BAB I PENDAHULUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 1. terhadap ancaman kerusakandi Yogyakarta. Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, hal :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 1. terhadap ancaman kerusakandi Yogyakarta. Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, hal :"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki kebudayaan yang beragam. Selain itu, negara Indonesia juga memiliki perjalanan sejarah yang panjang mulai dari zaman Hindu-Budha, Islam, kolonialisme, hingga kemerdekaan. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang panjang tersebut juga berdampak pada perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia. Saat ini menurut Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan, Windu Nuryanti menegaskan bahwa saat ini ada dua puluh ribu lebih Benda Cagar Budaya di Indonesia. Akan tetapi dari dua puluh ribu Benda Cagar Budaya tersebut, baru enam ribu Benda Cagar Budaya yang sudah tercatat oleh pemerintah. 1 Untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Tanggung jawab negara tersebut secara tegas diatur dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Undang-Undang tersebut, tujuan dari pelestarian cagar budaya adalah melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya, memperkuat kepribadian bangsa, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional. 2 Apabila dibandingkan dengan UU No. 5 Tahun 1992, UU No. 11 Tahun 2010 memberikan kewenangan kepada kota/kabupaten yang luas dalam bidang cagar budaya. 3 Berdasarkan hal tersebut, jelaslah bahwa dalam hukum positif di Indonesia, Benda Cagar Budaya haruslah mendapatkan perlindungan oleh swasta maupun pemerintah. Kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan cagar budaya menurut UU No. 11 Tahun 2010 harus diimplementasikan secara maksimal. Salah satu Kota yang memiliki potensi cagar budaya yang besar adalah Kota Surakarta. Keberagaman Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta tidak terlepas dari sejarah panjang kota ini mulai dari zaman Undang-Undang No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya 3 Harjiyatni, Fransisca Romana dan Sunarya Raharja Perlindungan hukum benda cagar budaya terhadap ancaman kerusakandi Yogyakarta. Mimbar Hukum Volume 24, Nomor 2, Juni 2012, hal : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 1

2 kerajaan, penjajahan, hingga zaman kemerdekaan. 4 Sampai pada Tahun 2013 ini saja, Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Pemerintah Kota Surakarta telah mendata sedikitnya ada 70 bangunan di Kota Solo merupakan Benda Cagar Budaya (BCB) 5. Benda-benda cagar budaya di Kota Surakarta ini sebagian juga berperan dalam memajukan sektor pariwisata di Kota Surakarta. Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta yang menjadi obyek wisata utama kota ini diantaranya adalah Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, Taman balekambang, Museum Radyapustaka, dan lain sebagainya. 6 Dalam era Otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki hak dan kewajiban dalam pengelolaan Benda Cagar Budaya seperti yang telah diamanatkan dalam UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pemerintah daerah Kota Surakarta sebagai salah satu bagian dari otonomi daerah berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya memiliki kewajiban untuk melaksanakan pengelolaan cagar budaya.untuk menjalankan undang-undang tersebut, pemerintah daerah memerlukan instumen peraturan pelaksananya dalam bentuk peraturan daerah. Namun pemerintah Kota Surakarta sampai sekarang masih belum memiliki perda cagar budaya dan hanya bertahan dalam status rancangan peraturan daerah. Cagar budaya selain dilindungi oleh UU No. 11 Tahun 2010, cagar budaya juga merupakan aset negara yang menyangkut kepentingan umum menurut Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 7 Akan tetapi dalam implementasi undang-undang tersebut, pemerintah Kota Surakarta masih belum mampu menjalankan secara maksimal. Hal itu terbukti dari adanya sengketa berkepanjangan dalam pengelolaan Benda Cagar Budaya antara pemerintah dan swasta yang dalam hal ini adalah kasus benteng Vastenburg, Taman Sriwedari, dll. 8 Selain permasalahan sengketa kepemilikan cagar budaya, pengelolaan Benda Cagar Budaya di Kota Surakarta juga semakin terlihat kurang baik saat terdapat banyaknya Benda Cagar Budaya yang kurang terawat dan memprihatinkan. Dari berbagai permasalahan mengenai pengelolaan Benda Cagar Budaya tersebut, dapat di ketahui bahwa dalam pengimplementasian UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Buku Informasi Kota Sala. Surakarta : Badan Informasi dan Komunikasi Kota Surakarta Tjandra, Riawan Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogyakarta 8 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 2

3 Budaya, pemerintah daerah masih lah belum mampu menjalankan amanat dari undangundang tersebut. Agar pengimplementasian dari undang-undang tersebut dapat berjalan dengan maksimal, diperlukan perbaikan-perbaikan dalam sikap pemerintah administrasi negara dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola berbagai aset daerah dan juga aset-aset cagar budaya lain yang dimiliki swasta. Sebagai solusi konkrit mengatasi berbagai permasalahan tersebut, terdapat beberapa alternatif solusi diantaranya adalah yang pertama maksimalisasi peran pemerintah daerah sendiri dalam pengelolaanbenda cagar budaya. Yang kedua adalah mengadakan public private partnershipdengan pihak swasta pemilik benda cagar budaya untuk melestarikan benda cagar budaya. 9 Apabila Public Private Partnership dijalankan, maka diharapkan pengimplementasian dari UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dapat berjalan dengan maksimal. Melalui makalah ini, kami mencoba untuk memberikan penjelasan-penjelasan secara mendetail mengenai solusi alternatif untuk memaksimalisasi pengelolaan benda cagar budaya oleh pemerintah daerah Kota Surakarta. 1.2 Rumusan masalah Bagaimanakah dasar hukum dan wujud pengelolaan cagar budaya oleh pemerintah daerah Kota Surakarta? Bagaimana cara memaksimalkan pengelolaan cagar budaya di daerah Kota Surakarta? 1.3 Tujuan Untuk mengetahui dasar hukum dan wujud pengelolaan cagar budaya oleh pemerintah daerah Kota Surakarta. Untuk mengetahui cara memaksimalisasi pengelolaan cagar budaya di daerah Kota Surakarta. 9 Bappenas.go.id HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 3

4 BAB II METODE PENULISAN 2.1 Metode Penulisan Penulisan ini merupakan penulisan hukum empiris, sehingga dalam penulisan ini berarti terdapat suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 10 Penulisan ini termasuk penulisan hukum empiris, karena data yang diperoleh dari hasil observasi langsung pada berbagai bangunan cagar budaya di Kota Surakarta guna mengetahui kondisinya secara faktual dan aktual. Penulisan hukum didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta untuk memecahkan masalah yang bersangkutan Jenis Penulisan Ditinjau dari sifat penulisan, maka penulisan ini tergolong dalam kategori penulisan yang bersifat deskriptif. Penulisan deskriptif merupakan sebuah penulisan yang berupa gambaran terhadap pelaksanaan mekanisme penyelesaian kasus. Penulisan deskriptif ini mempelajari masalah yang timbul di masyarakat serta situasi tertentu termasuk kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena Jenis Data Sumber Data Sumber data merupakan subyek darimana data dapat diperoleh. 13 Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang menjadi sumber data dalam penulisan ini adalah hasil observasi pada berbagai cagar budaya di Surakarta. Sumber-sumber yang memberikan informasi tersebut merupakan obyek penulisan. Observasi dilakukan pada hari Minggu 5 10 Peter Mahmud Marzuki Penulisan Hukum. Jakarta : Kencana, hlm Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji Penulisan Hukum Normatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hlm Moh Nazir Metode Penulisan. Jakarta : Ghalia Indonesia, hlm SuharsimiArikunto Prosedur Penulisan Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta, hlm. 102 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 4

5 Mei 2013 di Benteng Vastenburg, kraton kasunanan, pura mangkunegaran, Masjid Al Wustho, dll. Sedangkan data lain diperoleh dari sumber-sumber buku literatur dan rekap website yang berkaitan Bahan Hukum Dalam penulisan ini, bahan hukum yang dijadikan acuan data adalah bahan hukum primer. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam peraturan perundang-undangan. 14 Bahan hukum yang digunakan adalah berbagai jenis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan cagar budaya oleh pemerintah daerah. Bahan hukum yang dimaksud antara lain : a. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 b. Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya (tidak berlaku lagi) c. Undang-undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya d. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2.4 Teknik Analisis Data Analisis data adalah kegiatan untuk memaparkan data, sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran atau ketidak benaran dari suatu hipotesis. Batasan ini diungkapkan bahwa analisis data adalah sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide. 15 Data yang telah terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti apa-apa bagi tujuan suatu penulisan. Penulisan belum dapat ditarik kesimpulan bagi tujuan penulisannya, sebab data itu masih merupakan data mentah dan masih diperlukan usaha atau upaya untuk mengolahnya. Proses yang dilakukan adalah dengan memeriksa, meneliti data yang telah diperoleh untuk menjamin apakah data dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. 2.5 Teknik Pengolahan Data Menurut Sugiyono, yang dimaksud dengan pengelolaan data adalah proses untuk mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, observasi 14 Peter Mahmud Marzuki Penulisan Hukum. Jakarta : Kencana, hlm Lexy J. Moleong. 1994, Metode penulisan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hlm:103 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 5

6 dan catatan kecil dilapangan. Dalam penulisan ini, analisis data disederhanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahapan pertama mengidentifikasi data yang diperoleh dari lapangan. 16 Baik dengan cara wawancara, interview, observasi, maupun dokumentasi, yang bersumber dari buku, literatur dan foto. Tahapan kedua yakni mengklasifikasikan data yang masuk, kemudian disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penulisan. Tahap ketiga yakni melakukan interpretatif terhadap faktor yang mempengaruhi. Hasil analisis data disajikan secara gabungan antara informal dan formal. Informal, yaitu penguraian dalam deskripsi kata-kata (naratif). Selain itu juga disajikan data formal berupa bagan, tabel dan diagram. Secara sistematika, sajian penulisan-penulisan ini dituangkan dalam lima bab, tiap-tiap bab dikembangkan menjadi sub bab-subbab dan seterusnya. 16 Sugiyono, 2007, Metode Penulisan Bisnis. Bandung: CV Alfabeta, hlm. 244 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 6

7 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengelolaan cagar budaya oleh Pemerintah Daerah Pengelolaan cagar budaya menurut perundang-undangan Cagar budaya dapat digunakan sebagai alat untuk edukasi kepada seluruh bangsa Indonesia melalui nilai-nilai historisnya hal itu telah sesuai dengan tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas peran cagar budaya tersebut, pemerintah memiliki kewajiban untuk melaksanakan perlindungan terhadapnya. Wujud dari perlindungan cagar budaya tersebut adalah pengelolaan cagar budaya. Selain dalam tujuan negara, pengelolaan cagar budaya juga secara implisit diatur dalam UUD 1945 yaitu dalam Pasal 32 UUD Pengelolaan cagar budaya di Indonesia pasca kemerdekaan sampai Tahun 1992 diatur dalam Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238), sebagaimana telah diubah dengan Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515). Akan tetapi peraturan tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian Benda Cagar Budaya. Oleh karena itu Negara Indonesia merasa perlu menetapkan pengaturan Benda Cagar Budaya dengan undang-undang. Kemudian pada Tahun 1992, lahirlah Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya. Adanya Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya dalam perkembangannya masih mengalami beberapa kekurangan. Kekurangan terhadap undang-undang tersebut semakin terasa saat Indonesia telah memasuki era reformasi dan lahirnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari realita berkembangnya otonomi daerah dan perkembangan dinamika penyelenggaraan pengelolaan cagar budaya tersebut, maka negara berusaha untuk menyesuaikan berbagai peraturan yang menyangkut cagar budaya agar penerapan dari suatu peraturan dapat efektif dan efisien. Pada Tahun 2010, melalui lembaga legislatif terbentuklah Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Undang-Undnag Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Jakarta : Sekretariat Jederal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 7

8 Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya merupakan hasil dari usaha pemerintah dalam rangka perlindungan dan pengelolaan cagar budaya yang sesuai dengan perubahan dinamika ketatanegaraan. Dalam Undang-undang tersebut, pemerintah daerah memiliki wewenang penguasaan atas cagar budaya di darahnya. Penguasaan cagar budaya menurut Pasal 1 UU No. 11 Tahun 2010 adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya Pengelolaan cagar budaya oleh Pemerintah Daerah UU No. 11 Tahun 2010 memiliki karakter yang berbeda dengan UU No. 5 Tahun 1992 karena dalam dasar konsiderannya dikehendaki peningkatan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya. Jika seluruh kegiatan hanya dibebankan pada pemerintah daerah tidak mungkin dapat diwujudkan upaya pelestarian tersebut.uu No. 11 Tahun 2010 menuntut peran aktif pemerintah daerah dalam melakukan pelestarian dan pengelolaan cagar budaya sesuai dengan tugas dan wewenang. UU No. 11 Tahun 2010 sekaligus memasukan aspek kearifan budaya lokal (local genius) dalam proses pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. Kegiatan pelestarian dan pengelolaan pada umumnya akan melibatkan berbagai pihak dan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang menuntut baku mutu (standar) tertentu. Secara konseptual, setidaknya ada tiga unsur utama yang terlibat dalam proses pelestarian dan pengelolaan cagar budaya, yaitu pemerintah, masyarakat, dan akademisi Tanudirjo, D.A Warisan Budaya Untuk Semua, Arah Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Indonesia Di Masa Mendatang, makalah disajikan dalam Kongres Kebudayaan di Bukit Tinggi, Oktober 2003 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 8

9 Untuk lebih memperjelas mengenai unsur pemerintah daerah dalam pengelolaan cagar budaya tersebut, kami membuat sebuah tabel yang memuat megenai tugas dan wewenang pemeritah daerah dalam pengelolaan cagar budaya. Peran Pemerintah daerah dalam pengelolaan cagar budaya menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah : Tabel Unsur Pemerintah Daerah dalam pengelolaan cagar budaya UU No. 11 Th 2010 Pasal 22 Pasal 54 Pasal 19 ayat 2 pasal 29 ayat 1 Pasal 29 ayat 6 Pasal 39 pasal 78 ayat 2 Pasal 88 ayat 2 Pasal 59 ayat 3 Pasal 95 ayat 1 Pasal 85 ayat 1 Pasal 85 ayat 2 Pasal 95 ayat 2 Pasal 96 Pemerintah Daerah Wujud Apresiasi dan dukungan pemerintah daerah terhadap pengelolaan cagar budaya Fungsi administratif pemerintah (pendataan, perizinan) beserta wewenang pemberian sanksi atas pelanggaran perizinan dan pelaporan. Perlindungan dan penjagaan cagar budaya Pemanfaatan cagar budaya oleh pemerintah daerah Pemerintah daerah dalam pengelolaan cagar budaya bertugas untuk : a. mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan, serta meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab akan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan cagar budaya; b. mengembangkan dan menerapkan kebijakan yang dapat menjamin terlindunginya dan termanfaatkannya cagar budaya; c. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan cagar budaya; d. menyediakan informasi cagar budaya untuk masyarakat; e. menyelenggarakan promosi cagar budaya; f. memfasilitasi setiap orang dalam melaksanakan pemanfaatan dan promosi cagar budaya; g. menyelenggarakan penanggulangan bencana dalam keadaan darurat untuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan yang telah dinyatakan sebagai cagar budaya serta memberikan dukungan terhadap daerah yang mengalami bencana; h. melakukan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pelestarian warisan budaya; i. mengalokasikan dana bagi kepentingan pelestarian cagar budaya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang: a. menetapkan etika pelestarian cagar budaya; HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 9

10 Pasal 97 Pasal 98 b. mengoordinasikan pelestarian cagar budaya secara lintas sektor dan wilayah; c. menghimpun data cagar budaya; d. menetapkan peringkat cagar budaya; e. menetapkan dan mencabut status cagar budaya; f. membuat peraturan pengelolaan cagar budaya; g. menyelenggarakan kerja sama pelestarian cagar budaya. h. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum; i. mengelola Kawasan cagar budaya; j. mendirikan dan membubarkan unit pelaksana teknis bidang pelestarian, penelitian, dan museum; k. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan; l. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian cagar budaya; m.memindahkan dan/atau menyimpan cagar budaya untuk kepentingan pengamanan; n. melakukan pengelompokan cagar budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota; o. menetapkan batas situs dan kawasan; dan p. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya. (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pengelolaan Kawasan Cagar Budaya. (2) Pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat terhadap cagar budaya dan kehidupan sosial. (3) Pengelolaan Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan pengelola yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat hukum adat. (4) Badan Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat terdiri atas unsur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat. (1) Pendanaan pelestarian cagar budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. Hasil pemanfaatan cagar budaya; dan/atau d. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran untuk Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Kompensasi cagar budaya dengan memperhatikan prinsip HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 10

11 Pasal 99 proporsional. (4) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana cadangan untuk penyelamatan cagar budaya dalam keadaan darurat dan penemuan yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya. (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian cagar budaya sesuai dengan kewenangannya. Dari pasal-pasal dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya tersebut, dapat kita ketahui bahwa pada undang-undang itu, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan tugas yang penting dalam pengelolaan cagar budaya Pengelolaan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surakarta Setelah kemerdekaan, perkembangan Surakarta telah memenuhi standar kriteria sebagai daerah otonom berdasarkan UU No. 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar. Kemudian undang-undang tersebut disempurnakan lagi menjadi UU No. 5 Tahun 1974, lalu pada Tahun 1999 berubah lagi menjadi UU No. 22 Tahun Perkembangan selanjutnya adalah terbentuknya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dasar hukum yang kuat yang memberikan kedudukan Kota Surakarta sebagai pemerintah daerah tersebut memberikan konsekuensi bahwa dalam menjalankan pemerintahan daerah, Kota Surakarta haruslah menjalankan tugas-tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang. Salah satu amanat dari undang-undang yang harus dilaksanakan adalah UU No. 10 Tahun Undang-undang tersebut memberikan tugas dan wewenang kepada Kota Surakarta sebagai pemerintah daerah untuk menjalankan pengelolaan cagar budaya. Cagar budaya di Kota Surakarta sangatlah beragam kondisinya. Benteng Vastenburg adalah salah satu cagar budaya yang memiliki kondisi yang tidak terawat. Selain tidak terawat, terdapat sengketa pengelolaannya antara pemerintah daerah dengan pihak swasta. Akan tetapi sampai dengan saat ini Pemerintah Surakarta sedang berupaya untuk mengambil alih kepemilikan Vastenburg agar Pemerintah Kota Surakarta dapat melakukan pengelolaan dengan lebih maksimal. 19 Selanjutnya adalah kondisi Keraton Kasunanan Surakarta, Keraton Kasunanan memiliki kondisi yang agak lebih baik 19 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 11

12 dari Vastenburg. Pengelolaanya dilakukan oleh pihak privat yang dalam hal ini adalah keluarga monarki kasunanan beserta abdi dalemnya. Namun pengelolaan mereka masihlah belum maksimal dikarenakan masih terdapat kerusakan dan ketidakterawatan yang terlihat pada beberapa bangunan keraton saat kami melakukan observasi langsung ke Keraton Surakarta pada 5 Mei 2013 lalu. Setelah kami melakukan observasi di Keraton Kasunanan, kami melakukan observasi di kawasan Pura Mangkunegaran. Kondisi kawasan Pura Mangkunegaran pasca renovasi jauh lebih baik dari sebelumya. Bangunan utama Pura Mangkunegaran dapat dikatakan terawat. Pengelolaan Mangkunegaran juga dilakukan oleh pihak privat yang dalam hal ini oleh Monarki Mangkunegaran beserta abdi dalemnya. Selain cagar-cagar budaya tersebut, masih ada banyak lagi cagar budaya di Kota Surakarta, namun kami hanya memfokuskan pada pengelolaan cagar budaya utama di Kota Surakarta saja. Dari hasil observasi langsung tersebut, tampak bahwa sudah ada pengelolaan cagar budaya oleh pemerintah daerah. Salah satu bentuk pengelolaan cagar udaya oleh pemerintah daerah Surakarta tersebut adalah : 1. adanya usaha peemerintah Surakarta untuk mengambil alih kepemilikan cagar budaya Benteng Vastenburg agar dapat dikelola dengan maksimal; 2. renovasi cagar budaya yang telah dilakukan di beberapa cagar budaya; 3. labelisasi bangunan cagar budaya di Kota Surakarta sebagai wujud pendataan; 4. melakukan pemanfaatan atas cagar budaya; 5. melakukan promosi atas cagar budaya yang tampak pada adanya kunjungan wisatawan pada bangunan cagar budaya; 6. mengadakan penelitian cagar budaya bersama akademisi jurusan sejarah UNS 20 ; 7. menyediakan akses informasi tentang cagar budaya di website Surakarta.go.id; 8. menganggarkan APBD untuk pengelolaan cagar budaya; 9. dan sebagainya. Walaupun sudah ada usaha Pemerintah Daerah Surakarta untuk mengelola cagar budaya, namun masih ada permasalahan dalam pengelolaan. Permasalahan tersebut diantaranya : 20 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 12

13 1. karena APBD yang dialokasikan untuk pengelolaan cagar budaya terbatas maka renovasi cagar budaya hanya dapat dilakukan sebagian saja. 2. pencabutan labelisasi cagar budaya oleh pemilik privat cagar budaya kunjungan wisatawan yang tidak maksimal sehingga pemanfaatan cagar budaya sebagai obyek edukasi tidak berjalan maksimal juga 4. promosi cagar budaya melaui website masih belum jelas dan lengkap 5. kepemilikan cagar budaya oleh privat menyulitkan dalam peengelolaan oleh pemeritah secara peenuh 6. belum adanya apresiasi nyata b agi pihak yang melakukan pengelolaan cagar budaya dengan baik 8. masih belum adanya peraturan daerah sebagai peraturan pelaksan UU No.11 Tahun 2010, dan sampai sekarang hanya sebatas raperda. 7. dan sebagainya. Jadi, dari realita tersebut, dapat kami ambil suatu kesimpulan bahwa pengelolaan cagar budaya oleh pemeritah daerah kota suralarta sudah ada, namun pengelolaannya tersebut belum dapat dikatakan maksimal karena masih terdapatnya permasalahanpermasalahan dalam pengelolaanya. Selain itu tugas-tugsa serta wewenang pemerintah daerah yang diamanatkan dalam UU No. 11 Tahun 2010 tersebut belum di implementasikan semuanya. 3.2 Metode pemaksimalan pengelolaan BCB di daerah Surakarta Hukum administrasi tidak tertulis atau asas umum pemerintahan yang layak, memang dimaksudkan sebagai verhoogde rechtsbescherming atau peningkatan perlindungan hukum bagi rakyat dari tindakan administrasi Negara yang menyimpang 22. Peningkatan perlindungan berarti adalah sebuah peningkatan terhadap produk hukum yang telah dikeluarkan oleh pemerintah sebelumnya. Kualitas yang ditingkatkan ditujukan untuk membentuk sebuah maksimalisasi sehingga akan terwujud sebuah akibat hukum yang optimal pula pada subjek bersangkutan. Maksimalisasi produk hukum adalah sebuah metode yang kerap dipergunakan oleh pemerintah untuk memastikan produk 21 Persoalkan-Pencabutan-Label-BCB 22 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT RajaGrafindo Perkasa, 2010), hlm 290. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 13

14 hasil legislasi mereka benar-benar bekerja ketika diaplikasikan ke masyarakat oleh akibat kondisi sosial yang menghendaki adanya pemaksimalan tersebut. Maksimalisasi rentan dipilih sebagai solusi alternatif ketimbang revisi maupun pencabutan Undang-Undang akibat dirasa lebih menghemat biaya maupun juga wujud dari penegakan hukum positif, karena dapat kita ketahui bahwa Indonesia adalah Negara yang menganut sistem hukum positif. Dalam rangka memaksimalkan pengelolaan benda cagar budaya di daerah Surakarta, pemerintah Surakarta membuat rancangan peraturan daerah yang kemudian disebut raperda tentang benda cagar budaya. Raperda yang diajukan di antaranya mengatur benda atau bangunan yang masuk dalam kriteria cagar budaya adalah benda atau bangunan yang berusia 50 Tahun atau lebih, memiliki arti khusus sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Tentunya benda atau bangunan itu juga memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Di sisi lain adanya usul yang memberikan penghargaan terhadap pemilik benda cagar budaya salah satunya dalam bentuk insentif pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan begitu, maka regulasi cagar budaya yang baru ini memberikan paradigma baru terhadap sistem pengelolaan cagar budaya yang berorientasi pada pengelolaan kawasan, desentralisasi pemerintahan, partisipasi masyarakat, serta tuntutan perkembangan hukum dalam masyarakat. Terkait dengan penetapan benda atau bangunan cagar budaya, agar eksekutif bisa melakukan pengelolaan dan pendayagunaan agar memiliki nilai tambah. Tentunya nilai tambah itu bukan hanya bagi pemiliknya, tapi juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. A. Kepastian Status dan Peringkat cagar budaya Untuk bisa mendapat sebuah payung hukum, maka sekiranya sebuah cagar budaya haruslah mendapatkan gelar penetapan sebagai sebuah cagar budaya yang legal. Berdasarkan ketentuan umum ayat 17 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. Dengan adanya kepastian status terhadap sebuah cagar budaya, maka tentunya pelaksanaan kebijakan baik dalam bentuk perlindungan maupun pemberian insentif akan berjalan sebagaimana mestinya. Penetapan tersebut didasarkan atas beberapa indikator yaitu nilai usia dan HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 14

15 kepurbakalaan, nilai kesejarahan, nilai estetika, nilai keunikan, nilai atraktivitas karya budaya, nilai kecanggihan struktur konstruksi bangunan dan teknologi pengerjaan, serta nilai kesulitan bahan pembentuknya. Untuk mendapatkan status ditetapkan, maka perlu adanya sebuah pengajuan terhadap pemerintah sesuai dengan prosedur yang disetujui dan berdasarkan syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Secara konkrit praktikal, kepastian penetapan di kota Surakarta diwujudkan dalam bentuk pelabelan Benda Cagar Budaya. Pemerintah kota Solo memberikan apresiasi penuh kepada pemilik atau ahli waris Benda Cagar Budaya (BCB) dengan melakukan pelabelan BCB yang ada di Kota Solo, pelabelan ini berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Solo No 646/116/1/ Untuk label, bahan yang akan digunakan yaitu marmer atau tembaga. Sedangkan untuk desain masih akan dimatangkan lagi. Tahun ini, terdapat 70 kawasan dan bangunanan cagar budaya di Solo yang akan dilabeli. Labelisasi bertujuan untuk pelestarian dan perlindungan terhadap Benda dan Kawasan Cagar Budaya. Dengan penanda berupa pelat atau tugu, maka memberi informasi kepada masyarakat bahwa benda atau kawasan tersebut masuk kategori cagar budaya Sehingga masyarakat akan ikut menjaga kelestariannya Setelah sebuah cagar budaya mendapatkan penetapan oleh Pemerintah Daerah, maka selanjutnya adalah uji administratif dimana untuk memaksimalkan fungsi dari konsideran (b) Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa untuk melestarikan cagar budaya, Negara bertanggung jawab dalam pengaturan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya. Sekiranya cagar budaya setelah ditetapkan maka diperlukan pengembangan. Namun tentunya tidak semua dana dapat tercurahkan secara seimbang dan merata, maka diperlukan sebuah standarisasi akan cagar budaya pada tingkatan mana yang dicurahkan dana sebagaimana banyak. Hasil penilaian ini akan ditetapkan oleh gubernur dengan surat keputusan, sedangkan hasil penilaian yang status dan peringkatnya nasional akan diteruskan oleh pemerintah provinsi kepada pemerintah pusat untuk ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional.tahapan penilaian dilakukan dengan melakukan uji administrasi, uji yuridis formil, dan uji materiil. Perbedaan-perbedaan klasifikasi cagar budaya dibagi menjadi tiga yaitu berskala regional, berskala nasional dan berskala dunia. Tentunya cagar budaya 23 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 15

16 yang berskala dunia akan mendapat kebijakan yang berbeda dengan cagar budaya yang berskala regional maupun nasional. B. Penghargaan Pelestarian Cagar Budaya Setelah pelabelan, nantinya pemilik atau pengelola bangunan dan kawasan cagar budaya punya kewajiban untuk melakukan konservasi, melindungi, memelihara dan melestarikan. Pemerintah juga akan memberikan insentif dan bantuan teknis serta penghargaan berbentuk sertifikat kepada pelestarian cagar budaya yang berjalan optimal. Insentif pada hakikatnya menurut ketentuan umum Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian cagar budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Penghargaan (insentif) yang diberikan dapat bervariasi sesuai dengan bentuknya yang beragam. Dimana menurut Pasal 22 ayat (2), bahwa Insentif berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan dan/atau pajak penghasilan dapat diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah kepada pemilik cagar budaya yang telah melakukan pelindungan cagar budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, ini akan memotivasi untuk adanya sebuah pelestarian bersama terhadap cagar budaya, tidak hanya dari masyarakat adat maupun modern bersama, namun juga pemerintah daerah beserta pihak swasta yang saling bekerja sama akibat kini terdapat pengurangan pajak PBB dari lokasi benda cagar budaya bersangkutan. Pemkot juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 230 juta untuk program ini. Anggaran tersebut digunakan dalam rangka renovasi tempat yang dianggap mempnyai nilai historis yang ada di kota Surakarta 24. Ada baiknya demi memaksimalkan fungsi dari intensifitas yang mana diberikan pemerintah daerah ini, dalam penghargaan cagar budaya diberikan berkaitan dengan pelestarian obyek cagar budaya dikategorikan ke dalam cagar budaya yaitu benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya, serta warisan budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah melalui surat keputusan. Selain itu juga, dirasa bahwa terdapat beberapa hal yang sewajibnya diatur dalam intensif pemerintah seperti subjek penerima penghargaan, bentuk penghargaan, objek yang dihargai, dan ketentuan pengajuan HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 16

17 1) Subjek penerima penghargaan Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik cagar budaya bersangkutan. Baik itu masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, hingga badan hukum swasta dan lainlainnya terkecuali pemerintah itu sendiri. Konsideran dari pemberian pengaturan terhadap subjek penerima penghargaan adalah untuk memastikan agar klasifikasi pemberian intensif tidak jatuh ke pihak yang salah sehingga mampu meminimalisir kemungkinan korupsi dari dana intensif cagar budaya. 2) Bentuk penghargaan Tentunya tujuan utama dari maksimalisasi adalah efisiensi, sehingga esensi ini sepantasnya juga terlibat dalam criteria pemberian insentif cagar budaya. Hal ini dimaksudkan agar bentuk yang diberikan juga sesuai dengan yang dibutuhkan. Contoh bentuk dari insentif adalah sertifikat, piagam, plakat, piala, dan yang bersifat uang, in natura, pemberian subsidi teknis, pemberian fasilitasi tenaga ahli, biaya pemugaran bagi bangunan, penyertaan modal bagi pengelola kawasan, pemberian dana bagi keadaan darurat, pembelian cagar budaya oleh pemerintah daerah, pembebasan/keringanan/subsidi pajak bumi dan bangunan, pemberian pelatihan pada masyarakat, pengurangan/ subsidi listrik telepon, air, pemberian sponsor bagi promosi cagar budaya, subsidi untuk pemugaran, subsidi untuk pemeliharaan. 3) Objek yang dihargai Sesuai dengan makna Bab III Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yaitu mengenai kriteria cagar budaya yang mengatur hal-hal apa saja yang layak disebut cagar budaya, maka juga sudah sewajarnya untuk mencantumkan objek pemberian sebagai dasar dari turunnya sebuah insentif. Hal ini berinti pada unsurunsur dari pasal 5, 6, 7, dan 8. 4) Ketentuan pengajuan Dapat dikatakan ketentuan pengajuan adalah unsur terpenting dari konsiderasi turunnya sebuah insentif. Untuk memastikan agar insentif diproduksi sebagaimana mestinya maka diperlukan standar-standar yang seharusnya dipenuhi. Standar ini pada hakikatnya memuat berbagai dasar ketentuan yang bervariasi dan mengatur mengenai tingkatan pengajuan. Ketentuan juga pada praktikalnya berperan sebagai pedoman dasar dan tata cara juga tahapan pengajuan usulan. Setelah usulan diajukan kepada HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 17

18 pemerintah daerah, maka kemudian akan terdapat tahap seleksi administrasi yang berlanjut pada tahap penerimaan dan verifikasi. C. Penegakan dan Perlindungan Keamanan Cagar Budaya Perlindungan secara hukum dapat dilakukan melalui berbagai langkah baik secara yuridis maupun sosiologis. Salah satu langkah yang perlu diambil oleh pemerintah ialah sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu 25.Maksud sosialisasi disini adalah Pemerintah Kota Surakarta harus mensosialisasikan kepada masyarakat luas khususnya warga Solo apa saja benda cagar budaya yang dimiliki oleh Pemkot Surakarta. Upaya tersebut dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat Indonesia khususnya warga Solo terhadap benda cagar budaya yang berada di Kota Solo. Pemerintah Kota Surakarta juga harus mensosialisasikan arti pentingnya menjaga dan melestarikan Benda Cagar Budaya di Solo. Karena hal tersebut diyakini mampu meningkatkan kesadaran masyarakat betapa urgennya menjaga dan melestarikan Benda Cagar Budaya. Selain itu perlindungan secara yuridis juga dapat didasari atas pasal 14, 17, 21, dan juga 55 dari UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dimana aturan yang terdapat bersifat regeling dan tentunya pula terdapat sanksi-sanksi pidana yang berfungsi menegakan aturan yang dilanggar oleh pihak manapun. D. Transparansi dan Promosi Cagar Budaya Promosi Cagar Budaya merupakan salah satu dari aktivitas pemasaran yang bertujuan untuk menyampaikan pesan atau citra cagar budaya kepada setiap orang yang berkunjung untuk lebih menimbulkan rasa apresiasi terhadap budaya masa lalu, juga menciptakan rasa percaya diri bahwa budaya nasional Indonesia sangat tua dan mempunyai nilia-nilai yang sejajar dengan bangsa dan budaya lain di dunia Di satu sisi kita harus melestarikan cagar budaya tersebut agar tetap lestari, kokoh berdiri, di sisi lain cagar budaya dimaksud sedapat mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, pendidikan, maupun pariwisata yang mau tidak mau cagar budaya tersebut akan 25 HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 18

19 dikunjungi banyak orang, apakah sebagai peneliti ataupun wisatawan. Satu hal yang harus diperhatikan bahwa fungsi pelestarian harus tetap terjaga keseimbangannya, sehingga cagar budaya tersebut tidak cepat aus atau rusak karena terlalu banyak dikunjungi. Berkenaan dengan keseimbangan fungsi pelestarian cagar budaya tersebut akan mempengaruhi sistem promosi yang dilaksanakan. Promosi memang dibutuhkan untuk mendatangkan pengunjung, tetapi yang lebih penting lagi bagaimana agar kunjungan tersebut akan lebih bermanfaat bagi kelestarian cagar budaya dan kehidupan masyarakat di sekitar cagar budaya dimaksud. Upaya lainnya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta yaitu memaksimalkan pengelolaan Benda Cagar Budaya dari sektor pariwisata. Dengan memaksimalkan pariwisata Benda Cagar Budaya, Pemerintah Kota Surakarta akan mendapatkan pendapatan lebih yang dapat dialokasikan langsung ke dalam anggaran khusus Kota Surakarta tentang pelestarian Benda Cagar Budaya. Sehingga benda-benda cagar budaya yang ada di Kota Surakarta ini dapat terurus dan berfungsi sebagaimana mestinya. Langkah untuk memaksimalkan pengelolaan Benda Cagar Budaya dari sektor pariwisata tersebut salah satunya dengan melakukan promosi baik dalam maupun luar negeri. Hal tersebut penting untuk menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara agar mengunjungi bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Surakarta. Dengan demikian upaya pemaksimalkan pengelolaan Benda Cagar Budaya dari sektor pariwisata (promosi) dapat meningkatkan income Pemkot Surakarta, sehingga benda-benda cagar budaya tersebut akan terjamin kelestariannya. Transparansi atau keterbukaan, dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan yang baik diperlukan asas transparansi atau keterbukaan yang mana berdasarkan Pasal 3 angka 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara. Dalam hal ini asas keterbukaan berfungsi sebagai wujud keterbukaan pemerintah terhadap masyarakatnya terkait kebijakan-kebijakan atau laporan-laporan yang menyangkut pengelolaan Benda Cagar Budaya. Jadi masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif terhadap segala bentuk kebijakan dan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah Kota Surakarta. Hal ini diyakini mampu meningkatkan kepercayaan HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 19

20 masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan oleh Pemkot Solo serta masyarakat juga dapat melakukan kontrol atau pengawasan terhadap kebijakankebijakan pemerintah kota. E. Kerjasama Pelestarian Cagar Budaya Namun tentunya untuk memaksimalkan potensi Benda Cagar Budaya juga perlu dirawat. Karena tanpa perawatan cagar budaya juga akan semakin rusak dan bisa jadi akan hanya menjadi kenangan dari masa lalu. Dapat dilihat bahwa kondisi Benda Cagar Budaya di wilayah Surakarta sangat memprihatinkan. Namun dalam perawatan Benda Cagar Budaya tersebut bukan berarti pemerintah harus langsung turun tangan melainkan dengan cara bekerjasama dengan masyrakat. Hal ini tentunya memiliki banyak hal positif seperti dapat menjaga Benda Cagar Budaya tetap terjaga kondisinya. Selain itu juga dapat menambah daya tarik kepada para pengunjung karena kondisi tempat yang bersih. Bahkan hal demikian juga dapat menjaga keharmonisan antara masyarakat dan pemerintah. Kerjasama dengan masyarakat dapat dijalin melalui mediasi maupun kebijakan bersama, dimana pemerintah berperan sepihak (sub-koordinatif) dan memberikan pertimbangan-pertimbangan akan perawatan cagar budaya yang seharusnya. Hal ini didasarkan atas pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang yang melakukan Penyelamatan wajib menjaga dan merawat cagar budaya dari pencurian, pelapukan, atau kerusakan baru. Dimana perawatan telah menjadi tanggung jawab seluruh pihak yang ada. Namun diluar itu, untuk memaksimalkan fungsi perlu adanya sebuah kerjasama spesial dan tersendiri terhadap cagar budaya dengan pihak swasta. Kerjasama ini berbentuk berbagai upaya untuk melindungi, merawat dan mengembangkan segala warisan cagar budaya yang ada. Kerjasama pelestarian cagar budaya ini memerlukan kelengkapan dan kejelasan manajemen pengelolaannya, agar kerjasama tersebut dapat membuahkan hasil sebagaimana yang diharapkan dan tetap berada dalam koridor berbagai peraturan pelestarian cagar budaya yang ada. Bentuk konkrit dari kerjasama dapat berupa dokumentasi, promosi, penyusunan kegiatan, perencanaan fisik maupun ekonomi. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 20

21 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Dasar hukum pengelolaan cagar budaya adalah Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Pengelolaan cagar budaya pada undang-undang tersebut memasukan pemerintah daerah sebagai komponen pengelolaan cagar budaya. Kota Surakarta sebagai pemerintah daerah berperan dalam pengelolaan cagar budaya. Akan tetapi pengelolaan cagar budaya oleh pemerintah kota Surakarta masih belum maksimal karena masih adanya berbagai permasalahan dalam pengelolaanya. 2. Terdapat beberapa upaya untuk memaksimalkan pengelolaan cagar budaya di kota Surakarta. Upaya-upaya tersebut diantaranya adalah memberikan kepastian status dan peringkat cagar budaya, pemberian insentif cagar budaya sebagai bentuk penghargaan pelestarian, penegakan dan perlindungan keamanan cagar budaya, melaksanakan transparansi dan promosi cagar budaya dan kerjasama pelestarian cagar budaya. 4.2 Rekomendasi 1. Agar pemerintah Kota Surakarta sebagai pemerintah daerah yang diberikan tugas dan wewenang undang-undang untuk mengelola cagar budaya agar dapat lebih memaksimalisasi pengelolaan cagar budaya di Kota Surakarta. 2. Peran masyarakat, akademisi dan pemerintah harus di maksimalisasi secara bersama-sama agar pengelolaan cagar budaya dapat berjalan dengan baik 3. Integrasi kerjasama antara pihak swasta dan pemerintah dalam pengelolaan cagar budaya demi terwujudnya efisiensi. 4. Intensifitas perawatan cagar budaya di Surakarta 5. Pemerintah daerah untuk sosialisasi dan promosi cagar budaya HUKUM ADMINISTRASI NEGARA 21

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA DI KOTA MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA

BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA BUPATI GOWA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GOWA NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GOWA, Menimbang : a. bahwa kawasan dan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 7 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMO 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 1 BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 15 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang pencipta. Tak heran negara

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian Cagar Budaya Pelestarian Cagar Budaya KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA JAWA TIMUR 2016 Sebelum kita bahas pelestarian cagar budaya, kita perlu tahu Apa itu Cagar Budaya? Pengertian

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

Lebih terperinci

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BUPATI LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG, Menimbang : a. bahwa Cagar Budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar Budaya yang dapat dijadikan sebagai sarana kegiatan pariwisata, pembelajaran, dan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta merupakan salah satu daerah otonom di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, selain Kabupaten Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo. Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, Menimbang Mengingat : a. bahwa kawasan dan cagar

Lebih terperinci

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA PROV NO.1,LD.2011/NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI

RETRIBUSI JASA USAHA 2011 PERDA PROV NO.1,LD.2011/NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI RETRIBUSI JASA USAHA PERDA PROV NO.1,LD./NO.1 SETDA PROV KALIMANTAN BARAT : 21 HLM PERATURAN DAERAH PROV KALIMANTAN BARAT TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA ABSTRAK : Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN DAN PENGHAPUSAN WARISAN BUDAYA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG

NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 5 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 5 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dora Jane Hamblin menyatakan bahwa kota adalah tempat yang dihuni secara permanen oleh suatu kelompok yang lebih besar dari suatu klan. Dan dikota terdapat suatu pembagian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA TANJUNGPINANG

DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA TANJUNGPINANG DINAS PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN KOTA TANJUNGPINANG Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi SKPD Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH

PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG Disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA PERDA KABUPATEN KOLAKA NO. 1 TAHUN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA ABSTRAK : bahwa wilayah kabupaten Kolaka memiliki kondisi geografis,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR -1- BUPATI MOJOKERTO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN MOJOKERTO NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang : a. bahwa Kabupaten

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA

RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA RANCANGAN PERDA KUMUH KOTA YOGYAKARTA Gambaran Umum Wilayah Luas wilayah Kota Yogyakarta: 3.250 Ha (32,5 Km 2 ) Kota Yogyakarta memiliki 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga (RW), dan 2.524 Rukun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak. memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.195, 2015 KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5733). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS DAN URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEBUDAYAAN PARIWISATA, PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda

BAB I PENDAHULUAN. Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini banyak sekali terdapat benda-benda peninggalan bersejarah dan purbakala yang merupakan warisan dari nenek moyang bangsa ini. Peninggalan

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 99 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN

Lebih terperinci

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA 1. UNDANG UNDANG NO.11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA 2. PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA Oleh: endang sumiarni Disampaikan dalam Pembinaan Tenaga Pendaftaran Cagar Budaya dalam rangka Registrasi Nasional cagar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG MUSEUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa

2 Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEHUTANAN. Museum. Cagar Budaya. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 195) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAFT RUU CB Hasil Panja 23 September 2010 Versi 1 RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 31 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANGUNAN BERSEJARAH A. Pengaturan Hukum atas Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Perkembangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci