KAJIAN INOVASI KELEMBAGAAN PERBIBITAN ITIK TEGAL UNGGUL MODEL INTI PLASMA
|
|
- Ade Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN INOVASI KELEMBAGAAN PERBIBITAN ITIK TEGAL UNGGUL MODEL INTI PLASMA DIAN MAHARSO YUWONO, SUBIHARTA dan A. HERMAWAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kondisi di lapangan saat ini menunjukkan hasil agribisnis masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini dikarenakan minimnya dukungan teknologi dan merupakan prasyarat mutlak dalam pengembangan agribisnis. Selain itu, teknologi pendukung masih terfokus pada teknologi budidaya, dan belum banyak menyentuh aspek sosial (kelembagaan). Sebagai contoh, komoditas yang telah dikaji dan menunjukkan keunggulan ternyata tidak berkembang karena belum siapnya kelembagaan perbibitan. Agar hasil inovasi teknologi tersebut dapat di akses dalam pengembangannya secara luas oleh pengguna oleh peternak, diperlukan pendekatan kelembagaan. Dalam rangka mendapatkan alternatif kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul, model kelembagaan yang diinovasikan dibuat berdasarkan peta hubungan spasial antar daerah dalam satu kawasan pengembangan serta merupakan sistem yang menyeluruh dalam kegiatan usaha yang berbasis perbibitan itik Tegal unggul, dimana subsistem yang ada didalamnya saling terkait. Kajian dilaksanakan pada Mei-Desember 2005, dengan basis kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul (usaha inti) di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kantor Peternakan Brebes, Desa Limbangan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pada tahap awal pengembangan kelembagaan perbibitan itik menunjukkan adanya permasalahan pada peternak plasma, yakni adanya kematian ternak yang cukup tinggi dan fertilitas telur tetas belum optimal. Terdapat kasus penukaran setoran telur tetas dengan telur selain produksi itik Tegal unggul. Sedangkan kendala yang dihadapi pada penetasan di Pemalang adalah meningkatnya ongkos angkut hingga mencapai 83%. Untuk ke depan perlu dipertimbangkan agar ternak yang diserahkan peternak plasma sudah melewati masa kritis, yakni lepas pemanasan. Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah penataan sex ratio pada peternak plasma, yakni jumlah betina yang akan digunakan untuk perbibitan jumlahnya disesuaikan dengan sisa pejantan, sehingga dicapai sex ratio 1 : 10. Untuk menjaga kualitas itik Tegal unggul yang dipasarkan, perlu pengawasan yang ketat terhadap telur tetas setoran. Kata kunci: Kelembagaan, perbibitan itik PENDAHULUAN Pembangunan perunggasan mempunyai peluang besar untuk mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan dengan mengembangkan unggas lokal, yang diusahakan petani di pedesaan. Unggas lokal, seperti halnya itik, dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan, karena produknya mempunyai pangsa pasar tertentu dan cukup menguntungkan sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga (BADAN LITBANG PERTANIAN, 2004). Meskipun demikian, dalam pengembangan agribisnis itik seringkali dihadapkan pada kendala sulitnya mendapatkan bibit dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Hal ini dikarenakan minimnya kelembagaan perbibitan dan belum terorganisir secara optimal. Seperti halnya itik Tegal yang banyak dibudidayakan secara intensif oleh peternak di pantura Jawa Tengah, khususnya di Brebes dan Tegal, masih belum ditunjang usaha perbibitan yang memadai, sehingga kemampuan produksinya menunjukkan penurunan. Di samping itu pemenuhan kebutuhan bibit sebagian besar masih dipasok dari provinsi lain (SUBIHARTA dan PRASETYO, 1999; SUBIHARTA et. al., 2001). Inovasi teknologi terbukti mampu memperluas batas kemungkinan produksi (SAMUELSON dan NORDHAUS, 1992; FROYEN, 1995). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah telah melakukan upaya peningkatan kualitas itik Tegal inovasi teknologi seleksi sederhana. Itik Tegal unggul generasi 4 hasil 176
2 seleksi, kemampuan produksi telur yang lebih tinggi dibanding itik yang dipelihara di tingkat petani, yakni 263 vs 190 butir/ekor/tahun (SARENGAT, 1999; SUBIHARTA et. al., 2002). Apabila itik Tegal unggul dapat di akses oleh peternak, maka akan mendorong meningkatkan efisiensi dan daya saing agribisnis itik Tegal. Sehubungan hal itu, mulai 2005, Pemerintah Kabupaten Brebes mengembangkan perbibitan itik Tegal unggul yang berbasis di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kantor Peternakan Brebes, Desa Limbangan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Inovasi teknologi perlu diintegrasikan dengan inovasi kelembagaan (HAYAMI dan RUTTAN, 1971). Pendekatan ini didasarkan pada hipotesis, bahwa penerapan secara bersama-sama antara inovasi teknologi dan kelembagaan pada pembangunan akan meningkatkan perekonomian. Kelembagaan merupakan segala suatu aturan yang mengikat dan menentukan tata cara kerjasama dalam memanfaatkan sumberdaya dan hak dari masing-masing pelaku usaha (HAYAMI dan KIKUCHI dalam FARID, 1994), sedangkan DAVIS dan NEWSTROOM (1985) menyatakan bahwa inovasi kelembagaan diperlukan agar mampu beradaptasi dengan lingkungan yang dinamis dalam rangka mengatur alokasi sumberdaya bibit agar mencapai keragaan yang dikehendaki. Pengembangan agribisnis perbibitan itik Tegal unggul potensial untuk dikembangkan, mengingat telah tersedianya simpul-simpul agribisnis, namun masih berjalan secara parsial. Inovasi kelembagaan pada perbibitan itik Tegal unggul perlu menekankan pada organisasi dan aturan main dalam usaha dalam perspektif agribisnis diantara para pelaku, yakni peternak, sumber teknologi, dan pendamping/fasilitator lainnya. Sehubungan dengan hal itu, telah dilakukan kajian introduksi inovasi kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul. METODE PENGKAJIAN Lokasi yang dijadikan basis pengembangan perbibitan itik Tegal unggul adalah di Kabupaten Brebes. Pertimbangan adalah, Pemerintah Kabupaten Brebes pada 2005 mengembangkan perbibitan itik Tegal unggul yang berbasis di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kantor Peternakan Brebes, Desa Limbangan, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes. Pada tahap awal dilakukan studi untuk mendapatkan informasi tentang kondisi dasar bagi perumusan konsep pengembangan kawasan agribisnis, meliputi kondisi biofisik, sosial ekonomi, dan ketersediaan sarana dan prasarana penunjang perbibitan itik Tegal unggul. Metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi adalah survei dengan pendekatan rapid rural appraisal (RRA) dan case study. Survei dilakukan pada kelompok ternak Mutiara Biru, Sumber Pangan, dan Maju Jaya di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes dan kelompok penetas di Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan kondisi dasar tersebut dirumuskan langkah/tahapan pengembangan kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul dan peran masing-masing pelaku agribisnis, yaitu peternak, penetas, dan kelembagaan penunjang. Rumusan tersebut ditentukan secara bersama-sama. Untuk itu, difasilitasi berbagai pertemuan, meliputi sosialisasi kegiatan, sinkronisasi kegiatan, dan pembahasan rencana kerja. Inovasi kelembagaan usaha menekankan pada organisasi dan aturan main dalam usaha dalam perspektif agribisnis model inti-plasma (Skema 1). Rancang bangun agribisnis perbibitan itik Tegal unggul dibuat berdasarkan peta hubungan spasial antar daerah dalam satu kawasan pengembangan serta merupakan sistem yang menyeluruh dalam kegiatan usaha, dimana subsistem yang ada didalamnya saling terkait. Selama kegiatan berlangsung, dilakukan pengamatan untuk mengetahui keragaan kinerja kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul yang diintroduksikan. 177
3 Penetasan Sarana/prasarana pendukung Pakan Obat-obatan Permodalan Usaha Inti Seleksi Distribusi telur tetas, DOD Pemasaran Peternak penghasil telur tetas Peternak penghasil telur konsumsi Skema 1. Konsep kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul model inti-plasma Penjelasan dari Skema 1 adalah sebagai berikut: a. Usaha inti berperan melakukan seleksi secara berkelanjutan dan mendistribusikan telur tetas dan DOD dari produksi itik terseleksi maupun dari peternak penghasil telur tetas. Koordinasi ini perlu dilakukan sebagai kontrol kualitas telur tetas maupun DOD. b. Subsistem sarana/prasarana memberikan dukungan faktor produksi bagi subsistem lainnya. Pada subsistem ini perlu dukungan teknologi agar dihasilkan pakan yang sesuai untuk menghasilkan telur tetas. Selama ini penyebab rendahnya permintaan telur tetas dari pemeliharaan dalam kandang adalah kualitas telur yang tidak memenuhi persyaratan sebagai telur tetas. Dukungan teknologi kesehatan ternak diperlukan terutama pada subsistem pembesaran, yang selama ini mortalitasnya tinggi. Dukungan permodalan diperlukan agar peternak tidak terjebak pada monopoli pedagang telur, sehingga posisi tawar peternak meningkat. c. Subsistem penetasan berperan menetaskan telur yang dihasilkan subsistem inti maupun subsistem penghasil telur tetas. Mengingat pada kelompok ternak belum ada usaha penetasan, untuk sementara kelompok penetas di Kabupaten Pemalang difungsikan sebagai pelaku subsistem ini. d. Subsistem penghasil telur tetas berperan membudidayakan itik Tegal unggul dewasa yang dihasilkan usaha inti. Produk yang dihasilkan subsistem ini adalah telur tetas. 178
4 e. Itik niaga yang dihasilkan dari proses seleksi dipergunakan sebagai bibit yang berkualitas pada subsistem penghasil telur konsumsi. f. Subsistem pemasaran berperan dalam memasarkan DOD maupun telur konsumsi. Konsolidasi dalam pemasaran diharapkan meningkatkan posisi tawar peternak. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum usaha itik di lokasi kegiatan Usaha ternak itik Tegal di Kabupaten Brebes menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, ditandai dengan tumbuhnya sentra-sentra pemeliharaan. Hal ini menunjukkan bahwa peternakan itik dari sisi ekonomi menjanjikan. Sistem pemeliharaan itik phase produksi yang diterapkan peternak pada Mutiara Biru, Sumber Pangan, dan Maju Jaya di Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes umumnya adalah sistem intensif, dimana ternak sepanjang hari dipelihara dalam kandang (terkurung). Beberapa faktor yang mendorong pergeseran sistem pemeliharaan dari penggembalaan ke arah intensif adalah adanya penggunaan pestisida pada padi sawah semakin meningkat, umur panen padi yang semakin pendek, dan pengaturan irigasi pada usahatani padi (SETIOKO, 1998). Pada kondisi pemeliharaan secara intensif, waktu yang dicurahkan untuk mengelola usaha berkisar 8-10 jam/hari, untuk kegiatan perawatan ternak dan pengadaan ikan pirik di tempat pelelangan ikan (TPI). Beberapa peternak pada saat musim panen, (Maret, April, Juni, dan Juli) menerapkan sistem angonan (boro), dengan wilayah angonan Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan Cirebon, Karawang, Indramayu, dan Cikampek. Konsekuensi dari pemeliharaan itik secara intensif adalah peternak dituntut untuk menyediakan pakan yang memadai agar itik mampu berproduksi secara baik. YUWONO et al. (2005) melaporkan bahwa pangsa biaya pakan mencapai 72,71% dari total biaya pada pemeliharaan itik secara intensif. Ikan pirik, yang merupakan sumber protein utama ditunjang oleh keberadaan 8 Tempat Pelelangan Ikan, yakni TPI Sowajajar, Pulomas, Kluwut, Pengaradan, Krakahan, Kaligangsa, Kaliwlingi, Prapag Kidul. Harga ikan pirik berfluktuasi sepanjang tahun, dipengaruhi oleh peristiwa alam maupun budaya/keagamaan, dimana pada saat angin barat, lebaran, dan sedekah laut, saat nelayan jarang melaut, harga ikan pirik mahal (YUWONO et al., 2005). Sehingga tidak mengherankan kandungan nutrisi pakan bervariasi sepanjang tahun (SUBIHARTA et al., 1996). Keterbatasan modal dalam usahatani merupakan permasalahan yang umum di hadapi petani dan pedagang telur. Sulitnya prosedur peminjaman selama ini menjadi alasan utama petani tidak menggunakan kredit dari lembaga keuangan (RACHMAWATI, 1997). Harga pakan yang berfluktuasi menyebabkan produktivitas itik berfluktuasi pula, sehingga peternak sangat membutuhkan tambahan modal. Pada saat tersebut pedagang berperan sebagai lembaga permodalan yang mudah diakses peternak. Secara formal pinjaman tersebut tanpa bunga, namun terdapat kesepakatan bahwa peternak yang meminjam berkewajiban menjual telur kepada pedagang yang memberikan pinjaman, dengan harga telur lebih Rp. 25 Rp. 50/butir lebih rendah harga normal. Analisis ekonomi selisih harga tersebut lebih tinggi dibanding tingkat bunga bank. Peternak anggota KTT Mutiara Biru, Sumber Pangan, dan Maju Jaya tidak ada yang mengusahakan penetasan, sehingga pemenuhan kebutuhan bibit untuk menambah populasi atau mengganti ternak yang diafkir (replacement stock) sebagian besar masih dipasok dari Cirebon. Pada kelompok Mutiara Biru dan Sumber Pangan sebagian besar peternak (85%) membeli bibit siap telur (bayah), dengan alasan sulitnya mendapatkan tenaga untuk mengangon DOD, sedangkan pada kelompok Maju Jaya 75% peternak membeli bibit pada phase anak (DOD), dengan alasan akan diperoleh kualitas ternak yang lebih bagus bila dibanding kalau membeli bayah. Kelompok penetas di Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang mempunyai anggota 9 orang, jumlah mesin yang dimiliki 110 buah dengan total kapasitas butir. Dalam pengadaan bahan baku, penetas cenderung 179
5 memilih telur dari itik yang dipelihara dengan sistem angonan dibanding itik yang dikandangkan. Alasannya telur yang dihasilkan mempunyai ukuran dan ketebalan kulit yang lebih baik, dan berdasarkan pengalaman mempunyai daya tetas yang relatif tinggi. Kondisi ini dapat dipahami, karena umumnya peternak mengangon pada musim panen, memiliki berbagai sumber pakan yang berkualitas tersedia di sawah. Terhadap telur tetas yang dihasilkan dari itik yang dikandangkan, daya tetasnya lebih rendah karena pejantannya mendapatkan kualitas pakan yang rendah, sehingga tidak mendukung telur tetas yang berkualitas. Penetas pada dasarnya bersedia menggunakan telur tetas yang dihasilkan dari itik yang dikandangkan dalam porsi yang lebih banyak, dengan catatan kualitas ransum ditingkatkan, mengingat rendahnya fertilitas (60%) dan daya tetas berkisar antara 60-70% dari telur yang fertil atau 24-28% dari total telur yang ditetaskan. Kinerja kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul Pada Juni 2005 BPTP Jawa Tengah memfasilitasi pertemuan antara Kantor Peternakan Kabupaten Brebes (usaha inti), dengan peternak plasma penghasil telur tetas, untuk membahas kesepakatan usaha inti dengan peternak plasma. Dicapai kesepakatan bahwa peternak plasma memperoleh DOD itik Tegal unggul betina dan jantan, dan peternak berkewajiban menyetorkan telur tetas. Pola pengembalian pinjaman DOD adalah setiap ekor DOD betina yang diterima, peternak wajib mengembalikan 6 butir telur tetas yaitu telur yang telah diteropong menunjukkan tanda-tanda dibuahi, sedangkan untuk ternak jantan mengembalikan 2 butir. Jangka waktu pengembalian pinjaman paling lambat 6 bulan setelah produksi telur layak untuk ditetaskan. Apabila peternak telah memenuhi kewajibannya, telur tetas akan dibeli oleh usaha inti dengan harga Rp. 50,- di atas harga telur konsumsi pada saat yang sama. Itik Tegal dikembangkan oleh 8 orang peternak anggota kelompok ternak Sumber Pangan, Kecamatan Brebes. Peternak menerima bantuan berupa itik umur 1 hari (DOD) dari usaha inti dengan jumlah bervariasi antar peternak, adapun jumlah itik yang diperbantukan untuk masing-masing peternak disesuaikan dengan permintaan dan kemampuan memelihara peternak. Jumlah itik yang dikembangkan ekor atau rata-rata 739 ekor/peternak (Tabel 1). Sampai dengan Desember 2005 jumlah pengembalian telur tetas telah mencapai rata-rata 63,06%. Tabel 1. Jumlah DOD yang diterima peternak plasma dan jumlah telur tetas yang harus diangsur No. Nama peternak plasma DOD yang diterima Jantan Betina Telur tetas yang harus Yang sudah diangsur diangsur (butir) Butir % 1. Rahmat ,06 2. Didit A ,88 3. Saroni ,49 4. Dikin ,31 5. Narto ,89 6. Purwanto ,87 7. Waha ,72 8. Suhari ,30 Jumlah Rata-rata 80,88 658, , ,50 63,06 Dalam dinamikanya, itik Tegal unggul yang dikembangkan peternak mengalami pengurangan populasi yang disebabkan kematian sebanyak ekor (59,81%) (Grafik 1). Sebagian besar kematian itik terjadi pada phase anak, yakni ekor atau 81,34% dari jumlah kematian. Jumlah kematian bervariasi antar peternak, dan diduga karena 180
6 kemampuan pemeliharaan yang bervariasi. Untuk itu, dalam menentukan peternak plasma perlu mempertimbangkan kemampuan calon untuk memproduksi itik bayah, maka dicapai kesepakatan antara usaha inti dengan peternak plasma, bahwa peternak plasma menerima itik peternak yang akan menerima bantuan, umur 2 minggu, yakni setelah DOD tidak diantaranya melalui informasi dari pengurus kelompok. membutuhkan pemanasan. Dalam dinamikanya, pengambilan setoran Peternak plasma menginginkan agar telur tidak berjalan lancar, hal ini dikarenakan bantuan ternak berikutnya sebaiknya berupa itik bayah (siap produksi), karena resiko kematian lebih kecil dibanding jika peternak menerima DOD (meri). Mengingat modal yang dimiliki usaha inti masih belum mencukupi petugas lebih dahulu menyelesaikanpekerjaan di inti, dan pada waktu pengambilan, peternak plasma tidak berada di kandang (istirahat). Disarankan agar ada petugas yang khusus menangani pengambilan setoran telur tetas. Jumlah ternak (ekor) saat diterima sept '05 okt '05 nop '05 des '05 jantan betina Bulan jantan betina Grafik 1. Perkembangan populasi itik Tegal unggul di tingkat peternak plasma Tabel 2. Produksi telur harian di tingkat peternak plasma agribisnis itik Tegal unggul, Nopember 2005 Non itik Tegal unggul Itik Tegal unggul No. Peternak Jumlah ternak Produksi telur Produksi Jumlah Produksi telur Produksi telur (ekor) (butir) telur (%) ternak (ekor) (butir) (%) 1. Rahmat , ,00 2. Didit A , ,80 3. Saroni , ,56 4. Dikin , ,00 5. Narto ,00 6. Purwanto ,29 7. Waha , ,20 8. Suhari , Jumlah Rata-rata 429,17 204,50 47,34 332,86 182,86 54,69 181
7 Terdapat kasus penukaran setoran telur tetas dengan telur selain produksi itik Tegal unggul. Hal ini diindikasikan dengan adanya hasil tetasan yang mengarah pada turunan itik Alabio dan itik Magelang (itik kalung). Agar kelembagaan agribisnis itik Tegal unggul mampu memenuhi permintaan pasar dengan kuantitas dan kualitas yang baik, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. Diantaranya harus ada kelembagaan yang melakukan kontrol secara ketat pada plasma. Meskipun peternak plasma mengembangkan itik Tegal unggul, namun tetap diperbolehkan mempertahankan itik yang selama ini mereka pelihara (eksisting). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa produktivitas itik Tegal unggul lebih tinggi dibanding itik milik peternak, yakni 54,69% vs 47,34% (Tabel 2). Telur tetas setoran peternak fertilitasnya rendah (sekitar 60%). Hal ini dikarenakan adanya kematian ternak jantan, sehingga imbangan jantan betina (sex ratio) kurang memenuhi syarat untuk usaha perbibitan (penghasil telur tetas). Untuk itu perlu dilakukan penataan, dimana jumlah betina yang akan digunakan untuk perbibitan jumlahnya disesuaikan dengan sisa pejantan, sehingga dicapai sex ratio 1 : 10. Produksi telur yang dihasilkan peternak plasma mulai ditetaskan bulan Agustus 2005 pada penetas plasma di Kabupaten Pemalang, fertilitasnya berkisar 60-70%, sedangkan daya tetas berkisar 24-28% dari jumlah telur yang ditetaskan. Penetasan dilakukan oleh usaha inti, karena keterbatasan jumlah mesin, hanya mampu menetaskan telur tetas yang diproduksi usaha inti. Penetasan pada inti hanya mampu untuk menetaskan telur tetas hasil produksi sendiri. Sementara telur yang diproduksi plasma akan dilakukan antara bulan Januari Februari 2006, yakni pada saat mesin tetas otomatis bantuan Dirjen Bina Produksi sudah dapat dioperasikan. Penampilan penetasan pada usaha inti sebagaimana tercantum pada Tabel 3. Selama Agustus Nopember 2005 usaha inti telah menjual ekor itik Tegal unggul (Tabel 4). Kendala pada aspek penetasan menyebabkan belum terpenuhinya permintaan konsumen terhadap itik Tegal unggul (Tabel 5). Tabel 3. Penetasan telur pada usaha inti agribisnis itik Tegal unggul Tanggal menetaskan Jumlah telur Infertil Fertil Menetas (butir) Butir % Butir % Ekor % dari total % dari fertil 30/9/ , , ,67 51,38 5/10/ , , ,74 52,36 11/10/ , , ,39 56,86 17/10/ , , ,28 60,20 22/10/ , , ,73 41,61 Jumlah Rata-rata 356,60 39,20 10,69 317,40 89,31 164,80 46,76 52,48 Tabel 4. Penjualan DOD oleh usaha inti agribisnis itik Tegal unggul No. Bulan Jumlah penjualan (ekor) Umur (hari) Jantan Betina Nama pembeli Instansi 1 Agustus Farid Dirjen Bina Produksi Peternakan 2 September Amrih Peternak Pekalongan 3 Oktober Sukadi Peternak Pemalang 4 Nopember Universitas Diponegoro 5 Nopember Mukson Peternak Brebes 6 Nopember Mukson Peternak Brebes Jumlah
8 Tabel 5. Pesanan yang belum dapat terpenuhi oleh usaha inti agribisnis itik Tegal unggul No. Bulan Jumlah penjualan (ekor) Umur (hari) Jantan Betina Nama pembeli Instansi 1. Juli DOD Pemda Bengkulu 2. Juli DOD Sriyanto Peternak Klaten 3. Juli bayah Ibnu Peternak Kab. Semarang 4. Juli bayah Gatot Peternak Kab. Semarang 5. September DOD Ali A. Peternak Brebes 6. September DOD Wartoyo Peternak Brebes 7. September DOD Purwanto Peternak Brebes 8. Desember DOD Universitas Diponegoro 9. Desember DOD Ning Peternak Brebes 10. Desember DOD Amrih Peternak Pekalongan Jumlah Dari berbagai kajian menunjukkan adanya indikasi terjadinya integrasi vertikal dalam industri perunggasan (SAPTANA et al., 2002), sebagai contoh PT. Anwar Sierad yang bergerak dalam bidang pembibitan, pakan ternak, budidaya, dan pengolahan ayam beku. Sampai dengan akhir kegiatan, kelembagaan perbibitan itik tegal unggul yang diinovasikan masih belum mampu menerapkan integrasi secara vertikal. Integrasi vertikal didefinisikan sebagai penguasaan atas seluruh atau sebagian besar jaringan agribisnis dari industri hulu hingga industri hilir, di mana keseluruhan unit perusahaan berada dalam satu managemen pengambilan keputusan (SARAGIH, 1998). KESIMPULAN Sistem pemeliharaan itik phase produksi di Kabupaten Brebes saat ini mengarah pada pemeliharaan secara intensif, dimana ternak sepanjang hari dipelihara dalam kandang (terkurung). Meskipun demikian, masih belum ditunjang usaha perbibitan yang memadai. Itik Tegal unggul yang didistribusikan kepada peternak plasma mengalami kematian cukup tinggi, yakni 59,81, 81,34% diantaranya terjadi pada phase anak. Terdapat kasus penukaran setoran telur tetas dengan telur selain produksi itik Tegal unggul. Pada tahap awal, kelembagaan perbibitan itik Tegal unggul yang diinovasikan masih belum berjalan optimal karena menunjukkan adanya integrasi secara vertikal dan horisontal. SARAN Proses produksi itik Tegal unggul mengandalkan teknologi seleksi secara berkelanjutan masih diperlukan pendampingan teknologi dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Untuk mencegah tingginya kematian DOD pada peternak plasma, untuk ke depan perlu dipertimbangkan agar DOD yang diterima peternak setelah melewati masa kritis. Agar kelembagaan agribisnis itik Tegal unggul mampu memenuhi permintaan pasar dengan kuantitas dan kualitas yang baik, maka kelembagaan yang ada seharusnya melakukan kontrol secara ketat pada usaha plasma penghasil telur tetas. DAFTAR PUSTAKA BADAN LITBANG PERTANIAN Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Unggas. Badan Litbang Pertanian. DAVIS, K. dan J. H. NEWSTROOM Human Behaviour at Work: Organization Behaviour, 7 th Edition. Mc Graw-Hill International. FROYEN, R.T Macroeconomics, Theory & Policies. Prentice-Hall Inc. Toronto. HAYAMI, Y. dan V. W. RUTTAN Agricultural Development: an International Perspective. John Hopkins University Press. Baltimore and London. HAYAMI, Y. dan M. KIKUCHI Dilema Ekonomi Desa: Suatu Pendekatan Ekonomi 183
9 terhadap Perubahan Kelembagaan di Asia. Terjemahan D. Noer. Yayasan Obor. Jakarta. RACHMAWATI, R. W Peranan Lembaga Perkreditan Pedesaan dalam Memenuhi Kredit Usahatani (Suatu Kasus Perkreditan Usahatani di Desa Pinggir Sari, Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung). Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. SAMUELSON, P. A., dan W. D. NORDHAUS Microeconomics. McGraw-Hill, Inc. SAPTANA, ROSMIJATI SAYUTI dan KHAIRINA M. Noekman Industri Perunggasan: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Forum Agro Ekonomi. PSE. Bogor. SARAGIH, B Agribisnis Berbasis Peternakan. Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor. SARENGAT, W Produksi Telur Beberapa Itik Lokal pada Pemeliharaan Intensif. Prosiding Temu Tugas Sub Sektor Peternakan Pembangunan Usaha Ternak Itik di Jawa Tengah, Sub Balitnak Klepu. SETIOKO, A Prospek dan Kendala Peternakan Itik Gembala di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. SUBIHARTA, D.M. YUWONO, WARTININGSIH MURYANTO and A.P. SINURAT The Effect of Feed Quality Improvement on he Performance and form Efficiency on Tegal Duck in Intensive Rearing System. The 2 nd Poultry Science Symphosium of The World s Poultry Science Association (WPS) Indonesia Branch. Universitas Diponegoro and The University of Queensland. SUBIHARTA dan T. PRASETYO Potensi, Peluang, dan Kendala Usaha Perbibitan Itik melalui Pola Kemitraan di Jawa Tengah (Suatu Kasus). Prosiding Lokakarya Kemitraan Pertanian dan Ekspose Teknologi Mutakhir Hasil Penelitian Perkebunan. Kerjasama BPTP Ungaran dengan Sekretariat DPP Pusat Penelitian Perkebunan dan Asosiasi Penelitian Perkebunan. Semarang. SUBIHARTA, D. M. YUWONO, D. PRAMONO, S. PRAWIRODIGDO, dan HARTONO Permasalahan dan Pola Perbibitan Itik Tegal (Kasus di Kabupaten Brebes). Prosiding Saresehan Pengembangan Peternakan Itik di Jawa Tengah. SUBIHARTA, L. H. PRASETYO, Y. C. RAHARDJO, D. PRAMONO, B. BUDIHARTO, HARTONO, dan I. MUSAWATI Perbibitan Itik Tegal Hasil Seleksi. Laporan Tahunan. BPTP Jawa Tengah. YUWONO, D.M., SARJANA, SULARNO, dan HARTONO Dinamika Kinerja Usaha Itik Tegal di Kabupaten Brebes. Makalah disampaikan pada Seminar Unggas Lokal di Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. 184
PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF
PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF SUBIHARTA, D. M. YUWONO, A. HERMAWAN dan HARTONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak
Lebih terperinciKERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI
KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI Subiharta, Dian Mahrso Yuwono dan Agus Hermawan Balai engkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciPELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK
PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK Eni Siti Rohaeni 1 dan Yanti Rina 2 1. BPTP Kalimantan Selatan 2. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Ternak itik merupakan salah
Lebih terperinciKata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF
PENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF (The Effect of Dried and Fresh Pirik Fish (Leiognathidae) Feeding on Egg Production
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
ANALISIS TEKNIS DAN EKONOMI AGRIBISNIS AYAM BURAS SISTEM SEMI INTENSIF-INTENSIF (Studi kasus di KUB Ayam Kampung Unggul Desa Krengseng, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang) Dian Maharso Yuwono dan F.
Lebih terperinciKAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI
KAJIAN EFEKTIVITAS PELATIHAN TEKNOLOGI USAHA AYAM HIBRIDA BAGI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PETANI TRIE JOKO PARYONO, ERNAWATI DAN HERWINARNI ENDAH MUMPUNI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian negara
Lebih terperinciAYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS
AYAM HASIL PERSILANGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENGEMBANGAN USAHA TERNAK UNGGAS DJOKO PRAMONO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek Kotak Pos 101 Ungaran 50501 ABSTRAK Ayam kampung
Lebih terperinciX. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO
X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak
Lebih terperinciANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO
ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO I G.M. BUDIARSANA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221 Bogor 16002 ABSTRAK Analisis feasibilitas merupakan metode analisis ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KARAKTERISTIK ITIK TEGAL (Anas plantyhynchos javanicus) SEBAGAI ITIK PETELUR UNGGULAN LOKAL JAWA TENGAH DAN UPAYA PENINGKATAN PRODUKSINYA Subiharta,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciPROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO
PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO (Breeding Program of Ma Ducks in Bptu Pelaihari: Selection of Alabio Parent Stocks) A.R. SETIOKO
Lebih terperinciPROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)
PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS) A. PRASETYO dan MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Kabupaten Brebes
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen
Lebih terperinciKARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI (The Characteristic of Laying Duck Breeding Pattern in Cirebon and South Kalimantan Duck Production Center) BROTO WIBOWO, E. JUARINI
Lebih terperinciSutrisno Hadi Purnomo*, Zaini Rohmad**
IbM AYAM KAMPUNG DENGAN PENERAPAN TEKNOLOGI BERBASIS PERKANDANGAN SEMI INTENSIF DAN PAKAN KONSENTRAT BERBAHAN BAKU LOKAL DI DESA PANDEYAN, KECAMATAN TASIKMADU, KABUPATEN KARANGANYAR Sutrisno Hadi Purnomo*,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia Beberapa penelitian yang mengkaji permasalahan usaha ternak ayam buras banyak menunjukkan pertumbuhan produksi ayam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id). Populasi Ternak (000) Ekor Diakses Tanggal 3 Oktober 2011.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rata-rata laju pertumbuhan populasi ternak unggas selama enam tahun dari tahun 2004 hingga 2010 menunjukkan peningkatan, diantaranya ternak ayam ras petelur dan pedaging
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF
PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF HETI RESNAWATI dan IDA A.K. BINTANG Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor ABSTRAK Pengembangan ternak ayam lokal sebagai penghasil daging
Lebih terperinciPOTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM
POTENSI LIMBAH KULIT KOPI SEBAGAI PAKAN AYAM MURYANTO, U. NUSCHATI, D. PRAMONO dan T. PRASETYO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo PO. Box 101, Ungaran ABSTRAK Telah
Lebih terperinciANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH
ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (Feasibility Analysis of Alabio Duck Farm with Lanting System at Hulu Sungai Tengah) ENI SITI ROHAENI Balai Pengkajian
Lebih terperinciBUDIDAYA ITIK SECARA TERPADU HULU-HILIR KELOMPOK PETERNAK NGUDI LESTARI SUKOHARJO
BUDIDAYA ITIK SECARA TERPADU HULU-HILIR KELOMPOK PETERNAK NGUDI LESTARI SUKOHARJO Wara Pratitis SS, Susi Dwi Widyawati, dan Joko Riyanto Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Lebih terperinciLokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d
Lokakatya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak PEMELIHARAAN TERPADU TIKTOK DENGAN PADI SAWAH DI WILAYAH DKI JAKARTA D. ANDAYANI, U. SENTE dan B. BAKRIE Balai Pengkajian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Agribisnis peternakan memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaaan dan berperan dalam pembangunan. Berdasarkan data statistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agribisnis ayam kampung pedaging merupakan bisnis yang penuh gejolak dan beresiko. Peternakan unggas memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan gizi masyarakat.
Lebih terperinciPROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:
PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN
Lebih terperinci3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis
3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan
Lebih terperinciHASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU
HASIL-HASIL PENELITIAN DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PENGEMBANGAN AYAM KEDU MURYANTO Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Ayam Kedu merupakan salah satu jenis kekayaan alam (fauna) yang sudah
Lebih terperinciPOLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR
POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA di KAB. SUMBA TIMUR Perekonomian Provinsi NTT secara sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menetapkan itik Rambon yang telah dibudidayakan dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik Tegal dengan itik
Lebih terperinciHermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam
Lebih terperinciKERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH
KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan pertanian pada masa sekarang adalah dengan meletakkan masyarakat sebagai pelaku utama (subyek pembangunan), bukan lagi sebagai obyek pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Itik merupakan salah satu jenis unggas yang dianggap sebagai hewan asli
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu jenis unggas yang dianggap sebagai hewan asli ternak Indonesia yang sangat potensial menjadi sumber tumpuan hidup dan itik juga banyak diternakkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.
Lebih terperinci[Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas]
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan dan Evaluasi Kegiatan Agribisnis Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian adalah salah satu sektor sandaran hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, sehingga sektor pertanian diharapkan menjadi basis pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciPOTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.
POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI Sari Yanti Hayanti 1, Masito 1 dan Harun Kurniawan 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi 2
Lebih terperinciPROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK
PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA (VILLAGE BREEDING PROGRAM FOR TEGAL DUCKS IN IMPROVING EGG PRODUCTION FIRST AND SECOND
Lebih terperinci5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis
5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciPEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI
PEMANTAPAN SISTIM PEMBIBITAN ITIK UNGGUL DI SENTRA PRODUKSI (The Establishment of MA Duck Breeding System in the Duck Production Centre in Blitar) E. JUARINI, SUMANTO, B. WIBOWO dan L.H. PRASETYO Balai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bagi negara berkembang seperti Indonesia landasan pembangunan ekonomi negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman pangan memberikan kontribusi
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN
POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup
Lebih terperinciSeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2
SeminarNasional Peternakan dan Veteriner 1998 PEMBIBITAN ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH (HST) KALIMANTAN SELATAN ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2 1 Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221,
Lebih terperinciANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH ELSA THESSIA YENEVA 06114052 FAKULTAS PERTANIAN
Lebih terperinciBudidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan
PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor petenakan merupakan salah satu sub sektor yang berperan serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan subsektor peternakan seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan
Lebih terperinciV. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan
Lebih terperinciIbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI
IbM POTENSI DAN PEMANFAATAN ITIK (JANTAN DAN PETELUR AFKIR) SEBAGAI TERNAK POTONG PADA KELOMPOK TANI DI KECAMATAN AIR HANGAT TIMUR KABUPATEN KERINCI Haris Lukman, Yatno dan Sestilawarti Staf Pengajar Fakultas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperincidan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis 3.1.1 Manajemen Usaha Ternak Saragih (1998) menyatakan susu merupakan produk asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi. Kandungan yang ada didalamnya
Lebih terperinciLINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak
Lebih terperinciIII KERANGKA PEMIKIRAN
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, memantapkan
Lebih terperinciV. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu
V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu Berdasarkan hasil pendataan sosial ekonomi penduduk (PSEP) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2005 diketahui jumlah keluarga miskin di Desa Sitemu 340 KK. Kriteria
Lebih terperinciKAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG
KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinci2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila
No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS
PENETAPAN INTERVAL INSEMINASI BUATAN (IB) PADA AYAM BURAS KADIRAN, R.DENNY PURNAMA DAN SUHARTO Balai Penelitian Ternak Bogor,Po.Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Suatu pengamatan mengenai periode fertil spermatozoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan, baik dalam skala peternakan kecil (peternakan rakyat) maupun dalam skala besar. Hal ini
Lebih terperinciPERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R
PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan sektor pertanian dalam arti luas yang bertujuan untuk pemenuhan pangan dan gizi serta
Lebih terperinciDAMPAK INOVASI TEKNOLOGI AGRIBISNIS TERNAK KELINCI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA MELALUI PROGRAM P3TIP DI D.I.
DAMPAK INOVASI TEKNOLOGI AGRIBISNIS TERNAK KELINCI TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN USAHA MELALUI PROGRAM P3TIP DI D.I. YOGYAKARTA (Studi kasus di UP FMA Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulonprogo) Arti
Lebih terperinciPeningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak
Lebih terperinciE
Jl. Raya Loji Km.35 Jatiwangi 45454 Majalengka Telp & Fax : (0233) 88622 Titik Koordinat : 6 0 43 32.35 S08 0 6 40.7 E Email : bpptujatiwangi@yahoo.co.id Tugas Pokok & Fungsi Sesuai dengan Peraturan Gubernur
Lebih terperinciOPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI
OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Kemitraan Definisi kemitraan diungkapkan oleh Hafsah (1999) yang menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang berpeluang sangat besar untuk dikembangkan dan berperan sangat penting dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
Juni, 2013 Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan KERAGAAN BOBOT LAHIR PEDET SAPI LOKAL (PERANAKAN ONGOLE/PO) KEBUMEN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BIBIT SAPI PO YANG BERKUALITAS Subiharta dan Pita Sudrajad
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN
PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN Irawati, Nurdeana C, dan Heni Purwaningsih Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta Email : irawibiwin@gmail.com
Lebih terperinci2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya
Lebih terperinciKARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA
KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA CHARACTERISTICS OF HATCHING EGGS OF RAMBON AND CIHATEUP DUCKS AT DIFFERENT MEETING DURATION
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor
Lebih terperinciAnalisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani
Lebih terperinciDampak Diseminasi Ayam Kampung Unggul Balitnak di Provinsi Gorontalo
Dampak Diseminasi Ayam Kampung Unggul Balitnak di Provinsi Gorontalo (Impact of Disemination of Kampung Unggul Balitnak Chicken in the Province of Gorontalo) Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor
Lebih terperinciUSAHA ITIK PETELUR DAN TELUR TETAS
Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan Medan, 3 Desember 2009 USAHA ITIK PETELUR DAN TELUR TETAS Dosen Penanggungjawab: Dr.Budi Utomo SP. MP Oleh: Srianna Sipora 071201006 Ira Wadani Harahap 071201009 Zulka Hidayati
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pola kemitraan ayam broiler adalah sebagai suatu kerjasama yang sering diterapkan di pedesaan terutama di daerah yang memiliki potensi memelihara ayam broiler. Pola kemitraan
Lebih terperinciBUDIDAYA BEBEK PEKING
PELUANG BISNIS : BUDIDAYA BEBEK PEKING JEMI NONOT SUBIARTO 10.11.3671 S1TI - 2B Kampus Terpadu : Jl. Ring Road Utara, Condong Catur, Sleman, Yogyakarta Telp: (0274) 884201-207 Fax: (0274) 884208 Kodepos:
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya
TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara
Lebih terperinci