Kartika, Rosa Agustina, Endah Hartati. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kartika, Rosa Agustina, Endah Hartati. Abstrak"

Transkripsi

1 Perlindungan Hukum Bagi Debitur Atas Wanprestasi PT Pegadaian Dalam Penerapan Klausula Baku Pada Surat Bukti Kredit (SBK) Terkait Pertanggung Jawaban PT Pegadaian Mengenai Hilang Atau Rusaknya Barang Yang Digadaikan (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012) Kartika, Rosa Agustina, Endah Hartati Fakultas Hukum Program Studi Ilmu Hukum Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat kartikarahmadayanti@hotmail.co.id Abstrak Penelitian ini disusun untuk melihat perlindungan hukum yang didapat oleh debitur (nasabah pegadaian) dalam melakukan perjanjian dengan PT Pegadaian melalui surat bukti kredit (SBK) yang didalamnya terdapat pencantuman klausula baku apabila PT Pegadaian melakukan tindakan wanprestasi yang menyebabkan hilang atau rusaknya barang yang digadaikan oleh debitur. Untuk melihat adanya kesesuaian antara pengaturan dan praktek, dapat dilihat dari studi kasus Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn terkait perlindungan hukum yang didapat oleh debitur atau mengenai ganti rugi yang akan diterima debitur jika barang yang digadaikan hilang atau rusak selama masih berada di PT Pegadaian. Kata kunci: Perjanjian Gadai, Klausula Baku, PT Pegadaian, Wanprestasi, Perlindungan Hukum Bagi Debitur, Ganti Rugi. Legal Protection For Debtor In Breach Of Contract By PT Pegadaian In Standard Clause Which Stated In Credit Evidence Letter Related To PT Pegadaian s Liability Concerning The Loss Or Damage Of The Mortgaged Goods (Case Study: Supreme Court s Decision No. 480K/Pdt.Sus/2012) Abstract This research is prepared to see the legal protection acquired by the debtors in agreement between PT Pegadaian and the debtors. Viewing that there is a standard clause in the mortgage agreement between PT Pegadaian with the consumers that is contained in the Credit Evidence Letter (SBK) which could be found that PT Pegadaian can do some breach of contract in case the mortgaged goods are lost or damaged as long as the goods are still in PT Pegadaian. To see the compatibility between the regulations and practice, it can be seen from case study of Supreme Court s Decision No. 480 K/Pdt.Sus/2012 and Court Decision No. 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn related to the legal protection obtained by the debtors or concerning the indemnification that would be received by the debtors in case the mortgaged goods are lost or damaged as long as the goods are still in PT Pegadaian.

2 Keywords: Mortgage Agreement, Standard Clause, PT Pegadaian, Breach Of Contract, Debtors Protection Law, Indemnification. Pendahuluan Kemajuan di berbagai sektor kehidupan dan persaingan yang semakin ketat dalam kehidupan, menyebabkan setiap orang berusaha untuk menciptakan peluang demi tercapainya kehidupan yang lebih baik. Kondisi perekonomian Indonesia yang berada dalam masa-masa sulit, akhirnya menyebabkan krisis moneter yang berkepanjangan, membuat keadaan masyarakat selaku pelaku ekonomi mencari alternatif yang memungkinkan untuk suatu kemudahan dalam melakukan kegiatan ekonomi dalam kehidupan sehari hari. Dalam rangka mewujudkan Negara Indonesia yang makmur dan sejahtera diperlukan pondasi yang kuat di dalam aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan pertahanan dan keamanan negara. Dan salah satu aspek yang paling berpengaruh dalam menentukan tingkat kemakmuran dan kesehjahteraan suatu negara, dilihat dari faktor ekonomi negara itu sendiri melalui keberhasilan pembangunan ekonomi. 1 Dalam kebutuhan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Adanya kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak menutup adanya kemungkinan perselisihan atau pertentangan antara satu dengan lainnya. Dimana apabila pertentangan atau perselisihan itu terjadi, maka dapat menimbulkan kerugian di salah satu pihak dan dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan didalam masyarakat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka diperlukan adanya norma-norma hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimana manusia memerlukan kerja sama dan saling mengikatkan diri yang kemudian mengadakan hubungan hukum dan menimbulkan hak dan kewajiban untuk melakukan suatu prestasi tertentu dalam bentuk suatu perjanjian. Adanya hukum perdata yang mengatur perihal perjanjian ini pada zaman Belanda diatur di dalam Burgelijke Wetboek (BW), yang biasanya disebut di Indonesia sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordasi. Ketentuan hukum yang mengatur tentang perjanjian pada umumnya terdapat didalam Buku III KUH Perdata. Pada dasarnya bahwa hukum perjanjian 1 Irman Gusman, (Ketua DPD RI), Pembangunan Bangsa Berbasis Entrepreneurship diakses 15 Oktober 2013.

3 dalam KUH Perdata mengandung ketentuan-ketentuan yang memaksa dan yang opsional sifatnya. Untuk ketentuan-ketentuan yang memaksa, para pihak tidak mungkin menyimpanginya dengan membuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian yang mereka buat. Namun terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang yang bersifat opsional, para pihak bebas menyimpanginya dengan mengadakan sendiri syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan lain sesuai dengan kehendak para pihak. Maksud dari adanya ketentuan-ketentuan yang opsional itu, adalah hanya untuk memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang dibuat oleh para pihak apabila memang para pihak belum mengatur atau tidak mengatur secara tersendiri agar tidak terjadi kekosongan pengaturan mengenai hal atau materi yang dimaksud. 2 Hukum perjanjian merupakan salah satu bidang hukum yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hukum perjanjian termasuk dalam lingkup hukum perdata yang pengaturannya tunduk pada ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjunya disebut KUH Perdata ). Definisi perjanjian yang ada didalam KUH Perdata terdapat di dalam Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi : Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 3 Didalam kehidupan sehari-hari dikenal adanya perjanjian pembebanan dalam jaminan. Adanya sistem Hukum Jaminan tidak terlepas dari adanya sistem Hukum Benda. Hal ini dikarenakan adanya jaminan selalu terkait dengan benda. Benda sebagai harta kekayaan yang diatur di dalam KUH Perdata dibedakan atas jenis benda bergerak, benda tak bergerak, benda berwujud dan benda tak berwujud. 4 Di dalam Buku II KUH Perdata dikenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Dalam hal ini terkait benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah gadai dan fidusia. Sedangkan benda jaminan yang berupa benda tidak bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah hak tanggungan. Gadai sendiri merupakan jaminan dengan menguasai bendanya. Fidusia adalah jaminan dimana terhadap benda jaminan hanya terjadi penyerahan hak kepemilikan tetapi secara fisik benda tersebut masih dalam penguasaan debitur. Sedangkan hak tanggungan merupakan jaminan dengan 2 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), hal Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), Ps Sri Kastini, Gadai Saham, Gadai Piutang, dan Cessie, dalam Peter Mahmud Marzuki dkk., Seri Dasar Hukum Ekonomi 4 Hukum Jaminan Indonesia, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1998), hal. 236.

4 tanpa menguasai bendanya. Jaminan dengan menguasai bendanya bagi kreditur akan lebih aman, karena mengingat pada benda bergerak mudah untuk dipindahtangankan dalam arti dijual lelang jika debitur wanprestasi walaupun mudah untuk berubah nilainya. 5 Dalam hal ini jika membahas mengenai gadai, maka pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan. Gadai sendiri diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata. Karena benda-benda yang digadaikan menyangkut benda-benda bergerak, maka ketentuan Pasal-Pasal tersebut dinyatakan masih berlaku. 6 Dikenal adanya lembaga gadai yang biasa disebut dengan pegadaian. Pegadaian sendiri mulai dikenal dari Eropa, yaitu di negara Italia, Inggris, dan Belanda. Pegadaian diperkenalkan di Indonesia pada sekitar abad XIX sejak Gubernur Jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening. Bank tersebut memberi jasa pinjaman dana dengan syarat penyerahan barang bergerak, sehingga dapat kita katakan bahwa bank ini pada hakikatnya memberikan jasa pegadaian. Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik gadai telah mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. 7 Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai, seperti yang terdapat di dalam KUH Perdata. Selanjutnya, berdasarkan PP No. 51 tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian menjadi Perseroan (PERSERO), maka status badan hukum dari pegadaian itu sendiri telah berubah menjadi persero. Dalam suatu perjanjian, dikenal adanya asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract. Dimana maksud atas asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya bebas membuat perjanjian yang berisi dan macam apa saja, asal tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan atau ketertiban umum. Dengan pengertian lain maka adanya asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undangundang, kesusilaan dan ketertiban umum. 8 Perihal mengenai asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang pada pokoknya mengatur bahwa : Semua 5 Purwahid Patrik dan Kashadi, Hukum Jaminan, (Semarang: FH UNDIP, 2000), hal Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Hak-Hak Yang Memberi Jaminan Jilid II, (Jakarta: Penerbit Ind-Hill-Co, 2005), hal Abdul Ghofur Anshori, Gadai Syariah Di Indonesia Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), hal Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1987), hal. 13.

5 perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 9 Dari sudut pandang diatas, dapat ditinjau lebih lanjut atas peran asas hukum kebebasan berkontrak dalam berbagai kaitan hubungan hukum yang terjadi sekarang ini. Salah satu di antaranya adalah hubungan hukum yang terjadi dengan menggunakan perjanjian dengan syarat-syarat baku. 10 Hubungan hukum yang dilandasi atas adanya perjanjian baku seakanakan menyebabkan kedudukan konsumen dikuasai oleh perjanjian baku itu sendiri. Dapat kita katakan bahwa kedudukan hukum konsumen dalam berhubungan dengan pengusaha penyedia barang atau jasa dapat dikatakan tidak seimbang. Pelaku usaha dalam membuat perjanjian baku biasanya memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan dengan konsumen yang dapat dikatakan memiliki kedudukan yang lebih lemah dalam perjanjian baku. Dalam hal PT Pegadaian, dikenal adanya pemberlakuan klausula baku didalam Surat Bukti Kredit (SBK) yang terdapat di PT Pegadaian. Surat Bukti Kredit (SBK) tersebut mengikat debitur atau nasabah kedalam suatu perjanjian antara debitur atau nasabah dan kreditur atau PT Pegadaian itu sendiri. Surat Bukti Kredit (SBK) yang dimaksud memiliki format dan norma hukum yang didalamnya tidak dapat diubah dan sudah dirancang secara sepihak oleh PT Pegadaian, sehingga tidak memberikan peluang kepada debitur atau nasabah sebagai pihak lainnya untuk mengubah isi atau materi kontrak dalam Surat Bukti Kredit (SBK). Dalam hal ini, dalam adanya praktek perjanjian gadai sering kali dijumpai permasalahan yang nantinya dapat merugikan para pengguna jasa (masyarakat) atau nasabah selaku debitur itu sendiri. Salah satu hal yang sering ditemui diantaranya, berkaitan dengan hilang atau rusaknya barang debitur atau nasabah yang digadaikan. Hal ini dapat terjadi karena adanya kelalaian dari pegawai PT Pegadaian itu sendiri. Berdasarkan adanya fenomena tersebut, untuk mendukung motto PT Pegadaian yaitu Mengatasi Masalah Tanpa Masalah, terkait hal ini, yang perlu di teliti secara lebih lanjut yaitu mengenai perlindungan hukum seperti apa yang akan didapatkan oleh debitur terkait wanprestasi yang dilakukan oleh PT Pegadaian dan bagaimana ganti kerugian atas kerusakan atau kehilangan barang yang digadaikan sesuai dengan klausula baku yang terdapat dalam Surat Bukti Kredit (SBK). Atas dasar pemikiran tersebut, penulis akan melakukan kajian dalam penelitian ini mengenai PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR TERKAIT WANPRESTASI 9 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps Nasution, Op. Cit., hal. 94.

6 YANG DILAKUKAN PT PEGADAIAN DALAM PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA SURAT BUKTI KREDIT (SBK) TERKAIT PERTANGGUNG JAWABAN PT PEGADAIAN MENGENAI HILANG ATAU RUSAKNYA BARANG YANG DIGADAIKAN dengan berpedoman kepada studi kasus dan analisa terhadap putusan lembaga peradilan yaitu, Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012. Dengan demikian, diharapkan agar pada bagian akhir dari penelitian ini, dapat ditarik suatu kesimpulan dari pokok permasalahan yang akan dijabarkan, serta memberikan saran yang dapat menjadi masukan bagi aspek hukum mengenai perlindungan hukum yang dapat diterima oleh debitur terkait wanprestasi yang dilakukan oleh PT Pegadaian. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap debitur terkait wanprestasi yang dilakukan PT Pegadaian dalam penerapan klausula baku yang terdapat pada Surat Bukti Kredit (SBK) mengenai hilang atau rusaknya barang yang digadaikan? 2. Apakah Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 terkait dengan adanya penerapan klausula baku dalam Surat Bukti Kredit (SBK) sudah tepat? Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui perlindungan hukum seperti apa yang didapatkan oleh debitur terkait adanya klausula baku pada Surat Bukti Kredit (SBK) PT Pegadaian dan untuk mengetahui batasan ganti kerugian yang diberikan oleh PT pegadaian terhadap rusak atau hilangnya barang yang digadaikan milik debitur dalam implementasinya. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang didapatkan oleh debitur terkait wanprestasi yang dilakukan PT Pegadaian dalam penerapan klausula baku yang terdapat pada Surat Bukti Kredit (SBK) mengenai hilang atau rusaknya barang yang digadaikan. 2. Untuk mengetahui ketepatan adanya Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 terkait dengan adanya adanya penerapan klausula baku dalam Surat Bukti Kredit (SBK).

7 Tinjauan Teoritis Perjanjian Berdasarkan KUH Perdata dan PT Pegadaian Pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi : Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 11 Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi 4 unsur, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal. 12 Dengan demikian, suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya 4 syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. 13 Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas. Diantaranya asas-asas yang terpenting adalah: 1. Asas Kepribadian (Pasal 1315 jo Pasal 1340 KUH Perdata) 2. Asas Konsensualisme (Pasal 1320 KUH Perdata) 3. Asas Kebebasan Berkontrak (Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata) 14 Perjanjian utang piutang yang belaku di PT Pegadaian menggunakan sistem jaminan gadai. Hal ini dapat dilihat pula pada ketentuan Surat Bukti Kredit pada halaman belakang yang menyebutkan adanya perjanjian utang piutang dengan jaminan gadai. Secara umum gadai dapat diartikan sebagai suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak. Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu 11 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps Hasanudin Rahman, Legal Drafting, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal Suharnoko, SH, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal Djaja S Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan, (Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, 2008), hal. 96.

8 merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang bersifat accessoir. Pada prinsipnya (barang) gadai dapat dipakai untuk menjamin setiap prestasi tertentu. 15 Dari adanya perumusan Pasal 1150 KUH Perdata kita mengetahui bahwasannya, para pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2 (dua), yaitu pihak yang memberikan jaminan gadai, yang disebut sebagai pemberi gadai. Sedangkan pihak lainnya disebut sebagai kreditur yaitu, pihak yang menerima jaminan yang disebut sebagai penerima gadai. 16 Objek dalam hal gadai adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu benda bergerak berwujud dan tidak berwujud. Benda bergerak berwujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berwujud, seperti emas, arloji, sepeda motor, dan lain-lain. Sedangkan, benda bergerak yang tidak berwujud, seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil atas benda dan atas piutang. 17 Secara garis besar sifat-sifat gadai adalah : 1. Gadai adalah hak kebendaan Dalam Pasal 1150 KUH Perdata tidak menyebutkan sifat ini, namun demikian sifat kebendaan ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata yang mengatakan bahwa : Hak gadai hapus, apabila barangnya gadai keluar dari kekuasaan si penerima gadai. Apabila, namun itu barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai ini atau dicuri daripadanya maka berhaklah ia menuntutnya kembali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat (2), sedangkan apabila barang gadai didapatnya kembali, hak gadai dianggap tidak pernah telah hilang. 18 Hak kebendaan dari hak gadai bukan lah hak untuk menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai dan sebagainya. Memang benda gadai harus diserahkan kepada kreditur, tetapi tidak untuk dinikmati melainkan untuk menjamin piutangnya dengan mengambil penggantian dari benda tersebut guna membayar piutangnya. 2. Hak gadai bersifat accessoir 15 Satrio, Op. Cit., hal Satrio, Op. Cit., hal Salim, Op. Cit., hal Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps ayat 3.

9 3. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi 4. Hak gadai adalah hak yang didahulukan Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 1133 dan Pasal 1150 KUH Perdata. Karena piutang dengan hak gadai mepunyai hak untuk didahulukan dari pada piutang-piutang lainnya, maka kreditur pemegang gadai mempunyai hak mendahulukan (droit de preference). 5. Benda yang menjadi objek hak gadai adalah benda bergerak, baik yang bertubuh maupun tidak bertubuh 6. Hak gadai adalah hak jaminan yang kuat dan mudah penyitaannya. 19 Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terkait Wanprestasi Pada Klausula Baku Yang Dilakukan PT Pegadaian Pada Surat Bukti Kredit Dalam hal ini, terkait adanya putusan BPSK No. 7/Pen/BPSK-MDN/2011, dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa : 1. Pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah tidak sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu untuk mendapatkan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. 2. Sesuai dengan isi perjanjian surat bukti kredit, maka dalam klausula nya yang tertera didalam SBK tersebut yang menyatakan masa pembayaran uang kelebihan lelang berlaku selama 1 tahun sehabis tanggal lelang, artinya bila lebih dari 1 tahun maka kelebihan hasil lelang tidak diambil oleh nasabah atau konsumen, maka sisa uang nasabah atau konsumen akan hilang, adalah telah melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat 1 huruf (f), yaitu bila dihubungkan dengan ayat 1 huruf (f) tersebut mengandung makna mengurang manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa. 3. Berdasarkan Pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak pada formulir SBK milik pelaku usaha, adalah sulit dibaca sebagaimana isi ayat 2 tersebtu dilarang mencantumkan 19 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op. Cit., hal. 13.

10 klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti 4. Isi perjanjian bukti kredit pelaku usaha adalah 8 macam klausula baku yang dilarang, untuk itu majelis berdasarkan Kepmen Perindag R.1 No. 350/MPP/LEP/12/2001 tanggal 10 Desember 2001 hanyalah dapat melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku tersebut yang didalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen adalah batal demi hukum dan pembatalannya melalui pengadilan negeri 5. Merujuk pada Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan : tanggung jawab pelaku usaha memberikan ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang yang sejenis atau setara nilainya dan oleh karena lelang tidak sesuai prosedur hukum, maka lelang adalah tidak sah atau cacat hukum. Dalam hal ini, terkait adanya putusan Pengadilan Negeri Medan, dalam pertimbangan hukumnya salah satunya menyatakan bahwa, setelah majelis mencermati memori keberatan dari pemohon keberatan dan kontra memori keberatan dari termohon keberatan, maka majelis menyimpulkan bahwa, pemohon keberatan menuntut agar putusan BPSK/Mdn dibatalkan dengan alasan sebagaimana tersebut dalam pemohonannya, salah satunya, menyatakan bahwa surat perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak yang ditandatangani oleh pemohon keberatan dan termohon keberatan tidak bertentangan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya dalam tingkat kasasi, hal mengenai permohonan pemohon keberatan terkait pembatalan pencantuman klausula baku tidak dapat dibenarkan. Atas adanya hal tersebut diatas, maka dapat kita lihat bahwa Undang-undang no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, berpendirian bahwa perjanjian baku adalah sah, akan tetapi undangundang ini melarang pencantuman klausula baku yang bersifat berat sebelah dan jika dicantumkan dalam perjanjian, maka klausula baku tersebut adalah batal demi hukum. Hal ini apabila ketentuan dalam klausula tersebut dilarang seperti yang dikatakan dalam pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 20 Selain itu, dapat kita lihat pula dengan adanya putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn. Dimana adanya putusan ini ialah putusan terhadap pengajuan keberatan yang dilakukan oleh Pegadaian terhadap adanya putusan Badan 20 Suharnoko, Op. Cit., hal. 127.

11 Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dengan Nomor perkara : 04/PEN/BPSK- MDN/2011. Dimana dalam putusan tersebut menyebutkan bahwa para pihak ialah Imelda Marina Sibuea sebagai konsumen dan Pihak Pegadaian sebagai Pelaku Usaha. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini diuraikan menjadi bentuk penelitian, tipologi penelitian, jenis data, macam bahan hukum, alat pengumpulan data, metode analisis data, dan bentuk hasil penelitian. Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang mana bertujuan untuk memperluas pengetahuan peneliti mengenai teori-teori dasar yang berhubungan dengan penelitian. 21 Yakni penelitian yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis. Penggunaan metode penelitian ini untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan atas asas-asas hukum yang ada, dan hukum positif yang mengatur permasalahan dalam penelitian ini serta beberapa teori-teori pendukung lainnya. 22 Dalam penelitian ini lebih ditekankan pada pendekatan secara normatif, dimana penulis lebih ingin menggambarkan bagaimana penerapan dari pengaturan tersebut. Dengan adanya pemahaman terhadap hal tersebut, penulis berusaha untuk memberikan jawaban mengenai bagaimana penerapannya. Pendekatan yang cocok untuk dipakai dalam mendapatkan penelitian yang baik dalam membahas permasalahan ini adalah bentuk penelitian yuridis normatif, dimana penulis lebih melihat kepada tataran normatif yang ada, dan analisa mengenai pelaksanaannya. Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni yang mencakup antara lain, sumber-sumber yang didapat dari Perpustakaan, dokumendokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku harian dan seterusnya. 23 Penulis juga menggunakan data primer dengan melakukan observasi dengan menggadaikan barang milik penulis ke PT Pegadaian. 21 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, cet.14, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2012), hal Sri Mamudji, et.al., Op. Cit., hal Soekanto, Op. Cit., hal.12.

12 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan, perjanjian internasional dalam bentuk traktat dan konvensi Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 25 Bahan hukum sekunder tersebut antara lain, hasil ilmiah para sarjana, hasil penelitian, buku-buku, koran, majalah, dokumen-dokumen terkait, jurnal nasional dan internasional, dan makalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Kemudian untuk macam bahan hukum yang dipergunakan untuk menunjang penulisan penelitian ini adalah menggunakan bahan hukum primer yaitu melalui perundang-undangan. Untuk melengkapi bahan hukum primer tersebut juga digunakan bahan hukum sekunder. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan dengan isi sumber primer serta implementasinya. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa buku-buku, skripsi, tesis, artikel surat kabar, jurnal, dan media internet. 26 Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, karena data yang digunakan adalah data sekunder. Pada penelitian hukum normatif, biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya. 27 Dalam penelitian ini pun diterapkan analisis data yang demikian demi mendapatkan data yang akurat terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Hasil Penelitian Hasil penelitian dari skripsi ini adalah didapatkannya pemahaman mengenai perlindungan hukum seperti apa yang didapatkan debitur terkait wanprestasi yang dilakukan PT Pegadaian dalam penerapan klausula baku yang terdapat pada Surat Bukti Kredit (SBK) mengenai hilang atau rusaknya barang yang digadaikan dan dengan melihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 dan pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn. 24 Ibid., hlm Ibid. 26 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal Ibid., hlm. 69.

13 Pembahasan Perjanjian Berdasarkan KUH Perdata dan PT Pegadaian Adanya debitur atau nasabah pegadaian dan PT Pegadaian yang sepakat bersama-sama mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian yang disepakati bersama dalam Surat Bukti Kredit (SBK) telah mencerminkan terpenuhinya ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata dan syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Dimana dengan adanya perjanjian antara nasabah pegadaian dan PT Pegadaian juga telah mencerminkan terpenuhinya unsur-unsur perjanjian berdasarkan definisi Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu : 1. Ada pihak-pihak, yaitu Nasabah Pegadaian dan PT Pegadaian yang terikat dalam perjanjian 2. Ada persetujuan antara para pihak, yaitu Nasabah PT Pegadaian menyetujui adanya pemberlakuan klausula baku pada Surat Bukti Kredit PT Pegadaian dengan menandatangani Surat Bukti Kredit tersebut sebagai tanda persetujuan nasabah. 3. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu Nasabah PT Pegadaian bertujuan untuk menggadaikan barangnya sebagai perjanjian tambahan dengan tujuan utama yaitu peminjaman utang piutang antara PT Pegadaian dengan nasabah PT Pegadaian itu sendiri. 4. Ada prestasi yang harus dilaksanakan, Nasabah PT Pegadaian atau debitur berkewajiban untuk membayar cicilan kredit selama pelunasan barang yang digadaikan tersebut belum terselesaikan. Sedangkan dalam hal ini PT Pegadaian itu sendiri berkewajiban untuk menjaga barang jaminan nasabah PT Pegadaian selama barang tersebut masih berada dibawah PT Pegadaian dan masih menjadi tanggung jawab PT Pegadaian. 5. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan, Perjanjian antara Nasabah PT Pegadaian atau debitur dan PT Pegadaian itu sendiri berbentuk tulisan yang dituangkan didalam Surat Bukti Kredit (SBK). 6. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian, Klausula baku yang terdapat didalam Surat Bukti Kredit (SBK) menjadi syarat-syarat tertentu yang mengikat para pihak itu sendiri yaitu, Nasabah PT Pegadaian atau debitur dan PT Pegadaian.

14 Tentang asas kepribadian, menetapkan bahwa Nasabah PT Pegadaian mengikatkan dirinya untuk terikat dalam perjanjian utang piutang dengan PT Pegadaian yang tertuang dalam Surat Bukti Kredit. Tentang asas konsensualisme, sepakat antara PT Pegadaian dengan Nasabahnya terjadi ketika Nasabah PT Pegadaian menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK). Tentang asas kebebasan berkontrak dapat kita lihat pada Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang pada pokoknya mengatur bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 28 Adanya asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan adanya isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan. 29 Dalam perjanjian antara Nasabah PT Pegadaian dengan PT Pegadaian itu sendiri sudah tertuang dalam klausula baku pada Surat Bukti Kredit (SBK). Dimana Nasabah tidak dilibatkan dalam pembentukan klausula baku tersebut. Sehingga nasabah tidak dapat mengubah dan menentukan mengenai apa isi perjanjian tersebut. Akan tetapi, terkait dengan siapa perjanjian tersebut dibuat, nasabah dapat menentukannya dengan pernyataan apakah setuju atau tidak setuju terhadap isi perjanjian itu. Jika nasabah menyetujui adanya klausula baku yang terdapat pada PT Pegadaian maka dengan ini adanya Surat Bukti Kredit yang sudah ditanda tangani oleh nasabah mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi nasabah itu sendiri dan PT Pegadaian. Adanya perjanjian yang tertuang didalam Surat Bukti Kredit (SBK) itu sendiri merupakan perjanjian utang piutang antara nasabah PT Pegadaian dengan PT Pegadaian. Pada perjanjian antara PT Pegadaian dengan nasabahnya yang menjadi perjanjian pokoknya adalah perjanjian utang piutang antara PT Pegadaian dengan nasabah. Sedangkan dalam hal ini, perjanjian gadai antara PT Pegadaian dengan nasabah merupakan perjanjian tambahan yang digunakan untuk menjamin adanya pelunasan utang piutang antara PT Pegadaian dan nasabah. Pihak pemberi gadai, yaitu Nasabah PT Pegadaian dan pihak penerima gadai yaitu, PT Pegadaian itu sendiri. Pada PT Pegadaian benda-benda yang dapat digadaikan hanyalah benda-benda bergerak. Akan tetapi, pembatasan benda-benda bergerak pada PT Pegadaian lebih sempit ruang lingkupnya dibandingkan dengan perumusan benda bergerak dalam KUH Perdata. Di 28 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps ayat (1). 29 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 109.

15 PT Pegadaian, benda yang dapat dijaminkan hanyalah terbatas pada benda bergerak yang dapat dibawa langsung, seperti emas, berlian, laptop dan sebagainya. Terkait dengan penggadaian STNK dan BPKB motor ataupun mobil, hanya bisa digadaikan apabila penggadai berlatar belakang pelaku usaha dan menggadaikan STNK dan BPKB tersebut dengan alasan menjalankan usahanya. 30 Dengan demikian dapat dilihat bahwa antara gadai yang diatur dalam KUHPerdata dan PT Pegadaian memiliki hubungan, yaitu: 1. Sama-sama merupakan perutangan yang timbul dari perjanjian timbal balik dilapangan hukum harta kekayaan. 2. Benda perjanjian harus diserahkan kedalam kekuasaan si pemegang gadai. 3. Gadai dalam KUHPerdata dan PT Pegadaian merupakan perjanjian accessoir (tambahan) pada perjanjian utang uang selaku perjanjian pokok dengan benda bergerak berwujud, hak-hak untuk memperoleh pembayaran uang (surat-surat piutang kepada si pembawa, atas nama, atas tunjuk) selaku tanggungan/jaminan Gadai dalam KUH Perdata dan PT Pegadaian, kekuasaan pemegang/penerima gadai tidak meliputi hak memakai, memungut hasil, menyewakannya dan sebagainya Gadai dalam KUH Perdata dan PT Pegadaian, pemberi gadai harus melunasi hutangnya dalam waktu yang telah ditetapkan bersama. Jika ia lalai dalam hal itu, si pemegang gadai tidak berwenang memiliki benda jaminan namun selaku kreditur, pihak terakhir ini dapat melelang benda gadai atas kekuasaan sendiri, untuk memperoleh pelunasan dari piutangnya Peraturan gadai yang terdapat dalam Perum Pegadaian tetap berlandaskan pada KUHPerdata. Perlindungan Hukum Bagi Debitur Terkait Wanprestasi Pada Klausula Baku Yang Dilakukan PT Pegadaian Pada Surat Bukti Kredit Dari adanya putusan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) No: 7/Pen/BPSK- Mdn//2011, Putusan Pengadilan Negeri Medan No: 310/Pdt.G/2011/PN.Mdn, Putusan 30 Wawancara petugas atau pegawai PT Pegadaian Cabang Pasar Senen, Bapak Hari Sulistiyo, tanggal 13 Juni Bushar Muhammad, Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1981), hal Ibid. 33 Ibid.

16 Mahkamah Agung No: 480 K/Pdt.Sus/2012 dapat kita lihat bahwasannya, adanya klausula baku yang terdapat didalam Perjanjian gadai antara PT Pegadaian dengan Nasabah yang tercantum dalam SBK tidak mengurangi kewajiban PT Pegadaian terhadap ganti rugi yang diberikan. Hal ini terlihat dari adanya ketiga putusan, yaitu putusan BPSK, putusan Pengadilan Negeri Medan, dan putusan Mahkamah Agung, menyatakan bahwa pelaku usaha yaitu PT Pegadaian tetap dihukum atas ganti rugi yang memang seharusnya diberikan. Adanya ganti rugi tersebut tetap dibebankan kepada PT Pegadaian karena pada dasarnya, memang sebenarnya kelalaian terjadi dalam lelang, yaitu tidak memberikan informasi kepada nasabahnya atas pelelangan barang nasabah itu sendiri dapat dikatakan adalah kesalahan dari pegawai PT Pegadaian. Dimana seharusnya hal tersebut menjadi hak-hak konsumen untuk mendapatkan pemberitahuan atas pelelangan barangnya sesuai dengan Pasal 4 Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata. Kelalaian dari pegawai PT Pegadaian ini, tetap dibebankan kepada PT Pegadaian untuk perihal ganti kerugian. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Pasal 1367 ayat 1 KUH Perdata. Dalam hal ini adanya perlindungan hukum debitur dapat dilihat dari adanya butir 4 pada halaman belakang yang menyatakan, PT Pegadaian akan memberikan ganti kerugian apabila barang jaminan yang berada dalam penguasaan PT Pegadaian mengalami kerusakan atau hilang yang tidak disebabkan oleh suatu bencana alam (force majeure) yang ditetapkan pemerintah, dan ganti rugi diberikan setelah diperhitungkan setelah dengan uang pinjaman dan sewa modal, sesuai ketentuan penggantian yang berlaku di PT Pegadaian. Pasal 1157 KUH Perdata menyebutkan : 1. Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barang nya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya. 2. Sebaliknya si berutang diwajibkan mengganti kepada si berpiutang segala biaya yang berguna dan perlu yang telah dikeluarkan oleh pihak yang tersebut belakangan ini guna keselamatan barang gadaiannya. 34 Pasal 1234 KUH Perdata menyebutkan bahwa : Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. 35 Dari adanya ketentuan pada butir 4 halaman belakang Surat Bukti Kredit (SBK) dan adanya Pasal 1157 KUH Perdata maka hal tersebut merupakan suatu perlindungan hukum yang didapatkan oleh debitur apabila terdapat keadaan dimana PT Pegadaian tidak mau mengganti rugi atas kelalaian pegawai PT Pegadaian itu sendiri yang menjadi tanggung jawab 34 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps

17 PT Pegadaian. Dalam hal ini atas adanya Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) No: 7/Pen/BPSK-Mdn//2011, Putusan Pengadilan Negeri Medan No: 310/Pdt.G/2011/PN.Mdn, Putusan Mahkamah Agung No: 480 K/Pdt.Sus/2012, dapat memperlihatkan bahwasannya adanya kelalaian yang dilakukan pihak pegadaian karena telah melelang barang gadai debitur tanpa memberi tahu debitur terlebih dahulu sehingga menyebabkan debitur kehilangan barang gadainya. Kemudian dapat kita lihat dari adanya Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) No: 4/Pen/BPSK-Mdn//2011, Putusan Pengadilan Negeri Medan No: 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn, bahwa dalam hal ini tindakan yang dilakukan oleh pihak pegadaian karena kelalaian karyawannya dalam memberikan barang gadai milik penggadai kepada orang lain yang bukan kuasanya tanpa melakukan pengecekan tanda tangan yang dibubuhkan secara teliti, yang menyebabkan penggadai dalam hal ini kehilangan barang gadainya. Dimana dikatakan secara jelas, bahwa dengan adanya hal-hal demikian PT Pegadaian harus memberikan ganti rugi selama itu terjadi bukan karena bencana alam, sesuai pada butir 4 Surat Bukti Kredit (SBK). Maka dari itu, jika kita melihat adanya putusan hakim yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung No: 480 K/Pdt.Sus/2012 dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No: 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn maka memang sudah tepat, PT Pegadaian dibebankan atas ganti rugi yang sudah seharusnya diberikan kepada debitur apabila barang hilang atau rusak tersebut terjadi karena kelalaian PT Pegadaian itu sendiri. Jika dilihat lebih lanjut Pasal 1157 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan : Si berpiutang adalah bertanggung jawab untuk hilangnya atau kemerosotan barang nya sekedar itu telah terjadi karena kelalaiannya. 36 Dilihat dari sisi penggadai, maka dalam hal ini PT Pegadaian tidak akan mengganti kerugian apabila kelalaian terjadi karena pihak nasabah PT Pegadaian itu sendiri. Tetapi didalam kasus diatas, kelalaian terjadi dari pihak PT Pegadaian sehingga menunjukkan bahwasannya adanya putusan hakim sudah tepat untuk membebankan penggantian ganti rugi yang memang seharusnya diberikan pegadaian selaku pelaku usaha yang akan memberikan ganti rugi jika terjadi kelalaian yang disebabkan oleh pihak pegadaian. Dimana atas adanya beberapa putusan tersebut bahwasannya pegadaian tetap dibebankan atas ganti rugi yang seharusnya memang diberikan. Kesimpulan 36 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Ps

18 1. Perlindungan hukum terhadap debitur terkait wanprestasi yang dilakukan PT Pegadaian dalam penerapan klausula baku yang terdapat pada Surat Bukti Kredit (SBK) mengenai hilang atau rusaknya barang yang digadaikan terdapat didalam butir 4 halaman belakang Surat Bukti Kredit. 2. Putusan Mahkamah Agung No. 480 K/Pdt.Sus/2012 terkait dengan adanya pemberian ganti rugi yang diberikan oleh PT Pegadaian kepada debitur dalam penerapan Surat Bukti Kredit, dapat dikatakan sudah tepat. hal ini dapat dilihat juga pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor : 235/Pdt.G/2011/PN.Mdn yang juga membebankan PT Pegadaian atas ganti rugi terhadap hilangnya suatu barang. Saran 1. Disarankan kepada konsumen untuk lebih bersikap kritis, teliti, dan hati-hati dalam mengikatkan dirinya pada setiap perjanjian yang mengandung klausula baku. 2. Dalam pembuatan klausula baku, pelaku usaha sebaiknya tidak melanggar ketentuan Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 3. Peran pemerintah sebagaimana diatur melalui PP No. 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pegawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen lebih direalisasikan kepada pelaku usaha dan konsumen itu sendiri sehingga mengetahui hak dan kewajiban masing masing. Daftar Referensi Buku Anshori, Abdul Ghofur. Gadai Syariah Di Indonesia Konsep, Implementasi dan Institusionalisasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Badrulzaman, Mariam Darus. KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan. Bandung: Alumni, Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata Hak-hak Yang Memberi Jaminan Jilid II. Jakarta: Penerbit Ind-Hill-Co, 2005.

19 Kastini, Sri. Gadai Saham, Gadai Piutang, dan Cessie. dalam Peter Mahmud Marzuki dkk. Seri Dasar Hukum Ekonomi 4 Hukum Jaminan Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS, Meliala, Djaja S. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan. Bandung: Penerbit Nuansa Aulia, Patrik, Purwahid dan Kashadi. Hukum Jaminan. Semarang: FH UNDIP, Rahman, Hasanudin. Legal Drafting. Bandung: Citra Aditya Bakti, Sjahdeni, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia. Jakarta: Institut Bankir Indonesia, Subekti. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa, Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. PP No. 51 tahun 2011 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian menjadi Perseroan (PERSERO). LN. No. 132 Tahun Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. LN. No. 42 Tahun TLN No Sumber Elektronik Gusman, Irman. Pembangunan Bangsa Berbasis Entrepreneurship entrepreneurship. Diunduh 15 Oktober 2013.

20

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU Oleh : I Made Aditia Warmadewa I Made Udiana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul akibat hukum wanprestasi dalam perjanjian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, perkembangan aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB KREDITOR ATAS HILANGNYA BARANG GADAI Oleh: Amalia Yustika Febriani I Made Budi Arsika Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrack The title of this article is the responsibility

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 KLAUSULA BAKU PERJANJIAN KREDIT BANK RAKYAT INDONESIA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Ida Bagus Oka Mahendra Putra Ni Made Ari Yuliartini

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI oleh Mauritius Gusti Pati Runtung I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA 3.1 Perlindungan hukum bagi kreditur penerima gadai dari tuntutan

Lebih terperinci

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU

Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS Dosen Fakultas Hukum UIEU ANALISA HUKUM TERHADAP BEBERAPA KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KEANGGOTAAN KARTU KREDIT PERBANKAN DITINJAU DARI SUDUT KUH PERDATA DAN UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: IRDANURAPRIDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan Adanya unifikasi hukum barat yang tadinya tertulis, dan hukum tanah adat yang tadinya tidak tertulis

Lebih terperinci

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2

PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 PENERAPAN KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN GADAI PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) 1 Oleh: Sartika Anggriani Djaman 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penerapan klausula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA Oleh : A. A. I. AG. ANDIKA ATMAJA I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah

BAB I PENDAHULUAN. satu jasa yang diberikan bank adalah kredit. sebagai lembaga penjamin simpanan masyarakat hingga mengatur masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. 1 Peranan perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Hampir semua masyarakat

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO

TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO TANGGUNGJAWAB HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT KENDARAAN BERMOTOR DI PUTRA UTAMA MOTOR SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan Syarat Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menyelerasikan dan menyeimbangkan unsur-unsur itu adalah dengan dana (biaya) kegiatan untuk menunjang kehidupan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka pelaksanaan pembangunan nasional harus lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat sekarang mengalamin peningkatan yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat dalam menyediakan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D

TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D TINJAUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PERJANJIAN KREDIT BANK DIANA SIMANJUNTAK / D 101 09 185 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Perjanjian Kredit Bank.

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah satu lembaga pembiayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan masyarakat ialah Bank. Bank mempunyai peran yang sangat penting. Mengapa demikian, karena perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT. dikembalikan oleh yang berutang. Begitu juga halnya dalam dunia perbankan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Unsur-Unsur Jaminan Kredit Pengertian jaminan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari adanya suatu utang piutang yang terjadi antara

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian Menurut pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN

KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN KEKUATAN HUKUM DARI SEBUAH AKTA DI BAWAH TANGAN Oleh : Avina Rismadewi Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Many contracts are in writing so as to make it

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. Tatanan adalah suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah peraturan. Hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting bagi masyarakat, terutama dalam aktivitas di dunia bisnis. Bank juga merupakan lembaga yang

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN SIMPAN PINJAM DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM. Oleh

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN SIMPAN PINJAM DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM. Oleh TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERJANJIAN SIMPAN PINJAM DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM Oleh Wahyu Prabowo, Program Studi Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tidar Prabowowahyu87@gmail.com

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP) ARTHA JAYA MAKMUR SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh : FERRI HANDOKO NIM :C100080118 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual.

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh para pengusaha untuk mengembangkan usahanya. kedua belah pihak, yakni pembeli dan penjual. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan dunia bisnis saat ini berbagai macam usaha dan kegiatan dapat dilakukan dalam rangka untuk memenuhi pangsa pasar di tengah-tengah masyarakat.permintaa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjaminan lain seperti pada hak tanggungan dan jaminan fidusia.

BAB I PENDAHULUAN. penjaminan lain seperti pada hak tanggungan dan jaminan fidusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gadai merupakan salah satu bentuk penjaminan dalam perjanjian pinjam meminjam. Dalam praktiknya penjaminan dalam bentuk gadai merupakan cara pinjam meminjam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada. sehingga dapat mengakibatkan pemborosan.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada. sehingga dapat mengakibatkan pemborosan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai keperluan. Dan yang menjadi masalah terkadang kebutuhan yang ingin

Lebih terperinci