BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut, Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being sebagai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut, Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being sebagai"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Diener (2009) mendefinisikan subjective well-being sebagai penilaian global dari semua aspek kehidupan individu. Senada dengan pernyataan tersebut, Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being sebagai suatu bidang dalam ilmu perilaku mengenai evaluasi individu terhadap kehidupan yang dipelajarinya. Subjective well-being memiliki beragam konsep mulai dari suasana hati sebagai penilaian global terhadap kepuasan hidup, dan dari depresi ke euforia. Compton (2005) menjelaskan subjective well-being merupakan suatu proses kognitif individu mengenai penilaian yang global tentang penerimaan hidup individu. Sedangkan Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait dengan perasaan yang baik. Diener, dkk (dalam Snyder & Lopez, 2008) subjective well-being diartikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif individu dari dirinya sendiri. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional terhadap kejadian serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan kebutuhan. Dengan demikian, subjective well-being merupakan suatu konsep umum yang mencakup 15

2 16 pengalaman emosi yang menyenangkan, rendahnya tingkat pengalaman negatif yang terdapat dalam tingkat subjective well-being yang tinggi adalah konsep inti dari psikologi positif karena mereka membuat hidupnya bermanfaat. Diener, dkk (2003) menjelaskan lebih lanjut bahwa subjective well-being merupakan suatu analisis ilmiah tentang bagaimana individu mengevaluasi kehidupan, baik pada saat ini dan pada masa lalunya, seperti kehidupannya di tahun lalu. Evaluasi ini meliputi reaksi emosional individu terhadap peristiwa, suasana hati individu, dan penilaian individu tentang kepuasan hidup mereka, pemenuhan, dan kepuasan dengan domain seperti perkawinan dan pekerjaan. Senada dengan pernyataan tersebut, Mc Gillivray & Clarke (2006) menyatakan bahwa subjective well-being melibatkan evaluasi multidimensional kehidupan, termasuk penilaian kognitif dari kepuasan hidup dan evaluasi afektif emosi dan suasana hati. Area subjective well-being terdiri dari analisis ilmiah tentang bagaimana individu mengevaluasi kehidupan individu tentang suatu peristiwa, suasana hati, penilaian mereka tentang bentuk kepuasan hidup, pemenuhan kebutuhan kepuasan pada domain seperti pernikahan dan pekerjaan. Subjective well-being adalah penilaian individu terhadap kehidupan yang positive dan berjalan dengan baik. Individu dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika individu tersebut memiliki kepuasan hidup dan lebih sering merasakan kebahagiaan, serta jarang mengalami emosi yang tidak

3 17 menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika individu merasa tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kebahagiaan dan kasih sayang serta lebih sering merasakan emosi yang negatif seperti kemarahan atau kecemasan (Diener, dalam Eid, & Larnsen 2008). Sedangkan Eid & Larnsen (2008) mendefinisikan subjective well-being dengan membuat perbedaan antara penilaian kehidupan secara kognitif dan afektif. Kepuasan hidup bukan sekedar penilaian kognitif semata tetapi merupakan penilaian keseluruhan hidup yang mengacu pada dua sumber informasi yakni penilaian kognitif yang merupakan standar kehidupan yang baik (kepuasan) dan informasi afektif merupakan bagaimana individu merasakan kehidupannya atau kebahagiaan secara keseluruhan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa subjective well-being adalah suatu penilaian umum individu terhadap kehidupannya yang penuh dengan kepuasan dan kebahagiaan sehingga individu mampu merasakan emosi yang positif yang melimpah dan sedikit emosi yang negatif. 2. Teori Subjective Well-Being Ada beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan tentang subjective well-being. Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai beberapa teori subjective well being sebagaimana dijelaskan oleh Diener (2009) yakni:

4 18 a. Teori Telic Teori telic menjelaskan bahwa subjective well-being terdiri dari kebahagiaan yang diperoleh dari beberapa keadaan seperti tujuan atau kebutuhan yang telah dicapai. b. Teori Aktifitas Teori aktifitas memandang kebahagiaan sebagai hasil samping dari aktifitas individu. Individu akan mendapatkan kebahagiaan melalui kegiatan yang dilakukan dengan baik. c. Teori Top-Down Versus Bottom-Up Teori bottom-up memandang kebahagiaan berasal dari banyaknya kebahagiaan atau peristiwa-peristiwa kecil yang dialami individu. Sebuah kebahagiaan dalam pandangan ini merupakan akumulasi dari peristiwaperistiwa bahagia yang dialami individu. sedangkan teori top-down memandang kebahagiaan yang dialami individu tergantung dari cara individu tersebut mengevaluasi dan penginterpretasi suatu peristiwa atau kejadian dalam sudut pandang yang positif. d. Teori Asosiasi Salah satu pendekatan kognitif terhadap kebahagiaan mempunyai keterkaitan dengan jaringan dalam memori. Penelitian mengenai jaringan memori menunjukkan bahwa individu dapat mengembangkan banyak jaringan memori yang positif, dan terbatas, serta terisolasi dari yang negatif. Pada individu tersebut, banyak peristiwa dapat memicu afeksi dan

5 19 pemikiran positif. Sehingga individu dengan suatu jaringan yang dominan positif akan cenderung bereaksi terhadap peristiwa dengan cara yang lebih positif. e. Teori Judgement Teori ini mengatakan kebahagiaan merupakan hasil dari sebagian perbandingan antara beberapa kondisi standar dan aktual. Jika keadaan aktual melebihi standar individu maka individu akan mendapatkan kebahagiaan. Di dalam penelitian ini teori yang dipakai adalah teori top-down versus buttom up. Teori tersebut dipakai karena menurut Diener (dalam Compton, 2005) kepuasan dalam hidup dan kebahagiaan dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pendekatan umum yaitu teori buttom up dan teori top down. Teori bottom-up memandang individu dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan hidup dengan adanya peristiwa-peristiwa kecil yang dialami dalam kehidupan individu. Sedangkan teori top-down melihat subjective well-being yang dialami individu tergantung dari cara individu tersebut mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa atau kejadian dalam sudut pandang yang positif. Pendekatan ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan caracara yang digunakan untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk meningkatkan subjective well-being diperlukan usaha yang terfokus pada mengubah persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian individu.

6 20 3. Komponen Subjective Well-Being Komponen-komponen subjective well-being menurut Diener (dalam Lopez & Snyder, 2008) adalah sebagai berikut: a. Kepuasan Hidup Kepuasan hidup merupakan penilaian individu mengenai kehidupannya, apakah kehidupan yang diajalaninya berjalan dengan baik. kepuasan hidup dapat diukur dengan melihat derajat kepuasan individu terhadap hidupnya. b. Afeksi Positif Individu dapat dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika individu sering kali merasakan emosi yang positif seperti penuh perhatian, tertarik, waspada, bersemangat, antusias, terinspirasi, bangga, ditentukan, kuat dan aktif. c. Afeksi Negatif Individu dapat dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika individu jarang sekali mengalami emosi yang negatif seperti sedih, bermusuhan, mudah marah-marah, takut, malu, bersalah, dan gelisah. Berdasarkan poin-poin di atas maka dapat disimpulkan bahwa subjective well-being memiliki 3 komponen yakni kepuasan hidup, afeksi positif, dan afeksi negatif.

7 21 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being Eddington & Shuman (2005) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being individu yang meliputi faktor demografis dan faktor lingkungan. Adapun uraian faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Perbedaan Jenis Kelamin Wanita lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan pria, dan lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan ini; namun pria dan wanita mengungkapkan tingkat kebahagiaan global yang sama. b. Usia Usia diketahui mempunyai hubungan dengan keadaan sekitar dengan subjective well-being yang dimeditasi oleh harapan-harapan. Meskipun demikian, beberapa studi sepakat bahwa usia hanya sedikit mempengaruhi kepuasan hidup. c. Pendidikan Hubungan antara pendidikan dan subjective well-being merupakan hasil dari korelasi antara pendidikan dengan status pekerjaan dan pendapatan. Namun pengaruh antara pendidikan dan subjective well-being adalah kecil meskipun signifikan.

8 22 d. Pendapatan Pendapatan dengan standar pendapatan nasional dan strata individu, menunjukkan sangat sedikit pengaruh subjective well-being. Beberapa teori mencoba menjelaskan mengapa materi merupakan prediktor negatif subjective well-being, dalam pencapaian materi terkadang menjadi tidak produktif karena mengganggu tindakan pro-sosial dan aktualisasi diri. e. Perkawinan Individu yang menikah memiliki subjective well-being lebih tinggi dibandingkan dnegan individu yang tidak pernah menikah, bercerai, berpisah, atau janda. f. Kepuasan kerja Individu yang bekerja akan mempunyai subjective well-being dibandingkan dengan individu yang tidak bekerja. Individu yang tidak bekerja memiliki tingkat stress yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang bekerja. g. Kesehatan Hubungan yang kuat antara kesehatan dan subjective well-being muncul pada pengukuran kesehatan melalui self-report, tidak pada penilaian secara objectif oleh ahli. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi akan kesehatan menjadi lebih penting daripada kesehatan secara objektif dalam mempengaruhi subjective well-being.

9 23 h. Agama Banyak survey yang menunjukkan bahwa subjective well-being berkorelasi secara signifikan dengan agama, hubungan individu dengan Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi di dalam aspek keagamaan. i. Waktu Luang Veenhoven (dalam Eddington & Shuman, 2005) menunjukkan bahwa kebahagiaan berkorelasi cukup tinggi dengan kepuasan waktu luang dan tingkatan aktifitas di waktu luang. Kegiatan yang dilakukan di waktu luang dapat meningkatkan subjective well-being, seperti aktifitas menyenangkan bersama teman, kegiatan olah raga, dan hiburan. Sedangkan kegiatan menonton televisi di waktu luang terutama tontonan yang berat kurang dapat meningkatkan kebahagiaan (Eddington & Shuman, 2005). Berbagai penelitian lain telah menemukan beberapa faktor-faktor subjective well-being, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: a. Kepribadian Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Lucas (dalam Eid & Lanrsen, 2008) menemukan faktor internal yang stabil jelas memainkan peran penting dalam subjective well-being. Pengaruh positif, pengaruh negatif, dan kepuasan hidup yang cukup stabil dari waktu ke waktu sangat berkorelasi dengan indikator psikofisiologis dan ciri-ciri kepribadian seperti sebagai extraversion dan neurotisisme. Hal ini didukung oleh

10 24 Diener (2009) beberapa variabel kepribadian menunjukkan hubungan yang konsisten dengan subjective well-being. Harga diri yang tinggi adalah salah satu prediktor terkuat subjective well-being. b. Penerimaan Diri Studi yang dilakukan yang dimulai di akhir tahun 1940-an, sebagian besar di bawah pengaruh perspektif humanistik pada penerimaan diri, telah menegaskan bahwa tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif, memuaskan hubungan sosial, prestasi, dan penyesuaian terhadap peristiwa kehidupan negatif (Szentagotai & David dalam Bernard, 2013). Ryff, dkk (2002) menjelaskan penerimaan diri adalah faktor yang terkait dengan subjective well-being. Apabila individu menerima dirinya maka dapat menyesuaikan diri dan merasa diri berharga sehingga merasakan emosi negatif yang sedikit, dapat merasakan emosi positif yang lebih banyak sehingga individu merasa puas dengan kehidupannya dan mendukung kesejahteraan. c. Status Pekerjaan Winkelmann dan Winkelmann (dalam OECD, 2013) menyatakan status pekerjaan dikenal memiliki pengaruh besar pada subjective wellbeing, pada pengangguran khususnya memiliki kaitan yang kuat dengan dampak negatif pada ukuran kepuasan hidup individu.

11 25 d. Status kesehatan Dolan, Peasgood dan Putih (dalam OECD, 2013) mengemukakan Status kesehatan baik kesehatan fisik dan mental berkorelasi dengan ukuran subjective well-being, dan ada bukti bahwa perubahan status kecacatan menyebabkan perubahan dalam kepuasan hidup individu (Lucas dalam OECD, 2013). e. Hubungan sosial Kontak sosial adalah salah satu pengendali yang paling penting untuk subjective well-being, karena kontak sosial individu memiliki dampak yang besar baik pada evaluasi hidup maupun afek positif dan afek negatif (Helliwell Dan Wang; Kahneman Dan Krueger; Boarini dkk, dalam OECD, 2013). Berdasarkan uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempergaruhi subjective well-being adalah perbedaan jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, perkawinan, kepuasan kerja, kesehatan, agama, waktu luang, kepribadian, penerimaan diri, status pekerjaan, dan hubungan sosial. Penerimaan diri merupakan faktor penting dalam meningkatkan subjective well-being karena tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif, memuaskan hubungan sosial, prestasi, dan penyesuaian terhadap peristiwa kehidupan negatif, sehingga individu akan memiliki subjective well-being.

12 26 B. Penerimaan Diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Secara umum penerimaan diri dikonseptualisasikan sebagai penegasan atau penerimaan diri individu meskipun individu memiliki kelemahan atau kekurangan (Bernard, 2013). Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri (Chaplin, 2011) Pannes (dalam Sari dan Nuryoto, 2002) menjelaskan lebih lanjut bahwa penerimaan diri adalah suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik pribadinya dan adanya kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Senada dengan pernyataan tersebut Jahoda (dalam Ardilla dan Herdiana, 2013) mengungkapkan bahwa individu yang dapat menerima dirinya adalah individu yang sudah mampu belajar untuk dapat hidup dengan dirinya sendiri, dalam arti individu dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada dalam dirinya. Jersild (dalam Sari dan Reza, 2013) mengatakan individu yang menerima dirinya sendiri adalah yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain, dan memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya, serta tidak melihat dirinya sendiri secara irasional. Shepard (dalam Bernard, 2013) melengkapi penjelasan tersebut bahwa penerimaan diri dapat dicapai dengan berhenti mengkritik dan memcahkan kecacatan dalam diri sendiri, dan kemudian menerima semua kekurangan diri

13 27 untuk menjadi bagian dalam diri individu; yaitu, toleransi diri untuk menjadi sempurna di beberapa bagian. Penerimaan diri ialah suatu kemampuan seorang individu untuk dapat melakukan penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri. Hasil analisa, evaluasi atau penilaian terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar bagi seorang individu untuk dapat mengambil suatu keputusan dalam rangka penerimaan terhadap keberadaan diri sendiri (Dariyo, 2011). Individu yang dapat menerima keadaan dirinya dapat menghormati diri mereka sendiri, dapat menyadari sisi negatif dalam dirinya, dan mengetahui bagaimana untuk hidup bahagia dengan sisi negatif yang dimilikinya, selain itu individu yang dapat menerima dirinya memiliki kepribadian yang sehat, kuat, sebaliknya, orang yang mengalami kesulitan dalam menerima diri tidak menyukai karakteristik mereka sendiri, merasa diri mereka tidak berguna dan tidak percaya diri (Ceyhan & Ceyhan, 2011). Penerimaan diri sangat penting untuk kesehatan mental. Tidak adanya kemampuan untuk menerima diri sendiri dapat menyebabkan berbagai kesulitan emosional, termasuk kemarahan yang tidak terkontrol dan depresi (Carson & Ellen, 2006). Sedangkan menurut Supratiknya (1995), penerimaan diri adalah memiliki penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri, atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada

14 28 individu lain, kesehatan psikologis individu, serta penerimaan terhadap individu lain. Carson & Ellen (2006) menjelaskan salah satu aspek penting dari penerimaan diri adalah kemampuan dan kemauan untuk membiarkan orang lain melihat seseorang diri sejati. Hidup penuh kesadaran memerlukan hidup kehidupan sehari-hari tanpa kepura-puraan dan tanpa kekhawatiran bahwa orang lain menilai satu negatif. Salah satu hambatan utama untuk penerimaan diri adalah ketidakmampuan untuk menerima kesalahan masa lalu, yang nyata atau yang dirasakan. Jadi berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu dalam menerima segala hal yang ada di dalam dirinya dan apapun yang menimpa dirinya baik kejadian buruk maupun kejadian baik sehingga individu akan senantiasa merasakan perasaan yang menyenangkan dan tetap bertahan untuk menjalani hidupnya. 2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri Sheerer (dalam Sari & Nuryoto, 2002) mengemukakan beberapa aspekaspek penerimaan diri sebagai berikut: a. Individu mempunyai keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi persoalan. b. Individu menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain

15 29 c. Individu tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan ditolak orang lain. d. Individu tidak malu atau hanya memperhatikan dirinya sendiri. e. Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. f. Individu dapat menerima pujian atau celaan secara objektif. g. Individu tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari kelebihannya. Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri tidak bisa lepas dari aspek konsep diri dan harga diri sehingga membentuk suatu konsep yang diyakini yaitu segala hal yang berkaitan dengan diri sendiri. Aspek-aspek individu yang memiliki penerimaan diri adalah: a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan. b. Menganggap diri berharga sebagai manusia sederajat dengan individu lain. c. Berani memikul tanggungjawab atas perilakunya. d. Menerima kritik dan pujian secara objektif. e. Tidak mengingkari kesalahan dan menyalahkan keterbatasan yang dimiliki. Berdasarkan uraian aspek-aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa aspekaspek dari penerimaan diri yaitu keyakinan akan kemampuan individu untuk menghadapi persoalan, harga diri sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain, tidak menganggap diri sendiri aneh atau abnormal, tidak malu atau hanya memperhatikan diri sendiri, berani memikul tanggung jawab

16 30 terhadap perilakunya, menerima pujian atau celaan secara objektif, dan tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya. 3. Ciri-ciri Penerimaan diri Jersild (dalam Sari & Nuryoto, 2002) mengemukakan beberapa ciri penerimaan diri untuk membedakan antara individu yang menerima keadaan diri dengan individu yang menolak keadaan diri (denial). Berikut ini adalah ciri dari individu yang menerima keadaan diri : a. Individu yang menerima dirinya memiliki harapan yang realistis terhadap keadaannnya dan menghargai dirinya sendiri. b. Individu yakin akan standar-standar dan pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat individu lain. c. Memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri secara irasional. d. Menyadari aset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya. e. Menyadari kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki penerimaan diri adalah individu yang memiliki harapan yang realistis terhadap keadaannya dan menghargai dirinya sendiri, individu akan senantiasa yakin akan standar-standar dan mengakui dirinya tanpa terpaku pada pendapat individu lain, memiliki perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri secara irasional,

17 31 menyadari aset diri yang dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya, serta menyadari kekurangannya tanpa menyalahkan diri sendiri. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri Hurlock (2013) mengemukakan tentang faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan penerimaan diri adalah sebagai berikut: a. Aspirasi Realistis Supaya individu dapat menerima dirinya, individu harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai. Ini tidak berarti bahwa individu harus mengurangi ambisi atau menentykan saran di bawah kemampuan individu. sebaliknya mereka harus mentapkan sasaran yang di dalam batas kemampuan mereka, walaupun batas ini lebih rendah dari apa yang individu cita-citakan. b. Keberhasilan Bila tujuan itu realistis, kesempatan berhasil sangat meningkat. Lagi pula, agar individu menerima dirinya, individu harus mengembangkan faktor peningkat keberhasilan suapaya potensinya berkembang secara maksimal. Faktor peningkat keberhasilan ini mencakup keberanian mengambil inisiatif dan meninggalkan kebiasaan menunggu perintah apa yang harus dilakukan, teliti dan bersungguh-sungguh dalam apa saja yang dilakukan, bekerja sama dan mau melakukan lebih dari semestinya.

18 32 c. Wawasan Diri Kemampuan dan kemajuan menilai diri secara realistis serta mengenal dan menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki, akan meningkatkan penerimaan diri. d. Wawasan Sosial Kemampuan melihat diri seperti orang lain melihat individu dapat menjadi suatu pedoman untuk perilaku yang memungkinkan individu memenuhi harapan sosial. Sebagai kontras, perbedaan mencolok antara pendapat orang lain dan pendapat individu tentang dirinya akan menjurus ke perilaku yang membuat orang lain kesal, dan menurunkan penilaian orang lain tentang dirinya. e. Konsep Diri yang Stabil Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada satu saat dan cara lain pada saat yang lain kadang-kadang menguntungkan dan kadangkadang tidak individu menjadi ambivalen tentang dirinya. Untuk mencapai kestabilan seperti halnya dengan konsep diri yang menguntungkan, orang yang berarti dalam hidupnya harus menganggap individu secara menguntungkan sebagian besar waktu. Pandangan mereka membentuk dasar bayangan cermin individu tentang dirinya. Selain itu Jersild (dalam Anggraini, 2012) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi peneriman diri individu, faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

19 33 a. Usia Peneriman diri individu cenderung sejalan dengan usia individu tersebut. Semakin matang dan dewasa individu semakin tingi pula tingkat penerimaan dirinya. b. Pendidikan Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tingi tentu akan memilki kesempatan lebih banyak untuk mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimilki, sehinga semakin tingi kepuasan diri yang diraih. Seseorang yang merasa puas akan dirinya, tentu dapat menerima dirinya secara realistis. c. Keadan Fisik Menurut Fuhrman (dalam Anggraini, 2012), keadan fisik individu akan mempengaruhi tingkat peneriman diri. d. Dukungan Sosial Peneriman diri juga lebih mudah dilakukan oleh individu yang mendapat perlakuan yang lebih baik dan menyenangkan. e. Pola Asuh Orang Tua Hurlock (dalam Anggraini, 2012) menyebutkan bahwa pola asuh demokratik membuat individu merasa dihargai sebagai manusia dalam keluarga. Individu yang merasa dihargai sebagai manusia cenderung akan menghargai dirinya sendiri dan memperkirakan sendiri tangung jawab yang harus dipikulnya, sehinga individu akan mengendalikan perilakunya

20 34 sendiri dengan kerangka aturan yang dibuat dengan berpedoman pada norma-norma yang ada di masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri yaitu aspirasi realistis, keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial, konsep diri yang stabil, usia, pendidikan, keadaan fisik, dukungan sosial, dan pola asuh orang tua. 5. Cara Penerimaan Diri Menurut Supratiknya (1995), cara individu dapat menerima diri ada lima, antara lain: a. Reflected Self Acceptance (Penerimaan Diri Tercermin) Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita juga. b. Basic Self Acceptance (Penerimaan Diri Mendasar) Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain walaupun seseorang tersebut tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang lain terhadap dirinya. c. Conditional Self Acceptance (Penerimaan Diri Kondisional) Penerimaan diri yang berdasarkan pada seberapa baik seseorang memenuhi tuntutan dan harapan orang lain terhadap dirinya. d. Self Evaluation (Evaluasi Diri) Penilaian seseorang tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang dimilikinya dibandingkan dengan berbagai atribut yang dimiliki orang lain

21 35 yang sebaya dengan seseorang, atau dengan kata lain membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya. e. Real Ideal Comparison (Perbandingan Diri Ideal) Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan uraian di atas maka diketahui bahwa cara penerimaan diri ada lima yaitu reflected self scceptance, basic self acceptance, conditional self acceptance, self evaluation, dan real ideal comparison. C. Stroke 1. Pengertian Stroke Stroke menurut WHO adalah gejala-gejala penurunan fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Sedangkan menurut Lingga (2013) stroke adalah suatu kondisi yang ditandai dengan serangan otak akibat pukulan telak yang terjadi secara mendadak. Stroke juga didefinisikan sebagai gangguan saraf permanen akibat terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. Sindrom klinis ini terjadi secara mendadak serta bersifat progresif sehingga menimbulkan kerusakan otak secara akut dengan tanda klinis. Stroke merupakan penyakit yang menyerang jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen ke dalam otak.

22 36 Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini disebabkan karena adanya sumbatan, penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak tersebut (Junaidi, 2011). Lingga (2013) menjelaskan bahwa kebutuhan oksigen yang banyak tersebut diperlukan untuk berfungsinya seluruh aktifitas otak yang sangat berat. Oksigen diperlukan untuk aktifitas jutaan sel saraf yang ada pada otak. Sel saraf otak bertugas mengatur seluruh proses biologi yang berlangsung di dalam tubuh, termasuk untuk memelihara keseimbangan emosi. Jika pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi tidak dapat mencapai otak, maka fungsi otak akan terhenti yang akhirnya berujung pada kematian. 2. Pasca Stroke Keadaan penderita pasca stroke dalam perjalanannya sangat beragam, bisa pulih sempurna bisa sembuh dengan cacat ringan, sedang, dan cacat berat khususnya pada kelompok umur di atas 45 tahun. Setelah serangan stroke berlalu maka sel-sel otak yang mati dan bekuan darah akan diserap kembali, lalu diganti dengan kista yang mengandung cairan otak. Proses di atas akan berlangsung sekitar 3 bulan, dan 30 persennya akan tergantung pada alat atau mungkin mengalami komplikasi yang dapat menimbulkan kematian (Junaidi, 2011). Junaidi (2011) juga mengatakan bahwa banyak perubahan yang akan terjadi pada diri penderita pasca stroke. Perubahan yang terjadi untuk penderita yang mengalami stroke yang mengenai otak bagian kanan adalah

23 37 penderita akan memperlihatkan tingkah laku yang aneh, salah satunya adalah menabrak barang-barang pada bagian kiri tubuh, walaupun tidak ada fungsi tubuh yang hilang. Bila membaca hanya pada bagian kanan, mengetik, memakai baju hanya dengan tangan kanan, dan makan hanya bagian kanan piring. Serta terjadi kesulitan dengan oerientasi dan jarak meskipun dalam lingkungan yang sudah biasa. Penderita pasca stroke juga akan mengalami perubahan pikiran berupa hilangnya semangat, ingatan, konsentrasi, dan fungsi kecerdasan. Penderita juga akan mengalami gangguan indera perasa sehingga tidak dapat merasakan panas, dingin, sakit pada satu sisi tubuh, termasuk kehilangan sensori yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk bicara atau mengerti bahasa (Junaidi, 2011). Tidak hanya perubahan secara fisik saja, penderita pasca stroke juga akan mengalami perubahan secara Psikologis. Hal ini dijelaskan oleh Lingga (2013) kondisi tidak berdaya akibat stroke yang dialami penderita pasca stroke membuat penderita mengalami perubahan mental yang sulit ditutupi. Perubahan-perubahan fisik yang telah dijelaskan sebelumnya menyebabkan penderita akhirnya mengalami stress, depresi, mudah tersinggung, mudah marah, dan sedih. Ada pula yang putus asa dan kehilangan semangat hidup. Junaidi (2011) juga berpendapat bahwa penderita pasca stroke akan mengalami perubahan kepribadian dimana umumnya terjadi kejengkelan karena hanya berbaring di tempat tidur sehingga dapat mengalami

24 38 ketidaktenangan, halusinasi dan atau delusi. Rangsangan yang berlebihan karena bising dan banyak pengunjung. Individu yang baru mengalam stroke memiliki daya memperhatikan amat singkat. Penderita juga menjadi galak dan umumnya sulit hidup bersama mereka dan memperlihatkan sifat kekanakkanakan. Perubahan emosi juga akan dialami penderita pasca stroke yaitu berupa gampang tertawa atau menangis silih berganti dengan sebab yang tidak jelas. Penjelasan yang senada juga dikemukakan oleh Lingga (2013) sebagian besar penderita pasca stroke tidak dapat menerima kehidupan baru yang dialaminya. Penderita merasa gelisah, sedih, takut, dan stress atas kekurangan fisik dan mental yang serba berubah. Kondisi seperti ini menyebabkan mereka mudah tersinggung, cenderung marah tanpa sebab yang jelas, lesu, apatis dan minder. Penderita juga tidak menyadari terjadinya gangguan emosi yang oleh orang lain terasa sangat nyata. Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa penderita pasca stroke adalah kondisi dimana individu telah mengalami mengalami stroke atau terserang stroke, sehingga mengakibatkan penderita mengalami perubahan secara fisik yang akan berpengaruh pula pada kondisi psikologis seperti stress, depresi, mudah tersinggung, mudah marah, sedih, putus asa, takut, mudah marah, dan mudah tersinggung. 3. Jenis-Jenis Stroke Menurut Lingga (2013) berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik.

25 39 Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah otak oleh plak (materi yang terdiri atas protein, kalsium, dan lemak) yang menyebabkan aliran oksigen yang melalui liang arteri terhambat. Adapun stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena perdarahan otak akibat pecahnya pembuluh darah otak. a. Stroke Iskemik Sekitar 82% stroke merupakan stroke iskemik. Penggumpalan darah yang bersirkulasi melalui pembuluh darah arteri merupakan penyebab utama stroke iskemik. Ketika lemak terutama kolesterol, sel-sel arteri yang rusak, kalsium serta materi lain bersatu dan membentuk plak, maka plak tersebut akan menempel di bagian dalam dinding arteri terutama di bagian pencabangan arteri. Pada saat yang bersamaaan sel-sel yang menyusun arteri memproduksi zat kimia tertentu yang menyebabkan plak tersebut menebal dan akhirnya liang arteri menyempit. Penyempitan liang arteri menyebabkan aliran darah yang akan melalui liang tersebut terhambat. Lokasi penyumbatan tersebut dapat terjadi pada pembuluh darah besar, dan pembuluh darah sedang atau pembuluh darah kecil. Proses penyumbatan berawal dari luka pada pembuluh darah yang dipicu oleh radikal bebas, toksin yang berasal dari rokok, dan lemak tak sehat yang bercampur dengan darah serta akibat infeksi patogen tertentu pada dinding pembuluh darah. Penyebab lainnya adalah penyumbatan

26 40 pembuluh darah jantung yang menyebabkan darah yang berasal dari jantung tidak dapat disalurkan ke otak. Berdasarkan lokasi penggumpalan darah, stroke iskemik dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik trombolitik dan stroke iskemik embolitik. 1) Stroke Iskemik Trombolitik Jenis stroke ini ditandai dengan pengumpalan darah pada pembuluh darah yang mengarah menuju otak. Biasa pula disebut selebral thrombosis. Proses thrombosis dapat terjadi di dua lokasi yang berbeda yaitu pembuluh darah besar dan pembuluh darah kecil. 2) Stroke Iskemik Embolitik Stroke iskemik embolitik merupakan jenis stroke iskemik dimana penggumpalan darah bukan terjadi pada pembuluh darah otak melainkan pada pembuluh darah yang lainnya. Menurunnya pasokan darah dari jantung yang kaya oksigen dan nutrisi ke otak adalah faktor utama yang menjadi penyebabnya. Stroke iskemik embolitik sering dipicu oleh penurunan tekanan darah yang berlangsung secara drastis, misalnya ketika seseorang melakukan aktifitas fisik berat sehingga mengalami kelelahan fisik yang luar biasa. b. Stroke Hemoragik Stroke Hemoragik terjadi akibat pembuluh darah yang menuju ke otak mengalami kebocoran (perdarahan). Kebocoran tersebut diawali karena adanya tekanan yang tiba-tiba meningkat ke otak sehingga

27 41 pembuluh darah yang tersumbat tersebut tidak dapat lagi menahan tekanan, akhirnya pecah dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan umumnya terjadi pada batang otak, selaput otak, dan serebrum. Kebocoran tersebut menyebabkan darah tidak dapat mencapai sasarannya, yaitu sel otak yang membutuhkan sel darah. Jika suplai darah terhenti, dapat dipastikan suplai oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak akan terhenti pula dan akhirnya sel otak mengalami kematian. Ada sejumlah faktor yang memicu terjadinya stroke hemoragik. Salah satu penyebab stroke hemoragik adalah penyumbatan pada dinding pembuluh darah yang rapuh mudah menggelembung, dan rawan pecah terutama pada kelompok berusia lanjut. Hipertensi merukapan faktor resiko terkuat yang menyebabkan terjadi perdarahan otak. Selain itu, trauma fisik yang terjadi di kepala atau leher serta tumor di kepala juga dapat mendorong perdarahan otak. Berdasarkan lokasi perdarahan, stroke hemoragik dibedakan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik intraserebral dan stroke hemoragik subaraknoid. 1) Stroke Hemoragik Intraserebral Perdarahan terjadi di dalam otak, biasanya pada ganglia, batang otak, otak kecil, dan otak besar. Jenis stroke ini yang menimbulkan dampak paling fatal. Sebagain besar menderita yang mendapatkan stroke jenis ini

28 42 tidak dapat tertolong jiwanya karena untuk mengatasinya memerlukan tindakan operasi yang harus dilakukan sesegera mungkin. 2) Stroke Hemoragik Subaraknoid Stroke hemoragik subaraknoid ditandai dengan perdarahan yang terjadi di luar otak, yaitu di pembuluh darah yang berada di bawah oak atau di selaput otak. Perdarahan tersebut menekan otak sehingga suplai darah ke otak terhenti. Ketika darah yang berasal dari pembuluh darah yang bocor bercampur dengan cairan darah yang ada di batang dan selaput otak, maka darah tersebut akan menghalangi aliran cairan otak sehingga menimbulkan tekanan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirangkum kesimpulan bahwa stroke dibagi menjadi dua secara garis besar yaitu stroke iskemik atau stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik dibagi lagi menjadi dua macam yaitu stroke iskemik trombolitik dan stroke iskemik embolitik. Sedangkan stroke hemoragik dibagi lagi menjadi dua yakni stroke hemoragik intraserbral dan stroke hemoragik subaraknoid. 4. Faktor-Faktor Resiko Stroke Menurut Lingga (2013) faktor resiko stroke secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu: a. Faktor tidak Terkendali Faktor tidak terkendali adalah faktor yang tidak dapat diubah yang terdiri dari:

29 43 1) Faktor Genetik Gen tertentu memiliki kecenderungan yang tinggi terhadap stroke. Sifat genetik yang terbawa oleh bangsa berkulit hitam berisiko tinggi terhadap stroke. Resiko yang hampir sama juga dimiliki oleh gen keturunan Afrika-Amerika. 2) Cacat Bawaan Individu yang memiliki cacat pada pembuluh darahnya (cadasil) berisiko tinggi terhadap stroke. Jika individu mengalami kondisi seperti ini, maka mereka umumnya akan mengalami stroke pada usia yang terbilang masih muda. 3) Usia Pertambahan usia meningkatkan resiko terhadap stroke. Hal ini disebabkan melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh terutama terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah. 4) Gender Pria lebih beresiko terhadap stroke disbanding wanita. Sejumlah faktor turut memengaruhi mengapa hal tersebut dapat terjadi. Kebiasaan merokok yang lebih banyak dilakukan oleh kaum pria menjadi salah satu pemicu stoke pada sebagian besar kaum pria. Pola hidup tidak teratur yang umumnya dilakukan oleh kaum pria tampaknya merupakan sebuah alasan mengapa kaum pria lebih beresiko terhadap stroke disbanding kaum wanita.

30 44 5) Riwayat penyakit dalam keluarga Resiko terhadap stroke terkait dengan garis keturunan. Para ahli menyatakan adanya gen resesif yang memengaruhinya. Gen tersebut terkait dengan peyakit-penyakit yang merupakan faktor resiko pemicu stroke. Penyakit terkait dengan gen tersebut antara lain diabetes, hipertensi, hiperurisemia, hiperlipidemia, penyakit jantung koroner, dan kelainan pada pembuluh darah yang bersifat menurun. b. Faktor yang dapat Dikendalikan Faktor-faktor yang bisa dikendalikan ini terdiri dari gaya hidup tidak sehat yang memicu terjadinya penyakit-penyakit tertentu yang mendorong serangan otak. Faktor-faktor resiko yang dapat dicegah ini diantaranya adalah: 1) Kegemukan (obesitas) 2) Penyakit jantung, diabetes, tumor otak, hipertensi, hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah yang tinggi), hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah yang tinggi). 3) Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi alkohol, malas berolahraga, konsumsi obat-obatan bebas dan psikotropika, dan stres 4) Cedera pada leher dan kepala 5) Kontasepsi berbasis hormon dan terapi sulih hormon 6) Infeksi

31 45 7) Mengorok Berdasarkan poin-poin yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor resiko stroke secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu faktor tak terkendali, dan faktor yang tidak dapat dikendalikan. Faktor terkendali diantaranya adalah faktor genetik, cacat bawaan, usia, gender, dan riwayat penyakit dalam keluarga. Sedangkan faktor yang tidak dapat dikendalikan meliputi kegemukan, penyakit jantung, diabetes, tumor otak, hipertensi, hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah yang tinggi), hiperurisemia (kadar asam urat dalam darah yang tinggi), gaya hidup, cedera pada leher dan kepala kontasepsi berbasis hormone dan terapi sulih hormone, infeksi, dan mengorok. 5. Kelumpuhan Penderita Pasca Stroke Lingga (2013) mengatakan bahwa kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke. Stroke umumnya ditandai dengan cacat pada salah satu sisi tubuh, jika dampaknya tidak terlalu parah hanya menyebabkan anggota tubuh tersebut menjadi tidak bertenaga. Kelumpuhan dapat terjadi di berbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan tenggorokan. Berikut adalah skala kelumpuhan akibat stroke menurut Neil F. Gordon (dalam Lingga, 2013): a. Skala 1: Penderita masih dapat melakukan hal-hal ringan yang sebelumnya mampu dilakukannya.

32 46 b. Skala 2: Penderita tidak mampu melakukan semua pekerjaan seperti semula, namun tanpa bantuan orang lain masih bisa berusaha melakukannya sendiri. c. Skala 3: Penderita memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan pekerjaan tertentu, namun masih dapat berjalan tanpa dibantu orang lain meskipun harus menggunakan tongkat. d. Skala 4: Penderita tidak dapat lagi berjalan tanpa dipapah oleh orang lain. Mereka juga memerlukan bantuan orang lain untuk melakukan pekerjaan yang sebelumnya dilakukannya sendiri, misalnya mandi, ke toilet dan menyisir rambut. e. Skala 5: Penderita tidak lagi dapat melakukan aktivitas fisik apa pun. Semua aktivitas dan kebutuhan hidupnya bergantung bantuan orang lain serta memerlukan perhatian seseorang yang merawatnya. Dampak kelumpuhan tidak hanya diklasifikasikan ke dalam bentuk skala, akan tetapi kelumpuhan penderita stroke juga dibedakan berdasarkan stroke yang dialami mengenai otak kanan atau otak kiri. Seperti yang dijelaskan oleh Lingga (2013) jika sisi tubuh yang mengalami kelumpuhan adalah sisi kiri disebut stroke kiri, dan jika yang mengalami kelumpuhan sisi tubuh bagian kanan maka disebut stroke kanan. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh terkait dengan sisi otak yang mengalami kerusakan. Stroke kiri disebabkan otak kanan mengalami kerusakan, adapun stroke kanan disebabkan otak kiri yang mengalami

33 47 kerusakan, dalam istilah medis, stroke kiri disebut nondominan stroke dan stroke kanan disebut dominan stroke. Selain ditandai oleh kelumpuhan pada sisi tubuh yang berbeda, antara stroke nondominan dan stroke dominan juga ditandai dengan gejala spesifik yang berbeda, yaitu: a. Gejala spesifik stroke nondominan: 1) Penderita mengalami kesulitan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan ruang misalnya menggambar. 2) Penderita mengalami gangguan dalam menginterpretasikan apa yang dilihatnya. 3) Penderita mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi atau kurang atensi terhadap sesuatu. 4) Penderita mengalami kesulitan ketika berpakaian. b. Gejala spesifik dominan stroke: 1) Penderita tidak bisa lagi melakukan pekerjaan yang sebelumnya dapat dilakukan termasuk pekerjaan paling sederhana. 2) Penderita sulit memahami pembicaraan orang lain dan sulit berbicara. D. Dinamika Psikologis Penderita pasca stroke setelah mengalami stroke akan mengalami berbagai perubahan di dalam kehidupannya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan fisik dan perubahan psikologis. Perubahan fisik diantaranya adalah mengalami kelumpuhan, kurangnya kemampuan berbicara, perubahana daya pikir,

34 48 perubahan perilaku dan emosi. Sedangkan perubahan fisik tersebut juga akan memberikan kontribusi pada perubahan psikologis yaitu penderita akan menjadi mudah marah, mudah tersinggung, emosinya mudah berubah, sulit mengontrol emosi negatif, dan sedih. Perubahan fisik maupun perubahan psikologis tersebut membuat penderita menilai atau mengevaluasi kehidupannya secara negatif, karena kehidupan yang dijalani sudah berubah tidak seperti yang diharapkan oleh penderita yaitu seperti semula ketika sebelum mengalami stroke. Penilaian dan evaluasi yang negatif terhadap hidup akan membuat penderita menjadi merasa tidak tidak puas dengan kehidupannya. Perubahan kondisi fisik, kondisi psikologis serta penilaian atau evaluasi yang negatif terhadap kehidupannya tersebut, mengakibatkan penderita akan sulit mengontrol emosi negatifnya. Hal ini dikarenakan perubahan kondisi psikologis yang dialami penderita sudah mengarah pada sulitnya mengontrol emosi negatif ditambah penilaian penderita terhadap hidupnya yang cenderung negatif. Kondisi penderita yang sulit mengontrol emosi negatifnya membuat penderita menjadi jarang merasakan emosi positif. Kondisi tersebut menggambarkan permasalahan subjective well-being yang dimiliki penderita pasca stroke setelah mengalami stroke dengan berbagai perubahan yang terjadi di dalam kehidupannya. Permasalahan subjective wellbeing tersebut akan dapat diminimalisir dengan cara penderita pasca stroke menerima dirinya atau memiliki penerimaan diri.

35 49 Penderita pasca stroke yang dapat menerima dirinya tidak akan menyalahkan dirinya atas keterbatasan yang dimiliki. Keterbatasan-keterbatasan yang dialaminya tidak dianggap sebagai hal yang aneh atau abnormal sehingga penderita tidak merasa ditolak oleh orang lain. Penderita pasca stroke yang tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal tidak akan merasa malu sehingga penderita tidak hanya memperhatikan dirinya dengan melakukan segala cara untuk kesembuhannya akan tetapi tetap memiliki harapan yang realistis untuk kesembuhannya, sehingga penderita akan tetap bermanfaat bagi orang lain. Penderita yang merasa rendah diri terhadap kekurangan dirinya akan memiliki keyakinan akan kemampuan dalam menghadapi persoalan-persolan yang dialaminya setelah mengalami stroke. Keyakinan penderita pasca stroke terhadap kemampuannya dalam menghadapi permasalahan membuat penderita berani dalam memikul tanggung jawab atas perilakunya di masa lalu yang menyebabkan penderita mengalami stroke. Proses panjang yang dialami penderita pasca stroke dalam menerima dirinya akan membawa penderita menjadi merasa berharga sebagai seorang manusia dan sederajat dengan orang lain. Ketika penderita pasca stroke mengalami proses dalam menerima dirinya dan merasa berharga sebagai seorang manusia, penderita akan mulai dapat mengevaluasi kehidupannya secara lebih positif. Evaluasi yang positif tersebut akan menumbuhkan emosi positif dalam diri penderita. Evaluasi positif terhadap kehidupan juga akan membuat penderita mampu mengontrol emosi yang negatif.

36 50 Sehingga penderita pasca stroke akan senantiasa merasakan subjective wellbeing. E. Pengaruh Penerimaan Diri terhadap Subjective Well Being pada Penderita Pasca Stroke Stroke mengakibatkan berbagai perubahan di dalam diri penderitanya. Selain dampak secara fisik yang sangat menonjol, stroke akan berdampak pada kondisi sosial dan ekonominya. Selain itu, penderita juga akan mengalami perubahan secara psikologis. Perubahan secara psikologis pada penderita pasca stroke disebabkan oleh perubahan aktifitas keseharian dari penderita. Penderita pasca stroke tetap harus menjalani kehidupannya dan bisa berdampingan dengan penyakit yang dideritanya. Penderitaan yang dialami oleh penderita pasca stroke bukan berarti penderita tidak bisa merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena rasa bahagia akan mampu membawa dampak positif bagi kesembuhan penderita pasca stroke. Hal ini dijelaskan oleh Myers (2015) bahwa keadaan jasmani individu yang bahagia lebih sehat, cepat sembuh dari penyakit dan lebih tahan menghadapi penyakit dibandingkan individu yang tidak bahagia. Kebahagiaan dapat ditemukan ketika seseorang individu memiliki subjective well-being. Individu dengan level subjective well-being yang tinggi, pada umumnya memiliki sejumlah kualitas yang mengagumkan (Diener, 2000). Individu ini akan lebih mampu mengontrol emosinya dan menghadapi berbagai peristiwa dalam

37 51 hidup dengan lebih baik. Sedangkan individu yang dikatakan memiliki subjective well-being rendah individu merasa tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kebahagiaan dan kasih sayang serta lebih sering merasakan emosi yang negatif seperti kemarahan atau kecemasan (Diener dkk, dalam Eid & Lanrsen, 2008). Penderita pasca stroke yang memiliki subjective well-being akan senantiasa merasakan emosi yang positif dan mampu mengontrol emosinya serta mampu menghadapi berbagai peristiwa dalam hidupnya meskipun pada kenyataannya peristiwa yang dialami adalah hal yang tidak menyenangkan. Akan tetapi jika penderita pasca stroke tersebut memiliki subjective well-being rendah, maka penderita akan memandang bahwa peristiwa yang dialaminya adalah hal yang tidak menyenangkan sehingga individu merasakan lebih banyak emosiemosi yang negatif. Stroke adalah salah satu peristiwa yang tidak menyenangkan yang dialami oleh penderitanya. Hal ini dikarenakan stroke dapat membuat perubahan yang besar dalam kehidupan penderita. Perubahan tersebut membuat penderita pasca stroke harus menjalani kehidupannya dalam kondisi yang tidak menyenangkan setelah mengalami serangan stroke. Kondisi yang tidak menyenangkan ini akan mempengaruhi subjective well-being penderita pasca stroke. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wyller, dkk (1998) yang menunjukkan bahwa kondisi subjective well-being pada penderita stroke lebih rendah dibandingkan penderita non-stroke.

38 52 Tidak menutup kemungkinan bahwa dengan kondisi kehidupan yang dialaminya, penderita pasca stroke dapat bangkit dari ketidakberdayaannya dengan menerima kenyataan yang terjadi sehingga akan mendapatkan subjective well-being. Penderita pasca stroke akan memandang kehidupannya lebih positif, memiliki kepuasan hidup, kepuasan domain, seringkali merasakan emosi positif dan jarang mengalami emosi negatif. Menerima kenyataan yang dialami dalam kehidupan individu akan membuat individu merasakan kenyamanan dalam hidupnya sehingga akan merasakan emosi yang lebih positif. Hal ini dijelaskan dalam penelitian mengenai subjective wellbeing dan penerimaan diri, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nayana (2013) yang menjelaskan walaupun individu memiliki kondisi diri yang tidak stabil namun bila individu tersebut memiliki penerimaan diri, penyesuaian diri atau adaptasi yang baik dengan lingkungannya juga akan membuatnya menjadi nyaman dengan kondisi dirinya. Selain itu, Noviyanti (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ketika individu mampu berpikir positif dengan melihat kelebihan dibalik kekurangannya, maka pada saat itu pula muncul usaha untuk menyesuaikan diri. Pada penyesuaian diri tersebut secara tidak langsung, individu akan mampu mengendalikan diri secara emosional. Jika individu mampu mengendalikan emosinya maka individu tersebut akan mampu merasakan emosi yang positif. Kepuasan hidup yang dimiliki oleh individu merupakan salah satu komponen subjective well-being. Kepuasan hidup adalah kondisi individuatif dari keadaan

39 53 pribadi individu sehubungan rasa senang atau tidak senang sebagai akibat dari adanya dorongan atau kebutuhan yang ada dari dalam dirinya dan dihubungkan dengan kenyataan yang dirasakan (Caplin, 2011). Rasa senang atau tidak senang penderita pasca stroke dalam menghadapi kenyataan yang dirasakannya dapat memperlihatkan apakah penderita memiliki subjective well-being. Penderita pacsa stroke yang tetap merasa senang dengan kenyataan yang dialami maka sebelumnya individu tersebut sudah menerima keadaan dirinya sehingga tetap mampu merasakan perasaan senang. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi subjective well-being pada penderita pasca stroke baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya. Faktor yang terdapat dari dalam diri salah satunya adalah penerimaan diri. Di dalam studi yang dilakukan mulai akhir tahun 1940-an, sebagian besar di bawah pengaruh perspektif humanistik pada penerimaan diri, telah menegaskan bahwa tingkat penerimaan diri yang tinggi terkait dengan emosi positif, memuaskan hubungan sosial, prestasi, dan penyesuaian terhadap peristiwa kehidupan negatif (Szentagotai dan David dalam Bernard, 2013). Banyak penelitian yang dilakukan mengenai dampak positif penerimaan diri bagi kondisi psikologis individu. Penerimaan diri yang positif dapat meningkatkan kebahagiaan pada diri penderita pasca stroke. Seperti yang disampaikan oleh Rykman (2006) bahwa penerimaan diri yang positif akan menumbuhkan perasaan bahagia dan nyaman, karena pada dasarnya salah satu komponen yang dapat menimbulkan individu merasa bahagia adalah adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting serta mahal nilainya. 2011). Cahyono (2008) menambahkan penyakit jantung koroner, stroke sebagian

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting serta mahal nilainya. 2011). Cahyono (2008) menambahkan penyakit jantung koroner, stroke sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman di era globalisasi, telah membawa manusia pada suatu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Perkembangan zaman yang semakin maju

Lebih terperinci

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke STROKE Penuntun untuk memahami Stroke Apakah stroke itu? Stroke merupakan keadaan darurat medis dan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat. Terjadi bila pembuluh darah di otak pecah, atau yang lebih

Lebih terperinci

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Gejala Awal Stroke Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah Bermula dari musibah yang menimpa sahabat saya ketika masih SMA di Yogyakarta, namanya Susiana umur 52 tahun. Dia sudah 4 hari ini dirawat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

MEMAHAMI STROKE. Berdasarkan Pengalamanku

MEMAHAMI STROKE. Berdasarkan Pengalamanku MEMAHAMI STROKE Berdasarkan Pengalamanku Pada bagian ini, menurut pengalaman dan kesaksianku. Aku melakukan riset sendiri untuk berusaha memberikan pemahaman sederhana mengenai stroke 1 Seberapa Mematikannya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang utama 1.Masalah kesehatan yang timbul akibat stoke sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut definisi WHO tahun 2005, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejalagejala yang berlangsung

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN

KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN KUESIONER PENELITIAN PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP KEJADIAN STROKE BERULANG DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN I. KARAKTERISTIK RESPONDEN a. Nama : b. Umur : c. Jenis Kelamin : L / P d. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini di Indonesia penyakit stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik, jasmani (mental) dan spritual serta sosial, yang memungkinkan setiap induvidu dapat hidup secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah suatu disfungsi neurologis akut (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala - gejala dan tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai

BAB II KAJIAN TEORI. karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai BAB II KAJIAN TEORI A. Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan

BAB ll TINJAUAN TEORI. A. Kebahagiaan BAB ll TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Kebahagiaan A. Kebahagiaan Menurut kamus umum, kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasaan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009 BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dunia modern di abad ke 21 ini, banyak kemajuan yang telah dicapai, baik pada bidang kedokteran, teknologi, sosial, budaya maupun ekonomi. Kemajuan-kemajuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf (defisit neurologik) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan ini tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta atau yang terkenal dengan nama Rumah Sakit Jogja adalah rumah sakit milik Kota Yogyakarta yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No. 23/19912 bahwa pembangunan nasional akan terwujud bila terjadi derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) DI RUANG SINDORO RSUD BOYOLALI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) DI RUANG SINDORO RSUD BOYOLALI ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH) DI RUANG SINDORO RSUD BOYOLALI KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang di akibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Baughman, C Diane.dkk, 2000). Menurut europen stroke initiative (2003),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Depresi Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang mempunyai gejala utama afek depresi, kehilangan minat dan kegembiraan, dan kekurangan energi yang menuju meningkatnya

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak. Written by Dr. Aji Hoesodo Stroke adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya gangguan peredaran darah di otak. Stroke merupakan suatu kerusakan pada system sentral yang diawali dengan penyakit darah tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan Mengatur Berat Badan Pengaturan berat badan adalah suatu proses menghilangkan atau menghindari timbunan lemak di dalam tubuh. Hal ini tergantung pada hubungan antara jumlah makanan yang dikonsumsi dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebanyakan informasi yang disuguhkan kepada masyarakat diterima begitu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebanyakan informasi yang disuguhkan kepada masyarakat diterima begitu saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang tidak sedikit. Salah satunya adalah penerimaan informasi yang begitu cepat. Kebanyakan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

PERAWATAN MESIN TUBUH SEBAGAI INVESTASI SEHAT MENUJU HIDUP BERKUALITAS

PERAWATAN MESIN TUBUH SEBAGAI INVESTASI SEHAT MENUJU HIDUP BERKUALITAS PERAWATAN MESIN TUBUH SEBAGAI INVESTASI SEHAT MENUJU HIDUP BERKUALITAS Oleh : dr. Euis Heryati, M.Kes Makalah Disampaikan pada Kegiatan Gebyar Healthy Life, Happy Life 2009 BUMI SILIWANGI HEALTH CARE CENTER

Lebih terperinci

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sehat secara jasmani dan rohani adalah keinginan setiap manusia moderen, di era pembangunan di segala bidang yang kini sedang digalakkan pemerintah dituntut sosok manusia

Lebih terperinci

Penyumbatan Pembuluh Darah

Penyumbatan Pembuluh Darah Penyumbatan Pembuluh Darah Penyumbatan pada syaraf otak dikarenakan adanya plak pada pembuluh darah. Plak pada pembuluh darah diakibatkan oleh: 1. Kadar kolesterol total dan LDL tinggi. Selain asupan makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. juga perlu, seperti halnya di Negara berkembang seperti Indonesia banyak orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. juga perlu, seperti halnya di Negara berkembang seperti Indonesia banyak orang yang BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan suatu hal yang paling penting. Dengan pola hidup sehat kita dapat melakukan segala hal sehat, tidak hanya sehat jasmani saja namun kesehatan rohani

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Stroke WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf yang menetap baik fokal maupun global(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan suatu kondisi apabila individu memiliki tekanan darah tinggi > 140/90 mmhg selama beberapa minggu dan dalam jangka waktu yang lama (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah systolik diatas standar. Hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (angka prevalensi) yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan

BAB 1 PENDAHULUAN. cerebrovascular disease (CVD) yang membutuhkan pertolongan dan penanganan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menghadapi beban ganda di bidang kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih tinggi diikuti dengan mulai meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasalahan kesehatan yang berkaitan dengan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi di dunia. Stroke merupakan penyakit neurologi

Lebih terperinci

Obat Diabetes Paling Ampuh

Obat Diabetes Paling Ampuh Obat diabetes paling ampuh merupakan hal yang paling dicari oleh orang-orang penderita diabetes mellitus. Beragam obat diabetes pun banyak ditawarkan di publik. Baik obat herbal diabetes rumahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumbatan penyempitan dan pecahnya pembuluh darah. killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak.

BAB I PENDAHULUAN. sumbatan penyempitan dan pecahnya pembuluh darah. killer, diabetes mellitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijasah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun Oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi sehat sendiri ada beberapa macam. Menurut World Health. produktif secara sosial dan ekonomis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan dambaan setiap manusia. Kesehatan menjadi syarat utama agar individu bisa mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY Disusun oleh : IKA YUSSI HERNAWATI NIM : J100 060 059 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak, hal ini disebabkan oleh berhentinya suplai darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Seluruh Subjek Untuk hasil penelitian diketahui bahwa untuk tahapan pertama yaitu subjek I, II, dan III kurang memiliki pengingkaran saat pertama munculnya payudara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah menjadi pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Gangguan pembuluh darah otak (GPDO) adalah salah satu gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( IPTEK ) memiliki berbagai dampak dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah meningkatnya kemakmuran masyarakat yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini stroke semakin menakutkan karena frekuensi kejadian yang semakin meninggi serta menjadi momok bagi masyarakat karena tingkat kesembuhannya yang rendah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merujuk pada istilah medis stroke didefinisikan sebagai gangguan saraf permanen akibat terganggunya peredaran darah ke otak, yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan besar dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderitanya semakin meningkat setiap tahun, tidak hanya menyerang usia tua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG KASUS Hambatan komunikasi verbal adalah penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakan sistem simbol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Salah satu masalah yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Salah satu masalah yang berasal dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari masalah, baik masalah yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Salah satu masalah yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori belajar sosial (Effi, 1993). Di dalam teori belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan penyakit terbanyak ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, serta merupakan penyakit penyebab kecacatan tertinggi di dunia. Menurut American Heart

Lebih terperinci