BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Permasalahan
|
|
- Benny Johan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 22 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Permasalahan Perilaku agresif merupakan salah satu permasalahan yang kerap muncul dan sering terjadi pada anak. Anak tidak hanya mengenal arti agresi, akan tetapi mereka juga sering melakukannya, baik di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Perilaku ini umumnya sudah dapat terlihat sejak masa kanak-kanak awal, dan mulai semakin terlihat ketika menginjak usia sekolah dasar. Wilson dan Lipsey (2007) menyatakan bahwa masa sekolah dasar merupakan masa yang rentan bagi anak untuk menunjukkan perilaku agresif. Hal ini karena pada masa sekolah dasar, anak memiliki tugas-tugas perkembangan, dimana secara sosial mereka dituntut dapat menjalin hubungan yang akrab dengan teman sebaya, sedangkan secara emosi mereka belajar mengenal dan mengekspresikan emosi mereka secara tepat (Charlesworth, Wood & Viggiani, 2007). Namun seiring dengan berjalanannya waktu, tidak semua anak memiliki kematangan emosi yang berkembang sesuai dengan tahapan usianya, sehingga memungkinkan bagi sang anak untuk berperilaku agresif dalam mengatasi persoalan mereka sehari-hari. Perilaku ini biasanya muncul karena adanya ketidaktahuan anak dalam mengendalikan dan melampiaskan rasa marah dalam dirinya secara tepat (Berkowitz, 1995). Untuk itu, diperlukan adanya suatu bentuk pendampingan yang bisa diberikan oleh orang tua di rumah maupun guru di sekolah yang dapat
2 23 membantu meningkatkan kompetensi sosial dan emosi anak agar tidak terjadi penyimpangan perilaku yang semakin meluas. Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik, maupun psikis yang menimbulkan kerugian atau bahaya bagi orang lain ataupun merusak milik orang lain (Berkowitz, 1995). Adelman dan Taylor (2011) menyatakan bahwa sekitar (12 22) % siswa di sekolah dasar beresiko mengalami gangguan emosional dan perilaku, dan baru sedikit diantara mereka yang sudah mendapatkan pelayanan dengan tepat. Di Indonesia sendiri, kasus anak yang terlibat dalam aksi agresivitas secara kuantitas selalu mengalami peningkatan. Bentuk-bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh siswa sekolah dasar tersebut seringkali ditunjukkan dengan perilaku mengejek teman, menolak melakukan tugas, mengganggu teman, melempar barang, mencubit, menendang, memukul, mendorong untuk mendapatkan keinginan, membuat keributan, berkelahi, serta bertindak usil (Vasta & Haith dalam Syahadat, 2013). Hasil survey yang pernah dilakukan oleh Huneck (2010) juga mengungkapkan bahwa sekitar (10 60) % siswa sekolah dasar di Indonesia melaporkan mendapat tindak agresif melalui temannya, seperti: ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, maupun dorongan. Hal tersebut terjadi minimal satu kali dalam seminggu (Fitrina, 2011). Peneliti juga mendapatkan adanya temuan di lapangan mengenai tindakan agresivitas yang dilakukan oleh siswa di SDIT H, Yogyakarta. Dari hasil observasi dan wawancara terhadap guru kelas yang telah dilakukan pada tanggal 05, 09 dan 20 Oktober 2015, didapatkan data bahwa terdapat hampir sebagian besar siswa di kelas IV dan V sering menunjukkan perilaku agresif mereka di
3 24 dalam kelas. Adapun bentuk-bentuk perilaku agresif yang sering dilakukan antara lain ialah: mengejek teman dengan perkataan yang kasar hingga menyakiti hati temannya, memukul dan menendang teman hingga teman kesakitan, berusaha mencelakakan teman, membuat kebisingan (seperti berteriak-teriak, memukulmukul meja, dan berlari-lari di dalam kelas saat proses belajar), membantah dan menyela perkataan guru ketika menerangkan, serta berkelahi antar teman hingga menyebabkan teman terluka. Dari hal tersebut dapat digambarkan bahwa terdapat beberapa siswa di sekolah yang menunjukkan intensitas perilaku agresif yang cukup tinggi, sehingga membuat para guru menjadi kewalahan dalam menangani siswa. Siswa yang awalnya menjadi korban, kini justru menjadi pelaku agresif akibat adanya proses modeling yang dimunculkan. Kelas yang seharusnya bisa menjadi tempat yang nyaman untuk belajar, menjadi tidak kondusif akibat tingginya intensitas perilaku agresif yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan wali kelas, diketahui bahwa hampir sebagian besar siswa tersebut memiliki sifat yang tempramental dan mudah tersinggung. Ketika ada seorang anak yang mengejek anak lainnya, maka dengan cepat anak tersebut akan bereaksi marah dan membalasnya, baik dengan ejekan maupun dengan pukulan. Dari hasil wawancara juga, diketahui bahwa sebagian besar perilaku agresif yang dilakukan anak di sekolah, juga dilakukan oleh anak di rumah. Bentuk-bentuk perlaku tersebut diantaranya ialah membantah perkataan orang tua, membuat keributan seperti berteriak-teriak di rumah ketika keinginan anak tidak terpenuhi, memukul atau bersikap kasar terhadap saudara, melimpahkan kesalahan kepada saudara, serta marah ketika dimintai tolong melakukan sesuatu.
4 25 Dengan beragamnya perilaku agresif yang dilakukan siswa, maka beragam cara pula usaha-usaha yang sudah dilakukan guru dalam mengatasi perilaku agresif siswa di sekolah, diantaranya ialah memberikan nasehat secara personil maupun klasikal, teguran langsung kepada siswa yang bersangkutan, serta mengeluarkan siswa sementara dari kelas apabila guru merasa sudah kewalahan dalam melerai perkelahian antar siswa. Namun berdasarkan pengalaman yang sudah ada, cara-cara tersebut nampaknya masih belum dapat memberikan efek jera secara permanen kepada anak dalam mengurangi perilaku agresif mereka di dalam kelas, sehingga perilaku tersebut cenderung terulang dan belum dapat tertangani secara efektif. Agresi biasanya digunakan oleh anak sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan dan menyelesaikan persoalan. Saat memulai permainan, tak jarang siswa sering mengakhirinya dengan adanya ejekan maupun perkelahian secara fisik. Holmes, Gibson & Danner (2014) menyatakan bahwa anak laki-laki biasanya lebih menunjukkan intensitas perilaku agresif secara fisik, sedangkan anak perempuan lebih sering menunjukkan perilaku secara verbal. Sehingga siswa lakilaki biasanya cenderung lebih sering mengalami hukuman seperti pengusiran atau pengasingan ke luar kelas dibandingkan siswa perempuan. Anak yang berperilaku agresif umumnya tidak memiliki kesadaran tentang perilaku agresif yang dilakukannya. Mereka kurang dapat memahami emosi yang ada dalam diri maupun orang lain (Giles & Heymann, 2004; Graham & Hoen, 1995). Dengan kurang berkembangnya keterampilan sosial emosional yang dimiliki tersebut, banyak anak tidak mampu mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang tepat, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk bertindak
5 26 agresif dalam mengatasi konflik dan permasalahan mereka sehari-hari. Ketika anak dihadapkan pada situasi sosial, seperti saat anak berinteraksi dengan temantemannya, anak yang agresif cenderung kurang terampil dalam mengatasi persoalan, sehingga mereka akan mudah bertindak dan berperilaku yang tidak sesuai dengan aturan yang ada (Berkowitz, 1993 ; Cavel, 2000 ; Graham & Hoen, 1995 dalam Malti, 2006). Pencegahan dan penanganan terhadap perilaku agresif sangatlah perlu dilakukan, mengingat anak yang berperilaku agresif cenderung memiliki kemungkinan mengembangkan pola perilaku yang sama ketika dewasa (Farrington, 1991, Craig dan Robert, 1995). Di sekolah, dampak dari perilaku agresif itu sendiri menyebabkan kelas menjadi tidak kondusif. Guru menjadi tidak maksimal dalam mengajar, sementara siswa lainnya merasa terganggu oleh adanya perilaku agresif dari siswa lainnya. Untuk si pelaku agresif sendiri ia menjadi rentan mengalami adanya peer labelling dan penolakan yang didapat dari lingkungan pertemanannya (Bloomquist dan Schnell, 2002). Perilaku agresi berbeda dengan kenakalan. Banyak masyarakat awam yang menganggap bahwa anak yang nakal marupakan anak yang agresif, padahal tidak semua kenakalan umum yang dilakukan oleh anak dianggap sebagai bentuk agesivitas. Di satu sisi, perilaku agresif anak cukup berkorelasi dengan kenalakan. Krahe (2005) menyatakan bahwa siswa yang berperilaku agresif sejak kanakkanak secara signifikan memiliki hubungan dengan tingkat kenakalan yang dilakukan pada saat remaja. Mereka juga cenderung membawa serta perilaku agresifnya ketika umur semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena perilaku
6 27 agresif yang dimiliki oleh seseorang dapat terus menetap dalam diri seseorang tersebut hingga beranjak dewasa. Terbentuknya sikap anak yang agresif biasanya terjadi melalui proses pengamatan dan pembelajaran yang diperoleh melalui modelling (Tadeshi dan Flson, 2005; Guerra, N. G, Huesmann, L.R & Spindler, A, 2003). Bandura (dalam Anantasari, 2006) menjelaskan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku yang dipelajari, demikian halnya dengan perilaku agresi. Adanya perilaku yang dipelajari berdasarkan pengalaman masa lalu melalui pengamatan dan pengalaman langsung yang mendapat pengukuhan positif maupun negatif menyebabkan seorang anak dapat bertindak agresif. Hal yang serupa juga sempat diutarakan oleh Khumas pada tahun 1997 di kota Yogyakarta menunjukkan adanya korelasi antara minat terhadap film kekerasan dengan kecenderungan perilaku agresi. Demikian juga Santrock (dalam Suprihatin, 2012) menyebutkan bahwa tayangan kekerasan dalam adegan televisi yang terus menerus ditonton oleh anak dapat menyebabkan meningkatnya tingkat agresivitas pada anak. Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Campbell, Shaw dan Gilliom (2000) di Amerika; Deater-Deckard dan Dunn, (1999) di Inggris; Smart dan Oberklaid (2001) di Australia, menunjukkan adanya korelasi yang konsisten antara tempramental anak, gaya pengasuhan orang tua dengan munculnya perilaku agresif pada anak. Pada anak dengan tempramental yang mudah marah, memiliki reaksi emosional negatif yang kuat dan terlalu aktif dan sulit untuk ditenangkan sangat beresiko untuk memiliki adanya gangguan perilaku agresif dan antisosial pada masa awal dan tengah sekolah. Hal ini juga diperkuat oleh
7 28 kurangnya kasih sayang dan peranan orang tua terhadap perkembangan tingkah laku dan emosi anak-anak mereka, seperti penerapan gaya pengasuhan yang keras, tidak konsisten, dan memaksa. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Giles dan Heyman (2004) menunjukkan bahwa anak yang berperilaku agresif bisanya terjadi karena kurangnya kompetensi sosial emosional dalam dirinya. Mereka pada dasarnya kurang memiliki pemehaman diri yang baik, sehingga mereka kurang mampu membedakan antara dirinya dengan orang lain (Malti, 2006). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Einsenberg (dalam Papalia, Old & Feldman, 2008) yang mengemukakan bahwa adanya konflik akibat perilaku agresif tersebut biasanya terjadi karena kurangnya kemampuan anak dalam mengatur emosi negatif dalam dirinya. Untuk itu, adanya latihan pengenalan emosi dan keterampilan bersosialisasi penting diajarkan kepada anak agar anak dapat belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sesuai dengan tuntutan sosial yang ada. Diantara beberapa penyebab di atas, peneliti melihat adanya kaitan yang cukup erat antara perkembangan sosial dan emosional dalam pembentukan perilaku anak. Pada anak yang memiliki keterampilan sosial emosional yang rendah, mereka cenderung lebih rentan berperilaku agresif, sehingga anak akan menunjukkan rasa permusuhan, terutama saat anak dihadapkan pada stimulus sosial yang ambigu, yang sering disalahartikan anak sebagai tanda permusuhan, sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Disamping itu, juga kurang mampu mengontrol emosinya, sulit memhami perasaan dan keinginan orang lain, dan cenderung kurang terampil dalam menyelesaikan konflik sosial (Anderson & Huesman, 2007 ; Elliot, 2001, Cartledge, 1995 ; Berkowitz, 1993).
8 29 Peneliti melihat bahwa belajar sosial emosional (social emotional learning) ini cocok untuk diterapkan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam mengekpresikan emosi dan perilaku. Belajar sosial emosional merupakan suatu proses dimana anak dikenalkan kepada beberapa cara ataupun keterampilan dalam mengenali dan mengelola emosi, mengembangkan kepedulian dan perhatian untuk orang lain, membuat keputusan yang bertanggung jawab, membangun hubungan yang positif dan menangani situasi secara efektif (Merrel & Guliner, 2010). Social emotional learning merupakan salah satu metode belajar yang efektif dalam menangani siswa yang memiliki permasalahan emosi dan perilaku, baik permasalahan internalizing maupun externalizing (Kauffman, 2005). Permasalahan externalizing ini dideskripsikan sebagai perilaku acting out, seperti agresi verbal maupun fisik, kemarahan, mudah tersinggung dan suka menantang. Sedangkan permasalahan internalizing termasuk depresi, kecemasan, penarikan sosial, kesedihan, ketakutan, serta kesulitan dalam bersikap asertif. Meskipun dekimikian, banyak penelitian yang lebih banyak menggunakan social emotional learning ini sebagai suatu bentuk intervensi maupun pencegahan dalam mengatasi perilaku externalizing siswa di sekolah (Christensen, et al, 2009). Salah satu program yang pernah dibuat oleh Merrel, Whitcomb, dan Parisi (2009) dengan menggunakan social emotional learning ini adalah Strong Start dan Strong Kids. Strong Start merupakan suatu program yang dirancang untuk mempromosikan pembelajaran sosial dan emosional kepada siswa di sekolah sebagai upaya pencegahan maupun program intervensi dini. Program ini awalnya dirancang untuk siswa kelas awal (K-2), sedangkan Strong Kids untuk siswa yang pada jenjang yang lebih tinggi, dan dapat digunakan secara efektif pada anak-
9 30 anak yang memiliki faktor resiko tinggi mengalami permasalahan emosi dan perilaku, termasuk perilaku agresi dan mengganggu di kelas. Beberapa penelitian empiris yang pernah diujicobakan menggunakan program Strong Start maupun Strong Kids ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan siswa dalam hal pengelolaan emosi, dan penurunan dalam menghadapi simptom-simptom negatif (Merrel, Feuerborn & Gueldner, 2008). Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan social emotional learning strong kids ini sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Caldarella, dkk pada tahun 2009 di kota Utah, dengan subjek sebanyak 26 siswa kelas IV, dan menggunakan desain quasi experimental. Hasilnya menunjukkan menunjukkan bahwa program Strong Kids terbukti efektif dalam meningkatkan perilaku prososial dan menurunkan perilaku agresif pada anak. Di Indonesia sendiri, bentuk adaptasi dari program Strong Start ini pernah diaplikasikan oleh Zwagery (2012) dalam bentuk program pembelajaran sosial emosional Aku Anak Baik dalam mengatasi perilaku agresif siswa. Program ini menggunakan pendekatan kognitif perilaku, karena melihat faktor kognitf berperan dalam pembentukan perilaku seseorang, khususnya perilaku agresif. Penelitian ini melibatkan subjek siswa taman kanak-kanak. Hasilnya menunjukkan bahwa program pembelajaran sosial emosional Aku Anak Baik dapat menurunkan perilaku agresif pada anak. Beberapa bentuk intervensi lain yang pernah dilakukan dengan melibatkan aspek sosial maupun emosional dalam mengatasi perilaku agresif pada siswa, diantaranya ialah penelitian yang pernah dilakukan oleh Murtiningtyas (2009) dengan judul Pelatihan Keterampilan Sosial Untuk Menurunkan Tingkat Agresif
10 31 Pada Siswa Kelas IV. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial secara signifikan dapat menurunkan perilaku agresif siswa. Selain itu, Syahadat (2013) juga pernah melakukan penelitian dengan judul Pelatihan regulasi emosi untuk menurunkan perilaku agresif pada anak. Subjek dari penelitian tersebut merupakan siswa sekolah dasar kelas V yang berusia 10 tahun dan memiliki kriteria perilaku agresif. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan hasil bahwa pelatihan regulasi emosi terbukti dapat membantu mengurangi perilaku agresif pada anak. Merujuk pada beberapa referensi di atas, peneliti melihat bahwa intervensi yang berkaitan dengan aspek sosial dan emosional dianggap sesuai untuk membantu mengurangi tingkat perilaku agresif pada anak usia sekolah dasar. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk menggunakan intervensi social emotional learning dalam menangani perilaku agresif siswa di sekolah dasar. Dengan adanya pelatihan belajar sosial emosional tersebut, diharapkan siswa dapat lebih mengembangkan keterampilan sosial dan kemampuan mengelola emosi yang ada pada diri mereka melalui strategi coping, sehingga perilaku agresif mereka di sekolah dapat menurun. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan social emotional learning dalam mengurangi tingkat agresivitas siswa di sekolah dasar. C. Manfaat Penelitian
11 32 Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini baik secara teoretis maupun secara empiris adalah : 1. Manfaat Teoretis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan teoritis dalam mengungkap permasalahan psikologi pendidikan yang berkaitan dengan permasalahan emosi dan perilaku siswa b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini ini bisa dijadikan salah satu acuan dalam memberikan ide-ide berdasarkan topik serupa yang akan diteliti 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang positif, agar para siswa dapat lebih mengenal dan mempelajari keterampilan apa saja yang dapat dipelajari dalam mengatasi permasalahan agresi siswa agar tidak semakin meningkat. b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak guru maupun sekolah dalam menangani permasalahan perilaku siswa terkait dengan hal permasalahan emosi dan perilaku agresif siswa. Dengan adanya pengaruh antara variabel tersebut, dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam menangani perilaku agresif pada siswa sekolah dasar. D. Keaslian Penelitian Keaslian penelitian ini didasari oleh beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan tema dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian tersebut antara lain ialah :
12 33 1. Penelitian tentang Program pembelajaran sosial-emosional Aku Anak Baik untuk menurunkan perilaku agresif pada siswa jenjang taman kanak-kanak oleh Zwagery, RV (2012). Subjek penelitian ini ialah enam orang siswa TK yang memiliki karakteristik berperilaku agresif. Intervensi yang digunakan dalam program ini mengadaptasi program Strong Start yang dikemukakan oleh Merrel, Whitcomb, dan Parisi (2009), dengan mengacu pada aspekaspek social emotional learning oleh Dehham dan Weissberg (2004). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat agresivitas pada subjek setelah diberikan program tersebut. Sehingga bisa dikatakan bahwa program pembelajaran sosial-emosional Aku Anak Baik secara efektif dapat menurunkan tingkat peilaku agresif pada siswa jenjang TK. 2. Penelitian selanjutnya mengenai perilaku agresif pada siswa sekolah dasar juga pernah dilakukan oleh Murtiningtyas (2009) dengan judul Pelatihan keterampilan sosial untuk menangani anak agresif. Subjek penelitiannya ialah siswa sekolah dasar kelas IV berjumlah 34 siswa yang berasal dari dua sekolah yang berbeda dan memiliki karakteristik serupa dengan karakteristik penelitian. Subjek memiliki latar belakang keluarga yang cenderung dekat dengan kekerasan, sedangkan orang tua subjek berasal dari kalangan pengangguran, pekerja serabutan, tukang parkir, nahkan pekerja seks. Subjek terbagi menjadi 17 anak sebagai kelompok kontrol dan 17 anak sebagai kelompok eksperimen. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelatihan keterampilan sosial secara signifikan dapat menurunkan perilaku agresif (F = 49,23, p<0,001).
13 34 3. Syahadat (2013) juga pernah melakukan penelitian mengenai perilaku agresif dengan judul Pelatihan regulasi emosi untuk menurunkan perilaku agresif pada anak. Ini merupakan penelitian dengan jenis single case experimental design dengan subjek yang berjumlah dua orang, yang merupakan siswa sekolah dasar kelas V berusia 10 tahun dan memiliki kriteria perilaku agresif. Intervensi yang digunakan ialah dalam penelitian ini ialah pelatihan regulasi emosi yang mengacu pada teori Reivich & Shalle (2002). Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan regulasi emosi terbukti dapat membantu mengurangi perilaku agresif pada anak. 4. Penelitian lainnya juga pernah dilakukan oleh Ali dan Utami (2013) dengan judul Efektivitas buku Pelangi Hatiku dalam menurunkan tingkat agresi siswa di sekolah dasar. Penelitian ini berttujuan untuk mengetahui efektivitas penurunan agresivitas pada siswa sekolah dasar dengan menggunakan buku Pelangi Hatiku. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 19 siswa berusia 10 sampai 12 tahun dengan skor tingat agresivitas sedang sampai sangat tinggi dalam kelompok eksperimen. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat agresivitas siswa sebesar 9,59 % setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan buku Pelangi Hatiku (BPH). Secara kualitatif, BPH mampu menjadi alternatif media bagi para siswa untuk mengungkapkan ide, emosi, dan pengalaman yang dirasakan. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, maka peneliti meyakini ada terdapat beberapa perbedaan yang dilakukan oleh peneliti dari penelitian sebelumnya, yaitu :
14 35 1. Keaslian topik Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti mengangkat topik mengenai pengaruh pelatihan social emotional learning untuk menurunkan tingkat agresivitas siswa sekolah dasar. Penelitian ini memiliki konsep yang hampir serupa dengan penelitian Zwagery (2012). Perbedaannya terletak pada subjek, dimana pada penelitian sebelumnya, subjek diambil pada jenjang taman kanak-kanak (TK), sedangkan penelitian ini mengambil tingkat agresivitas pada jenjang Sekolah Dasar. 2. Keaslian teori Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dan aspek perilaku agresif yang dikemukakan oleh Anderson & Huesman, 2007 (dalam Ridwan 2014). Sedangkan untuk teori belajar sosial emosional, peneliti menggunakan aspek-aspek pembelajaran sosial emosional yang dikemukakan oleh Denham & Weisberg (2004). 3. Keaslian alat ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini ialah sosiometri peer nomination dan skala perilaku agresif siswa sekolah dasar yang dibuat oleh Murtiningtyas (2009), dan merupakan adaptasi dari teori agresivitas yang dikemukakan oleh Anderson & Huesmann (2007). 4. Keaslian subjek penelitian Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan subjek siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) H dengan rentang usia antara 9 hingga 11 tahun yang termasuk dalam kriteria perilaku agresif yang
15 36 didapat melalui hasil peer nomination dan skala yang dibagikan ke guru pada kategori tinggi dan sedang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Agresivitas
37 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas Agresivitas adalah perilaku yang memiliki maksud untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun verbal (Myers, 2010). Hal yang serupa
Lebih terperinciD. Hipotesis Penelitian. social emotional learning dalam menurunkan tingkat agresivitas pada siswa sekolah
61 D. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ialah adanya pengaruh pelatihan social emotional learning dalam menurunkan tingkat agresivitas pada siswa sekolah dasar H Yogyakarta.
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. Azwar, S. (2007). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar
132 DAFTAR PUSTAKA Adelman, H.S & Taylor,L. (2011) Social-emotional well-being of students with disabilities: The importance of student support staff. Minneapolis: University of Minnesota, Institute on
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin berkumpul untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hampir setiap hari berita dari berbagai media menginformasikan pada kita tentang banyaknya perilaku yang mengandung unsur agresi seperti permusuhan, umpatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun. Pada usia ini anak mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak, dan mengabungkan diri
Lebih terperinciH, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING
BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu
BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan keluarga adalah lingkungan sekolah, dan pihak yang cukup
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan pertama tempat anak melatih keterampilan sosial selain di lingkungan keluarga adalah lingkungan sekolah, dan pihak yang cukup berkompeten dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran
Lebih terperinciINTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang
BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciR E N Y N U R L I A N A F
TEKNIK DEPRIVASI SEBAGAI UPAYA MENANGANI AGRESIVITAS PADA ANAK USIA TK S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas
Lebih terperinciPengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak mel
PERKEMBANGAN AGRESI Pengembangan Agresi o Sejak usia prasekolah beberapa anak menunjukkan tingkat abnormalitas yang tinggi terhadap permusuhan atau perlawanan. o Anak melakukan agresi baik secara verbal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinci2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia jumlah anak yang memiliki perilaku yang bermasalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia jumlah anak yang memiliki perilaku yang bermasalah bahkan sampai menjurus ke arah kriminal cukup tinggi. Data dari Yayasan Sekretariat Anak Merdeka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aktivitas anak tidak lepas dari kegiatan bermain dan permainan, kegiatan tersebut dapat mengembangkan interaksi dengan orang lain dan menjalin hubungan dengan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan. ketidakseimbangan, yang tercakup dalam storm dan stres, sehingga remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa penuh gejolak emosi dan ketidakseimbangan, yang tercakup dalam storm dan stres, sehingga remaja mudah terkena pengaruh oleh lingkungan. Hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka mulai memperluas pergaulan sosial dengan teman-teman sebayanya. Menurut Santrock (2003:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian besar orang, Taman kanak-kanak (TK) merupakan sebuah jenjang pendidikan awal bagi anak sebelum mereka memasuki sekolah dasar (SD). Oleh sebab
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F
Lebih terperinciAGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.
AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciPermasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY
Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal
Lebih terperinci1. Disregulasi Neurologik
Berdasarkan beberapa bukti penelitian yang pernah dilakukan dapat diketahui paling tidak ada enam faktor penyebab kenakalan remaja, dan masing-masing faktor tidak berdiri sendiri. Keenam faktor tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan seorang manusia berjalan secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan
Lebih terperinciPELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK
PELATIHAN KETRAMPILAN SOSIAL UNTUK MENGURANGI PERILAKU AGRESIF PADA ANAK Titik Kristiyani, M.Psi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Abstrak Dewasa ini kita banyak mendengar dan membaca
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat
13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi
MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119
Lebih terperinciKEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH
KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : YUNITA AYU ARDHANI F 100 060
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja
Lebih terperinciSTUDI TENTANG PERILAKU AGRESIF SISWA DI SEKOLAH
Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Halaman 243-249 Info Artikel: Diterima14/02/2013 Direvisi20/01/2013 Dipublikasikan 25/02/2013
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat penelitian serta mengulas secara singkat mengenai prosedur
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat
Lebih terperinciFAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan sangat menentukan bagi perkembangan serta kualitas diri individu dimasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat pada saat sekarang ini, telah membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan. Pendidikan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT
HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN Winda Rahmadhani Rafaini 1, Helma 2, Mori Dianto 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. korelasional peneliti dapat mengetahui hubungan sebuah variabel dengan variabel
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan
Lebih terperinci