BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organization (WHO), bencana adalah: (1) Sebuah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organization (WHO), bencana adalah: (1) Sebuah"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. KONSEP BENCANA 1.1 Definisi Bencana Menurut World Health Organization (WHO), bencana adalah: (1) Sebuah gangguan serius dari berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang menyebabkan kerugian manusia, material, kerugian ekonomi atau lingkungan yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terkena tersebut untuk mengatasinya dengan menggunakan sumber dayanya sendiri; (2) Situasi atau peristiwa, yang melampaui kapasitas lokal sehingga memerlukan bantuan eksternal pada tingkat nasional maupun internasional; (3) Sebuah istilah yang menggambarkan suatu peristiwa yang dapat didefinisikan secara spasial dan geografis, tetapi menuntut pengamatan untuk menghasilkan bukti. Ini menyiratkan interaksi dari stresor eksternal dengan komunitas manusia. Istilah ini digunakan dalam seluruh kegiatan sebagai respon untuk mengurangi terjadinya resiko (WHO, 2014). 1.2 Jenis-Jenis Bencana Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007, antara lain: (1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor; (2) Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian 9

2 10 peristiwa non-alam, berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit; (3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar-kelompok atau antar-komunitas masyarakat dan teror (BNPB, 2012). Indonesia terletak di daerah dengan tingkat aktivitas gempa bumi tinggi, hal tersebut sebagai akibat bertemunya tiga lempeng tektonik utama dunia, yakni Samudera India-Australia di sebelah selatan, Samudera Pasifik di sebelah timur dan Eurasia, dimana sebagian besar wilayah Indonesia berada di dalamnya. Pergerakan relatif ketiga lempeng tektonik tersebut dan dua lempeng lainnya, yakni laut Philipina dan Carolina mengakibatkan terjadinya gempa-gempa bumi di daerah perbatasan pertemuan antar lempeng dan juga menimbulkan terjadinya sesar-sesar regional yang selanjutnya menjadi daerah pusat sumber gempa (BMKG, 2013). Menurut Tanjung dan Kamtini (2005), gempa bumi adalah getaran di tanah yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi. Gempa bumi yang kuat dapat menyebabkan kerusakan besar pada gedung, jembatan dan bangunan lain termasuk korban jiwa. 1.3 Respon Individu Terhadap Bencana Perilaku yang diperlihatkan individu yang mengalami bencana sangat bervariasi. Hal ini dipengaruhi oleh persepsi terhadap kejadian, sistem pendukung yang dimiliki dan mekanisme koping yang digunakan. Terdapat tiga tahapan reaksi emosi yang dapat terjadi setelah bencana, yaitu: (1) Reaksi individu segera

3 11 (24 jam pertama) setelah bencana dapat berupa tegang, cemas, panik, terpaku, linglung, syok, tidak percaya, gembira atau euforia, tidak terlalu merasa menderita, lelah, bingung, gelisah, menangis, menarik diri dan merasa bersalah. Reaksi ini masih termasuk reaksi normal terhadap situasi yang abnormal dan memerlukan upaya pencegahan primer; (2) Minggu pertama sampai ketiga setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan: ketakutan, waspada, sensitif, mudah marah, kesulitan tidur, khawatir, sangat sedih. Reaksi positif yang masih dimiliki: berharap atau berpikir tentang masa depan, terlibat dalam kegiatan menolong dan menyelamatkan, menerima bencana sebagai takdir. Kondisi ini masih termasuk respons normal yang membutuhkan tindakan psikososial minimal; (3) Lebih dari tiga minggu setelah bencana. Reaksi yang diperlihatkan dapat menetap dan dimanifestasikan dengan kelelahan, merasa panik, kesedihan terus berlanjut, pesimis, menarik diri, berpikir tidak realistis, tidak beraktivitas, isolasi, kecemasan yang dimanifestasikan dengan palpitasi, pusing, letih, mual, sakit kepala (Keliat, Akemat, Helena, Nurhaeni, 2011). Rice (Fahrudin, 2005 dalam Sunardi 2007) menjelaskan tiga periode bencana secara umum, yaitu: (1) Periode impak (impact periode) biasanya berlangsung selama kejadian bencana. Pada periode ini, korban selalu diliputi perasaan tidak percaya dengan apa yang dialami. Periode ini berlangsung singkat; (2) Periode penyejukan suasana (recoil periode) biasanya berlangsung beberapa hari setelah kejadian. Pada periode ini, tampak bahwa para korban mulai merasakan diri mereka lapar dan mencari bekal makanan untuk dimakan. Mereka tidak memahami bagaimana mereka harus memulihkan keadaan dan mengganti

4 12 harta benda mereka yang hilang; (3) Periode post traumatik (post-trauma period) biasanya berlangsung lama, bahkan sepanjang hayat. Periode ini berlangsung tatkala korban bencana berjuang untuk melupakan pengalaman yang berupa tekanan, gangguan fisiologi, dan psikologi akibat bencana yang mereka alami. Hal ini berarti bencana selalu menyisakan masalah, bahkan untuk jangka lama. 2. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA 2.1 Definisi Psikologi Perkembangan Psikologi perkembangan merupakan cabang ilmu psikologi yang menelaah pelbagai perubahan intra-individual dan perubahan-perubahan inter-individual yang terjadi di dalam perubahan intra-individual. Psikologi perkembangan mempelajari perubahan-perubahan perilaku menurut tingkat usia dari pembuahan sampai akhir hayat sebagai masalah hubungan antesenden (gejala yang mendahului) dan konsekuensinya (Hurlock, 1980). 2.2 Psikologi Perkembangan Anak Masa anak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan dan saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Periode anak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu periode awal kanak-kanak (usia pra-sekolah) yang berlangsung dari usia 2-6 tahun dan periode akhir kanakkanak (usia sekolah) dari 6-13 tahun (Hurlock, 1980). Menurut Yusuf (2011), pengalaman yang terjadi pada masa anak mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembangan berikutnya.

5 13 Karakteristik perkembangan yang terjadi pada usia anak, yaitu: a. Perkembangan Fisik Pertumbuhan fisik mengikuti pola yang dapat diramalkan meskipun sejumlah perbedaan dapat terjadi. Selama awal masa kanak-kanak, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dan seimbang hingga mencapai akhir masa kanak-kanak dimana terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun sebelum anak menjadi matang secara seksual. Kesehatan dan gizi serta ketegangan emosional dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik. Anak yang tenang tumbuh lebih cepat dari anak yang mengalami gangguan emosional, meskipun gangguan emosional lebih banyak mempengaruhi berat dan tinggi. b. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak usia pra-sekolah berada pada periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan (berkhayal) dan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata atau kejadian. Sedangkan pada anak usia sekolah, daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal). Piaget menamakannya sebagai masa operasi konkret, masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir berkaitan dengan dunia nyata.

6 14 c. Perkembangan Emosi Selama awal masa kanak-kanak emosi sangat kuat. Saat ini merupakan saat ketidakseimbangan karena anak-anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Pada masa akhir kanakkanak, umumnya merupakan periode yang relatif tenang dan berlangsung sampai mulainya masa puber. Anak laki-laki pada setiap umur mengungkapkan emosinya dipandang lebih sesuai dengan jenis kelaminnya sedangkan anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut, khawatir, dan perasaan kasih sayang, yaitu emosi-emosi yang dipandang sesuai dengan peran seksnya. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu amarah, takut, cemburu, ingin tahu (curiosity), iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. d. Perkembangan Kepribadian Dengan berjalannya periode awal masa kanak-kanak, anak semakin banyak berhubungan dengan teman sebayanya. Sikap dan cara teman-teman memperlakukannya mulai membawa pengaruh dalam konsep diri. Pengaruh tersebut dapat mendorong atau melawan dan bertentangan dengan pengaruhpengaruh dari keluarga. Pada masa akhir kanak-kanak, lingkungan sosial anak semakin luas sehingga semakin mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Akibatnya, anak harus sering kali memperbaiki konsep diri (Hurlock, 1980).

7 Psikologi Perkembangan Remaja World Health Organization (WHO) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut. Remaja adalah suatu masa di mana: (1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksualnya; (2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa; (3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2010). Rentang usia remaja berlangsung dari umur tahun, yaitu usia matang secara hukum. Rentang usia remaja ini dibagi lagi menjadi dua periode, yaitu awal masa remaja (13-16 tahun) dan akhir masa remaja (17-18 tahun) (Hurlock, 1980). Karakteristik perkembangan yang terjadi pada usia remaja, yaitu: a. Perkembangan Fisik Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat masa puber berakhir, dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Terdapat penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan internal (sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin, jaringan tubuh) lebih menonjol daripada perkembangan eksternal (tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks).

8 16 b. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget, perkembangan kognitif masa remaja sudah mencapai tahap operasi formal. Remaja secara mental telah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Dengan kata lain berpikir operasi formal lebih bersifat hipotesis dan abstrak serta sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah daripada berpikir konkret. c. Perkembangan Emosi Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Namun, ketegangan emosi yang meninggi terutama dikarenakan anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Meskipun demikian, adanya badai dan tekanan dalam periode ini akan berkurang menjelang berakhirnya awal masa remaja. d. Perkembangan Sosial Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan tingginya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial baru, nilainilai dalam persahabatan, nilai-nilai dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai dalam seleksi pemimpin.

9 17 e. Perkembangan Kepribadian Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian yang berpengaruh pada konsep diri. Beberapa diantaranya sama dengan kondisi pada masa anak-anak, tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik psikologis yang terjadi selama masa remaja. Remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian ideal terhadap cara mereka menilai kepribadian mereka sendiri. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil cenderung mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 1980). 3 POST TRAUMATIC STRESS DISORDER (PTSD) 3.1 Definisi PTSD Gangguan stres pasca trauma atau disingkat dengan trauma psikologis merupakan istilah lain dari Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Pada tahun 1980, untuk pertama kalinya ciri-ciri sindroma trauma psikologis yang dialami oleh para veteran perang Vietnam diterima sebagai suatu diagnosa oleh American Psychiatric Association dengan sebutan Post Traumatic Stress Disorder dan dimasukkan dalam buku pedoman gangguan mental Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder atau DSM (Yule dkk., 1999; Parkinson, 2000; Nurrachman, 2002 dalam Sulistyaningsih, 2009). Pengertian PTSD dapat dipahami dari definisi yang ditetapkan oleh National Center for Post Traumatic Stress Disorder (NCPTSD), yaitu suatu

10 18 gangguan psikiatris yang terjadi setelah dialaminya peristiwa yang mengancam seperti menyaksikan kejadian-kejadian serangan militer, bencana alam, serangan teroris, kecelakaan serius, atau serangan kekerasan lainnya seperti pemerkosaan. Orang yang terkena gangguan PTSD sering mengalami kembali kejadian-kejadian melalui mimpi buruk atau bayangan kilas balik, sulit tidur, dan merasa terpisah atau terasing. Gejala-gejala ini dapat berlangsung lama serta bertambah berat sehingga akan mengganggu kehidupan sehari-hari orang tersebut (Sulistyaningsih, 2009). Menurut Zlonick dkk. (2001 dalam Chandra, 2009), Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. PTSD kemungkinan bertahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pengalaman traumatis dan mungkin tidak muncul sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatis (Nevid J dkk., 2002 dalam Chandra, 2009). Hal serupa diungkapkan oleh Darmono S dkk. (2008 dalam Chandra, 2009) bahwa PTSD merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat yang sangat mengganggu kualitas hidup dan apabila tidak ditangani dengan benar dapat berlangsung kronis atau menahun dan berkembang menjadi stres pasca trauma yang kompleks. Sadock & Sadock (2007), menyebutkan bahwa PTSD dapat berlangsung sampai dengan jangka waktu 30 tahun. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan, PTSD merupakan gangguan kejiwaan akibat mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis yang

11 19 mengancam keselamatan hidup seseorang dimana gejalanya dapat berlangsung lama dan bertambah berat, sehingga berdampak pada kualitas hidup seseorang. 3.2 Penyebab Terjadinya PTSD Stresor atau peristiwa traumatik adalah penyebab utama dalam perkembangan Post Traumatic Stress Disorder (Schiraldi, 2000; Sadock & Sadock, 2007). Stresor ini dapat bersumber dari bencana alam atau peristiwa yang melibatkan peran manusia. Peristiwa yang bersumber dari bencana alam dapat berupa gempa bumi, banjir, badai, tanah longsor dan berbagai macam bencana alam lainnya. Sedangkan peristiwa kekerasan yang melibatkan peran manusia dan dapat menimbulkan trauma, yaitu perang, kejahatan politik, penculikan, kejahatan kriminal, pemerkosaan, kekejaman dalam rumah tangga dan berbagai bentuk kekejaman lainnya (Sulystyaningsih, 2009). Menurut Sadock & Sadock (2007), tidak semua orang akan mengalami PTSD setelah suatu peristiwa traumatik. Walaupun stresor diperlukan, namun stresor tidak cukup untuk menyebabkan gangguan. Respon terhadap peristiwa traumatik harus melibatkan rasa takut intens atau horor. Selain itu, perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang sudah ada sebelumnya pada diri individu seperti, faktor biologis, faktor psikososial dan peristiwa yang dialami individu sebelum dan sesudah trauma. Psychodynamic factors. Ego klien telah mengalami trauma berat, sering dirasakan sebagai ancaman terhadap integritas fisik atau konsep diri. Hal ini menyebabkan ansietas berat yang tidak dapat dikendalikan oleh ego dan

12 20 dimanifestasikan dalam bentuk prilaku simtomatik. Karena ego menjadi rentan, super ego dapat menghukum dan menyebabkan individu merasa bersalah terhadap kejadian traumatik tersebut. Id dapat menjadi dominan, menyebabkan perilaku impulsif tidak terkendali (Yosep, 2011). Menurut Sadock & Sadock (2007), faktor psikodinamika PTSD diantaranya, yaitu: (1) Peristiwa traumatik tersebut mengingatkan individu terhadap peristiwa traumatis masa lalunya; (2) Ketidakmampuan untuk meregulasi pengaruh yang disebabkan oleh trauma; (3) Somatisasi dan alexithymia mungkin menjadi salah satu efek samping dari trauma; (4) Kurangnya kemampuan mekanisme pertahanan (penolakan, kurangnya pemecahan masalah, pengingkaran, disosiasi, dan rasa bersalah); (5) Keterhubungan/seberapa dekat hubungan antara pelaku kejadian trauma seperti penolong, pelaku dan korban. Cognitive-Behavioral factors. Dari segi kognitif, orang-orang yang terkena dampak PTSD tidak dapat memproses atau merasionalisasikan kejadian trauma yang dialami. Mereka terus mengalami stres dan berusaha untuk menghindari sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa tersebut. Dari segi model perilaku (behavioral), PTSD menekankan dua fase dalam perkembangannya. Pertama, melalui classic conditioning dimana trauma/peristiwa traumatis menimbulkan respons ketakutan yang berpasangan dengan stimulus (pemandangan, bau, suara, tempat) yang berkaitan dengan peristiwa tersebut sehingga dapat memicu reaksi-reaksi fisiologis ataupun psikologis. Kedua, terjadi sebagai hasil pembelajaran dari kejadian trauma yang dialaminya dimana individu

13 21 mengembangkan pola perilaku menghindar terhadap stimulus yang berkaitan dengan trauma (Sadock & Sadock, 2007). Biological factors. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pada beberapa penderita PTSD terjadi hiperaktivitas dari noradrenergic, endogenous opiate systems serta hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA). Selain itu, ditemukan adanya peningkatan aktivitas dan respons dari sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan gangguan tidur (Sadock & Sadock, 2007). 3.3 Faktor Resiko PTSD Ketika dihadapkan dengan trauma yang luar biasa, kebanyakan orang bisa saja tidak mengalami gejala PTSD. Namun sebaliknya peristiwa atau kejadian biasa dapat menimbulkan gejala PTSD pada sebagian besar orang. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor resiko yang berperan apakah seseorang akan mendapatkan PTSD atau tidak. Faktor-faktor resiko tersebut, yaitu: adanya trauma masa kecil, seseorang yang memiliki gangguan kepribadian (seperti: borderline, paranoid, ketergantungan atau anti-sosial), sistem dukungan dari keluarga atau teman sebaya yang tidak memadai, jenis kelamin: perempuan, kerentanan genetik terhadap penyakit jiwa, perubahan kehidupan yang penuh dengan stres/tekanan, persepsi locus of control eksternal dan asupan alkohol yang berlebihan (Sadock & Sadock, 2007).

14 PTSD Pada Anak dan Remaja PTSD dapat terjadi pada anak dan remaja, tetapi kebanyakan penelitian lebih berfokus pada orang dewasa. Dalam DSM-IV-TR, PTSD pada anak-anak menggambarkan gejala seperti kejadian mimpi yang berulang, mimpi buruk, dan gejala fisik seperti sakit perut dan sakit kepala (APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007). Pada kelompok usia anak dan remaja, gejala yang ditampilkan memang tidak selalu sama dengan orang dewasa. Cara dimana anak mengingat kembali dan memanifestasikan perasaan mereka terkait dengan peristiwa traumatis kemungkinan akan berbeda pada orang dewasa. Gejala PTSD sangat bervariasi pada kalangan anak-anak dan remaja tergantung pada peristiwa traumatis itu sendiri, tingkat keparahan, durasi, dan usia perkembangan anak pada saat trauma (Anderson, 2005). Anak kemungkinan tidak menyadari telah mengalami gejala PTSD, karena gejala yang dirasakan disimpulkan sebagai penyakit biasa, seperti kehilangan nafsu makan, sering sakit kepala, perut kembung, dan sesak napas (Idrus, 2011). Anak-anak sering menampilkan gejala mereka melalui permainan, gambar dan/atau cerita, atau mungkin menunjukkan kekhawatiran secara tidak langsung terkait peristiwa tersebut dengan kecemasan dan ketakutan yang berlebihan (APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007; Perrin dkk., 2000 dalam Anderson, 2005). Anak-anak dan remaja biasanya memperlihatkan perilaku seperti impulsif dan tidak perhatian yang memiliki pengaruh negatif terhadap prestasi akademik mereka, menarik diri dari pergaulan sosial, menggunakan narkoba, kenakalan remaja dan menunjukkan perilaku regresif seperti enuresis,

15 23 encopresis, mengisap ibu jari dan takut tidur sendirian (Sadock & Sadock, 2007; Armsworth & Holaday, 1993 dalam Anderson, 2005). Anak-anak juga merasa bahwa masa depannya suram, berlangsung singkat serta berkurangnya harapan untuk dapat menjalani hidup dengan normal, menikah, memiliki karir serta terjadi penurunan minat pada kegiatan/aktivitas yang sebelumnya dilakukan (APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007; Anderson, 2005). Tingkat PTSD pada anak cukup tinggi akibat terpajan peristiwa yang mengancam jiwa seperti pertempuran atau perang, penculikan, penyakit parah atau terbakar, transplantasi sumsum tulang, dan sejumlah bencana alam maupun buatan manusia. Dalam situasi tertentu, hingga 90 persen anak-anak akan mengembangkan gangguan tersebut. Namun pada umumnya, PTSD tidak dianggap serius dan dianggap remeh pada anak-anak dan remaja (Sadock & Sadock, 2007). Faktor risiko pada anak meliputi faktor-faktor demografis (misalnya, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi), peristiwa kehidupan (positif dan negatif), sosial dan budaya, komorbiditas psikiatri, dan strategi mekanisme koping yang digunakan. Dari faktor keluarga (misalnya, psikopatologi orangtua dan fungsional, status perkawinan, dan pendidikan) memainkan peran kunci dalam menentukan gejala pada anak (Sadock & Sadock, 2007). Morison dan Anders (2001), mengungkapkan bahwa reaksi/tanggapan yang ditunjukkan orang tua maupun anggota keluarga lainnya terhadap peristiwa traumatik dapat juga mempengaruhi terbentuknya PTSD pada anak.

16 Kriteria Diagnosik PTSD Mengacu kepada Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder, 4 th edition Text Revision (DSM-IV-TR) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association, menjelaskan tanda dan gejala PTSD yang mencakup: A. Individu harus pernah terpapar pada suatu stresor/peristiwa traumatik dimana kedua hal berikut dialami: 1. Seseorang yang mengalami, menyaksikan, atau menghadapi bahaya yang mengancam hidupnya, kematian, luka parah, atau ancaman serius bagi diri sendiri atau orang lain. 2. Respon individu meliputi ketakutan, ketidakberdayaan (catatan: pada anak-anak hal ini mungkin diperlihatkan dalam perilaku yang tidak teratur atau berantakan dan tidak tenang atau gelisah). B. Mengalami kembali peristiwa traumatis (re-experiencing symptoms) melalui satu atau lebih gejala di bawah ini: 1. Teringat kembali akan kejadian trauma menyedihkan yang dialaminya yang bersifat mengganggu, berupa gambaran, pikiran, persepsi (catatan: pada anak-anak hal ini dimunculkan kembali pada permainan). 2. Mimpi buruk yang berulang tentang peristiwa trauma yang dialaminya (catatan: pada anak-anak terdapat mimpi yang menakutkan tanpa adanya isi yang dapat diketahui maksudnya). 3. Mengalami kilas balik trauma (merasa seakan kejadian trauma yang dialaminya terjadi kembali, ilusi, halusinasi) (catatan: pada anak-anak kejadian traumatis secara spesifik dapat terlihat).

17 25 4. Tekanan psikologis yang kuat jika dihadapkan pada hal-hal internal dan eksternal yang menyerupai kejadian traumatis. 5. Adanya reaksi fisik jika dihadapkan pada hal-hal internal dan eksternal yang menyerupai kejadian traumatis. C. Menghindari secara persisten stimulus yang berkaitan dengan trauma dan mematikan perasaan atau tidak berespon terhadap suatu hal (sebelum trauma masih berespon (avoidance symptoms). Gejala ini meliputi tiga atau lebih hal di bawah ini: 1. Kemampuan untuk menghindari pikiran, perasaan, percakapan yang berhubungan dengan kejadian trauma. 2. Kemampuan menghindari aktivitas, tempat, orang yang dapat membangkitkan kembali kenangan akan trauma yang dialaminya. 3. Ketidakmampuan mengingat aspek penting dari peristiwa trauma yang dialaminya. 4. Ketertarikan dan minat untuk berpartisipasi dalam peristiwa penting berkurang. 5. Merasa terasing dari orang di sekitarnya. 6. Terbatasnya rentang emosi ( contoh: tidak dapat merasakan cinta) 7. Perasaan bahwa masa depannya suram (misalnya, berkurangnya harapan untuk dapat menjalani hidup dengan normal, menikah, memiliki karir, memiliki anak). D. Gejala hiperarousal yang persisten (tidak ada sebelum trauma) meliputi dua atau lebih gejala di bawah ini:

18 26 1. Sulit untuk memulai tidur/ sulit mempertahankannya. 2. Mudah marah dan meledak-ledak emosinya. 3. Sulit berkonsentrasi. 4. Hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan). 5. Reaksi kaget yang berlebihan. E. Durasi dari gangguan ( gejala di kriteria B, C, D) lebih dari sebulan. F. Gangguan/gejala diatas ini menyebabkan kecemasan dan gangguan fungsional dalam berhubungan sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya. Spesifikasi: Acute: Gejala berlangsung sampai 3 bulan Cronic: Gejala berlangsung lebih dari 3 bulan With delayed onset: gejala dimulai sedikitnya 6 bulan setelah ada stresor. Sebagian besar literatur yang membahas PTSD pada anak-anak menyoroti keterbatasan penggunaan kriteria DSM-IV-TR untuk mendiagnosis anak dengan PTSD. Kriteria diagnosis PTSD dibuat untuk orang dewasa dan tidak sepenuhnya semua kriteria di atas dapat dipergunakan bagi anak-anak. Anak-anak memiliki keterbatasan dalam kemampuan verbalnya dan memiliki cara yang berbeda dalam bereaksi terhadap stres. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak mungkin tidak memenuhi kriteria DSM-IV-TR secara penuh meskipun secara jelas anak tersebut memiliki gangguan psikiatri yang analog dengan PTSD pada orang dewasa (Anderson, 2005). Oleh karena itu, selain menggunakan DSM-IV-TR sebagai pedoman dalam mendiagnosis PTSD pada anak, tahap perkembangan anak juga perlu untuk dipertimbangkan (Tumanggor, 2013).

19 27 Menurut National Institute of Mental Health (NIMH, 2008), reaksi yang diperlihatkan anak-anak terhadap trauma, yaitu: Anak usia 5 tahun. Anak-anak dalam rentang usia ini dapat bereaksi dengan cara: menunjukkan ekspresi wajah ketakutan, melekat terus pada orang tua atau pengasuh (takut terpisah/sendirian), menangis, menjerit, merintih, gemetar, tidak mau bergerak (freezing) atau kaku, timbul gejala regresif, yaitu mengalami kemunduran perkembangan yang sudah dikuasai anak, mengisap jempol, mengompol dan takut gelap. Reaksi anak-anak sangat dipengaruhi oleh reaksi orang tua terhadap trauma tersebut. Anak usia 6-11 tahun, bereaksi dengan cara: mengisolasi diri, mengalami gangguan tidur, mimpi buruk, tingkah laku yang agresif seperti mudah marah dan emosi yang meledak-ledak, waspada berlebihan, terjadi perubahan tingkah laku/mood/kepribadian, perkelahian, sulit berkonsentrasi di sekolah yang dapat berpengaruh terhadap prestasi akademik, menolak/menghindari ke sekolah, mengeluhkan badannya terasa sakit (gejala somatik), merasa ketakutan dan tertekan, merasa bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian traumatik yang dialaminya, kemunduran dalam berhubungan dengan orang lain (mati rasa), post traumatic play (secara kompulsif melakukan berbagai jenis permainan yang berkaitan dengan peristiwa traumatik), melakukan pekerjaan rumah/sekolah dengan buruk. Anak usia tahun. Anak-anak dalam rentang usia ini memiliki berbagai reaksi, seperti: flashback, menghindari stimulus yang berkaitan dengan trauma, menggunakan narkoba, alkohol, perilaku anti-sosial, berlaku kasar dan

20 28 tidak sopan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku destruktif, adanya keluhan fisik, kehilangan minat dalam melakukan aktivitas, mengalami gangguan tidur seperti mimpi buruk atau masalah tidur lainnya, menarik diri dari pergaulan sosial, depresi, kebingungan, keinginan untuk mengakhiri hidup, merasa bersalah atas peristiwa yang terjadi dan memiliki hasrat untuk balas dendam atas peristiwa yang dialaminya. 3.6 Jenis-Jenis PTSD Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) terbagi atas tiga jenis, yaitu: (1) PTSD akut, yaitu dimana tanda dan gejalanya terjadi pada rentang waktu 1-3 bulan. Namun, biasanya berakhir dalam kurun waktu satu bulan. Jika dalam waktu lebih dari satu bulan, individu tersebut harus segera menghubungi pelayanan kesehatan terdekat; (2) PTSD kronik, yaitu dimana tanda dan gejalanya berlangsung lebih dari tiga bulan dan jika tidak ada treatment yang dilakukan maka dapat bertambah berat sehingga akan mengganggu kehidupan sehari-hari orang tersebut; (3) PTSD with delayed onset, walaupun sebenarnya tanda dan gejala PTSD muncul pada saat setelah trauma, ada kalanya tanda dan gejalanya baru muncul minimal enam bulan bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa traumatik itu terjadi. Hal ini timbul pada saat memperingati hari kejadian traumatis tersebut atau bisa juga karena individu mengalami kejadian traumatis lain yang akan mengingatkan dia terhadap peristiwa traumatis masa lalunya (APA, 2000; Sadock & Sadock, 2007; Ross, 1999 dalam Erwina, 2010).

21 Penanganan PTSD Penanganan bagi individu yang mengalami PTSD adalah psikoterapi, obatobatan atau kombinasi keduanya. Setiap individu berbeda, sehingga pengobatan yang bekerja untuk satu orang mungkin tidak bekerja bagi orang lain. Beberapa orang perlu mencoba melakukan perawatan yang berbeda untuk menemukan mana yang dapat mengurangi gejala yang dialami (NIMH, 2008). Psikoterapi merupakan suatu terapi bicara yang dilakukan oleh seorang profesional kesehatan mental untuk mengobati penyakit mental. Psikoterapi dapat dilakukan pada individu atau secara berkelompok yang biasanya berlangsung 6-12 minggu atau lebih. Adanya dukungan dari keluarga maupun teman terdekat merupakan bagian penting selama terapi dilakukan. Salah satu bentuk psikoterapi yang dianggap lebih efektif untuk mengatasi PTSD, yaitu Cognitive Behavior Therapy (CBT) (NIMH, 2008). CBT merupakan suatu bentuk psikoterapi yang menekankan pentingnya peran pikiran yang dapat mempengaruhi alam perasaan dan perilaku individu (Sulystyaningsih, 2009). Bentuk-bentuk Cognitive Behavior Therapy (CBT), yaitu: (1) Exposure therapy, merupakan terapi yang membantu orang menghadapi dan mengendalikan rasa takut mereka. Bentuk terapi ini menggunakan imaginasi tentang trauma, menulis atau mengunjungi tempat dimana peristiwa itu terjadi yang disajikan secara hati-hati, berulang, dan terinci dalam situasi yang aman dan terkontrol; (2) Cognitive restructuring, merupakan terapi yang membantu orang memahami kenangan buruk. Terkadang mereka mungkin merasa bersalah atau malu tentang apa yang bukan kesalahan mereka. Terapis membantu orang dengan PTSD

22 30 melihat apa yang terjadi dengan cara yang realistis; (3) Stress inoculation training, merupakan terapi yang mencoba untuk mengurangi gejala PTSD dengan mengajarkan cara mengontrol ketakutan dan kecemasan yang dialami, seperti mengajarkan teknik relaksasi (NIMH, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Catani pada tahun 2009 (dalam Tumanggor, 2013) pada anak-anak korban tsunami di Srilangka, menyebutkan exposure therapy dan meditation relaxation dapat dilakukan pada anak-anak dengan latar belakang bencana yang sama. Anak-anak yang terlibat dalam penelitian ini diajarkan dan dilatih meditasi-relaksasi dengan teknik pernapasan. Meditasi-relaksasi ini dapat dipraktekkan di rumah dengan dukungan orang tua. Exposure therapy, merupakan bentuk terapi yang dilakukan dengan cara meminta anak-anak menuliskan tentang bencana yang dialami untuk mengeksplorasi lebih lanjut tentang perasaan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% anak-anak dapat pulih kembali. Studi lain yang dilakukan oleh Catani dkk. dan didukung oleh studi yang dilakukan oleh Van Der Oord dkk. pada tahun 2009 (dalam Tumanggor, 2013), mengamati 23 anak usia 8-18 tahun yang mengalami peristiwa traumatik berat menggunakan Cognitive Behavioural Writing Therapy (CBWT). Anak-anak diminta untuk menuliskan sesuatu dan orang tua mereka mengamati perilaku anak tersebut di rumah. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan depresi setelah pengobatan selama enam bulan dan gejala PTSD dapat diminimalkan. Namun, alat ini mungkin tidak sesuai untuk anak-anak prasekolah karena keterbatasan dalam baca tulis, untuk itu pada anak prasekolah dapat digunakan

23 31 pedoman National Collaborating Centre for Mental Health (2005). Pedoman ini memberikan tuntutan ke dalam kerangka intervensi psikologis melalui metode bermain dan menggambar untuk membantu anak-anak berfokus pada apa yang terjadi dan bagaimana perasaan mereka (Tumanggor, 2013). Pilihan alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengobati anak-anak dengan PTSD, yaitu: mengajarkan strategi atau cara mengontrol kecemasan misalnya, relaksasi pernapasan, bermain peran, pendidikan dan beberapa teknik distraksi. Penelitian oleh Carrion dkk. tahun 2002 dan Scheeringa tahun 2006 (dalam Tumanggor, 2013), menyarankan psikoterapi juga diberikan untuk anakanak yang tidak memenuhi kriteria PTSD, namun mengindikasikan atau menunjukkan adanya gangguan dan penurunan fungsional. Hal ini penting untuk mencegah anak-anak mengembangkan gangguan tersebut menjadi lebih berat. Untuk pengobatan atau psikofarmaka, menurut Sadock & Sadock (2007) dan NIMH (2008) ada beberapa jenis pengobatan yang dapat digunakan untuk penderita PTSD, yaitu: (1) Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti Sertraline (Zoloft) dan Paroxetine (Paxil), dianggap sebagai pengobatan lini pertama yang efektif untuk mengurangi gejala-gejala PTSD. Kedua obat ini merupakan anti-depresan yang juga digunakan untuk mengobati depresi. Efek samping yang mungkin ditimbulkan seperti sakit kepala, mual, sulit tidur dan agitasi; (2) Imipramin (Tofranil) dan Amitriptyline (Evavil), merupakan antidrepesant trisilik untuk pengobatan PTSD. Namun anti-depresan ini tidak merupakan pilihan utama karena memiliki banyak efek samping dibandingkan dengan anti-depresan lainnya; (3) Obat-obatan lain yang dapat digunakan, yaitu:

24 32 monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) (seperti Phenelzine [Nardil]), Trazodone (Dsyrel), dan anti-convulsants (seperti Carbamazepine [Tegretol], Valproate [Depakene]). 3.8 Diagnosa Keperawatan untuk PTSD Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul akibat PTSD menurut Yosep (2011) dan Wilkinson (2005), yaitu: sindrom pasca trauma, ansietas, ketidakberdayaan, potensial membahayakan diri/orang lain, inefective koping, berduka. Tindakan keperawatan secara generalis menurut Wilkinson (2005), yaitu: (1) Behavior management: membantu klien mengurangi perilaku kasar atau tindakan memutilasi diri sendiri; (2) Coping enhancement: membantu pasien untuk beradaptasi terhadap stresor, perubahan yang dirasakan, atau ancaman yang mengganggu untuk memenuhi tuntutan hidup dan peran; (3) Counseling: menggunakan proses bantuan interaktif yang memfokuskan pada kebutuhan, masalah atau perasaan pasien, dan juga pada orang yang berarti bagi klien untuk meningkatkan koping, pemecahan masalah dan hubungan interpersonal; (4) Financial resources assistance: membantu individu dan keluarga untuk mengelola keuangan sehingga memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan klien; (5) Impuls control training: membantu pasien untuk mengatasi perilaku impulsif melalui penerapan strategi pemecahan masalah untuk situasi sosial dan interpersonal; (6) Security enhancement: meningkatkan rasa keamanan fisik dan psikologis klien; (7) Support system enhancement: fasilitasi dukungan kepada klien melalui keluarga, teman dan komunitas.

25 33 Menurut Yosep (2011), tindakan keperawatan pada klien dengan PTSD, antara lain: diskusikan persepsi klien tentang apa yang menyebabkan ansietas, bantu klien mengidentifikasi perasaan yang dialami dan berfokus bagaimana kopingnya, anjurkan klien untuk membuat tulisan tentang perasaannya, faktor yang mencetuskan, perilaku yang berkaitan, bantu klien untuk mengidentifikasi faktor jika mulai terjadi perasaan tidak berdaya dan hilangnya pengendalian diri, gali tindakan yang dapat digunakan klien selama periode stres (napas dalam, berhitung sampai 10, meninjau situasi, menyusun ulang), tingkatkan keterlibatan dalam program latihan/aktivitas dan olahraga, evaluasi adanya destruktif diri atau perilaku bunuh diri, izinkan klien mengekspresikan perasaan secara bebas, dan identifikasi orang-orang yang dapat mendukung klien.

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER

PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER PTSD POSTTRAUMATIC STRESS DISORDER Pembimbing: dr.ira Savitri Tanjung, Sp.KJ (K) Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha Periode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA MAKALAH DISKUSI TOPIK GANGGUAN STRES PASCA TRAUMA Disusun oleh: NUR RAHMAT WIBOWO I11106029 KELOMPOK: VIII KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Adhyatman Prabowo, M.Psi Adhyatman Prabowo, M.Psi SOLO,2011 KOMPAS.com Beberapa korban bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, mengaku masih mengalami trauma. Korban masih merasa takut

Lebih terperinci

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Pembimbing : Dr. Prasilla, Sp KJ Disusun oleh : Kelompok II Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta cemas menyeluruh dan penyalahgunaan zat. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di kota-kota besar tiap tahunnya menyebabkan kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat.

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER POST TRAUMATIC STRESS DISORDER 1. Definisi Gangguan stress pasca trauma merupakan sindrom kecemasan, labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stress fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2014 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual,

Lebih terperinci

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA Letkol Laut (K/W) drg. R. Bonasari L.T, M.Si Dikum Terakhir : Magister Sains Psikologi UI Jakarta Dikmil Terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti. longsoran yang terjadi di dasar laut (BMKG, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tsunami berasal dari bahasa Jepang, terbentuk dari kata tsu yang berarti pelabuhan dan nami yang berarti gelombang. Berdasarkan terminologi, pengertian tsunami adalah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini berbagai bencana terjadi di Indonesia. Dimulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang hingga letusan gunung merapi. Semua bencana tersebut tentu saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

PENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah:

PENYEBAB. Penyebab Obsesif Kompulsif adalah: Penyakit Obsesif-Kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah gagasan, khayalan atau dorongan yang berulang, tidak diinginkan dan mengganggu, yang tampaknya konyol, aneh atau menakutkan.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat. ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis multi dimensi yang melanda masyarakat saat ini telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko

BAB I PENDAHULUAN. dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah HIV di Indonesia telah berkembang dari sejumlah kasus kecil HIV dan memasuki tahap epidemis dengan beberapa sub-populasi beresiko tinggi yang memiliki angka

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Oleh: Cinintya Dewi, YAYASAN PULIH Untuk Pemulihan dari Trauma dan Penguatan Psikososial Yayasan Pulih 2011 Sekilas program Jurnalisme dan Trauma

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM Kartika Adhyati Ningdiah 10508117 Latar Belakang Masalah Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologi, dan sosial, yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi perilaku, yaitu bagaimana prestasi kerja yang ditampilkan oleh individu baik proses maupun hasilnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Workplan POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Oleh: RIDHA MAWADDAH 0907101010116 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA/BLUD RUMAH SAKIT JIWA BANDA ACEH 2014 POST TRAUMATIC STRESS DISORDER Definisi Posttraumatic

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014) Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1 Minggu ke-1 (18 Desember 2014) 1. Gambaran situasi Situasi gawat darurat bencana tanah longsor di Desa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

Social Anxiety Disorder (Social Fobia)

Social Anxiety Disorder (Social Fobia) Materi ini merupakan salah satu Bahan kuliah online gratis Bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa Dan perawat pendamping Social Anxiety Disorder (Social Fobia) Oleh: TirtoJiwo, Juni 2012 TirtoJiwo

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Dalam masa ini, remaja itu berkembang kearah kematangan seksual, memantapkan identitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. ( Yosep, 2007 ). Harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang mengalami kondisi stress dalam dirinya yang dapat menimbulkan gangguan jiwa. Temuan WHO menunjukkan,

Lebih terperinci

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ GASTROINTESTINAL Maria Inez Devina Siregar 11.2013.158 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa RS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah 1 BAB Ι PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari sejarah kehidupan bangsa setelah merdeka. Pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dikembangkan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder, 4th edition) adalah perilaku atau sindrom psikologis klinis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan

Lebih terperinci