BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakekat Matematika Pada masa sekarang ini matematika memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini disebabkan hampir semua ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan matematika. Matematika merupakan sarana untuk menanamkan kebiasaan menggunakan penalaran dalam pola pikir seseorang. Begitu pentingnya matematika maka matematika diajarkan hampir di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. Dimana matematika itu terdiri dari matematika secara umum dan matematika sekolah. Oleh sebab itu, dibutuhkan matematika sekolah dalam pembelajaran matematika di sekolah. Adapun pengertian tentang matematika dan matematika sekolah adalah : a. Pengertian Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 723) matematika diartikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Dari pengertian ini, matematika hanya dipandang berdasarkan salah satu objeknya, yaitu bilangan. Matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang pola keteraturan (Herman Hudojo, 1988: 75). Karena itu siswa-siswa belajar matematika berarti siswa-siswa mempelajari suatu ilmu tentang pola keteraturan. Banyak pola keteraturan yang dipelajari siswa, apabila siswa mempelajari matematika. Satu demi satu pola keteraturan tersebut akan diperoleh siswa dan dipelajarinya, ketika siswa mempelajari matematika. Seperti halnya dalam kehidupan, pola keteraturan yang dipelajari siswa dalam pelajaran matematika berkaitan dengan objek-objek matematika. commit 8 to user

2 9 Menurut Crowley (1987: 108), objek-objek dalam pelajaran matematika meliputi objek-objek langsung dan objek-objek tak-langsung. Objek-objek langsung dalam pelajaran matematika meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, operasi-operasi (skills), dan prinsip-prinsip. Sedangkan objek-objek tak-langsung dalam pelajaran matematika dapat berupa transfer belajar, kemampuan penemuan, kemampuan problem-solving, kedisplinan diri, dan apresiasi pada struktur matematika. Sedangkan menurut Ruseffendi (2006), objek yang terkait langsung dengan aktifitas belajar matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan aturan/prinsip. Keempat objek langsung ini dapat dibedakan antara satu dengan lainnya secara jelas karena masing-masing objek langsung tersebut dapat didefinisi secara jelas Selain itu, matematika adalah ilmu tentang pola dan urutan (dalam Murdanu, 1998: 13). Definisi ini menantang pandangan populer masyarakat terhadap matematika sebagai ilmu yang didominasi oleh perhitungan dan tanpa alasan-alasan. Menemukan dan mengungkap keteraturan atau urutan ini dan kemudian memberikan arti merupakan makna dari mengerjakan matematika. Di sisi lain, R. Soedjadi (2000: 11) menyajikan beberapa definisi atau pengertian mengenai matematika yang didasarkan pada sudut pandang pembuatnya. 1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. 2) Matematika adalah pengertian tentang bilangan dan kalkulasi. 3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. 4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. 5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. 6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Ada 6 (enam) karakteristik matematika menurut Soedjadi (2000: 12), yaitu: 1) Memiliki objek kajian abstrak Objek dasar yang dipelajari dalam matematika adalah abstrak. Objek ini meliputi:

3 10 a) Fakta berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan symbol tertentu, b) Konsep merupakan ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan sekumpulan objek, c) Operasi ataupun relasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika lain, dan d) Prinsip adalah objek matematika yang kompleks, dapat terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. 2) Bertumpu pada kesepakatan Kesepakatan dalam matematika yang mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. 3) Berpola pikir deduktif Matematika hanya menerima pola pikir deduktif. Secara sederhana, pola pikir deduktif adalah pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. 4) Memiliki simbol yang kosong dari arti Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu model matematika. Makna huruf dan tanda tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya suatu model. 5) Memperhatikan semesta pembicaraan Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol menunjukkan bahwa dalam menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model dipakai. Lingkup pembicaraan inilah yang disebut semesta pembicaraan. Benar atau salah, ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika tergantung pada semesta pembicaraannya. 6) Konsisten dalam sistemnya Dalam matematika terdapat banyak sistem dimana didalam masing-masing sistem dan strukturnya terdapat ketaat-azasan atau konsistensi. Dalam setiap sistem dan strukturnya tidak boleh terdapat kontradiksi. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak commit yang mempelajari to user tentang bilangan, kalkulasi,

4 11 penalaran logis, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat dan teratur serta tentang struktur yang terorganisasi dan didasarkan pada generalisasi induktif. b. Matematika Sekolah Menurut Soedjadi (2000: 37), mengungkapkan bahwa matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan dan perkembangan IPTEK. Matematika sekolah tidak sepenuhnya sama dengan matematika sebagai ilmu. Dikatakan demikian karena: 1) Penyajian atau pengungkapan butir-butir matematika yang disampaikan disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual siswa. 2) Dalam proses pembelajaran dapat digunakan pola pikir induktif, meskipun pada akhirnya siswa diharapkan dapat berpikir deduktif. Pola pikir induktif yang digunakan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tahap perkembangan intelektual siswa. 3) Katerbatasan semesta, dimana pengertian semesta pembicaraan tetap diperhatikan namun sering kali dipersempit. 4) Sifat abstrak objek matematika tetap ada, tetapi kadarnya lebih rendah. Terkait dengan pendidikan di sekolah maka ada empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO (dalam Depdiknas, 2007: 3), yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be. Impelementasi dalam pembelajaran matematika terlihat dalam pembelajaran dan penilaian yang sifatnya learning to know (fakta, skills, konsep, dan prinsip), learning to do (doing mathematics), learning to be (enjoy mathematics), dan learning to live together (cooperative learning in mathematics). Sebagai bentuk penerapan keempat pilar ini, telah dikeluarkan Permen No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) (dalam Depdiknas, 2007:4). Adapun SKL untuk mata pelajaran matematika adalah: 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

5 12 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dengan demikian pengembangan kurikulum matematika di tingkat satuan pendidikan harus relevan dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Terkait dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk mata pelajaran matematika khususnya pada poin ketiga yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Untuk bisa memenuhi Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pada poin ketiga tersebut dibutuhkan pemahaman yang baik dalam materi dan keterampilanketerampilan dasar dalam memecahkan masalah geometri. Untuk itu peneliti akan melakukan penelitian tentang analisis keterampilan dasar siswa dalam memecahkan masalah geometri berdasarkan tingkat berpikir van Hiele, sehingga dibutuhkan pengertian dan pembatasan tentang keterampilan dasar dalam memecahkan masalah. 2. Geometri Geometri berasal dari kata latin geometria, geo yang berarti tanah dan metria yang berarti pengukuran. Menurut sejarahnya geometri mulai tumbuh sejak jauh sebelum masehi, karena keperluan pengukuran tanah setiap kali setelah sungai Nil di Mesir banjir. Geometri dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai ilmu ukur. Menurut KBBI commit (dalam to user Depdiknas, 2007: 355) geometri

6 13 merupakan salah satu cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang, dan benda-benda ruang beserta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya, dan hubungan yang satu dengan yang lain. Sedangkan menurut Haryono (1991), obyek yang dibicarakan dalam geometri adalah benda pikir yang berasal dari benda nyata setelah diabstraksikan dan diidealkan. Diabstraksikan berarti bahwa benda geometri tersebut tidak diperhatikan warnanya, suhunya, baunya dan lainlain. Karena obyeknya bukan benda nyata, maka cara mempelajari geometri bukan semata-mata didasarkan pada ketajaman indera, melainkan lebih ditekankan pada pemecahan lewat daya pikir atau logika dan penalaran. Menurut William F. Burger dan Barbara Culpepper (dalam Wilson, 1993: 140) menyatakan bahwa geometri menempati tempat yang spesial dalam kurikulum matematika karena bervariasinya konsep-konsep geometri. Oleh karena itu, tampak bahwa materi geometri penting dipelajari di sekolah karena konsep geometri itu bervariasi seperti bentuk dan ukuran serta sistem geometri berkaitan dengan berpikir numerik sebagai dasar untuk matematika. Untuk itu geometri menempati posisi yang penting untuk dipelajari. Van de Walle (2001: 309) mengungkap lima alasan mengapa geometri sangat penting untuk dipelajari. Pertama, geometri membantu manusia memiliki apresiasi yang utuh tentang dunianya, geometri dapat dijumpai dalam system tata surya, formasi geologi, kristal, tumbuhan dan tanaman, binatang sampai pada karya seni arsitektur dan hasil kerja mesin. Kedua, eksplorasi geometrik dapat membantu mengembangkan keterampilan pemecahan masalah. Ketiga, geometri memainkan peranan utama dalam bidang matematika lainnya. Keempat, geometri digunakan oleh banyak orang dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kelima, geometri penuh dengan tantangan dan menarik. Geometri sebagai salah satu bidang kajian dalam materi matematika sekolah memperoleh porsi yang besar untuk dipelajari oleh siswa di sekolah. Dari distribusi bidang kajian materi matematika sekolah menengah pertama diketahui bahwa 41% bidang kajian mengenai geometrid an pengukuran. Adapun materi geometri yang harus dikuasai siswa sesuai standar isi yang memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar commit meliputi to : user hubungan antar garis, sudut (melukis

7 14 sudut dan membagi sudut), segitiga (termasuk melukis segitiga) dan segi empat, teorema Pythagoras, lingkaran (garis singgung sekutu, lingkaran luar dan lingkaran dalam segitiga, dan melukisnya), kubus, balok, prisma, limas, dan jaring-jaringnya, kesebangunan dan kongruensi, tabung, kerucut, bola serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (dalam Siregih Sehatta, 2002: 9) menyatakan bahwa secara umum kemampuan geometri yang harus dimiliki siswa adalah: 1) Mampu menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik 2D dan 3D; dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; 2) Mampu menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan system yang lain; 3) Aplikasi transformasi dan menggunakannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematika; 4) Menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan permasalahan. Untuk itu NCTM (dalam Siregih Sehatta, 2002: 18) menganjurkan agar dalam pembelajaran geometri siswa dapat menvisualisasikan, menggambarkan, serta memperbandingkan bangun-bangun geometri dalam berbagai posisi, sehingga siswa dapat memahaminya. Tujuan pembelajaran geometri secara umum adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan (keterampilan) matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematis, dan dapat bernalar secara matematis. 3. Pemecahan Masalah a. Pengertian Masalah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Depdiknas, 2007), masalah ialah keadaan suatu hal atau peristiwa yang harus diganti dengan suatu cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Menurut Tennysen (dalam Wasis, 1999) masalah adalah suatu keadaan dimana pengetahuan yang tersimpan di dalam memori untuk melakukan suatu tugas pemecahan belum siap pakai. Dengan kata lain, tugas pemecahan masalah commit itu to baru user meskipun pengetahuan yang telah

8 15 dimiliki dapat digunakan untuk memecahkan. Ellen D. Gagne (1985) menyebut masalah sebagai ada tujuan tetapi belum diidentifikasi cara mencapainya. Dari dua pengertian masalah di atas, memberikan arti bahwa suatu masalah sesungguhnya mengundang kita untuk berpikir dan bertindak. Karena kita berada pada situasi persoalan yang tidak dengan segera memperoleh jawabannya. Artinya terdapat kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan bagaimana seharusnya. Lebih lanjut Murdanu (1998) menyatakan bahwa masalah adalah situasi yang masih kabur, bagaimana menjebatani adanya kesenjangan antara dimana kita berada dan kemana kita menuju. Sedangkan menurut Cooney (dalam Fajar Shadiq, 2009: 4) menyatakan bahwa: a question to be a problem, it must present a challenge that can not be resolved by some routin procedure known to the student. Maksudnya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui orang yang memecahkan masalah. Ini berarti tidak semua pertanyaan merupakan masalah. Jadi, termuatnya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada suatu pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu pertanyaan menjadi masalah. Polya (1973: 117) mengemukakan bahwa suatu masalah berarti mencari dengan sadar beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang jelas, tetapi tujuan tidak dapat segera dicapai. Selanjutnya Polya (1988) mengklarifikasikan bahwa di dalam belajar matematika terdapat dua macam masalah, yakni: (1) masalah menemukan (problem to find); (2) masalah membuktikan (problem to prove). Dengan demikian dapat disimpulkan masalah adalah suatu keadaan yang masih kabur dan merupakan suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dimana terjadi kesenjangan antara tujuan yang ingin diselesaikan sehingga berusaha mencari dengan sadar beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang jelas, tetapi tujuan tidak dapat segera dicapai maka untuk itu digunakan pengetahuan siap pakai yang dimiliki. Pengetahuan siap pakai yang dimaksud adalah pengetahuan yang ada di dalam ingatan untuk segera dipakai untuk menyelesaikan masalah, tanpa harus commit mengorganisasikan to user terlebih dahulu.

9 16 b. Pengertian Pemecahan Masalah Pemecahan masalah secara sederhana adalah proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk memecahkannya. Pemecahan masalah dalam interprestasi proses diperlukan strategi atau tahap-tahap pemecahan masalah. Sejumlah pakar mengemukakan tentang pemecahan masalah. Menurut Polya (1973) mendefinisikan bahwa pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan mudah dapat dicapai. Jenis belajar ini merupakan suatu proses psikologi yang melibatkan tidak hanya sekedar aplikasi dalil-dalil atau hukum-hukum atau teorema-teorema yang dipelajari, melainkan juga harus didasarkan atas struktur kognitif siswa agar masalah yang bermakna dapat dipecahkan. suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan. Selanjutnya Cooney (dalam Fajar Shadiq, 2009: 23) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah proses penerimaan masalah dan berusaha menyelesaikannya. Dalam pemecahan masalah bukan hanya menggunakan dan mengaplikasikan konsep, definisi, teorema-teorema yang telah dipelajari tetapi memerlukan aspek-aspek lain seperti penalaran, analisis, dan sintesa. Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berinisiatif dan berpikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Sedangkan menurut Crowley (1987: 116) pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan yang kompleks dan tingkat tinggi dari proses mental seseorang untuk menemukan pemecahan dari suatu masalah. Pemecahan masalah didefinisikan sebagai kombinasi dari gagasan yang cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru. Ia mementingkan penalaran sebagai dasar untuk mengkombinasikan gagasan dan mengarahkan kepada penyelesaian masalah. Ditambahkan pula bahwa, seseorang yang telah banyak pengalaman untuk bidang tertentu selalu memiliki respon yang siap dalam situasi untuk memecahkan masalah. Berdasarkan dari pendapat-pendapat di atas maka pemecahan masalah dapat diartikan sebagai usaha mencari commit jalan to user keluar dari suatu kesulitan, mencapai

10 17 tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai dan merupakan kombinasi dari gagasan yang cemerlang untuk membentuk kombinasi gagasan yang baru. Dalam pemecahan masalah bukan hanya menggunakan dan mengaplikasikan konsep, definisi, teorema-teorema yang telah dipelajari tetapi memerlukan aspek-aspek lain seperti penalaran, analisis, dan sintesa. Berkenaan dengan objek belajar matematika, menurut Gagne (dalam Ruseffendi, 2006: 172) memandang kemampuan pemecahan masalah sebagai objek tak langsung dalam belajar matematika, dimana objek belajar matematika terdiri atas dua macam, yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek yang terkait langsung dengan aktifitas belajar matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan aturan/prinsip. Keempat objek langsung ini dapat dibedakan antara satu dengan lainnya secara jelas karena masing-masing objek langsung tersebut dapat didefinisi secara jelas. Sedangkan objek tidak langsung belajar matematika meliputi kemampuan pemecahan masalah, kemampuan inkuiri, kemandirian, sikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar (learning to learn). Untuk tujuan terjadinya proses pemecahan masalah dalam kegiatan belajar diperlukan adanya soal-soal yang memenuhi kriteria soal pemecahan masalah. Sebagai pedoman penyusunan soal pemecahan masalah, Fung dan Roland (2004) memberikan beberapa karakteristik suatu masalah. Menurut Fung dan Roland masalah matematika yang baik bagi siswa sekolah hendaknya memenuhi kriteria berikut: 1) Masalah hendaknya memerlukan lebih dari satu langkah dalam menyelesaikannya. 2) Masalah hendaknya dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara/metode; 3) Masalah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas dan tidak menimbulkan salah tafsir; 4) Masalah hendaknya menarik (menantang) serta relevan dengan kehidupan siswa; dan 5) Masalah hendaknya mengandung nilai (konsep) matematik yang nyata sehingga masalah tersebut dapat meningkatkan pemahaman dan memperluas pengetahuan matematika siswa.

11 18 Selanjutnya, menurut Polya (dalam Ruseffendi, 1988: 177) mengemukakan bahwa ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah yaitu: 1) Memahami masalah Pada kegiatan ini hal yang dilakukan adalah merumuskan: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan). 2) Merencanakan pemecahannya Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. 3) Melaksanakan rencana Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian. 4) Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian Kegiatan pada langkah ini adalah menganalis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Berdasarkan pendapat di atas yang dimaksud pemecahan masalah adalah suatu proses pemecahan masalah yang dimulai dengan memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian, melaksanakan rencana penyelesaian, dan memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Tetapi pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini bukan seperti yang dijelaskan oleh Polya yang terdiri dari empat tahap, melainkan pemecahan masalah yang menggunakan keterampilan khusus yaitu keterampilan geometri dalam melaksanakan rencana dalam pemecahan masalah. Jadi dalam penelitian ini peneliti lebih melihat bagaimana siswa menggunakan keterampilan dalam memecahkan masalah yang diberikan.

12 19 4. Keterampilan Geometri dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tingkat (Level) Berpikir van Hiele Pada bagian ini akan dijelaskan terlebih dahulu teori terkait dengan keterampilan geometri menurut Hoffer (1981) yang terdiri dari lima keterampilan dan teori tentang tingkat berpikir van Hiele yang terdiri dari lima tingkat. Setelah itu baru dijelaskan tentang keterampilan geometri dalam memecahkan masalah berdasarkan tingkat berpikir van Hiele. a. Keterampilan Geometri dalam Memecahkan Masalah Geometri Menurut Hoffer (1981), keterampilan geometri dalam memecahkan masalah geometri merupakan prasyarat untuk mempelajari konsep-konsep dalam geometri khususnya pada materi bangun datar. Hoffer juga mengemukakan bahwa ada lima keterampilan geometri dalam memecahkan masalah geometri, yaitu: 1) Keterampilan Visual (Visual Skill) Hoffer (1981: 11) memberikan penjelasan tentang keterampilan visual seperti di bawah ini: Visual skill, including the ability to: recognize various plane and space figures; observe parts of a given figure and their interrelations; identify centres, axes, and planes of symmetry of given figure; classify given figures by their observable characteristic; deduce further information from visual observations; and visualize the geometric representations (models), or counter-example, which are implied by given data in a given deductive mathematical system. Kutipan di atas dapat diartikan bahwa keterampilan visual adalah yaitu meliputi kemampuan untuk mengenal bermacam-macam bangun datar dan ruang, mengamati bagian-bagian dari sebuah bangun dan keterkaitan bagian satu dengan bagian yang lain, menunjukkan pusat simetri, sumbu simetri, dan bidang simetri dari sebuah gambar bangun, mengklasifikasikan bangun-bangun geometri menurut ciri-ciri yang teramati, menyimpulkan informasi lanjut berdasarkan pengamatan visual, dan memvisualisasikan model geometri, atau contoh-contoh penangkal yang dinyatakan secara implisit oleh data dalam suatu sistem matematika deduktif.

13 20 2) Keterampilan Verbal (Deskriptive Skill) Hoffer (1981: 12) mengemukakan penjelasan terkait keterampilan verbal sebagai berikut: Verbal skills, including the ability to: identify various figures by name; visualize figures from verbal descriptions of them; describe given figures and their properties; formulate proper definitions of the words used; describe relationships among given figures, recognize the logical structure of verbal problems; and formulate statements of generalization and of abstractions. Kutipan di atas dapat diartikan bahwa keterampilan verbal, meliputi kemampuan untuk menunjukkan bermacam-macam bangun geometri menurut namanya. Memvisualisasikan bangun geometri menurut deskripsi verbalnya, mengungkapkan bangun geometri dan sifat-sifatnya, merumuskan definisi dengan tepat dan benar, mengungkapkan hubungan antar bangun, mengenali struktur logis dari masalah verbal, dan merumuskan pernyataan generalisasi dan abstraksi. 3) Keterampilan Menggambar (Drawing Skill) Hoffer (1981: 12) memberikan penjelasan tentang keterampilan menggambar seperti di bawah ini: Drawing skills, including the ability to: sketch given figure and label spesified points; sketch figure from their verbal descriptions; draw or construct figure with given properties; construct figures having a specified relation to given figures; sketch plane secauxiliary elements to figures; recognize the role (and limitations) of sketches and constructed figures; and sketch of construct geometric models or counter-example. Kutipan di atas dapat diterjemahkan bahwa keterampilan menggambar, meliputi kemampuan untuk menyeketsa gambar bangun dan melabel titik tertentu, menyeketsa gambar bangun menurut deskripsi verbalnya, menggambar atau mengkonstruksi gambar bangun berdasarkan sifat-sifat yang diberikan, mengkonstruksi gambar bangun yang mempunyai kaitan tertentu dengan gambargambar yang telah diberikan, mensketsa bagian-bagian bidang dan interaksi gambar-gambar bangun yang diberikan, menambahkan unsur-unsur tambahan yang berguna pada sebuah gambar bangun, mengenal peranan (keterbatasan)

14 21 sketsa dan gambar bangun yang terkonstruksi, dan mensketsa atau mengkonstruksi model geometri atau contoh penyangkal. 4) Keterampilan Logika (Logical Skill) Hoffer (1981: 12-13) mengemukakan penjelasan terkait keterampilan logika sebagai berikut: Logical skills, including the ability to; recognize differences and similarities among given figures; recognize the figures can be classified by their properties; determine whether or not a given figures belong to a specified class; understand ang apply the describle properties of definitions; identify the logical consequences of given data; develop logical proofs; and recognize the role and limitations of deductive methods. Kutipan di atas dapat diterjemahkan bahwa keterampilan logika, meliputi kemampuan untuk mengenal perbedaan dan kesamaaan antar bangun geometri, mengenal bangun geometri yang dapat diklasifikasikan menurut sifat-sifatnya, menentukan apakah sebuah gambar masuk atau tidak masuk dalam kelas tertentu, memahami dan menerapkan sifat-sifat penting dari definisi, menujukkan akibarakibat logis dari data-data yang diberikan, mengembangkan bukti-bukti yang logis, dan mengenal peranan dan keterbatasan metode deduktif. 5) Keterampilan Terapan (Applied Skill) Hoffer (1981: 13) memberikan penjelasan tentang keterampilan terapan seperti di bawah ini: Applied skills, including the ability to: recognize phisical models of geometric figures; sketch or construct geometric models of phisical objects; use properties of geometric model to conjecture properties of the usefulness of geometric model for natural phenomena, sets of element in the phisical sciences and sets of elements in the social sciences; ang use geometric models in problem solving. Kutipan di atas dapat diartikan sebagai keterampilan terapan, meliputi kemampuan untuk mengenal model fisik dari bangun geometri. Mensketsa atau mengekonstruksi model geometri berdasarkan objek fisiknya, menerapkan sifatsifat dari model geometri pada sifat-sifat dari objek fisik, mengembangkan modelmodel geometri untuk fenomena alam, himpunan elemen di IPA dan himpunan

15 22 elemen di IPS, dan menerapkan model-model geometri dalam pemecahan masalah. b. Tingkat (Level) Berpikir van Hiele Pembelajaran geometri (Euclides) di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah sekarang ini sejalan juga dengan perkembangan berpikir geometri menurut model van Hiele (Soemaadi, 1994: 10). Van Hiele adalah seorang guru matematika berkebangsaan Belanda yang pada tahun 1954 menulis disertasi tentang pembelajaran geometri. Disertasi tersebut ditulis berdasarkan hasil penelitian di lapangan melalui observasi dan tanya jawab. Kesimpulan yang diperoleh oleh van Hiele adalah bahwa terdapat lima tingkat berpikir geometri secara urut yaitu: secara visual, analysis, informal-deduction, deduction, ke rigor. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (1989) merekomendasikan pengajaran geometri di sekolah-sekolah di Amerika dikonsentrasikan pada tingkat 0 dan tingkat 1, dan beberapa kegiatan dirancang untuk untuk tingkat 2, model van Hiele (Holmes, 1995: 333). Ini didasarkan dari sejumlah penelitian pendidikan matematika yang menerapkan teori dari vah Hiele tersebut. Menurut model Piaget dalam diri seorang anak terbentuk konsep ruang geometri Euclides secara alami, jika ia mempelajari dulu hubungan-hubungan sederhana yang bersifat topologis, dilanjutkan dengan yang bersifat proyektif, baru yang bersifat Euclides (Geddes dan Fortunato, 1993: 200). Sedangkan menurut model van Hiele, tingkat-tingkat yang berkaitan dengan perkembangan berpikir seorang anak agar dapat memahami geometri dalam 5 tingkat, yaitu tingkat 0: visualization, tingkat 1: analysis, tingkat 2: informal-deduction, tingkat 3: deduction, dan tingkat 4: rigor (Suydam, 1983: 100; Geddes dan Fortunato, 1993: 202; Holmes, 1995: ). Siswa yang didukung dengan pengalaman pembelajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, dimana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkatan menunjukan proses berpikir yang commit digunakan to user seseorang dalam belajar konsep

16 23 geometri. Disarikan dari Shaughnessy dan Burger (1985: 420), Crowley (1987: 2-7), Hoffer (1988: ), dan Holmes (1995: ) masing-masing tingkat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tingkat 0: Visualization (visualisasi) Pada tingkat ini, siswa-siswa mengenali suatu ruang hanya sebagai sesuatu yang ada di sekitarnya. Konsep-konsep geometri lebih dicermati sebagai keseluruhan yang sungguh-sungguh apa adanya, daripada kepemilikan komponenkomponen atau atribut-atribut. Misalnya bentuk geometri dikenali bentuk seutuhnya, dalam hal ini kenampakan fisiknya, bukan bagian-bagian atau sifatsifatnya. Pada tingkat ini siswa dapat mempelajari perbendaharaan kata geometrik dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk khusus dari suatu gambar yang diberikan, dan melukiskannya. Misalnya bentuk-bentuk dalam Gambar 2.1. di bawah ini: Gambar 2.1. Gambar Tiga buah Persegi dan Tiga buah Persegipanjang dengan Variasi Ukuran Orientasi Siswa-siswa dapat mengenali bahwa ada 3 buah persegi dalam Gambar 2.1.(a), dan 3 buah persegipanjang dalam Gambar 2.1.(b). Siswa mengenali demikian, karena gambar-gambar tersebut berbentuk seperti yang dikenali sebelumnya sebagai persegi-persegi dan persegipanjang-persegipanjang. Tetapi pada tingkat ini siswa tidak dapat mengenali bahwa bentuk-bentuk tersebut mempunyai sudut-sudut siku-siku atau sisi-sisi yang berhadapan sejajar. Siswa mengenali gambar-gambar bentuk geometri bidang, tetapi belum mengenali property-property-nya (sifat-sifatnya), seperti sudut siku-siku. Siswa mengamati gambar bentuk geometri commit bidang to user dengan kenampakan keseluruhannya

17 24 dan siswa pun dapat mengidentifikasi gambar-gambar bentuk geometri bidang. Siswa dapat mencontoh dan menggambar bentuk geometri bidang dengan menggunakan alat tulis. Siswa tidak menerima gambar-gambar bentuk geometri bidang yang orientasinya berbeda. 2. Tingkat 1: Analysis (analisis) Tingkat 1 merupakan permulaan penganalisisan konsep-konsep geometri. Misalnya, melalui observasi dan percobaan, siswa-siswa mulai melihat karakteristik dari suatu bentuk geometri. Kemudian sifat-sifat yang diketahui digunakan untuk mengetahui kelas-kelas dari bentuk-bentuk geometri. Karena itu bentuk-bentuk geometri dikenali kepemilikan bagian-bagian dan dikenali tentang bagian-bagiannya. Pada tingkat ini, siswa sudah memahami sifat-sifat konsep atau bangun geometri berdasarkan analisis informal tentang bagian dan atribut komponennya. Misalnya, siswa sudah mengetahui dan mengenal sisi-sisi berhadapan pada sebuah persegi panjang adalah kongruen, panjang kedua diagonalnya kongruen dan memotong satu sama lain sama panjang. Tetapi pada tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara bangun-bangun geometri, misalnya persegi adalah juga persegi panjang, persegi panjang adalah jajar genjang. Siswa mulai dapat menganalisis gambar-gambar bentuk geometri bidang. Siswa memperhatikan atribut-atribut gambar bentuk geometri bidang dan mengembangkan konsep bentuk geometri bidang melalui sifat dari gambar yang diperhatikan. Misalnya, siswa menyatakan bahwa segitiga mempunyai 3 sisi. Siswa dapat menggambar bentuk-bentuk geometri bidang dan mengetahui namanya. Tetapi siswa belum mengkonstruk hubungan antara gambar yang satu dan yang lain. Siswa dapat mendefinisikan bentuk geometri bidang, tetapi sering menggunakan kata yang berlebihan. Siswa dapat menghafal definisi yang tertulis di buku, tetapi siswa belum mengerti maknanya, bahkan siswa sering tidak menggunakan definisi yang tertulis di buku dalam menjelaskan suatu bentuk geometri bidang.

18 25 3. Tingkat 2: Informal Deduction (deduksi informal) Pada tingkat ini, siswa-siswa dapat menetapkan hubungan/kaitan dari sifatsifat dari suatu bentuk geometri. Misalnya, dalam suatu segiempat, sisi-sisi yang berhadapan sejajar mengharuskan sudut-sudut yang berhadapan berukuran sama. Siswa-siswa juga dapat menetapkan interrelasi-interrelasi sifat-sifat antara bentukbentuk geometri. Misalnya suatu persegi merupakan suatu persegipanjang, karena persegi mempunyai semua sifat dari persegipanjang. Karena itu siswa-siswa dapat menarik kesimpulan dari sifat-sifat suatu bentuk geometri dan mengenali kelaskelas dari bentuk-bentuk geometri. Definisi-definisi dimengerti sepenuhnya. Argumen-argumen informal diberikan dalam menjelaskan. Tetapi siswa-siswa pada tingkat ini tidak memahami arti pengambilan kesimpulan sebagai suatu perangkat atau aturan aksiomatik. Secara empiris hasil-hasil yang diperoleh sering digunakan dalam konjungsi dengan teknik-teknik deduksi. Bukti-bukti formal dapat diikuti, tetapi siswa-siswa tidak melihat bagaimana urutan logis dapat diturunkan atau mereka melihat bagaimana menyusun suatu permulaan pembuktian dari premis-premis berbeda atau tak-dikenal. Siswa mengerti dan menerima definisi dan dapat menggunakan definisinya dalam mengkaji suatu gambar bentuk geometri bidang. Siswa mengerti hubungan sifat-sifat di dalam dan di antara bentuk-bentuk geometri bidang. Misalnya siswa dapat berasumsi bahwa pada suatu jajargenjang, karena sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sudut-sudut yang berhadapan berukuran sama. Siswa mengerti bahwa karena suatu persegi memiliki semua sifat dari persegipanjang, maka persegi merupakan persegipanjang. Siswa mengerti bahwa suatu persegi merupakan persegipanjang, merupakan jajargenjang, dan merupakan segiempat. Siswa dapat berpikir jika..maka, tetapi belum dapat mengkonstruksi pembuktian secara deduktif. 4. Tingkat 3: Deduction (deduksi) Pada tingkat ini, siswa-siswa mengerti ketepatan penarikan kesimpulan sebagai suatu cara menetukan commit teori geometri to user dalam suatu sistem aksioma.

19 26 Interrelasi dan peran dari istilah tak terdefinisi, aksioma-aksioma, postulatpostulat, definisi-definisi, teorema-teorema, dan bukti-bukti dimengerti. Misalnya dalam mendefinisikan persegipanjang siswa tidak perlu menyebutnya sebagai suatu bangun datar yang dilengkapi dengan sifat-sifatnya. Siswa cukup menyebut persegi panjang sebagai suatu jajar genjang yang salah satu sudutnya berupa sudut sikiu-siku. Siswa perlu menyebut demikian, karena sifat-sifat sisi-sisi dan sudutsudut pada persegi panjang juga merupakan sifat-sifat dari jajar genjang. Siswa-siswa dalam tingkat ini dapat menyusun bukti, mampu mengembangkan suatu bukti lebih dari satu cara, mengerti interaksi syarat perlu dan cukup, membedakan antara suatu pernyataan dan kebalikannya dapat dibuat. Misalnya dalam membuktikan sifat-sifat sisi-sisi dan sudut-sudut persegipanjang dan memanfaatkan keberlakuan teorema kekongruenan dua segitiga. Siswa dapat mengkonstruksi pembuktian secara deduktif, dan siswa mempercayai pembuktian untuk menentukan kebenaran pernyataan matematika. Tahap ini merupakan keharusan bagi siswa, agar berhasil dalam belajar geometri di sekolah menengah. 5. Tingkat 4: Rigor Pada tahap ini siswa dapat bekerja dalam berbagai sistem aksioma, misalnya geometri non-euclide dapat dimengerti, dan sistem-sistem yang berbeda dapat dibandingkan. Geometri dipikirkan secara abstrak. Siswa dapat membandingkan sistem-sistem aksioma yang berbeda dan dapat mempelajari bermacam-macam geometri tanpa memanipulasi gambar. Selain mengutarakan hal tersebut van Hiele juga menyarankan dalam pembelajaran geometri sebaiknya siswa-siswa dilibatkan dengan berpikir dan berbuat dalam suatu kegiatan. Kegiatan yang membimbing siswa untuk menyiapkan siswa mempelajari geometri yang lebih formal. Kegiatan dirancang sedemikian rupa, sehingga siswa dibimbing dari eksplorasi informal ke eksplorasi formal. Holmes (1995: ) memberikan pedoman untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan berpikir commit geometri to user siswa menurut model van Hiele,

20 27 didasarkan dari penelitian Crowley (1987) dan rekomendasi NCTM (1989) sebagai berikut : 1) Pada tahap 0, siswa seharusnya dapat: (a) mengidentifikasi; (b) mengelompokkan; (c) menggambar; (d) menjelaskan (dengan kata-katanya sendiri); dan (e) menyelesaikan soal; bentuk-bentuk geometri bidang. Pada tahap ini siswa memandang bentuk geometri sebagai satu keseluruhan. 2) Pada tahap 1, siswa seharusnya dapat: (a) melakukan kegiatan pada tahap 0, dengan memperhatikan sifat dari bentuk-bentuk geometri; (b) menggunakan kata-kata matematika dalam menjelaskan; (c) menerima generalisasi secara induktif, bentuk-bentuk geometri bidang. Dua implikasi dari teori van Hiele (Crowley, 1987) menjadi perhatian dalam pembelajaran adalah: (1) seorang siswa tidak dapat berjalan pada suatu tingkat dalam pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap tingkat terdahulu; (2) apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya, maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut. Dari penjelasan di atas dapat dibuat indikator untuk digunakan dalam pembuatan tes penempatan untuk menentukan siswa masuk ke dalam kategori tingkat berpikir van Hiele, sehingga indikator yang dibuat hanya sampai tingkat 3 (deduksi formal) untuk keperluan membuat soal tes penempatan yang dijelaskan secara jelas pada Tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Indikator Tingkat Berpikir Geometri Berdasarkan Tingkat Berpikir No Tingkat Berpikir van Hiele 1. Tingkat 0 (Visualisasi) 2. Tingkat 1 (Analisis) van Hiele pada Materi Bangun Datar Indikator Siswa dapat mengidentifikasi bentuk segiempat berdasarkan gambar (bentuk fisiknya) Siswa dapat menentukan jenis-jenis segiempat berdasarkan gambar dengan berbagai posisi dan warna Siswa dapat menentukan sifat-sifat fisik dari berbagai bentuk segiempat Siswa dapat menentukan sifat-sifat segiempat dan sifat-sifat yang diketahui digunakan untuk commit mengetahui to user jenis-jenis dari segiempat

21 28 3. Tingkat 2 (Deduksi Informal) 4. Tingkat 3 (Deduksi Formal) 5. Tingkat 4 (Rigor) Siswa sudah dapat menentukan sifat segiempat dengan menganalisis gambar segiempat Siswa dapat menentukan jenis-jenis segiempat berdasarkan ukuran-ukuran panjang sisi dan atau besar sudutnya Siswa dapat menetapkan hubungan-hubungan dari sifat-sifat suatu jenis segiempat Siswa dapat menetapkan hubungan antara jenisjenis segiempat Siswa dapat menarik kesimpulan dari sifat-sifat suatu jenis segiempat dan mengenali kelas-kelas dari jenis-jenis segiempat Siswa mengerti ketepatan penarikan kesimpulan sebagai suatu cara menentukan teori geometri dalam suatu sistem aksioma Siswa memahami interaksi antara syarat perlu dan syarat cukup, perbedaan antara pernyataan dan ingkarannya dapat dibuat Siswa dapat membangun suatu bukti, tidak hanya mengingat, kemungkinan untuk mengembangkan bukti dalam lebih dari satu cara Siswa dapat bekerja dalam berbagai sistem aksioma. Siswa dapat membandingkan sistem-sistem aksioma yang berbeda, dan Siswa dapat mempelajari bermacam-macam geometri tanpa memanipulasi gambar. Abdussakir (2009) mengemukakan bahwa ada lima karakteristik teori belajar van Hiele. 1) Berurutan, yakni seseorang harus melalui tahap-tahap tersebut sesuai urutannya; 2) Kemajuan, yakni keberhasilan dari tahap ke tahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi dan strategi pembelajaran dari pada oleh usia; 3) Intrinsik dan ekstrinsik, yakni obyek yang masih kurang jelas akan menjadi obyek yang jelas pada tahap berikutnya; 4) Kosakata, yakni masing-masing tahap mempunyai kosakata dan sistem relasi sendiri; dan

22 29 5) Mismatch, yakni jika seseorang berada pada suatu tahap dan tahap pembelajaran berada pada tahap yang berbeda, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Setiap tingkat dalam teori van Hiele, menunjukkan karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. Kualitas pengetahuan siswa tidak ditentukan oleh akumulasi pengetahuannya, tetapi lebih ditentukan oleh proses berpikir yang digunakan. Contoh dari proses berpikir yang digunakan dalam teori van Hiele dalam belajar geometri khususnya materi bangun ruang sisi lengkung adalah saat siswa mempelajari rumus luas permukaan tabung, semata-mata siswa tidak langsung menggunakan rumus luas permukaan tabung tetapi siswa mengetahui darimana asal rumus tersebut, dengan mengamati jaring-jaring tabung yang terdiri dari 2 buah lingkaran sebagai alas dan tutup tabung dan 1 buah persegi panjang sebagai selimut tabung. Dengan itu siswa dapat menentukan luas permukaan tabung adalah luas jaring-jaring tabung (jumlah 2 luas lingkaran ditambah luas persegi panjang yang panjangnya adalah keliling lingkaran alas). Dari contoh tersebut bisa terlihat karakteristik proses berpikir siswa dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri. c. Keterampilan Geometri dalam Memecahkan Masalah Geometri Berdasarkan Tingkat Berpikir van Hiele Meurut Hoffer (1981), keterampilan geometri siswa dalam memecahkan masalah geometri terdiri dari 5 keterampilan. Dia juga menjelaskan tentang keterampilan geometri memecahkan masalah geometri menurut tingkat berpikir van Hiele pada indikator yang berada pada Tabel 2.2 di bawah ini:

23 30 Tabel 2.2 Indikator Keterampilan Geometri dalam Memecahkan Masalah Geometri berdasarkan Tingkat (level) berpikir van Hiele Tingkat Tingkat 0 Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 Skill Menggunakan Mengenali mengenali memberitahuan mengakui informasi dari asumsi-asumsi bentuk sifat-sifat dalam keterkaitan gambar untuk yang tidak gambar yang gambar. antara berbagai menarik tepat yang berbeda dari mengidentifikas jenis gambar kesimpulan dibuat Visual (a) beberapa gambar dan mengenali i gambar sebagai bagian dari gambar dengan mengakui sifat umum dari dan informasi lebih lanjut. (3a) menggunakan gambar. Memahami informasi yang lain. (1a) berbagai jenis gambar-gambar label yang gambar. (2a) yang saling tertulis pada berkaitan dalam gambar. (0a) sistem deduksi. (4a) Membentuk mengelompo menjelaskan mendefinisikan memahami pola yang lebih kkan nama secara akurat kata-kata secara perbedaan luas dari hasil- yang benar sifat berbagai akurat dan diantara hasil yang untuk gambar gambar. (1b) ringkas untuk definisi, diketahui dan yang merumuskan postulant/dalil, menggambarka Verbal (b) diberikan dan menafsirkan kalimat yang kalimat yang menunjukkan keterkaitan dan teoremateorema. Mengenali apa n macammacam sistem deduksi. (4b) menjelaskan antara gambar- yang diberikan gambar gambar sebagai tersebut. (0b) tersebut. (2b) masalah dan diminta dalam masalah tersebut. (3b)

24 31 Gambar-gambar Mengenali Memahami membuat menerjemahkan tertentu yang kapan dan batasan-batasan sketsa informasi diberikan bagaimana dan gambar verbal yang mampu menggunakan kemampuan- akurat dengan diberikan ke membangun elemen kemampuan pelabelan dalam gambar. gambar lain pembantu dari berbagai bagian Dengan yang berkaitan dalam sebuah alat gambar. Drawing (c) tertentu. (0c) menggunakan sifat yang diberikan dengan gambar yang diberikan. (2c) gambar. Menarik kesimpulan Dari berbagai macam gambar mampu gambar untuk dari informasi menjelaskan menggambar yang diberikan konsep/gagasan atau untuk yang tidak membangun menggambar standar dalam suatu gambar. sebuah berbagai macam (1c) bangun. (3c) sistem deduktif. (4c) menyadari memahami menggunakan menggunakan memahami ada bahwa gambar sifat-sifat aturan-aturan batasan-batasan perbedaan dapat gambar untuk yang masuk dan dan kesamaan diklasifikasikan menentukan akal untuk kemampuan- antara ke dalam jenis apakah satu membangun kemampuan gambar. yang berbeda. kelas gambar bukti-bukti dari asums- memahami menyadari yang dan dapat asumsi dan Logical konservasi bahwa sifat terkandung di mengambil postulat- (d) bentuk gambar dapat digunakan kelas lain. (2d) kesimpulan dari informasi- postulat yang ada. dalam untuk informasi yang Mengetahui berbagai membedakan diberikan. (3d) kapan sebuah posisi. (0d) gambar. (1d) sistem dari postulat bersifat independen, konsisten, dan dapat dikelompokkan.

25 32 (4d) menarik mengidentifik menjelaskan memahami kesimpulan menggunakan asi bentuk- sifat geometris konsep model tentang sifat- model-model bentuk dari benda- matematika sifat objek dari matematika geometris benda fisik dan yang mewakili informasi yang untuk dalam obyek mengubah hubungan diberikan dan menjelaskan Applied (e) fisik. (0e) fenomena fisik tersebut di atas kertas atau antara obyek. (2e) dapat menyelesaikan masalah yang sistem yang bersifat abstrak dan model. berkaitan menggambar menggunakan dengan sifat-sifat fisik, model geometri masalah- sosial, dan tersebut dalam masalah objek fenomena alam. pemecahan tersebut. (3e) (4e) masalah. (1e) B. Kerangka Berpikir Matematika bukan hanya berkaitan dengan berhitung saja tetapi berkaitan juga dengan penalaran. Selain itu, matematika juga berkaitan dengan bentukbentuk atau struktur yang abstrak sehingga siswa-siswa menganggap matematika itu sulit. Menurut Ruseffendi (2006) dalam matematika terdapat objek yang terkait langsung dengan aktifitas belajar matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan aturan/prinsip. Keempat objek langsung ini dapat dibedakan antara satu dengan lainnya secara jelas karena masing-masing objek langsung tersebut dapat didefinisi secara jelas. Seperti yang dijelaskan objek matematika itu selain konsep juga ada keterampilan. Apalagi jika mereka dihadapkan dengan soal yang berkaitan dengan geometri sebagai salah satu materi yang dipelajari dalam matematika. Yang menganggap bahwa keterampilan sangat dibutuhkan dalam memecahan masalah geometri. Namun menurut beberapa hasil penelitian

26 33 mengungkapkan bahwa geometri dianggap paling susah dan rendah hasil prestasinya. Berdasarkan data dari TIMSS pada tahun 2007 (dalam Mega Teguh Budiarto, 2011: 8), skor yang diperoleh oleh negara Indonesia pada konten geometri merupakan skor terendah dibandingkan materi bilangan, aljabar, data dan perubahannya. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam geometri terlihat masih rendah. Selain itu, seperti yang diungkapkan Siregih Sehatta (2002) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa berdasarkan penelitian tersebut diperoleh fakta bahwa secara umum siswa belum memiliki kemampuan yang baik mengenai sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap jenis segitiga sehingga belum bisa mengklasifikasikan suatu objek segitiga dalam hal ini klasifikasi jenis segitiga sama kaki, sama sisi, dan siku-siku. Berdasarkan hal ini, perlu adanya perhatian tentang pemahaman konsep segitiga dan keterampilan yang menunjang dalam pemahaman konsep geometri. Sedangkan menurut hasil penelitian Mega Teguh Budiarto & Aisia Sofyana (2011) mengemukakan bahwa siswa mempunyai karakteristik keterampilan yang berbeda-beda untuk setiap tingkat dalam teori van Hiele, yaitu antara tingkat 0, tingkat 1, dan tingkat 2. Dari penelitian-penelitian yang dijelaskan di atas disimpulkan bahwa kemampuan geometri siswa masih relatif rendah yang disebabkan oleh pemahaman dan keterampilan dasar siswa masih lemah dalam memecahan masalah geometri. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ada beberapa kompetensi yang harus ditunjukkan pada hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika, salah satu kompetensi tersebut adalah pemecahan masalah. Secara umum untuk memecahkan masalah matematika, siswa bisa menggunakan beberapa strategi-strategi. Untuk beberapa kasus tertentu memerlukan keterampilan khusus untuk pelaksanaan rencana dalam pemecahan masalah. Seperti pada permasalahan geometri, keterampilan geometri siswa dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan rencana dalam memecahkan masalah tersebut. Keterampilan geometri yang dimaksud adalah keterampilan geometri dalam memecahkan masalah geometri yang menurut Hoffer (1981) ada 5 keterampilan, yaitu: (1) keterampilan commit visual to user (visual skill), (2) keterampilan verbal

27 34 (descriptive skill), (3) keterampilan menggambar (drawing skill), (4) keterampilan logika (logical skill), dan (5) keterampilan terapan (applied Skill). Dalam belajar dan menyelesaikan permasalahan geometri siswa juga dituntut untuk bisa memiliki keterampilan-keterampilan geometri tersebut. Hoffer juga menyatakan bahwa dalam menyelesaikan masalah dibutuhkan pemikiran dan keterampilan yang matang. Berhubungan dengan tingkat berpikir dalam geometri, tingkat berpikir siswa bisa diketahui dari teori van Hiele. Hal ini dikarenakan dalam teori van Hiele telah dijelaskan bahwa ada 5 tingkat berpikir siswa dalam geometri, yaitu tingkat 0 (visualisasi), tingkat 1 (analisis), tingkat 2 (deduksi informal), tingkat 3 (deduksi formal), dan tingkat 4 (rigor) dengan karakteristik tiap tingkatannya yang berbeda-beda. Seorang siswa yang berada pada tingkat berpikir lebih rendah tidak dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat lebih tinggi dari tingkat berpikir siswa tersebut. Sehingga jika siswa tersebut dipaksakan untuk memahami materi, siswa itu baru bisa menyelesaikan soal melalui hafalan bukan melalui pengertian. Tingkat berpikir siswa dalam geometri bisa diketahui dengan menganalisis proses penyelesaian soal ditinjau dari indikator-indikator tingkat berpikir van Hiele. Karakteristik tiap tingkat berpikir yang berbeda memungkinkan bahwa keterampilan geometri siswa dalam memecahkan masalah geometri yang dimiliki setiap siswa pada masing-masing tingkat berpikir yang dimiliki juga berbeda. Karena proses berpikir dalam hal ini berkaitan dengan menyelesaikan permasalahan geometri, dimana dibutuhkan keterampilan geometri seperti keterampilan visual, verbal, menggambar, logika dan terapan. Terkait dengan tingkat berpikir van Hiele, seorang siswa yang masuk dalam kategori tingkat 0 (visualisasi) dimungkinkan mempunyai keterampilan visual, verbal dan mnggambar dengan mengidentifikasi bentuk melalui gambar dan belum mengerti mengenai sifat-sifatnya. Sedangkan, siswa yang berada pada tingkat 1 (analisis) yang mulai bisa menganalisis sifat-sifat kemungkinan keterampilan yang dimiliki sudah mencapai keterampilan logika. Hal ini dikarenakan siswa yang berada pada tingkat 1 (analisis) cenderung bisa mendefinisikan sebuah bangun menurut sifatsifat yang dimiliki. Mengetahui keterampilan geometri dan tingkat berpikir siswa

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE (Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 16 Surakarta Tahun Ajaran 2013/2014) Nur aini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Geometri untuk SMP 1. Pengertian Geometri Ruang lingkup materi bahan kajian matematika pada kurikulum pendidikan dasar untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri

Lebih terperinci

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele

Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Pengalaman Belajar sesuai Teori Berpikir van Hiele Posted by abdussakir on May 5, 2009 A. Teori Berpikir van Hiele Teori van Hiele yang dikembangkan oleh dua pendidik berkebangsaan Belanda, Pierre Marie

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Tahap-tahap Berpikir van Hiele Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof adalah sepasang suami-istri bangsa Belanda yang mengabdi sebagai guru matematika di negaranya. Pada tahun

Lebih terperinci

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE

ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE ANALISIS KETERAMPILAN GEOMETRI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH GEOMETRI BERDASARKAN TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE Nur aini Muhassanah 1, Imam Sujadi 2, Riyadi 3 1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam

BAB I PENDAHULUAN. sistematis dalam menyelesaikan persoalan kehidupan sehari-hari atau dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai bagian dari kurikulum, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas dasar pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu cabang matematika yang diajarkan di sekolah adalah Geometri. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu yang wajib dipelajari di sekolah. Hal ini dikarenakan matematika memiliki peranan yang sangat penting khususnya dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2

KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) Mapel Matematika kls VII s/d IX. 1-2 KTSP Perangkat Pembelajaran SMP/MTs, PERANGKAT PEMBELAJARAN STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Mata Pelajaran Satuan Pendidikan Kelas/Semester : Matematika. : SMP/MTs. : VII s/d IX /1-2 Nama Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam pembelajaran matematika di sekolah matematika dibagi atas beberapa sub pelajaran, diantaranya sub mata pelajaran geometri. Peranan geometri dalam pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber

BAB I PENDAHULUAN. dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan suatu bangsa bergantung pada kualitas pendidikan yang dimilikinya. Kualitas pendidikan akan menggambarkan kualitas SDM (sumber daya manusia) sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Masalah Masalah sebenarnya sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masalah tidak dapat dipandang sebagai suatu

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 09. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan pendidikan manusia mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sarbaini, Identifikasi Tingkat Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Van

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sarbaini, Identifikasi Tingkat Berpikir Siswa Berdasarkan Teori Van BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ilmu dasar yang mendukung kemajuan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah matematika. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir siswa, karena itu matematika sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi

Lebih terperinci

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A)

42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) 42. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunanetra (SMPLB A) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B)

43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) 43. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB B) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) 41. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING

2015 PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER

ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER ANALISIS TINGKAT BERPIKIR SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI GENDER Isnaeni Maryam Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo E-mail: ice_ajah17@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika

Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Geometri dan Pengukuran dalam Kurikulum Matematika Farida Nurhasanah 2012 SI SD kelas I smt 1 Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu dan panjang 3. Mengenal beberapa bangun ruang 2.1 Menentukan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE

DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Pedagogy Volume 2 Nomor 1 ISSN 2502-3802 DESKRIPSI KEMAMPUAN GEOMETRI SISWA SMP BERDASARKAN TEORI VAN HIELE Zet Petrus 1, Karmila 2, Achmad Riady Program Studi Pendidikan Matematika 1,2,3, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat, melimpah dan mudah. Siswa sebagai individu pembelajar perlu memiliki

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika memiliki peran yang sangat luas dalam kehidupan. Salah satu contoh sederhana yang dapat dilihat adalah kegiatan membilang yang merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geometri merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika yang mempelajari titik, garis, bangun, hubungan antara garis, panjang, luas, volume, dan lain-lain

Lebih terperinci

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. ILMU DAN MATEMATIKA ILMU Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. John Warfield; Ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Soal Matematika Menurut Saputro (2012), soal matematika adalah soal yang berkaitan dengan matematika. Soal tersebut dapat berupa soal pilihan ganda ataupun soal uraian. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar tersebut, sudah dapat dipastikan pengetahuan-pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dasar tersebut, sudah dapat dipastikan pengetahuan-pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan dasar merupakan landasan dan wahana yang menjadi syarat mutlak yang harus dikuasai peserta didik untuk menggali dan menempa pengetahuan selanjutnya. Tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut seseorang

Lebih terperinci

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 37. Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR VAN HIELE

TEORI BELAJAR VAN HIELE TEORI BELAJAR VAN HIELE A. Pendahuluan Banyak teori belajar yang berkembang yang dijadikan landasan proses belajar mengajar matematika. Dari berbagai teori tersebut, jarang yang membahas tentang pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran Matematika Matematika (dari bahasa Yunani: mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola, merumuskan

Lebih terperinci

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan

08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang B. Tujuan 08. Mata Pelajaran Matematika A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK

Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele ABSTRAK Analisis Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Tentang Bangun Datar Ditinjau Dari Teori Van Hiele 1 Wahyudi, 2 Sutra Asoka Dewi 1 yudhisalatiga@gmail.com 2 sutrasoka@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

KETERAMPILAN DASAR GEOMETRI SISWA KELAS V DALAM MENYELESAIKAN SOAL BANGUN DATAR BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DI MI AL ISTIQOMAH BANJARMASIN

KETERAMPILAN DASAR GEOMETRI SISWA KELAS V DALAM MENYELESAIKAN SOAL BANGUN DATAR BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DI MI AL ISTIQOMAH BANJARMASIN KETERAMPILAN DASAR GEOMETRI SISWA KELAS V DALAM MENYELESAIKAN SOAL BANGUN DATAR BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA DI MI AL ISTIQOMAH BANJARMASIN Nonong Rahimah, Asy ari STKIP PGRI Banjarmasin,STKIP PGRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang mempunyai objek kajian abstrak, universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir terjadi di setiap negara, bahkan negara kita Indonesia. Dari pandangan awal bahwa matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. dituntut memiliki daya nalar kreatif dan keterampilan tinggi. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perubahan dunia hampir di semua aspek kehidupan manusia, berkembang sangat pesat terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini telah mengantar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui

BAB II KAJIAN TEORETIS. matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini berisi gambaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, mengapa masalah ini diangkat menjadi bahasan penelitian, rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sangat penting bagi setiap orang untuk mengembangkan proses berpikir manusia sehingga menjadi logis dan sistematis. Matematika adalah suatu ilmu universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisika, teknik, dan statistik. Salah satu bidang ilmu yang menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. fisika, teknik, dan statistik. Salah satu bidang ilmu yang menggunakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dalam dunia pendidikan, matematika memiliki peranan yang penting dan luas sebagaimana pendapat Muijs dan Reynold (2013:19) yang menyatakan, matematika merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Matematika Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa, matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses yang harus dilalui individu sehingga dapat meningkatkan kualitas pribadi di masyarakat. Menurut Djumali, dkk (2013: 1) pendidikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE

ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE ANALISIS KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 03 TUNTANG TENTANG BANGUN DATAR DITINJAU DARI TEORI VAN HIELE JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat guna mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan diupayakan untuk memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri baik fisik maupun nirfisik;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya akan selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat dan kemajuan bangsa. Manusia yang selalu diiringi pendidikan, kehidupannya akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. diungkapkan kembali oleh siswa. 1. siswa adalah kemampuan yang ada pada diri siswa untuk menerima,

BAB II KAJIAN TEORI. diungkapkan kembali oleh siswa. 1. siswa adalah kemampuan yang ada pada diri siswa untuk menerima, BAB II KAJIAN TEORI A. Retensi Siswa 1. Pengertian Retensi Siswa Retensi siswa berasal dari kata retensi dan siswa. Dari kedua kata tersebut digabungkan memiliki pengertian menjadi kemampuan siswa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu eksak. Suherman menjelaskan bahwa pelajaran matematika mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu eksak. Suherman menjelaskan bahwa pelajaran matematika mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metematika mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari - hari. Hampir semua ilmu membutuhkan matematika sebagai alat bantu, terutama ilmu-ilmu eksak.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan ini menjadi fokus penting dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA USIA TAHUN DI BANDA ACEH. Intan Kemala Sari 1. Abstrak

PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA USIA TAHUN DI BANDA ACEH. Intan Kemala Sari 1. Abstrak PROFIL PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA USIA 14-15 TAHUN DI BANDA ACEH Intan Kemala Sari 1 Abstrak Pemecahan masalah merupakan suatu proses psikologis yang melibatkan aplikasi dalil-dalil atau teorema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan. Bagi sebagian murid sekolah, matematika dianggap pelajaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Konsep, Konsepsi dan Prakonsepsi Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek, misalnya benda-benda atau kejadian-kejadian yang mewakili kesamaan ciri khas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Seorang guru ketika memberikan pelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika, diharapkan dapat mengoptimalkan siswa dalam menguasai konsep dan memecahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat berperan penting dalam kemajuan teknologi dan informasi di era globalisasi ini. Setiap negara berlomba-lomba dalam kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru terbaik begitu pula dengan pengalaman belajar dan mengajar. Pengalaman belajar merupakan hal penting bagi semua orang

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah

Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah Aep Sunendar Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Majalengka Email:aep165@yahoo.co.id Abstrak Artikel ini mengkaji bagaimana pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan bidang ilmu yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap insan karena manfaatnya berdampak langsung dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa :

Pernyataan ini juga di ungkapkan oleh Bambang R (dalam Rbaryans, 2007) yang menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan IPTEKS sekarang ini telah memudahkan kita untuk berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai belahan dunia, namun disisi

Lebih terperinci