BAB I PENDAHULUAN. Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah daun tembakau dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah daun tembakau dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di dunia. Produk tembakau yang utama diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi, sehingga bagi beberapa negara termasuk Indonesia berperan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah melalui cukai (pajak), sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha tani dan pengolahan rokok). Tembakau adalah jenis komoditi yang dikenakan cukai oleh negara. Pemungutan cukai tembakau tersebut dilakukan dengan cara yang legal, didasarkan pada peraturan Perundang-Undangan. Industri Hasil Tembakau (IHT) secara umum merupakan penyumbang cukai terbesar di berbagai negara penghasil tembakau di dunia. Di Indonesia, industri rokok dari hasil tembakau menyumbang dengan nilai industri Rp 248 triliun, kontribusi pajaknya sangat besar mencapai Rp 131 triliun pada tahun 2015, artinya kontribusi pajak mencapai 52,7 persen. Sementara industri dan BUMN hanya mampu berkontribusi senilai 8,5 persen. Sebagai perbandingan dari rasio Cukai Hasil Tembakau (CHT) di berbagai negara, Indonesia paling tinggi 8,4 persen dibanding negara lain. Australia hanya sebesar 2,3 persen dan Singapura 2,1 persen. Berdasarkan 1

2 gambaran tersebut, maka pada dasarnya penerimaan cukai dari IHT berupa rokok memiliki potensi yang cukup besar dalam meningkatkan perannya sebagai salah satu sumber dana pembangunan. Hampir seluruh produksi daun tembakau digunakan untuk produksi rokok domestik dan produk-produk tembakau lainnya. Pendapatan negara melalui CHT diterima dengan cara menerapkan cukai terhadap IHT. Penerimaan negara dari CHT yang dibuat di Indonesia dibagikan kepada provinsi penghasil CHT dan provinsi penghasil tembakau sesuai dengan kriteria tertentu. Pemberian dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pemerintah daerah pada saat sekarang diberikan kewenangan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dijelaskan bahwa, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan. Artinya, pemerintah daerah mempunyai kewenangan menentukan penggunaan dana untuk berbagai program kegiatan. Diharapkan dengan adanya peraturan tentang otonomi daerah, pemerintah daerah mengetahui permasalahan yang ada di masyarakat serta dapat segera menentukan prioritas utama permasalahan yang dibutuhkan masyarakat. 2

3 Salah satu bentuk dana yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah ialah dana perimbangan. Dana perimbangan adalah dana yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebagai salah satu bentuk timbal balik atas kontribusi pemerintah daerah terhadap pemasukan negara, tujuan dari pemberian dana perimbangan yaitu agar terjadi keadilan dalam hal pembagian hasil pengolahan dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam yang menghasilkan pemasukan keuangan negara. Salah satu wujud dari dana perimbangan adalah dana bagi hasil, yaitu dana yang didapatkan pemerintah daerah dari bagi hasil sumber pajak dan dana bagi hasil sumber daya alam. Salah satu dana bagi hasil bersumber dari pajak adalah dana bagi hasil cukai hasil tembakau. Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH-CHT adalah bagian dari anggaran transfer ke daerah dalam belanja negara, dibagikan kepada provinsi penghasil CHT dan provinsi penghasil tembakau berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kegiatan sesuai dengan prioritas kebutuhan daerah. Menurut Pasal 66A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 54/PUU-VI/2008 Tahun 2008, diatur bahwa penerimaan negara dari CHT yang dibuat di Indonesia dialokasikan sebesar 2% (dua persen) kepada provinsi penghasil cukai hasil tembakau dan provinsi penghasil tembakau. Dalam Peraturan 3

4 Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.07/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan DBH-CHT dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi DBH- CHT, digunakan untuk mendanai kegiatan: peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan IHT, pembinaan sosial, sosialisasi di bidang cukai, dan pemberantasan barang kena cukai ilegal. Dalam PMK tersebut dijelaskan kegiatan sesuai dengan pengembangan industri di sektor tembakau dan penanggulangan dampak yang ditimbulkan dari rokok. Apabila terindikasi adanya penyalahgunaan alokasi DBH-CHT dapat diberikan sanksi administratif berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran DBH-CHT. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) walaupun bukan sentra IHT namun demikian pertumbuhan daerah dari industri tembakau rata-rata meningkat secara signifikan. Ini berarti provinsi DIY berkontribusi terhadap pemasukan pemerintah pusat dan memiliki potensi pada bidang industri pengolahan tembakau menjadi produk yang biasa dikenal dengan rokok. Pendapatan DIY dari cukai hasil tembakau dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir menempati posisi lima besar dari provinsi penerima DBH-CHT di Indonesia. Pada tahun 2009, lima provinsi penerima terbesar tersebut meliputi: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Barat. Pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, meliputi: Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 4

5 Provinsi DIY sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2015 terus mengalami kenaikan penerimaan DBH-CHT yang relatif stabil. Realisasi penerimaan DBH-CHT di DIY dari tahun 2009 sebesar Rp ,- pada tahun 2010 sebesar Rp ,- pada tahun 2011 sebesar Rp ,- pada tahun 2012 sebesar Rp ,- pada tahun 2013 sebesar Rp ,- pada tahun 2014 sebesar Rp ,- dan pada tahun 2015 realisasinya sebesar Rp ,-. DBH-CHT merupakan salah satu potensi besar dalam peningkatan pendapatan daerah, dilihat dari tingkat pengalokasiannya yang terus bertambah. Pengalokasian DBH-CHT dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi DIY diharapkan mampu meningkatkan pendapatan daerah dari cukai hasil tembakau serta sejalan untuk mendanai kegiatan berkaitan dengan pengembangan di sektor tembakau. Pengalokasian harus didasarkan kepada karakteristik daerah dan penggunaan untuk setiap kegiatan harus jelas agar pemanfaatannya tepat guna. Selama ini kepala daerah di DIY mengalami kesulitan dalam menggunakan DBH-CHT dikarenakan belum ada ketentuan yang mengatur hal tersebut. Ketentuan penggunaan DBH-CHT sudah jelas tercantum dalam PMK dan peruntukannya sudah sesuai untuk mendanai kegiatan berkaitan dengan pengembangan di sektor tembakau. Hanya saja ketentuan penggunaan PMK saat ini masih bersifat umum terkait belum ada aturan yang mengatur penggunaan untuk mendanai kegiatan sesuai dengan 5

6 karakteristik daerah dan besaran persentase alokasi dana yang diperuntukan untuk mendanai kegiatan agar mempermudah kepala daerah dalam mengalokasikan dana. Selain itu, selama ini hukum pelaksanaan penggunaan DBH-CHT dari pemerintah pusat dinilai longgar dan sanksi masih berupa penghentian penyaluran DBH-CHT, sehingga rawan terjadi penyalahgunaan dana. Sebagai contoh kasus yang terjadi di NTB mengenai penyimpangan pada penyaluran DBH-CHT sejak tahun 2010 hingga saat penulisan ini kasusnya masih berlarut-larut dan masih dalam penanganan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. Penyimpangan terhadap penggunaan DBH-CHT secara normatif merupakan penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan DBH-CHT terlebih hingga merugikan negara. Hal tersebut secara normatif masuk kategori tindak pidana korupsi. Sehingga, seharusnya sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang DBH-CHT adalah sanksi pidana, bukan sanksi administratif. Maka wajar bila para pejabat eksekutif daerah tidak merasa terlalu khawatir ketika keliru manafsir aturan tersebut dalam setiap tingkatan pelaksanaannya. Penelitian ini penting dilakukan ditinjau seberapa besar pemanfaatan DBH-CHT di DIY sebagai dana publik agar pengalokasiannya sesuai, penggunannya tepat sasaran, dan tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan DBH-CHT. Maka penulis ingin membahas lebih jauh laporan studi lapangan dalam bentuk Tugas Akhir dengan judul 6

7 ANALISIS PENGALOKASIAN DAN PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka muncul pertanyaan sebagai rumusan masalah penelitian yaitu: 1. Bagaimana Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta mengalokasikan dan menggunakan DBH-CHT tahun 2015 dilihat dari pemanfaatannya untuk mendanai kegiatan sesuai dengan karakteristik daerah? 2. Apakah terjadi penyimpangan alokasi DBH-CHT di DIY tahun 2015? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu: 1. Untuk mengetahui pengalokasian dan penggunaan DBH-CHT di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 dengan memperhatikan karakteristik setiap daerah. 2. Untuk mengetahui pengelolaan DBH-CHT di DIY apakah terindikasi adanya penyimpangan di tahun Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Diploma Tiga (D3) untuk memperoleh gelar Ahli Madya dalam bidang Akuntansi, dan juga menambah wawasan dan pengetahuan penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti 7

8 perkuliahan di Departemen Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada. 2. Bagi Instansi Terkait Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan penambah wawasan bagi pihak-pihak terkait dengan permasalahan, dengan demikian diharapkan dapat menentukan kebijakan dengan tepat. Hasil kajian diharapkan dapat menjadi masukan dan kebijakan pemerintah daerah agar mampu menciptakan kestabilan dan keadilan bagi masyarakat termasuk petani tembakau dan IHT. 3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran atau studi banding bagi mahasiswa atau pihak yang melakukan penelitian sejenis. Disamping itu, guna meningkatkan keterampilan, memperluas wawasan yang akan membentuk mental mahasiswa sebagai bekal memasuki dunia kerja. 1.5 Kerangka Penulisan Berdasarkan latar belakang, maka dapat dibuat kerangka konseptual untuk memudahkan alur dalam penelitian mengenai pengalokasian dan penggunaan DBH-CHT di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun Diawali dengan penerimaan DBH-CHT di DIY TA 2015, dalam pengalokasian dan penggunaan DBH-CHT didasarkan kepada bagaimana peluang DBH-CHT di DIY untuk mendanai kegiatan berkaitan pengembangan di sektor tembakau, dengan memperhatikan karakteristik 8

9 daerah, yaitu penghasil CHT dan penghasil tembakau. Penulis ingin meneliti pengalokasian dan penggunaan DBH-CHT di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mendanai kebutuhan dan prioritas daerah. Dengan mengetahui hasil analisis diharapkan dapat mengetahui jumlah alokasi dan ketepatan dalam penggunaan dana. Penerimaan DBH-CHT Alokasi Dana Penggunaan Dana Penghasil CHT Penghasil Tembakau Gambar 1.1 Bagan Kerangka Penulisan 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini terdiri dari beberapa bab, yaitu sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini membahas beberapa unsur, antara lain: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka penulisan, dan sistematika penulisan Tugas Akhir. 9

10 BAB II : GAMBARAN UMUM PENULISAN Bab ini terdiri dari empat bagian: pertama, penulis akan menguraikan deskripsi dari topik penulisan. Kedua, berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitianpenelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama. Ketiga, mengenai teori yang digunakan untuk mendekati permasalahan yang diteliti. Landasan teori ini berisi teoriteori sebagai hasil dari studi pustaka. Keempat, metode penelitian yang menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta jenis dan/atau sumber data. BAB III : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data penelitian dan penjelasan tentang hasil dari analisis. BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang dua hal yaitu, simpulan yang berisi tentang kesimpulan-kesimpulan yang langsung diturunkan dari analisis pada bagian sebelumnya, dan saran yang diberikan penulis untuk instansi pemerintahan sesuai dengan pembahasan. 10

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan kesejahteraan umum bagi rakyat Indonesia. Perlu. kepada eksekutif untuk kesejateraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demi terciptanya pembangunan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia perlu adanya dana perimbangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Pembagian. Provinsi. Penghasil.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Pembagian. Provinsi. Penghasil. No.464, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Cukai. Tembakau. Pembagian. Provinsi. Penghasil. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.07/2009 TENTANG DASAR PEMBAGIAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 66/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.112, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. DBH. Cukai Hasil Tembakau. Alokasi Sementara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI SEMENTARA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 78 TAHUN 2013 TAHUN 2012 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN PERHITUNGAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH-CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 71 A TAHUN 201356 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI DEFINITIF DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN, PENGGUNAAN, DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 WALIKOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI GUBERNUR JAMBI,

GUBERNUR JAMBI GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 37 TAHUN 2010 TENTANG PEMBAGIAN/PENETAPAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU PROVINSI JAMBI TAHUN 2011 GUBERNUR JAMBI, MENIMBANG : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN DAN PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU PROVINSI JAMBI TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH-CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.772, 2011 PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197/PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN PERHITUNGAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH-CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/ KOTA DI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU (DBH-CHT) PROVINSI BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 83 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASILTEMBAKAU DI KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2011 Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala

2017, No Peraturan Menteri Keuangan tentang Rincian Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang Dialokasikan dala BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1466, 2017 KEMENKEU. Dana Bagi Hasil. TA 2017. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.07/2017 TENTANG RINCIAN KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL MENURUT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 5/A, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah memberikan wewenang kepada daerahnya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah memberikan wewenang kepada daerahnya untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah memberikan wewenang kepada daerahnya untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai

Lebih terperinci

kenegaraan maupun kebijakan perekonomian. Pada era reformasi saat ini membawa perubahan paradigma sistem pemerintahan nasional, dari sistem

kenegaraan maupun kebijakan perekonomian. Pada era reformasi saat ini membawa perubahan paradigma sistem pemerintahan nasional, dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pemerintahan orde baru menjadi pemerintahan reformasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1998 membawa dampak yang besar dalam sistem kenegaraan maupun kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. pada meningkatnya dana yang dibutuhkan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran. pemerintah di bidang pembangunan dan kemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya volume pembangunan dari tahun ke tahun dan ditambah dengan naiknya populasi penduduk dan kebutuhan hidup merupakan masalah dan beban pembangunan yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1326, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Bagian Daerah. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 231 /PMK.07/2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Bab VI tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa Pembagian daerah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. finansial Pemerintah Daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi pemerintah merupakan salah satu bentuk organisasi non profit yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat umum berupa peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia ini senantiasa tidak terlepas dari sumber penerimaan pajak yang dapat diandalkan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa Barat berdasarkan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Kota Serang menjadi Pusat pemerintahannya.

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS SALINAN BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL

UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAGA EFEKTIVITAS DANA BANTUAN SOSIAL ABSTRAK LRA LKPP Tahun 2013 melaporkan hasil realisasi belanja Pemerintah sebesar Rp1.137,1 triliun yang diantaranya merupakan Belanja Bantuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah sendiri. Hal ini berarti bahwa daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kebijakan otonomi daerah mulai dilaksanakan secara penuh pada Januari 2001. Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan (urusan) dari pemerintah

Lebih terperinci

DINAMIKA PENGELOLAAN DANA TRANSFER DAN PINJAMAN DAERAH

DINAMIKA PENGELOLAAN DANA TRANSFER DAN PINJAMAN DAERAH DINAMIKA PENGELOLAAN DANA TRANSFER DAN PINJAMAN DAERAH Kendari, 28 Nopember 2017 Disampaikan Oleh: Plt. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 201256 TAHUN 2012 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU BAGIAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGGUNAAN DAN PENETAPAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU PROVINSI JAMBI TAHUN 2012 GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 24 TAHUN 2017

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 24 TAHUN 2017 SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010

Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan. 11/PMK.07/ Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Peraturan pelaksanaan Pasal 159 Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 11/PMK.07/2010 25 Januari 2010 Mulai berlaku : 25 Januari 2010 Tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran Ketentuan

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 34 TAHUN 2017

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 34 TAHUN 2017 SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 127 TAHUN 2016 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 47 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1469, 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN. Anggaran. Transfer. Pelaksanaan. Pertanggungjawaban. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2013 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

2016, No ditentukan penggunaannya dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan uang daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

2016, No ditentukan penggunaannya dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan uang daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud No.1935, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Kas Sisa Transfer Ke Daerah. Dana Desa. TA 2016. Pemanfaatan Sementara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192/PMK.07/2016 TENTANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA

KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA KEBIJAKAN PENGANGGARAN DANA PERIMBANGAN DALAM APBD 2017 DAN ARAH PERUBAHANNYA DIREKTORAT FASILITASI DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 22 TAHUN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. Salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber utama penerimaaan negara yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dalam berbagai bidang. Sesuai dengan otonomi daerah, yaitu setiap

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASl DANA BAGI HASIL CUKAl HASIL TEMBAKAU (DBH-CHT) PROVINSl BALI DAN KABUPATEN/KOTA DI BALI TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanju No.287, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. DAU Non Tunai. DBH. Konversi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PMK.07/2017 /PMK.07/2015 TENTANG KONVERSI PENYALURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBAGIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN SITUBONDO TAHUN ANGGARAN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.07/2009 TENTANG PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN TRANSFER KE DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimban g : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat BAB I PENDAHULUAN I.7 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, antara lain untuk menciptakan kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1570, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Bagi Hasil. Pajak. Alokasi. Perkiraan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 202/PMK.07/2013 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan daerah di Indonesia mengalami perubahan seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah, Indonesia menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI tahun 1945, pemerintah daerah berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

Lebih terperinci

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN

11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN 11/PMK.07/2010 TATA CARA PENGENAAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN DI BIDANG PAJAK DAERAH DAN Contributed by Administrator Monday, 25 January 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Selama 2 (dua) bulan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan (PL) pada

BAB V PENUTUP. Selama 2 (dua) bulan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan (PL) pada BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Selama 2 (dua) bulan melaksanakan kegiatan Praktik Lapangan (PL) pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, penulis banyak mendapatkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 20/PMK.07/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 84/PMK.07/2008 TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dewasa ini Lembaga Pemerintah di Indonesia memang lebih terkesan sebagai lembaga politik dari pada lembaga ekonomi. Akan tetapi sebagaimana bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi juga merupakan indikator pencapaian pembangunan nasional. akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting bagi pemerintah pusat maupun daerah. Desentralisasi merupakan tujuan untuk mempercepat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa Pajak Rokok merupakan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY

Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Pengalokasian, Penyaluran dan Pelaporan Dana Keistimewaan DIY Disampaikan Oleh : Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan DJPK Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, maka peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin penting. Otonomi daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah) dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. penulis mengambil tema mengenai Pajak Daerah, khususnya Pajak Reklame.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. penulis mengambil tema mengenai Pajak Daerah, khususnya Pajak Reklame. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan suatu kegiatan penerapan ilmu yang diperoleh mahasiswa dibangku perkuliahan pada suatu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 2 SERI A TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA CIREBON TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menempuh babak baru dalam kehidupan masyarakatnya dengan adanya reformasi yang telah membawa perubahan segnifikan terhadap pola kehidupan baik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa agar pengelolaan dana bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah baik ditingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 13 TAHUN 2014 T E N T A N G ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS DAN TATA CARA PENETAPAN BESARAN ALOKASI DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa (UU No. 06 Tahun 2014) pada tanggal 15 Januari tahun 2014, pengaturan tentang Desa mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari terwujudnya

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DI PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat ini potensi yang ada masih terus digali. Pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi Indonesia, UUD 1945, telah mengatur bahwa negara Indonesia adalah tipe negara yang berbentuk welfare state modern (negara kesejahteraan modern) yang mewajibkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN UMUMM PENGGUNAAN DAN PENETAPAN ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU PROVINSI JAMBI TAHUN 2013 GUBERNUR JAMBI,

Lebih terperinci