BAB III SISTEM DELIVERY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SISTEM DELIVERY"

Transkripsi

1 BAB III 3.1 JENIS-JENIS Sistem delivery adalah suatu sistem yang mengatur seluruh proses dan pembiayaan suatu proyek konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, operasional, dan pemeliharaan) dalam suatu bentuk perjanjian. Sistem Delivery merupakan suatu sistem yang akan terus berkembang karena semakin berkembangnya keinginan pelaku konstruksi untuk mencari sistem yang semakin efektif dan efisien dalam proses konstruksi. Keinginan tersebut kemudian diwujudkan dengan mencari metode yang semakin mempermudah pelaku konstruksi dalam melakukan kegiatannya. Beberapa inovasi Sistem Delivery yang sedang berkembang antara lain: Design- BiDBuild (DBB), Design-Build (DB), Design-Build-Operate-Maintain (DBOM), Design- Build- Finance-Operate (DBFO), dan Full Delivery or Program Management. Build Own Operate (BOT) & Build Own Operate Transfer (BOOT) hampir serupa dengan Sistem DBOM dan DBFO tetapi berbeda dalam pembiayaan. Inovasi Sistem Delivery ini tetap mempunyai tujuan utama yaitu untuk menghasilkan suatu proyek konstruksi yang semakin murah, cepat dan dengan kualitas yang semakin baik pula. Sistem Delivery dilakukan untuk mempermudah proses berlangsungnya kegiatan proyek konstruksi, dalam hal pengadaan penyedia jasa konstruksi yang akan menghasilkan adanya produk konstruksi sesuai dengan yang diharapkan. Sistem Delivery ini sangat berkaitan erat dengan organisasi proyek dan kontrak dari suatu proyek karena ketiga hal tersebut menggambarkan secara jelas hubungan yang terjadi antar pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses konstruksi.

2 Gambar 3.1 Inovasi Sistem Delivery Sumber : Pekka Pakkala Pihak-pihak yang terlibatt dalam suatu proses konstruksi mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang berbeda, maka agar tidak terjadi kekacauan dalam pelaksanaan kegiatan dibuat suatu hubungan antar masing-masingg pihak. Hubungan ini dapat berupa hubungan yang sejajar dan timbal balik ataupun hubungan antara atasan dan bawahan. Agar hubungan di atas menjadi jelas makaa dibuatlah suatu manajemen dalam kegiatan tersebut, dikenal dengan manajemen organisasi, dengan tetap mengacu pada sistem yang telah ditentukan. Struktur organisasi proyek memperlihatkan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek yang bersangkutan lengkap dengan hubungan yang ada. Hubungan antara pihak- pihak yang terlibat dalam suatu proyek umumnya dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungann kerja. Hubungan fungsional adalah hubungan berdasarkan fungsi pihak-pihak tersebut. Dan hubungan kerja adalah hubungann kerja sama yang dikukuhkan dengan kontrak antara pihak-pihak yang terlibat, atau disebut juga 3-2

3 hubungan kontraktual. Secara fungsional ada 3 pihak yang sangat berperan dalam proyek, yaitu pemilik proyek (owner), konsultan, dan kontraktor. Berbagai bentuk Sistem Delivery pada dasarnya didasarkan pada pengaturan yang tepat mengenai derajat integrasi proses-proses penyediaan serta penerapan jenis spesifikasi sesuai dengann yang akan digunakan. Berikut ini beberapa bentuk Sistem Delivery: 1. DBB (Design-Bid-Build) adalah metode pengadaan jasa proyek konstruksi dimana pemilik memilih dua penyedia jasa, dimana satu penyedia jasa bertugas menyelesaikan desain dan satu penyedia jasa yang lainnya bertugas menyelesaikan konstruksi. Antara kedua penyedia jasa ini tidak terdapat perjanjian kontrak yang mengikat keduanya. PEMILIK KONSULTAN PERENCANA TEKNIS/ /DESAIN KONTRAKTOR UTAMA SUB KONTRAKTOR Keterangan: Gambar 3.2 Hubungan kontrak dalam metode DBB Hubungan Kontraktual Hubungan Fungsional Dengan melihat penjelasan dan gambar hubungan kontrak dari metode DBB (Design-Bid-Build), maka dapat kita ketahui bahwa metode DBB ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: Perjanjian kontrak hanya diantara pemilik dengann masing-masing penyedia jasa tersebut 3-3

4 Pemisahan antara penyedia jasa desain (konsultan perencana) dengan penyedia jasa pelaksana konstruksi (kontraktor) Terjadi dua kali proses pengadaan penyedia jasa, yaitu pengadaan penyedia jasa desain dan pelaksana konstruksi Antara penyedia jasa desain dengan penyedia jasa pelaksana konstruksi tidak saling berhubungan secara kontrak, sehingga kesinambungan antara desain dan pelaksanaan konstruksi tidak terjamin Antara proses desain dan pelaksanaan tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan secara bersamaan/ beririsan, bahkan kedua proses tersebut dapatat dilakukan dalam jeda waktu yang lama Dalam perkembangannya, seringkali dijumpai adanya konsultan supervisi/pengawas. Konsultan supervisi/pengawas ini berfungsi sebagai wakil dari pemilik untuk mengawasi pelaksanaan konstruksi sehari-hari. Konsultan supervisi/pengawas bertanggungjawab secaraa penuh kepada pemilik. PEMILIK KONSULTAN SUPERVISI KONSULTAN PERENCANA TEKNIS/DESAIN KONTRAKTOR UTAMA SUB KONTRAKTOR Gambar 3.3 Hubungan kontrak dalam metode DBB dengan modifikasi 2. DB (Design-Build) adalah metode pengadaan jasa proyek konstruksi dimana pemilik memilih satu penyedia jasa yang dapat menyelesaikan baik desain maupun konstruksii dibawah satu perjanjian kontrak. Setelah proyek selesai, pemilik bertanggungjawab untuk operasi dan pemeliharaannya. 3-4

5 PEMILIK KONSULTAN - KONTRAKTOR Gambar 3.4 Hubungan kontrak dalam metode DB Dengan melihat penjelasan dan gambar hubungan kontrak dari metode DB (Design-Build), maka dapat kita ketahui bahwa metode DB ini mempunyai ciri- tanah ciri sebagai berikut: Pemilik bertanggungjawab menyelesaikan tahapan pembebasan dan/atau tahapan perencanaan awal dan/atau tahapan studi kelayakan Perjanjian kontrak hanya diantara pemilik dengan satu pihak, yaitu pihak konsultan-kontraktor Pihak kosultan-kontraktor berfungsi sebagai penyedia jasa desain (konsultan perencana) sekaligus penyedia jasa pelaksana konstruksi (kontraktor) Hanya terjadi satu kali proses pengadaan penyedia jasa, yaitu pengadaan penyedia jasa konsultan-kontraktor Antara prosess desain dan pelaksanaan dimungkinkan untuk dilaksanakan secara bersamaan/beririsan Tanggungjawab antara desain dan pelaksanaan dipegang secara utuh oleh konsultan-kontraktor 3. CM (Construction Management) adalah suatu metode pengadaan jasa proyek konstruksi yang serupa dengan DBB, tetapi ada perjanjiann antara pemilik dengan Construction Manager (Konsultan manajemen Konstruksi), yang mengatur kontrak dengan Konsultan Perencana dan Kontraktor, sebagai perwakilan dari pemilik. Dalam hal ini pihak Construction Manager menanggung resiko dari pemilik dalam bidang proses proyek konstruksi secara keseluruhan. 3-5

6 PEMILIK KONSULTAN MANAJEMEN KONSTRUKSI KONSULTAN PERENCANA TEKNIS/DESAIN KONTRAKTOR UTAMA SUB KONTRAKTOR Gambar 3.5 Hubungan kontrak dalam metode CM 4. DBOM (Design-Build-Operate-Maintenance) adalah metode pengadaan jasa proyek konstruksi dimana pemilik memilih satu penyedia jasa yang dapat menyelesaikan desain, konstruksi, pemeliharaan dan periode operasi yang disetujui dibawah satu perjanjian kontrak. Setelah berakhirnya periode operasi pemilik bertanggungjawab untuk operasi dan pemeliharaan proyek selanjutnya kecuali operasi dilanjutkan dibawah metode pengadaan yang terpisah. 5. Performance Based Contract (PBC) Performance Based Contract (PBC) merupakan variasi dari BOM (Build Operate Maintenance). PBC adalah jenis kontrak yang mendasarkan pembayaran pada pemenuhan indikator kinerja minimum. 6. DBFO (Design-Build-Finance-Operate) atau BOT adalah metode pengadaan jasa proyek konstruksi yang serupa dengan DBOM kecuali penyedia jasa bertanggungjawab dalam pembiayaan proyek. Penyedia jasa menanggung resiko pembiayaan hingga akhir periode kontrak. Pemilik kemudian bertanggungjawab untuk operasi dan pemeliharaan aset. 3-6

7 Berbagai sistem/metode Delivery diatas membutuhkan spesifikasi yang sesuai. Pada umumnya dibagi menjadii tiga spesifikasi yaitu: 1. Input Based Spesification Berdasarkan metode dan bahan yang harus digunakan oleh kontraktor. 2. Output Based Spesification Berdasarkan karakteristik produk yang memiliki korelasi dengan kinerja yang diinginkan. 3. Performance Out Come Based Specification Menetapkan kinerja produk selama masa kontrak yang sifatnya terintegrasi. Berbagai jenis Sistem Delivery memiliki ciri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masing-masing juga mempunyai kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya. Namun demikian, pemilihan jenis Sistem Delivery yang paling baik tidak dapat hanya ditentukan berdasarkan banyaknya kelebihan yang ada pada masing-masing jenis Sistem Delivery tersebut, namun lebih bergantung dari tingkat kesesuaian komponen-komponen yang terkait. Adapun komponen terkait yang ditinjau adalah komponen yang mendukung terlaksananya masing-masing Sistem Delivery tersebut, seperti : Kesiapanan sumber daya berdasarkan keahlian serta mental dari para pelaku pekerjaan jasa konstruksi. Kesiapan sistem yang akan mendukung pelaksanaan enis-jenis Sistem Delivery tertentu. Kesiapan dasar hukum serta aturan-aturan lainnya untuk melaksanankan tahapan-tahapan Sistem Delivery (UU, Kepres, Permen, dan lain-lain). Kelebihan dan kelemahan Sistem Delivery sebagaimana dijelaskan di atas, dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini : 3-7

8 Metode DBB DB DBO/ DBOM O & M services BOT/ DBFO Tabel 3.1 Perbandingan Jenis Sistem Delivery Keunggulan 1. Desain awal sangat menentukan 2. Pengambilan keputusan secara berkala 3. Proses seleksi yang bersaing 1. Penggabungan desain dan konstruksi 2. Persaingan biaya desain dan konstruksi 3. Waktu pengadaan yang lebih singkat 1. Mencakup seluruh alur kegiatan konstruksi 2. Harga yang ditawarkan mencakup seluruh kegiatan konstruksi 3. Mengurangi ketidakpastian keadaan selama masa O&M 4. Kepastian keberlangsungan kegiatan operasional 5. Kesempatan untuk berinovasi 1. Persaingan biaya operasi dan pemeliharaan 2. Mengurangi ketidakpastian keadaan selama masa O&M 1. Mencakup seluruh alur kegiatan konstruksi 2. Harga yang ditawarkan mencakup seluruh kegiatan dan biaya konstruksi 3. Penjagaann dana proyek 4. Kesempatan untuk berinovasi Faktor utama 1. Sistem pengadaan yang transparan 1. Sistem pengadaan yang transparan 2. Pembagian fungsi yang jelas 1. Sistem pengadaan yang transparan 2. Pembagian tugas yang jelas 3. Keamanan terjamin 4. Sudah adanya bangunan selama masa O& &M 5. Jaminan keberlangsungan O&M 6. Adanya hak-hakk untuk mengakhiri masa operasional 7. Pengembalian infrastruktur (bangunan) 1. Sistem pengadaan yang transparan 2. Sudah adanya bangunan selama kontrakk 3. Jaminan keberlangsungan operasional 4. Adanya hak untuk mengakhiri masa operasional 5. Pengembalian infrastruktur (bangunan) 1. Sistem pengadaan yang transparan 2. Pembagian tugas yang jelas 3. Sumber penghasilan yang terpercaya 4. Adanya persaingan Sistem dan fasilitas proyek konstruksi 5. Adanya perjanjian dengan pemerintah 6. Keamanan keberlangsungan proyek terjamin 7. Pengembalian infrastruktur (bangunan) 3-8

9 3.2 PERKEMBANGANN Setelah perang dunia ke II, pembangunan infrastuktur kurang lancar karena metoda yang ditetapkan cuma berdasarkan satu sistem, yaitu Design-BiDBuild (DBB). Namun, dalam 10 hingga 15 tahun terakhir, banyak owner yang telah menemukan kembali potensi dari berbagai macam Sistem lainnya seperti Design-Build (DB), Desing-Build-Operate (DBO), (Build-Operate-Transfer) BOT. Sebagai tambahan, beberapa owner telah mengalihkan tanggung jawab untuk Operation and Maintenance (O&M) jangka panjang ke operator swasta berdasarkan kontrak. Pertimbangan diterapkannya Sistem tersebut mencakup kesempatan untuk pemerataan modal dan lingkup usaha sektor swasta, sebagai prediksi kebutuhan biaya operasional di masa yang akan datang, dan sebagai mengurangi biaya life cycle melalui integrasi dari berbagai aktivitas konstruksi dan efisiensi sektor swasta yang bersaing dalam pasar yang kompetitif. Selama ini Sistem kontrak Delivery menggunakan metode konvensional atau lebih di kenal dengan metode DBB (Design-BiDBuild). Dalam metode kontrak ini, pengguna jasa harus menyiapkan dokumen pengadaan jasa konsultan perencana, kemudian baru dapat melaksanakann proses pelelangan jasa pemborongan (konstruksi) setelah selesainya dokumen perencanaan teknis yang telah dikerjakan oleh jasa konsultan perencana. Hal ini jika terjadi jeda waktu antara desain dan waktu pelaksanaan cukup lama dapat menyebabkan antara lain perubahan kondisi eksisting dari desain yang telah dikerjakan, sehingga pada saat pelaksanaan akan terjadi revisi desain. Hal ini tentu akan menjadi faktor yang dapat menurunkan efisiensi dari segi waktu dan juga biaya. Namun demikian, bukan berarti Sistem Delivery konvensional (DBB) sudah tidak layak lagi untuk Sistem Delivery proyek dan harus digantikan (Sistem Delivery DBB masih diterapkan untuk berbagai jenis proyek ), tetapi terdapat banyak peluang untuk meningkatkan efisiensi / nilai tambah baik ditinjau dari aspek waktu, biaya, dan mutu serta pengalihan alokasi sebagian risiko / 3-9

10 tanggung jawab dari pihak Pemilik kepada Penyedia Jasa untuk beberapa jenis pekerjaan. Pedoman pemilihan jenis Sistem Delivery (Sistem Delivery) yang sesuai harus senantiasa memperhatikan aspek-aspek bagaimana sistem pembiayaan pekerjaan dan bagaimana tahapan pelaksanaan pekerjaan. Dengan terjawabnya aspek-aspek tersebut, maka Sistem Delivery yang lebih baik dapat dipilih dan diharapkan dapat mengatasi kelemahan Sistem Delivery yang telah ada sebelumnya (Sistem Delivery DBB). 3.3 PENGALAMAN NEGARA LAIN Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa Sistem Delivery yang dipakai pada masa sekarang (konvensional) akan diarahkan menuju perbaikan yaitu Sistem Delivery yang teridentifikasi, dimana sistem tersebut bertujuan (memiliki fungsi) untuk: Mengurangi waktu pengadaan dan pelaksanaan konstruksi Mengurangi resiko selama dan setelah konstruksi Mengurangi ketidakpastian biaya dan waktu konstruksi Memungkinkan dilakukannya inovasi penyediaan jasa untuk menekan life- cycle-cost Penggunaan Sistem Delivery DB (Design-Build) dari tahun ke tahun terus meningkat, tercatat bahwa selama kurun waktu tujuh tahun ( ) penggunaan Sistem Delivery DB (Design-Build) meningkat sebesar 172% untuk sector public and private (sumber: Engineering News Record Report tahun 1993) dan diramalkan oleh DBIA (Design Buil Institute of America) akan mempunyai kecenderungann meningkat terus dari tahun ke tahun hingga tahun 2010 penggunaan Sistem Delivery DB akan sama banyaknya dengan penggunaan Sistem Delivery konvensional (DBB) bahkan di 3-10

11 tahun 2015 penggunaan metode DB akan lebih banyak dibandingkan metode DBB yang telah dikenal terlebih dahulu. Seperti terlihat pada gambar dibawah ini: 100% 80% 60% 40% 20% 0% Market Penetration of Mayor Project Delivery System DESIGN-BUILD 82% TRADITIONAL DESIGN BID BUILD 72% 65% 54% 50% 50% 45% 40% 40% 35% 25% 15% 5% Gambar 3.6 Projected Growth of Design-Build As Compared to Design-BiDBuild (sumber: DBIA 2005) Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Project Delivery Institute, 1999, dimana kecenderungan ini sebagai akibat dari beberapa keuntungan yang akan diperoleh apabila menggunakan Sistem DB dibandingkan Sistem DBB. lihat tabel dibawah ini : Tabel 3.3 Data source Project Delivery Institute, 1999 Design-Build vs METRIC Design-Bid-Build Design-Build is: Unit Cost 6.1% Lower Construction Speed 12% Faster Delivery Speed 33.5% Faster Cost Growth 5% Less Shedulee Growth 11% Less (Sumber: Project Delivery Institute, 1999) 3-11

12 Adapun keterangan darii Tabel 3.2 diatas (keuntungan dari Sistem Delivery DB ini dibandingkan Sistem DBB) adalah: Unit Cost lebih rendah hingga 6,1% Kecepatan pelaksanaan konstruksi 12% lebih cepat Proses pengadaan 33,5% lebih cepat Kemungkinan peningkatan biaya 5% lebih kecil Peningkatan jumlah waktu pelaksanaan 11% lebih kecil. Beberapa Negara bagian di Amerika Serikat telah menggunakan Sistem Delivery DB untuk beberapa jenis pekerjaan, yaitu jalan (konstruksi baru/pelebaran/ pemeliharaan rutin), jalan (overlay/peningkatan), ITS (Intelligen Transportation System), jembatan/terowongan, dan lain-lain. Beberapa negaraa lain yang juga menggunakan metode Design-Build (DB) dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini. Tabel 3.4 Penggunaan Metode DB di Negara Lain (sumber: Pekka Pakkala,Finnra) 3-12

13 3.4 DAN ARAH PERKEMBANGANNYA DI INDONESIA Perkembangan Sistem Delivery infrastruktur, bisa diperhatikan melalui Gambar 3.7 berikut ini. Gambar 3.7 Perkembangan Sistem Delivery infrastruktur di Indonesia Dari tersebut, dapat dilihat bahwa pada rentang waktu antara tahun 1945 sampai dengan tahun 1960, pembangunan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah, sehingga Sistem ini disebut swakelola. Setelah tahun 1960, pembangunan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah bersama dengan BUMN atau dengan kata 3-13

14 lain pemerintah menunjuk BUMN dalam proses tersebut. Dan setelah tahun 1970, pembangunan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan procurement (pengadaann konstruksi) pada BUMN / perusahaan swasta, sehingga Sistem ini disebut Sistem kontrak. Sistem kontrak yang ada dan dilakukan pada proses konstruksi adalah Sistem kontrak konvensional atau disebut metode Design-BiDBuild (DBB) yang saat ini dirasakan memiliki banyak kekurangan, sehingga pada akhirnya dibutuhkan suatu alternatif sistem pengadaan yang dapat mengurangi atau menutupi kekurangan-kekurangan tersebut. Sistem Delivery setelah tahun 2000 berada di antara tiga pihak, yaitu pemerintah, BUMN, BUMD, Perusahaan swasta, dan masyarakat profesional yang terdiri dari asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, PT, dan LSM. Selama ini Sistem Delivery menggunakan metode konvensional atau lebih di kenal dengan metode DBB (Design-Bid-Build). Dalam metode kontrak ini, pengguna jasa harus menyiapkan dokumen pengadaan jasa konsultan perencana, kemudian baru dapat melaksanakan proses pelelangan jasa pemborongan (konstruksi) setelah selesainya dokumen perencanaan teknis yang telah dikerjakan oleh jasa konsultan perencana. Hal ini jika terjadi jeda waktu antara desain dan waktu pelaksanaan cukup lama dapat menyebabkan antara lain perubahan kondisi eksisting dari desain yang telah dikerjakan, sehingga pada saat pelaksanaan akan terjadi revisi desain. Hal ini tentu akan menjadi faktor yang dapat menurunkan efisiensi dari segi waktu dan juga biaya. Namun demikian, bukan berarti Sistem Delivery konvensional (DBB) sudah tidak layak lagi untuk Sistem Delivery proyek dan harus digantikan (Sistem Delivery DBB masih diterapkan untuk berbagai jenis proyek ), tetapi terdapat banyak peluang untuk meningkatkan efisiensi/nilai tambah baik ditinjau dari aspek waktu, biaya, dan mutu serta pengalihan alokasi sebagian risiko/tanggung jawab dari pihak Pemilik kepada Penyedia Jasaa untuk beberapa jenis pekerjaan. 3-14

15 Pedoman pemilihan jenis Sistem Delivery yang sesuai harus senantiasa memperhatikan aspek-aspek bagaimana sistem pembiayaan pekerjaan dan bagaimana tahapan pelaksanaan pekerjaan. Dengan terjawabnya aspek-aspek tersebut, maka Sistem pengadaan konstruksi yang lebih baik dapat dipilih dan diharapkan dapat mengatasi kelemahan sistem pengadaan yang telah ada sebelumnya (Sistem Delivery konvensional). Perkembangan Sistem Delivery di Indonesia tentunya senantiasa diarahkan pada nilai-nilai yang lebih positif, baik itu dari segi ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan usaha jasa konstruksi, pemerintah menilai perlu untuk mengembangkan Sistem Delivery yang lebih sesuai dan dapat memberikan peluang untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, seperti efisiensi waktu pelaksanaan, kepastian penggunaan biaya/ anggaran dan jaminan atas mutu hasil pekerjaan yang lebih baik. Oleh karena itu, dimulailah kajian terhadap Sistem Delivery Design-Build (DB). Banyak pendekatan Sistem Delivery yang digambarkan jauh dari Sistem Delivery DB yaitu dalam hal menempatkan tanggung jawab fungsional peningkatan infrastruktur Jalan Nasional di bawah satu kontrak. Pemilihan pendekatan yang digunakan untuk proyek tertentu tergantung pada sejumlah faktor dan kriteria, seperti : Waktu yang tersedia untuk pelaksanaan pembangunan. Besar dan kompleksitas dari proyek. Kesesuaian dengan Sistem Delivery yang berlaku. Tersedianya anggaran untuk suatu proyek. Hukum dan peraturan untuk menggunakan berbagai teknik penyampaian proyek inovatif. Besaran resiko yang harus ditanggung selama masa konstruksi. Kemampuan dan kreativitas dari agen kontraktor. (sumber: Tyson Building Corporation. 2005) 3-15

16 3.5 ASPEK LEGAL YANG TERKAIT DENGAN DI INDONESIA Jasa konstrusi (termasuk didalamnya Sistem Delivery) mempunyai peran strategis dalam pembangunan nasional sehingga penyelenggaraannya perlu diatur untuk mewujudkan tertibnya penyelenggaraan konstruksi, hasil penyelenggaraan konstruksi yang berkualitas, dan peningkatan peran masyarakat. Beberapa Peraturan-peraturan yang terkait dan mendukung pelaksanaann Sistem Delivery adalah : Undang Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri No. 43 tahun 2007 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Jasa Konstruksi. Menurut Undang Undang No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, arah perkembangan jasa konstruksi di masa mendatang diarahkan pada nilai-nilai : 1. Tertib usaha jasa konstruksi 2. Pemberdayaan jasa konstruksi nasional untuk 1.) mengembangkan kemampuan 2.) meningkatkan produktivitas 3.) menumbuhkann daya saing 3. Kedudukan yang adil antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 4. Kemitraan sinergis dalam usaha jasa konstruksi. 3-16

17 Sehingga, sesuai dengan pernyataan tersebut, pemerintah (dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum) menilai perlu untuk mengembangkan Sistem Delivery pengadaan jasa konstruksi yang lebih sesuai untuk beberapa jenis proyek, termasuk didalamnya adalah proyek Jalan Nasional. Sistem Delivery Design-Build (DB) dirasakan memiliki peluang tersebut. Terdapat beberapa Aspek Hukum yang dipakai dan mendukung keberlangsungan Sistem Delivery (seperti yang telah disebutkan sebelumnya). Namun untuk penggunaannya terkait dengan Sistem Delivery Design-Build, dirasakan masih perlu penyesuaian. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Undang Undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat (1), tertulis: Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanann jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Dalam pasal ini belum disebutkan hal-hal mengenai layanan jasa DB, sehingga hal tersebut perlu untuk ditambahkan. Pasal 1 ayat (2), tertulis: Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan / atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan atat lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Dalam pasal ini perlu ditambahkan tentang penjelasan rangkaian kegiatan DB karena belum tersebutkan. Pasal 4 ayat (1), tertulis: Jenis usahaa jasa konstruksi terdiri atas usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanna konstruksi, dan usaha pengawasann konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. 3-17

18 Dalam pasal ini belum dijelaskan mengenai jenis, bentuk, dan bidang usaha DB, sehingga hal-hal tersebut perlu untuk ditambahkan. Pasal 8, tertulis: Rencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus : a. Memenuhi ketentuan tentang perizinan usahaa dibi dang jasa konstruksi b. Memenuhi sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi Dalam pasal ini tidak dijelaskan mengenai persyaratan badan usaha DB, sehingga hal tersebut perlu untuk ditambahkan. 2. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Pasal 3 ayat (1), tertulis: Pemilihan penyedia jasa yang meliputi perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi oleh pengguna jasa dapat dilakukan dengan cara pelelangan umum, pelelangan terbatasa, pemilihan langsung, atau penunjukkan langsung. Pada pasal ini perlu ditambahkan mengenai pemilihan penyedia jasa untuk DB Pasal 13 ayat (1),(2) dan (5), tertulis: (1) Pemilihan penyedia jasa terintegrasi dilakukan mengikuti tata cara pemilihan pelaksana konstruksi dengan cara pelelangan terbatas (2) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan layanann jasa konstruksi secara terintegrasi adalah pekerjaan yang: 1. Bersifat kompleks 2. Memerlukan teknologi tinggi 3. Mempunyai risiko tinggi, dan 3-18

19 4. Memiliki biaya besar Pada pasal 13 sesuai Keputusan Menteri Kimpraswil No.339/KPTS/M/2003, tertulis: Pekerjaan yang dapat dilakukan secara terintegrasi antara lain adalah pembangunan kilang minyak / gas, pembangkit tenaga listrik, dan rektor nuklir. Pekerjaan kompleks adalah pekerjaan yang memerlukan teknologi tinggi dan/ atau mempunyai resiko tinggi dan/ atau menggunakan peralatan yang didesain khusus dan/ atau bernilai di atas Rp ,- (lima puluh miliar rupiah) Kriteria teknologi tinggi adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang menggunakan banyak peralatan berat dan banyak memerlukan tenaga ahli dan tenaga terampil. Kriteria risiko tinggi adalah mencakup pekerjaan konstruksi yang pelaksanaannya berisiko sangat membahayakan keselamatan umum, harta benda, jiwa manusiaa dan lingkungan. Dari penjelasan tersebut, pasal tersebut dirasakan cukup sesuai untuk mendukung DB. Pasal 20, ayat (1) dan (2), tertulis: (1) Kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstuksi yang terdiri dari kontrakk kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pelaksanaan, dan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan pengawasan. (2) Dalam hal pekerjaan terintegrasi, kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dituangkan dalam 1 (satu) kontrak kerja konstruksi. Menurut pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa, pekerjaan yang terintegrasi yang dimaksud pada pasal ini adalah Design-Build (DB). Sistem Delivery DB menggabungkan paket pengadaan jasa konstruksi 3-19

20 kegiatan perencanaan/desain dengan pelaksaan/build dalam satu ikatan kontrak. Dalam Sistem ini desain terincii (DED) menjadi tanggung jawab penyedia jasa (kontraktor) sekaligus pelaksanaan konstruksinya. Sebelum pelaksanaan konstruksi penyedia jasa harus terlebih dahulu melaksanakan desain terinci berdasarkan Desain Dasar (Preliminary Design) dan base line data yang telah disiapkan oleh pengguna jasa. 3. Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah. Pasal 3, tertulis: o Efisien, berarti pengadaan barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggungjawabkan. o Efektif, berarti pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar- harus terbuka besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. o Terbuka dan bersaing, berarti pengadaan barang/jasa bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat dan memenuhi syarat/ /kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan. o Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya. o Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun. 3-20

21 o Akuntabel, berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat bagi kelancaran pelaksanaann tugas umum pemerintahan dan pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang berlaku dalam pengadaan barang/jasa. Menurut pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: panitia pengadaan dan/atau pejabat yang berwenang dalam mengeluarkan keputusan, ketentuan, prosedur, dan tindakan lainnya, harus didasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut. Dengan demikian akan dapat tercipta suasana yang kondusif bagi tercapainya efisiensi, partisipasi dan persaingan yang sehat dan terbuka antara penyedia jasa yang setaraa dan memenuhi syarat, menjamin rasa keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan barang/jasa, karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepadaa masyarakat, baik dari segi fisik, keuangan dan manfaatnya bagi kelancaran pelaksanaan tugas institusi pemerintah. 3-21

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Lampiran I Peraturan Menteri PU Nomor : 06/PRT/M/2008 Tanggal : 27 Juni 2008 PED OMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM J l. P a t t i m u r a N o. 2 0, K e b a

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN METODE KONTRAK TERHADAP KUALITAS JALAN

KAJIAN PENERAPAN METODE KONTRAK TERHADAP KUALITAS JALAN KAJIAN PENERAPAN METODE KONTRAK TERHADAP KUALITAS JALAN Betty Susanti 1 dan Reini D. Wirahadikusumah 2 1 Mahasiswa Program Studi Doktor Teknik Sipil, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 09/PER/M/2008 TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT)

PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) PENGADAAN BARANG/JASA (PROCUREMENT) 1. Ruang Lingkup 2. Metode Pemilihan Penyedia 3. Proses Lelang RUANG LINGKUP Pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD,,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu. Pengadaan barang/jasa atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MANUAL PROSEDURE (MP) PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BIDANG KONSTRUKSI

MANUAL PROSEDURE (MP) PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BIDANG KONSTRUKSI MANUAL PROSEDURE (MP) PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH BIDANG KONSTRUKSI A. TUJUAN PELAKSANAAN PENGADAAN Tujuan pelaksanaan pengadaan menurut Peraturan Presiden no. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

bermitra berikut: Nama paket PROJECT (CP-16) 2. Persyaratan a. Bidang (23009) perawatannya Geothermal (23007) atau Rekayasa) Minyak, Gas dan Pemberian

bermitra berikut: Nama paket PROJECT (CP-16) 2. Persyaratan a. Bidang (23009) perawatannya Geothermal (23007) atau Rekayasa) Minyak, Gas dan Pemberian REVISI PENGUMUMAN PELELANGAN No. 007000.Peng/LG.01.00/KP4-PMO/2015 PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, Program Management Office Infrastruktur (PMO Infrastruktur) dalam rangka Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o

Gambar 1.2 View Design Hotel Travello Bandung Proses Pengadaan Proyek Jenis Lelang Proyek Proyek pembangunan Hotel Travello Bandung, o BAB II DATA - DATA PROYEK 2.1 Pengertian Proyek Pengertian Proyek adalah suatu himpunan atau kumpulan kegiatan yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, dimana memiliki suatu target kuantitatif

Lebih terperinci

PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH ABSTRAK

PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH ABSTRAK MEDIA ILMIAH TEKNIK SIPIL Volume 5 Nomor 2 Juni 2017 Hal. 1-8 PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Yusri Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XI Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2009... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 15/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROSES PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proyek konstruksi yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan hanya satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proyek konstruksi yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan hanya satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Proyek Konstruksi Proyek konstruksi yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan hanya satu kali dan umumnya dengan jangka waktu yang pendek (Ervianto, 2005). Proyek

Lebih terperinci

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif

KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif KPBU sebagai Skema Pengadaan Infrastruktur Yang Akuntabel, Transparan dan Kompetitif Jakarta 31 Desember 2015 Pemerintah Indonesia telah menyadari pentingnya infrastruktur dan menempatkan infrastruktur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339/KPTS/M/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339/KPTS/M/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339/KPTS/M/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN JASA KONSTRUKSI OLEH INSTANSI PEMERINTAH MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH MENIMBANG

Lebih terperinci

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01 Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa Telp. (024) 8508081, 86458337, Fax. (024) 85081. http://www.unnes.ac.id 2 dari 8 1. TUJUAN Prosedur ini ditetapkan agar proses pengadaan barang/jasa di lingkungan Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Perjanjian antara PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dengan PT. Muba Daya Pratama sehubungan dengan Proyek Pembangkit Listrik Berbahan Bakar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 05 /PRT/M/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM IMPLEMENTASI KONSTRUKSI BERKELANJUTAN PADA PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metode Pemilihan Kontraktor Dalam industri konstruksi, ada dua pihak yang sangat berperanan penting, yaitu owner dan kontraktor. Dimana owner adalah orang atau badan hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DOKUMEN-DOKUMEN PROYEK KONTRAK

DOKUMEN-DOKUMEN PROYEK KONTRAK DOKUMEN-DOKUMEN PROYEK KONTRAK Saifoe El Unas Dokumen-Dokumen Pada Proyek Dokumen Proyek Dokumen Kontrak Dokumen Tender Dokumen Pelelangan 1 Dokumen Pelelangan Gambar-gambar bestek RKS (Rencana Kerja dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN 2013... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan jasa konstruksi

Lebih terperinci

Materi Kuliah Manajemen Konstruksi Dosen: Emma Akmalah, Ph.D. Pendahuluan

Materi Kuliah Manajemen Konstruksi Dosen: Emma Akmalah, Ph.D. Pendahuluan Materi Kuliah Manajemen Konstruksi Dosen: Emma Akmalah, Ph.D. Pendahuluan Secara umum, yang dimaksud dengan mengorganisir adalah mengatur sumber daya perusahaan atau proyek dalam suatu gerak yang harmonis

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339 /KPTS/M/2003

KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339 /KPTS/M/2003 KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor: 339 /KPTS/M/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN JASA KONSTRUKSI OLEH INSTANSI PEMERINTAH MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH MENIMBANG

Lebih terperinci

Manajemen Pengadaan Barang /Jasa (PBJ)

Manajemen Pengadaan Barang /Jasa (PBJ) Manajemen Pengadaan Barang /Jasa (PBJ) Arif Kurniawan Wahono (135020304111002) Fatmawati Yunita (125020306111005) Sarintan Pratiwi Usman (125020300111002) Muhamad Risqi W (125020300111039) M.Januar Setiawan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pelelangan Pelelangan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang / jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Kualifikasi Kontraktor Terhadap Mutu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengaruh Kualifikasi Kontraktor Terhadap Mutu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengaruh Kualifikasi Kontraktor Terhadap Mutu I Nyoman Iwan Surya (2011) melakukan penelitian tentang Pengaruh Kualifikasi Kontraktor Terhadap Kualitas Pekerjaan Proyek Konstruksi

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

-2- Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesi

-2- Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya mendapatkan pekerjaan (proyek) pada sektor jasa konstruksi hampir selalu melalui proses yang dinamakan pelelangan/tender. Proses ini menjadi sangat penting

Lebih terperinci

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH MENIMBANG KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor : 339 /KPTS/M/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN JASA KONSTRUKSI OLEH INSTANSI PEMERINTAH MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan profitabilitas dan kinerja perusahaan. Salah satu unsur yang sangat. pekerjaan yang diselesaikan dalam tiap periode

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan profitabilitas dan kinerja perusahaan. Salah satu unsur yang sangat. pekerjaan yang diselesaikan dalam tiap periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di dalam bisnis terdapat persaingan ekonomi yang mendorong perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya maka perusahaan harus mampu meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lelang merupakan salah satu cara bagi pengguna barang dan jasa untuk mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan setelah tahap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 25 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengadaan Barang/ Jasa (Perpres 70; 2012) Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19/PRT/M/2015 TENTANG STANDAR DAN PEDOMAN PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI TERINTEGRASI RANCANG DAN BANGUN (DESIGN AND BUILD)

Lebih terperinci

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor : 339 /KPTS/M/2003

MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor : 339 /KPTS/M/2003 MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH KEPUTUSAN MENTERI PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Nomor : 339 /KPTS/M/2003 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGADAAN JASA KONSTRUKSI OLEH INSTANSI PEMERINTAH MENTERI

Lebih terperinci

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2006 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang :

Lebih terperinci

PROSEDUR MUTU PENGADAAN BARANG / JASA MELALUI PENYEDIA

PROSEDUR MUTU PENGADAAN BARANG / JASA MELALUI PENYEDIA Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 85080 PM-AKD- 1 dari 9 Maret 22 1. TUJUAN Prosedur ini ditetapkan agar proses pengadaan barang / jasa di Lingkungan Universitas Negeri Semarang dapat

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014 BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 475 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SLAMET GARUT DENGAN STATUS POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA DALAM MENDUKUNG INDONESIA BEBAS SAMPAH MEKANISME DAN LINGKUP PENGADAAN

KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA DALAM MENDUKUNG INDONESIA BEBAS SAMPAH MEKANISME DAN LINGKUP PENGADAAN OVERVIEW KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA DALAM MENDUKUNG INDONESIA BEBAS SAMPAH 2020 Disampaikan Oleh Robin A. Suryo Deputi Pengembangan Strategi dan Kebijakan OVERVIEW 1. Konsep Pengelolaan Persampahan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENILAIAN KINERJA PENYEDIA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

PROYEK MODERNISASI PENGADAAN

PROYEK MODERNISASI PENGADAAN PROYEK MODERNISASI PENGADAAN Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah booklet final.indd 1 booklet final.indd 2 PROYEK MODERNISASI PENGADAAN Pengantar Pemerintah Amerika Serikat melalui Millennium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengelolaan risiko..., Mohamad Taufik H.A., FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengelolaan risiko..., Mohamad Taufik H.A., FT UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelangsungan hidup perusahaan atau organisasi seringkali ditentukan oleh suatu keputusan penting dalam rangka mengambil peluang (opportunity) yang jarang terjadi

Lebih terperinci

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 Sistem Organisasi Gambar 3.1 Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan Sumber: Proyek 3.1.1 Organisasi dan Pihak yang Terkait Dalam organisasi

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PU NO.05/PRT/M/2014 TENTANG : PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PU

PERATURAN MENTERI PU NO.05/PRT/M/2014 TENTANG : PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PU + 1 PERATURAN MENTERI PU NO.05/PRT/M/2014 TENTANG : PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) KONSTRUKSI BIDANG PU Bimbingan Teknis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA Jakarta, 2015 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur DJPPR Kebutuhan Pembangunan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal :

PROSEDUR PENGADAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN CARA PENUNJUKAN LANGSUNG NoDokumen :BRR NIAS/SOP/DRAFT Revisi ke : R-00 Tgl. Berlaku : Maret 2007 Tanggal : 1 Tujuan Untuk menjamin bahwa pelaksanaan proses Penunjukan Langsung sesuai dengan peraturan per undang-undangan yang berlaku, harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 2 Ruang Lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang seperti Indonesia sedang melakukan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Negara berkembang seperti Indonesia sedang melakukan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkembang seperti Indonesia sedang melakukan pembangunan di segala aspek kehidupan. Contoh konkrit dapat dilihat dari berbagai bangunan yang berdiri

Lebih terperinci

SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK

SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN 3.1. Struktur Organisasi Diagram 3.1 Skema Hubungan Antara Owner, Kontraktor & Konsultan 3.1.1. Organisasi dan pihak yang terkait Dalam organisasi proyek pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi daerah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Pemerintah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) peraturan adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yg dibuat untuk mengatur. Sedangkan peraturan pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisisi dan penegertian penghambat Kata penghambat dalam kamus besar bahasa indonesia diterjemahkan sebagai hal, keadaan atau penyebab lain yang menghambat (merintangi, menahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor jasa konstruksi di Indonesia terutama untuk proyek konstruksi jalan mengalami kemajuan yang sangat pesat beberapa tahun ini. Indonesia sedang gencargencarnya

Lebih terperinci

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan

3.2 Struktur Organisasi Laporan Kerja Praktik Struktur organisasi adalah suatu kerangka kerja yang mengatur pola hubungan kerja antar orang atau badan BAB III SISTEM ORGANISASI DAN MANAJEMEN PROYEK 3.1 ORGANISASI PROYEK Secara umum organisasi dapat diartikan sebagai sebuah system yang terdiri dari sekelompok individu yang melalui suatu hierarki sistematis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 44 TAHUN : 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KOTA CIMAHI

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 44 TAHUN : 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KOTA CIMAHI LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 44 TAHUN : 2004 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI Menimbang

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI CIAMIS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG JENJANG NILAI PENGADAAN BARANG/JASA PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS C KABUPATEN CIAMIS SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bentuk: Oleh: PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 40 TAHUN 2018 (40/2018) Tanggal: 3 MEI 2018 (JAKARTA) Sumber: LN 2018/74 Tentang: PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.347, 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengadaan. Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Standar.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.347, 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengadaan. Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Standar. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.347, 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Pengadaan. Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi. Standar. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/PRT/M/2011

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pada beberapa area. Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (mode, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Bangunan Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci