DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

Transkripsi

1 3 PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA OLEH POLRESTA SURAKARTA DAN POLRES SUKOHARJO Sutiyono, Hadi Mahmud, Hafid Zakariya Fakultas Hukum Universitas Islam Batik Surakarta ABSTRAK Untuk anak yang melakukan tindak pidana, Polresta Surakarta maupun Polres Sukoharjo telah berpedoman pada UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan PP No 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) tahun. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Hasil dari penelitian dan analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1) Upaya penerapan diversi pada tingkat penyidikan terhadap Anak yang melakukan tindak pidana telah dilakukan sesuai dengan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan PP No 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) tahun; 2) Pola pikir masyarakat masih menghendaki pembalasan, masyarakat belum mengetahui bahwa Anak dilindungi oleh UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah, lama waktu untuk mendapat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri tidak seperti yang diatur di UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan PP No 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) tahun, Anak tidak hadir pada hari dilaksanakan eksekusi kesepakatan diversi, biaya pelaksanaan eksekusi kesepakatan diversi masih menjadi perdebatan pihak mana yang menanggungnya, dan sarana dan prasarana di Polresta Surakarta yang belum mencukupi. Kata Kunci : Penyidikan, Anak, Diversi. Website 560

2 LATAR BELAKANG MASALAH Anak adalah amanah dan karunia dari Allah SWT. Anak harus dilindungi martabat dan masa depannya. UU No 3 Thn 1997 tentang Sistem Peradilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Perubahan paradigma penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang awalnya pembalasan terhadap pelaku sekarang berubah menjadi pemulihan terhadap korban dan pemulihan hubungan antar anggota masyarakat seperti keadaan semula. Didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mewujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sebagai generasi penerus bangsa. Untuk anak yang melakukan tindak pidana, Polresta Surakarta berpedoman pada UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan PP No 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) tahun. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi dimaksudkan untuk menghindarkan dan menjauhkan Anak dari proses peradilan pidana sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar. Karena itu diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut. Keadilan Restoratif merupakan suatu proses Diversi, yaitu semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama mengatasi masalah serta menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan korban, Anak, dan masyarakat dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menenteramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat disusun perumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Bagaimanakah mekanisme penerapan diversi pada tingkat penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana di Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo? Website 561

3 2. Apakah hambatan yang dihadapi Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo dalam penerapan diversi pada tingkat penyidikan terhadap anak yang melakukan tindak pidana? METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Pada penelitian ini menggunakan/berdasarkan pendekatan Yuridis Empiris (Mochtar Kusumaatmaja, dalam Hartono dan Sumaryati, 1994:24), dimaksudkan untuk melihat tindakan Kepolisian, baik dalam perspektif yuridis yaitu didasarkan pada peraturan perundangundangan, maupun dalam perspektif empiris yaitu pelaksanaannya oleh Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo, sehingga dapat dilihat apakah sudah mempunyai keserasian antara hukum tertulis dengan hukum in concreto-nya. 2. Lokasi Penelitian Penulis mengadakan penelitian di kantor Polresta Surakarta berkedudukan di Jl. Adi Sucipto No. 2 Banjarsari Surakarta dengan nomor telepon dan Kantor Polres Sukoharjo berkedudukan di Jalan Jaksa Agung R Suprapto No. 15 Sukoharjo Jawa Tengah dengan nomer telepon Data dan Sumber Data Dalam penelitian ini ada dua macam data yang dikaji, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan dicatat untuk pertama kalinya. Data primer diperoleh dengan mengamati tindakan dan mewawancarai narasumber. b. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari tempat penelitian dengan cara membaca buku, literatur, majalah dan Berkas Perkara Penyidikan yang ada di lokasi penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Lapangan Digunakan untuk memperoleh data primer, dengan cara : 1) Dokumenter Website 562

4 Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengambil berkas yang ada di Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo tentang anak yang melakukan tindak pidana. 2) Wawancara Wawancara digunakan untuk mempelajari data yang tidak jelas pada dokumen tentang anak yang melakukan tindak pidana di Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo serta untuk menggali informasi yang tidak dimasukkan didalam dokumen. Yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah penyidik Anak Polresta Surakarta yaitu IPTU ENDANG TH,SH, AIPTU HERI PURWANTO,SH, BRIPKA BUDISANTOSO,SH sedangkan di Polres Sukoharjo, yaitu AIPTU WIJENG RAHAYU ( Kanit PPA Polres Sukoharjo), BRIPDA ERIKA FEBRIANI. b. Penelitian Kepustakaan Yaitu data yang diperoleh dari buku-buku kepustakaan, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain-lain agar diperoleh data-data permulaan untuk digunakan dalam penelitian lapangan termasuk juga teori-teori yang mendukung penelitian. 5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Kualitatif karena data yang diperoleh bukan berupa angka-angka yang akan dianalisa secara statistik, deskriptif karena apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan perbuatan nyata yang diamati dan diteliti semuanya dipelajari secara utuh. Model analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif ( Interactive Model Of Analisis ). Dengan tahapan : a. Reduksi data, merupakan proses pemilihan, pemusatan dan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. b. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Verifikasi, sejak awal pengumpulan data dilakukan pencatatan, pertimbangan pada peraturan-peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi yang mungkin, arahan sebab akibat, dan proporsi untuk mengetahui apa dari hal-hal yang yang kemudian ditarik kesimpulan. Website 563

5 LANDASAN TEORI Hukum Pidana menurut D. Simons dalam bukunya Sudarto (1975:7) 1. keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati, 2. keseluruhan peraturan yang menerapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan 3. keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana. Tindak Pidana menurut D. Simons dalam bukunya Sudarto (1975:32) 1. Perbuatan manusia (berbuat maupun tidak berbuat); 2. Diancam dengan pidana (stratbaar gesteld); 3. Melawan hukum (onrechtmatig); 4. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand); 5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar persoon). Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 1 ayat 5 KUHAP). Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (Pasal 1 ayat 2 KUHAP). Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (pasal 1 ayat 3 UU SPPA). Anak Berhadapan Dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (pasal 1 ayat 2 UU SPPA). Menurut Loraine Gethorpe dalam bukunya Lilik Mulyadi (2014:111) diskresi adalah wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakan yang dimilikinya. Website 564

6 Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (pasal 1 ayat 7 UU SPPA). Restoratif Justice adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan (pasal 1 ayat 6 UU SPPA). PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Upaya penerapan diversi pada tingkat penyidikan terhadap Anak yang melakukan tindak pidana adalah sebagai berikut : 1. Penerimaan Laporan Polisi atau Pengaduan dari orang tua Anak Korban atau wali Anak Korban atau orang yang mengetahui telah terjadi tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Anak. 2. Dilakukan konseling dilanjutkan pemeriksaan terhadap Anak Korban, Saksi. 3. Dilakukan visum terhadap Anak Korban dengan didampingi orang tua / wali oleh dokter yang ditunjuk penyidik. 4. Pemeriksaan saksi-saksi. 5. Dilakukan Gelar Perkara. 6. Pemeriksaan terhadap Anak. 7. Dilakukan penelitian kemasyarakatan oleh Bapas. 8. Musyawarah Diversi 9. Bila proses diversi gagal maka Berita Acara Diversi dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri. Bila proses diversi berhasil maka dibuatkan Berita Acara Kesepakatan Diversi yang ditandatangani oleh semua yang hadir dalam musyawarah tersebut. 10. Kirim Berita Acara Kesepakatan Diversi untuk di mendapat Penetapan dari Pengadilan Negeri. 11. Terbitkan Surat Penghentian Penyidikan. 12. Pelaksanaan Hasil Diversi. 13. Pemantauan Pelaksanaan Hasil Diversi. Website 565

7 Upaya tersebut telah dilakukan sesuai dengan UU SPPA dan PP no 65 tahun Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo dalam menerapkan diversi terhadap Anak mengalami hambatan-hambatan sebagai berikut (wawancara dengan Penyidik Anak Unit PPA Sat Reskrim Polresta Surakarta IPTU ENDANG TH,SH, tanggal 14 Juni 2016 ) : 1. Sebagian besar masyarakat belum mengetahui bahwa Anak dilindungi oleh UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA, 2. Pola pikir masyarakat yang masih menghendaki pembalasan (retributif), 3. Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah. (Wawancara dengan Kanit PPA Polres Sukoharjo AIPTU WIJENG RAHAYU, tanggal 16 Juni 2016 ) : 1. Lama waktu untuk mendapat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri, 2. Anak tidak hadir pada hari dilaksanakan eksekusi, 3. Beaya pelaksanaan eksekusi. Hambatan lain yang dihadapi Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo dalam menerapkan diversi terhadap Anak adalah (wawancara dengan Penyidik Anak Polresta Surakarta BRIPKA BUDI SANTOSO,SH, tanggal 9 Juli 2016 dan Penyidik Anak Polres Sukoharjo BRIPDA ERIKA FEBRIANI, tanggal 15 Juli 2016 ),yaitu sarana dan prasarana di Polresta Surakarta yang belum mencukupi diantaranya : 1. Ruang bermain anak 2. Ruang konseling 3. Ruang istirahat untuk pihak-pihak yang harus hadir disaat pemeriksaan maupun disaat musyawarah diversi 4. Ruang mediasi 5. Alat / permainan untuk anak Website 566

8 KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Upaya penerapan diversi pada tingkat penyidikan terhadap Anak yang melakukan tindak pidana telah dilakukan sesuai dengan UU SPPA dan PP no 65 tahun Hambatan dalam upaya penerapan diversi terhadap Anak : a. Masyarakat belum tahu bahwa Anak dilindungi oleh UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA, b. Kesadaran hukum masyarakat masih rendah, c. Pola pikir masyarakat yang masih menghendaki pembalasan (retributif), d. Lama waktu untuk mendapat penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri tidak seperti yang diatur di UU SPPA dan PP no 65 tahun 2015, e. Anak tidak hadir saat dilaksanakan eksekusi kesepakatan diversi, f. Biaya pelaksanaan eksekusi kesepakatan diversi belum ditentukan siapa yang menanggung. g. Sarana dan prasarana di Polresta Surakarta dan Polres Sukoharjo yang belum mencukupi Website 567

9 Saran 1. Polri harus meningkatkan profesionalisme. 2. Anggaran untuk Polri harus ditambah. 3. Perlu meningkatkan kesejahteraan anggota Polri disertai pembinaan akhlak, peningkatan kemampuan, pengawasan serta penegakan disiplin. 4. Upaya penerapan diversi yang sudah sesuai dengan UU SPPA dan PP no 65 tahun 2015 sebaiknya dituangkan dalam bentuk buku pedoman. 5. Pemerintah harus bekerja sama dengan semua pihak untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran hukum masyarakat agar kriminalitas dapat dikurangi. 6. Orang tua harus memberi pendidikan agama, memberi contoh yang baik dan mengawasi anak-anaknya. 7. Menata birokrasi di sub sistem peradilan pidana agar efektif dan efisien baik dari segi waktu maupun biaya. DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 1996, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sapta Artha Jaya. Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Jakarta, Akademika Pressindo. Eva Achjani Zulfa, 2011, Pergeseran Paradigma Pemidanaan. Bandung, CV. Lubuk Agung HB. Sutopo, 2000, Pengantar Metodelogi Penelitian Kualitatif, Surakarta : Makalah Diktat Penelitian Hukum UNS. Lilik Mulyadi, 2014, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Bandung, PT. Alumni. Moeljatno, 1987, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta, PT. Bina Aksara. M. Iqbal Hasan, 2002, Metodologi Penelitian Hukum Bagian II ; Surakarta. UNS Press Mochtar Kusumaatmaja dalam Hartono Sumaryati, 1994, Penelitian Hukum di Akhir Abad 20, Bandung, PT. Alumni. Soejono, 1973, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. (edisi ketiga), Jakarta, CV. Balai Pustaka. Website 568

10 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press. Sudarto, 1975, Hukum Pidana. Semarang, Badan Penyediaan Bahan Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Yahya Harahap M, 1988, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Jakarta, Sinar Grafika. Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung, PT Eresco. Undang-undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) tahun. Peraturan Kapolri Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor. Peraturan Kabareskrim Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Di Lingkungan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Website 569