PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT"

Transkripsi

1 PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 Ma-H SKRIPSI Oleh : ZAINUDDIN K FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013

2 PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Zainuddin NIM : K Jurusan/Program Studi : PTK/Pendidikan Teknik Mesin menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 Ma-H ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka. Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya. ii

3 PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 Ma-H Oleh : ZAINUDDIN K Skripsi Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013 iii

4 PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta, 26 Desember 2012 Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Budi Harjanto, S.T., M.Eng. NIP Danar Susilo Wijayanto, S.T., M.Eng. NIP iv

5 PENGESAHAN Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi Nama Terang Tanda Tangan Ketua : Yuyun Estriyanto, ST.,M.T. Sekretaris : Drs. Ranto, M.T. Anggota I : Budi Harjanto, ST, M.Eng Anggota II : Danar Susilo Wijayanto, ST.,M.Eng. Disahkan Oleh : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah. M.Pd. NIP v

6 ABSTRAK Zainuddin. PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 MA-H. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh sudut penyayatan endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST 40. (2) pengaruh jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST 40. (3) perpaduan antara sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter manakah yang menghasilkan tingkat kekasaran yang paling kecil. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan dua faktor variabel bebas (sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter) dan satu variabel terikat (tingkat kekasaran permukaan). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Praktek Pemesinan, SMK Warga Surakarta untuk proses pembentukan Benda Uji dan pelaksanaan proses pemesinan menggunakan mesin CNC milling Tosuro 218 Kontrol GSK 983 Ma-H. Pengujian tingkat kekasaran permukaan dilaksanakan di Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan teknik deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh sudut penyayatan dan pengaruh jumlah Mata Sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H Baja ST 40. Perpaduan antara sudut penyayatan dan jumlah Mata Sayat Endmill Cutter terhadap tingkat kekasaran baja ST 40 hasil proses pemesinan dengan mesin CNC milling jenis TS 218 yang paling kecil yaitu pada interaksi antara sudut penyayatan 5 dan 4 mata sayat endmill cutter yaitu sebesar 0,2013 µm dan tingkat kekasaran baja ST 40 hasil proses pemesinan dengan mesin CNC milling jenis TS 218 yang paling besar yaitu pada interaksi antara sudut penyayatan 10 dan 2 mata sayat endmill cutter yaitu sebesar 0,4691 µm. Semakin banyak jumlah mata sayat endmill cutter maka tingkat kekasaran semakin kecil. Kata kunci : CNC milling, endmill cutter,sudut penyayatan, tingkat kekasaran, baja ST 40. vi

7 ABSTRACT Zainuddin. THE EFFECT OF PRIMARY ANGEL AND THE FLUTE AMOUNT OF ENDMILL CUTTER TO THE ROUGHNESS LEVEL OF STEEL ST 40 MACHINING RESULT BY TOSURO CNC MILLING CONTROLLED BY GSK 983 Ma-H. Skripsi, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University, Januari The purpose of this study is to determine: (1) the effect of endmill cutter primary angel to the roughness level of steel ST 40 machining result by Tosuro CNC Milling controlled by GSK 983 Ma-H. (2) The effect of the endmill cutter flute amount to the roughness level of steel ST 40 machining result by Tosuro CNC Milling controlled by GSK 983 Ma-H. (3) a combination of primary angel and the flute amount of endmill cutter which produces the smallest level of roughness. This study is an experiment that uses two-factor variables (angle incision and the number of eyes slice endmill cutter) and one dependent variable (the level of surface roughness). This study was conducted at the Machining Practices Laboratory of SMK Warga Surakarta for the formation of Test Objects and implementation of the machining process using Tosuro CNC Milling controlled by GSK Ma-H. The level of the surface roughness conducted at Engineering Materials Laboratory of Mechanical Engineering Diploma, The Faculty of Engineering, GadjahMada University. The research method used in this study is an experimental method with analytic descriptive analytical techniques. The results showed that there was primary angel and the flute amount of endmill cutter effect to the roughness level of steel ST 40 machining result by Tosuro CNC Milling controlled by GSK 983 Ma-H. The smallest combination of primary angel and the flute amount of endmill cutter toward the roughness level of steel ST 40 machining results process by TS 218 CNC Milling is on the interaction between primary angel of 5 and 4 flutes of endmill cutter is equal to 0,2013 µm and the greatest of the roughness level of steel ST 40 machining results process by TS 218 CNC Milling is on the interaction between primary angel of 10 and 2 flutes of endmill cutter is equal to 0,4691 µm. The more the amount of endmill cutter the smaller the level of the roughness. Keywords: CNC milling, endmill cutter, primary angle, roughness level, ST 40 steel. vii

8 MOTTO dari suatu urusan, kejakanlah dengan sungguh- (QS. Al-Mujaadilah: 11) selesai (Qs. An-Najm : 39) Move To Change (Zainuddin) viii

9 PERSEMBAHAN Dengan mengucap puji syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya ini untuk: Bapak dan Ibu Doamu yang tiada terputus, kerja keras dan pengorbanan yang tiada henti dan kasih sayang yang tak terbatas. Semuanya membuatku bangga memiliki kalian. Tiada kasih sayang yang seindah dan setulus kasih sayangmu. Kakak kakakku Terima kasih telah mendukung dan mendorong langkahku, membantu di saat aku kesusahan dan kekurangan, mengarahkan di saat aku salah jalan, dan menemani di saat aku sendiri. Teman - teman seperjuangan di SKI FKIP UNS Pabelan Telah banyak agenda yang kita jalani di masa-masa itu, canda tawa dan amarah telah menggores kebersamaan kita. semoga menjadi jalinan ukhuwah yang tak terlupakan. Teman - teman Mahasiswa Terima kasih atas dukungan, doa, dan semangat yang telah kalian berikan padaku. Kebaikan kalian membuatku semakin menghargai persahabatan dan kehidupan. Almamaterku ix

10 KATA PENGANTAR Maha besar Alloh, Tuhan yang tiada sekutu bagi-nya, dzat yang memiliki kerajaan langit dan bumi, yang telah melimpahkan berbagai kemudahan dalam penyusunan skrpsi ini. Setelah tahap demi tahap dalam penyusunan skripsi ini akhirnya bisa selesai. Yang pasti semua itu tidak terlepas dari campur tangan-nya, yang telah memberikan berbagai kemudahan. Dan yang pasti selama proses penyusunan skripsi ini tentunya banyak hal yang bias menjadi tambahan ilmu dan pengalaman terutama bagi penulis sendiri. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan studi S1 Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik yang secara langsung dan tidak langsung, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Teknik Mesin JPTK FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan atas permohonan penyusunan skripsi. 4. Drs. H. Wardoyo selaku Pembimbing Akademik. 5. Bapak Budi Harjanto, S.T, M. Eng. selaku pembimbing I yang telah membantu pikiran, waktu serta bimbingannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Bapak Danar Susilo Wijayanto, S.T, M.Eng. selaku pembimbing II yang telah membantu pikiran, waktu serta bimbingannya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. 7. Bapak Herman Saputro, M.Pd.,M.T. yang telah memberikan pencerahan dan bimbingannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. x

11 8. Parjito, S.T. selaku kepala jurusan pemesinan di SMK Warga Surakarta yang telah memberikan ijin tempat untuk penelitian. 9. Ketua Laboratorim Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada yang telah memberi ijin untuk melakukan uji kekasaran permukaan. 10. Bapak dan Ibu tercinta yang telah membesarkan dengan kesabaran dan kasih sayang hingga dewasa. 11. Kakak-kakak tersayang yang telah mendukung dan mendorong langkahku, membantu di saat aku kesusahan dan kekurangan, mengarahkan di saat aku salah jalan, dan menemani di saat aku sendiri. 12. Teman teman a 13. Teman teman organisasi dan teman teman bermain yang luar biasa. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya dan dorongan motivasi sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sebagai manusia bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Terakhir semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca. Surakarta, Desember 2012 Penulis xi

12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PENGAJUAN... iii HALAMAN PERSETUJUAN... iv HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN ABSTRAK... vi HALAMAN MOTTO... viii HALAMAN PERSEMBAHAN... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 3 C. Pembatasan Masalah... 4 D. Perumusan Masalah... 4 E. Tujuan Penelitian... 4 F. Manfaat Penelitian... 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Pengertian Mesin CNC Tool Grinding Karakteristik ST Endmill Cutter Kekasaran B. Penelitian Yang Relevan C. Kerangka Pemikiran xii

13 D. Hipotesis BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian B. Metode Penelitian C. Populasi dan Sampel Populasi Penelitian Populasi Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data Identifikasi Variabel Pelaksanaan Penelitian Desain Eksperimen Teknik Analisis Data E. Langkah Pemesinan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Studi Pengukuran Kekasaran Permukaan B. Pembahasan Pengukuran Hasil Tingkat Kekasaran Permukaan Baja ST 40 Hasil Pemesinan CNC milling Sudut Penyayatan Jumlah Mata Sayat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Implikasi Implikasi Teoritis Implikasi Praktis C. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Contoh Blok Program NC Kecepatan Potong Menurut Bahan Ukuran Menurut Bahan Komposisi Penyusun Baja ST Pengumpulan Data Data Hasil Pengukuran Nilai Tingkat Kekasaran Baja ST Hasil Pengukuran Nilai Tingkat Kekasaran Baja ST xiv

15 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Tool grinding Sudut-sudut pada Endmill Desain Endmill Cutter Desain Sisi Potong Endmill Cutter Geometri Sisi Potong Endmill Cutter Tekstur Permukaan Benda Kerja Hasil Pengukuran Tekstur Kekasaran Permukaan Surface Roughness Tester Kerangka Pemikiran Spesimen Awal Bagan Aliran Proses Benda Hasil Pengerjaan Alur Pemakanan atau Penyayatan Cutter Alat dan Bahan Penelitian Proses Menentukan Titik 0 Sumbu X dan Y Proses Menentukan Titik 0 Sumbu Z Proses Pemesinan Proses Penggerindaan Endmill Cutter Pengujian Kekasaran Permukaan Menggunakan Surforder SE Grafik Hubungan Variasi Sudut Penyayatan terhadap Tingkat Kekasaran Baja ST 40 Hasil Pemesinan CNC Milling Jenis TS Grafik Hubungan Variasi Jumlah Mata Sayat terhadap Tingkat Kekasaran Baja ST 40 Hasil Pemesinan CNC Milling Jenis TS xv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Spesifikasi CNC Milling TS 218 dan Kontrol GSK 983 Ma-H Katalog Endmill Cutter 2 Flute Katalog Endmill Cutter 3 Flute Katalog Endmill Cutter 4 Flute Tabel Materialgruppen Tabel Endmill Cutter Roughing (EMCR) Roughing End Mills Speed and Feed Data Data Hasil Pengukuran Nilai Tingkat Kekasaran Baja ST Print Out Tingkat Kekasaran Surface Roughness Tester Daftar Kegiatan Seminar Proposal Skripsi Mahasiswa Surat Keputusan Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Rektor UNS Surat Permohonan Ijin Penelitian di SMK Warga Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian di SMK Warga Surat Permohonan Ijin Penelitian di Laboratorium Bahan Teknik Mesin UGM Surat Keterangan Pelaksanaan Pengujian di Laboratorium Bahan Teknik Mesin UGM Foto Pelaksanaan Penelitian xvi

17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan perkembangan teknik produksi, didapatkan tuntutantuntutan produk hasil produksi harus benar-benar sesuai dengan standar yang diberlakukan di pasaran internasional, baik itu dilihat dari bentuk profilnya, kepresisian ukuran, kekasaran permukaan, kekerasan, kelenturan bahan, dan banyak hal yang lain yang harus sesuai dengan standar internasional yang diberlakukan. Hal ini menuntut perlunya dikembangkan ilmu produksi yang berkaitan dengan ilmu merancang, ilmu bahan, ilmu pemesinan, yang itu semua membutuhkan terobosan baru untuk mengejar produk yang laku di pasaran dunia. Salah satu bentuk kemajuan dalam proses produksi adalah dengan ditemukannya mesin perkakas yang berbasis komputer yang lebih dikenal dengan mesin CNC (Komputer Numerical Control). Mesin milling adalah salah satu mesin yang banyak dipakai di industriindustri manufaktur di antaranya industri otomotif dan industri kedirgantaraan (Aerospace). Mesin milling memiliki karakteristik pahat yang mengalami pergerakan berputar, sedang benda yang dikerjakan dalam keadaan diam. Dengan menggunakan mesin CNC dapat memproduksi produk dalam jumlah yang besar dan cepat, karena perintah pembuatan produk tersimpan dalam CPU mesin CNC milling dalam bentuk program. Ketika ingin membuat produk/benda kerja yang sama dan dalam jumlah yang banyak, maka program yang tersimpan dalam mesin tinggal dibuka dan dijalankan. Selain jumlah produk yang dapat ditingkatkan kuantitasnya dan waktu produksi dapat dipercepat, mesin CNC milling juga dapat menghasilkan produk dengan tingkat ketepatan ukuran atau kepresisian yang cukup tinggi. Mengingat banyaknya keuntungan yang didapatkan dengan penggunaan mesin CNC milling maka banyak industri dan bengkel pemesinan yang menggunakan mesin CNC milling untuk mendapatkan produksi yang berkualitas. 1

18 2 Suatu proses produksi dengan mesin CNC akan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas produk yang dihasilkan. Untuk kuantitas barang hasil pemesinan dengan mesin frais CNC dapat dilakukan dengan meningkatkan tingkat kecepatan sayat pisau frais, sehingga akan didapatkan proses produksi yang cepat. Kualitas barang hasil pemesinan dengan mesin frais CNC dapat ditinjau salah satunya dari segi tingkat kehalusan produk yang dihasilkan. Kehalusan suatu produk hasil pemesinan sangat berpengaruh dengan fungsi sebagai apa produk tersebut itu dibuat. Sebagai contoh apabila dua komponen bekerja saling bergesekan, maka tingkat kehalusan antara kedua komponen tersebut berperan sangat penting demi keberlangsungan suatu proses kerja. Komponen yang saling bergesekan akan menyebabkan keausan dan lamakelamaan akan habis sehingga efisiensi kerja akan menurun. Gesekan akan meningkat apabila permukaan yang saling bergesekan semakin kasar, sehingga suatu komponen dibuat sedemikian rupa sehingga gesekan yang timbul dapat diminimalisir. Mengingat pentingnya tingkat kekasaran permukaan produk mesin CNC milling, maka di setiap gambar benda kerja sering disyaratkan tentang tingkat kekasaran yang harus dipenuhi. Kepresisian ukuran dalam pemesinan sudah menjadi suatu hal yang mutlak harus dipenuhi karena bagian mesin yang kerjanya saling berhubungan dalam putaran tinggi tidak dapat mentolerir adanya kelonggaran ukuran. Dengan mesin CNC untuk mendapatkan ukuran produk yang presisi dapat dilakukan dengan pemasukn program yang benar ke dalam komputer dan penyetingan mesin yang tepat. Pada mesin milling konvensional untuk mendapatkan tingkat kekasaran yang sesuai permintaan gambar kerja biasanya hanya menggunakan felling, tetapi pada mesin CNC milling untuk mendapatkan tingkat kekasaran yang sesuai permintaan benda kerja tidak dapat dilakukan dengan jalan perasaan saja, melainkan melalui cara memperbesar dan memperkecil kecepatan spindel mesin dan kedalaman pemakanan, karena besar dan kecilnya kecepatan spindel mesin dan kedalaman pemakanan harus dimasukkan dalam bentuk program. Hal tersebut

19 3 menjadi salah satu kendala dalam mesin CNC milling untuk mendapatkan kekasaran permukaan yang sesuai. Tingkat kekasaran permukaan hasil CNC milling dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: 1) faktor yang masuk dalam program seperti: kecepatan pemakanan (F), kecepatan spindel (S) dan kedalaman pemakanan (DoC), (2) faktor yang tidak masuk dalam program seperti: geometri pahat, jumlah mata sayat pahat dan bahan benda kerja. Penelitian tentang kehalusan permukaan terhadap hasil pemesinan dengan mesin perkakas telah banyak dilakukan, tetapi untuk penelitian tetang faktor yang tidak masuk dalam program belum begitu banyak dilakukan, terutama yang berhubungan dengan geometri pahat dan jumlah mata sayat pahat (endmill). Dari latar belakang masalah tersebut perlu diadakan penelitian yang berhubungan dengan geometri pahat dan jumlah mata sayat pahat yaitu berupa endmill cutter mata sayat endmill cutter terhadap Tingkat Kekasaran Hasil Pemesinan CNC Milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H pada Baja ST 40 tingkat kekasaran menggunakan Surface Roughness Tester Surforder SE B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat mempengaruhi kekasaran baja ST 40 hasil pemesinan dengan mesin CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H, yaitu : 1. Masalah penggunaan parameter pemesinan CNC milling seperti spindle speed, feedrate, dan depth of cut berpengaruh terhadap kualitas benda kerja dan kondisi cutter yang digunakan, sehingga perlu dicari formula yang tepat untuk pemesinan. 2. Gesekan antara benda kerja dan cutter akan meningkatkan temperatur pemesinan, sehingga kualitas produk turun dan umur cutter menjadi singkat. 3. Penggunaan material, karakteristik dan geometri cutter berpengaruh terhadap tingkat ketelitian dan kepresisian benda kerja.

20 4 4. Baja ST 40 adalah baja karbon rendah yang mempunyai kekuatan tarik sebesar 40 kg/mm 2. Material tersebut sering dipakai sebagai bahan pembuatan komponen-komponen mesin. C. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini tidak menyimpang dari masalah yang diuraikan di atas, maka permasalahan dibatasi pada pengaruh sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran permukaan baja ST 40 hasil pemesinan CNC milling Tosuro kontrol GSK 983 Ma-H dengan media pendingin Dromus (soluble oil). Endmill cutter yang digunakan adalah carbide dengan diameter 6 mm dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. DHF DE *2T 2. DHF ITA *3T 3. DHF DE *4T D. Perumusan Masalah Atas dasar latar belakang di atas, maka penelitian ini didapat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh sudut penyayatan endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST 40? 2. Adakah pengaruh jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST 40? 3. Perpaduan antara sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter manakah yang menghasilkan tingkat kekasaran yang paling kecil? E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh sudut penyayatan endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST 40.

21 5 2. Mengetahui pengaruh jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST Mengetahui perpaduan antara sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter manakah yang menghasilkan tingkat kekasaran yang paling kecil. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Memberikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan pada dunia teknik, khususnya yang berhubungan dengan hasil pemesinan logam dengan menggunakan mesin CNC. 2. Manfaat Teoritis a. Membangkitkan minat mahasiswa untuk melanjutkan penelitian tentang hasil pemesinan logam dengan menggunakan mesin CNC. b. Sebagai bahan pustaka di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Sebagai bahan masukan atau referensi untuk mendukung penelitian yang sejenis.

22 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Mesin CNC Teknologi berkembang sangat pesat, kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat dipisahkan lagi dengan keberadaan alat yang serba canggih. Komputer adalah salah satu contoh alat yang menyerupai otak manusia, yang dapat bekerja supercepat. Dengan komputer, semua mesin perkakas dapat diaplikasikan ke dalamnya, sehingga manusia bekerja lebih praktis dengan adanya kerja dari komputer yang serba otomatis. Perpaduan antara keduanya itulah yang sering dinamakan mesin CNC (Computer Numerical Control). Sistem pengoperasiannya menggunakan program yang dikontrol langsung oleh komputer. Secara umum kontruksi mesin perkakas CNC dan sistem kerjanya lebih sinkron antara komputer dan mekaniknya. CNC adalah suatu mesin produksi berbasis komputer yang dikendalikan dengan menggunakan bahasa numerik (numerically control), yaitu perintah yang berupa kode huruf dan angka yang dapat dipahami oleh komputer (bahasa pemrograman). Jika pada blok mesin ditulis M03S1000, maka spindel akan berputar dengan kecepatan 1000 rpm. Pada pekerjaan degan mesin konvensional, informasi pengerjaan diberikan dengan memutar roda tangan, memindahkan tuas atau mengubah saklar mesin. Pada mesin CNC, kode-kode dilakukan dengan cara kendali terpadu dan perintahperintah yang diterjemahkan pada mesin itu. Program CNC adalah sujumlah urutan logis yang disusun dengan kode-kode huruf dan angka yang bisa dimengerti oleh unit kontrol mesin. Program mesin CNC dibuat khusus untuk mesin tertentu dan untuk pembuatan produk tertentu pula. Mesin CNC dapat bekerja apabila telah memenuhi keenam syarat, yaitu: 1. Mesin menyala (Swicth On) 2. Mencapai titik acuan (Reference Point) 3. Penggeseran titik nol (Zero Offset) 6

23 7 4. Penetapan pada pahat (Tool Data) 5. Memasukkan data mesin (Machine Data) 6. Memasukkan program CNC (Part Programming) a. Mesin CNC Milling Secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : mesin CNC milling TU (training unit) dan mesin CNC milling production, keduanya mempunyai prinsip kerja yang sama, namun berbeda dalam penggunaan dan penerapannya. Mesin CNC milling TU yang dilengkapi dengan EPS (eksternal programming system) digunakan untuk latihan dasar pengoperasian dan pemrograman CNC serta pengerjaan yang ringan. Mesin CNC milling production digunakan untuk produksi massal, sehingga diperlukan perlengkapan yang lebih, misal : sistem chuck otomatis, pembuka pintu pembuang tatal otomatis. b. Prinsip Kerja Mesin CNC Milling Mesin milling adalah mesin perkakas dengan gerak utama berputar dilakukan alat iris atau pisau milling, gerak suapnya dilakukan oleh benda kerja yang terpasang pada benda kerja. Mesin CNC milling ini menggunakan sistem persumbuan dengan dasar sistem koordinat kartesius: saling tegak lurus, maka jari tengah menunjukan sumbu Z, jari telunjuk menunjukkan sumbu Y, dan ibu jari me Untuk mesin milling vertikal posisi sumbu Z adalah tegak, sumbu Y adalah arah melintang meja, dan sumbu X adalah arah memanjang meja. Pengoperasian mesin CNC dilaksanakan dengan layanan CNC, dimana proses dikontrol komputer dengan memasukkan data numerik. Sistem ini beroperasi secara otomatis dan dapat menginterpretasikan kode-kode numerik yang berupa huruf, angka dan simbol untuk membuat suatu bentuk dari kerja benda. Program NC adalah suatu urutan perintah yang disusun secara terperinci setiap blok per blok untuk memberitahu mesin CNC tentang apa yang harus dilakukan.

24 1) Pemrograman NC Pada prinsipnya sebuah program NC terdiri dari kumpulan perintah. Perintah tersebut ditransfer oleh pengendalian menjadi impulsimpuls pengendali untuk mesin perkakas. Bahasa program NC adalah format perintah dalam satu baris blok dengan menggunakan kode huruf, angka dan symbol. Mesin CNC mempunyai perangkat komputer yang disebut Machine Control Unit (MCU) yakni suatu perangkat yang berfungsi menterjemahkan bahasa kode ke dalam gerakan persumbuan sesuai bentuk benda kerja. Kode-kode bahasa dalam mesin CNC dikenal dengan kode G dan M, kode ini telah distandarkan dalam ISO 1056, DIN 66025, BS 3635 dan RS 274D. Tabel 1. Contoh Blok Program NC B G/M X Y Z F S Blok M S1000 I Blok II G Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada blok I, kode M03 memerintahkan spindel mesin berputar dan S1000 artinya spindel berputar dengan kecepatan 1000 rpm. Pada blok II, kode G01 artinya memerintahkan bergerak dengan penyayatan, X10 menunjukkan arah gerakan penyayatan kesumbu X sejauh 10 mm, dan F30 menunjukkan kecepatan pemakanan kea rah sumbu X sebesar 30 mm/menit. 2) Kecepatan Potong dan Kecepatan Spindel Gerak utama mesin CNC milling adalah gerak berputar oleh pisau milling. Jumlah kecepatan putaran mesin yang digunakan tergantung dari kecepatan potong dan diameter pisau milling. Kecepatan potong adalah jarak yang ditempuh oleh salah satu gigi dalam m/menit. Kecepatan potong adalah suatu harga yang diperlukan dalam menentukan kecepatan pada proses penyayatan atau pemotongan benda kerja (Suhardi,

25 1999:74). Harga kecepatan potong ditentukan oleh jenis alat potong dan jenis benda kerja yang dipotong : 9 Keterangan : Vs = kecepatan potong dalam m/menit d = diameter pisau dalam mm S = kecepatan spindel dalam rpm Kecepatan potong dalam mesin milling dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: a) Bahan Benda Kerja atau Material Semakin tinggi kekuatan bahan yang dipotong, maka harga kecepatan potongnya semakin kecil. b) Jenis Alat Potong Semakin tinggi kekuatan alat potongnya, maka harga kecepatan potongnya semakin besar. c) Besarnya Asutan Semakin besar jarak pemakanan, maka kecepatan potong semakin kecil. d) Kedalaman Pemakanan Semakin tebal pemakanan, maka harga kecepatan potong semakin tinggi. Tabel 2. Kecepatan Potong Menurut Bahan/Material Benda Kerja BAHAN Kecepatan potong (ft/menit) Pahat baja karbon Pahat HSS Besi Tuang Baja Lunak Baja Perkakas Perunggu Kuningan Alumunium (Suhardi, 1999:73) Kecepatan potong dipergunakan untuk menentukan kecepatan putaran spindel, semakin cepat putaran spindel maka akan berpengaruh

26 10 terhadap tingkat kekasaran permukaan benda kerja, (Suhardi, 1999:74). Dari kecepatan potong dan diameter benda kerja, maka kecepatan spindel bisa didapatkan dengan persamaan sebagai berikut: Keterangan : 3) Asutan Vs = Kecepatan potong dalam m/menit d = Diameter pisau dalam mm S = Kecepatan spindel dalam rpm Asutan pada mesin CNC milling dapat dilakukan searah jarum jam atau berlawanan dengan jarum. Proses penyayatan pada mesin milling memiliki kesamaan pada proses bubut, rumus empirik gaya dan momen puntir dalam proses milling juga ditentukan oleh tebal geram yang terpotong. Geram yang terjadi pada proses pemakanan pada milling berbentuk koma. Ukuran asutan dapat dihitung dengan satuan feed tiap putaran, ini tergantung bahan apa yang akan disayat oleh tiap gigi pisau milling. Feed tiap gigi untuk mesin milling dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini: Tabel 3. Ukuran Menurut Bahan/Material Benda Kerja BAHAN Feed Tiap Gigi (Inchi) Besi Tuang Baja Lunak Baja Perkakas Perunggu Kuningan Alumunium (Suhardi, 1999:73) c. Bagian-bagian Utama Mesin CNC Milling 1) Step Motor Step motor adalah motor penggerak eretan, masing-masing eretan mempunyai step motor sendiri-sendiri, yaitu penggerak sumbu X,

27 11 penggerak sumbu Y, dan penggerak sumbu Z. Jenis dan ukuran masingmasing step motor adalah sama. 2) Motor Utama Motor utama adalah motor penggerak rumah alat potong (Milling Taper Spindle) untuk memutar alat potong/tool. 3) Eretan (Support) Eretan adalah gerakan persumbuan jalannya mesin, untuk mesin 3 axis mempunyai 2 fungsi gerakan kerja, yaitu posisi vertikal dan posisi horisontal. 4) Rumah Alat Potong (Milling Taper Spindle) Rumah alat potong pada mesin milling digunakan untuk menjepit penjepit alat potong (tool holder) pada waktu proses pengerjaan benda kerja. Adapun sumber putaran dihasilkan dari putaran motor utama yang mempunyai kecepatan putar antara putaran/menit. Pada CNC milling hanya memungkinkan menjepit satu alat potong. 5) Ragum Ragum pada mesin CNC milling digunakan untuk menjepit benda kerja pada waktu proses penyayatan benda kerja berlangsung. 6) Bagian Pengendali/Kontrol Bagian pengendali/kontrol merupakan blok kontrol mesin CNC dengan tombol-tombol dan saklar yang dilengkapi dengan monitor. Pada bok kontrol merupakan unsur layanan langsung berhubungan dengan operator. d. Aksesoris mesin CNC milling 1) 3D touch probes 3D touch probes dioperasikan untuk mengukur posisi benda kerja telah terpasang secara tepat 2) Electronic Handwheel Electronic handwheel Dipakai untuk operasi mesin frais secara manual seperti mesin konvensional

28 12 e. Cutting Fluid / Pendingin Fungsi pendingin adalah untuk mengontrol temperatur pemotongan dan untuk pelumasan. Aplikasi pendingin adalah memperbaiki kualitas benda kerja selama mengalami proses pemotongan secara terus menerus oleh pahat (tool) dan juga memperbaiki umur pahat. Pada proses permesinan dikenal adanya dua macam kondisi pemotongan yaitu kondisi kering (dry machining) dan kondisi basah (wet machining). Pada kondisi kering proses pemotongan benda dilakukan tanpa menggunakan pemberian cairan pendingin pada permukaan benda kerja dan pahat. Pada kondisi basah proses pemotongan dilakukan dengan memberi cairan pendingin pada permukaan pahat dan benda kerja. Diskripsi beberapa karakteristik pendingin atau pelumas: 1) Pendingin dari Bahan Utama Minyak (Oil Based) a) Straight Oil (100% Petroleum Oil) Straight oil disebut minyak bumi karena tidak ada kandungan air di dalamnya. Kelebihan straight oil adalah kemampuan pelumasan yang sangat baik atau menciptakan lapisan sebagai efek bantalan antara benda kerja dan pahat, melindungi dari karat (rust) dan memperbaiki umur pahat. Kekurangannya adalah sifat melepaskan panasnya buruk dan meningkatkan resiko kebakaran. b) Soluble Oil (60-90% Petroleum Oil) / Dromus Oil Soluble oil (hampir sama dengan emulsi, minyak emulsif atau minyak larut air) terdiri dari campuran 60 s/d 90% minyak bumi, emulsifier, dan bahan tambahan lain. Konsentrat ini dicampur dengan air untuk menjadi fluida pemotongan yang dipakai untuk pengerjaan logam. Dromus oil merupakan minyak mineral hasil penyulingan dan aditip. Dromus Oil memberikan pendinginan yang sangat baik, pelumasan dan perlindungan karat digunakan dalam berbagai pengerolan dan pengerjaan mesin. Dromus oil mempunyai kelarutan tingkat tinggi terhadap air sehingga dapat diemulsikan dengan rasio air/minyak dromus, biasanya 20:1 sampai 40:1 dengan demikian memungkinkan dimanfaatkan sebagai pendinginan pada pengerasan baja.

29 13 Kelebihannya adalah meningkatkan kemampuan pendinginan dan pelumasan yang baik meskipun campuran minyak dan air, menciptakan lapisan film minyak yang melindungi komponen yang bergerak. Kekurangannya adalah karena bercampur dengan air maka akan menimbulkan masalah karat (rust) atau korosi, masalah kesehatan timbulnya bakteri, dan kabut asap yang dibentuk bisa menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman. 2) Fluida Pemotongan dari Bahan Kimia Fluida pemotongan dari bahan kimia pertama dikenalkan sekitar tahun 1945, ada dua jenis yaitu sintetis dan semi sintetis, memiliki sifat lebih stabil, memperbaiki wettability (kemampuan untuk melumasi). a) Sintetis (0% Petroleum Oil) Sintetis tidak mengandung minyak atau mineral yang lain, secara umum terdiri dari pelumas kimia (chemical lubricant) dan inhibitor karat yang larut dalam air. Sintetis didesain untuk memiliki kemampuan pendinginan yang lebih cepat, pelumasan yang lebih baik, mencegah korosi dan mudah dilakukan perawatan. Sintetis ini dianjurkan untuk proses pemesinan dengan kecepatan tinggi. b) Semi sintetis (2-30% Petroleum Oil) Semisintetis tersusun oleh soluble oil (minyak sekitar 2 s/d 30%) dan sintetis. Memiliki viskositas lebih rendah dari soluble oil. Inhibitor korosi, mengurangi timbulnya asap dan kabut, dan perlindungan yang baik terhadap korosi. 2. Tool Grinding a. Prinsip Kerja Tool grinding adalah suatu peralatan pemesinan yang digunakan untuk mengasah pahat endmill maupun mata bor. Gerak utama tools grinding berputar, putaran diperoleh dari motor listrik, putaran tersebut memutarkan roda gerinda yang terpasang pada poros motor. Proses penyayatan terjadi

30 karena tools disentuhkan secara halus terhadap roda gerinda, bahan abrasive pada roda gerinda akan menyayat/mengikis pisau tersebut. 14 Gambar 1. Tool Grinding b. Bagian-bagian Utama Tools Grinding 1) Kepala a) Tiang/kolom penumpu b) Motor listrik c) Roda gerinda d) Pengatur ketinggian mesin e) Pengatur sudut 2) Tools Holder a) Penyangga b) Poros pemegang c) Dudukan pisau d) Piring pembagi e) Pengatur sudut f) Batang pengatur 3) Meja Mesin a) Meja dengan gerak memanjang b) Meja dengan gerak melintang c) Pembatas gerak memanjang d) Handel penggerak memanjang

31 15 e) Handel penggerak melintang c. Cara Menggerinda Pahat End Mill 1) Persiapan a) Pemeriksaan Roda Gerinda. (1) Jenis Bahan roda gerinda harus sesuai dengan kebutuhan. (2) Bentuk/kontur roda gerinda harus sesuai dengan kebutuhan, jika sudah tidak rata/ tidak sesuai lakukan trimming (pengasahan dan pembentukan). (3) Pemasangan roda gerinda harus yakin kuat. (4) Putaran roda gerinda harus sentries dan tidak goyang. b) Setting Mesin dan pemasangan tools. a) Pemasangan tool pada tools holder dengan baik/kuat b) Menyetting tinggi sumbu roda gerinda setinggi sumbu tool holder c) Mengatur sudut penggerindaan (5 s/d 9 ) d) Mengatur sudut penggerindaan (14 s/d 17 ) 2) Pengasahan Gambar 2. Sudut-sudut pada End Mill

32 16 a) Pengasahan End Mill, diuraikan sebagai berikut: mengasah sudut secondary = 14 s/d 17, menyelesaikan pengasahan pada seluruh sisi sayat, pemindahannya dari satu sisi sayat ke sisi sayat lain diatur memakai piring pembagi. b) Mengasah sudut primary = 5 s/d 9, menyelesaikan untuk seluruh mata sayat. Untuk pemindahan menggunakan piring pembagi, lebar permukaan pada sudut ini adalah 2 mm. c) Pengasahan jangan sampai hangus. 3) Pelepasan Pisau Setelah pengasahan selesai, pisau dilepas dengan urutan sebagai berikut: a) Menggeser tool holder menjauh dari roda gerinda. b) Mengendurkan ikatan poros pengikat dengan cara memutar handle pengikat ke arah kiri. c) Mendorong dengan hentakan ringan poros pengikat. d) Melepaskan pisau dari dudukannya (collet). 3. Karakteristik ST 40 Penelitian ini menggunakan material baja ST 40 (ukuran 90 x 45 x 30 mm) dengan nilai kekerasan 55,7 HRA. Arti baja jenis ST 40 adalah baja karbon rendah yang mempunyai kekuatan tarik sebesar 40 kg/mm 2. Baja ST 40 dipilih karena material tersebut sering dipakai sebagai bahan pembuatan komponen-komponen mesin. Baja ini tergolong dalam baja karbon rendah (kandungan karbon di bawah 0,2%) dan sering disebut mild steel. Baja ini memiliki karakteristik kekuatan rendah, keuletannya tinggi dan tidak mampu dikeraskan dengan perlakuan panas kecuali melalui surface hardening, yaitu suatu perlakuan (treatment) yang diterapkan pada suatu logam agar diperoleh sifat-sifat tertentu.

33 17 Tabel 4. Komposisi Penyusun Baja ST 40 Unsur Prosentase (%) Fe 98,10 C 0,129 Si 0,283 Mn 0,490 P 0,094 S 0,031 Ni 0,115 Cr 0,114 Mo 0,082 Cu 0,392 Mg 0,001 V 0,010 Ti 0,007 Nb 0,019 Al 0,043 W 0,045 (Sumber: Uji komposisi di PT. Itokoh Ceperindo) 4. Endmill cutter Pisau jari (endmill) merupakan salah satu jenis cutter mesin CNC milling yang banyak digunakan. Ukuran cutter jenis ini sangat bervariasi, mulai ukuran kecil sampai ukuran besar. Biasanya cutter ini terbuat dari baja kecepatan tinggi (HSS) atau karbida, dan memiliki satu atau lebih alur (flute). Cutter ini dipakai untuk membuat alur pada bidang datar atau pasak dan umumnya dipasang pada posisi tegak (vertikal), namun pada kondisi tertentu dapat juga dipasang pada posisi horisontal.

34 18 Gambar 3. Desain Endmill cutter Keterangan : A : ukuran diameter pemotongan B : diameter batang cutter C : panjang sisi potong atau panjang flute D : panjang keseluruhan Gambar 4. Desain Sisi Potong Endmill cutter Keterangan : a. Flute, ruang antara gigi pemotong chip dan regrinding capabilities. Flute mempunyai alur heliks sepanjang cutter, sedangkan bagian tajam sepanjang tepi cutter dikenal sebagai gigi. Hampir selalu ada satu gigi per flute, tetapi beberapa pemotong memiliki dua gigi per flute. b. Angle Clearance, sudut yang dibuat untuk pembersihan permukaan dari geram dan garis singgung ke tepi pemotongan. c. Primary Angle (5 s/d 9 ), sudut pada gigi/ujung potong. d. Secondary Angle (14 s/d 17 ), sudut dekat dengan gigi/ujung potong. e. Hook, bagian ujung pemotong yang dibentuk untuk membantu pembersihan dan berdekatan dengan sudut secondary

35 19 Gambar 5. Geometri Sisi Potong Endmill cutter f. Dish Angle, sudut yang dibentuk oleh tepi pemotongan dan tegak lurus dengan sumbu pemotong. Dish angle digunakan untuk menghasilkan permukaan datar. g. Gash Angle, sudut yang digunakan untuk menghilangkan fitur bekas sayatan pada benda kerja. h. Helix Angle, sudut yang dibentuk oleh garis singgung heliks dan sisi potong primary. Alur pisau pemotong CNC milling hampir selalu heliks. Jika alurnya lurus, maka akan berdampak pada pemakanan material sekaligus atau serentak yang menyebabkan getaran dan mengurangi akurasi kualitas permukaan. i. Rake Angle, sudut pemotong antara muka gigi atau bersinggungan dengan muka gigi dengan suatu titik referensi. j. Core Diameter, diameter inti dari endmill cutter. k. Tooth Width, lebar gigi/ujung potong endmill cutter. l. Tooth Height, tinggi gigi/ujung potong endmill cutter. 5. Kekasaran Istilah kekasaran permukaan digunakan secara luas di industri dan biasanya digunakan untuk mengukur kehalusan / kekasaran dari suatu permukaan benda. Standard Amerika B , mendefinisikan mengenai kekasaran permukaan.

36 20 Permukaan yang digambarkan dari konsep permukaan metrologi dan terminologi yang telah ada pada standard sebelumnya. Beberapa dibahas dan dikaji mengikuti (Brosheer,1948; Hoinmel,1988; Olivo,1987; ASME,1988). Tekstur permukaan adalah pola dari permukaan yang menyimpang dari suatu permukaan nominal. Penyimpangan mungkin acak atau berulang yang diakibatkan oleh kekasaran, waviness, lay, dan flaws. Kekasaran terdiri dari ketidakteraturan dari tekstur permukaan, yang pada umumnya mencakup ketidakteraturan yang diakibatkan oleh perlakuan selama proses produksi. Contoh bentuk tekstur permukaan benda kerja dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Tekstur Permukaan Benda Kerja (Sumber: Lou, S.M., Chen, C.J. & Li, M.C. 1999) Jarak kekasaran (roughness width) adalah jarak yang paralel kepada permukaan yang nominal antara punggung bukit / bubungan atau puncak berurutan terhadap pola ajuan utama dari kekasaran permukaan. Penggalan jarak kekasaran (roughness width cut off) adalah pengukuran rata-rata tingginya kekasaran yang menandakan pengaturan jarak yang terbesar dari ketidakteraturan permukaan berulang. Nilai penggalan jarak kekasaran dinilai dalam perseribu dari suatu inchi. Tabel standar untuk nilai-nilai penggalan jarak kekasaran 0.003, 0.10, 0.030, 0.100, dan inchi. Jika tidak ada nilai ditetapkan suatu asumsi penilaian / beban maksimum inchi.

37 21 Waviness yaitu meliputi semua ketidakteraturan yang terjadi pada permukaan. Waviness height adalah jarak puncak tertinggi terhadap lembah. Waviness width adalah pengaturan jarak dari gelombang/lambaian berurutan mencapai puncak atau lembah gelombang/lambaian berurutan lain. Lay adalah arah dari pola acuan permukaan utama, secara normal ditentukan oleh metode produksi. Flaws adalah kesalahan tak disengaja tak diduga, dan gangguan tak dikehendaki di dalam topografi yang khas dari suatu permukaan benda. Kekasaran akhir permukaan benda bisa ditetapkan dihitung dari banyak parameter berbeda. Parameter yang biasa dipakai dalam proses produksi untuk mengukur kekasaran permukaan adalah kekasaran rata-rata (Ra). Parameter ini adalah juga dikenal sebagai perhitungan nilai kekasaran AA (arithmetic average) atau CLA (center line average). Ra yang bersifat universal dan sebagai parameter internasional kekasaran yang paling sering digunakan. Adapun persamaan matematiknya sebagai berikut: Dimana: Ra = Rerata perhitungan dari rata-rata garis L = Panjangnya sampling y = Ordinat kurva profil Gambar 5 berikut ini adalah contoh hasil pengukuran tekstur kekasaran permukaan. Gambar 7. Hasil Pengukuran Tekstur Kekasaran Permukaan (Sumber: Lou, S.M, et al., 1999)

38 22 Pengukuran adalah suatu proses mengukur atau menilai sesuatau yang belum diketahui dengan cara membandingkan dengan acuan standar. Pengukuran pada dasarnya ada 2 metode pokok yaitu pengukuran tidak langsung dan langsung. Pengukuran tidak langsung adalah pengukuran yang menggunakan sistem kalibrasi dimana tidak digunakan standar ukuran secara langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan secara langsung dengan membandingkan sesuatu dengan standar. a. Pengukuran Kekasaran Permukaan Tidak Langsung 1) Cara Meraba (Touch Inspection) Pemeriksaaan kekasaran permukaan dapat dilakukan dengan meraba menggunakan ujungjari. Berdasarkan kepekaan dalam meraba dapat dirasakan halus kasarnya permukaan. Untuk mengetahui tingkat kehalusannya dapat dilakukan dengan membandingkan permukaan yang diperiksa dengan permukaan benda ukur (surface finish comparator). Alat pembanding kehalusan permukaan ini biasanya disusun dalam satu set yang terdiri dari beberapa lempengan terbuat dari baja dengan angka kekasaran yang berbeda - beda. Alat pembanding kekasaran permukaan ini sudah dikelompokkan menurut jenis mesin yaitu mesin bubut, frais, sekrap, dan gerinda. Untuk membandingkan benda ukur dengan pembandingnya harus diperhatikan jenis mesin yang digunakan untuk membuat komponen tersebut. Benda ukur yang diproses dengan mesin bubut maka pembandingnya juga jenis mesin bubut. Permukaan diperiksa dengan ujung jari, kemudian dengan ujung jari yang sama meraba lempengan pembanding. Bila dirasakan ada salah satu lempengan yang tingkat kekasarannya relatif sama dengan kekasaran permukaan benda ukur maka disimpulkan bahwa kehalusan permukaan benda ukur sama dengan kekasaran permukaan pembanding. Dengan cara yang sama, pemeriksaan kekasaran dapat juga dilakukan dengan melihat dan monggaruk permukaan benda ukur, kemudian dilanjutkan dengan melihat dan menggaruk permukaan pembanding. Dari

39 23 beberapa lempengan pembanding dipilih satu yang dirasakan sama kehalusannya dengan benda ukur. Dari pemeriksaan kekasaran permukaan dengan meraba melihat dan menggaruk jelas terlihat beberapa kelemahan yaitu dari penentuan besarnya tingkat kehalusan secara tepat yang hanya didasarkan atas kepekaan individu. 2) Pemeriksaaan Kekasaran dengan Foto Pemeriksaan dengan cara ini adalah mengambil gambar permukaan yang diukur, kemudian gambarnya diperbesar sesuai keperluan. Perbesaran yang diambil secara vertikal. Dengan membandingkan gambar yang sudah diperbesar maka dianalisis kehalusan permukaan benda kerja. 3) Pemeriksaan Kekasaran dengan Mikroskop Dengan menggunakan mikroskop adalah cara yang lebih baik daripada dengan cara meraba, melihat dan menggaruk. Keterbatasan dengan cara ini adalah pembagian bagian permukaan yang sempit. Untuk itu, pemeriksaannya harus dilakukan berulang - ulang kemudian dicari harga rata rata. Pemeriksaan kehalusan permukaan dengan mikroskop ini termasuk juga cara pengukuran membandingkan, yaitu membandingkan hasil pemeriksaan dengan hasil pengamatan pembanding yang kedua - duanya dilihat dengan mikroskop. b. Pengukuran Kekasaran Permukaan 1) Pengukuran Kehalusan Permukaan dengan Profilometer Pemeriksaan kekasaran dengan profilometer adalah salah satu jenis pengukuran kehalusan secara langsung. Sistem kerja profilometer pada dasarnya sama dengan prinsip peralatan gramaphon Perubahan gerakan stilus sepanjang muka ukur dapat dilihat dan dibaca pada bagian amplimeter. Gerakan stilus bisa kita lakukan dengan tangan dan bisa dengan otomatis yang dilakukan oleh motor penggeraknya. Angka yang ditunjukkan pada bagian skala adalah angka tinggi rata- rata kehalusan.

40 24 2) Pengukuran Kekasaran dengan Surftest Mitutoyo Surftest adalah alat pengukur kehalusan permukaan logam yang ringkas dan mudah dibawa. Mesin pengukur ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : (l). mudah dioperasikan, (2), murah, (3). ringkas, (4). ramah lingkungan. Bentuknya yang ringkas juga menggunakan baterai isi ulang dapat dibawa kemana - mana dengan tas khusus yang merupakan perlengkapan standar. Dengan surftest pengukuran dapat dilakukan dalam berbagai posisi baik vertikal, horizontal, atas, bawah dan lain - lain. Selain itu juga dilengkapi peralatan tambahan yang memungkinkan pengukuran dalam berbagai bentuk bagian dari logam. Pengukuran kekasaran pada penelitian ini adalah proses pengukuran kekasaran suatu permukaan benda keria dengan cara membandingkan terhadap acuan standar atau menguji dengan peralatan khusus. Penelitian ini menggunakan alat ukur surface roughness tester. Bekerjanya alat ini karena adanya detektor yang berupa jarum untuk meraba permukaan yang akan diukur. Jarum tersebut bergerak sepanjang ukuran yang telah ditetapkan pada saat pengaturan awal, sehingga akan didapat beberapa titik sesuai pengaturan yang diinginkan. Pendeteksian dapat dilakukan 3 parameter, Ra, Rz, dan Rmax dalam spesifikasi DIN atau ISO/JIS. Dalam metode DIN ketiga parameter dapat ditentukan dari profil kekesatan yang ditampilkan. ISO/JIS model parameter Ra dapat ditentukan dari profil kekesatan sedangkan parameter Rq dan Rmax ditentukan tidak melalui tampilan. Hasil dari pengukuran tersebut akan muncul dalam bentuk print out setelah alat ukur berhenti sejenak yang berupa grafik maupun angka. Gambar 4 adalah contoh surface roughness tester.

41 25 Gambar 8. Surface Roughness Tester B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan ini merujuk pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Daniel (2009) meneliti tentang optimasi parameter pemesinan proses CNC frais terhadap hasil kekasaran permukaan dan keausan pahat menggunakan metode taguchi. Dalam penelitian ini metode optimasi yang digunakan dalam penelitian adalah Metode Taguchi dan ANOVA (Analysis of Variance) digunakan untuk mengetahui karakteristik performansi dari parameter pemesinan. Dari hasil optimasi yang telah dilakukan diperoleh bahwa keausan pahat adalah 3,3 ± 0,2 µm dengan kecepatan putaran spindel 2500 rpm, kecepatan pemakanan 0,12 mm/rev, kedalaman pemotongan 1 mm, dan pendingin minyak. Giyatno (2009) meneliti tentang optimasi parameter proses pemesinan terhadap keausan pahat dan kekasaran permukaan benda hasil proses CNC turning menggunakan metode Taguchi. Dalam penelitian ini, melalui analisis varian terhadap keausan pahat yang digunakan kecepatan pemakanan memiliki kontribusi paling tinggi terhadap keausan pahat, dan kondisi parameter pemesinan paling baik diperoleh pada kecepatan potong rendah, kecepatan makan rendah, kedalaman pemakanan rendah, dan berpendingin dromus dengan nilai prediksi keausan pahat 3±2 µm dan kekasaran permukaan eksperimen konfirmasi 7±2 µm. Tri Ujan Nugroho (2012) meneliti tentang pengaruh kecepatan pemakanan dan waktu pemberian pendingin terhadap tingkat keausan cutter end mill HSS hasil pemesinan CNC milling pada baja ST 40. Data hasil penelitian dan

42 26 pengujian diuraikan dengan menggunakan metode diskriptif analitis. Hasil pembahasan dengan metode ini adalah semakin besar kecepatan pemakanan dan semakin lama waktu pemberian pendingin, maka tingkat keausan cutter semakin besar. Tipe keausan cutter endmill yang terjadi yaitu keausan tepi. Keausan mulai tumbuh dengan relatif cepat, kemudian diikuti dengan pertumbuhan yang relatif lambat sampai pada langkah pemotongan terakhir. Tingkat keausan tepi cutter terkecil terjadi saat interaksi kecepatan pemakanan 0,11 mm/rev dengan waktu pemberian pendingin 10 menit yaitu sebesar 562,57 µm, sedangkan tingkat keausan tepi cutter terbesar terjadi saat interaksi kecepatan pemakanan 0,15 mm/rev dengan waktu pemberian pendingin 20 menit yaitu sebesar 958,65µm. Penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi antara variasi kecepatan pemakanan dengan variasi waktu pemberian pendingin mempunyai pengaruh tertentu terhadap tingkat keausan cutter endmill HSS hasil pemesinan CNC milling pada baja ST 40. Dhiah Purbosari (2012) meneliti tentang karakterisasi tingkat kekasaran permukaan baja ST 40 hasil pemesinan CNC milling ZK 7040 efek dari kecepatan pemakanan (feed rate) dan awal waktu pemberian pendingin. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan variabel bebasnya feed rate dan awal waktu pemberian pendingin,variabel terikatnya tingkat kekasaran permukaan baja ST 40. Hasil penelitian pada feed rate 0,11mm/rev, 0,13mm/rev dan 0,15mm/rev menunjukkan bahwa semakin tinggi feed rate yang digunakan menghasilkan tingkat kekasaran benda kerja semakin kasar. Pada awal waktu pemberian pendingin 10 menit, 15 menit dan, 20 menit menunjukan bahwa semakin lama awal waktu pemberian pendingin yang digunakan dalam proses pemesinan CNC Milling ZK 7040 pada baja ST 40, akan menghasilkan tingkat kekasaran benda kerja semakin kasar. Penelitian ini menghasilkan variasi tingkat kekasaran permukaan antara N6 sampai dengan N8. Tingkat kekasaran benda kerja hasil pemesinan CNC Milling ZK 7040 pada baja ST 40 yang paling kecil pada kondisi sebelum awal pemberian pendingin pada feed rate 0,11 mm/rev dan awal waktu pemberian pendingin 10 menit yaitu sebesar 1,616 µm, sedangkan tingkat kekasaran paling besar terjadi pada feed rate 0,15 mm/rev dan awal waktu

43 27 pemberian pendingin 20 menit yaitu sebesar 3,603 µm. Tingkat kekasaran benda kerja hasil pemesinan CNC Milling ZK 7040 pada baja ST 40 yang paling kecil pada kondisi setelah waktu pemberian pendingin pada proses pemesinan CNC milling ZK 7040 terjadi pada feed rate0,11 mm/rev dan awal waktu pemberian pendingin setelah 10 menit yaitusebesar 1,855 µm sedangkan tingkat kekasaran paling besar terjadi pada feed rate0,15 mm/rev dan awal waktu pemberian pendingin setelah 20 menit yaitu sebesar5,782 µm. Wen-Hsiang Lai (2000) meneliti tentang model kekuatan potong pada operasi end mill. Hasil penelitian ini adalah pengaruh yang paling signifikan terhadap kekuatan adalah ketebalan chip (Tc). Radius dinamis yang disebabkan oleh lari keluar cutter dan kemiringan merupakan titik kunci untuk mempengaruhi ketebalan chip. Pengaruh pemakanan per flute pada kekuatan pemesinan terlihat ketika feedrate meningkat, ketebalan chip seketika juga meningkat, dan kekuatan juga meningkat. Kedalaman radial dan aksial memotong mempengaruhi lebar dan panjang bidang kontak masing-masing. Artinya, ketika kedalaman radial dan aksial memotong meningkat, bidang kontak meningkat, dan kekuatan menjadi lebih besar. Ketika depth of cut meningkat, kekuatan juga meningkat. Selanjutnya, kekuatan X diukur berubah dari nilai-nilai negatif ke nilai positif ketika kedalaman radial potong berubah dari 25% menjadi 75%. Yong-hyun kim, sung-lim ko (2002) meneliti tentang pengembangan desain dan teknologi manufaktur untuk end mills pada proses pemesinan baja liat. Hasil penelitian ini adalah (1) program simulasi untuk flute heliks grinding dikembangkan dan diterapkan pada desain dan pembuatan mill end dengan memprediksi konfigurasi potong lintang. (2) rake angle yang optimal dan ditentukan sudut clearance, mengingat perubahan dalam permukaan yang salah dalam uji kinerja sesuai dengan perubahan dalam geometri. (3) seluruh proses untuk desain dan pembuatan end mill dengan kinerja pemotongan tinggi disarankan berdasarkan program simulasi flute heliks grinding Kivanc & Budak (2004) pemodelan struktural end mill untuk kesalahan bentuk dan bentuk analisis stabilitas. Hasil penelitian ini adalah sifat dinamis dan statis dari milling yang sangat penting untuk presisi mesin dan stabilitas

44 28 pemotongan. Metode analisis eksperimen yang digunakan untuk menentukan karakteristik ini. Hasil eksperimenini tidak memberikan informasi yang akurat terutama untuk dinamika dan stabilitas pemotongan. Metode eksperimental, di sisi lain, memakan waktu jumlah kemungkinan kombinasi pemegang tool dan tool, geometri alat dan material dalam pengaturan industri. Model analisis yang disajikan dalam karya ini menghilangkan kebutuhan untuk pengukuran fungsi transfer untuk setiap perakitan alat. Model mempertimbangkan geometri kompleks flute dalam pengembangan properti pemotongan melintang. Endmills memiliki flute dan bagian unfluted, yang semakin mempersulit geometri mereka. Karakteristik ini tersegmentasi juga telah dipertimbangkan dalam pemodelan statis dan dinamis. RCSA model telah digunakan untuk menggabungkan dinamika diukur dari pemegang alat / spindel dan mode akhir analitis ditentukan mill. Prediksi baik statis dan dinamis yang dibuktikan sangat akurat. Pendekatan yang disajikan di sini sangat berguna untuk implementasi dalam sistem mesin virtual di mana kesalahan bentuk dan batas stabilitas untuk aplikasi milling dapat ditentukan secara otomatis. Lou, Chen, dan Li (1999) meneliti tentang teknik perkiraan kekasaran permukaan pada CNC milling. Hasil penelitian ini adalah Kekasaran permukaan (Ra) dapat diprediksi secara efektif oleh menerapkan kecepatan spindle, kecepatan pemakanan, kedalaman potong, dan interaksi dalam beberapa model regresi. Model regresi bisa memprediksi permukaan kekasaran (Ra) dengan rata-rata penyimpangan 9,71% atau 90,29% akurasi dari pelatihan kumpulan data. Model regresi bisa memprediksi permukaan kekasaran (Ra) dari data pengujian ditetapkan yang tidak termasuk dalam analisis regresi berganda dengan persentase rata- rata penyimpangan 9,97% atau akurasi 90,03%. Laju pemakanan adalah yang paling signifikan sebagai parameter pemesinan yang digunakan untuk memprediksi kekasaran permukaan dalam model regresi berganda. Dari penelitian-penelitian di atas, variabel yang menyebabkan kekasaran permukaan adalah penggunaan variasi parameter pemesinan, jenis perlakuan pemesinan yang kurang optimal dan geometri pahat. Oleh karena itu, penelitian ini mengambil variabel geometri pahat yang berupa sudut penyayatan dan jumlah

45 mata sayat endmill cutter mengetahui kondisi paling optimal terhadap tingkat kekasaran permukaan. 29 C. Kerangka Pemikiran Tingkat kekasaran dari suatu benda hasil pengerjaan pada mesin-mesin perkakas merupakan syarat mutlak yang harus diperhitungkan sebagai upaya bagi perusaan atau bengkel dalam meningkatkan kualitas produknya. Selain itu, diperlukan cara agar mesin perkakas tersebut mampu menghasilkan produk dengan jumlah banyak dalam waktu yang singkat, sehingga biaya produksi dapat ditekan serendah-serendahnya. Tingkat kekasaran produk dari mesin CNC milling dapat ditentukan oleh sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter. Pada penelitian ini digunakan benda kerja dari bahan baja ST 40. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya pengaruh variasi sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran permukaan benda kerja hasil proses milling permukaan CNC milling pada baja ST 40, maka dilakukan pengn datar dengan mesin ukuran tingkat kehalusan dengan surface roughness tester. Dari tinjauan pustaka yang telah dipaparkan, bisa ditarik kesimpulan diduga ada pengaruh sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil proses pemesinan. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran ini dapat digambarkan dalam paradigma berikut:

46 30 Gambar 9. Kerangka Pemikiran Dimana: A = Variasi sudut penyayatan endmill cutter B = Variasi jumlah mata sayat endmill cutter X = Tingkat kekasaran (mikrometer) D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Ada pengaruh sudut penyayatan endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil proses pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST Ada pengaruh jumlah mata sayat endmill cutter terhadap tingkat kekasaran hasil proses pemesinan CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H baja ST Perpaduan antara sudut penyayatan dan jumlah mata sayat endmill cutter tertentu menghasilkan tingkat kekasaran yang paling kecil.

47 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di: a. Laboratorium Praktek Pemesinan, SMK Warga Surakarta untuk proses pembentukan benda uji dan pelaksanaan proses pemesinan. b. Laboratorium Bahan Teknik Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada untuk proses pengujian tingkat kekasaran. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus 2012 s/d Januari Adapun jadwal penelitian adalah sebagai berikut : 1. Seminar proposal penelitian pada tanggal 7 Agustus Revisi proposal penelitian pada tanggal 8 s/d 15 Agustus Perijinan proposal penelitian pada tanggal 18 Agustus s/d 28 September Pelaksanaan penelitian pada tanggal 29 September s/d 20 Oktober Penulisan laporan penelitian pada tanggal 20 Oktober 2012 s/d 10 Januari 2013 B. Metode Penelitian Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilahirkan dengan mengadakan menipulasi obyek penelitian serta adanya kontrol. Menurut Suharsimi Arikunto (1996) Metode eksperimen adalah suatu cara mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausial) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan menyisihkan faktor - faktor yang lain yang bisa mengganggu penelitian. Metode eksperimen yang digunakan adalah metode eksperimen desain acak sempurna model tetap eksperimen faktorial. Desain acak sempurna adalah 31

48 32 desain dimana perlakuan dilakukan sepenuhnya secara acak kepada unit - unit eksperimen atau sebaliknya, dimana syarat yang harus dipenuhi dalam desain ini adalah mempunyai data yang homogen. (Sudjana, l99l: l5). Desain model tetap adalah desain yang digunakan apabila peneliti hanya mempunyai a buah taraf faktor A dan b buah taraf faktor B dan semuanya digunakan dalam eksperimen yang dilakukan. (Sudjana l99l:ll6). Eksperimen faktorial adalah eksperimen yang semua (hampir semua) taraf sebuah faktor tertentu dikombinasikan atau disilangkan dengan semua ( hampir semua) taraf tiap faktor lainnya yarng ada dalam eksperimen itu. (Sudjana, 1991:109) Pada penelitian ini untuk pengukuran tingkat kehalusan digunakan desain eksperimen 3 faktorial 3 x 3. Terdapat dua variabel bebas yang kemudian pada desain eksperimen ini disebut faktor. Faktor pertama mempunyai tiga taraf yaitu variasi sudut penyayatan Endmill Cutter, yaitu 2º, 5º dan 10º. Faktor kedua mempunyai tiga taraf, yaitu variasi jumlah mata sayat Endmill Cutter yaitu 2 mata sayat, 3 mata sayat dan 4 mata sayat. Sehingga pada eksperimen ini diperoleh desain eksperimen faktorial 3 x 3. Dengan demikian diperlukan 9 kondisi eksperimen atau 9 kombinasi perlakuan yang berbeda - beda. Pada masing - masing perlakuan dilakukan 1 kali replikasi, akan tetapi tiap replikasi diperoleh 3 data. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian. Populasi menurut Suharsimi Arikunto (1993:115), menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah Baja ST Sampel Penetitian. Dalam penelitian ini, sampel penelitiannya diambil dengan menggunakan teknik Purposi, artinya suatu teknik pengambilan sampel yang dilakukan hanya untuk tujuan tertentu saja. (Sugiyono, 2001: 62). Menurut Suharsimi Arikunto, teknik Purposive sampling adalah adalah sampel dilakukan dengan cara mengambil subyek

49 33 bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah Baja ST 40 dengan ukuran 90 mm x 45 mm x 30 mm. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Identifikasi Variabel Definisi variabel penelitian adalah sebagai obyek penelitian atau yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 1993: 91). Di dalam variabel terdapat satu atau lebih gejala, yang mungkin pula terdiri dari berbagai aspek atau unsur sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Dari pergertian di atas, secara garis besar, variabel dalam penelitian ini ada tiga, yang secara lengkap dapat dijclaskan sebagai berikut : a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek atau unsur, yang berfungsi mempengaruhi atau menentukan munculnya variabel lain yang disebut variabel terikat. Munculnya atau adanya variabel ini tidak dipengaruhi atau tidak ditentukan oleh ada atau tidaknya variabel lain. Tanpa variabel bebas, maka tidak akan ada variabel terikat. Demikian dapat pula terjadi jika variabel bebas berubah, maka akan muncul variabel terikat yang berbeda atau yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah : 1) Variasi sudut penyayatan endmill cutter, yaitu 2º, 5º dan 10º. 2) Variasi jumlah mata sayat endmill cutter yaitu 2 mata sayat, 3 mata sayat dan 4 mata sayat. b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki pula sejumlah aspek atau unsur di dalamnya yang berfungsi menerima atau menyesuaikan diri dengan kondisi lain, yang disebut variabel bebas. Dengan kata lain ada atau tidaknya variabel terikat tergantung ada atau

50 34 tidaknya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah tingkat kekasaran. c. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki berbagai aspek didalamnya, yang berfungsi sebagai pengendali agar variabel terikat yang muncul bukan karena variabel lain, tetapi benar - benar karena variabel bebas tertentu. Pengendalian variabel ini dimaksudkan agar tidak mengubah atau menghilangkan variabel bebas yang akan diungkap pengaruhnya. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah: 1) Jenis bahan uji baja ST 40 2) Jenis cairan pendingin Bromus 3) Jenis mesin CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H 4) Ukuran spesimen yang digunakan untuk masing - masing adalah panjang 90 mm, lebar 45 mm, dan tinggi 30 mm. 5) Kecepatan spindel yang digunakan 1600 rpm. 6) Feeding yang digunakan 115 mm/min 7) Pahat yang digunakan pahat Carbide diameter 6 mm. 8) Depth of cut 1 mm. 9) Cutting speed 30 m/min 2. Pelaksanaan Penelitian a. Peralatan Dalam proses penelitian ini, alat yang digunakan adalah: 1) Gergaji potong. 2) Mesin CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H. 3) Pahat End Mill Carbide 2, 3, 4 mata sayat diameter 6. 4) Alat uji kekasaran (surface roughness tester surfcorder SE 1700). 5) Tool Grinding b. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Baja ST 40, dengan ukuran spesimen 90 mm x 45 mm x 30 mm.

51 35 Gambar 10. Spesimen Awal (Benda Kerja) c. Tahap Eksperimen Langkah eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan alir proses eksperimen : Mulai Machining Eksperimen 2 Endmill 3 Endmill Endmill Sudut Mata sayat 2º Pengukuran Kekasaran Permukaan Pengukuran Kekasaran Permukaan Pengukuran Kekasaran Permukaan Analisis data dan kesimpulan Selesai Gambar 11. Bagan Aliran Proses

52 d. Urutan Langkah Eksperimen Eksperimen dilakukan pada mesin CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H dengan pisau pahat Carbide diameter pahat 6 mm, dengan variasi mata sayat, yaitu 2, 3, dan 4 mata sayat. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : 1) Menyiapkan bahan spesimen yang berupa baja ST 40 2) Menyiapkan pahat endmill dengan mata sayat 2,3 dan 4 diameter 6 mm. 3) Penggerindaan sudut penyayatan primary angle pada masing-masing endmill menjadi 2º, 5º dan 10º. 4) Pembuatan benda uji, material dibentuk balok dengan ukuran panjang=90 mm, lebar=45 mm, dan tinggi=30 mm a) Menghidupkan mesin CNC milling Tosuro Kontrol GSK 983 Ma-H. b) Mempersiapkan yang diperlukan untuk pengerjaan pemesinan c) Memasang benda uji pada ragum dengan tepat dan pisau endmill d) Memulai proses pengerjaan pembuatan benda uji hingga ukuran panjang=90 mm, lebar=45 mm, dan tinggi=30 mm. 5) Melaksanakan syarat-syarat mesin CNC bekerja, yaitu: a) Mesin menyala (switch on) b) Mencapai titik acuan (reference point) c) Penggeseran titik nol (zero offset) d) Penetapan data pahat (tool data) e) Memasukkan data mesin (machine data) f) Memasukkan program CNC (part programming) 6) Memasang benda uji yang telah jadi pada ragum, kemudian dimulai proses pemesinan dengan memasukkan program yang telah dibuat sebelumnya. Perintah pemrograman CNC sebagai berikut : % O0000(NC PENELITIAN) N100 G21 N102 G0 G17 G40 G49 G80 G90 N204 Y33. F115. N206 G0 Z25. N208 Y-33. N210 Z9.5 N212 G1 Z-1. F55. 36

53 N106 G1 G90 G94 G54 X- N214 Y33. F Y-33. S1600 M3 N216 G0 Z25. F1000 N218 X8. Y-33. N108 G43 H1 Z25. N220 Z10. N110 Z10. M8 N222 G1 Z-.5 F55. N112 G1 Z-.5 F55. N224 Y33. F115. N114 Y33. F115. N226 G0 Z25. N116 G0 Z25. N228 Y-33. N118 Y-33. N230 Z9.5 N120 Z9.5 N232 G1 Z-1. F55. N122 G1 Z-1. F55. N234 Y33. F115. N124 Y33. F115. N236 G0 Z25. M9 N126 G0 Z25. N238 M5 N128 X-28.5 Y-33. N240 G91 G28 Z0. N130 Z10. N242 M0 N132 G1 Z-.5 F55. N246 G1 G90 G94 G54 N134 Y33. F115. X20.5 Y-33. S1600 M3 N136 G0 Z25. F1000 N138 Y-33. N248 G43 H3 Z25. N140 Z9.5 N250 Z10. M8 N142 G1 Z-1. F55. N252 G1 Z-.5 F55. N144 Y33. F115. N254 Y33. F115. N146 G0 Z25. N256 G0 Z25. N148 X-20.5 Y-33. N258 Y-33. N150 Z10. N260 Z9.5 N152 G1 Z-.5 F55. N262 G1 Z-1. F55. N154 Y33. F115. N264 Y33. F115. N156 G0 Z25. N266 G0 Z25. N158 Y-33. N268 X28.5 Y-33. N160 Z9.5 N270 Z10. N162 G1 Z-1. F55. N272 G1 Z-.5 F55. N164 Y33. F115. N274 Y33. F115. N166 G0 Z25. M9 N276 G0 Z25. N168 M5 N278 Y-33. N170 G91 G28 Z0. N280 Z9.5 N172 M0 N282 G1 Z-1. F55. N176 G1 G90 G94 G54 X- N284 Y33. F Y-33. S1600 M3 F1000 N286 G0 Z25. N178 G43 H2 Z25. N288 X36.5 Y-33. N180 Z10. M8 N290 Z10. N182 G1 Z-.5 F55. N292 G1 Z-.5 F55. N184 Y33. F115. N294 Y33. F115. N186 G0 Z25. N296 G0 Z25. N188 Y-33. N298 Y-33. N190 Z9.5 N300 Z9.5 N192 G1 Z-1. F55. N302 G1 Z-1. F55. N194 Y33. F115. N304 Y33. F115. N196 G0 Z25. N306 G0 Z25. M9 N198 X0. Y-33. N308 M5 N200 Z10. N310 G91 G28 Z0. N202 G1 Z-.5 F55. N312 G28 X0. Y0. N314 M30 % Keterangan : (...) menunjukkan variabel yang akan diuji sesuai level pada desain eksperimen. 37

54 38 Hasil benda kerja yang akan diuji tingkat kekasarannya adalah Gambar 12. Benda Hasil Pengerjaan 7) Pelaksanaan Uji Kekasaran Setiap spesimen yang telah mendapat perlakuan yang berbedabeda, diuji dengan menggunakan Surface Roughness tester surforder SE 1700, sehingga didapat data yang diinginkan dalam penelitian ini. 3. Desain Eksperimen Desain eksperimen adalah langkah - langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan supaya data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh, sehingga akan membawa kepada analisa obyektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan - persoalan yang sedang dibahas (Sudjana, l995: l). Pada penelitian ini, untuk pengukuran tingkat kekasaran desain eksperimen faktorial 3 x 3. Dua variabel bebas pada desain eksperimen ini disebut faktor. Faktor petama mempunyai tiga taraf yaitu variasi Variasi sudut penyayatan endmill cutter, yaitu 2º, 5º dan 10º. Faktor kedua mempunyai tiga taraf, yaitu variasi jumlah mata sayat endmill cutter yaitu 2 mata sayat, 3 mata sayat dan 4 mata sayat. Pada eksperimen ini diperoleh sembilan kondisi eksperimen atau sembilan kombinasi perlakuan yang berbeda - beda. Pada masing - masing perlakuan dilakukan satu kali replikasi dengan tiap replikasi diperoleh tiga data. Karena pada tiap perlakuan

55 dilakukan replikasi sebanyak satu kali dengan memperoleh tiga data, maka pada eksperimen faktorial 3 x 3 ini akan diperoleh data sebanyak 27 data. Kombinasi perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan masing - masing taraf pada faktor A dengan taraf - taraf pada faktor B. Faktor taraf A (sudut penyayatan endmill cutter). terdiri dari tiga buah taraf yaitu 2º, 5º dan 10º. faktor B (jumlah mata sayat endmill cutter). terdiri dari tiga taraf yaitu 2 mata sayat, 3 mata sayat dan 4 mata sayat. Dengan demikian dapat diperoleh dari hasil eksperimen yang kemudian ditabelkan. Berikut ini tabel pengumpulan data eksperimen 3 x 3. Tabel 5. Pengumpulan Data Faktor B (jumlah mata sayat) Faktor A Sudut penyayatan Jumlah keseluruhan 2º 5º 10º 1 mata sayat X 111 X 121 X 131 X 112 X 122 X 132 X 113 X 123 X 133 Jumlah J 210 J 220 J 230 J 100 Rata rata mata sayat X 211 X 221 X 231 X 212 X 222 X 232 X 212 X 223 X 233 Jumlah J 110 J 120 J 130 J 200 Rata rata mata sayat X 311 X 321 X 331 X 312 X 322 X 332 X 313 X 323 X 333 Jumlah J 310 J 320 J 330 J 300 Rata rata Jumlah Keseluruhan Rata rata keseluruhan J 010 J 020 J 030 J 000 X 010 X 020 X

56 40 4. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yaitu mengamati secara langsung hasil eksperimen. Pengambilan data percobaan dari semua spesimen yang telah dilakukan uji kekasaran dengan surface roughness tester surfcorder SE Data dirata rata dari masing masing spesimen yang kemudian dari data tersebut dihitung kritis kekasaran logam. Data yang diperoleh dari hasil eksperimen dimasukkan ke dalam tabel yang kemudian akan danalisis dan ditarik kesimpulannya. E. Langkah Pemesinan Pemesinan dilakukan dengan memakai endmill carbide dengan diameter 6 pada baja ST 40 menggunakan mesin CNC milling TOSURO Langkah penyayatan cutter dilakukan dengan satu arah gerak pemakanan, yaitu dari koordiat mesin Y- ke Y+. Gambar 13. Alur Pemakanan atau Penyayatan Cutter

57 41 Adapun langkah-langkah pemesinan adalah: 1. Persiapan Alat dan Bahan Gambar 14. Alat dan Bahan Penelitian 2. Menentukan Titik 0 pada Sumbu X Dan Y dengan Menggunakan Centrofik Gambar 15. Proses Menentukan Titik 0 Sumbu X dan Y

58 3. Menentukan titik 0 sumbu Z pada semua pahat dengan menggunakan Z center 42 Gambar 16. Proses Menentukan Titik 0 Sumbu Z 4. Proses pemakanan spesimen Gambar 17. Proses Pemesinan

59 43 5. Melakukan penggerindaan perbesaran sudut penyayatan Gambar 18. Proses Penggerindaan Endmill Cutter

60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang melibatkan dua faktor. Faktor A adalah variasi jumlah mata sayat yaitu : 2 mata sayat, 3 mata sayat dan 4 mata sayat, sedangkan faktor B adalah variasi sudut penyayatan yaitu : 2º, 5º dan 10º, faktor A dan faktor B ini merupakan variabel bebas. Variabel terikatnya adalah tingkat kekasaran permukaan Baja ST 40 hasil proses pemesinan dengan mesin CNC milling jenis TS 218. A. Studi Pengukuran Kekasaran Permukaan Benda kerja dengan ukuran 90 mm x 45 mm x 30 mm hasil proses pemesinan CNC milling TS 218 pada baja ST 40, kemudian diuji tingkat kekasarannya. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan surfcoder SE-1700 terlihat pada Gambar 19. Gambar 19. Pengujian Kekasaran Permukaan Menggunakan Surfcoder SE-1700 Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang melibatkan dua faktor. Faktor A adalah perlakuan variasi sudut penyayatan pada endmill yaitu: 2º, 5º, 10º, sedangkan faktor B adalah variasi jumlah mata sayat yaitu: 2 mata sayat, 3 mata sayat, dan 4 mata sayat. Faktor A dan faktor B ini merupakan variabel bebas. Untuk variabel terikatnya adalah tingkat kekasaran permukaan 44

PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER

PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER PENGARUH SUDUT PENYAYATAN DAN JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING TOSURO KONTROL GSK 983 Ma-H Zainuddin, Budi Harjanto, dan Danar

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43

JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43 JTM. Volume 03 Nomor 02 Tahun 2014, 38-43 PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT ENDMILL CUTTER, KEDALAMAN PEMAKANAN DAN KECEPATAN PEMAKANAN (FEEDING) TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA PADA MESIN MILING

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT END MILL CUTTER MENGGUNAKAN KODE PROGRAM G 02 Dan G 03 TERHADAP KERATAAN ALUMUNIUM 6061 PADA MESIN CNC TU-3A

PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT END MILL CUTTER MENGGUNAKAN KODE PROGRAM G 02 Dan G 03 TERHADAP KERATAAN ALUMUNIUM 6061 PADA MESIN CNC TU-3A Pengaruh Jumlah Mata Sayat End Mill Cutter Terhadap Kerataan Alumunium 6061 PENGARUH JUMLAH MATA SAYAT END MILL CUTTER MENGGUNAKAN KODE PROGRAM G 02 Dan G 03 TERHADAP KERATAAN ALUMUNIUM 6061 PADA MESIN

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR

PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR PEMBUATAN POROS TRANSMISI PADA MESIN MODIFIKASI CAMSHAFT (NOKEN AS) PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

Secara garis besar mesin Milling CNC dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu :

Secara garis besar mesin Milling CNC dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu : MESIN CNC TU-3A 1. Pengertian Mesin CNC TU 3A Mesin CNC ( Computer Numerically Controlled ) adalah suatu mesin yang merupakan perpaduan dari teknologi komputer dan teknologi mekanik, dimana system pengoperasiannya

Lebih terperinci

KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING

KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING KARAKTERISASI TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 HASIL PEMESINAN CNC MILLING ZK 7040 EFEK DARI KECEPATAN PEMAKANAN (FEED RATE) DAN AWAL WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN Dhiah Purbosari, Herman Saputro, dan

Lebih terperinci

MENGGERINDA TOOLS (PISAU/PAHAT)

MENGGERINDA TOOLS (PISAU/PAHAT) 1 MENGGERINDA TOOLS (PISAU/PAHAT) TUJUAN PEMBELAJARAN Diharapkan Mahasiswa menguasai keterampilan mengasah pisau (tools) dengan memakai Tools Grinder dengan benar. BAHAN PEMBELAJARAN A. Tools Grinder 1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang industri khususnya di bidang manufaktur sekarang ini sangatlah pesat. Perkembangan yang pesat itu diiringi tingginya tuntutan nilai

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C

Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C Pengaruh Jenis Pahat, Kecepatan Spindel dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kekasaran Permukaan Baja S45C PENGARUH JENIS PAHAT, KECEPATAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 3 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 SOAL NAS: F018-PAKET A-08/09 1. Sebuah poros kendaraan terbuat dari bahan St

Lebih terperinci

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. pemesinan. Berikut merupakan gambar kerja dari komponen yang dibuat: Gambar 1. Ukuran Poros Pencacah BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja merupakan alat komunikasi bagi orang manufaktur. Dengan melihat gambar kerja, operator dapat memahami apa yang diinginkan perancang

Lebih terperinci

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014,

JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, JTM. Volume 03 Nomor 01 Tahun 2014, 120-125 PENGARUH VARIASI KEDALAMAN PEMAKANAN DAN KECEPATAN PUTAR SPINDLE TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN ALUMINIUM 6061 PADA MESIN CNC TU- 2A DENGAN PROGRAM ABSOLUT

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang BAB III METODOLOGI 3.1 Pembongkaran Mesin Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan mengganti atau memperbaiki komponen yang mengalami kerusakan. Adapun tahapannya adalah membongkar mesin

Lebih terperinci

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu :

POROS BERTINGKAT. Pahat bubut rata, pahat bubut facing, pahat alur. A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : POROS BERTINGKAT A. Tujuan Adapun tujuan dari pembuatan poros bertingkat ini yaitu : Mampu mengoprasikan mesin bubut secara benar. Mampu mebubut luar sampai halus dan rata. Mampu membubut lurus dan bertingkat.

Lebih terperinci

Tri Ujan Nugroho - Pengaruh Kecepatan Pemakanan dan Waktu Pemberian Pendingin...

Tri Ujan Nugroho - Pengaruh Kecepatan Pemakanan dan Waktu Pemberian Pendingin... PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN DAN WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEAUSAN CUTTER END MILL HSS HASIL PEMESINAN CNC MILLING PADA BAJA ST 40 Tri Ujan Nugroho, Herman Saputro, dan Yuyun Estriyanto

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA

BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA BAB III PERAWATAN MESIN BUBUT PADA PT.MITSUBA INDONESIA 3.1 Mesin Bubut Mesin bubut adalah mesin yang dibuat dari logam, gunanya untuk membentuk benda kerja dengan cara menyayat, gerakan utamanya adalah

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN

PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN digilib.uns.ac.id PENGARUH KECEPATAN SPINDEL, KECEPATAN PEMAKANAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA HASIL PEMESINAN BUBUT CNC PADA BAJA ST 40 S K R I P S I Oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING

ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH CAIRAN PENDINGIN SEMISINTETIK DAN SOLUBLE OIL TERHADAP KEAUSAN PAHAT HIGH SPEED STEEL ( HSS ) PADA PROSES END MILLING Tugas Akhir ini disusun Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness

Kata kunci: Proses Milling, Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan, Surface Roughness Uji Kekasaran Permukaan Benda Kerja Pada Baja ST 37 Hasil Proses Milling Akibat Variasi Kecepatan Putar dan Kedalaman Makan Menggunakan Surface Roughness Tester Widson*, Naufal Abdurrahman P, Cahyo Budi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Kedataran Meja Menggunakan Spirit Level Dengan Posisi Horizontal Dan Vertikal. Dari pengujian kedataran meja mesin freis dengan menggunakan Spirit Level

Lebih terperinci

MESIN BOR. Gambar Chamfer

MESIN BOR. Gambar Chamfer MESIN BOR Mesin bor adalah suatu jenis mesin gerakanya memutarkan alat pemotong yang arah pemakanan mata bor hanya pada sumbu mesin tersebut (pengerjaan pelubangan). Sedangkan Pengeboran adalah operasi

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN DAN WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEAUSAN CUTTER END MILL HSS HASIL PEMESINAN CNC MILLING PADA BAJA ST 40

PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN DAN WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEAUSAN CUTTER END MILL HSS HASIL PEMESINAN CNC MILLING PADA BAJA ST 40 PENGARUH KECEPATAN PEMAKANAN DAN WAKTU PEMBERIAN PENDINGIN TERHADAP TINGKAT KEAUSAN CUTTER END MILL HSS HASIL PEMESINAN CNC MILLING PADA BAJA ST 40 SKRIPSI Oleh : TRI UJAN NUGROHO K2508081 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk

I. PENDAHULUAN. Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau meghilangkan sebagian material dari benda kerjanya. Tujuan digunakan proses

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45

PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45 PENGARUH KECEPATAN PUTAR SPINDLE (RPM) DAN JENIS SUDUT PAHAT PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN BENDA KERJA BAJA EMS 45 Mohammad Farokhi 1, Wirawan Sumbodo 2, Rusiyanto 3 1.2.3 Pendidikan

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MESIN CNC TU-3A

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MESIN CNC TU-3A BAGIAN-BAGIAN UTAMA MESIN CNC TU-3A Oleh: Dr. Dwi Rahdiyanta Pendahuluan Mesin CNC TU-3A, adalah merupakan mesin milling CNC Training Unit dengan 3 sumbu (axis), yang dipergunakan untuk latihan dasar-dasar

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

Jumlah Halaman : 20 Kode Training Nama Modul` Simulation FRAIS VERTIKAL

Jumlah Halaman : 20 Kode Training Nama Modul` Simulation FRAIS VERTIKAL FRAIS VERTIKAL 1. TUJUAN PEMBELAJARAN a. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja pada Mesin Frais b. Mahasiswa dapat memahami fungsi dari Mesin Frais c. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis Mesin Frais

Lebih terperinci

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045

PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT BAJA AISI 1045 Yuni Hermawan Jurusan Teknik Mesin -Fakultas Teknik - Universitas Jember Email: yunikaka@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 4 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 4 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 4 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 PSOAL: F018-PAKET B-08/09 1. Sebuah batang bulat dengan diameter 20 mm harus

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat- Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT Pengoperasian Mesin Bubut Dwi Rahdiyanta FT-UNY Kegiatan Belajar Pengoperasian Mesin Bubut a. Tujuan Pembelajaran. 1.) Siswa dapat memahami pengoperasian mesin

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. hasil yang baik sesuai ukuran dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ukuran poros : Ø 60 mm x 700 mm

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. hasil yang baik sesuai ukuran dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ukuran poros : Ø 60 mm x 700 mm BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH A. Identifikasi Gambar Kerja Gambar kerja yang baik akan memudahkan pemahaman saat melakukan pengerjaan suatu produk, dalam hal ini membahas tentang pengerjaan poros

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon, OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI 1045 Haryadi 1, Slamet Wiyono 2, Iman Saefuloh 3, Muhamad Rizki Mutaqien 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI MODUL I PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI LABORATORIUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI LABORATORIUM TEKNOLOGI MEKANIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017 TATA TERTIB PRAKTIKUM

Lebih terperinci

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur)

PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) MATERI PPM MATERI BIMBINGAN TEKNIS SERTIFIKASI KEAHLIAN KEJURUAN BAGI GURU SMK PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) Oleh: Dr. Dwi Rahdiyanta, M.Pd. Dosen Jurusan PT. Mesin FT-UNY 1. Proses membubut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn

Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 PENGARUH ARAH PEMAKANAN DAN SUDUT PERMUKAAN BIDANG KERJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL S45C PADA MESIN FRAIS CNC

Lebih terperinci

LAMPIARN 1.4 TEST UJI COBA INSTRUMEN. Mata Pelajaran Tingkat/Semester : XI/ Hari / Tanggal :... Waktu. : 60 menit Sifat Ujian

LAMPIARN 1.4 TEST UJI COBA INSTRUMEN. Mata Pelajaran Tingkat/Semester : XI/ Hari / Tanggal :... Waktu. : 60 menit Sifat Ujian 135 LAMPIARN 1.4 SOAL TEST UJI COBA INSTRUMEN Mata Pelajaran : Teknik Pemesinan Tingkat/Semester : XI/ Hari / Tanggal :... Waktu : 60 menit Sifat Ujian : Tutup Buku PETUNJUK UMUM 1. Tulis nama, dan kelas

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN

SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN SOAL LATIHAN 2 TEORI KEJURUAN PEMESINAN OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.PD 085736430673 CERDAS, KREATIF, INTELEK, WIRAUSAHAWAN 1 Pilihlah salah satu jawaban soal berikut

Lebih terperinci

BAB V MESIN MILLING DAN DRILLING

BAB V MESIN MILLING DAN DRILLING BAB V MESIN MILLING DAN DRILLING 5.1 Definisi Mesin Milling dan Drilling Mesin bor (drilling) merupakan sebuah alat atau perkakas yang digunakan untuk melubangi suatu benda. Cara kerja mesin bor adalah

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT 1 BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT PENGERTIAN Membubut adalah proses pembentukan benda kerja dengan mennggunakan mesin bubut. Mesin bubut adalah perkakas untuk membentuk benda kerja dengan gerak utama berputar.

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d PENGARUH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais

Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN PROSES FRAIS Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais Oleh: Dwi Rahdiyanta Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Kegiatan Belajar Melakukan Pekerjaan Dengan Mesin Frais.

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN PENGARUH PERUBAHAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN Hadimi Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Pontianak Email: had_imi@yahoo.co.id, hadimi.mr@gmail.com Hp: 05613038462

Lebih terperinci

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut BAB II MESIN BUBUT A. Prinsip Kerja Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu mesin konvensional yang umum dijumpai di industri pemesinan. Mesin bubut (gambar 2.1) mempunyai gerak utama benda kerja

Lebih terperinci

Menentukan Peralatan Bantu Kerja Dengan Mesin Frais

Menentukan Peralatan Bantu Kerja Dengan Mesin Frais MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN PROSES FRAIS Menentukan Peralatan Bantu Kerja Dengan Mesin Frais Kegiatan Belajar Oleh: Dwi Rahdiyanta Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Menentukan Peralatan

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI

OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI OPTIMASI PARAMETER PROSES PEMESINAN CNC MILLING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 40 DENGAN METODE TAGUCHI SKRIPSI Oleh : FAJAR RAHMADI X 2508506 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

MATERI KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

MATERI KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT MATERI KEGIATAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PELATIHAN MESIN CNC TU-2A & TU-3A, UNTUK GURU-GURU SMK PEMBANGUNAN 1 KUTOWINANGUN, JAWA TENGAH Tanggal 3 s.d. 6 Agustus 2015 BAGIAN-BAGIAN UTAMA MESIN CNC TU-2A

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI

TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI TUGAS SARJANA OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN PROSES CNC FREIS TERHADAP HASIL KEKASARAN PERMUKAAN DAN KEAUSAN PAHAT MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: MESIN BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2014. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB III PEMESINAN FRAIS B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 3 PROSES

Lebih terperinci

Asep Wahyu Hermawan S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya

Asep Wahyu Hermawan S1 Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Pengaruh Kecepatan Putaran Spindle dan Kedalaman Pemakanan terhadap Tingkat Kerataan dan Kekasaran Permukaan Alumunium 6061 PENGARUH KECEPATAN PUTARAN SPINDLE DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KERATAAN

Lebih terperinci

Mesin Perkakas Konvensional

Mesin Perkakas Konvensional Proses manufaktur khusus digunakan untuk memotong benda kerja yang keras yang tidak mudah dipotong dengan metode tradisional atau konvensional. Dengan demikian, bahwa dalam melakukan memotong bahan ada

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS Rakian Trisno Valentino Febriyano 1), Agung Sutrisno ), Rudy Poeng 3)

Lebih terperinci

CREATED BY: Fajri Ramadhan,Wanda Saputra dan Syahrul Rahmad

CREATED BY: Fajri Ramadhan,Wanda Saputra dan Syahrul Rahmad CREATED BY: Fajri Ramadhan,Wanda Saputra dan Syahrul Rahmad Proses permesinan merupakan proses manufaktur dimana objek dibentuk dengan cara membuang atau meghilangkan sebagian material dari benda kerjanya.

Lebih terperinci

PERBEDAAN WAKTU PENGERJAAN PADA PEMOGRAMAN INCREMENTALDAN ABSOLUTE PADA MESIN CNC MILLING TU 3A. Aep Surahto 1)

PERBEDAAN WAKTU PENGERJAAN PADA PEMOGRAMAN INCREMENTALDAN ABSOLUTE PADA MESIN CNC MILLING TU 3A. Aep Surahto 1) PERBEDAAN WAKTU PENGERJAAN PADA PEMOGRAMAN INCREMENTALDAN ABSOLUTE PADA MESIN CNC MILLING TU 3A Aep Surahto 1) 1) Program Studi TeknikMesin Universitas Islam 45,Bekasi aep.surahto@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST

STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST STUDI PERBANDINGAN PANJANG KRITIS PADA BEBERAPA MACAM SERAT ALAM DENGAN METODE PULL OUT FIBER TEST SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD KHOIRUDDIN K2507029 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Memprogram Mesin CNC (Dasar)

Memprogram Mesin CNC (Dasar) SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MESIN PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK PEMESINAN Memprogram Mesin CNC (Dasar) BAGIAN PROYEK PENGEMBANGAN KURIKULUM DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MOBIL KAYU DENGAN MESIN CNC ROUTER PADA INDUSTRI BATIK KAYU

OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MOBIL KAYU DENGAN MESIN CNC ROUTER PADA INDUSTRI BATIK KAYU OPTIMASI PROSES PEMBUATAN MOBIL KAYU DENGAN MESIN CNC ROUTER PADA INDUSTRI BATIK KAYU Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Oleh

Lebih terperinci

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT

BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT BEKERJA DENGAN MESIN BUBUT STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA (SKKNI) BIDANG KOMPETENSI 1. KELOMPOK DASAR / FOUNDATION 2. KELOMPOK INTI 3. PERAKITAN (ASSEMBLY) 4. PENGECORAN DAN PEMBUATAN CETAKAN

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN Denny Wiyono Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Polnep Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN PIRINGAN PISAU PADA MESIN PERAJANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN PIRINGAN PISAU PADA MESIN PERAJANG SINGKONG PROSES PEMBUATAN PIRINGAN PISAU PADA MESIN PERAJANG SINGKONG PROYEK AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya D3 Program

Lebih terperinci

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN

BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN 3.1 Instalasi Alat Percobaan Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah mesin CNC 5 axis buatan Deckel Maho, Jerman dengan seri DMU 50 evolution. Dalam

Lebih terperinci

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling

Mesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling Mesin Milling CNC Pada prinsipnya, cara kerja mesin CNC ini adalah benda kerja dipotong oleh sebuah pahat yang berputar dan kontrol gerakannya diatur oleh komputer melalui program yang disebut G-Code.

Lebih terperinci

M O D U L T UT O R I A L

M O D U L T UT O R I A L M O D U L T UT O R I A L MESIN BUBUT LABORATORIUM SISTEM MANUFAKTUR TERINTEGRASI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2017/2018 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang

Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Pada Proses End Milling Dengan Menggunakan Pendinginan Minyak Kacang Tugas Akhir ini disusun Guna Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan Laboratorium Metrologi Universitas Lampung serta Laboratorium Material ITB Bandung

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang

Lebih terperinci

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY

PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY Mesin sekrap (shap machine) disebut pula mesin ketam atau serut. Mesin ini digunakan untuk mengerjakan bidang-bidang yang rata, cembung, cekung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi, banyak material yang semakin sulit untuk dikerjakan dengan proses pemesinan konvensional. Selain tuntutan terhadap kualitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Unlam Vol. 03 No.1 pp 27-33, 2014 ISSN

Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Unlam Vol. 03 No.1 pp 27-33, 2014 ISSN PENGARUH VARIASI KECEPATAN POTONG DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DENGAN BERBAGAI MEDIA PENDINGIN PADA PROSES FRAIS KONVENSIONAL 1 Hari Yanuar, Akhmad Syarief, Ach. Kusairi 1 Program

Lebih terperinci

FM-UII-AA-FKU-01/R0 MESIN BUBUT 2.1. TUJAN PRAKTIKUM

FM-UII-AA-FKU-01/R0 MESIN BUBUT 2.1. TUJAN PRAKTIKUM MODUL II 2.1. TUJAN PRAKTIKUM MESIN BUBUT 1. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja pada mesin bubut. 2. Mahasiswa dapat memahami fungsi dari mesin bubut. 3. Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis mesin

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN digilib.uns.ac.id PENGARUH SUDUT GARUK PAHAT BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES PEMBUBUTAN SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : SYLFIANUS

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN

STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI EKSPERIMENTAL TERJADINYA KEAUSAN PAHAT PADA PROSES PEMOTONGAN END MILLING PADA LINGKUNGAN CAIRAN PENDINGIN Disusun Sebagai Syarat Untuk Mengikuti Ujian Tugas Akhit Pada

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA

PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA MUKA Pengaruh Jenis Pahat, Jenis Pendinginan dan Kedalaman Pemakanan PENGARUH JENIS PAHAT, JENIS PENDINGINAN DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KERATAAN DAN KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 42 PADA PROSES BUBUT RATA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat

Lebih terperinci