BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 3 Oktober 2009, Pemerintah Republik Indonesia telah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 3 Oktober 2009, Pemerintah Republik Indonesia telah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tanggal 3 Oktober 2009, Pemerintah Republik Indonesia telah mensahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Materi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup termasuk kedalam ruang lingkup hukum lingkungan. Hukum lingkungan adalah juga bagian dari hukum yang berhubungan dengan lingkungan fisik dan yang dapat diterapkan terhadap penegakan atau penanggulangan masalah-masalah pencemaran, pengurasan dan penyerangan. Hukum lingkungan mengandung ketentuan-ketentuan bagi perilaku masyarakat untuk mencegah atau menanggulangi masalah-masalah lingkungan. Perbuatan kaidahnya melalui dua cara. Langsung dengan menetapkan perintah-perintah dan laranganlarangan dan secara tidak langsung, karena hukum lingkungan memberikan peraturan-peraturan atas dasar mana organ-organ penguasa dapat merumuskan kaidah-kaidah warganya lebih lanjut. 1 1 Siti Sundari Rangkuti, Lampiran Pada Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Kerjasama Hukum Indonesia-Belanda, 1992), hlm. 2-3.

2 Selanjutnya hukum lingkungan memberikan, untuk bertindaknya penguasa untuk kepentingan lingkungan, peraturan-peraturan hukum dalam bentuk ketentuanketentuan yang menciptakan kewenangan. 2 Perundang-undangan lingkungan terutama terdiri dari perundang-undangan pokok (kaderwetgeving). 3 Ciri khas dari perundang-undangan pokok membawa serta bahwa untuk daya kerja undang-undang lingkungan sejumlah pokok bahasan harus diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri atau peraturan dari penguasa-penguasa yang lebih rendah. Akibatnya ialah bahwa, pelaksanaan perundang-undangan lingkungan, berada baik di tangan penguasa rendahan/(propinsi, Kabupaten/Kotamadya dan para pengelola kualitas air) maupun di tangan penguasa kerajaan. 4 Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat berbagai aspek hukum diantaranya Hukum Administrasi Negara (HAN) yang terdiri dari Pasal 4 sampai kepada Pasal 82 yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Hal ini juga terjabar dalam berbagai bentuk peraturan, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Dari ketentuan-ketentuan diatas, segi hukum administrasi (bestuur recht) berkaitan dengan peran Pemerintah untuk memberikan perizinan pendirian usaha dan melakukan langkah pengamanan atau upaya yang bersifat preventif untuk mematuhi 2 Ibid., hlm Ibid. 4 Ibid., hlm. 3-4.

3 persyaratan-persyaratan lingkungan dan memberikan sanksi administrasi terhadap pelanggaran atas perizinan lingkungan yang telah diberikan, dan gugatan administrasi. Perizinan adalah suatu contoh yang baik tentang berbarengnya fungsi instrumental dan normatif dari hukum lingkungan. Segi instrumental dari perizinan antara lain terdiri dari hal bahwa kebijaksanaan lingkungan dilaksanakan dengan perantaraan perizinan itu. Perizinan adalah suatu alat untuk menstimulasi perilaku yang baik untuk lingkungan atau untuk mencegah perilaku yang tidak dikehendaki. Segi normatif dari perizinan adalah bahwa hukum menentukan peraturan-peraturan mana yang dapat kita cakupkan untuk dipakai bagi suatu perizinan. Kaidah-kaidah hukum lingkungan memperoleh isi yang konkrit karena pemberian izin dan karena mengkaitkan peraturan-peraturan pada perizinan itu. 5 Ada bermacam-macam bentuk pengaturan secara langsung dalam hukum lingkungan, yang paling bersifat pencegahan adalah larangan kecuali izin. 6 Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 7 Perizinan diatur dalam pasal 36 s/d 41, menetapkan sebagai berikut : 5 Ibid., hlm Ibid., hlm Pasal 1 butir 35 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4 Pasal 36 dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa : (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL. (3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. (4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya Pasal 37 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa : (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL. (2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan apabila : a. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi.

5 b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL, atau c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (2), izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara. 8 Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat. 9 Ketentuan di atas merupakan pelaksanaan atas keterbukaan informasi, dengan adanya pengumuman memungkinkan peran serta masyarakat, khususnya yang belum menggunakan kesempatan dalam prosedur keberatan, dengar pendapat, dan lain-lain dalam proses pengambilan keputusan. Izin lingkungan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan, dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 9 Pasal 39 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 10 Syamsul Arifin, Hukum Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia, (Jakarta : P.T. Sofmedia, 2012), hlm. 108.

6 Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehingga perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain. Mendayagunakan berbagai ketentuan hukum, baik hukum administrasi, hukum perdata, maupun hukum pidana, diharapkan selain akan menimbulkan efek jera juga akan meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan tentang betapa pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup demi kehidupan generasi masa kini dan masa depan. 11 Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup dalam hal ini tidak hanya tentang teknis administrasi (prosedur, waktu dan biaya) sebagaimana dipahami oleh aparat pemerintahan selama ini. Namun juga berkaitan dengan aspek substansi perizinan bidang lingkungan hidup itu sendiri. Sebagai suatu sistem, berdasarkan UU-PPLH perizinan lingkungan hidup harus didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup 11 Mas Achmad Santoso, Good Governance & Hukum Lingkungan, (Jakarta : ICEL, 2001), hlm. 234.

7 Strategis (KLHS), rencana tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). 12 Berkaitan dengan keterpaduan perizinan, Pasal 123 UUPPLH menyatakan, bahwa segala izin di bidang lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini ditetapkan. Izin dalam ketentuan ini, misalnya izin pengolahan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke sumber air. 13 Mencermati ketentuan-ketentuan berkaitan dengan perizinan dalam hal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, pada satu sisi, yang dimaksudkan adalah izin lingkungan sebagai syarat mendapat izin usaha dan/atau kegiatan (sektoral). Jika terdapat kaitan yang erat antara izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan. Kedudukan AMDAL sendiri merupakan syarat memperoleh izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan merupakan satu kesatuan sistem perizinan dalam UUPPLH. 14 Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak 12 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hlm Ibid., hlm Ibid.

8 lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 15 Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 16 Klasifikasi Bahan Berbahaya Beracun (B3) menurut karakteristiknya adalah sebagai berikut : mudah meledak (explosive), 2. pengoksidasi (oxidizing), 3. sangat mudah sekali menyala (extremely flammable), 4. sangat mudah menyala (highly flammable), 5. mudah menyala (flammable), 6. amat sangat beracun (extremely toxic), 7. sangat beracun (highly toxic), 8. beracun (toxic), 9. berbahaya (harmfull), 10. korosif (corrosive), 11. bersifat iritasi (irritant), 12. berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), 13. karsinogenik (carcinogenic), 15 Pasal 1 butir 21 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 16 Pasal 1 butir 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 17 Syamsul Arifin, op.cit., hlm. 119.

9 14. teratogenik (teratogenic), 15. mutagenik (mutagenic). Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan. 18 Kewajiban untuk melakukan pengelolaan B3 merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup yang berupa terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup mengingat B3 mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan dampak negatif. 19 Adapun kewajiban-kewajiban Pengelola B3 adalah sebagai berikut : 20 Penghasil, yaitu : a. Wajib mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, b. Wajib meregristrasikan B3 yang diproduksi, c. Wajib membuat MSDS (Material Safety Data Sheet), d. Wajib mengemas setiap B3 sesuai klasifikasinya serta memberi simbol dan label, e. Wajib memiliki tempat penyimpanan yang memenuhi syarat, f. Wajib melengkapi sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3, g. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, h. Wajib menanggulangi kecelakaan dan keadaan darurat, 18 Pasal 1 butir 23 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 19 Syamsul Arifin, op.cit., hlm Ibid.

10 i. Wajib menyampaikan laporan kegiatan. Penyimpan, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, b. Wajib memiliki MSDS, c. Wajib mengemas setiap B3 sesuai klasifikasinya dan memberikan simbol dan label, d. Wajib memiliki sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3, e. Wajib melakukan penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat, f. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, g. Wajib menyampaikan laporan kegiatan, Pengguna, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, b. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, c. Wajib memiliki MSDS, d. Wajib memasang simbol dan label sesuai klasifikasinya, e. Wajib melakukan penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat, f. Wajib memiliki prosedur penanganan dan keadaan darurat, g. Wajib menyampaikan laporan. Pengangkut, yaitu: a. Wajib mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan, b. Wajib memilik MSDS,

11 c. Wajib menggunakan sarana yang layak operasi, d. Wajib mengemas B3 sesuai klasifikasinya dan memberi simbol dan label, e. Wajib melengkapi sistem tanggap darurat dan prosedur, f. Wajib melakukan penanggulangan keadaan darurat dan kecelakaan, g. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, h. Wajib menyampaikan laporan kegiatan. Pengedar, yaitu: a. Wajib melakukan pencegahan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan, b. Wajib memiliki MSDS, c. Wajib mengemas sesuai dengan klasifikasinya, memberi simbol dan label, d. Wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja, e. Wajib melakukan penanggulangan kecelakaan dan keadaan darurat. Pasal 59 UUPPLH mengatur mengenai pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun sebagai berikut : (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. (2) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. (4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

12 (5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. (6) Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Penjelasan dari Pasal 59 ayat (1) menyebutkan, bahwa pengelolaan limbah B3 merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, dan/atau pengolahan, termasuk penimbunan limbah B3. Yang dimaksud dengan pihak lain adalah badan usaha yang melakukan pengelolaan limbah B3 dan telah mendapatkan izin. 21 Bahan beracun dan berbahaya dapat diidentifikasikan dalam bentuk dan sifat bahan itu sendiri, apakah berupa cairan atau pun gas. Disamping itu perlu diketahui efek bahan kimia terhadap lingkungan, bahaya langsung terhadap masyarakat, kontak dengan sumber air, pengaruh hujan dan sebagainya. Perkiraan bahaya bahan kimia dapat diketahui dari nama suatu unsur kimia, hasil reaksinya terhadap unsur kimia lain, berat jenis, tekanan uap dan batas-batas peledakan. Bahan beracun dan berbahaya banyak dikaitkan dengan masalah penyimpanan dan penggunaan. Penyimpanan bahan yang mudah terbakar berbeda dengan penyimpanan bahan yang peka terhadap air. Bahan yang peka terhadap air antara lain, natrium, kalsium, sulfide dan alkali pekat. Bahan-bahan ini banyak digunakan sebagai bahan penolong ataupun 21 Ibid., hlm. 122.

13 bahan-bahan utama dalam industri dan disimpan dalam pabrik. Jenis bahan-bahan oxidator seperti permanganate, bormat, kromat, ozon, perborat dan senyawa-senyawa nitrat harus disimpan dalam ruangan sejuk, yang tahan api dan terventilasi. Bahanbahan yang bersifat korosif, natrium hidroksida, formaldehyde, kresol, natrium, sodium cyanide, seng chloride dan lain-lain. 22 Ketentuan tanggung jawab mutlak ( Strict Liability ) ditetapkan dalam Pasal 88 UUPPLH, sebagai berikut : Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. 23 Penjelasan Pasal di atas menyebutkan, bahwa : 24 Yang dimaksud dengan bertanggung jawab mutlak atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud dengan sampai batas waktu tertentu adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup. Berdasarkan uraian diatas, dihubungkan dengan Pasal 67 UUPPLH, bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. 22 Ibid., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 173.

14 Makna yang terkandung dari ketentuan diatas memberikan kewajiban kepada setiap orang untuk mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang dapat dilaksanakan oleh setiap orang sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 butir 32 dari UUPPLH, bahwa setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Dalam praktiknya terdapat banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan aktivitasnya menghasilkan limbah dan salah satunya adalah limbah B3. Dari hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Tahun 2011 dan 2012 terdapat banyak perusahaan yang menghasilkan limbah B3 di Provinsi Sumatera Utara antara lain adalah rumah sakit, perusahaan industri kimia dan pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji ketentuan yang berhubungan dengan perizinan terhadap pabrik kelapa sawit. 25 Dalam upaya untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh limbah B3, maka kepada perusahaanperusahaan tersebut diwajibkan untuk memperoleh izin lingkungan. Sebagaimana dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL- UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 25 Wawancara langsung dengan Kepala Bagian Penegakan Hukum BLH-SU Bapak Dr. Indra Utama Msi, pada tanggal 19 Februari 2013, pukul WIB, di Kantor BLH-SU.

15 Sebagai salah satu persyaratan yang wajib dilakukan oleh perusahaan adalah izin lingkungan. Terutama dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan oleh perusahaan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dimana terdapat 5 (lima) kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang terwujud dalam bentuk perizinan yaitu perizinan penyimpanan, perizinan pengumpulan, perizinan pengangkutan, perizinan pemanfaatan, dan perizinan pengolahan limbah B3. Namun dalam praktik dan penerapan telah menimbulkan permasalahan. PT. Permata Hijau Sawit yang bergerak dalam bidang industri pengelolaan kelapa sawit yang beralokasi di Jalan Lintas Sibuhuan-Sosa, Desa Mananti, Kecamatan Hutaraja Tinggi, Kabupaten Padang Lawas Propinsi Sumatera Utara. Dan kemudian PT. Permata Hijau Sawit ini berkantor di Jl. Sultan Iskandar Muda No. 107 Medan Indonesia yang telah melakukan usahanya sejak tahun 2008 dan telah melakukan penyusunan dokumen UKL dan UPL ini sesuai dengan format Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 86/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu beranjak dari uraian-uraian latar belakang di atas dipilihlah judul tentang Kajian Hukum Adminsitrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit. B. Perumusan Masalah Berangkat dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

16 1. Bagaimana pengaturan mengenai perizinan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit? 2. Bagaimana keterkaitan antara perizinan Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit dengan pengelolaan limbah dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup? 3. Bagaimana kendala dan upaya dalam memperoleh perizinan dalam pengelolaan limbah pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit dalam praktek hukumnya? C. Tujuan Penelitian Menurut Soerjono Soekanto tujuan penelitian dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan penulisan tersebut 26. Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pengaturan mengenai perizinan yang berhubungan dengan pengelolaan limbah pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit. 2. Untuk menganalisis dan menjelaskan keterkaitan antara perizinan Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit dengan pengelolaan limbah dalam upaya mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI-Press, 1986), hlm. 118.

17 3. Untuk menganalisis kendala dan upaya dalam memperoleh perizinan dalam pengelolaan limbah pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit dalam praktek hukumnya. D. Manfaat Penelitian Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. 27 Secara operasional penelitian dapat berfungsi sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, menunjang pembangunan, mengembangkan sistem dan mengembangkan kualitas manusia. 28 Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan. 29 Bertitik tolak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut diatas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis di bidang hukum yaitu: a. Secara teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan membuka wawasan dan paradigma berpikir dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum yang 27 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2008), hlm Ibid., hlm Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 41.

18 berkaitan dengan Kajian Hukum Administrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lanjutan serta dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum. b. Secara praktis Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada Pemerintah Indonesia melalui Perizinan Atas Pengelolaan Limbah. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan dan harmonisasi berbagai perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang Kajian Hukum Administrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah. E. Keaslian Penelitian Dari hasil penelusuran kepustakaan yang ada di Lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum, maka penelitian dengan judul Kajian Hukum Administrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit belum pernah ada yang meneliti sebelumnya. Dari hasil penelusuran keaslian penelitian, penelitian yang menyangkut: Perizinan Atas Pengelolaan Limbah yang pernah dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum yaitu :

19 1. Zainal Abidin, Nim: , Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis Pengelolaan Limbah B3 Dirumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Lhoksemawe. 2. Syarifuddin Siba, Nim: , Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pengelolaan Limbah di Kawasan Industri Medan. 3. Hendra G. Aman, Nim: , Program Studi Ilmu Hukum, Judul Tesis Analisis Hukum Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (Studi di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang). Namun demikian penelitian-penelitian tersebut diatas berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilaksanakan adalah asli dan dapat saya pertanggung jawabkan. Penulis bertanggung jawab sepenuhnya apabila dikemudian hari ternyata dapat dibuktikan adanya plagiat dalam hasil penelitian ini. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya, 30 dan suatu teori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah yang dapat hlm H.R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung : Refika Aditama 2005),

20 menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain, 31 sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis. 32 Menurut W.L. Neuman, yang berpendapat dikutip dari Otje Salman dan Anton F Susanto menyebutkan bahwa : Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia, ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 33 Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian Teori menurut pendapat beberapa ahli, dengan rumusan sebagai berikut : Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 34 Teori yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan analisis di dalam penelitian ini adalah Teori Roscoe Pound, law as a tool of engineering sebagai landasan teoretis pembinaan hukum di Indonesia yang dikembangkan oleh Mochtar 31 Ibid. 32 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm H.R. Otje Salman, S dan Anton F Susanto, op.cit., hlm Ibid., hlm. 23.

21 Kusumaatmadja. Perkembangan selanjutnya, konsep pembinaan hukum ini diberi nama teori hukum pembangunan. 35 Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum berfungsi sebagai sarana pembaruan atau sarana pembangunan didasarkan atas anggapan, bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan. 36 Hubungan antara hukum dan pembangunan, menurut Michael Hager yang mengintrodusir konsep development law meliputi tindakan dan kegiatan yang memperkuat infrastruktur hukum seperti lembaga hukum, profesi hukum, dan lembaga pendidikan hukum, serta segala sesuatu yang berkenaan dengan penyelesaian problema-problema khusus pembangunan. 37 Kiranya pendapat Michael Hager tersebut, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum tidak saja merupakan keseluruhan asasasas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. 38 Dengan kata lain, suatu pendekatan yang normatif semata-mata tentang hukum tidak cukup apabila 35 Otje Salman dan Eddy Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., (Bandung : Alumni, 2002), hlm Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung : Bina Cipta, 1995), hlm Syamsuhardi Bethan, Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi, (Bandung : Alumni, 2008), hlm Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung : Bina Cipta, 1986), hlm. 11.

22 akan melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh. Selanjutnya, Mochtar menyatakan bahwa hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institution) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 39 Hukum dalam fungsinya sebagai sarana pembangunan, menurut Michael Hager dapat mengabdi dalam tiga sektor, yaitu sebagai berikut: Hukum sebagai alat penertib (ordering). Dalam rangka penertiban hukum dapat menciptakan suatu kerangka bagi pengambilan keputusan politik dan pemecahan sengketa yang mungkin timbul melalui suatu hukum acara yang baik. Ia pun dapat meletakkan dasar hukum (legitimacy) bagi penggunaan kekuasaan. 2. Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing). Fungsi hukum dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara kepentingan negara, kepentingan umum, dan kepentingan perorangan. 3. Hukum sebagai katalisator. Sebagai katalisator hukum dapat membantu untuk memudahkan terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan hukum (law reform) dengan bantuan tenaga kreatif di bidang profesi hukum. Perwujudan hukum sebagai sarana pembangunan muncul dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang kehidupan. Salah 39 Mochtar Kusumaatmadja, op.cit., hlm Ibid.

23 satuya adalah pengaturan mengenai lingkungan hidup. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan hukum positif yang mengatur pokok-pokok pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Teori hukum pembangunan menjabarkan dan mewujudkan pembangunan nasional. Dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, wujud pembangunan tersebut muncul dalam peraturan perundang-undangan bidang pengelolaan lingkungan di Indonesia sebagai hukum lingkungan nasional. 41 Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu. Perizinan lingkungan hidup terpadu merupakan salah satu sarana yuridis untuk mencegah serta menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Perizinan merupakan wujud keputusan pemerintahan dalam hukum administrasi negara. 42 Sebagai bagian dari keputusan pemerintah, maka perizinan adalah tindakan hukum pemerintah berdasarkan kewenangan publik yang membolehkan atau memperkenankan menurut hukum bagi seseorang atau badan hukum untuk melakukan sesuatu kegiatan. 43 Instrumen perizinan diperlukan pemerintah untuk 41 Helmi, op.cit., hlm Ibid., hlm Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Tata Perizinan Pada Era Otonomi Daerah, (Surabaya : Makalah, 2001), hlm. 1.

24 mengkonkretkan wewenang pemerintah. Tindakan ini dilakukan melalui penerbitan keputusan tata usaha negara. 44 Keputusan izin diberikan untuk melakukan suatu usaha atau kegiatan termasuk bidang usaha atau kegiatan bidang lingkungan hidup. Drupsteen mengatakan, perizinan merupakan instrumen kebijaksanaan lingkungan yang paling penting. Berdasarkan uraian tentang perizinan, perizinan bidang lingkungan hidup adalah perizinan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada UU tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 45 Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa perizinan merupakan upaya pencegahan atau berkarakter sebagai preventif instrumental terhadap tindakan pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Dalam pengelolaan lingkungan hidup, perizinan ditujukan untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup Konsepsi Konsep merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realita. 47 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang 44 Helmi, op.cit., hlm Siti Sundari Rangkuti, op.cit., hlm Loc.cit. 47 Masri Singarimbun dkk., Metode Penelitian Survey, (Jakarta : LP3ES, 1989), hlm. 34.

25 digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. 48 Konsep dapat dilihat dari segi subyektif dan obyektif. Dari segi subyektif konsep merupakan suatu kegiatan intelek untuk menangkap sesuatu. Sedangkan dari segi obyektif, konsep merupakan suatu yang ditangkap oleh kegiatan intelek tersebut. Hasil dari tangkapan akal manusia itulah yang dinamakan konsep. 49 Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. 50 Dalam kerangka konseptional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum. 51 Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejalagejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variable-variable yang ingin menentukan adanya gejala empiris Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : RajaGrafindo, 1998), hlm Komaruddin, Yooke Tjuparmah S, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hlm Koentjoro Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 21.

26 Beranjak dari judul tesis ini, yaitu: Kajian Hukum Administrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit maka dapatlah dijelaskan konsepsi ataupun pengertian dari kata demi kata dalam judul tersebut, yaitu sebagai berikut : 1. Kajian adalah hasil peningkatan dari upaya dan kegiatan untuk menambah pengetahuan Hukum admnistrasi lingkungan adalah suatu aturan kaedah yang mengatur kebijakan-kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hukum lingkungan. 3. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Pengelolaan ialah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat di pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan PT. Permata Hijau Sawit adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengelolaan kelapa sawit. 53 Bambang Setyabudi, Asisten Deputi Urusan Perencanaan Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), (Jakarta : Deputi Bidang Tata Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2007), hlm Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hlm diakses pada hari Senin tanggal 18 Februari 2013 jam WIB. 56 Pasal 1 butir 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

27 G. Metode Penelitian Penelitian merupakan salah satu cara yang tepat untuk memecahkan masalah. Selain itu, penelitian juga dapat digunakan untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran. Dilaksanakan untuk mengumpulkan data guna memperoleh pemecahan masalah atau mendapat jawaban atas pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan, sehingga diperlukan rencana yang sistematis, metodologi yang merupakan suatu logika yang menjadi dasar suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya pada saat melakukan penelitian seseorang harus memperhatikan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. 57 Pada penelitian hukum ini, jelas bahwa bidang ilmu hukum yang menjadi landasan ilmu pengetahuan induknya. Oleh karena itu, maka penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum. Menurut Soerjono Soekanto yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu atau gejala hukum tertentu dengan jelas menganalisanya. 58 Agar mendapat hasil yang lebih maksimal maka saya melakukan penelitian hukum dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut: 1. Spesifikasi Penelitian dan Sifat Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian maka penelitian ini dilakukan dengan yuridis normatif dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian 57 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), hlm Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 2006), hlm. 43.

28 analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan pengelolaan limbah pada pabrik kelapa sawit PT. Permata Hijau Sawit. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analisis, merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang berlangsung yang tujuannya agar dapat memberikan data mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 59 Dalam penelitian ini metode deskriptif analisis digunakan untuk memberikan gambaran atau suatu fenomena yang berhubungan dengan Kajian Hukum Administrasi Lingkungan Tentang Perizinan Atas Pengelolaan Limbah Pada Pabrik Kelapa Sawit PT. Permata Hijau Sawit. 2. Sumber Data/Bahan Hukum Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data-data sekunder untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran secara konseptual yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti. Adapun sumber-sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, 60 yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu: Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha 59 Wiranto Surakhmad, Dasar dan Teknik Research, (Bandung : Transito, 1978), hlm Ronny Hanitijo Soemitro, op.cit., hlm. 55.

29 Negara/PERATUN, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995 dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. b. Bahan hukum sekunder, 61 yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa buku-buku, makalah, dokumen Berita Acara Pemeriksaan tanggal 1 Juni 2011, putusan sela Pengadilan Negeri Padang Sidempuan Nomor: 675/Pid. Sus/2011/PN. Psp, Berita Acara Verifikasi Pelaksanaan Sanksi Administrasi tanggal 6 Mei 2009, dokumen laporan akhir Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) Pabrik Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit, dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Perkebunan Kelapa Sawit serta Pengolahan Minyak Sawit PT. Permata Hijau Sawit dan sebagainya. 61 Ibid.

30 c. Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Internet, Wawancara, dan sebagainya. 3. Teknik Pengumpulan Data. Menurut Bambang Sunggono: 62 Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan dan melakukan identifikasi data. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang dihadapi dengan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang diperoleh tersebut adakan dianalisis secara induktif kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat dijawab. Oleh karenanya, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah library research (studi pustaka) dimana alat pengumpulan datanya adalah studi dokumentasi yang dilakukan dengan cara memilih data-data yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data-data yang telah dipilih kemudian dipilah-pilah dengan cara mengkaitkannya dengan permasalahan yang diteliti untuk selanjutnya dianalisa sehingga mendapatkan kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan dapat terjawab. 62 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hlm

31 4. Alat Pengumpulan Data. Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara : a. Studi Dokumen. Studi dokumen digunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan materi penelitian. 63 b. Wawancara Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana penulis melakukan percakapan atau tatap muka kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Ibu Dr. Ir. Hj. Hidayati Msi dan Kepala Bagian Penegakan Hukum Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara Bapak Dr. Indra Utama Msi guna memperoleh keterangan atau datadata yang diperlukan. 5. Analisis Data. Analisis data adalah sesuatu yang harus dikerjakan untuk memperoleh pengertian tentang situasi yang sesungguhnya, disamping itu juga harus dikerjakan untuk situasi yang nyata Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 21.

32 Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif dengan mengumpulkan data sekunder, selanjutnya dilakukan pemeriksaan dan pengelompokkan agar menghasilkan data yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan dimengerti. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data dipilih dan dipilah untuk diolah, selanjutnya dianalisis secara deskriptif sehingga disamping akan menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, tetapi juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud. 64 Erickson dan Nosanchuk, Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial, (Jakarta : LP3ES, 1996), hlm. 17.

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3 45 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PENCEMARAN LINGKUNGAN OLEH LIMBAH B3 A. Pengertian Limbah Di dalam pasal 1 butir 20 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adisapoetra R. Kosim, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978.

DAFTAR PUSTAKA. Adisapoetra R. Kosim, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978. DAFTAR PUSTAKA A. Buku : Abduh, Muhammad, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia (HANI) Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN), Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusional Negara kita telah mengamanatkan, bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : c. d. bahwa dengan meningkatnya kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi

Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Penegakan Hukum Administrasi Terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL) Berdasarkan Undang-Undang 32 Tahun 2009 Di Kota Jambi Oleh : Fitria 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk:1. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN UMUM Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat mendorong peningkatan

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN UMUM Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat mendorong peningkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 KAJIAN YURIDIS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA ATAS PEMBERIAN IZIN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1 oleh : Muhammad Iqbal 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya kegiatan pembangunan di

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya kegiatan pembangunan di

Lebih terperinci

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin

2014, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disin LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.333, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Limbah. Bahan Berbahaya. Beracun. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5617) PERATURAN

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

BAB III METODE PENELITIAN. Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai 65 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian tesis ini dilakukan di Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang USU. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2015 sampai

Lebih terperinci

Keywords: Permission, Permission System, Living Environment ABSTRAK

Keywords: Permission, Permission System, Living Environment ABSTRAK SISTEM PERIZINAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Ni Pande Putu Desi Astriani Made Suksma Prijandhini Devi Salain Bagian Hukum Pemerintahan

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN TENTANG BIDANG PERIZINAN ATAS PENGELOLAAN LIMBAH PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU SAWIT

KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN TENTANG BIDANG PERIZINAN ATAS PENGELOLAAN LIMBAH PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU SAWIT KAJIAN HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN TENTANG BIDANG PERIZINAN ATAS PENGELOLAAN LIMBAH PADA PABRIK KELAPA SAWIT PT. PERMATA HIJAU SAWIT Fajar Khaifi Rizky Suhaidi M. Abduh Pendastaren Tarigan (fajarkhaifirizki_fkr@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa beberapa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2010 SERI E ------------------------------------------------------------------ PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Hukum mempunyai banyak aspek yang meliputi banyak hal sehingga pengertian hukum juga bermacam-macam. Tidak ada kesatuan pendapat para ahli tentang pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.314, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Sanksi Administratif. Perlindungan. Pengelolaan. Lingkungan Hidup. Pedoman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa kualitas

Lebih terperinci

3. Diperlukan adanya aturan tentang penapisan jenis usaha/kegiatan di daerah. jenis usaha/dan atau kegiatan agar terjaga fungsi pelestarian lingkungan

3. Diperlukan adanya aturan tentang penapisan jenis usaha/kegiatan di daerah. jenis usaha/dan atau kegiatan agar terjaga fungsi pelestarian lingkungan 3. Diperlukan adanya aturan tentang penapisan jenis usaha/kegiatan di daerah sehingga jelas dokumen lingkungan hidup yang harus diurus untuk satu jenis usaha/dan atau kegiatan agar terjaga fungsi pelestarian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari industri masih banyak pabrik yang kurang memperhatikan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dari industri masih banyak pabrik yang kurang memperhatikan mengenai BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Lingkungan Hidup merupakan hal yang sangat penting akhir-akhir ini ini, terutama dalam hal pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengelolaan limbah dari industri masih

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP BIRO HUKUM DAN HUMAS KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP Izin lingkungan adalah izin yang wajib dimiliki setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAFTAR ISI BAB I - KETENTUAN UMUM... 2 BAB II - ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP... 4 Bagian Kesatu

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 Oleh HM. Hartoyo A. PENDAHULUAN Berdasrkan Pasal 1 butir 14 jo. butir 16 UU Nomor 32

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KAB UPATENCI LAC AP NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DAN IZIN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan Pewarta-Indonesia, MESKI istilah undang-undang pokok tidak dikenal lagi dalam sistem dan kedudukan peraturan perundang-undangan sekarang ini, namun keberadaan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan,

BAB I PENDAHULUAN. dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. b) Mengatur dan mengawasi menggunakan dan pemanfaatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara yang berdaulat yang memiliki kesatuan wilayah yang terdiri dari tanah, air, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Hal ini

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 2 Desember 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Nomor 1 Seri E

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup adalah pengetahuan dasar tentang bagaimana makhluk hidup berfungsi dan bagaimana merreka berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan mereka.

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. UU RI No. 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode adalah suatu bentuk atau cara yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitian guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa Lingkungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lain dalam suatu wadah yang disebut masyarakat, dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ia memerlukan

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian dan pembahasan pada BAB 3, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Implementasi Pemberian Izin Lingkungan di Kota Surakarta telah dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup I. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 1 2 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional mengakibatkan teknologi berkembang secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional mengakibatkan teknologi berkembang secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional mengakibatkan teknologi berkembang secara cepat, dan berdampak pada semua elemen kehidupan, terutama pada kehidupan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merosotnya kualitas lingkungan yang dibarengi dengan semakin menipisnya persediaan sumber daya alam serta timbulnya berbagai permasalahan lingkungan, telah menyadarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 8/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa kelestarian fungsi Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 37 III. METODE PENELITIAN Metode artinya cara melakukan sesuatu dengan teratur (sistematis). Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan sampah tidak lepas dari adanya aktivitas manusia di berbagai sektor. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aliran sumber daya jenis ini entah dipakai atau tidak, terus menerus ada dan. diperbaharui ini dapat mengakibatkan kerugian.

BAB I PENDAHULUAN. Aliran sumber daya jenis ini entah dipakai atau tidak, terus menerus ada dan. diperbaharui ini dapat mengakibatkan kerugian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sumber daya alam itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompok sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan kelompok sumber

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF

PETUNJUK PELAKSANAAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF 2013, No.314 8 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF DI BIDANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah atau jawaban

Lebih terperinci

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

-1- BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP -1- SALINAN BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara. yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum 1. Negara hukum adalah negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi warganya. 2 Hukum adalah seperangkat aturan yang mempunyai

Lebih terperinci

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II

Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Mata Ajaran : Manajemen Lingkungan Rumah Sakit Topik : Lingkungan Hidup & Sistem Manajemen Lingkungan RS Minggu Ke : II Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam yang merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sangat absolute dan vital artinya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA p PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong dalam jenis BAB III METODE PENELITIAN berikut: Metode penelitian yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Jenis penelitian Dilihat dari sifat permasalahannya, jenis penelitian ini tergolong

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 204 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Penerbitan Izin Lingkungan; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR

Lebih terperinci