BIOTA LAUT : II. BAGAIMANA MENGKOLEKSI DAN MERAWAT BIOTA LAUT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BIOTA LAUT : II. BAGAIMANA MENGKOLEKSI DAN MERAWAT BIOTA LAUT"

Transkripsi

1 Oseana, Volume XXXI, Nomor 2, 2006 : 1-9 ISSN BIOTA LAUT : II. BAGAIMANA MENGKOLEKSI DAN MERAWAT BIOTA LAUT Oleh Rianta Pratiwi 1) ABSTRACT MARINE BIOTA : II. HOW TO COLLECT AND TO PRESERVE MARINE BIOTA ARE. This paper is the second chapter which will really discuss about how to collect and preserve the specimens of marine biota. The specimens were conducted from Indonesian waters which are deposits in reference collection in Research Centre for Oceanography, Indonesian Institute of Sciences, Jakarta. PENDAHULUAN Pada Oseana volume XXXI, nomor 1 tahun 2006, telah diterangkan bagaimana mengenal Biota Laut (PRATIWI, 2006). Pada tulisan kali ini akan membahas bagaimana cara untuk mengkoleksi dan merawat biota laut tersebut. Untuk mengkoleksi biota laut diperlukan pendataan dari biota-biota tersebut. Mula-mula biota yang dikoleksi dari lapangan dilakukan penanganan pengawetan terlebih dahulu dengan cara pemilahan dan pencucian spesimen, yang kemudian dilakukan penamaan (identifikasi) di laboratorium oleh para pakar di bidang biologi laut (baik hewan maupun tumbuhan). Setiap spesimen biota laut mempunyai cara masing-masing dalam mengkoleksi dan pengawetan (fiksasi). Hal ini diperlukan karena sangat berpengaruh sekali dengan kondisi dari biota yang akan dikoleksi, seperti misalnya bila ingin mengkoleksi ikan, maka harus diketahui jenis ikan apa yang akan ditangkap, kapan waktu menangkapnya, alat tangkap apa yang digunakan dan tujuan dari penangkapan. Sedangkan biota laut yang telah dikoleksi perlu dilakukan perawatan sehingga tidak ditumbuhi oleh jamur dan tetap terendam dalam larutan pengawet yang terus terjaga (tidak kering). Untuk itu diperlukan pengecekan larutan pengawet secara berkala, kurang lebih 3 bulan sekali untuk mengganti atau menambah larutan pengawet (alkohol atau formalin). Ruangan koleksi juga berperan penting dalam perawatan koleksi yaitu harus memiliki sirkulasi udara yang baik dan menggunakan AC dengan suhu yang disesuaikan (kurang lebih 20 ºC - 25 ºC) serta harus terus menerus menyala, agar tidak tumbuh jamur. 1) Bidang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. 1

2 CARA MENGKOLEKSI BIOTA LAUT A. Kelompok Hewan Laut 1. Ikan Untuk melakukan koleksi ikan ada baiknya diketahui dahulu beberapa hal yaitu: tujuan penangkapan jenis ikan yang akan dikoleksi, jenis alat yang akan digunakan, dan kapan waktu yang tepat untuk koleksi. Keseluruhan faktor tersebut sangat menunjang hasil penangkapan dan koleksi yang baik. Ikan akan diperoleh dengan utuh tanpa kerusakan, karena diambil dengan alat-alat yang sesuai dengan habitatnya dan pada saat yang tepat. Untuk itu kita perlu mengetahui saat-saat dimana ikan melakukan aktivitas hidupnya. Alat-alat yang biasa digunakan terdiri dari : jala, jaring pantai, jaring insang (gill net), serok, pancing dan bubu. Setelah dilakukan penangkapan harus diberikan keterangan atau informasi data tentang koleksi tersebut dalam bentuk label. Label tersebut biasanya berisi informasi tentang nama ikan, nama tempat/lokasi penangkapan, koordinat, tanggal penangkapan, kolektor, habitat, dan alat tangkap yang digunakan. Kertas label sebaiknya dibuat dari bahan yang tahan air dan ditulis dengan tinta kedap air atau pensil. Secara ringkas cara menangani koleksi ikan dari lapangan, menurut (TJAKRAWIDJAYA, 1999) sebagai berikut: a. Proses Penanganan Spesimen : Ikan segar atau yang dibekukan dalam lemari es (freezer) Fiksasi Pemilahan Pencucian Pengawetan (Preservasi) Penempatan ke dalam botol Penataan ke dalam rak/kabinet Gambar 15. Alat-alat Tangkap : A. Jala, a. jaring pantai, b. jaring insang, c. serok, d. pancing dan e. bubu (TJAKRAWIDJAYA, 1999) 2

3 b. Pendataan Spesimen : Data lapangan Labeling Kataloging Database (komputer) 2. Krustasea (Udang dan Kepiting) Krustasea pada umumnya merupakan hewan perenang bebas. Banyak cara untuk menangkap krustasea. Untuk krustasea yang hidup di lubang (celah) di atas, dalam lumpur, dalam pasir atau melekat pada tumbuhan air, maka sebaiknya dilakukan penangkapan langsung dengan tangan, atau dapat digunakan alat tangkap seperti sodok (seser), jala (jala tebar dan jala plankton), bubu, trawl, grab dan sekop. 3. Moluska (Keong, Kerang dan Cumi-Cumi) Moluska yang berukuran besar dapat diambil langsung dengan tangan. Kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang sudah terisi air laut. Sedangkan moluska yang melekat di substrat batu, dapat diambil dengan bantuan pisau berujung tumpul. Mengingat hampir semua moluska bersifat nocturnal, maka sebaiknya koleksi dilakukan pada malam hari. Cumi-cumi, sotong dan gurita biasanya dikoleksi pada malam hari. Cara koleksi dengan menggunakan lampu senter atau petromaks yang kuat cahayanya. Lampu (cahaya) tersebut disorotkan ke air, sehingga dengan mudah sotong dan cumi-cumi akan naik ke permukaan air dan dapat ditangkap dengan jaring. Biasanya sotong ditangkap dengan jaring pantai. Lain halnya gurita yang sering bersembunyi di celah-celah batu, maka penangkapan dilakukan dengan cara memegang kedua otot sisi mantel dan kemudian menariknya. Ada beberapa jenis moluska yang berbahaya, dengan demikian penangkapannya harus dilakukan hati-hati seperti Conus spp. karena dapat menyengat. 4. Ekhinodermata (Teripang, Bulu Babi, Bintang Laut dan Bintang Mengular) Untuk mengkoleksi hewan-hewan yang termasuk kelompok ekhinodermata ini, sangat diperlukan perhatian yang khusus, terutama bulu babi dan bintang mengular. Hal ini disebabkan oleh duri-duri bulu babi yang dapat membahayakan manusia. Bila tertusuk duri hewan ini, maka kita akan mengalami demam. Hewan-hewan ini dikoleksi dengan menggunakan tangan, kecuali bulu babi, dapat menggunakan serok atau alat penjepit. Teripang dan bintang laut dapat langsung ditangkap dan dimasukkan ke dalam kantong plastik dan setelah itu diawetkan dengan larutan formalin, bila teripang berukuran besar dapat difiksasi dengan cara menyuntikkan larutan formalin ke dalam tubuhnya. Sedangkan untuk bintang laut, setelah diawetkan dengan formalin dapat dikeringkan di bawah sinar matahari. Khusus untuk bintang mengular yang biasanya melekat pada karang batu, maka pengambilannya harus berhati-hati, karena hewan ini cepat sekali memutuskan tangantangannya. Cara pengambilannya biasanya dengan memecahkan batu karang secara perlahan-lahan dan kemudian mengambil hewan tersebut dengan pinset, segera masukkan ke dalam larutan formalin. 5. Koral (Karang Batu dan Karang Lunak) Sampel karang biasanya diambil dalam bentuk tidak keseluruhan, mengingat besar dan kerasnya karang batu, maka hanya diambil sebagian saja. Akan tetapi bila ukurannya kecil dapat diambil keseluruhan. Karang dengan ukuran yang besar dipecahkan dari koloninya. Oleh karena karang batu relatif 3

4 berat maka kolektor harus membawa tas nilon untuk memudahkan membawanya ke atas. Sampel karang batu yang akan dikoleksi direndam dengan air tawar dalam beberapa hari untuk mengeluarkan polip, bau dan lendir. Bersihkan dengan air mengalir, atau disemprot untuk menghilangkan polip yang masih tertinggal. Bila perlu dapat dibersihkan dengan sikat untuk menghilangkan sisa-sisa polip yang melekat. Keringkan karang batu di bawah cahaya matahari. 6. Algae, Lamun (Seagrass) dan Tumbuhan Bakau (Mangrove) Untuk mengkoleksi tumbuhan laut seperti algae, lamun dan mangrove memiliki cara yang sama yaitu dapat diambil keseluruhan tanaman (algae) dan lamun (mulai dari akar, daun, bunga dan buahnya). Sedangkan untuk mangrove biasanya yang dikoleksi hanya buah (bila memiliki buah) dan daunnya saja. Apabila koleksi dibuat dalam bentuk kering, maka sampel dapat langsung dipisahkan bagian-bagian tumbuhan dan dikeringkan dengan melapiskan kertas koran atau kain kelambu. Sampel dikeringkan dengan metode herbarium, yaitu sampel tumbuhan dikeringkan di bawah lapisan koran yang bertumpuk-tumpuk kemudian dipres dengan menggunakan alat pres. Sampel akan kering dan dapat dipindahkan ke kertas sansan atau kertas gambar. FIKSASI DAN PENGAWETAN A. Kelompok Hewan Laut 1. Ikan Sampel-sampel ikan yang berasal dari alam sebelum dilakukan pengawetan, maka difiksasi/perendaman terlebih dahulu. Koleksi ikan biasanya dalam bentuk basah yaitu ikan segar yang baru ditangkap dimasukkan ke dalam larutan formalin (10 %), tetapi spesimen yang dibekukan di lemari es, harus dicairkan terlebih dahulu. Fiksasi ikan dilakukan dengan merendam dalam cairan formalin (10 %). Perendaman dilakukan selama 24 jam untuk ikan-ikan yang berukuran standar (kurang dari 10 cm), sedangkan ikan dengan ukuran yang besar (lebih dari 10 cm) perendaman dalam selang waktu 24 jam sampai beberapa hari. Perendaman dirasakan cukup apabila tubuh ikan sudah mengeras. Sedangkan fiksasi untuk bagian dalam ikan dilakukan dengan penyuntikan di bagian perut dengan cairan formalin, dengan demikian bagian dalam akan terfiksasi secara sempurna. Penyuntikkan hanya untuk ikan-ikan yang berukuran besar saja. Kulit dan sisik ikan juga sangat berpengaruh dalam hal perendaman, semakin tebal kulit semakin banyak kandungan lemaknya, sehingga semakin lama perendaman. Umumnya berkisar 4-14 hari. Setelah fiksasi dilakukan, maka ikan harus dicuci secara sempurna terlebih dahulu sebelum diawetkan dengan cairan alkohol. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan direndam dalam beberapa malam. Formalin harus benar-benar bersih atau harus benarbenar hilang dari tubuh ikan. Setelah bersih betul barulah spesimen dimasukan ke dalam cairan alkohol (70-75 %). Perendaman dalam alkohol tergantung kepada jenis ikannya, ada yang dilakukan secara bertahap atau bertingkat dari kadar yang terendah lebih dulu sampai yang tertinggi. 2. Krustasea Untuk mematikan krustasea yang telah dikumpulkan dari lapangan, jika sampel tersebut berukuran besar dapat dilakukan secara langsung yaitu dimasukan ke dalam cairan fiksatif (formalin) 5-10 % atau alkohol dengan konsentrasi tinggi %. Tetapi hal tersebut tidak dapat dilakukan terhadap jenis krustasea yang berukuran kecil dan ketam, karena sensitif, kaki-kaki ketam akan terlepas bila dimasukkan ke dalam larutan formalin yang berkadar tinggi tersebut. Oleh karena itu untuk mematikan krustasea harus dibius terlebih dahulu. 4

5 Krustasea yang berukuran besar harus disuntikan formalin ke dalam tubuhnya, sedangkan untuk ketam harus dimasukan alkohol dalam kadar rendah yaitu 30 %, diamkan hingga mati dan pindahkan dalam cairan formalin. Lakukan pencucian hingga bersih dan rendam selama 24 jam, setelah bersih pindahkan spesimen dalam cairan alkohol % untuk pengawetan. Agar pengawetan dapat tahan dan spesimen krustasea tetap dalam keadaan lentur, maka tambahkan 10 ml gliserin. 3. Moluska (Keong, Kerang dan Cumi-Cumi) Untuk melakukan pelemasan atau relaksasi moluska laut ada beberapa cara. Cara yang biasa digunakan adalah dengan MgCl 2 6H 2 O, pembekuan cepat, dengan menthol, dengan klorat hidrat atau merendamnya dalam air tawar. Pembekuan cepat dapat dilakukan dengan cara meletakkan pecahan es batu dalam cawan petri dan masukkan moluska ke dalam cawan. Bila ingin membuat koleksi kering, maka moluska dikeluarkan dari cangkangnya terlebih dahulu dengan cara memasukkan moluska ke dalam air dingin (air laut atau tawar), kemudian dipanaskan perlahan-lahan. Tubuh binatang akan keluar dari cangkang, dan dapat difiksasi. Cangkang dibungkus dengan kapas atau kertas tisu, agar tidak rusak dan masukkan dalam kotak plastik atau kardus. Tahapan berikutnya bersihkan cangkang dengan air mengalir berulang kali, kemudian keringkan. Setelah kering dapat disimpan dalam kotak plastik bebas asam atau unit tray yang bebas asam. Fiksasi untuk moluska menggunakan 2-4 % formalin yang dinetralkan dengan boraks atau larutan Bouin. Formalin diencerkan dengan air laut, masukkan sampel moluska yang telah mati atau lemas dan diamkan hingga 1 atau 2 hari. Untuk koleksi basah, spesimen harus dibungkus dengan kapas atau kain yang telah direndam dengan formalin (2 %) atau alkohol (70 %). Setelah itu spesimen ditempatkan dalam kantong plastik tebal dan kemudian disimpan dalam wadah atau kotak plastik untuk dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, dipindahkan ke botol yang telah berisi larutan pengawet (alkohol 70 %). Khusus untuk moluska jenis besar yaitu Chephalopoda, fikasasi dapat disuntikan ke dalam mantel sehingga bagian dalam juga dapat terfiksasi. 4. Ekhinodermata (Teripang, Bulu Babi, Bintang Laut dan Bintang Mengular) Semua spesimen hewan ini dibuat dalam koleksi basah, kecuali bintang laut yang berupa koleksi kering. Pengawetan di lapangan dalam formalin, tetapi bila sudah di laboratorium atau ruang koleksi menggunakan pengawet alkohol. Bintang laut disimpan dalam kantong plastik yang tahan asam dan disimpan dalam lemari atau laci yang sudah diberi kapur barus di dalamnya. Pengecekan dan penggantian larutan dilakukan secara berkala setiap 3 bulan sekali, sekaligus pengelapan botol-botol spesimen agar tidak berdebu dan berjamur. Gambar 1. Penggantian larutan pengawet alkohol pada spesimen (PRATIWI, 2006). 5

6 5. Koral (Karang Batu dan Karang Lunak) Karang batu yang sudah kering dan bersih disimpan dalam kotak plastik tahan asam atau dalam kantong plastik besar yang juga tahan asam. Kemudian disusun berdasarkan sukunya. Koleksi karang batu biasanya dalam bentuk koleksi kering. Sedangkan karang lunak dalam bentuk koleksi basah yang diawetkan dengan larutan pengawet alkohol. Sampel biasanya berupa patahan-patahan kecil yang disimpan dalam bentuk koleksi basah dan atau koleksi kering. Untuk mendapatkan karang batu yang berwarna putih bersih maka pada saat merendam dapat ditambahkan bayclin (pemutih pakaian) secukupnya, diamkan selama 1 hari kemudian angkat dan keringkan. Cuci dengan air mengalir untuk menghilangkan debu dan jamur. B. Kelompok Tumbuhan Laut 6. Algae, Lamun (Seagrass) dan Tumbuhan Bakau (Mangrove) Untuk merawat koleksi tumbuhan yang biasanya dalam bentuk herbarium, setiap jenis sampel satu persatu harus dimasukkan dalam plastik tahan asam. Kemudian simpan dalam laci yang sudah diberi kapur barus di dalamnya, guna menghindari jamur dan serangga. PENYIMPANAN DAN PENATAAN BIOTA LAUT Koleksi disimpan dalam wadah atau botol yang disesuaikan dengan ukuran spesimen. Ikan atau biota yang berukuran besar ukurannya disimpan dalam drum, bak, tangki atau kontainer yang kedap air dan udara, tahan pecah serta tidak karatan. Tutup botol juga terbuat dari plastik yang tidak mudah pecah. Spesimen yang sudah tersimpan dalam wadah yang benar ditata dalam rak, kompaktus atau lemari penyimpan lainnya. Untuk keamanan maka botol atau drum kecil diletakkan pada hambalan yang paling bawah, sedangkan bak atau kontainer yang besar ditempatkan ditempat lain/khusus. Penataan botol menurut suku yang disusun berdasarkan kerabat atau filogeni. Dalam setiap suku spesimen disusun menurut nomor katalog berdasarkan nama jenis. Gambar 2. Rak spesimen biota laut dalam Ruang Koleksi Basah, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta (PRATIWI, 2006). 6

7 PENDATAAN BIOTA LAUT Pendataan ada beberapa macam yaitu : data lapangan, labeling, cataloging dan database (data spesimen dan data penunjang). a. Data lapangan Berisikan semua data identitas spesimen dari lapangan yang dicatat dalam buku lapangan dan merupakan catatan kerja (nama jenis, tanggal pengambilan, kolektor, lokasi, suhu, arus, kedalaman, kecerahan, posisi, salinitas, ph, parameter kualitas air lainnya, teknik koleksi, nama lokal dan lainlainnya). Catatan tersebut sangat membantu dalam melengkapi label. b. Labeling (pelabelan) Tidak semua data dituliskan dalam label, hanya berisikan informasi tertentu saja misalnya: nama jenis, nama suku, nomor katalog, koordinat, nama lokasi, nama kolektor, nama identifikator, tanggal identifikasi, tanggal pengambilan dan alat yang digunakan. c. Identifikasi Spesimen yang telas selesai diproses, maka segera dilakukan identifikasi. Identifikasi biasanya dilakukan dengan bantuan mikroskop. Setelah itu ditulis dalam label dan dicatat dalam buku katalog. d. Kataloging Setelah spesimen diidentifikasi, maka dilakukan pengatalogan yaitu penulisan data dalam buku besar yang selanjutnya akan disimpan dan dipindahkan dalam komputer dalam bentuk database. e. Database Database ini berisikan semua informasi yang terdapat dalam suatu spesimen secara lengkap dan benar. Data tersebut merupakan data gabungan dari data spesimen dan data penunjang (dapat dari pakar atau dari sumber lain yang akurat). PERAWATAN BIOTA LAUT Koleksi biota dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu koleksi basah dan koleksi kering. a. Koleksi Basah Semua spesimen koleksi basah tersimpan dalam botol yang berisi larutan pengawet alkohol. Setelah spesimen koleksi tersimpan dan tertata dengan rapi, maka perlu dilakukan pearawatan secara rutin, teratur dan insidental. Pengecekan alkohol secara berkala, setiap 3 atau 6 bulan sekali, bila jumlah alkohol berkurang harus ditambah kembali hingga penuh. Pemeriksaan wadah dan label, bila label rusak harus diganti, dan label lama dapat tetap disimpan. Sedangkan pemeriksaan secara insidental dapat dilakukan kapan saja, bila terlihat ada wadah yang harus segera diganti, keadaan spesimen yang perlu diselamatkan karena kadar alkohol yang sudah berubah warna dan keruh, maka harus segera diganti. Spesimen jangan ditempatkan terlalu banyak dalam satu botol, dengan demikian tidak mudah rusak. Botol terbuat dari kaca yang jernih, tahan panas, memiliki dinding yang lurus dan bermulut lebar serta dasar botol rata. Tutup terbuat dari plastik, rapat dan kuat untuk menghindari terjadi penguapan alkohol. Pembersihan botol juga harus dilakukan, tidak saja bagian dalam tetapi juga badan botol yang selalu terkena debu dan jamur. Selain itu juga kondisi ruangan koleksi harus dijaga agar tidak terjadi kebakaran, instalasi listrik, AC, suhu ruangan dan kebersihan ruangan harus diperhatikan. Suhu dalam ruangan dijaga agar tetap stabil, dan tetap rendah. Suhu dalam ruangan harus tetap lebih rendah dibandingkan dengan suhu di luar ruangan. Suhu rata-rata 24 C dengan kelembaban tidak lebih dari 60 %. Bila lebih dari 60 % maka koleksi dapat dengan mudah diserang oleh jamur. 7

8 Diusahakan ruang koleksi harus selalu gelap, karena cahaya yang berlebihan dapat merusak spesimen, oleh karena itu selama bekerja di ruang koleksi hanya lampu di sekitar tempat kerja saja yang sebaiknya dinyalakan. Oleh karena bahan pengawet mudah terbakar, maka upayakan agar selalu hati-hati terhadap kejadian yang tidak diinginkan tersebut. b. Koleksi Kering Sedangkan koleksi kering adalah koleksi yang tidak menggunakan larutan pengawet. Biota hanya disimpan dalam bentuk kering, biasanya koleksi yang dapat dilakukan dalam bentuk kering adalah moluska, karang batu dan beberapa tumbuhan laut dalam bentuk herbarium. Koleksi kering sebaiknya diusahakan spesimen cangkang dalam keadaan yang bersih dan kering, hal ini dilakukan untuk menghindari jamur dan pembusukan sisa-sisa daging yang masih tertinggal. Setelah betul-betul bersih dan kering, masukkan cangkang dalam kotak plastik tahan asam, agar tidak mudah terserang jamur. Suhu dalam koleksi kering berkisar C, dengan kelembaban 55 % hingga 60 %, agar spesimen tidak mudah ditumbuhi jamur dan dirusak oleh serangga. Gambar 3. Koleksi basah Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (PRATIWI, 2006). Gambar 4. Koleksi kering Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (PRATIWI, 2006). 8

9 DAFTAR PUSTAKA MARWOTO, R.M. dan A. M. SINTHOSARI Pengelolaan Koleksi Moluska. Dalam: Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. Yayuk, R. Suhardjono (Ed.). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia : 218 hal. PRATIWI, R Biota Laut I : Bagaimana Mengenal Biota Laut. Oseana, vol. XXXI no.1 tahun 2006 : PRATIWI, R Koleksi Biota Laut. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. Koleksi Foto Pribadi. ROMIMOHTARTO, K. dan S. JUWANA Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta : 527 hal. TJAKRAWIDJAYA, A.H Pengelolaan Koleksi Ikan. Dalam : Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. (SUHARDJONO, Y.R. Ed.). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta : WOWOR, D. dan MULYADI Pengelolaan Koleksi Krustasea. Dalam:Buku Pegangan Pengelolaan Koleksi Spesimen Zoologi. (SUHARDJONO, Y.R. Ed.). Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta :

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si

PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si PENYEDIAAN SPESIMEN AWETAN SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN BIOLOGI Oleh : Satino, M.Si Penyajian spesimen objek biologi sebagai media pembelajaran Biologi dapat mengembangkan ketrampilan anak antara lain dalam

Lebih terperinci

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1

PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 1 PENYIAPAN SPECIMEN AWETAN OBJEK BIOLOGI 1 Oleh : Drs. Suyitno Al, MS 2 PENDAHULUAN Biologi berkembang dari hasil kerja para peneliti biologi, menggali pengetahuan dari objek-objek biologi. Sebagai Objeknya

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 1. PENGAMATAN OBJEKLatihan Soal 1.3 1. Serangga yang sudah dikoleksi dapat diawetkandengan cara dikeringkan yang disebut dengan... Preparat Herbarium Insektarium Terrarium Serangga

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan.

2. Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan sesuai persyaratan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara bahan makanan kering dan basah serta mencatat serta pelaporannya. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari seluk beluk makhluk hidup beserta lingkungan tempat hidupnya. Agar tujuan pembelajaran dapat terwujud dan tercapai

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga

HANDOUT Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa mampu memahami dan memiliki pengetahuan tentang penyimpanan bahan pada katering pelayanan lembaga HANDOUT 8 Mata Kuliah : Katering Pelayanan Lembaga Program : Pendidikan Tata Boga/ Paket Katering Jenjang : S-1 Semester : VI Minggu : 12 dan 13 Pokok Bahasan : Penyimpanan Bahan Jumlah SKS : 3 sks 1.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM. Herbarium LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. II. NOMOR PERCOBAAN NAMA PERCOBAAN : : I (Satu) Pengumpulan Contoh Tumbuhan dan Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : IV. DASAR TEORI Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA BAHAN ALAM I. NOMOR PERCOBAAN : I (Satu) II. NAMA PERCOBAAN : Herbarium III. TUJUAN PERCOBAAN : Mengumpulkan beberapa contoh tumbuhan dan dilakukan proses Herbarium. IV. DASAR TEORI

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 1. Cara aman membawa alat gelas adalah dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4 Satu tangan Dua tangan Dua jari Lima jari Kunci Jawaban : B Alat-alat

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

MATERI DAN METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian II. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jaring, bambu, pelampung, hand refraktometer,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan

BAB III METODE PENELITIAN. kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan dan analisis data yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan

Lebih terperinci

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk;

- Rakel dengan lebar sesuai kebutuhan. - Penggaris pendek atau busur mika untuk meratakan emulsi afdruk; CARA SABLON MANUAL ALAT DAN BAHAN CETAK SABLON Alat: - Meja sablon, selain digunakan untuk menyablon meja ini digunakan pada saat afdruk screen. Bagian utama meja adalah kaca (tebal 5 mm), lampu neon 2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian Lampiran 1. Spesifikasi bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian No. Nama Alat Merek/Tipe Kegunaan Tempat Peminjaman 1. GPS Garmin Nuvi Menentukan letak Lab. Ekologi 205 posisi geogafis titik

Lebih terperinci

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN 2012 (Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003) No Objek Pengamatan Prinsip I : Pemilihan

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN Lemari Pendingin 2 pintu Bebas Bunga Es (No Frost)

PETUNJUK PENGGUNAAN Lemari Pendingin 2 pintu Bebas Bunga Es (No Frost) PETUNJUK PENGGUNAAN Lemari Pendingin 2 pintu Bebas Bunga Es (No Frost) DAFTAR ISI FITUR 2 PEMASANGAN 5 PENGOPERASIAN 6 MEMBERSIHKAN 8 PERINGATAN 9 PEMECAHAN MASALAH 10 No. Pendaftaran: PEMECAHAN MASALAH

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu suatu 44 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN (LUHT4443)

PANDUAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN (LUHT4443) PANDUAN PRAKTIKUM MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN (LUHT4443) Praktikum dalam mata kuliah ini dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lapangan kepada Saudara tentang beberapa materi yang

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN 18 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Maret - April

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian. 1 Atau

BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN. penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian. 1 Atau 32 BAB III METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN A. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi dan kejadian. 1

Lebih terperinci

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP

STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) MIKROSKOP MIKROSKOP Ambil mikroskop dengan hati-hati dengan cara memegang lengan mikroskop, lalu letakkan diatas meja datar. Hindari sentuhan-sentuhan terhadap lensa, apabila bagian lensa mikroskop terlihat kotor

Lebih terperinci

BAB VII PEMELIHARAAN RUTIN PADA LEMARI ES

BAB VII PEMELIHARAAN RUTIN PADA LEMARI ES BAB VII PEMELIHARAAN RUTIN PADA LEMARI ES Bab ini berisi tentang bagaimana memelihara fisik lemari es dengan benar. Pemeliharaan sangat diperlukan untuk menjaga keawetan lemari es. 7.1 Perawatan dan pembersihan

Lebih terperinci

1. Starter dengan larutan gula

1. Starter dengan larutan gula 1. Starter dengan larutan gula Siapkan stoples kaca kedap udara ukuran lima liter, pilih yang kedap udara. Tambahkan ke dalam toples 200 gram gula merah, encerkan dengan 3 liter air bersih aduk sampai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor (PPLH IPB) dari bulan Oktober

Lebih terperinci

PERSIAPAN BAHAN MAKANAN 2

PERSIAPAN BAHAN MAKANAN 2 PERSIAPAN BAHAN MAKANAN 2 Produk Pangan Hewani Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Outline Daging Unggas Seafood Telur Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mengetahui pentingnya proses persiapan bahan sebelum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2).

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian. Strata IV ( m dpl) Karakter morfologi bambu tali dicatat (lampiran 2). A. Bagan Alir Penelitian III. METODE PENELITIAN Lokasi dibagi menjadi 7 strata ketinggian Strata I (100-199 m ) Strata VII (700-799 m ) Strata II (200-299 m ) Strata VI (600-699 m ) Strata III (300-399

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 40 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian bersifat eksperimen. Dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada percobaan ini terdapat 6 taraf perlakuan

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat

PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat PEMELIHARAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI A. Pendahuluan Perpustakaan merupakan sumber belajar yang amat penting dan wajib dimiliki oleh semua perguruan tinggi untuk mendorong proses

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif

Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif Buku Petunjuk Pemakaian Pengering Rambut Ion Negatif NBID42 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan benar.

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM

TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM TEKNIK BUDIDAYA JAMUR TIRAM Oleh : Masnun, S.Pt, M.Si I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya jamur tiram adalah salah satu usaha pertanian yang saat ini sangat prospektif karena beberapa faktor yaitu:

Lebih terperinci

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( Biologi) oleh : Yosephine Tuti Puslitbang Oseanologi - LIPI EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (BIOLOGI) I. EKOSISTEM TERUMBU KARANG / CORAL REEFS II. EKOSISTEM LAMUN

Lebih terperinci

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - digilib.uns.ac.id BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk - Kompor gas - Sendok - Cetakan plastik A.2Bahan

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN. Chest freezer EFE EFI EFL

PETUNJUK PENGGUNAAN. Chest freezer EFE EFI EFL PETUNJUK PENGGUNAAN Chest freezer ID 7084 718-00 EFE EFI EFL Indonesia 0 1 2 1 3 0 4 1 -! & & $ & $ ' ' - $ ' 5 6 ' +! $ / " ' 7 / " # $ / # " 8 9 : ; < = : > : < :? > : < : = @ : A : B : C : : =? : :

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN

MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGOPERASIAN

PETUNJUK PENGOPERASIAN PETUNJUK PENGOPERASIAN LEMARI PENDINGIN MINUMAN Untuk Kegunaan Komersial SC-178E SC-218E Harap baca Petunjuk Pengoperasian ini sebelum menggunakan. No. Pendaftaran : NAMA-NAMA BAGIAN 18 17 16 1. Lampu

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian Biologi Laut

Metodologi Penelitian Biologi Laut Metodologi Penelitian Biologi Laut BIOTA LAUT diklasifikasikan menurut ukuran, sifat hidup dan habitatnya menjadi 3 : * plankton * nekton * benthos 1. METODE PENELITIAN PLANKTON A. Pengumpulan sampel :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN

IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN IKAN ASAP 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi:

BAB III METODE PENELITIAN. Faktor I adalah variasi konsentrasi kitosan yang terdiri dari 4 taraf meliputi: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian akan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Faktor pertama adalah kadar kitosan yang terdiri dari : 2%, 2,5%, dan 3%.

Lebih terperinci

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT:

Kecap Asin/Manis CARA MEMBUAT: Kecap Asin/Manis BAHAN: 1 kg kedelai putih atau hitam 3 gr ragi tempe 3 lbr daun salam 2 btg serai 3 Daun jeruk 1 lembar 4 cm lengkuas 1 sdt pokak 6 kg gula merah 1 ½ lt air untuk melarutkan gula merah

Lebih terperinci

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung

Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Menanan Jamur Merang di Dalam Kumbung Oleh Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. A. Latar Belakang Budidaya jamur merang di dalam kumbung merupakan teknik budidaya jamur yang dilakukan secara modern dengan

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal Menyimpan dalam kedaan off merupakan salah satu cara memperlakukan alat...

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal Menyimpan dalam kedaan off merupakan salah satu cara memperlakukan alat... 1. Alat dari bahan gelas aman apabila dibawa dengan... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 3. MELAKUKAN PENGAMATANLatihan Soal 3.1 Satu Tangan Dua Tangan Dua Jari Lima Jari Alat-alat laboratorium dari bahan gelas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian

II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat 2.2 Alat dan Bahan 2.3 Tahap Penelitian II. METODELOGI 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2011 di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lapangan dan di laboratoirum. Pengambilan sampel ikan bertempat di DAS Citarum bagian hulu dengan 4 stasiun yang telah ditentukan.

Lebih terperinci

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING

IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING IKAN ASIN CARA PENGGARAMAN KERING 1. PENDAHULUAN Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion

Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion Buku Petunjuk Pemakaian Pengeriting Rambut Berpelindung Ion NACC10 Untuk Penggunaan Rumah Tangga Mohon agar Buku Petunjuk Pemakaian ini dibaca dengan baik sebelum pemakaian, dan pakailah peralatan dengan

Lebih terperinci

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat

2. Prosedur Isolasi ke Media Padat 1. Prosedur Isolasi ke Media Cair 1. Seluruh proses dilakukan didekat api 2. Pegang jarum inokulasi di tangan kanan dan tabung berisi biakan bakteri di tangan kiri 3. Buka kapas penutup tabung dengan jari

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO

SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO SELAMAT ATAS PILIHAN ANDA MENGGUNAKAN LEMARI PENDINGIN (REFRIGERATOR) DOMO Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun. Bacalah buku petunjuk pengoperasian

Lebih terperinci

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR

Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR Kuliah ke 6 : BUDIDAYA JAMUR EDIBLE MUSHROOM 1. Mahasiswa berdiskusi secara aktif berbagi pengetahuan yang dimiliki 2. Berpendapat secara bebas dan bertanggung jawab untuk memberikan / mengemukakan persoalan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 26 Agustus 2015 di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN LAMPIRAN 58 LAMPIRAN 1 KUESIONER PENJAMAH MAKANAN DI RUMAH MAKAN KARAKTERISTIK SAMPEL Responden adalah penjamah makanan di rumah makan Jumlah responden adalah seluruh penjamah makanan di rumah makan Lembar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah (gugus 42 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian survei yaitu menelusuri wilayah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Lokasi penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan, JurusanTeknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data-data awal tentang. angka-angka, dengan menggunakan metode survey.

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data-data awal tentang. angka-angka, dengan menggunakan metode survey. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif eksploratif yaitu penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data-data awal tentang sesuatu.

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

MANISAN KERING BENGKUANG

MANISAN KERING BENGKUANG MANISAN KERING BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus 43 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus annus L.) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura F.) ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25-

I. MATERI DAN METODE PENELITIAN Letak Giografis Lokasi Penelitian Pekanbaru terletak pada titik koordinat 101 o o 34 BT dan 0 o 25- I. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Patologi, Entomologi, dan Mikrobiologi (PEM) dan lahan kampus Universitas Islam Negeri Sultan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN

NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN NATA DE COCO 1. PENDAHULUAN Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari sellulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Massa ini berasal dari pertumbuhan Acetobacter xylinum pada permukaan media

Lebih terperinci

T E M P E 1. PENDAHULUAN

T E M P E 1. PENDAHULUAN T E M P E 1. PENDAHULUAN Kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji kecipir, koro, kelapa dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang sangat

Lebih terperinci

Untuk menjamin makanan aman

Untuk menjamin makanan aman Untuk menjamin makanan aman HIGIENE & SANITASI MAKANAN Mencegah kontaminasi makanan oleh mikroba Mencegah perkembangbiakan mikroba Mencegah terjadinya kontaminasi cemaran lain Higiene : upaya untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksploratif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang didukung dengan studi pustaka. B. Tempat dan waktu penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif - eksploratif, yang merupakan suatu penyelidikan terhadap sejumlah individu, baik secara sensus atau

Lebih terperinci

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di III. TATA LAKSANA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di laboratorium fakultas pertanian UMY. Pengamatan pertumbuhan tanaman bawang merah dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya.

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Pelaksanaan

Lebih terperinci