KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA"

Transkripsi

1 ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta KotakPosNo Jakarta Telepon : (Sentral) Fax: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP2TAHUN2013 TENTANG KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan pengoperasian peralatan dan utilitas bandar udara secara optimal, perlu diatur kriteria penempatan peralatan dan utilitas bandar udara ditinjau dari aspek teknis maupun aspek operasional; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Kriteria Penempatan Peralatan dan Utilitas Bandar Udara; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295); 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;

2 5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2010; 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulations Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome); 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan; 8. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/40/II/98 tentang Tata Cara Pemeriksaan Prasarana dan Sarana Penerbangan; 9. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/82/VI/2005 tentang Sertifikat Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan; 10. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/302/V/2011 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian (Advisory Circular CASR Part ), Lisensi Personel Bandar Udara; 11. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP.289 TAHUN 2012 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian (Advisory Circular CASR Part ), Prosedur Pengujian Di Darat Alat Bantu Pendaratan Visual; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA. Pasal 1 1. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

3 2. Peralatan dan Utilitas Bandar Udara adalah peralatan bandar udara yang digunakan untuk menunjang operasi bandar udara. 3. Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar Udara dan/atau Badan Hukum Indonesia yang mengoperasikan bandar udara khusus. 4. Direktur adalah Direktur Bandar Udara. Pasal 2 Setiap Penyelenggara Bandar Udara harus menempatkan Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sesuai dengan kriteria penempatan Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sebagaimana termuat dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal 3 Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi : a. alat bantu pendaratan visual, terdiri dari : 1) Approach Lighting System; 2) PAPI/A-PAPI; 3) Runway Threshold Identification Light (RTIL); 4) Lead In Light (LIL); 5) Circling Guidance Light; 6) Runway Edge Light; 7) Runway Threshold Light/Runway End Light; 8) Runway Center line Light; 9) Turning Area Light; 10) Runway Touchdown Zone Light; 11) Stopway Light; 12) Taxiway Edge Light; 13) Taxiway Centerline Light; 14) Stopbar Light; 15) Runway Guard Light; 16) Rotating Beacon; 17) Wind Direction Indicator; 18) Obstruction Light; 19) Taxiway Guidance Sign; 20) Aircraft Docking Guidance System (ADGS)/Visual Docking Guidance System (VDGS); dan 21) Constant Current Regulator (CCR). b. sistem mekanikal dan elektrikal bangunan, terdiri dari : 1) Perlengkapan Hubung Bagi (PHB); 2) Kabel Tanah (Underground Cable); 3) Transformator; dan 4) Air Conditioning (AC) Split.

4 c. sistem pengamanan kelistrikan, yaitu penangkal petir; d. sistem pengamanan bangunan gedung terhadap kebakaran, terdiri dari Fire Fighting System (Hydrant Pillar, Hydrant Box, Hydrant Pump, Sprinkler, dan APARj; e. sistem informasi dan elektronika bandar udara, terdiri dari : 1) Flight Information Display System (FK)S); dan 2) Public Address System {PAS). f. sistem catu daya, yaitu Generating Set (Genset) g. pencahayaan bandar udara, yaitu apronflood light. Pasal 4 Direktur mengawasi pelaksanaan Peraturan ini. Pasal 5 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Ketentuan mengenai kriteria penempatan peralatan dan utilitas bandar udara dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/113/VI/2002 tentang Kriteria Penempatan Fasilitas Elektronika Dan Listrik Penerbangan, dinyatakan tidak berlaku. Pasal 6 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : Ditetapkan di : JAKARTA pada tanggal : 4JANUARI2013 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, TTD HERRY BAKTI 1. Menteri Perhubungan; 2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan; 3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 5. Para Direktur di lingkungan Ditjen Hubud; 6. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara; 7. Para Kepala Bandar Udara UPT di lingkungan Ditjen Hubud; 8. Direktur Utama PT (Persero) Angkasa Pura I; dan 9. Direktur Utama PT (Persero) Angkasa Pura II. Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HUMAS SETDITJEN HUBUD

5 LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 2 TAHUN 2013 TENTANG KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA TANGGAL : 4 JANUARI 2013 KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA A. ALAT BANTU PENDARATAN VISUAL A. 1. APPROACH LIGHTING SYSTEM A.l.l. UMUM Approach Lighting System merupakan salah satu peralatan bantu pendaratan visual yang berfungsi memberikan informasi/panduan secara visual kepada penerbang mengenai arah menuju landas pacu pada saat terakhir akan mendarat (final approach). Approach Lighting System merupakan konflgurasi susunan lampu-lampu yang terpasang simetris dari ujung perpanjangan landas pacu pada approach area sampai dengan ambang landas pacu (threshold). A KRITERIA PENEMPATAN APPROACH LIGHTING SYSTEM A ODALS (Omnidirectional Approach Lighting System) Omnidirectional Approach Lighting System (ODALS) menyediakan alternatif Simple Approach terdiri dari 6 (enam) unit lampu strobe omnidirectional terletak diperpanjangan garis tengah landas pacu dengan jarak 540 meter jarak antar lampu 90 meter. Lihat Gambar 1.1. A SALS (Simple Approach Lighting System) Simple Approach Lighting System (SALS) sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu terdiri dari 17 (tujuh belas) unit lampu omnidirectional dimana memungkinkan berjarak 420 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis melintang (Cross Bar) sepanjang 18 meter atau 30 meter pada jarak 300 meter dari ambang landas pacu (threshold) jarak antar lampu 60 meter. Lihat Gambar 1.2.

6 540 M 90 M 90 M / / Q C X SFL SFL SFL SFL SFL SFL -H-n H-"-- -SH3-- - H Gambar 1.1 ODALS (Omnidirectional Approach Lighting System) 420 M 300 M /f / 60 M 60 M D 1 <N ----Qa--[}a-{]a--na [}a Qa-Qa Da Gambar 1.2 SALS (Simple Approach Lighting System)

7 A MALS (Medium Approach Lighting System) Sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu terdiri 45 (empat puluh lima) unit lampu omnidirectional, dimana memungkinkan berjarak 420 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 21 meter pada jarak 30 meter dari ambang landasan (threshold) jarak antar bar 60 meter. Lihat Gambar 1.3. A Precision Approach Runway Runway yang dilengkapi dengan peralatan bantu visual yang memberikan arah dan sudut kemiringan pesawat yang harus diikuti untuk keselamatan mendarat, dilayani juga oleh ILS (Instrument Landing System). a. Precision Approach Lighting System (PALS) CAT I adalah sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu dimana memungkinkan berjarak 900 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 30 meter pada jarak 300 meter dari ambang landasan (threshold) jarak antar bar 30 meter. Lihat Gambar 1.4. b. Precision Approach Lighting System (PALS) CAT II dan III adalah sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu dimana memungkinkan berjarak 900 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan 2 (dua) garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 30 meter pada jarak 150 meter dan 300 meter dari threshold dan mempunyai 2 (dua) sisi garis cahaya sepanjang 270 meter dari threshold yang disebut Siderow. Serta dipasang Runway Touch Down Zone Light pada area Runway Touch Down Zone. Lihat Gambar 1.5.

8 Pola sudut turun untuk menghindari ketinggian melebihi 12 m Ketinggian pemasangan alternative jika tanahnya lebih mudah dan lampu dapat dipasang antara 3 m dan 6 m diatas level permukaan tanah Lampu dipasang pada kenaikan kemiringan maksimal yang diperbolehkan untuk permukaan tanah yang tinggi Permukaan approach (batas tertinggi lampu) Pemasangan pada permukaan tanah A - Tanah Naik

9 End Stopway Tinggi crossbar diasumsikan sesuai cross/all di tanah Lampu dipasang pada kemiringan turun maksimal yang diijinkan untuk mengurangi ketinggian pole di bukit Runway Level Pemasangan pada permukaan tanah Batas terendah lampu 1 sampai 66 dari threshold ke 300 m luar 1 sampai 40 dari 300 m luar ke 900 m luar B - Tanah Turun

10 M 0MMMM s=sr\*t 00MMM o I 4 GO M B -w CO >j CO O fn 9 = s'ixf w s> 7 n s> 9 = nxj7 w is o cc o c a a < t! CO < o o m 0000Q CO o a o QlOHSH^Hl

11 THR/RWE \ \ D 2 HI o /w entre' INK s V o.no oo o ** o -n. In nn nn 43: JT. Q-as i as-d -as t-as as SB n 4J JD D D D D SW-D JT. sap BBj^ SD Q D *. I n P P _ P n. ji ' JT. JT. QJT- Djt. n jt. JT JT. DJT. =-TL Q-G-_Q-n- PJ~L UJT. JT. JT. 'as; as'-ss.-asu a&n ssh-bs BB. -asy-as, I-SB las JT.. BBU BHJJ -BBU-BSQ- BS BB DDDnDDljrjiJQEnDn D Q D- CENTRE FLASHER LINE BARS (ELEVATED \ o V 10 x 30 = 300 M ± 15 M 20x30 = 600M±15M 30 x 30 = 900 M ±15M Gambar 1.4 Precision Approach Lighting System (PALS) CAT I

12 tns = SZ'l*fr nmnn r^e pnma 0 Q I OP! ID J2 I HIj ID & - onrnp H w DDDDD,a, DDDDD eft DDDDD rft < 03 DDDDD i ail id cjffl gftttd _.0 DDDDD eft DDDDD -H S O o SO II o m o X s «/T 5 csa i ij in -H CO DDDDD rft pmnp O o o II o r*t 5 woe n DDDDDDDD 121 S"0l = ST* ODD DDD i a i :i id J2 H DDDDD rft PPOPP m 'n DDDDD rft i mij in rft i/t -rl?' X O C*"> I t in DDD DDDDD DDD DDD DDD DDDDD DDDDD rft DI. I X ID O o O to o x O DDD LB IJ IP ft on. DDD ooo rft oqooo Po. s/ssssss ooo H^HAO ^ / / s s s X H ^ 1 is

13 A.2. PAPI/APAPI A.2.1 UMUM Precision Approach Path Indicator (PAPI) merupakan salah satu alat pendaratan visual yang berfungsi memandu pesawat udara yang akan mendarat dengan memberikan sudut pendaratan yang tepat kepada pesawat udara tersebut. Untuk landas pacu yang telah dilengkapi ILS, maka besarnya sudut pendaratan PAPI harus sama dengan sudut pendaratan yang diberikan oleh Glide Slope ILS. A.2.2 KRITERIA PENEMPATAN PAPI/APAPI A Obstruction Protection Surface Sebelum menetapkan lokasi unit-unit PAPI/APAPI terlebih dahulu harus ditetapkan bidang proteksi (lahan penempatan PAPI/APAPI) terhadap rintangan yang ada (Obstruction Protection Surface). Karakteristik dari bidang proteksi ini, seperti titik awal pelebaran (origin divergence), panjang dan besar sudutnya harus mengikuti spesifikasi dalam kolom terkait pada Tabel 1. di bawah ini dan Gambar 1.6. Tabel 1. Dimensi dan Kemiringan Bidang Proteksi Rintangan (Dimensions and slopes ofthe obstacle protection surface) Jenis/Code number Runway (Runway type/code number) Non - Instrument Code number Instrument Code number Dimensi Bidang (Surface Dimensions) 1 Panjang sisi bagian dalam (Length ofinner edge) 60 m 80 m" 150 m 150 m 150 m 150 m 300 m 300 m Jarak dari threshold (Distance from threshold) 30 m 60 m 60 m 60 m 60 m 60 m 60 m 60 m Pelebaran (tiap sisi) (Devergence (each side)) 10% 10% 10% 10% 15% 15% 15% 15% Panjang keseluruhan (Total length) m mb m m m 7.500mb m m Kemiringan (Slope) a) T-VASISdan AT-VASIS b) PAPId c) APAPIC 1,9 1,9 1,9-1,9 1,9 1.9 A-0,57 A-0,57 A-0,57 A-0,57 A-0,57 A-0,57 A-0,57 A-0,9 A-0,9 A-0,9 A-0,9 a. Panjang bertambah hingga 150 m untuk T - VASISatau AT- VASIS. (This length is to be increased to 150m fora T- VASISatauAT- VASIS). b. Panjang bertambah hingga m untuk T - VASIS atau AT- VASIS. (This length is to be increasedto m fora T- VASIS atauat- VASIS). c. Tidak ada kemiringan yang ditentukan jika sistem tidak digunakan pada tipe/code number Runway tersebut. /M~ «.!«.... knn hsvnn nnf\n!f!r\rj if r, r.i,r.tr\rv\ if imlilsnlii tr\ he hma/nnrin mimhar inrlinatarl

14 A A Obstacle protection surface (Dimensions as in Table 5-3) Approach surfa ce inneredge Thre sho Id 7\ Approach surface inner edge Section A-A Gambar 1.6 Bidang Proteksi Rintangan (Obstacle Protection Surface)

15 Bangunan/obyek yang ada, baru atau pertumbuhan dari bangunan/obyek lama tidak dibenarkan berada di atas bidang proteksi seperti yang dijelaskan pada Tabel 1. tersebut diatas, karena akan menggangu operasional penerbangan saat akan mendarat atau tinggal landas. Bila studi aeronautical mengindikasikan bahwa obyek yang telah ada berada di atas bidang proteksi dapat menimbulkan akibat yang merugikan terhadap keselamatan operasi penerbangan, maka beberapa hal dibawah ini dapat dipertimbangkan : a. meninggikan secukupnya sudut pendaratan (approach slope) dari system; b. mengurangi sudut pelebaran (azimuth spread) dari sistem, sehingga obyek berada diluar perbatasan bidang; c. merubah arah dari sistem dan bidang proteksinya, tetapi tidak boleh lebih dari 5 ; d. memindahkan threshold secukupnya; dan e. bila huruf c dan d tidak dapat dilaksanakan, maka pindahkan secukupnya sistem menjauhi ambang landasan (Threshold) untuk menambah ketinggian pesawat saat melintas ambang landasan (Threshold Crossing Height) sehingga sama dengan ketinggian obyek. Obstruction Protection Surface (OPS) dapat juga ditetapkan dengan berpedoman pada ICAO Aerodrome Design Manual Part 4, Visual Aids (Doc AN/901) yang disebut juga sebagai Obstruction Clearance Surface (OCS), yang menetapkan berupa bidang 1 dibawah sudut yang ditetapkan sebagai batas bawah indikasi "ON-SLOPE" (sudut pendaratan yang dipersyaratkan). Lihat gambar 1.6. A Pengukuran Ketinggian/Elevasi. Pengukuran ketinggian elevasi permukaan tanah di sekitar bahu landasan dimana unit-unit PAPI/APAPI akan dipasang, perlu diukur secara tepat seperti yang dijelaskan pada gambar 1.7 dan gambar 1.8. Titik-titik yang harus diukur dengan jarak antara titik-titik adalah 10 M, dilakukan sepanjang garis tengah landas pacu, sisi landas pacu dan garis pada bahu landasan yang paralel dengan landas pacu dengan jarak dari tepi landas pacu adalah 15 M, 24 M, 33 M dan 42 M (untuk PAPI) atau 10 M, serta 16 M (untuk APAPI).

16 9M 9M 9M 15 M 30m\v/ r i00 I i i M 240 M 230 M 220 M 210M A B C D sisi landasan! I 2 6 I E evation Data in cm ±00100 THRESHOLD Gambar 1.7 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile PAPI at Runway -26)

17 6M 10M 30m\^/ i00 i i M 240 M 230 M 220 M 210M A B sisi landasan 2 6 Elevation Data in cm ±00i00 THRESHOLD Gambar 1.8 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile APAPI at Runway -26)

18 A Konfigurasi PAPI/ APAPI Konfigurasi PAPI System terdiri dari 4 (empat) unit yang dipasang berjajar pada bahu landasan pada jarak 15 m (± 1 m) dari tepi landas pacu, selanjutnya jarak antar unit PAPI adalah 9 m (± 1 m). Ke 4 (empat) unit PAPI tersebut harus dipasang dalam satu garis yang tegak lurus dengan garis tengah landas pacu. Konfigurasi APAPI System terdiri dari 2 (dua) unit lampu dengan jarak pemasangannya 10 m (± lm) dari sisi landas pacu, selanjutnya jarak antar unit-unitnya adalah 6 m (± m). Jarak antara ambang landasan dengan unit-unit PAPI/APAPI inilah yang akan dijelaskan pada pasal-pasal berikut dibawah ini. Serta konfigurasi PAPI/APAPI dapat dilihat pada gambar 1.9 dan gambar A Pengelompokan Jenis Beroperasi Pesawat Terbang Yang Data kelompok jenis pesawat terbang yang beroperasi di bandara diperlukan untuk : a. menetapkan sudut pendaratan (Approach Glide Slope); b. mengetahui jarak antara mata penerbang dengan antena pesawat udara. (Eye to Aerial Height/EAH) pada posisi akan mendarat (flare position). EAH ini diperlukan untuk menetapkan lokasi PAPI pada landas pacu yang telah dilengkapi dengan ILS; dan c. mengetahui jarak antara mata penerbang dengan roda pesawat (Eye to Wheel Height/EWH) pada posisi akan mendarat (Flare position). Data tersebut dapat dilihat pada Gambar atau Tabel 2 dan Tabel 3 dibawah ini. Tabel 2. Jarak mata penerbang dengan antena dan dengan roda pesawat udara. (Give the eye to aerial and to wheels heights, for various aeroplanes in approach altitude) m F.YF HS BA > 74B< 1 _H.S c * VCB < 1 R7"* t nn SE R7?<, DC5<» 210 < DC 9 R70< 1 <» 1 DC 8 HS LlOn < IDC 10 ' >A300 WHF.F.I S - 13 B747

19 Gambar 1.9 Penempatan Unit PAPI \ [ RUNWAY <o 10m (±1m) 1 M 6m J i (±1 m), JM B A i CM o _j o I LU X» Gambar 1.10 Penempatan Unit APAPI

20 Tabel 3. Jarak vertikal antara titik kritis pesawat udara pada pitch attitude (Approach pada VREF) (ILS) Vertical distance between critical points on aircraft At maximum pitch attitude (Approach at VREF) (ILS) A J B J0 212 B B Aircraft model Pitch att (deg)flap setting Gross weight (Kg) A300-B2,B A A / / Eye path to ILS beam fleet) H2 2.5 degree glide slope 3 degree glide slope ILS beam to wheel path fleet) H Eye path to wheel path fleet) HI ILS antenna above wheels fleet) H3 Pilot's eye above wheels fleet) H4 Pitch attitude (degree) Eye path to ILS beam fleet) H2 ELS beam to wheel path (feet)h Eye path to wheel path fleet) HI ILS antenna above wheels fleet) H j J Pilot's eye above wheels fleet) H4 B / B B B B B B / B B/C (ADV) J j J JO

21 J D 23J0 17J0 13/ ILS antenna above wheels fleet) H J /5 18/5 132 Pilot's eye above wheels fleet) H /5 38/ / j Aircraftmodel Pitch att (deg)flap setting Gross weight (Kg) Eye path to ILS beam fleet) H2 2.5 degree glide slope ILS beam to wheel path fleet) H Eye path to wheel path fleet) HI ILS antenna above wheels fleet) H3 Pilot's eye above wheels fleet) H4 Pitch attitude (degree) Eye path to ILS beam fleet) H2 3 degree glide slope ILS beam to wheel path (feet)h Eye path to wheel path fleet) HI B /200 (WING GEAR) B /200 (BODY GEAR) B747SP (WING GEAR) B747SP (BODY GEAR) B (WING GEAR) B B B ER B B ER DC-8-51/ IS j6 20 JO /5 20 J8 19 JO J /5 4j J j DC-8-61/

22 ft _ Cf "O o-, "> PI ID O a (U Si <D (D en 1J«K» to" II K «Q *0 <*» g * w Hi <D o D a 8 <D S d 3 ^ffi &** f* <o CO '"I «"» <* "' O ci m co C3 W"t C* <o o «> jog o Ok "1 v> "O <o M <o CO

23 ILS antenna above wheels fleet) H Pilot's eye above wheels fleet) H /5 212 Aircraft model Pitch att (deg)ftap setting Gross weight (Kg) Eye path to ILS beam fleet) H2 2.5 degree glide slope ILS beam to wheel path fleet) H Eye path to wheel path fleet) HI ILS antenna above wheels fleet) H3 Pilot's eye above wheels fleet) H4 Pitch attitude (degree) Eye path to ILS beam. fleet) H2 3 degree glide slope ILS be amto wheel path (feet)h Eye path to wheel path fleet) HI Pxkker 100 MD-30 MD JO J0 65 «5j

24 A Penetapan Sudut Pendaratan (Approach Glide Slope) Penetapan sudut pendaratan ( 0 ) harus mempertimbangkan kelompok pesawat yang beroperasi secara reguler pada bandara yang akan dipasang PAPI/APAPI tersebut. Sudut pendaratan ditetapkan 3. Sudut pendaratan ini masih dapat berubah, misalnya karena adanya obstacle yang tidak dapat dihilangkan. Pada landas pacu yang telah dilengkapi dengan alat bantu pendaratan Instrument Landing System (ILS), sudut pendaratan harus sama dengan sudut pendaratan Glide Path ILS dan letaknya harus diperhitungkan agar keduanya pada saat digunakan, menunjukkan indikasi yang sama (coincide). Dalam menetapkan sudut pendaratan ini, harus dengan mempertimbangkan saran/pendapat dari pihak yang berwenang dalam operasi penerbangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. A Ketinggian Roda Pesawat Udara Di Atas Ambang Landas pacu (Wheel to Threshold Height / WTH) Ketinggian roda pesawat ketika melintas di atas threshold saat mendarat dijadikan dasar untuk menetapkan jarak lokasi unit-unit PAPI/APAPI lihat Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Wheel clearance over thresholdfor PAPI and APAPI Eye-to-wheel height Pesawat terbang pada konfigurasi approach (Eye-to-wheelheightof aeroplane in the approach configuration) Standar Jarak Bebas roda {Desired wheel clearance) (meter)b,c Jarak bebas roda minimum {Minimum wheel clearance) (meter)d (11 Hingga tapi tidak termasuk 3 m {up to but not including 3 m) 3 mhingga tapi tidak termasuk 5 m (3mup to but not including 5 m) 5 m hingga tapi tidak termasuk 8 m (5mup tobut not including 8 m) 8 m hingga tapi tidak termasuk 14m (8mup to but not including 14 m) a Dalam menyeleksi kelompok eye-to-wheel height, hanya pesawat terbang yang menggunakan sistem secara rutin yang dimasukkan dalam pertimbangan. Pesawat yang menetapkan persyaratan paling tinggi yang akan menentukan kelompok eyeto-wheel height. (In selecting the eye-to-wheel height group, only aeroplanes meant to use the system on aregular basis shall be considered. The most demanding amongst such aeroplanes shall determine the eye-to-wheel height group). b. Jika bisa diterapkan, standar jarak bebas roda yang ditunjukkan pada kolom (2) yang harus disediakan. {Where practicable the desired wheel clearances shown incolumn (2) shall be provided). c Jarak bebas roda dapat dikurangi hingga tidak kurang dari kolom (3) dengan persetujuan khusus dan DGAC, setelah adanya studi aeronautik yang mengindikasikan bahwa pengurangan jarak bebas roda tersebut dapat ditenma. {The wheel clearances in column (2) may be reduced to no less than those in column (3) where an aeronautical study indicates that such reduced wheel clearances are acceptable). J2L 131 3e 4 5 6

25 h ilka iarak bebas roda Minimum Khusus disediakan pada suatu threshold yang ditutup, maka harus dipastikan bahwa jarak tixtox^^m^^^ dengannya yang dijelaskan pada kolom (2) tersed.a pada saat suatu pesawat terhann rii uiunaatas darieve-to-wheel height group melintasi bagianterujung runway. Twhen afxcld wle/ cfearance /s provssds adf^aced flssow «Sfte/7 be ensured that the corresponding desired wheel ffljl^^tfteo^fl J!be available when an aeroplane at the top end of the eye-to-wheel he,ght group chosen e <S^^TZ1XZT^ 1.5 mpada runway yang digunakan terutama ««" /*'^weight. (This HL*i defence mav be reduced to 1.5 mon runways used mainly by light-weight non-turbo-,et aeroplanes). A Sudut Penyetelan Sudut penyetelan untuk tiap unit PAPI berbeda 20', jadi bila sudut pendaratan adalah 0, maka sudut penyetelannya adalah sebagai berikut: TanpaILS : Unit PAPI A = 01 = 0-30' Unit PAPI B = 02 = 0-10' Unit PAPI C = 03 = ' Unit PAPI D = 04 = ' Untuk mendapatkan harmonisasi antara PAPI dengan ILS, perbedaan sudut penyetelan unit B dan C adalah 30', sehingga sudut penyetelan masing-masing unit adalah : Dengan ILS : Unit PAPI A = 01 =0-35' Unit PAPI B = 02 = 0-15' UnitPAPIC = 03 = 0+ 15' Unit PAPI D = 04 = ' Selisih sudut penyetelan unit-unit APAPI adalah 30', sehingga bila sudut pendaratannya q, maka sudut penyetelan unit: Unit APAPI A = 01 = 0-15" Unit APAPI B = 02 = ' Untuk menetapkan jarak unit-unit PAPI, sudut yang dijadikan dasar adalah sudut pancar pada unit PAPI B, karena sudut tersebut adalah batas bawah dari koridor "ON - SLOPE^. Sedangkan dalam menetapkan jarak unit-unit APAPI, sudut pancar yang dijadikan patokan adalah penyetelan sudut unit APAPI A. Sudut penyetelan PAPI/APAPI seperti dijelaskan pada Gambar di bawah ini.

26 Putih (White) A-PAPI Wing Bar Threshold Sudut dan pancaran cahaya penyetelan elevasi PAPI dan APAPI (Light beams and angle of elevation setting ofpapi andapapi) 3 30' PAPI approach slope B + C ' PAPI Wing Bar Threshold Tinggi mata pilot diatas antena glide path ILS/MLS pesawat beragam tergantung tipe pesawat dan attitude pendekatan. Harmonisasi sinyal PAPI dan ILS glide path dan/atau MLS glide path minimum ke suatu titik terdekat dengan threshold dapat diterima dengan menambah on-course sector dari 20 sampai 30. Setting sudut untuk glide slope 3<> akan menjadi 2 25, 2 45, 3 15 and ( The height of the pilot's eye above the aircraft's ILS glide path/mls antenna varies with the type ofaeroplane and approach attitude. Harmonization ofthe PAPI signal and ILS glide path and/or MLS minimum glide path to apoint closer to the threshold may be achieved by increasing the on-course sector from 20 to 30. The setting angles for a 3 alide shoe would then be *15 and 3 35).

27 A Perhitungan Penempatan PAPI Tanpa ILS a. Approach Slope Angle : 0 = 3 b. Pada Elevasi R/W a = 0 02 = 0-10* = 3-10' = 2 50' Setting sudut PAPI tanpa ILS : - Unit PAPI A = 2 30' - Unit PAPI B = 2 50' - Unit PAPI C = 3 10' - Unit PAPI D = 3 30' EWH J WTH Landasan datar < e2 =e-io'? Threshold PAPI D, -* D1= (EWH+WTH)Ctge2 Dimana EWH WTH 02 Di a Eye to Wheel Height Wheel to Threshold Height Setting sudut unit B adalah sudut glide path dikurangi 10 menit (Setting angle of unit B is the glide path angle minus 10 minutes (0-10*)) Jarak PAPI terhadap R/W Threshold Slope Elevasi R/W c. Pada Elevasi R/W : + a Landasan datar

28 d. Pada Elevasi R/W : - a EWH WTH Landasan datar /) 82 -al--~ _^- /\ ' Dl ' Dl = (EWH + WTH) Ctg (92 - a) A Perhitungan Penempatan PAPI Dengan ILS a. Approach Slope Angle : 6 = 3 b. Pada Elevasi R/W a = 0 Setting sudut PAPI dengan ILS : - Unit PAPI A = 2 25' - Unit PAPI B = 2 45' - Unit PAPI C = 3 15' - Unit PAPI D = 3 35' Layout PAPI 1 Ujung 1 Sisi dengan ILS PAPI

29 D = D1+D2 a = 0 Landasan datar t Threshold D = D! + D: Dimana : Dl = TCH Ctg 9 D2 = AEAHR Ctg 6 Dl D2 = Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP) = Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI (Distance Beetwen ILS GP &Horizontal PAPI Location). TCH = The Aerial Nominal T/H Crossing Height AEAHR = Average Eye To Aerial Height Distance 0 = Glide Slope Angle (normally) = 3 a = Slope Elevasi R/W D = Jarak horisontal PAPI terhadap R/W Threshold c. Pada Elevasi R/W : - a

30 Dimana : Dl = Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP) D2 = Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI (Distance Beetwen ILS GP & Horizontal PAPI Location). TCH = The Aerial Nominal T/H Crossing Height AEAHR = Average Eye To Aerial Height Distance 0 = Glide Slope Angle (normally) = 3 a = Slope Elevasi R/W D = Jarak horisontal PAPI terhadap R/W Threshold d. Pada Elevasi R/W : + a AEAHR PAPI TCH THR D = D1+D2 Dl = TCH Ctg (9 + a) D2 = AEAHR Ctg (9 + a) Dimana : Dl D2 TCH AEAHR e a D = Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP) = Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI (Distance Beetwen ILS GP &Horizontal PAPI Location). = The Aerial Nominal T/H Crossing Height = Average Eye To Aerial Height Distance = Glide Slope Angle (normally) = 3 = Slope Elevasi R/W = Jarak horisontal PAPI terhadap R/W Threshold

31 A.3 RUNWAY THRESHOLD IDENTIFICATION LIGHT (RTLL) A.3.1 UMUM Runway Threshold Identification Light (RTIL) berupa 2 (dua) unit lampu yang berkedip (flash) dipasang pada kedua sisi ujung landasan, yang memberikan petunjuk kepada penerbang posisi ambang batas landas pacu (threshold). A.3.2 KRITERIA PENEMPATAN RTIL Runway Threshold Identification Light (RTIL) terdiri dari 2 (dua) unit lampu discharge bercahaya putih berkedip (flash) dengan frekwensi 60 dan 120 permenit yang dipasang dipinggir ujung landas pacu dengan jarak 10 meter dari sisi landas pacu dengan sudut pancar 15 keluar dari axis dan 10 keatas dari sumbu datar, serta dapat menunjukkan suatu ambang landas pacu (seperti pada gambar 1.11). RTIL dipasang berlawanan dengan lokasi approach light. A.4 LEAD IN LIGHT SYSTEM (LIL) A.4.1 UMUM Lead in Light System (LIL) berfungsi memberi tanda petunjuk jalur pendekatan (approach path) secara melengkung untuk mencapai final approach. A.4.2 KRITERIA PENEMPATAN LEAD IN LIGHT SYSTEM (LIL) Lead in Light System (LIL) terpasang dengan jarak 300 meter sampai dengan 1000 meter satu sama lainnya berbentuk setengah lingkaran (circling guidance lights) dengan radius 1,5 s/d 3 Kilometer mulai dari sumbu perpanjangan landas pacu. Lead in Light System (LIL) menyala secara kedip (flash) berurutan menuju landas pacu. A.5 CIRCLING GUIDANCE LIGHT A.5.1 UMUM Peralatan ini merupakan lampu petunjuk arah secara melengkung sebelum mencapai final approach. Circling Guidance Light diperlukan bilamana tidak terdapat petunjuk (lampu) secara visual untuk mengetahui posisi dan arah landas pacu bagi pesawat yang sedang memutar sebelum mencapai final approach.

32 ~j*~4f-~ 15' 10 m f 1 * With PAPI = 22,5 m < Flashing Light o Threshold Light 10' L 10 m'j^w^msgr*-1'15 Vertical Setting Angle Gambar 1.11 RTIL (Runway Threshold Identification Light)

33 A.5.2 KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT Peralatan ini dipertimbangkan apabila pada suatu bandar udara terdapat permasalahan sebagai berikut: a. Tidak ada petunjuk yang dapat diikuti secara visual dipermukaan tanah berdekatan dengan bandar udara (bandar udara di laut atau dikelilingi gunung). b. Terdapat banyak cahaya yang cukup mengganggu disekitar bandar udara, antara lain jalan raya yang padat atau jalan bebas hambatan. A.6 RUNWAY EDGE LIGHT A.6.1 UMUM Peralatan ini merupakan rambu penerangan landas pacu, terdiri dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu di tepi kiri dan kanan landas pacu untuk memberi tuntunan kepada penerbang pada pendaratan, dan tinggal landas pesawat terbang disiang hari pada saat cuaca buruk atau berkabut serta pada saat malam hari. A.6.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY EDGE LIGHT Runway edge light harus ditempatkan disepanjang landas pacu dan harus berada didua baris paralel berjarak sama dari garis tengah (center line). Runway edge light ditempatkan sepanjang tepi daerah tersebut dinyatakan untuk digunakan sebagai landas pacu atau diiuar tepi daerah pada jarak tidak lebih dari 3 (tiga) meter. Untuk lebar Runway lebih dari 60 meter (seperti pada gambar 1.12). Jarak antara deretan lampu harus ditentukan dengan mempertimbnagkan sifat dari operasi, distribusi cahaya, karakteristik Runway edge light dan Alat Bantu Pendaratan Visual yang lainnya. Untuk Instrument Runway jarak antar lampu tidak lebih dari 60 meter dan pada Non Instrument Runway tidak lebih dari 100 meter. Runway edge light akan tetap menampilkan warna clear (putih), kecuali : a. dalam kasus Displaced Threshold, lampu antara awal landas pacu dan displaced threshold harus berwarna merah ke arah approach, dan b. bagian 600 meter dari lampu atau sepertiga dari panjang landas pacu dimana take-off dimulai lampu harus berwarna kuning. Runway edge light harus menunjukkan semua sudut dalam azimuth hingga 15 diatas horizontal dengan intensitas yang memadai untuk kondisi visibilitas dan cahaya sekitar yang menggunakan landas pacu untuk take off atau landing. Dalam kasus apapun, intensitas cahaya paling sedikit 50 cd atau intensitas lampu dapat dikurangi dengan tidak kurang dari 25 cd agar tidak menyilaukan mata pilot.

34 Max 60 m Max 60 m Max 60 m Max 60 in Max 60 m Max 60 m 1 f T Max 60 m Putih/Kunin^ Putih/KuningPutih/Kuning Putih/Putih Putih/Putih Kuning/Puiih Kuniny/P..tih k..ning/l»utih (1 flft CD H cr -» Vi cr o R/W Centre Line 0 (D Putih/Kuning Putih/KuningPutih/Kuning Putih/Putiii Putih/Putih Kuning/Putib Kuning/Putih Kuning/Putih Gambar 1.12 Runway Edge Light

35 A.7 RUNWAY THRESHOLD/RUNWAY END LIGHT A.7.1 UMUM Threshold/Runway End Light harus disediakan pada suatu landas pacu yang dilengkapi dengan Runway Edge Light. A.7.2 KRITERIA PENEMPATAN THRESHOLD/RUNWAY END LIGHT Lampu bercahaya merah / hijau yang dipasang dipinggir akhir dari kedua ujung suatu landas pacu, dapat digunakan sebagai ambang landas pacu atau batas akhir dari landas pacu (seperti pada gambar 1.13). Warna hijau berfungsi sebagai threshold light, warna merah sebagai Runway End Light. Konfigurasi menurut lebar landas pacu, untuk : Lebar 30 Lebar 45 Lebar / / / \e 4 x 2,4 m = 9,6 m ->k > inn 33 m ->! 4 x 2,4 m = 9,6 mi < >k inn mil inn Gambar 1.13 a. Threshold Light Lebar 30 M/ Runway End Light

36 . 5 o UJ n rvj c/) -7 i > a (_' Cu 4 CK t <r SL 4 QL U. hrl II 2 ck: 0. ill M PC H E- IT t nj x in 6 u x 0 tt CO "T fu II "3- x IT- ~^ II "3- ru x CO \ i I i/d ^ 73 H J XJ < <u 2 J 4-> w j z W> o J T3 o CO H J2 i OJ X I -*<r EC i >- in -E3- -G3- >W 'Vp'

37 - CIRCUIT NO TRANSFORMER PIT SIZE 3 TRANSFPRMER PIT SIZE 2 PALS CAT. I 5X3--1S M 21X3=63 M i SX3=15 M APH ><- 7X3=21 M - REH 1X3J21M be nl 7X3=21 M REH APH s t 3 2 S q * 0 5 a ' X a X b X i X i X i r~ vq qbe Q_i %1%1 %bi i, f Hltiilisliii-y1w?i NONE MALS c. Threshold Light Lebar 60 M/ Runway End Light

38 A.8 RUNWAY CENTER LINE LIGHT A.8.1 UMUM Runway Center Line Light harus disediakan pada precision approach Runway category II atau III, lebar dari landas pacu lebih dari 50 meter dan sudah didarati oleh pesawat dengan kecepatan tinggi (pesawat Jet). A.8.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY CENTER LINE LIGHT Lampu untuk menunjukkan center line (sumbu landas pacu) terpasang inset (terbenam) pada landas pacu, harus ditempatkan mulai dari threshold hingga ke ujung dengan jarak longitudinal kurang lebih : meter untuk suatu Runway yang ditujukan untuk digunakan dengan kondisi jarak pandang landas pacu kurang dari 350 meter; meter untuk suatu landas pacu yang ditujukan untuk digunakan dengan kondisi jarak pandang landas pacu 350 meter atau lebih; 3. Runway Center Line Light dapat ditempatkan diiuar garis tengah landas pacu (Runway center line) sesungguhnya dengan jarak tidak lebih dari 0,6 meter, untuk tujuan pemeliharaan marka landas pacu. Jika dapat diterapkan, pergeseran letak lampu harus ke arah sisi kiri pesawat yang akan mendarat, jika Runway digunakan dari kedua arah, patokan yang digunakan adalah arah yang paling banyak digunakan untuk pendaratan; dan 4. Runway Center Line Light harus inset (terbenam) dan fixed yang memancarkan warna putih dari threshold hingga ke titik 900 meter dari ujung landas pacu (Runway end). Dari titik 900 meter hingga 300 meter dari ujung landas pacu (Runway end), pola lampunya harus 1 (satu) lampu merah diikuti 1 (satu) lampu putih. Untuk 300 meter terakhir sebelum ujung landas pacu (Runway end), lampunya harus menunjukkan warna merah. A.9 TURNING AREA LIGHT A.9.1 UMUM Jika pada suatu landas pacu disediakan daerah perputaran pesawat, tepian dari area perputaran harus diberi lampu warna biru jika landas pacu tersebut dipasang Runway Edge Light. A.9.2 KRITERIA PENEMPATAN TURNING AREA LIGHT Turning Area Light harus ditempatkan tidak kurang dari

39 Stopway Light harus ditempatkan disepanjang kedua sisi stopway sejajar dengan Runway Edge Light dan dipasang hingga uiung stopway. Penetapan jarak Stopway Light daerah perputaran landas pacu lebih dari 10 meter dari Runway Edge Light landas pacu sebelumnya, satu unit Turning Area Light harus ditempatkan tepat pada permulaan daerah perputaran. Pada saat sisi suatu area perputaran lebih panjang dari 30 meter, Turning Area Light yang ditempatkan secara seragam harus diletakan disepanjang sisi tersebut, dengan jarak tidak melebihi 30 meter. A. 10 RUNWAY TOUCH DOWN ZONE LIGHT A UMUM Runway Touch Down Zone Light harus disediakan bagi landas pacu yang ditujukan untuk precision approach category II atau III. A KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY TOUCH DOWN ZONE LIGHT Runway Touch Down Zone Light, lampu untuk menunjukkan lokasi touch down zone, terpasang secara inset (terbenam) pada permukaan landas pacu dan unidirectional yang memancarkan warna putih. Runway Touch Down Zone Light harus merentang dari threshold untuk jarak sepanjang 900 meter. Penerangannya terdiri dari suatu seri lampu atau barrette yang membentuk garis melintang, yang ditempatkan secara simetris dikedua sisi dari garis tengah landas pacu (Runway Center Line). Setiap barrette harus berisikan 3 (tiga) unit lampu yang berjarak 1,5 meter satu sama lain. Lampu pada sisi paling dalam dari setiap barrette harus berada 9 (sembilan) meter dari garis tengah landas pacu (Runway Center Line) yang sebenarnya. Pasangan pertama barrette harus ditempatkan pada jarak 60 meter dari threshold. Barrette selanjutnya harus ditempatkan secara terpisah pada jarak longitudinal 60 meter. A. 11 STOPWAY LIGHT A UMUM Stopway Light harus disediakan pada stopway yang panjangnya lebih dari 180 meter dan ditujukan untuk penggunaan malam hari serta siang hari pada waktu cuaca berkabut atau hujan. Lampunya harus fixed dan unidirectional menunjukkan warna merah mengarah ke landas pacu. A KRITERIA PENEMPATAN STOPWAYLIGHT

40 Edge Light, dengan pasangan lampu terakhir ditempatkan diujung stopway. A. 12 TAXIWAY EDGE LIGHT A UMUM Taxiway Edge Light harus disediakan pada tepian taxiway dan holding bays yang ditujukan untuk digunakan pada malam hari. A KRITERIA PENEMPATAAN TAXIWAY EDGE LIGHT Lampu untuk menunjukkan batas sisi kanan kiri Taxiway. Jarak antar lampu maksimal 60 meter, sedangkan jarak dari titik lampu ke Taxiway edge marking maksimal 3 meter. Pada belokan-belokan maka titik-titik lampu harus diatur sedemikian, sehingga jaraknya bisa dikurangi, disesuaikan dengan ukuran belokannya. A. 13 TAXIWAY CENTER LINE LIGHT A UMUM Taxiway Center Line Light harus disediakan pada exit taxiway, taxiway, apron dan fasilitas icing/anti icing, digunakan dalam kondisi RVR (Runway Visual Range) kurang dari 350 meter. A KRITERIA PENEMPATAN TAXIWAY CENTER LINE LIGHT Taxiway Center Line Light pada exit taxiway harus menunjukkan warna hijau dan kuning dari awal dekat Runway Center Line untuk area perimeter yang kritis seperti ILS atau Lower edge dari inner transitional surface, mana yang paling jauh dari Runway dan setelah itu semua lampu akan menyala warna hijau. Taxiway Center Line Light harus ditempatkan pada taxiway center line marking, kecuali dengan toleransi tidak lebih dari 30 cm. Taxiway Center Line Light harus berjarak tidak lebih dari 30 m, kecuali kondisi dari meteorology memungkinkan berjarak tidak lebih dari 60 m. Dalam kondisi Runway Visual Range (RVR) kurang dari 350 m, jarak longitudinal tidak melebihi 15 m dan pada kurva kurang dari 400 m radius lampu harus berjarak pada interval tidak kurang dari 7,5 m. Jarak ini harus diperluas untuk 60 m sebelum dan sesudah kurva. A. 14 STOPBAR LIGHT A UMUM Stopbar harus disediakan pada setiap Runway Holding Position melayani Runway, bila dimaksudkan Runway akan

41 A KRITERIA PENEMPATAN STOPBAR LIGHT Stopbar harus ditempatkan diseberang taxiway pada atau tidak lebih dari 0,3 m sebelum titik dimana diharapkan semua lalu lintas yang memasuki Runway berhenti. Stopbar menggunakan lampu inset unidirectional dan memancarkan warna merah, berjarak 3 meter satu sama lain serta ditempatkan secara simetris dan pada sudut tegak lurus terhadap garis tengah taxiway (taxiway center line). Sirkuit dari Stopbar harus didisain sehingga : 1. Stopbar yang ditempatkan di seberang jalan masuk taxiway secara selektif dapat dimatihidupkan; 2. Stopbar yang berlokasi di seberang taxiway yang digunakan hanya sebagai exit taxiway secara selektif dapat dimatihidupkan atau dalam grup; 3. Pada saat sebuah Stopbar diterangi, Taxiway Center Line Light yang berada langsung setelah Stopbar tersebut akan dimatikan sepanjang paling sedikit 90 m, dan 4. dengan kontrol yang saling mengunci dan bukannya kontrol manual, pada saat taxiway Center Line Light dinyalakan maka Stopbar akan dimatikan dan demikian pula sebaliknya. A. 15 RUNWAY GUARD LIGHT A UMUM Runway Guard Light ditempatkan pada persimpangan taxiway dengan precision approach Runway dan Runwaynya : 1. Runway precision approach Category I dimana kepadatan lalu lintasnya tinggi; atau 2. Runway precision approach Category II or III. A KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY GUARD LIGHT Runway Guard Light digunakan pada semua taxiway yang memungkinkan akses menuju Runway. Jika memungkinkan, lampu tersebut harus dipasang pada semua taxiway pada waktu yang bersamaan. Runway Guard Light berada pada jarak yang sama terhadap garis tengah taxiway (centerline taxiway); dan berjarak tidak kurang dari 3 meter dan tidak lebih dari 5 meter diiuar taxiway edge. Runway Guard Light harus ditempatkan di seberang taxiway keseluruhan, termasuk fillet, holding bays dan Iain-lain, pada Runway holding position terdekat dengan Runway, dengan lampu ditempatkan pada interval jarak 3 meter. Runway Guard Light memancarkan warna kuning dengan masing-masing pasangan dinyalakan secara bergantian dengan 30 hingga 60 siklus per menit. Sebaran sinar harus unidirectional dan

42 A. 16 ROTATING BEACON A.16.1 UMUM Rotating Beacon harus disediakan jika ditetapkan oleh DGCA (Directorate General Civil Aviation) bahwa alat petunjuk visual tersebut secara operasional dibutuhkan. A KRITERIA PENEMPATAN ROTATING BEACON Rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara, terdiri dari 2 (dua) sumber cahaya bertolak belakang yang dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan putih dan total frekuensi kedipan harus berjumlah 20 hingga 30 permenit. Pada umumnya Rotating Beacon ditempatkan di tower dan sinar yang dipancarkan dari Rotating Beacon harus dapat dilihat dari semua sudut di azimuth. A. 17 WIND DIRECTION INDICATOR A UMUM Wind Directional Indicator (WDI) disediakan di sekitar Runway threshold untuk memberikan informasi angin permukaan kepada pilot yang akan menggunakan instrumen straight-in approach dan landing. A KRITERIA PENEMPATAN WIND DIRECTION INDICATOR Penempatan Wind Direction Indicator harus mudah dilihat oleh penerbang serta bebas, sehingga arah angin tidak terganggu oleh bangunan-bangunan disekitarnya. Jika dianggap praktis untuk melakukannya, Wind Direction Indicator harus ditempatkan 100 meter dari threshold dengan mengarah ke arah datangnya angin. Wind Direction Indicator yang disediakan di threshold suatu runway harus ditempatkan : (a) terkecuali tidak praktis untuk melakukannya, pada sisi kiri runway seperti yang terlihat dari sebuah pesawat terbang yang mendarat; dan (b) di luar runway strip;dan (c) bebas dari transitional obstacle limitation surface. Wind Direction Indicator yang disediakan di threshold suatu runway harus dibuatkan : 1. Penimbunan tanah untuk pembuatan Wind Direction Indicator area, pada tanah yang berbentuk lingkaran dengan diameter 18,4 meter pada tempat yang telah ditentukan; dan 2. Pembuatan lingkaran batas circular band dari instalasi Wind Direction Indicator tersebut dengan diameter

43 Pada aerodrome yang ditujukan untuk penggunanaan malam hari, paling tidak satu Wind Direction Indicator perlu diterangi dengan menyediakan hot spot dari atas dan harus diarahkan dan terlindung dengan tujuan agar : 1. tidak menyebabkan cahaya yang menyilaukan yang mengganggu pilot; dan 2. secara merata menyinari daerah lambaian maksimum lengan angin. A. 18 OBSTRUCTION LIGHT A UMUM Obstruction Lighting atau lampu tanda bahaya rintangan, berupa Obstruction Light dan Hazard Beacon. Obstruction Lighting adalah lampu untuk menunjukkan adanya object yang keberadaannya merupakan gangguan terhadap penerbangan. A KRITERIA PENEMPATAN OBSTRUCTION LIGHT Obstruction Light yang dipasang pada suatu obyek dengan ketinggian diatas 60 meter dan obyek lain yang berdekatan pada area permukaan yang terbatas (restricted surface). Obstruction lighting berwarna merah dengan nyala tetap, sedangkan untuk Hazard Beacon yang menunjukkan lokasi berbahaya menyala dengan kedip (flashing). A. 19 TAXIWAY GUIDANCE SIGN A UMUM Taxiway Guidance Sign adalah lampu-lampu yang menunjukkan titik-titik tujuan, route dan persilangan cabang. A KRITERIA PENEMPATAN TAXIWAY GUIDANCE SYSTEM Taxiway Guidance Sign terpasang 11 sampai dengan 21 meter dari sisi landas pacu, taxiway atau dekat belokan atau pertemuan antara landas pacu dan taxiway. A.20 AIRCRAFT DOCKING GUIDANCE SYSTEM (ADGS)/ VISUAL DOCKING GUIDANCE SYSTEM (VDGS) A.20.1 UMUM Aircraft Docking Guidance System/Visual Docking Guidance System adalah peralatan yang memandu pesawat udara secara visual menuju ke tempat parkir di Apron secara otomatis.

44 PHB (Perlengkapan Hubung Bagi) yang meliputi pemasangan sirkit, ruang pelayanan, penandaan untuk A.20.2 KRITERIA PENEMPATAN AIRCRAFT DOCKING GUIDANCE SYSTEM (ADGS) 1) Sistem ini harus disediakan pada suatu posisi apron parkir pesawat terbang yang dilengkapi dengan sebuah jembatan masuk penumpang (Passenger Loading Bridge), dimana ciri-ciri jembatan masuk penumpang (passenger loading bridge) tersebut membutuhkan pemosisian pesawat terbang yang tepat. 2) Harus diberikan perhatian pada saat merencanakan dan pemasangan sistem di lokasi untuk memastikan bahwa pantulan sinar matahari, atau sinar lain di sekitarnya, tidak mengurangi kejelasan dari petunjuk visual yang disediakan sistem. 3) Unit harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ada suatu kesinambungan petunjuk antara marka posisi parkir pesawat terbang (aircraft parking position markings), petunjuk azimuth dan indikator stopping position. 4) Unit harus ditempatkan pada atau di dekat garis tengah posisi parkir (parking position centreline) menghadap ke arah pesawat terbang sehingga sinyalnya dapat dilihat dari cockpit pada saat melakukan docking manoeuvre dan diselaraskan untuk digunakan paling tidak oleh pilot yang menggunakan kursi kiri. A.21. CONSTANT CURRENTREGULATOR ( CCR ) A.21.1 UMUM Constant Current Regulator (CCR) adalah catu daya arus konstan yang digunakan untuk mensuplai peralatan Airfield Lighting System (AFL). A KRITERIA PENEMPATAN CONSTANT CURRENT REGULATOR (CCR) Constant Current Regulator ditempatkan pada suatu ruangan yang khusus dibuat untuk penempatan CCR, jarak antara satu CCR terhadap CCR lainnya 1 meter dan jarak terhadap dinding minimal 1 meter. Seperti pada gambar 2.1. B. SISTEM MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL BANGUNAN B.l PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KENDALI (PHB) B.l.l. UMUM

45 . JE minimum C C C 4 -N mini mum minimum Gambar 1.14 Ruang CCR Minimum 2m on _. K 2E CO r- "2 CO "D w a ft 5 *4 O O Q E "~ j o Minimum I 1,5 m I 3k Minimum 0,75 m io E Gambar 2.1 Ruang PHB (Papan Hubung Bagi)

46 Kendali adalah tindakan dengan maksud tertentu pada atau dalam sistem, untuk memperoleh sasaran tertentu. B.1.2 KRITERIA PENEMPATAN PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KENDALI (PHB) Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) harus ditata dan dipasang sedemikian rupa sehingga terlihat rapi dan teratur, dan harus ditempatkan dalam ruang yang cukup leluasa. PHB harus ditata dan dipasang sedemikian rupa sehingga pemeliharaan dan pelayanan mudah dan aman, dan bagian yang penting mudah dicapai. Semua komponen yang pada waktu kerja memerlukan pelayanan, seperti instrument ukur, tombol dan sakelar, harus dapat dilayani dengan mudah dan aman dari depan tanpa bantuan tangga, meja atau perkakas yang tidak lazim lainnya. Penyambungan saluran masuk dan saluran keluar pada PHB harus menggunakan terminal sehingga penyambungan dengan komponen dapat dilakukan dengan mudah, teratur dan aman. Ketentuan ini tidak berlaku bila komponen tersebut letaknya dekat saluran keluar atau masuk. 1) PHB Tegangan Rendah a. PHB tegangan rendah atau bagiannya, yang masing-masing disupply dari sumber yang berlainan harus jelas terpisah dengan jarak sekurang-kurangnya 5 cm. Seperti gambar 2.1. b. Disekitar PHB harus terdapat ruang yang cukup luas sehingga pemeliharaan, pemeriksaan, perbaikan, pelayanan dan lalu lintas dapat dilakukan dengan mudah dan aman dengan lebar sekurang - kurangnya 0,75 meter, sedangkan tinggi sekurang - kurangnya 2 meter (seperti pada Lampiran gambar 2.1). c. Jika di sisi kiri dan kanan ruang bebas yang berupa lorong terdapat instalasi listrik tanpa dinding pengaman (dinding pemisah), lebar ruang bebas ini harus sekurang - kurangnya 1,5 meter. d. Pintu ruang khusus tempat PHB terpasang harus mempunyai ukuran tinggi sekurang - kurangnya 2 meter dan ukuran lebar sekurang - kurangnya 0,75 meter. e. Untuk PHB terbuka tegangan rendah dengan rel telanjang melintang dalam ruang bebas, tinggi rel tersebut diatas lantai lorong harus sekurang - kurangnya 2,3 meter. 2) PHB Tegangan Menengah a. Lebar ruang pelayanan antar 2 (dua) PHB jenis tertutup yang berhadapan harus sekurang - kurangnya 1,5 meter dan antar PHB dengan dinding tembok harus sekurang - kurangnya 1

47 b. Lebar ruang bebas untuk pemeliharaan antar sisi belakang dua PHB harus sekurang - kurangnya 1 meter, dan antara sisi belakang PHB dengan dinding tembok harus sekurang - kurangnya 0,8 meter. c. Bila dalam ruang terdapat PHB tegangan rendah dan tegangan menengah, PHB tegangan rendah dianggap sebagai dinding tembok dan lebar ruang pelayanan PHB tegangan menengah harus sekurang - kurangnya 1 meter. B.2 KABEL TANAH (UNDERGROUND CABLE) B.2.1 UMUM Kabel adalah jenis kabel yang dibuat khusus untuk dipasang dipermukaan atau dalam tanah atau dalam air (underground cable). Menurut jumlah dan susunan hantarannya, kabel tanah meliputi : 1. kabel hantaran tunggal (single - core cable) 2. kabel tiga hantaran (three - core cable) 3. kabel sektoral (sector cable) 4. kabel dengan netral konsentris. B.2.2. KRITERIA PENEMPATAN KABEL TANAH (UNDERGROUND CABLE) 1) Pemasangan kabel didalam tanah harus dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi yang mungkin timbul di tempat kabel tanah tersebut dipasang. Letak kabel tanah tersebut harus ditandai dengan patok tanda kabel yang kuat, jelas dan tidak mudah hilang. CATATAN : Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada umumnya dianggap mencukupi bila kabel tanah itu ditanam. a. Minimum 0,8 m dibawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kendaraan; b. Minimum 0,6 m dibawah permukaan tanah yang tidak dilewati kendaraan. 2) Kabel tanah harus diletakkan didalam pasir atau tanah halus, bebas dari batu-batuan, diatas galian tanah yang stabil, kuat dan rata dengan ketentuan tebal lapisan pasir atau tanah halus tersebut tidak kurang dari 5 cm disekeliling kabel tanah tersebut. CATATAN : Sebagai tambahan perlindungan, maka diatas urugan pasir dapat dipasang beton, batu atau bata pelindung. 3) Pada umumnya kabel tanah untuk tegangan yang lebih tinggi harus dipasang dibawah kabel tanah

48 4) Kabel tanah yang sudah tidak terpakai disarankan agar diambil dari dalam tanah untuk menghindari openfire terhadap jaringan yang baru. B.3 TRANSFORMATOR B.3.1 UMUM Transformator atau sering juga disebut Trafo adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. B.3.2 KRITERIA PENEMPATAN TRANSFORMATOR 1) Transformator (Trafo) dan Gardu Transformator harus mudah dicapai oleh petugas yang berwenang, untuk pemeriksaan dan pemeliharaan, dengan pengecualian sebagai berikut: a. Transformator jenis kering tegangan rendah yang ditempatkan secara terbuka pada dinding, tiang atau konstruksi bangunan tidak perlu mudah dicapai; b. Transformator jenis kering tegangan rendah dan kurang dari 50 kva dipasang dalam ruang yang tahan api dari gedung, tidak tertutup permanent oleh suatu konstruksi dan dengan ventilasi yang cukup, tidak perlu mudah dicapai. 2) Transformator harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk mencegah suhu Transformator melampaui batas yang aman. Penempatan gardu Transformator harus sedemikian rupa sehingga masih dapat diberi ventilasi udara tanpa menggunakan cerobong udara atau saluran udara, hal ini dapat dilaksanakan. 3) Transformator harus dilindungi sebagai berikut : a. Perlindungan mekanik yang diperlukan untuk memperkecil kemungkinan kerusakan yang disebabkan oleh gangguan mekanik dari luar. b. Transformator kering harus diberi wadah atau selungkup yang tidak dapat terbakar dan tahan lembab, yang akan memberi perlindungan yang cukup terhadap masuknya benda asing secara tidak sengaja. c. Tegangan kerja pengenal dari bagian terbuka yang bertegangan harus dinyatakan dengan tanda yang jelas pada perlengkapan atau bangunannya. B.4 AIR CONDITIONING (AC) SPLIT BAA. UMUM Mesin pendingin atau penyegar udara banyak

49 dapat mempengaruhi kinerja dari peralatan tetapi juga psikis dan flsik dari pada manusia. Pembahasan lebih lanjut pada mesin pendingin ini adalah alat pendingin terdiri dari evaporator compressor, condensor, dan alat pendukung lainnya. B.4.2. KRITERIA PENEMPATAN AIR CONDITIONING (AC) SPLIT Ukuran ruangan menentukan berapa banyak BTU (British Thermal Unit) atau besaran satuan kalori. BTU menentukan kecepatan pendinginan untuk ruangan satu meter persegi dengan tinggi standar (umumnya tiga meter). Semakin besar satu ruangan tentunya akan semakin besar pula BTU yang dibutuhkan. Untuk jenis AC Split, harus dipikirkan penempatan indoor unit atau outdoor unit. Pemasangan indoor unit perlu memperhatikan arah angin (air flow) dari blower AC. Penentuan arus angin atau hembusan yang tepat membuat udara yang dikeluarkan lebih merata dan tidak hanya berkumpul disatu titik. Penempatan outdoor unit juga perlu diperhatikan, letakkan outdoor unit ditempat dengan sirkulasi udara yang cukup, ada tempat untuk udara masuk dan udara keluar, dan terhindar dari hujan. Untuk Air Conditioning (AC) kapasitas 1 PK jarak yang aman antar indoor unit dengan outdoor unit berkisar antara 3 meter sampai 7 meter. Jika memasang Air Conditioning lebih dari satu, hindari perletakan outdoor unit secara berdekatan dengan outdoor unit lain, sebaiknya letakan sejajar sehingga sirkulasi udara tidak terganggu. C. SISTEM PENGAMAN KELISTRIKAN PENANGKAL PETIR C.l. UMUM Penangkal petir adalah suatu sistem perlindungan untuk bangunan dari sambaran petir secara langsung yang dapat mengurangi resiko kerusakan atau melindungi orang yang berada disekitarnya. Penangkal petir terdiri dari Eksternal protection dan Internal protection : a. Ekstemal Protection Penangkal Petir Ekstemal Protection Penangkal Petir adalah sebuah sistem perlindungan pada bangunan dari bahaya sambaran yang dimungkinkan menyambar dan mengenai bangunan secara langsung, perlindungan ini merupakan perlindungan utama untuk sebuah bangunan sehingga perlindungan ini dapat mengurangi tingkat resiko terjadinya kerusakan sampai pada resiko korban jiwa terhadap bangunan atau orang orang yang berada disekitarnya.

50 Ada berbagai jenis penangkal petir ekstemal : Penangkal Petir Faraday atau Franklin (Penangkal Petir Pasif atau istilah umumnya penangkal petir konvensional). Penangkal Petir Elektrostatik atau Membran Sistem (Penangkal Petir Aktif atau istilah umumnya penangkal petir modern). Kedua jenis Penangkal Petir tersebut bisa di pasang dan diaplikasikan dimana saja, tergantung dari kebutuhan dari sebuah bangunan. Untuk bangunan dengan area yang tidak begitu luas/sempit ( rumah tinggal) pemasangan Faraday atau franklin sistem sudah memadai tetapi untuk bangunan yang mempunyai area yang cukup luas misalnya seperti gedung pada kawasan industri, daerah perkebunan pemasangan jenis penangkal petir elektrostatik sistem sangatlah ideal dan cocok untuk bangunan seperti ini. Ada 4 bagian utama penyusun instalasi penangkal petir ekstemal : Terminal Penangkal Petir Kabel Penghantar Tiang Penyangga Pentanahan (Grounding) b. Internal Protection Penangkal Petir adalah sistem pengaman jaringan kabel daya atau data di dalam bangunan agar efek dari sambaran petir tidak merusak peralatan elektronik dan komunikasi. Pada dasarnya jaringan kabel udara PLN sudah dilengkapi perangkat penahan lonjakan tegangan akibat petir (Lightning Arrester), di setiap Gardu Induk - Gardu Distribusi ~ Trafo Distribusi. Akan tetapi, sebagai langkah aman untuk melindungi jaringan perangkat elektronik dari arus petir atau induksi petir, maka dipasang internal protection. Teknik yang standar adalah dengan memasang internal protection dengan menggunakan Surge Arrester petir secara berlapis : Level 1 penangkal arus petir (Lightning Current Arrester) Level 2 penangkal tegangan kejut petir (Surge Arrester) Level 3 penangkal tegangan induksi petir (Device Arrester) C.2 KRITERIA PENEMPATAN PENANGKAL PETIR Penangkal petir jenis konvensional/pasif ditempatkan pada bangunan/gedung seperti Gedung Terminal, Gedung Power House, Gedung CCR, Gedung DVOR, Gedung NDB, Gedung Tower dan Gedung Kantor serta dapat melindungi peralatan listrik penunjang operasional penerbangan didalamnya. Penangkal petir jenis modern/aktif ditempatkan dengan jarak satu sama lainnya sesuai

51 CCR, Gedung DVOR, Gedung NDB, Gedung Tower dan Gedung Kantor serta peralatan listrik penunjang operasional penerbangan yang ada didalamnya dari sambaran petir. Penangkal Petir yang bekerja dengan baik harus sanggup menangkal atau menyalurkan lidah api petir bermuatan listrik yang menyambarnya ke pusat bumi tanpa menimbulkan kerusakan pada bangunan dan peralatan. Resistansi sistem pentanahan harus bemilai maksimum 5 Ohm. D. SISTEM PENGAMANAN BANGUNAN GEDUNG TERHADAP KEBAKARAN FIRE FIGHTING SYSTEM (HYDRANT PILLAR, HYDRANT BOX, HYDRANT PUMP, SPRINKLER, APAR) D.l. UMUM Fire Fighting System merupakan suatu kesatuan sistem yang berfungsi untuk mencegah, memadamkan dan melindungi suatu bangunan / gedung dari bahaya kebakaran. Sistem ini terdiri dari beberapa jenis yang dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Detector adalah suatu peralatan sebagai pengindera kebakaran dan penyampaian isyarat sedini mungkin untuk dapat mencegah atau menanggulangi kebakaran sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar, baik jiwa, harta benda maupun kerusakan lingkungan. b. Sprinkler merupakan suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam sebuah bangunan / gedung, yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran. Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tidung berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya sehingga air dapat memancar ke semua arah secara rata.. c. Sistem Distribusi Air Pemadam Kebakaran merupakan suatu sistem suplai air pemadam kebakaran yang terdiri dari hydrant pump dan hydrant pipe. Air diambil dari ground tank/reservoir menggunakan pompa ( Fire Main Pump, Diesel Fire Pump dan Jockey Pump ) dan dialirkan melalui pipa hydrant / pipa header (hydrant pipe) sampai ke sprinkler. Instalasi pipa terhubung dengan pressure tank yang dilengkapi dengan pressure switch yang berfungsi untuk mengoperasikan pompa pemadam kebakaran secara otomatis dan di setting sesuai dengan tekanan standar instalasi pipa gedung. Pipa hydrant (hydrant pipe) dibagi menjadi dua instalasi pipa yaitu pipa hydrant (warna merah) dan pipa sprinkler (warna orange). d. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) merupakan alat pemadam api yang berbentuk tabung yang mudah dioperasikan oleh satu orang dan mudah dijinjing. APAR ditujukan untuk memadamkan api awal kecil pada mula terjadinya kebakaran. Berat APAR bervariasi yaitu dari kapasitas 1 kg sampai dengan 16 kg. APAR dengan kapasitas lebih besar dari 16 kg disebut mobile unit ( kereta dorong ).

52 D.2. KRITERIA PENEMPATAN FIRE FIGHTING SYSTEM D Penempatan Detector a. Detector Asap (Smoke Detector) 1) Tinggi ruangan lebih dari 6 meter; 2) Luas areal 5-95 m2. 3) Jarak antar detector kurang dari 12 meter. 4) Jarak detectordengan dinding kurang dari 5 meter. 5) Kepekaan 0,8 s/d 1,5%/ fct smoke obstruction. 6) Dilengkapi dengan time delay dan sensitivity adjusment. b. DetectorPanas (Type Constant) 1) Tinggi ruangan kurang dari 6 meter. 2) Luas areal 25 s/d 46 m2. 3) Jarak antar detector kurang dari 6 meter. 4) Jarak detector dengan dinding kurang dari 3 meter. 5) Kepekaan aliran udara lm/sec, maksimal 56 C dan bereaksi 25 s/d 50 detik. c. Detector Panas (Rate ofraises) 1) Tinggi ruangan kurang dari 6 meter. 2) Luas areal 25 s/d 46 m2. 3) Jarak antar detector kurang dari 6 meter. 4) Jarak detector dengan dinding kurang dari 3 meter. 5) Kepekaan aliran udara 0,85 m/sec, maksimal 30 C diatas temperatur sekeliling dan bereaksi dalam 30 detik. D.2.2. Penempatan Sprinkler Sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran, jumlah debit air ( liter/menit ) yang dikeluarkan oleh 4 kepala springkler yang berdekatan dan terletak di empat sudut bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang (kepala springkler dipasang selang seling) dibagi oleh 4 x luas bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang 2 tersebut di atas (m ). D.2.3. Penempatan Sistem Distribusi Air Pemadam Kebakaran 2) Pipa tegak kering harus tidak dihubungkan pada dinding bangunan atau dipasang pada kolom penguat dinding. 3) Pemipaan sistem pipa tegak harus tidak tembus melalui daerah berbahaya dan harus ditempatkan sehingga terlindung dari kerusakan mekanis dan api. 4) Pipa tegak dan pemipaan lateral yang dipasok oleh pipa tegak harus ditempatkan dalam tangga eksit yang diselubunei atau harus dilindunei denean tinekat

53 Standar Penempatan Display Board/layar tampilan harus mudah terlihat pada lokasi-lokasi sebagai berikut : 1. Keberangkatan Domestik dan Intemasional 2. Kedatangan Domestik dan Intemasional 3. Tempat umum di Kedatangan 4. Check in Area Keberangkatan 5. Tempat Umum Check in Keberangkatan 6. Tempat Umum Keberangkatan dan Kedatangan. untuk tangga eksit yang diselubungi dalam bangunan dimana pemipaan ini ditempatkan. Pengecualian : Dalam bangunan yang dipasang dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, pemipaan lateral sambungan slang dengan diameter sampai 63,5 mm ( 2% inci ) tidak dipersyaratkan untuk dilindungi, pemipaan yang menyambungkan pipa tegak ke sambungan slang 38,1 mm ( 1 lat inci). D.2.4. Penempatan APAR Penempatan APAR dalam ruangan gedung harus mempertimbangkan beberapa aspek antara lain : Mudah terlihat Mudah terjangkau Diletakkan secara tersebar dan tidak terkumpul. Tidak terkunci sehingga mudah digunakan. Disesuaikan dengan situasi dan kondisi ruangan gedung (estetika penempatan). E. SISTEM INFORMASI DAN ELEKTRONIKA BANDAR UDARA E. 1 FLIGHT INFORMATION DISPLAY SYSTEM (FIDS) E.l.l UMUM FIDS (Flight Information Display System) adalah peralatan yang berfungsi untuk memberikan informasi penerbangan secara aktual mengenai status dan waktu penerbangan melalui layar monitor. E.1.2 KRITERIA PENEMPATAN FLIGHT INFORMATION DISPLAY SYSTEM (FIDS) Komponen Flight Information Display System (FIDS) sebagai berikut : a. Sistem data file; b. Multi Channel Display (Staff TV) untuk memonitor jadwal penerbangan setiap hari; c. Single Channel Display (Passenger TV/Monitor), memberikan informasi jadwal penerbangan kepada para penumpang; d. Display Board/layar tampilan; e. Interface PC; f. Center Operation.

54 Standar penempatan Sistem Data File : Sistem data file/cpu diletakkan di ruang telekomunikasi utama yang terletak pada level klaim tas di terminal. CPU dilengkapi dengan CPU cadangan. Kedua unit itu dilengkapi dengan UPS. E.2 PUBLIC ADDRESS SYSTEM (PAS) E.2.1 UMUM PAS berarti Public Address, secara harfiah PAS / PA Sistem berarti perangkat yang berfungsi untuk pemanggilan / pengumuman pada suatu lokasi. Umumnya PA Sistem diatur berdasarkan zona atau areaarea tertentu, sehingga seorang operator dapat mengumumkan informasi hanya ke area-area tertentu saja tanpa harus menyiarkan ke seluruh lokasi. PA secara sistem terdiri atas Microphone, Zone Selector, Processor Controller, Amplifier, loudspeaker, Beacon lamp dan Input/output interface sebagai I / O untuk sensorsensor alarm. a. Microphone berfungsi sebagai pengubah suara ke dalam sinyal elektronik sehingga bisa ditolak dan dimodiflkasi oleh perangkat elektronik lainnya. Biasanya langsung terintegrasi dengan perangkat zone selector; b. Zone Selector, adalah perangkat mekanik atau elektronik yang digunakan untuk menilik kanal amplifier yang akan digunakan yang diatur berdasarkan zona pengaturannya; c. Processor Controller, adalah perangkat kontroler pintar yang dapat mengatur penyaluran suara secara digital atau analog, dan dapat pula menyimpan / merekam suara-suara standard yang akan digunakan baik untuk pengumuman maupun untuk penyiaran sirinesirine tanda bahaya (bukan hanya kebakaran) d. Ampilfier adalah perangkat penguat sinyal suara untuk didistribusikan ke loudspeaker-loudspeaker diseluruh lokasi. Amplifier memiliki tingkatan-tingkatan power tertentu, ada yang memiliki kapasitas 100 W, 200 W, 250 W. Namun beban loudspeaker yang tersambung sebaiknya tidak penuh 80 % beban terpasang dari beban maksimum adalah disarankan. e. Loudspeaker adalah perangkat pengubah sinyal elektrik ke sinyal suara, tiap loudspeaker memiliki karakteristik sendiri, baik kekuatan dari speakaer tersebut yaitu 6 W, 15 W atau 25 w maupun karakteristik / pola penyebaran suaranya. E.2.2 KRITERIA PENEMPATAN PUBLIC ADDRESS SYSTEM (PAS) Tata Suara adalah suatu teknik pengaturan peralatan suara atau bunyi pada suatu acara pertunjukkan,

55 Tata suara erat kaitannya dengan pengaturan penguatan suara agar bisa terdengar kencang tanpa mengganggu dan mengabaikan kualitas dari suara-suara yang dikuatkan. Pengaturan tersebut meliputi pengaturan mikroponmikropon, kabel prosesor dan efek suara, pengaturan konsul mixer, kabel-kabel dan juga power amplifier dan speaker-speakemya. Secara umum sistem tata suara pada bandara dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu sistem tata suara internal kembar dan sistem tata suara internal kantor dan sistem tata suara bandara. Dalam sistem tata suara bandara menggunakan system central program yang memerlukan ruang tersendiri sebagai ruang kontrol yang mengantar seluruh sistem tata suara pada bandara ini. Pemasangan instalasi tata suara secara master didalam ruang operator dimana terletak pre amplifier / mixing pre amplifier power amplifier program-program input serta switching control, kecuali itu ada pula penanganan terpisah secara fungsi tata suara untuk pemasangan sopir. Untuk menjamin bahwa program-program yang diperdengarkan ataupun pengumuman yang disampaikan sesuai dengan yang dikehendaki maka diperlukan master monitoring yang terletak pada meja monitoring diruang operator. Sistem tata suara pada bandara dibagi menjadi 4 (empat) zona, yaitu : a. Zona Pemberangkatan Zona pemberangkatan ini meliputi ruang check-in, ruang tunggu dan boarding lounge. Ruang Check-in Ruang Tunggu b. Zona Kedatangan c. Zona Publik d. Zona Car Call F. SISTEM CATU DAYA, GENERATING SET F.l. UMUM Generator arus bolak-balik disebut juga generator sinkron atau alternator adalah mesin yang meggunakan magnet untuk mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. F.2. KRITERIA PENEMPATAN GENERATING SET 1) Menempatkan Genset dengan sirkulasi udara yang baik. Genset yang dioperasikan dapat menghasilkan karbon monoksida yang mengkontaminasi udara dimana Genset tersebut dioperasikan, sehingga perlu dipastikan bahwa aliran udara tidak mengarah ke dalam ruangan disekitar penempatan Genset. 2) Memperhatikan tingkat kebisingan Genset. Genset tipe terbuka memiliki tingkat kebisingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Genset tipe tertutup (silent). Genset tipe terbuka memiliki kebisingan sekitar 70 s.d 75 db, sedangkan untuk tipe

56 akufitas adalah 2 sampai dengan 5 meter atau disesuaikan dengan kondisi ruangan, sedangkan untuk Genset tipe tertutup (silent) adalah 3 meter tanpa mengganggu aktivitas ruang kerja. 3) Penempatan panel kontrol Genset harus terpisah dengan Genset. G. PENCAHAYAAN BANDAR UDARA, ALI (APRON FLOOD LIGHT) G.l UMUM Apron Flood Light adalah lampu penerangan yang disediakan di apron, atau pada suatu bagian dari apron, dan pada posisi parkir terisolasi yang telah ditentukan, yang ditujukan untuk penggunaan pada malam hari pada loading dan unloading barang dan penumpang. G.2 KRITERIA PENEMPATAN APRON FLOOD LIGHT 1) Apron flood light harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memberikan penerangan yang cukup di seluruh area layanan apron yang ditujukan untuk penggunaan di malam hari. 2) Apron flood light harus ditempatkan dan dilapisi sedemikian rupa sehingga meminimalkan sinar atau pantulan langsung kepada pilot yang berada di pesawat terbang yang sedang dalam penerbangan atau di darat, pengontrol lalu lintas udara (air traffic controllers), dan petugas di apron. 3) Apron flood light diletakkan ditepi Apron dengan jarak antar tiang 50 meter. 4) Suatu posisi parkir pesawat terbang harus menerima, sejauh dapat diterapkan, apron flood light dari dua atau lebih arah untuk meminimalkan bayangan. Catatan : Untuk kepentingan apron flood light, yang dimaksud dengan posisi parkir pesawat terbang adalah suatu daerah persegi empat yang dibangun dari lebar sayap dan keseluruhan panjang pesawat terbang yang lebih besar yang ditujukan untuk menggunakan posisi tersebut. 5) Tiang apronflood light tidak boleh masuk ke daerah permukaan hambatan terbatas (obstacle limitation surfaces). DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, TTD Salinan sesuai dengan aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HUMAS SETDJTJEN HUBUD HERRY BAKTI

e <S^^TZ1XZT^ 1.5 mpada runway yang digunakan terutama ««" /*'^weight. (This

e <S^^TZ1XZT^ 1.5 mpada runway yang digunakan terutama «« /*'^weight. (This h ilka iarak bebas roda Minimum Khusus disediakan pada suatu threshold yang ditutup, maka harus dipastikan bahwa jarak tixtox^^m^^^ dengannya yang dijelaskan pada kolom (2) tersed.a pada saat suatu pesawat

Lebih terperinci

KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT

KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT A.5.2 KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT Peralatan ini dipertimbangkan apabila pada suatu bandar udara terdapat permasalahan sebagai berikut: a. Tidak ada petunjuk yang dapat diikuti secara visual

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

Gambar 1.8 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile APAPI at Runway -26)

Gambar 1.8 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile APAPI at Runway -26) 6M 10M 30m\^/ 100.00 103.00 142.00 180i00 i 110.00 114.00 153.00 166100 112.00 120.00 156.00 164i00 115.00 1.00 160.00 163-00 123.00 130.00 163.00 156100 0 M 240 M 230 M 220 M 210M A B sisi landasan 2

Lebih terperinci

Runway Guard Light ditempatkan pada persimpangan taxiway dengan precision approach Runway dan Runwaynya

Runway Guard Light ditempatkan pada persimpangan taxiway dengan precision approach Runway dan Runwaynya A. 14.2 KRITERIA PENEMPATAN STOPBAR LIGHT Stopbar harus ditempatkan diseberang taxiway pada atau tidak lebih dari 0,3 m sebelum titik dimana diharapkan semua lalu lintas yang memasuki Runway berhenti.

Lebih terperinci

Runway Level. End Stopway. Lampu dipasang pada kemiringan turun maksimal yang diijinkan untuk mengurangi ketinggian pole di bukit

Runway Level. End Stopway. Lampu dipasang pada kemiringan turun maksimal yang diijinkan untuk mengurangi ketinggian pole di bukit End Stpway Tinggi crssbar diasumsikan sesuai crss/all di tanah Lampu dipasang pada kemiringan turun maksimal yang diijinkan untuk mengurangi ketinggian ple di bukit Runway Level Pemasangan pada permukaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

9.23. Lampu Taxiway Centre Line

9.23. Lampu Taxiway Centre Line 9.22.4.5. Jarak spasi terakhir antara lampu pada bagian lurus harus sama dengan jarak spasi pada bagian melengkung. 9.22.4.6. Jika jarak spasi terakhir pada bagian lurus kurang dari 25 m, jarak spasi kedua

Lebih terperinci

The arrangement of a PAPI system and the resulting display. Gambar 9.9-9:

The arrangement of a PAPI system and the resulting display. Gambar 9.9-9: b. Jarak antara unit PAPI dari threshold mungkin saja harus dimodifikasi dari posisi optimum setelah mempertimbangkan: i. Panjang runway yang tersisa untuk menghentikan pesawat udara; dan ii. Jarak obstacle

Lebih terperinci

Gambar : Konfigurasi lampu runway edge untuk runway lebar 45 m

Gambar : Konfigurasi lampu runway edge untuk runway lebar 45 m Gambar 9.10-3: Konfigurasi lampu runway edge untuk runway lebar 45 m 74 Gambar 9.10-4: Konfigurasi lampu runway edge pada runway lebar 60 m 75 Gambar 9.10-5: Lampu runway edge, lampu threshold dan lampu

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

Gambar : Konfigurasi lampu runway threshold pada runway lebar 30 m 9-74

Gambar : Konfigurasi lampu runway threshold pada runway lebar 30 m 9-74 ii. 5 lampu unidirectional yang berjarak sama dengan interval 2,4 m dimana lampu paling luar sejajar dengan baris lampu runway edge lainnya; b. 14 lampu unidirectional untuk runway dengan lebar 45 m, lihat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

9.4. Aerodrome Beacon

9.4. Aerodrome Beacon divariasi intensitasnya, misal untuk menghindari kilauan. Jika lampu ini akan dibedakan dari lampu kuning, lampu tersebut harus didisain dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga: a. koordinat x warna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG STANDAR GAMBAR INSTALASI SISTEM PENERANGAN BANDAR UDARA (AIRFIELD

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG STANDAR GAMBAR INSTALASI SISTEM PENERANGAN BANDAR UDARA (AIRFIELD

Lebih terperinci

9.14. Lampu Runway Turn Pad

9.14. Lampu Runway Turn Pad a. Berupa lampu inset fixed unidirectional yang memancarkan warna merah dengan menghadap arah runway; dan b. Intensitas lampu minimum harus sesuai dengan penjelasan di Sub Bagian 9.22, Gambar 9.22-7. 9.13.7.

Lebih terperinci

Gambar : Diagram Isocandela untuk Lampu Threshold Wing Bar Intensitas Tinggi (Sinar Hijau)

Gambar : Diagram Isocandela untuk Lampu Threshold Wing Bar Intensitas Tinggi (Sinar Hijau) Notes : 1) Kurva dihitung dengan rumus x 2 a 2 + y2 b 2 = 1 a 7.0 11.5 16.5 b 5.0 6.0 8.0 2) Toe-in 2º 3) Lihat catatan kolektif di Paragraf 9.11.1 untuk Gambar 9.11-1 hingga Gambar 9.11-11 Gambar 9.11-6:

Lebih terperinci

d. PAPI harus dipasang di sisi kiri runway, kecuali jika tidak dapat diterapkan Jika lebih dari satu sistem indikator kemiringan visual

d. PAPI harus dipasang di sisi kiri runway, kecuali jika tidak dapat diterapkan Jika lebih dari satu sistem indikator kemiringan visual d. PAPI harus dipasang di sisi kiri runway, kecuali jika tidak dapat diterapkan. 9.9.2.6. Jika lebih dari satu sistem indikator kemiringan visual approach (Visual Approach Slope Indicator Systems) yang

Lebih terperinci

Light beams dan sudut pengaturan elevasi PAPI dan APAPI (Light beams and angle of elevation setting of PAPI and APAPI) Gambar 9.

Light beams dan sudut pengaturan elevasi PAPI dan APAPI (Light beams and angle of elevation setting of PAPI and APAPI) Gambar 9. c. Jika sumbu sistem tidak paralel dengan garis tengah runway maka sudut displacement dan arah displacement, yaitu kiri atau kanan, harus diindikasikan; d. Nominal Sudut kemiringan approach. Untuk PAPI

Lebih terperinci

9.28. Lampu road-holding position

9.28. Lampu road-holding position 9.27.2. Pola dan Lokasi Lampu Intermediate Holding Position Pada taxiway yang dilengkapi dengan lampu centre line, lampu intermediate holding position harus berisikan paling tidak 3 lampu inset, dengan

Lebih terperinci

Warna Putih (dalam candela) 1 to to to to to

Warna Putih (dalam candela) 1 to to to to to 9.4.1.3. Jika disediakan, aerodrome beacon ditempatkan pada atau di dekat bandar udara di suatu daerah yang memiliki latar belakang penerangan yang tidak berpengaruh. Di samping itu, aerodrome beacon ditempatkan

Lebih terperinci

Gambar : Typical apron markings

Gambar : Typical apron markings Gambar 8.7-28 : Typical apron markings 8.7.24 Self Manoeuvring Parking 8.7.24.1 Self-manoeuvring. Istilah ini digunakan untuk prosedur dimana pesawat udara masuk dan meninggalkan aircraft stand dengan

Lebih terperinci

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

6.4. Runway End Safety Area (RESA) b. Dalam jarak 60 m dari garis tengah precision approach runway kategori I, dengan nomor kode 3 atau 4; atau c. Dalam jarak 45 m dari garis tengah dari sebuah precision approach runway kategori I, dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 436 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 436 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 436 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

Lokasi, jarak, dan karakteristik lampu apron edge mengacu pada lampu taxiway edge dalam paragraf , dan

Lokasi, jarak, dan karakteristik lampu apron edge mengacu pada lampu taxiway edge dalam paragraf , dan 9.31. Lampu Tepi Apron (Apron Edge Light) 9.31.1. Umum 9.31.1.1. Jika indikasi tambahan alat bantu visual dibutuhkan untuk menggambarkan tepi apron di malam hari, maka lampu taxiway edge dapat digunakan.

Lebih terperinci

AIRPORT MARKING AND LIGHTING

AIRPORT MARKING AND LIGHTING Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University AIRPORT MARKING AND LIGHTING Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Tujuan Marking Alat bantu navigasi ketika melakukan approach ke suatu bandar

Lebih terperinci

Gambar 9.7-4: Precision approach category I lighting systems 9-37

Gambar 9.7-4: Precision approach category I lighting systems 9-37 crossbar harus mendekati garis lurus horisontal di sudut yang tepat dan dibagi dua oleh garis tengah lampu garis. Lampu-lampu ini harus diberi jarak sehingga dapat menghasilkan efek linear, kecuali jika

Lebih terperinci

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit Gambar 8.6-24: Marka taxiway pavement-strength limit Marka tepi taxiway utama atau apron terkait, atau marka runway side stripe, harus terpotong di sepanjang lebar jalan masuk taxiway berkekuatan rendah.

Lebih terperinci

dan 30 m jika code number runway 1 atau 2. Lihat Gambar Gambar : Runway exit sign

dan 30 m jika code number runway 1 atau 2. Lihat Gambar Gambar : Runway exit sign dan 30 m jika code number runway 1 atau 2. Lihat Gambar 8.14-21. Gambar8.14-20: Runway exit sign 8.14.8.10 Gambar 8.14-21: Dimensi tanda(sign dimensions) 8.14.8.11 Runway vacated sign 8.14.8.11.1 Runway

Lebih terperinci

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone)

Gambar 7.2-5: Zona Bebas Obstacle (Obstacle Free Zone) 7.2.2.7. Zona Bebas Obstacle Permukaan inner approach, inner tranisitional dan balked landing, ketiganya mendefinsikan volume ruang udara di sekitar precision approach runway, yang dikenal sebagai zona

Lebih terperinci

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud.

tanpa persetujuan khusus Ditjen Hubud. bandar udara Hubud. tanpa persetujuan khusus Ditjen 7.1.3.2. Peralatan dan instalasi yang dibutuhkan untuk tujuan navigasi penerbangan harus mempunyai massa dan ketinggian minimum yang dapat dipraktekkan,

Lebih terperinci

Jarak pendaratan yang tersedia 800 m hingga, 1200 m hingga, tetapi tidak mencapai 2400 m. Kurang dari 800 meter. Lokasi dan Dimensi.

Jarak pendaratan yang tersedia 800 m hingga, 1200 m hingga, tetapi tidak mencapai 2400 m. Kurang dari 800 meter. Lokasi dan Dimensi. 8.6.7 Marka runway aiming point 8.6.7.1 Marka aiming point harus disediakan pada setiap akhir pendekatan pada runway instrument yang diperkeras dengan code number 2, 3 atau 4. 8.6.7.2 Marka aiming point

Lebih terperinci

TUGAS Topik Khusus Transportasi BANDAR UDARA

TUGAS Topik Khusus Transportasi BANDAR UDARA BANDAR UDARA Pengertian Bandar Udara Adapun pengertian Bandar udara menurut beberapa sumber adalah sebagai berikut: Menurut International Civil Aviation Organization, bandar udara adalah area tertentu

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG PROSEDUR PENGUJIAN DI DARAT ( GROUND INSPECTION) PERALATAN FASILITAS

Lebih terperinci

Tabel : Karakteristik lampu obstacle

Tabel : Karakteristik lampu obstacle kawat atau kabel tersebut dapat membahayakan pesawat udara. 9.35.3. Benda-benda yang perlu diberi lampu di luar Permukaan Batas halangan/ols (di luar batas lateral OLS) 9.35.3.1. Kawat, kabel, dan lain-lain

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 39 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

Gambar8.16-4: Glider is in opera

Gambar8.16-4: Glider is in opera Gambar8.16-4: Glider is in opera 8-101 9. ALAT BANTU VISUAL NAVIGASI AERODROME LIGHTING 9.1. Umum 9.1.1. Aplikasi dan Definisi 9.1.1.1. Sistem penerangan eksisting harus dioperasikan dan dipelihara sesuai

Lebih terperinci

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

Kawasan keselamatan operasi penerbangan Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

Gambar Transitional, inner horizontal dan conical surface OLS (instrument non-precision approach FATO)

Gambar Transitional, inner horizontal dan conical surface OLS (instrument non-precision approach FATO) 3.4.1.2. OLS yang wajib disediakan untuk penerbangan secara instrument non-precision approach FATO yaitu : a. Kawasan lepas landas (take-off climb surface); b. Kawasan pendekatan (approach surface); c.

Lebih terperinci

Ilustrasi category II and III approach lighting system. Diagram Isocandela untuk lampu approach centerline

Ilustrasi category II and III approach lighting system. Diagram Isocandela untuk lampu approach centerline Gambar 9.7-7 Ilustrasi category II and III approach lighting system Dengan sumber lampu tunggal... 9-44 Gambar 9.7-8 Illustration of category II and III approach lighting system with barrettes... 9-45

Lebih terperinci

Petunjuk dalam pemilihan arus hubungan seri (series line currents) untuk berbagai tahap intensitas

Petunjuk dalam pemilihan arus hubungan seri (series line currents) untuk berbagai tahap intensitas yang buruk (low visibility) di siang dan malam hari serta kondisi ambient agar tidak menyilaukan pilot: a. Sistem penerangan approach (approach lighting system); b. Sistem petunjuk kemiringan approach

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1 PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,

Lebih terperinci

1) Nilai intensitas telah memperhitungkan penerangan latar belakang yang kuat, termasuk kemungkinan berkurangnya cahaya yang dihasilkan akibat debu da

1) Nilai intensitas telah memperhitungkan penerangan latar belakang yang kuat, termasuk kemungkinan berkurangnya cahaya yang dihasilkan akibat debu da 1) The intensity values have taken into account high background luminance, and possibility of deterioration of light output resulting from dust and local contamination. Nilai intensitas telah memperhitungkan

Lebih terperinci

Gambar 8.6-1: Marka Runway designation, centre line and threshold 8-6

Gambar 8.6-1: Marka Runway designation, centre line and threshold 8-6 b. Jika threshold runway dipindahkan dari ujung runway, maka sebuah rambu yang menunjukkan runway designation dapat dibuat untuk lepas landas pesawat udara. 8.6.2.3 Karakteristik a. Marka runway designation

Lebih terperinci

Pemeliharaan di sekitar Alat Bantu Navigasi

Pemeliharaan di sekitar Alat Bantu Navigasi 10.18.9. Sistem pemeliharaan preventif digunakan untuk runway precision approach kategori II atau III bertujuan untuk mengetahui approach and runway lights berfungsi dan dalam kondisi tertentu setidaknya

Lebih terperinci

Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65

Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65 Gambar8.11-3: Marka tiang dan menara Gambar 8.11-4: Contoh marka dan pencahayaan struktur tinggi 8-65 8.11.5 Marka objek begerak (kendaraan) 8.11.5.1 Marka objek bergerak (kendaraan) yang rutin digunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan nomor SKEP/161/IX/03 tanggal 3 September

Lebih terperinci

Physical Characteristics of Aerodromes

Physical Characteristics of Aerodromes Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Physical Characteristics of Aerodromes Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Aerodrome Reference Code Digunakan oleh ICAO untuk membaca hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bandar udara terdapat komponen komponen infrastruktur yang mendukung berjalannya transportasi udara diantaranya runway, taxiway, apron, hangar, terminal

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis;

Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai angkutan udara perintis. Penyelenggaraan Angkutan Udara Perintis; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :...KP.143..TAHUN. 2016. TENTANG VERIFIKASI OPERASIONAL BANDAR UDARA UNTUK ANGKUTAN UDARA

Lebih terperinci

Gambar : Diagram Isocandela untuk lampu Runway edge Omnidirectional Sistem penerangan runway intensitas rendah

Gambar : Diagram Isocandela untuk lampu Runway edge Omnidirectional Sistem penerangan runway intensitas rendah Gambar 9.22-1: Diagram Isocandela untuk lampu Runway edge Omnidirectional Sistem penerangan runway intensitas rendah Gambar 9.22-2: Diagram Isocandela Lampu Runway edge Sistem penerangan runway intensitas

Lebih terperinci

Tabel 6.7-7: Jarak pemisah minimum taxiway Garis tengah nonprecision. Code letter. approach runway

Tabel 6.7-7: Jarak pemisah minimum taxiway Garis tengah nonprecision. Code letter. approach runway d. 12,5 m jika Code Letter taxiway C atau B; atau e. 11 m jika Code Letter taxiway A. 6.7.11.3. Kemiringan Strip Taxiway Graded Area pada strip taxiway tidak boleh memiliki kemiringan melintang (transverse

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

Gambar : Bentuk dan proporsi huruf, angka dan simbol yang digunakan pada Movement Area Guidance Sign

Gambar : Bentuk dan proporsi huruf, angka dan simbol yang digunakan pada Movement Area Guidance Sign Gambar 8.14-7: Bentuk dan proporsi huruf, angka dan simbol yang digunakan pada Movement Area Guidance Sign Gambar 8.14-8: Bentuk dan ukuran huruf, angka dan simbol yang digunakan pada Movement Area Guidance

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 41 / III / 2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 41 / III / 2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 4 / III / 200 TENTANG PERSYARATAN STANDAR TEKNIS DAN OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 39 (MANUAL OF STANDARD CASR

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

Pemberian tanda dan pemasangan lampu halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara

Pemberian tanda dan pemasangan lampu halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara Standar Nasional Indonesia Pemberian tanda dan pemasangan halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup

Lebih terperinci

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME)

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup dan tujuan... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) ICS 30.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

9.36. Pemberian Lampu pada Daerah yang Ditutup dan Unserviceable

9.36. Pemberian Lampu pada Daerah yang Ditutup dan Unserviceable 9.35.5. Floodlighting untuk Obstacle 9.35.5.1. Ketika instalasi lampu obstacle normal dianggap tidak praktis atau tidak diinginkan karena alasan keindahan atau alasan lain, floodlighting obstacle mungkin

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORATJENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 83 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana: BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

Aircraft stand number designation. Gambar :

Aircraft stand number designation. Gambar : Gambar8.7-11 : Aircraft stand number designation 8.7.11.4 Aircraft type limit designations mengindikasikan aircraft stand mana yang mampu mengakomodasi jenis pesawat udara tertentu. Nomor designation ini

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang **% KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Telepon 3505550-3505006 Fax:3505136-3505139 ^g Jakarta 10110 (Sentral) 3507144 ^^^^ Kotak Pos No. 1389 Jakarta

Lebih terperinci

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat.tenderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 90 TAHUN 2014 TENTANG PFTUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PERSETUJUAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN

Lebih terperinci

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

10.5. Contoh Daftar Singkatan NOTAM Aerodrome (Aerodrome Works) Obstacle Penutupan Runway untuk

10.5. Contoh Daftar Singkatan NOTAM Aerodrome (Aerodrome Works) Obstacle Penutupan Runway untuk 10.5. Contoh Daftar Singkatan NOTAM... 10-20 10.5.1. Aerodrome (Aerodrome Works)... 10-20 10.5.2. Obstacle... 10-22 10.5.3. Penutupan Runway untuk Pemeliharaan... 10-22 10.5.4. Penutupan runway karena

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

Code Letter Minimum Clearance

Code Letter Minimum Clearance Gambar 6.2-2:Perkerasan yang dibutuhkan untuk melakukan perputaran 180 derajat penuh pesawat udara Code Letter "A" 6.2.4.3. Jika sebuah turn pad untuk pesawat udara tersedia di sembarang titik pada sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi dan peranan transportasi sangat penting dan strategis dalam kehidupan manusia yaitu sebagai pendorong, penggerak dan penunjang kegiatan pembangunan dalam segala

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2017 BMKG. Aerodrome. Peralatan Pengamatan Meteorologi. Penempatan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 8 TAHUN 2017

Lebih terperinci

Reference Code Letter. Tabel8.7-3: Pilot Stop Line

Reference Code Letter. Tabel8.7-3: Pilot Stop Line pilot. Pilot stop line harus memiliki panjang 6 m dan offset dari alignment line. 8.7.14.2 Jika segala jenis pesawat udara akan ditempatkan pada satu posisi parkir, maka offset untuk code letter C harus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 238 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 238 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 238 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ANGKASA PURA I DENGAN

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam - 2-2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);

Lebih terperinci

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara f. jika memungkinkan, kompeten dalam menggunakan alat komunikasi radio dan mengerti instruksi-instruksi yang disampaikan melalui radio. 10.11. Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara 10.11.1. Pendahuluan 10.11.1.1.

Lebih terperinci

mencapai 1200 m Tabel 8.6-2:Standar marka Runway aiming point

mencapai 1200 m Tabel 8.6-2:Standar marka Runway aiming point 8.6.8 Marka Titik sasaran Landasan Pacu(Runway Aiming Point) 8.6.8.1 Marka aiming point harus disediakan pada setiap akhir pendekatan pada runway instrument yang diperkeras dengan code number 2, 3 atau

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia

Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Kawasan Keselamatan Operasional Penerbangan Bandar Udara Bokondini Papua Indonesia FAJAR DERMAWAN

Lebih terperinci

Apabila ground earthing points disediakan, hambatan ke bumi tidak boleh lebih dari 10,000 ohm.

Apabila ground earthing points disediakan, hambatan ke bumi tidak boleh lebih dari 10,000 ohm. 11.15.2. Apabila ground earthing points disediakan, hambatan ke bumi tidak boleh lebih dari 10,000 ohm. 11.15.3. Jika ground earthing points disediakan, perawatan yang sesuai dengan prosedur yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar

Lebih terperinci

Selain digunakan untuk operasional penerbangan

Selain digunakan untuk operasional penerbangan BAB III BANDAR UDARA ADISUCIPTO 3.1. KONDISI BANDAR UDARA 3.1.1. Lokasi Bandar Udara Bandar udara Adisucipto terletak sekitar 8 km arah timur kota Yogyakarta dengan koordinat geografis 07 47'S - 110 26'

Lebih terperinci

Tanggung jawab operator bandar udara untuk memenuhi persyaratan standar ini adalah:

Tanggung jawab operator bandar udara untuk memenuhi persyaratan standar ini adalah: i. pemadam kebakaran (dan stasiun pemadam kebakaran satelit); dan j. menara ATC. 11.3. Persyaratan Penempatan Umum 11.3.1. Kriteria penempatan menjelaskan persyaratan minimum untuk mendapatkan kinerja

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 42 / III / 2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 42 / III / 2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 42 / III / 2010 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 139 03 MANAJEMEN BAHAYA HEWAN LIAR DI BANDAR UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/91/V/2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/91/V/2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/91/V/2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Code Letter Minimum Clearance

Code Letter Minimum Clearance Gambar 6.2-2: Perkerasan yang dibutuhkan untuk melakukan perputaran 180 derajat penuh pesawat udara Kode huruf "A" (Pavement required to complete a 180-degree turn Code letter A aircraft) 6.2.4.3. Jika

Lebih terperinci