POINTERS ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. Disampaikan dalam Pertemuan Forum Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh Cisarua 16 Juli 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POINTERS ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN. Disampaikan dalam Pertemuan Forum Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh Cisarua 16 Juli 2012"

Transkripsi

1 POINTERS ARAHAN KEPALA BADAN LITBANG KEHUTANAN Disampaikan dalam Pertemuan Forum Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh Cisarua 16 Juli 2012 PRINSIP DASAR: 1. Forum komunikasi Peneliti-Widyaiswara-Penyuluh merupakan forum ad-hoc yang tidak termasuk struktur, tetapi sangat penting untuk menjembatani arus informasi IPTEK hasil penelitian agar tersampaikan kepada pengguna secara efektif. 2. Forum ini terbentuk sebagai upaya untuk mendayagunakan hasil penelitian agar IPTEK hasil penelitian dapat diformulasikan dalam bahasa sederhana menjadi materi ajar dan bahan penyuluhan sehingga bisa mudah diterima oleh pengguna. Di sisi lain umpan balik yang berupa usulan topik penelitian dapat dimungkinkan berdasarkan masukan Penyuluh dan Widyaiswara sesuai kebutuhan pengguna. 3. Keberhasilan forum ini diukur dari banyaknya IPTEK yang telah menjadi materi ajar dan bahan penyuluhan, banyaknya materi ajar dari hasil penelitian yang yang diikuti peserta didik, dan banyaknya hasil penelitian yang diikuti oleh masyarakat karena penyuluhan. 1

2 4. Bagi Badan Litbang tersampaikannya IPTEK hasil penelitian ke pengguna ini sangat penting karena hal ini berarti hasil penelitian telah berfungsi dan menjadi outcome. Dalam IKU- IKK Badan Litbang ditargetkan minimal 60% hasil penelitian harus menjadi outcome. 5. Agar Forum ini dapat berfungsi secara efektif maka hasil nya harus konkrit dan mendukung tugas masing-masing komponen fungsional peneliti-widyaiswara-penyuluh. Dengan demikian maka interaksi ketiga komponen fungsional dalam hal pemilihan dan pendalaman materi harus menjadi kegiatan utama dalam Forum ini. 6. Agar kontribusi Forum ini menjadi konkrit diperlukan fokus dalam pemilihan materi. Oleh karena itu pemilihan thema materi diskusi dalam forum (misalnya kali ini memilih thema KPH) jangan dipandang sebagai pemaksaan dan pembatasan kebebasan berinteraksi, tetapi harus dilihat sebagai upaya agar hasil Forum dapat konkrit dan implementatif MEKANISME KERJA FORUM UNTUK EFEKTIVITAS DISEMINASI Diperlukan kesepakatan untuk menentukan cara dan waktu interaksi peneliti-widyaiswara-penyuluh, baik secara tidak resmi maupun resmi. Fasilitas yang ada, seperti halnya milis, website dan pertemuan tatap muka rutin secara resmi maupun tidak resmi, harus dirancang untuk efektivitas proses pencapaian tujuan. Proses interaksi, misal pertemuan rutin, juga secara bertahap harus dilakukan secara mandiri dan tidak menggantungkan terus pada ketersediaan anggaran. Hal ini bisa dilakukan apabila interaksi ketiga komponen tersebut dirasakan manfaatnya dan sudah menjadi kebutuhan. Formulasi interaksi ini harus disepakati dalam pertemuan ini dan menjadi komitmen bersama untuk segera ditindaklanjuti. Pengembangan forum di daerah juga perlu diprogramkan agar interaksi tidak hanya terjadi di Pusat tapi mencakup seluruh komponen peneliti widyaiswara dan penyuluh baik pusat 2

3 KONTRIBUSI FORUM UNTUK MENDUKUNG PROGRAM KEMENTERIAN Sebagai institusi pendukung, Badan Litbang dan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM harus menjadi pemandu dan pendamping bagi eselon I lainnya. Oleh karena itu kiprah forum juga harus mengarah pada program-program Kementerian. Sasaran strategis Kementerian Kehutanan dapat digunakan untuk sebagai acuan untuk menentukan thema-thema diskusi, sehingga kontribusi forum dapat konkrit dan dirasakan manfaatnya Interaksi dengan eselon I lain yang menjadi pelaksana sasaran strategis juga sangat penting, untuk memformulasikan kebutuhan pengguna. Rapat-rapat resmi biasanya hanya diikuti oleh management dan sangat sedikit keterlibatan fungsional. Padahal dalam rapat inilah persoalan riel muncul untuk didukung. HASIL-HASIL LITBANG YANG SIAP DI DISEMINASIKAN UNTUK MENDUKUNG HTR Kegiatan Penelitian di Badan Litbang dirancang berdasarkan hirarki perencanaan yang telah mapan. Perencanaan dimulai dari Perencanaan Jangka Panjang/Roadmap yang menentukan 9 thema riset dan 5 program. Perencanaan tersebut kemudian dirinci ke dalam rencana jangka menengah 5 tahunan yang diuraikan dalam Renstra Badan Litbang. Renstra Badan Litbang membagi 5 program menjadi 25 Rencana Penelitian Integratif (RPI) yang dilaksanakan dalam periode Renstra, yaitu 5 tahun. Pelaksanaan Penelitian integratif mengikuti Kerangka Kerja Logis (KKL) masing-masing, bahwa semua penelitian integratif mempunyai objective/tujuan utama. Objective tersebut diuraikan menjadi spesifik objective, dan setiap spesific objective mempunyai output. Masing-masing output terdiri dari beberapa kegiatan. Kegiatan-kegiatan untuk menghasilkan output inilah yang dilaksanakan baik oleh Puslitbang maupun Balai. 3

4 Dalam memberikan kontribusi untuk operasionalisasi KPH, maka dibutuhkan pemahaman tentang proses operasionalisasi tersebut. Permasalahan utama mungkin tidak researchable atau tidak menyangkut hal-hal teknis, tetapi lebih banyak menyangkut kebijakan dan hal-hal non teknis. Tetapi karena hasil litbang lebih banyak bernuansa teknis, maka kami akan mencoba mengkaitkan hasil litbang yang aplikatif pada proses operasionalisasi dan lebih menekankan pada aspek teknis. Pembahasan lebih dalam akan dilakukan pada diskusi siang dan sore nanti berdasarkan hasil litbang terkini dan pool of knowledge. HASIL LITBANG YANG APLIKATIF UNTUK OPERASIONALISASI KPH 4

5 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Kegiatan Pengelolaan Hutan yang meliputi: - tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; - pemanfaatan hutan; - penggunaan kawasan hutan; - rehabilitasi dan reklamasi hutan; - perlindungan hutan, dan - konservasi alam IPTEK Kehutanan Penguatan Tata Kelola Kehutanan: - Rekomendasi penataan kelembagaan KPH - Rekomendasi kebijakan KPH - Rekomendasi penyelesaian permasalahan land tenure Pembangunan KPH antara berbagai wilayah memiliki kekhasan masingmasing. Rekomendasi pembangunan KPH tersebut akan disesuaikan dengan potensi kawasan, kondisi daerah (sosial, ekonomi dan budaya) dan kebijakan yang dimiliki oleh setiap daerah. 5

6 Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Hasil IPTEK kehutanan yang mendukung kegiatan pemanfaatan hutan antara lain: multisistem silvikultur, mikrohidro, alat ukur diameter pohon, alat ukur volume pohon berdiri, rekayasa bioinduksi gaharu, peningkatan kualitas kokon ulat sutera, sidik cepat pemilihan jenis pohon hutan rakyat dan peningkatan produksi koloni lebah madu. Multisistem Silvikultur Menjadikan pemanfaatan hutan produksi lebih baik Multisistem silvikultur adalah pilihan terbaik saat ini untuk mengoptimalkan kinerja IUPHHK Hutan Alam. Dalam pola multisistem silvikultur, penggunaan tiga sistem silvikultur (TPTI, TPTJ, THPB) secara bersamaan dapat menghasilkan produk yang lebih variatif, meliputi kayu pertukangan dan kayu pulp. Dengan demikian, secara akumulasi dihasilkan total produksi kayu dalam jumlah yang besar. Dari aspek sosial, pola ini mampu menyediakan jenis dan volume pekerjaan yang lebih memadai sehingga dapat meningkatkan kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. 6

7 Listrik Mikrohidro Lestari hutan ku, terang desa ku Listrik Mikrohidro adalah pembangkit listrik skala kecil (<1 mw) yang dapat dibangun di daerah hulu DAS dengan memanfaatkan tenaga dari aliran sungai. Keunggulan dari listrik mikrohidro adalah jaringan distribusi yang mudah dan sederhana serta biaya yang relatif murah dibandingkan tenaga listrik lainnya. Keuntungan lainnya adalah dapat meningkatkan kesadaran kolektif masyarakat untuk secara swadaya dan kolektif menjaga dan melestarikan fungsi hutan. Hutan yang lestari dapat menjamin kontinuitas hasil air yang akan bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri (on site) maupun masyarakat di bagian hilirnya (off site). Alat Ukur Diameter Pohon WESYAN Alat ukur diameter pohon ini didesain untuk dapat digunakan tidak hanya pada diameter pohon kurang dari 30 cm, tetapi juga dapat mengukur diameter pohon yang lebih besar dari 60 cm, bahkan sangat praktis digunakan pada pohon berbanir tinggi. Paten Sederhana ID S B tanggal 26 Mei

8 Pita Volume Pohon Berdiri Merupakan alat bantu pengukur volume pohon berdiri yang praktis dan mudah penggunaannya. Cukup dengan melingkarkan pita tersebut ke batang pohon pada ketinggian setinggi dada, petani hutan rakyat sudah dapat mengetahui volume pohon tersebut dalam satuan meter kubik (m 3 ). Keuntungan lain, selain praktis untuk dibawa dalam saku celana atau baju, pita volume ini pun mudah dibuat dengan biaya murah. Pita volume ini disusun berbasis data dari tabel volume lokal, sehingga penggunaannya dibatasi hanya pada jenis pohon contoh dan lokasi yang mempunyai karakteristik lingkungan (biofisik) serupa dengan kondisi tempat tumbuh pohon contoh yang dipergunakan untuk menyusun /tabel. Dengan demikian sangat diperlukan untuk penyusunan pita volume untuk jenis dan lokasi berbeda. Ekstrapolasi nilai tidak direkomendasikan, karena akan menurunkan tingkat ketelitian hasil penaksiran Kuantifikasi Pertumbuhan dan Hasil Tegakan Hutan Telah dihasilkan model-model volume pohon dan model pertumbuhan dan informasi riap untuk berbagai jenis tanaman di beberapa lokasi Kegiatan pelatihan penggunaan tabel volume sebagai metode pendugaan volume yang praktis dan akurat dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. 8

9 Teknologi Bio-Induksi Pohon Penghasil Gaharu Bioinduksi adalah teknik untuk mempercepat proses pembentukan gaharu secara biologi dengan bantuan fungi Fusarium. Teknik pembentukan gaharu pada pohon hasil budidaya dilakukan dengan menyuntikkan isolat jamur fusarium atau inokulan stimulan gaharu pada batang pohon penghasil gaharu. Inokulasi dengan isolat jamur tersebut akan menyebabkan terjadinya infeksi pada batang pohon gaharu yang akan mendorong terbentuknya oleoresin atau damar. Dengan teknologi inokulasi maka produksi gaharu dapat direncanakan dan dipercepat melalui induksi jamur pembentuk gaharu pada pohon penghasil gaharu. Peningkatan Kualitas Kokon Ulat Sutera bombyx mori L. Telah dihasilkan beberapa hibrid hasil persilangan yang dapat menghasilkan bahan yang lebih baik yaitu BS-08 (asal bibit betina ras Cina dan jantan ras Jepang) dan BS-09 (asal bibit betina ras Jepang dan jantan ras Cina). Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan: Bekerjasama dengan petani Jawa Barat (Tasikmalaya dan Sukabumi) dalam pembuatan demplot budidaya. Memberi kesempatan pelatihan dan magang mahasiswa dan petani sutera mengenai pemeliharaan kebun murbei dan budidaya ulat sutera. Melakukan pembinaan kepada para petani sutera agar dapat memproduksi kokon yang baik dan berkualitas. 9

10 Sidik Cepat Pemilihan Jenis Pohon Hutan Rakyat Sidik Cepat Pemilihan Jenis Pohon Hutan Rakyat merupakan alat bantu bagi petani hutan untuk memilih jenis pohon yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh. Alat ini menyajikan variabel yang sederhana dan umum dijumpai. Alat ini juga disertai petunjuk operasional sehingga petani dapat menggunakannya dengan mudah. Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan variabel: Daur yang diinginkan (daur pendek/10 thn atau daur panjang/lebih dari 10 thn) Jenis hasil hutan yang diharapkan (kayu atau nonkayu) Kondisi tanah (berlempung, berpasir, berkapur) Altitude/ketinggian dari muka laut (dataran rendah/dibawah 500 m dpl, dataran tinggi/diatas 500 m dpl) Langkah-Langkah Memaksimalkan Produksi dan Produktivitas Lebah Madu 1. Pengembangan tanaman sumber pakan 2. Pengelolaan koloni yang produktif Perbaikan teknik pemanenan madu lebah hutan Budidaya lebah madu secara menetap Penggembalaan lebah 3. Seleksi koloni unggul Penangkaran lebah ratu Evaluasi hasil penangkaran 10

11 Penyiapan Lahan Tanpa Bakar Meliputi teknik : penyiapan lahan (persiapan, penebasanpenebangan-pelapukan, pembersihan lahan, pengolahan, konservasi dan pencegahan kebakaran) pemanfaatan limbah : - kayu diameter besar dan kecil - limbah sisa di lapang (utk arang, kompos, arang kompos, pot organik dan media bermikoriza, media jamur, mulsa, bahan anggelan) Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yangrusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 11

12 Hasil IPTEK kehutanan yang mendukung kegiatan rehabilitasi dan reklamasi hutan antara lain: teknologi perbenihan, perbanyakan bibit secara massal (KOFFCO system), penggunaan mikoriza dalam pembibitan, pembuatan kompos dari gulma, bioreklamasi lahan bekas tambang, biorehabilitasi rawa gambut, pet perwilayahan jenis pohon andalan, menyelamatkan ramin dengan teknik vegetatif. Atlas Benih Tanaman Hutan Badan Litbang Kehutanan telah menghasilkan risalah benih 139 jenis tanaman hutan yang dimuat dalam 6 jilid buku Atlas Benih. Jenis yang disajikan adalah berbagai jenis tanaman hutan yang berpotensi dan menjanjikan bagi kesejahteraan masyarakat. Risalah benih ini menyajikan informasi sebaran tumbuh; musim buah; pengumpulan, ekstraksi, penyimpanan dan perkecambahan benih; pencegahan hama dan penyakit; serta persemaian. Atlas benih ini dapat memandu masyarakat, khususnya pengguna benih dalam menangani benih sampai ke persemaian serta memilih jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan yang ada. 12

13 Atlas Rotan Indonesia Badan Litbang Kehutanan telah menerbitkan risalah 21 jenis rotan dalam 2 jilid buku Atlas Rotan Indonesia. Risalah yang disajikan mencakup nama jenis, daerah persebaran, habitus, struktur anatomi, komponen kimia, sifat fisis-mekanis, pelengkungan, ketahanan terhadap bubuk, pemanfaatan dan silvikultur. Pemilihan jenis rotan yang dimuat dalam atlas ini didasarkan pada jenis rotan yang batangnya telah digunakan di Indonesia, baik yang diperjualbelikan dalam skala besar untuk keperluan industri maupun yang digunakan secara lokal oleh para pengrajin. Teknik Perbanyakan Bibit Massal (KOFFCO System) Keberhasilan dalam pembangunan tegakan hutan antara lain ditentukan oleh ketersediaan bibit secara berkesinambungan dalam jumlah dan kualitas yang mencukupi. Upaya pengadaan bibit beberapa jenis tanaman hutan secara generatif, masal, dan berkesinambungan masih menghadapi beberapa kendala antara lain (1) periodisitas pembungaan yang tidak teratur dan (2) benihnya tidak dapat disimpan dalam jangka panjang (recalcitrant). Oleh sebab itu, teknik perbanyakan secara vegetatif khususnya stek pucuk merupakan teknik alternatif penting dalam pengadaan bibit secara massal. Pengembangan teknik KOFFCO System atau Komatsu-FORDA Fog Cooling System ini telah berhasil meningkatkan produksi massal bibit dipterokarpa di atas 70%. Untuk jenis pulai bahkan dapat ditingkatkan sistem perakaran dan produksi massalnya sampai mendekati 100%. KOFFCO System juga telah diterapkan pada jenis-jenis lainnya seperti ramin, rasamala, nyawai, nyamplung, jabon, dan gaharu. 13

14 Menyelamatkan Ramin Melalui Perbanyakan Bibit dengan Teknik Vegetatif Teknik vegetatif dengan cara stek adalah yang paling memungkinkan untuk perbanyakan bibit ramin yang memiliki musim berbunga/berbuah yang sangat jarang (4-5 tahun). Bahan stek yang dipotong dari pohon induk kurang dari 24 jam sebelum ditanam di persemaian dan kondisi persemaian dengan sistem KOFFCO telah terbukti menghasilkan persen stek lebih dari 90%. Kelebihan dari perbanyakan vegetatif melalui stek pucuk adalah bibit dapat dihasilkan terus menerus dan tidak tergantung pada musim berbunga atau berbuah dan rendahnya daya simpan benih ramin. Dengan teknik ini dapat tersedia bibit ramin dalam jumlah cukup sehingga kegiatan penanaman ramin dapat dilakukan pada skala yang lebih luas. Gulma, Bahan Baku Kompos Potensial Pada lahan gambut yang rusak/terlantar terdapat sekitar 23 jenis gulma lahan gambut yang potensial sebagai bahan baku kompos. Kompos berbahan baku jenis Calopogonium muconoides (kalopogonium) menunjukkan kualitas terbaik dengan nilai C/N te-rendah serta kandungan unsur N, P, Ca dan Mg yang tinggi. Untuk mendapatkan kompos dengan kualitas unsur hara yang lebih baik, petani dapat menggunakan bahan rock phosfat, pupuk kandang, abu, serbuk gergaji dan sedikit kapur. Petani dapat mengkonsumsi sendiri kompos yang telah dibuat. Ini akan mengurangi kebutuhan petani akan pupuk anorganik disamping memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia melimpah di lahan gambut 14

15 Aplikasi Mikoriza Fungi mikoriza merupakan salah satu produk mikroba simbiotik yang mampu memacu pertumbuhan. Beberapa jenis pohon hutan dan jenis tanaman perkebunan dan pertanian dapat menggunakan mikoriza. Tanaman perkebunan yang dapat menggunakan mikoriza diantaranya adalah kopi, coklat, karet, kelapa sawit, cabe, jagung, tomat, bawang, kacang-kacangan, dan sebagainya. Aplikasi mikoriza, adalah salah satu alternatif teknologi untuk rehabilitasi lahan. Aplikasi ini ditujukan untuk dapat memproduksi bibit berkualitas dalam jumlah besar, hemat pemakaian pupuk dan dapat dilakukan pada pembibitan vegetatif dan generatif. Mikoriza mampu meningkatkan pertumbuhan, serapan nutrisi dan daya hidup tanaman. Peta Perwilayan Jenis Pohon Andalan untuk Rehabilitasi Hutan/Lahan Peta perwilayahan jenis pohon andalan adalah peta yang menyajikan data dan informasi spasial jenis-jenis pohon andalan di seluruh pulau di Indonesia yang dilengkapi dengan informasi persyaratan tempat tumbuh. Peta ini disajikan dalam bentuk digital sehingga mampu menampilkan informasi lebih jelas dan menarik. Peta digital ini dimasukkan ke dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dan dilengkapi dengan atribut yang berkaitan dengan jenis-jenis andalan tersebut. Saat ini telah berhasil dibuat peta perwilayahan jenis-jenis pohon andalan untuk rehabilitasi hutan dan lahan di Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Papua. 15

16 Bio-reklamasi pada Lahan Bekas Tambang dan Bio-rehabilitasi pada Hutan Rawa Gambut Bio-reklamasi adalah teknologi yang berbasis pada pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang mampu bersimbiosis secara terus menerus pada kondisi tanah yang sangat ekstrim, seperti ph masam atau ph basa. Akar tanaman melalui simbiosis dengan FMA mempunyai kemampuan menyerap unsur-unsur penting dan nutrisi mikro yang dibutuhkan tanaman hutan. Bio-rehabilitasi adalah teknologi yang berbasis pada pemanfaatan Fungi Ektomikoriza (ECM) lokal yang spesifik bersimbiosis dengan jenis meranti rawa. ECM berguna untuk membantu menyerap nutrisi dan mempercepat pertumbuhan bibit. Kontribusi dari ECM adalah menghasilkan bibit meranti yang berkualitas dan mampu beradaptasi pada kondisi lahan gambut yang terdegradasi. Perlindungan hutan Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan. 16

17 Alat Pemadam Kebakaran Hutan: Portable dan Efektif di Lahan Kering dan Gambut Peralatan ini merupakan modifikasi alat serupa eks impor yang memiliki kelebihan harga jauh lebih murah karena sepenuhnya menggunakan bahan produksi dalam negeri. Spesifikasi juga disesuaikan dengan fisik orang Indonesia sehingga lebih ergonomis dan lebih efektif dalam pemadaman api baik di lahan kering maupun lahan gambut. Peralatan pemadam hasil rekayasa tersebut terdiri atas pompa gendong JUFA, kepyok pemukul api, kantong air 1000 liter, stik jarum dan mesin pompa pemadam. Pengendalian Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu Serangan hama ulat daun (Heortia vitessoides Moore) meningkat tajam dari tahun ke tahun. Serangan tesebut menghambat pertumbuhan tanaman dan bahkan menimbulkan kematian apabila tidak ditanggulangi. Untuk mengatasi serangan hama ulat daun tersebut, perlu diterapkan strategi pengendalian yang tepat baik jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Jangka pendek: secara mekanis dan kimiawi Jangka menengah: secara biologi Jangka panjang: dengan musuh alami dan teknik silvikultur 17

18 Pengendalian Penyakit Karat Tumor pada Sengon Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengembangan sengon saat ini adalah wabah penyakit karat tumor (gall rust). Pada tanaman muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Gejala serangan pada sengon berupa hiperplasia (pembengkakan/pertumbuhan lebih) pada bagian tanaman (daun, cabang, dan batang) yang terserang. Teknik pengendalian yang sudah dilakukan adalah teknik pengendalian terpadu. Teknik ini mencakup perpaduan teknik mekanik (pemangkasan tumor sebelum perlakuan) dan pemberian formula campuran belerang-kapurgaram dengan komposisi tertentu untuk menghambat pertumbuhan karat tumor pada sengon. Teknik pengendalian tersebut terbukti efektif sampai 96% untuk menghambat pertumbuhan karat tumor pada sengon. Pengendalian Hama Kutu Lilin pada Pinus Pengendalian hama cabuk lilin pada tegakan Pinus merkusii dengan menggunakan cuka kayu (wood vinegar) dan agensia hayati Bacillus thuringiensis, baik murni maupun campuran (kombinasi). Telah diujicoba di lapangan (RPH Cijambu, BKPH Manglayang Timur, dan KPH Sumedang) Perbandingan campuran yg hasilnya paling efektif (hampir 100%) untuk mengendalikan hama cabuk lilin sampai dg bulan ke-6 setelah penyemprotan, yaitu 320 cc cuka kayu + 8 gr Bacillus thuringiensis (80 %: 20%), dilarutkan dalam 10 liter air. 18

19 Konservasi alam Beberapa hasil iptek kehutanan terkait konservasi alam antara lain: Sidik cepat degradasi sub DAS, teknik mitigasi banjir dan tanah longsor, konservasi bekantan dan rusa, serta alat takar hujan sederhana. DAERAH TANGKAPAN AIR (CATCHMENT AREA) BAGIAN DR DAS Sidik Cepat Degradasi Sub DAS Sidik cepat degradasi sub DAS digunakan untuk memperoleh gambaran spesifik/karakter sub DAS yang dicirikan oleh parameter keadaan morfometri, topografi, tanah, geologi, vegetasi penggunaan lahan, hidrologi dan manusia. Parameter-parameter tersebut yang memberikan informasi kinerja sub DAS berupa tingkat kerentanan/ permasalahan dan potensinya. Sistem karakterisasi sub DAS dapat digunakan sebagai alat penyidikan secara cepat terhadap degradasi sub DAS, baik letak/tempat, penyebab, ataupun tingkat degradasinya. Proses penyidikan degradasi sub DAS 19

20 Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana melalui pembangunan fisik serta peningkatan kesadaran dan kemampuan menghadapi bencana.teknik mitigasi banjir dan tanah longsor adalah bagian dari sistem pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Acuan utama yang digunakan dalam teknik ini adalah Sidik Cepat Degradasi Sub DAS. Tindakan yang perlu dilakukan untuk mitigasi banjir dan tanah longsor mencakup identifikasi daerah rawan bencana, teknik pengendalian dan teknik peringatan dini. Kewaspadaan masyarakat penghuni wilayah rawan bencana sangat diperlukan, dan pengembangan keberdayaan masyarakat dalam mitigasi bencana alam harus selalu dilakukan secara nyata setiap saat. Menyelamatkan Monyet Belanda dari Kalimantan Biologi Konservasi Bekantan Degradasi hutan lahan basah sebagai habitat bekantan serta perburuan liar, telah menurunkan populasi bekantan sampai 90% dalam 20 tahun terakhir. Sebagai salah satu keanekaragam hayati hutan tropis Indonesia, bekantan perlu diselamatkan. Rehabilitasi dan restorasi habitat, konservasi eksitu dan peningkatan kepedulian masyarakat adalah program konservasi yang harus dilakukan. 20

21 Penangkaran Rusa: Konservasi Eksitu Dalam rangka mendukung konservasi jenis satwa yang dilindungi, sejak tahun 2009 Badan Litbang Kehutanan telah membangun Breeding Centre atau Penangkaran Rusa Timor (Rusa timorensis) di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor. Sampai saat ini di Hutan Penelitian Dramaga sedang ditangkarkan sekitar 50 ekor Rusa Timor yang umurnya bervariasi mulai dari anak rusa sampai dengan dewasa. Mulai tahun 2012 rencananya akan dilakukan pelepasan secara terbatas bibit rusa kepada masyarakat. Hasil IPTEK kehutanan lainnya yang siap diaplikasikan oleh pengguna antara lain: 1. Teknologi penanganan benih 2. Aplikasi animasi 3D anatomi kayu 3. Teknologi budidaya cendana 4. Pengolahan dan pemanfaatan kayu sawit dan kayu kelapa 5. Pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan tungku 6. Teknologi inovasi arang kompos bioaktif 7. Pengawetan kayu 8. Teknologi produksi arang dan cuka kayu secara terpadu 9. Xylarium Bogoriense 10.Teknologi pengolahan bambu untuk bambu lamina 21

22 22

MATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012

MATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012 MATRIKS DISKUSI MASALAH DAN TINDAK LANJUT FORUM KOMUNIKASI PENELITI, WIDYAISWARA DAN PENYULUH KEHUTANAN Cisarua, 16 s/d 18 Juli 2012 Topik Bahasan : Peran Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara Dan Penyuluh

Lebih terperinci

2. Kepala Bidang Evaluasi Diseminasi dan

2. Kepala Bidang Evaluasi Diseminasi dan Lampiran 2. A. Susunan Kepengurusan Sekretariat Forum Komunikasi PWP I. Fasilitator : 1. Kepala Bidang Evaluasi Diseminasi dan Perpustakaan Sekretariat Badan P2SDM 2. Kepala Bidang Evaluasi Diseminasi

Lebih terperinci

IPTEK PENDUKUNG REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

IPTEK PENDUKUNG REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN IPTEK PENDUKUNG REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN KOFFCO System Teknik Perbanyakan Bibit Secara Massal 23 PETA PERWILAYAHAN Jenis Pohon Andalan untuk RHL 29 25 MIKORIZA Untuk Keberhasilan Kebun Bibit Rakyat

Lebih terperinci

n J enis il h hon t f

n J enis il h hon t f t a p e C k i id S Pemilihan Jenis Pohon Hut a n R a k y a t IPTEK Inovatif 4 i H rid BS-08 dan BS-09 Bibit Ulat Sutera ( B ombyx mori L.) Berkualitas Sistem Paku Berpori (SIMPORI) untuk Inokulasi Gaharu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN Tindak Lanjut/ Pelaksanaan Hasil FK-PWP Tahun 2012 Hendro Asmoro, SST., M.Si Disampaikan pada : Pertemuan FK-PWP Tahun 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN NASKAH

Lebih terperinci

A. Daftar Hasil Penelitian yang Siap untuk Dikembangkan Menjadi Paket-Paket IPTEK untuk Kepentingan Diklat dan Penyuluhan

A. Daftar Hasil Penelitian yang Siap untuk Dikembangkan Menjadi Paket-Paket IPTEK untuk Kepentingan Diklat dan Penyuluhan A. Daftar Hasil Penelitian yang Siap untuk Dikembangkan Menjadi Paket-Paket IPTEK untuk Kepentingan Diklat dan Penyuluhan Potensial User (KPH) Pelaku Pelaku Usaha No. Hasil Penelitian Utama Prioritas Narasumber

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK MULTISISTEM SILVIKULTUR Menjadikan Pemanfaatan Hutan Produksi Lebih Baik 31 33 MENYELAMATKAN RAMIN Melalui Perbanyakan Bibit dengan Teknik Vegetatif

Lebih terperinci

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME

CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME CAPAIAN OUTPUT DAN OUTCOME BOGOR, 13 NOV NO Kegiatan Target Output Penelitian dan Pengembangan Produktifitas Hutan 1. Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu 1.1 Studi Kebutuhan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN. DISEMINASI HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Untuk mendukung KPH. Oleh : Sekretaris Badan Litbang Kehutanan. Bogor, 12 Mei 2014

KEMENTERIAN KEHUTANAN. DISEMINASI HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Untuk mendukung KPH. Oleh : Sekretaris Badan Litbang Kehutanan. Bogor, 12 Mei 2014 KEMENTERIAN KEHUTANAN DISEMINASI HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Untuk mendukung KPH Oleh : Sekretaris Badan Litbang Kehutanan Bogor, 12 Mei 2014 Pokok Bahasan 1.Dukungan Litbang untuk KPH 2.Diseminasi

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU

TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU Oleh : Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan BP2SDM Berdasarkan sifat fisiologis jenis-jenis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

Draft Rencana Pengembangan Integratif

Draft Rencana Pengembangan Integratif Draft Rencana Pengembangan Integratif Dewan Riset, 25 Agustus 2014 Definisi pengembangan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2001, tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

RPI dan RENJA 2015 Litbang Teknologi Pengolahan Hasil Hutan untuk Peningkatan Daya Saing Produk Kayu dan Bukan Kayu

RPI dan RENJA 2015 Litbang Teknologi Pengolahan Hasil Hutan untuk Peningkatan Daya Saing Produk Kayu dan Bukan Kayu RPI 2015-2019 RENJA 2015 Litbang Teknologi Pengolahan Hasil Hutan untuk Peningkatan Daya Saing Produk Kayu Bukan Kayu Bogor, 7 Agustus 2014 RPI 2015-2019 4 RPI 1. Sifat Dasar kegunaan kayu bukan kayu 2.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1998 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk lebih meningkatkan

Lebih terperinci

Dialog Mingguan, 10 Agustus 2015 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BADAN LITBANG DAN INOVASI MENJAWAB TANTANGAN TERKINI

Dialog Mingguan, 10 Agustus 2015 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BADAN LITBANG DAN INOVASI MENJAWAB TANTANGAN TERKINI Dialog Mingguan, 10 Agustus 2015 Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi BADAN LITBANG DAN INOVASI MENJAWAB TANTANGAN TERKINI Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi mempunyai tugas menyelenggarakan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KERANGKA KERJA RPPI PENGEMBANGAN

KERANGKA KERJA RPPI PENGEMBANGAN KERANGKA KERJA RPPI PENGEMBANGAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Rapat Koordinasi Teknis Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Tahun 2015 Balikpapan, 9-12 Juni 2015 TUGAS & FUNGSI PUSLITBANG

Lebih terperinci

Rumusan Hasil Pertemuan Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara. dan Penyuluh Kehutanan

Rumusan Hasil Pertemuan Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara. dan Penyuluh Kehutanan Lampiran 1. Rumusan Hasil Pertemuan Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara dan Penyuluh (Tema : Peran Forum Komunikasi Peneliti, Widyaiswara Dan Penyuluh dalam Mendukung Operasionalisasi KPH ) Bogor, 17

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

Teknologi Pemanfaatan Mikroba untuk Rehabilitasi Lahan & Rekayasa Produksi Gaharu

Teknologi Pemanfaatan Mikroba untuk Rehabilitasi Lahan & Rekayasa Produksi Gaharu Teknologi Pemanfaatan Mikroba untuk Rehabilitasi Lahan & Rekayasa Produksi Gaharu Forest Microbiology Research Group of The R&D Centre For Conservation & Rehabilitation of FORDA Ministry of Forestry Orientasi:

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Matrik Keterkaitan Program Nasional, Program Badan Litbang dan Program Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Tahun

LAMPIRAN 1. Matrik Keterkaitan Program Nasional, Program Badan Litbang dan Program Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Tahun LAMPIRAN 1. Matrik Keterkaitan Program Nasional, Program Badan Litbang dan Program Balai Penelitian Kean Banjarbaru Tahun 2010 2014 PROGRAM NASIONAL Program Penelitian dan Pengembangan Departemen Kean

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN, KRITERIA DAN STANDAR PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK 1 Melaksanakan 2 RPI Lingkup Pusprohut RPI 10. Bioteknologi Hutan dan Pemuliaan Tanaman Hutan RPI 11. Pengelolaan HHBK FEMO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Pengelolaan Hutan Gambut Koordinator : Ir. Atok Subiakto, M.Apl.Sc Judul Kegiatan : Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

HUTAN DAN SAINS. Oleh: Dr. Henri Bastaman, MES Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi

HUTAN DAN SAINS. Oleh: Dr. Henri Bastaman, MES Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi HUTAN DAN SAINS Oleh: Dr. Henri Bastaman, MES Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Disampaikan pada Konferensi Jurnalis Sains Indonesia 2015 Kampus Litbang dan Inovasi, Gunung Batu Bogor,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN Nomor: SK.24/VIII-SET/2010 TENTANG PENETAPAN PENELITIAN INTEGRATIF

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan prosedur budidaya kumis kucing di Klaster Biofarmaka

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut UjI COBA TEKNIK BIO REMEDIASI BERBAGAI KONDISI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT TERDEGRADASI DI SUMSEL Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Sulfat Masam dengan Jenis Melaleuca

Lebih terperinci

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS

VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS VISI, MISI & SASARAN STRATEGIS BADAN LITBANG KEHUTANAN 2010-2014 V I S I Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan yang terkemuka dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan

Lebih terperinci

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Ujicoba Teknik Rehabilitasi Hutan Alam Rawa Gambut Bersulfat Masam Dengan Jenis Melaleuca leucadendron Ujicoba

Lebih terperinci

PROGRESS DAN KENDALA PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BADAN LITBANG KEHUTANAN. Oleh: Kepala Badan Litbang Kehutanan OUTLINE

PROGRESS DAN KENDALA PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BADAN LITBANG KEHUTANAN. Oleh: Kepala Badan Litbang Kehutanan OUTLINE PROGRESS DAN KENDALA PENGELOLAAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BADAN LITBANG KEHUTANAN Oleh: Kepala Badan Litbang Kehutanan Dialog Dua Mingguan Manggala Wanabakti, 7 Juli 2014 OUTLINE 1. Sekilas HKI 2. Arti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012

Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 SM Widyastuti Fakultas Kehutanan Seminar Nasional Kesehatan Hutan dan Kesehatan Pengusahaan Hutan untuk Produktivitas Hutan Bogor, 14 Juni 2012 Source: www.cartoonstock.com 1 Dari 130 juta hanya 43 juta

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 166 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA URAIAN TUGAS JABATAN PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asal dan Penyebaran Tanaman Murbei Usaha persuteraan alam merupakan suatu kegiatan agroindustri yang memiliki rangkaian kegiatan yang panjang. Kegiatan tersebut meliputi penanaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map)

IV. KONDISI UMUM. Gambar 3. Peta Lokasi PT. RAPP (Sumber: metroterkini.com dan google map) 19 IV. KONDISI UMUM 4.1 Profil Umum PT. Riau Andalan Pulp and Paper PT. Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) adalah bagian dari Asia Pasific Resources International Holdings Limitied (APRIL) Group, perusahaan

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH

MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN MANFAAT PERSUTERAAN ALAM KPH MURBEI UNGGULAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN OLEH : SUGENG PUDJIONO LINCAH ANDADARI BALAI BESAR PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN YOGYAKARTA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB II. PERENCANAAN KINERJA BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal

PENDAHULUAN. kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki areal lahan perkebunan kelapa sawit terluas di dunia. Menurut Ditjen Perkebunan (2013) bahwa luas areal perkebunan kelapa sawit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara

Lebih terperinci

PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN. Oleh : Sri Komarayati

PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN. Oleh : Sri Komarayati PEMBUATAN CUKA KAYU DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN Oleh : Sri Komarayati PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN BOGOR 2014 PENDAHULUAN CUKA KAYU ADALAH CAIRAN ORGANIK

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

BP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat

BP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat BP2LHK Manabo Kampus Kreatif Sahabat Rakyat GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA DAN TEKNIK INOKULASI GAHARU oleh : Jafred E. Halawane Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado Jl. Adipura Kelurahan Kima

Lebih terperinci

Arang Kaya Manfaat Ramah Lingkungan

Arang Kaya Manfaat Ramah Lingkungan Arang Kaya Manfaat Ramah Lingkungan Oleh : Endang Dwi Hastuti Siwi Tri Utami Arang sering kita gunakan dalam kehidupan sehari hari. Arang merupakan salah satu produk yang dihasilkan dari teknologi arang

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA KEMITRAAN PEMANFAATAN HUTAN DI WILAYAH TERTENTU PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DI

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

OLEH : SOENARNO PUSAT PENELITIAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN

OLEH : SOENARNO PUSAT PENELITIAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN OLEH : SOENARNO PUSAT PENELITIAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari1,5% pada 1990-an menjadi sebesar 0,67% pada tahun 2012 (Pertanian

Lebih terperinci

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, NOPEMBER 2014

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, NOPEMBER 2014 RUMUSAN SEMINAR NASIONAL BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN TANAMAN, RESTORASI EKOSISTEM DAN ANTISIPASI PERUBAHAN IKLIM YOGYAKARTA, 19-20 NOPEMBER 2014 Seminar Nasional Benih Unggul untuk Hutan Tanaman, Restorasi

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN

MATRIKS RENCANA KERJA TA DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN MATRIKS RENCANA KERJA TA. 2015 DINAS KEHUTANAN PROVINSI SULAWESI SELATAN Tujuan Sasaran Indikator Sasaran Program dan Kegiatan Indikator Kinerja Program (outcome) dan Kegiatan (output) 2015 Mewujudkan

Lebih terperinci

20/06/2014. A. RPI B. Renja 2015 C. Pengembangan D. Isu Strategis dan lain-lain

20/06/2014. A. RPI B. Renja 2015 C. Pengembangan D. Isu Strategis dan lain-lain A. RPI B. Renja 2015 C. Pengembangan D. Isu Strategis dan lain-lain 1 . 1) RPI 9 : Sifat dasar dan Kegunaan Kayu, Bambu, dan Rotan 1. Keterlibatan UPT sebagai pelaksana kegiatan sifat dasar harus melaksanakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan.

Memperhatikan pokok-pokok dalam pengelolaan (pengurusan) hutan tersebut, maka telah ditetapkan Visi dan Misi Pembangunan Kehutanan Sumatera Selatan. BAB II. PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategis Organisasi Penyelenggaraan pembangunan kehutanan di Sumatera Selatan telah mengalami perubahan paradigma, yaitu dari pengelolaan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR I - 1 SUMBER DAYA AIR Latar Belakang Irigasi Mikro untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Air adalah unsur utama agar tanaman dapat hidup, bahkan 85-90% dari bobot sel-sel dan jaringan tanaman adalah

Lebih terperinci

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa @ 2012 Penyusun: 1. Ujang S. Irawan, Senior Staff Operation Wallacea Trust

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan alam Papua, dengan potensi merbaunya yang tinggi, merupakan satusatunya hutan alam di Indonesia yang dianggap masih relatif utuh setelah hutan alam Kalimantan dieksploitasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah, mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Akan

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah, mengandung unsur-unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Akan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan di Indonesia secara tidak langsung sering digunakan sebagai media penanaman tanam pangan, karena lahan yang sebagian besar adalah tanah, mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

27/05/2015. Bogor, 26 Mei 2015

27/05/2015. Bogor, 26 Mei 2015 Bogor, 26 Mei 2015 1. RPPI Sebagai Instrumen Program menjawab IKK 2. Skema dan Format RPPI 3. Aspek Integratif RPPI dan Kegiatan Multiyears 4. Problem Statement dan State of The Art 5. Lokus dan Fokus

Lebih terperinci

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG Oleh : Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda A. PENDAHULUAN Tanaman nilam merupakan kelompok tanaman penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati merupakan jenis kayu komersil yang bermutu dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu kayu penting yang

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi

TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi TEKNIK REHABILITASI (REVEGETASI) LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI Sumbangsih Pengalaman dan Pembelajaran Restorasi Gambut dari Sumatera Selatan dan Jambi Oleh Bastoni dan Tim Peneliti Balai Litbang LHK Palembang

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

VISI : Menjadi Pusat Keunggulan IPTEK (Centre of Excellence) untuk Peningkatan Produktivitas Hutan dan Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari.

VISI : Menjadi Pusat Keunggulan IPTEK (Centre of Excellence) untuk Peningkatan Produktivitas Hutan dan Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari. VISI : Menjadi Pusat Keunggulan IPTEK (Centre of Excellence) untuk Peningkatan Produktivitas Hutan dan Mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari. 1 MISI : 1. Meningkatkan penguasaan dan kemanfaatan IPTEK peningkatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1127, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Reklamasi Hutan. Areal Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA. TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc.

PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA. TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc. PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc. PUSAT LITBANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN CISARUA,

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT

SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT SINTESIS RPI 5 : PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT KOORDINATOR : DR. HERMAN DARYONO Bogor, Maret 2015 Tim pelaksana : Cut Rizlani, Bastoni, Adi Kunarso, Syahban, Taulana Sukandi, Sukaesih Pradjadinata, Hesti

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan

Evaluasi Kegiatan Evaluasi Kegiatan 2010-2014 Balai Penelitian Kehutanan Kupang Bogor, 13 November 2014 Balai Penelitian Kehutanan Kupang VISI, MISI & SASTRA VISI Menjadi lembaga penyedia IPTEK Kehutanan wilayah semi arid

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas Tahun Luas Area (ha) Produksi (ton) (ton/ha)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas Tahun Luas Area (ha) Produksi (ton) (ton/ha) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan penting sebagai sumber devisa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous

I. PENDAHULUAN. Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alstonia scholaris (L.) R. Br. atau dikenal dengan nama Pulai merupakan indigenous species (spesies asli) yang cepat tumbuh (fast growing species) (Muslimin dan Lukman,

Lebih terperinci