadaan perjudian sama dengan sejarah perkembangan manusia itu sendiri, tidak berarti kita melegitimasikan bahwa perbuatan itu harus dilakukan dan tetap dilegalkan, karena sejatinya perjudian itu merupakan kejahatan sekaligus perbuatan yang melanggar norma agama, moral, maupun hukum dan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang dapat merugikan kepentingan umum. Antisipasi atas kejahatan dan pelanggaran tersebut

2 14 diantaranya dengan memfungsikan instrumen hukum pidana secara efektif dan tepat melalui penegakan hukum (law enforcement). 2 2 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 2.

3 15 Pada dasarnya perjudian itu adalah suatu bentuk permainan dengan menggunakan taruhan yang bersifat untung-untungan, untuk mendapatkan kemenangan diperlukan pula keahlian bermain. Pemain yang kalah taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai. Hakekatnya perjudian merupakan masalah sosial yang buruk. Kemenangan yang dihasilkan dari perjudian tidak akan bertahan lama justru akan berakibat pada rusaknya karakter individu pelaku perjudian sekaligus dapat berdampak pada kehidupan sosial ekonominya. Ekses lebih lanjut antara lain sebagai berikut 3 : a. Mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor/dinas dan melakukan tindak pidana korupsi; b. Energi dan pikiran jadi berkurang, karena sehari-harinya didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu pendek; c. Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta selalu dalam keadaan tegang, tidak imbang; d. Pikiran menjadi kacau, sebab selalu digoda oleh harapan-harapan menentu; e. Pekerjaan jadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada keasyikan berjudi; f. Anak, isteri dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan; g. Hatinya jadi sangat rapuh, mudah tersinggung dan cepat marah, bahkan sering eksplosif meledak-ledak secara membabi buta; h. Mentalnya terganggu dan menjadi sakit, sedang kepribadiannya menjadi sangat labil; i. Orang lalu terdorong melakukan perbuatan kriminal, guna mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yang tidak terkendalikan. Orang mulai berani mencuri, berbohong, menipu, mencopet, menjambret, menodong, merampok, menggelapkan, memperkosa, dan membunuh untuk mendapatkan tambahan modal untuk berjudi. Akibatnya, angka kriminalitas naik dengan drastiss dan keamanan Kota serta daerahdaerah pinggiran jadi sangat rawan dan tidak aman; 3 Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid I, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, hal

4 16 j. Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena orang bersikap spekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius dalam usaha kerjanya; k. Diseret oleh nafsu judi yang berlarut, kuranglah iman kepada Tuhan, sehingga mudah tergoda tindak asusila; Kegiatan perjudian di Kota Sibolga masih tampak dibeberapa warung dimana pemilik warung menyediakan lapak permainan judi seperti permainan kartu (domino atau leng) dan dam batu yang dilakukan agar warung tersebut ramai pengunjung dan tentunya dagangan para pemilik warung menjadi laku. Keberadaan bandar dan agen-agen toto gelap (togel)/kim yang pada praktiknya masih berkeliaran menjalankan aktivitasnya juga menambah permasalahan perjudian di Kota Sibolga tersebut. Bentuk lain perjudian di Kota Sibolga sekarang telah berkedok permainan ketangkasan pada pusat perbelanjaan atau plaza yang menyediakan mesin-mesin permainan jackpot dengan pengawasan tersendiri dari pihak pengusaha, dimana pengunjung yang datang bermain menukarkan uang dengan koin yang sudah disediakan di lokasi permainan. Kemenangan yang bila didapat akan ditukarkan dengan bayaran uang diluar lokasi ketangkasan agar tidak mencurigakan. Seharusnya masyarakat malu dengan penyakit sosial yang penyebabnya sangat kompleks dan bersifat multidimensional ini, apalagi bila harus menelaah akibatnya yang demikian destruktif dan merusak. Sibolga-andalas Kepolisian Resort (Polres) Sibolga diminta agar segera menangkap pengusaha, yang menyediakan permainan judi ketangkasan berupa mesin jackpot di lantai III Aido Mini Plaza di Jalan Diponegoro Kecamatan Sibolga Sambas. Padahal, Kapolda Sumatera Utara dengan tegas menolak dan menginstruksikan kepada seluruh jajarannya untuk memberantas segala

5 17 bentuk aksi perjudian yang terjadi di daerah. Sama seperti judi togel, judi ketangkasan itu sesuai hukum tidak diperbolehkan. 4 Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian tidak ada dijelaskan secara rinci defenisi dari perjudian, hanya menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Namun dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesopanan Pasal 303 ayat (3) KUHP, yang dimaksud dengan permainan judi adalah tiap-tiap permainan, dimana kemungkinan untuk menang pada umumnya bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Dalam pengertian permainan judi termasuk juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya. Permainan judi sebelum adanya larangan yaitu sejak keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 tentang pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, faktor ijin menentukan permainan judi itu sebagai suatu kejahatan atau tidak. Apabila perjudian itu dilakukan dengan memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang maka permainan judi itu tidak dikatakan sebagai kejahatan tetapi apabila perjudian itu dilakukan tanpa ijin maka dianggap sebagai kejahatan dan merupakan pelanggaran hukum. Gubernur DKI Jakarta era 70-an Ali Sadikin yang pada masa itu membangun Ibukota Negara dengan uang hasil legalisasi judi dan prostitusi. Akan 4 diakses 17 Maret 2015 Pukul WIB.

6 18 tetapi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 segala perjudian tidak diperbolehkan lagi atau dihapus dan apabila ada perjudian dianggap illegal. Melihat beratnya ancaman hukuman yang tertuang dalam Peraturan perundang-undangan ternyata belum mampu memberantas praktik peruntungan nasib ini. Seiring dengan peradaban manusia perjudian tetap berkembang dan saat ini dapat digolongkan sebagai kejahatan terorganisasi dan sangat sulit untuk diberantas. Masyarakat modern banyak yang menganggap perjudian sebagai suatu rekreasi yang netral dan tidak mengandung unsur dosa, semakin mengembangkan macam-macam permainan yang disertai perjudian, dan menjadikan permainan tadi menjadikan aktivitas khusus yang bisa memberikan kegairahan, kesenangan dan harapan untuk menang. Suatu peraturan hukum sendiri harus selalu didukung oleh mekanisme yang baik, kuat dan dimotori oleh aparat-aparat penegaknya. Salah satu aparat penegak hukum tersebut adalah Kepolisian sebagai garda terdepan. Berdasarkan Undang-Undang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, polisi memiliki peran dan fungsi dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, salah satu wewenang Kepolisian adalah mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat yaitu yang salah satunya dapat dimaknai adalah perjudian.

7 19 Fenomena perjudian yang terjadi di wilayah Kota Sibolga menjadi perhatian serius pihak Kepolisian Resor Sibolga. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan agar perjudian tidak meresahkan masyarakat. Dalam penanganan masalah perjudian tersebut tentunya ada kebijakan dan peran yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Sibolga serta tidak terlepas dengan hambatan yang ditemui Kepolisian dalam penegakan hukum tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis dan menyusun penelitian skripsi yang berjudul: Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Kota Sibolga (Studi Pada Polres Sibolga). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, adapun permasalahan yang dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana pengaturan hukum positif terhadap tindak pidana perjudian di Indonesia? 2. Bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga? 3. Bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga?

8 20 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penelitian dan pembahasan terhadap suatu permasalahan sudah selayaknya memiliki tujuan dan manfaat sesuai dengan masalah yang dibahas. Maka yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terhadap tindak pidana perjudian. 2. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan dan peran Kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga. 3. Untuk mengetahui bagaimana hambatan Kepolisian dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga. Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Penulisan skripsi ini sebagai bahan kajian maupun masukan lebih lanjut terhadap pemahaman mengenai tindak pidana perjudian yang diharapkan menambah dan melengkapi pembendaharaan koleksi karya ilmiah serta membahas penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian. 2. Secara Praktis Penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi demi perkembangan ilmu pengetahuan serta masukan kepada Kepolisian

9 21 maupun aparat penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum terhadap tindak pidana perjudian yang terjadi di masyarakat. D. Keaslian Penulisan Keaslian penulisan skripsi ini adalah benar merupakan hasil karya dari pemikiran penulis sendiri. Setelah penulis melakukan browsing serta melalui tahap pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum /Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum USU tertanggal 25 Februari 2015 tidak ditemukan adanya judul skripsi yang sama, dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. Jika di kemudian hari ditemukan penelitian yang sama dan muncul permasalahan, maka penulis bersedia untuk mempertanggungjawabkannya baik secara moral maupun ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk mencapai atau menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat baik itu merupakan usaha pencegahan maupun pemberantasan atau penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum, dengan perkataan lain baik secara preemtif, preventif maupun represif. Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam

10 22 lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum mencakup proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri, upaya hukum, eksekusi, sedang penuntutan mencakup pra-penuntutan dan penuntutan sendiri Pengertian Tindak Pidana dan Perjudian a. Pengertian Tindak Pidana Pengertian Pidana dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah straf, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan hukuman. Pidana lebih tepat diterjemahkan dengan istilah hukuman, bukan hukum karena hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah recht. Pidana dapat juga diartikan sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau diberikan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum (sanksi) atas perbuatannya yang telah melanggar hukum pidana. 6 5 Soejono, Kejahatan & Penegakan Hukum di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal. 24.

11 23 Seperti kita ketahui bahwa undang-undang hukum pidana Indonesia dalam KUHP terbentuk sebagai warisan dari pemerintahan kolonial Belanda. dalam bahasa Belanda tindak pidana disebut dengan istilah straafbaarfeit, tetapi pembentukan undang-undang tidak memberi pengertian rinci mengenai straafbaarfeit tersebut. Ada dua unsur pembentuk kata straafbaarfeit, yaitu straafbaar dan feit. Kata straafbaar diartikan sebagai dapat dihukum sedangkan feit berarti sebagian dari kenyataan sehingga secara harafiah straafbaarfeit sebagai sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. Jika hal tersebut kita gunakan sebagai pengertian dari tindak pidana menurut bahasa Indonesia, sudah pasti tidak tepat karena yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi bukan kenyataan. Utrecht menerjemahkan istilah straafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, yaitu suatu perstiwa hukum (rechtfeit) yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Peristiwa dimaksud berasal dari perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum dan membawa akibat yang diatur oleh hukum dan oleh karenanya dapat dijatuhi hukuman. Simons merumuskan straafbaarfeit adalah 7 : Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Pompe mengemukakan bahwa straafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai : 8 7 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, PT Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal Ibid, hal. 6.

12 24 Pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. Mr. Moeljatno memberikan pengertian straafbaarfeit sebagai 9 : Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana, asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang), sedang ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan perbuatan. Unsur-unsur perbuatan pidana yaitu 1) Perbuatan manusia; 2) Memenuhi rumusan-rumusan dalam undang-undang (syarat formil); 3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil) 10 : Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam hal dapat dihukumnya suatu perbuatan pidana, yaitu harus terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana itu sendiri. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subyektif dan unsur objektif. Sama halnya dalam mengartikan strafbaarfeit tersebut diatas tidak ada keseragaman pemakaian arti strafbaarfeit, yang disebabkan karena beragamnya pengertian yang diciptakan para ahli hukum. Begitu juga mengenai unsur-unsur tindak pidana, tidak ada keseragaman pendapat para ahli hukum pidana. 9 Adami Chazawi, Op.cit, hal Evi Hartanti, Op.cit, hal. 7.

13 25 Unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur obyektif adalah semua unsur yang berasal dari luar keadaan batin manusia atau si pembuat, yakni semua unsur mengenai perbuatannya, akibat perbuatan, dan keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana. a. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur subyektif adalah: 1. Kesengajaan (dolus) Sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang ia perbuat atau dilakukan. KUHP tidak menerangkan mengenai arti atau definisi tentang kesengajaan atau dolus intent opzet. Tetapi M.v.T (Memorie van Toelichting) mengartikan kesengajaan sebagai menghendaki dan mengetahui. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1809 (Crimineel Wetboek) dijelaskan pengertian kesengajaan 11 : Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undangundang Kesengajaan harus memiliki ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu perbuatan yang dilarang, akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan bahwa perbuatan itu melanggar hukum. Dalam doktrin hukum pidana, dikenal ada tiga bentuk kesengajaan yaitu: Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal.

14 26 a. Kesengajaan sebagai maksud atau tujuan (opzet als oogmerk) Dalam arti ini akibat delik adalah motif utama untuk suatu perbuatan, yang seandainya tujuan itu tidak ada maka perbuatan tidak akan dilakukan. b. Kesengajaan sebagai keinsafan pasti (opzet bij zekerheidbewustzijn) Dalam hal ini ada kesadaran bahwa dengan melakukan perbuatan itu pasti akan terjadi akibat tertentu dari perbuatan itu. c. Kesengajaan sebagai keinsafan kemungkinan (opzet bij 2. Kelalaian (culpa) mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis. Dalam hal ini dengan melakukan perbuatan itu telah diinsyafi kemungkinan yang dapat terjadi dengan dilakukannya perbuatan itu. Dalam M.v.T (Memorie van Toelichting), yang memandang culpa sematamata sebagai pengecualian dolus sebagai tindakan yang lebih umum, mengajukan argumen untuk menerima unsur kesalahan sebagai bagian dari rumusan delik dengan alasan tanpa adanya kesengajaan, kepentingan menjamin keamanan orang maupun barang dapat terancam oleh ketidakhati-hatian orang lain. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan. Pasal 359 KUHP 12 : Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. 12 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar- Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1986, hal. 248.

15 27 Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia memberikan penjelasan mengenai kealpaan bahwa arti culpa adalah kesalahan pada umumnya, tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi. 13 Sedangkan Simons mengatakan bahwa umumnya kealpaan itu terdiri atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati melakukan suatu perbuatan, disamping dapat menduga akibat perbuatan itu. Namun meskipun suatu perbuatan dilakukan dengan hati-hati, masih mungkin juga terjadi sebuah kealpaan jika yang bebuat itu telah mengetahui bahwa dari perbuatan itu mungkin akan timbul suatu akibat yang dilarang undang-undang. 14 Kealpaan terdapat apabila seseorang tetap melakukan perbuatan itu meskipun ia telah mengetahui atau menduga akibatnya. Dapat diduganya akibat itu lebih dahulu oleh sipelaku adalah suatu syarat mutlak. Suatu akibat yang tidak dapat diduga lebih dahulu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebagai kealpaan. b. Adapun yang termasuk kedalam unsur-unsur obyektif dalam tindak pidana adalah: 1. Perbuatan yang melanggar hukum, yaitu terdiri dari perbuatan aktif atau 13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, hal Leden Marpaung, Op.cit, hal. 25.

16 28 perbuatan positif (act) dan perbuatan pasif atau perbuatan negatif, seperti mendiamkan atau membiarkan (omission); 2. Akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut dapat membahayakan kepentingan orang lain (result); 3. keadaan-keadaan tertentu yang melekat (sekitar) pada perbuatan dan objek tindak pidana. b. Pengertian Perjudian Judi atau permainan judi atau perjudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Permainan dengan memakai uang/barang berharga sebagai taruhan. 15 Berjudi ialah Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar dari pada jumlah uang atau harta semula. 16 Dalam bahasa Inggris judi ataupun perjudian dalam arti sempit artinya gambling yang artinya Betting; wagering. Result in either a gain or total loss of wager, the money or asset put up. Neither risk-taking nor investing, nor like insurance. Tetapi tidak termasuk dikatakan perjudian seperti investasi dan asuransi. 17 Sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 303 ayat (3) mengartikan judi (hazardspel) sebagai 18 : Tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja dan juga kalau 15 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hal Ibid diakses 7 April 2015 Pukul WIB. 18 R. Soesilo, Op.cit, hal. 222.

17 29 pengharapan itu jadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan pemainan. Termasuk juga main judi adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala permainan lainlainnya. Perjudian menurut Kartini Kartono adalah Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa, permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya Pengertian Kepolisian Sejarah keberadaan Kepolisian ditengah-tengah masyarakat Indonesia dahulu telah ada sejak zaman kerajaan Singosari dan Majapahit pada abad ke-13, dimana pasukan penegakan hukumnya disebut kesatuan Bhayangkara yang dipimpin oleh patih Gajah Mada yang bertugas melindungi raja dan kerajaan. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dua hari kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) membentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) dan di tanggal 21 Agustus 1945 Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin, Komandan Polisi di Surabaya memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia. Pengertian Polisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 20 : a. Badan pemerintahan yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum dan sebagainya); 19 Kartini Kartono, Op.cit, hal Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005, hal. 886.

18 30 b. Anggota Badan Pemerintah (Pegawai Negara) yang bertugas menjaga keamanan. Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kepolisian Negara ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum. Undang-Undang tersebut kemudian disempurnakan dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Negara yang rumusan ketentuan didalamnya masih mengacu kepada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dimana Kepolisian ini tergabung dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sehingga watak militernya terasa sangat dominan yang pada gilirannya berpengaruh kepada sikap perilaku pejabat kepolisian dalam pelaksanaan tugasnya dilapangan. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diharapkan makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya sehingga mencabut Undang-Undang yang lama dan memberlakukan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

19 31 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Polisi adalah alat negara yang berdasarkan Undang- Undang dan memiliki wewenang umum Kepolisian. Juga disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. F. Metode Penelitian Metode penelitian berisi uraian tentang metode atau cara yang penulis gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasional penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang penulis lakukan. Sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan untuk menjawab tujuan penelitian, maka dalam metode penelitian ini langkah-langkah yang dipergunakan sebagai berikut:

20 32 1. Spesifikasi Penelitian Pendekatan penelitian skripsi ini adalah menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif atau disebut juga penelitian hukum doktrinal. 21 Penelitian dilakukan dengan cara lebih dahulu meneliti Peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan perpustakaan hukum yang berhubungan dengan permasalahan. Pendekatan penelitian yuridis sosiologis juga digunakan dalam penyusunan skripsi ini yaitu dengan meneliti bagaimana penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian di wilayah Kota Sibolga. 2. Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan narasumber Polres Sibolga. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang-undangan, buku, situs internet, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Data tersier diperoleh melalui kamus untuk mendukung data primer dan data sekunder. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode pengumpulan data melalui: a. Penelitian Kepustakaan (library research) Merupakan suatu teknik mengidentifikasi isi dengan metode studi kepustakaan, metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data 21 Amiruddin dan H. Zainuddin Ali, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hal.118.

21 33 sekunder, yaitu mengumpulkan data berupa buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, peraturan perundang-undangan yang sesuai, data yang diperoleh dari riset di Polres Sibolga, dan lain sebagainya dengan membaca dan mengkaji bahan tersebut. b. Penelitian Lapangan (field research) Terhadap data lapangan (primer) teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara. Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan di lapangan. Penulis melakukan wawancara secara bebas namun berpedoman terhadap daftar pertanyaan yang telah disiapkan penulis sebelumnya, dan tanpa menutup adanya variasi yang disesuaikan dengan situasi informan pihak Kepolisian Resor Sibolga yaitu Ipda Polisi B.T. Sembiring, S.H. selaku Kaur Bin ops Sat Reskrim Polres Sibolga dan Briptu Polisi Dedy Frengky Purba, S.H. selaku Penyidik Pembantu Unit Pidana Umum Sat Reskrim Polres Sibolga. 4. Analisis Data Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif. Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. 22 Dalam hal ini penulis mengumpulkan, mempelajari, dan memahami data yang ada yang akan menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga menjawab permasalahan dalam skripsi ini. 22 H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 107.

22 34 G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dan membantu para pembaca yang ingin memahami skripsi ini, maka akan diuraikan secara singkat sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan tiap bab dibagi atas beberapa sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diatur mengenai pendahuluan sebagai uraian awal yang berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II PENGATURAN HUKUM POSITIF TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI INDONESIA Pada bab ini akan diuraikan bagaimana pengaturan tindak pidana perjudian dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan ini terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. BAB III KEBIJAKAN DAN PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA

23 35 Pada bab ini akan diuraikan bagaimana kejahatan perjudian di wilayah hukum Polres Sibolga dalam jangka waktu 3 tahun terakhir, serta upaya penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap tindak pidana perjudian baik melalui upaya preemtif, upaya preventif, upaya represif. BAB IV HAMBATAN KEPOLISIAN DALAM UPAYA PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH HUKUM POLRES SIBOLGA Pada bagian ini akan dibahas dalam melakukan pemberantasan perjudian banyak hambatan-hambatan yang di temui oleh Kepolisian di lapangan, hambatan-hambatan tersebut dapat berasal dari internal Polisi dan eksternal yaitu masyarakat. BAB V PENUTUP Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dimana akan diuraikan hal-hal yang sangat penting dari tulisan ini yang merupakan kesimpulan dari pembahasan terhadap permasalahan yang ada dalam skripsi ini, kemudian uraian dari skripsi ini ditutup dengan saran-saran yang bermanfaat bagi para pembaca.

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta kaidah hukum yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi permasalahan, banyaknya kasus yang ditemukan oleh aparat penegak hukum merupakan suatu bukti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1). dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI. WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi Pada Polres Sibolga) SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI. WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi Pada Polres Sibolga) SKRIPSI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERJUDIAN DI WILAYAH KOTA SIBOLGA (Studi Pada Polres Sibolga) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

LEMBAR WAWANCARA. 1. Kasus-kasus apa saja yang meresahkan dan mengganggu ketertiban

LEMBAR WAWANCARA. 1. Kasus-kasus apa saja yang meresahkan dan mengganggu ketertiban 111 LEMBAR WAWANCARA 1. Kasus-kasus apa saja yang meresahkan dan mengganggu ketertiban masyarakat yang sering terjadi dalam 3 (tiga) tahun terakhir di wilayah hukum Polres Sibolga? 2. Jenis perjudian apa

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara hukum (Recht staat) yang memberikan ruang tertinggi terhadap aturan yang bersifat positif. Hukum juga menjadi tolak ukur segala persoalan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan semuanya dapat tercapai apabila berpedoman pada peraturan-peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan masyarakat Indonesia. Pembangunan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang kejahatan seakan tidak ada habis-habisnya, setiap hari selalu saja terjadi dan setiap media massa di tanah air bahkan mempunyai ruang khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan masyarakat seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena selalu didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PERJUDIAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJUDIAN Perjudian merupakan suatu bentuk permainan yang telah lazim dikenal dan diketahui oleh setiap orang. Perjudian ini diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah

BAB I PENDAHULUAN. memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia bertindak dan bertingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pula pada dinamika kehidupan masyarakat. Perkembangan dalam kehidupan masyarakat terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Strafbaarfeit. Pidana adalah suatu reaksi atas delik (punishment) atau lembaga negara terhadap pembuat delik 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana, dalam bahasa belandanya adalah Strafbaarfeit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. perzinaan dengan orang lain diluar perkawinan mereka. Pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang melangsungkan perkawinan pasti berharap bahwa perkawinan yang mereka lakukan hanyalah satu kali untuk selamanya dengan ridho Tuhan, langgeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern, banyak menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif bagi pembangunan nasional dan sumber daya manusia. Sesuai mengikuti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Polres Sukoharjo) SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Jenis Kelamin. Umur : tahun

Jenis Kelamin. Umur : tahun 73 Nama Alamat Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan : : : : Umur : tahun : :. Berilah tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang saudara anggap sesuai dengan pendapat saudara, apabila jawaban

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN ) Oleh:

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN ) Oleh: 13 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN DI KOTA MAKASSAR (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI MAKASSAR TAHUN 2010-2013) Oleh: ANA ANNISA Mahasiswa Jurusan PPKn FIS Universitas

Lebih terperinci

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak

ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B , Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan Tindak ABSTRAK ACHMAD IMAM LAHAYA, Nomor Pokok B 111 09 315, Program Studi Hukum Pidana, Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin. Menyusun skripsi dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Penyertaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan-peraturan hukum yang telah ada di masyarakat wajib untuk ditaati karena berpengaruh pada keseimbangan dalam tiap-tiap hubungan antar anggota masyarakat. Kurangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang - I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Pengertian Tindak Pidana Tindak Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. positif dari pembangunan tersebut antara lain semakin majunya tingkat BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat, untuk itu pembangunan memerlukan sarana dan prasarana pendukung

Lebih terperinci

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE

JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE JURNAL PENELITIAN HUKUM / SKRIPSI UPAYA POLISI RESORT (POLRES) SLEMAN DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI PRAKTEK JUDI SEPAK BOLA ONLINE Disusun oleh : WISNU MURTI NPM : 08 05 09883 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif

BAB I PENDAHULUAN. atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaedah hukum yang berbentuk peraturan dibedakan menjadi peraturan atributif dan peraturan normatif. Peraturan hukum atributif ialah yang memberikan kewenangan

Lebih terperinci

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR

UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR UPAYA HUKUM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERJUDIAN TOGEL OLEH KEPOLISIAN DI POLRESTA DENPASAR Oleh I Ketut Adi Widhiantara I Wayan Suardana Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ada dan berkembang di dalam masyarakat. Perjudian itu merupakan. taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai 1.

BAB I PENDAHULUAN. telah ada dan berkembang di dalam masyarakat. Perjudian itu merupakan. taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam masyarakat sering terjadi perbuatan yang melanggar norma sosial, kesusilaan dan hukum. Salah satu perbuatan yang melanggar hukum adalah perjudian. Perjudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini kita sering mendegar dan melihat sejumlah berita di televisi yang menayangkan peristiwa-peristiwa kejahatan yang terjadi di masyarakat. Kejahatan-kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. laku yang melanggar undang-undang pidana. Oleh sebab itu setiap perbuatan yang 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat akan tercipta dari pembangunan yang baik dan merata bagi seluruh rakyat. Di Indonesia pembangunan yang dilakukan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Pasal 378, orang awam menyamaratakan Penipuan atau lebih. (Pasal 372 KUHPidana) hanya ada perbedaan yang sangat tipis. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Banyak orang, terutama orang awam tidak paham apa arti Penipuan yang sesungguhnya, yang diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 378, orang

Lebih terperinci