BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Gajah Sumatera Taksonomi dan Status Konservasi Gajah Sumatera Gajah sumatera merupakan sub spesies dari Gajah asia (Elephas maximus) yang diperkenalkan oleh Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus sumatranus Temminck, Taksonomi Gajah sumatera, yaitu : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class : Mammalia Order : Proboscidea Family : Elephantidae Genus : Elephas Species : Elephas maximus Linnaeus, 1758 Sub species : Elephas maximus sumatranus Temminck, Gajah asia (Elephas maximus) terbagi kedalam tiga sub spesies, yaitu Elephas maximus maximus di Srilangka, Elephas maximus indicus di anak Benua India dan Asia Tenggara termasuk Kalimantan dan Elephas maximus sumatranus di Sumatera. Gajah asia (Elephas maximus) di Indonesia hanya ditemukan di Sumatera dan Kalimantan bagian timur. Gajah asia terdaftar dalam Red List Book IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) dengan status terancam punah (endangered species). Gajah asia (Elephas maximus) dinyatakan sebagai satwa dilindungi Undang-undang dan hampir punah di Indonesia sejak Tahun 1931 melalui Ordonansi Perlindungan Binatang Liar. Selanjutnya CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Fauna and Flora/Konvensi tentang Perdagangan Internasional Satwa dan Tumbuhan) mengategorikan Gajah asia kedalam kelompok Appendix I. sehingga keberadaannya perlu diperhatikan dan dilestarikan.

2 Distribusi dan Populasi Gajah di Pulau Sumatera Gajah sumatera tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Tahun 1980 dilakukan survei gajah di seluruh Sumatera dengan menggunakan metode penaksiran secara cepat (rapid assessment survey). Hasil survei memperkirakan populasi Gajah sumatera ekor dan tersebar di 44 lokasi (Blouch dan Simbolon 1985). Estimasi sementara populasi Gajah sumatera yaitu ekor (Dephut 2007). Tabel 1 Proporsi sebaran populasi Gajah sumatera di beberapa status kawasan hutan *) Status Kawasan Luas Kawasan (hektar) Persentase (%) Hutan konversi ,39 Hutan produksi terbatas ,03 Hutan konservasi ,05 Hutan produksi ,22 Hutan lindung ,00 Hutan negara tidak terbatas ,39 Perairan ,05 Daerah lain ,69 Tidak ada data ,19 Sumber : Dephut (2007) Keterangan : *) Jumlah gajah diperkirakan ekor Distribusi dan Populasi Gajah di Provinsi Riau Gajah di Provinsi Riau dapat ditemukan di beberapa lokasi yang disebut kantong-kantong distribusi populasi gajah. Kantong-kantong distribusi populasi gajah di Provinsi Riau, yaitu sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan/Batu Gajah, Rambah Hilir/Danau Lancang, utara dari Dam Koto Panjang, Koto Tangah, Mahato/daerah perbatasan Provinsi Sumatera Utara, Balai Raja/Rangau, Giam Siak Kecil, Bagan Siapi-api, Siabu/sebelah timur SM. Bukit Rimbang Bukit Baling/sebelah tenggara Bukit Bungkuk, Kuntu/sebelah timur dan tenggara SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, bagian barat daya Tesso Nilo, bagian utara Tesso Nilo, bagian tenggara Tesso Nilo, Serangge/sebelah barat Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) dan daerah Pemayungan/sebelah selatan TNBT Provinsi Jambi.

3 7 Tabel 2 Distribusi dan populasi gajah di Provinsi Riau Tahun Kantong Distribusi Populasi (ekor) Keterangan 1985 Torgamba, Tanjung Medan, Riau Gajah tersebar di 11 Tengah bagian utara, Koto Panjang, kantong distribusi Lipat Kain, Langgam, Riau Tengah populasi gajah. bagian selatan, Riau Selatan, Buatan, Siak Kecil dan dataran rendah Rokan SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau 709 Gajah tersebar di 16 dan Bukit Kapur; SM. Kerumutan; SM. kantong distribusi Bukit Rimbang Bukit Baling; SM. Balai populasi gajah. Raja; HPT. Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapiapi; HPT. Sungai Gansal, Keritang; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau Gajah diperkirakan dan Bukit Kapur; SM. Bukit Rimbang tidak ada lagi di HPT. Bukit Baling; SM. Balai Raja; HPT. Sungai, Gansal, Tesso Nilo, Air Hitam dan Baserah; TN. Keritang dan SM. Bukit Tigapuluh; HPT. Serangge - Kerumutan. Sekilo; Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; HP. Bagan Siapi-api; HPT. Tanjung Pauh; HPT. Batu Gajah; HL. Bukit Suligi; dan HP. Tanjung Medan SM. Siak Kecil; HPT. Minas, Mandau Gajah tersebar di 9 dan Bukit Kapur; HPT. Tesso Nilo, Air kantong distribusi Hitam dan Baserah; TN. Bukit populasi gajah. Gajah Tigapuluh; HPT. Serangge - Sekilo; diperkirakan tidak Hutan Hapayan Boneng; HL. Mahato; ada lagi di Rokan HP. Bagan Siapi-api; HPT. Sungai Hilir, SM. Gansal, Keritang; HPT. Batu Gajah; dan Kerumutan, Koto HP. Tanjung Medan. Panjang, SM. Bukit Rimbang Bukit Baling, Tanjung Pauh dan Bukit Suligi. Sumber : BKSDA Riau (2006b) Habitat 1) Pengertian Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik dan biotik sebagai satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra 1990). Persyaratan habitat yaitu variasi pakan, cover dan faktor-faktor lain yang dibutuhkan oleh suatu jenis satwaliar untuk melangsungkan hidupnya dan keberhasilan perkembangbiakannya. Habitat gajah merupakan kesatuan wilayah yang luas meliputi hutan, tempat terbuka, sumber-sumber air dan tempat mencari garam. Wilayah ini tergambarkan dalam

4 8 daerah pengembaraan gajah yang sangat luas sehingga menggunakan lebih dari satu tipe habitat. 2) Tipe Habitat Habitat Gajah sumatera tersebar pada tipe hutan hujan pegunungan, hutan primer dan hutan sekunder. Widowati (1985) menyatakan habitat yang ideal bagi Gajah sumatera yaitu kombinasi antara tipe hutan Dipterocarpaceae dataran rendah (tipe antropogen yaitu hutan sekunder yang tidak terganggu) dan hutan rawa tidak tergenang air payau. Gajah umumnya lebih menyukai hutan rawa pada musim kemarau dan akan berpindah ke hutan pegunungan atau hutan primer pada musim hujan. Perpindahan ini disebakan oleh kondisi pakan di hutan pegunungan atau hutan primer mencukupi kebutuhan gajah. Tabel 3 Tipe habitat gajah No. Tipe Habitat Vegetasi Keterangan 1. Hutan rawa (swamp forest) Melaleuca cajuputi, Campnosperma auriculata, Campnosperma Macrophylla, Alstonia spp., Eugenia spp. dan Gluta renghas. 2. Hutan rawa gambut (peat swamp forest) 3. Hutan hujan dataran rendah (lowland dipterocarp forest) 4. Hutan hujan pegunungan dataran rendah (lowland montain dipterocarp forest) Sumber : Santiapillai (2001) Gonystyllus bancanus, Licuala spinosa, Shorea spp., Alstonia spp., Eugenia spp. dan Dyera costulata. Famili Dipterocarpaceae, Koompasia malaccensis, Palaquium gutta, Dyera costulata, Intsia bijuga dan Schima wallichii. Dipterocarpus spp., Shorea spp., Quercus spp., Castanopsis spp. dan Altingia excelsa. Berupa rawa padang rumput, rawa primer atau rawa sekunder yang didominasi oleh Melaleuca cajuputi. Terletak di ketinggian mdpl. Umumnya kawasan hutan produksi. Terletak di ketinggian mdpl. Widowati (1985) menyebutkan komponen penentu pemilihan habitat gajah sebagai berikut : a. Ketersediaan pakan, sumber air dan garam mineral. b. Ketersediaan cover atau pelindung. c. Ketersediaan tempat untuk berperilaku kesukaan dan pergerakan. d. Tingkat gangguan. Kondisi pakan, sumber air, garam mineral, cover dan ruang yang mampu memenuhi kebutuhan gajah di habitatnya akan mengurangi beban daerah pertanian sebagai daerah kantong pakan gajah.

5 9 3) Komponen Habitat a. Pakan Gajah merupakan satwa herbivor yang membutuhkan pakan hijauan di habitatnya. Gajah juga membutuhkan habitat yang bervegetasi pohon sebagai pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan mineral seperti Kalsium untuk memperkuat tulang, gigi dan gading. Satu ekor Gajah sumatera diperkirakan menghabiskan lebih dari 300 kg tumbuhan segar setiap harinya (Poniran 1974). Gajah memakan semak muda dan daun-daunan dari berbagai jenis pohon yang berserat halus seperti daun waru dan dadap. Gajah juga menyukai jenis-jenis tanaman budidaya seperti tebu, padi, jagung, kacang tanah dan kelapa. Bagian tanaman yang dimakan gajah sangat bervariasi mulai dari buah muda sampai buah masak, umbut, pelepah, kulit batang, pucuk, daun muda dan tua beserta durinya dan bunga (Widowati 1985). Jenis pakan Gajah sumatera antara lain Artocarpus integer, Artocarpus kemando, Sloetia elongata, Musa acuminata, Oncosperma tigilarium, Licuala vallida, Ficus grossularioides, Mangifera macrophylla, Garcinia parviflora, Garcinia maingayi, Nephelium cuspidatum, Baccaurea spp., Calamus spp., Durio sp. dan Artocarpus sp. (LIPI 2003). b. Air Kebutuhan minum Gajah asia tidak kurang dari 200 liter per hari (Lekagul dan Mc Neely 1977). Kebutuhan minum Gajah sumatera menurut perkiraan Poniran (1974) adalah liter per hari. c. Garam mineral Gajah memiliki kebiasaan memakan gumpalan tanah yang mengandung garam-garam mineral seperti Kalium, Kalsium dan Magnesium. Kebiasaan ini dikenal dengan sebutan salt licking (mengasin). Tempat mengasin gajah dapat berupa tebing sungai besar atau sungai kecil dengan kelerengan bervariasi dari sangat landai sampai sangat curam, dasar dan tepi rawa-rawa kecil atau rawa-rawa lebar dan lantai hutan (Widowati 1985). d. Naungan Gajah termasuk binatang berdarah panas. Gajah akan bergerak mencari naungan (thermal cover) untuk menstabilkan suhu tubuhnya agar sesuai dengan

6 10 lingkungannya ketika cuaca panas. Tempat yang sering digunakan sebagai naungan pada siang hari yaitu vegetasi hutan yang lebat. e. Ruang atau wilayah jelajah (home range) Wilayah jelajah adalah areal penjelajahan normal sebagai aktivitas rutinnya (Jewell 1966 diacu dalam Widowati 1985). Luasan wilayah jelajah akan bervariasi tergantung dari ketersediaan pakan, cover dan tempat berkembangbiak. Luas wilayah jelajah untuk Gajah sumatera belum diketahui secara pasti namun Santiapillai (2001) menyebutkan luas wilayah jelajah Gajah asia yaitu 32,4 km² - 166,9 km². Wilayah jelajah gajah di hutan primer mempunyai ukuran dua kali lebih besar dibanding dengan wilayah jelajah di hutan sekunder. Sub spesies Gajah asia lainnya seperti di India memiliki ukuran wilayah jelajah yang sangat bervariasi. Luas wilayah jelajah gajah di India Selatan untuk kelompok betina yaitu 600 km² dan kelompok jantan 350 km² (Baskaran et al diacu dalam Dephut 2007). Luas wilayah jelajah gajah di India Utara untuk kelompok betina 184 km² km² dan kelompok jantan 188 km² km² (Williams et al diacu dalam Dephut 2007). Gajah jantan hidup secara sendiri (soliter) atau bergabung dengan jantan lainnya membentuk kelompok jantan. Kelompok jantan memiliki daerah jelajah yang tumpang tindih atau bersinggungan dengan daerah jelajah kelompok betina atau jantan lainnya. f. Keamanan dan kenyamanan Gajah membutuhkan suasana yang aman dan nyaman agar perilaku kawin (breeding) tidak terganggu dan proses reproduksinya dapat berjalan dengan baik. Gajah termasuk satwa yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian sehingga aktivitas pengusahaan yang tinggi dan penggunaan alat-alat berat dalam penebangan hutan yang dilakukan oleh perusahaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan gajah Perilaku 1) Perilaku Sosial a. Hidup berkelompok Gajah hidup dengan pola matriarchal yaitu hidup berkelompok yang dipimpin oleh betina dewasa dengan ikatan sosial yang kuat. Perilaku

7 11 berkelompok ini merupakan perilaku sosial yang sangat penting peranannya dalam melindungi anggota kelompoknya. Besarnya anggota setiap kelompok dipengaruhi oleh musim dan kondisi sumber daya di habitatnya terutama pakan dan luas wilayah jelajah yang tersedia. Kelompok gajah di hutan hujan Malaysia dan Sumatera umumnya 5-6 ekor (Olivier 1978 diacu dalam Hariady 1992). Studi di India menunjukkan satu populasi gajah dapat terbentuk dari beberapa klan (kelompok) dan memiliki pergerakan musiman berkelompok dalam jumlah ekor (Sukumar 1989 diacu dalam Dephut 2007). Gajah melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhan pakan, air dan sumber mineral (garam). Pergerakan kelompok gajah ini dipimpin oleh gajah betina tua dan diikuti oleh betina lainnya serta anak-anaknya. Gajah jantan mengikuti dari belakang dengan jarak beberapa puluh meter dari kelompoknya (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah jantan dewasa hanya bergabung pada periode tertentu untuk kawin dengan beberapa betina dalam kelompok tersebut. Gajah jantan tua akan hidup menyendiri karena tidak mampu lagi mengikuti kelompoknya dan gajah jantan muda yang sudah beranjak dewasa dipaksa meninggalkan kelompoknya atau pergi dengan suka rela untuk bergabung dengan kelompok jantan lain. Gajah betina muda tetap menjadi anggota kelompok dan bertindak sebagai bibi pengasuh pada kelompok "taman kanak-kanak" atau kindergartens. b. Menjelajah Gajah melakukan penjelajahan secara berkelompok mengikuti jalur yang tetap dalam satu tahun penjelajahan. Jarak jelajah gajah mencapai 7 km per hari dan mampu mencapai 15 km per hari ketika musim kering atau musim buahbuahan. Kecepatan gajah berjalan dan berlari di hutan (untuk jarak pendek) dan di rawa melebihi kecepatan manusia di medan yang sama. Gajah juga mampu berenang menyeberangi sungai yang dalam dengan menggunakan belalainya sebagai "snorkel" atau pipa pernapasan. c. Kawin Masa kopulasi dan konsepsi gajah terjadi sepanjang tahun. Frekuensi perkawinan mencapai puncaknya pada bulan-bulan tertentu umumnya bersamaan dengan musim hujan di daerah tersebut. Usia aktif reproduksi gajah dipengaruhi

8 12 oleh kondisi lingkungan, ketersediaan sumber daya pakan dan faktor ekologinya (misalnya kepadatan populasi). Gajah jantan dewasa (jarang yang betina) baik liar ataupun jinak mendapat gangguan kegilaan (maniac) secara periodik yang disebut musht. Gajah mempunyai temperamen jelek seperti berkelahi dengan jantan lain pada masa musth (Hariady 1992). Hasil sekresi berupa minyak akan terlihat keluar dari kelenjar yang terletak di tengah-tengah antara mata dan saluran telinga sebelum memasuki masa musht. Minyak ini berwarna hitam dan berbau merangsang. Gejala seperti ini datang setiap tahun atau dapat tertunda beberapa waktu. Musht terjadi 3-5 bulan sekali selama 1-4 minggu saat musim panas atau musim kering. Perilaku musht sering dihubungkan dengan musim birahi namun tidak ada bukti penunjang (Altevogt dan Kurt 1975). 2) Perilaku Individu a. Makan Gajah dewasa menghabiskan waktu jam dalam satu hari untuk mencari pakan (Altevogt dan Kurt 1975). Aktivitas makan dilakukan dengan gerak berpindah tempat untuk mencapai sumber pakan. Gajah sumatera melakukan aktivitas makan pada pagi hari (pukul 4.10 WIB WIB) dan sore hari (15.00 WIB WIB) (Abdullah 2008). Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan sehingga cenderung meninggalkan banyak sisa pakan apabila terdapat pakan yang lebih baik. Banyak bagian pakan yang telah direnggut oleh belalainya tidak dimasukkan ke mulut tapi hanya ditebarkan ke tempat lain atau ditaburkan ke punggungnya sendiri. Perilaku pakan seperti ini mengakibatkan kerusakan pada habitat di sekitarnya. b. Minum Aktivitas minum dilakukan siang dan malam hari ketika gajah menjumpai rawa atau sungai dalam pengembaraannya mencari sumber pakan. Gajah menggunakan belalainya untuk menghisap air dan menuangkan ke mulutnya. Gajah mampu menghisap air mencapai 9 liter dalam satu kali hisapan. Gajah akan menggunakan mulutnya untuk minum ketika berendam di sungai atau rawa dan melakukan penggalian air sedalam cm di dasar-dasar sungai yang kering dengan menggunakan kaki depan dan belalainya ketika sumbersumber air mengalami kekeringan.

9 13 c. Berkubang Gajah umumnya berkubang di lumpur pada waktu siang atau sore hari saat mencari minum. Gajah juga melakukan aktivitas berkubang di kolam-kolam sampai air menjadi keruh. Perilaku berkubang merupakan suatu cara untuk mendinginkan suhu tubuh dan melindungi kulit dari gigitan serangga dan ekto parasit. d. Mengasin (salt licking) Gajah mencari garam mineral saat makan ketika hari hujan atau setelah hujan turun. Gajah melakukan penggalian pada lantai hutan yang keras dengan gading dan atau kaki depannya kemudian dihisap dengan belalai. Gajah kadangkadang mengeruhkan sumber air dengan cara berguling-guling atau meruntuhkan tebing agar garam mineral larut dalam air kemudian di minum dengan mulutnya. Gajah juga sering melukai bagian tubuhnya sehingga dapat menjilat darahnya yang mengandung garam. e. Beristirahat Gajah tidak tahan terhadap kondisi panas sehingga pada siang hari gajah umumnya dijumpai di tempat yang teduh (Lekagul dan Mc Neely 1977). Gajah tidur dua kali sehari yaitu malam dan siang hari. Malam hari gajah tidur dengan merebahkan diri kesamping tubuhnya dengan menggunakan "bantal" yang terbuat dari tumpukan rumput, jika sudah sangat lelah terdengar bunyi dengkuran yang keras. Siang hari gajah tidur dengan berdiri di bawah pohon yang rindang. Perbedaan perilaku ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi keamanan lingkungan. Gajah akan memilih tidur berdiri dalam kondisi lingkungan yang kurang aman untuk menyiapkan diri jika terjadi gangguan Konflik Manusia dan Gajah (KMG) Konflik manusia dan satwaliar termasuk di dalamnya gajah menurut Permenhut No. 48 Tahun 2008 adalah segala interaksi antara manusia dan satwaliar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi, kebudayaan dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya. Konflik terjadi ketika gajah keluar dari habitatnya dan memasuki lahan pertanian serta pemukiman masyarakat.

10 14 Konflik manusia dan gajah merupakan konsekuensi langsung dari hilangnya habitat. Foead (2001) menjelaskan terjadinya konflik manusia dan gajah dipengaruhi oleh : 1) Kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) yang diserang merupakan lahan hutan yang menjadi habitat gajah sehingga terjadi tumpang tindih kawasan budidaya dan daerah jelajah gajah. 2) Tidak terjadi tumpang tindih tetapi gajah yang tinggal di sekitar kawasan budidaya (pertanian atau perkebunan) lebih menyukai pakan yang tumbuh di kawasan budidaya tersebut. 3) Sumberdaya pakan tidak mencukupi kebutuhan gajah karena hutan ditebang dengan intensitas yang sangat tinggi. 4) Aktivitas manusia di dalam hutan intensitasnya tinggi sehingga gajah merasa tidak aman dan ke luar dari hutan (terutama terhadap kelompok yang memiliki anak). Gangguan satwaliar sering terjadi di desa-desa, pemukiman penduduk atau lahan perkebunan yang lokasinya berdekatan atau berbatasan dengan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional atau habitat-habitat lainnya. Lokasi kawasan budidaya seperti ini merupakan lokasi sumber pakan alternatif yang terdekat bagi satwa jika terjadi kekurangan pakan di habitat aslinya (Alikodra 1993). Dampak konflik manusia dan gajah, yaitu : 1) Kerusakan material. 2) Kerusakan moril, yaitu gangguan terhadap mental manusia seperti trauma, takut, was-was dan penurunan semangat kerja. 3) Kerusakan fisik tubuh, yaitu rasa sakit, kecelakaan ringan/berat, korban jiwa baik manusia ataupun gajah. WWF Indonesia-Program Riau bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau telah berupaya mengurangi konflik manusia dan gajah di Tesso Nilo melalui penerapan beberapa teknik salah satunya dikenal dengan nama Flying Squad. Flying Squad merupakan salah satu teknik pengurangan (mitigasi) konflik manusia dan gajah dengan menggunakan gajah terlatih. Gajah terlatih digunakan untuk mengusir dan menggiring gajah-gajah liar yang ke luar dari habitatnya untuk kembali ke habitatnya.

11 15 Tim Flying Squad terdiri dari empat ekor gajah (dua jantan dan dua betina) beserta delapan orang pelatih (mahout). Bentuk kerja dari Tim Flying Squad yaitu patroli dengan gajah, patroli dengan kendaraan dan pengusiran gajah liar. Tim Flying Squad menggunakan alat bantu penghasil bunyi seperti meriam yang terbuat dari pipa paralon untuk membantu saat melakukan pengusiran atau penggiringan gajah. Tujuan pengoperasian Tim Flying Squad, yaitu : 1) Mengurangi gangguan gajah di masyarakat melalui pengusiran gajah agar kembali ke habitatnya dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat cara-cara pengurangan gangguan gajah. 2) Membantu pengelolaan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo melalui monitoring batas kawasan dari kegiatan pembalakan liar. 3) Mendayagunakan gajah tangkap yang dipelihara oleh pemerintah menjadi gajah Flying Squad. 4) Upaya persuasif kepada masyarakat agar memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk melindungi kawasan pertanian mereka secara swadaya Penilaian Ekonomi Konsep Nilai Nilai merupakan persepsi terhadap suatu objek (barang atau jasa) pada tempat dan waktu tertentu. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya. Davis (1989) mengklasifikasi nilai berdasarkan cara penilaiannya, yaitu : 1) Nilai pasar (market value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui transaksi pasar. 2) Nilai kegunaan (value in use), yaitu nilai bagi individu tertentu (induce value). 3) Nilai sosial (social value), yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum ataupun perwakilan masyarakat.

12 Penilaian Ekonomi Kerugian Bencana Penilaian (valuasi) yaitu kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Pendekatan dalam menilai kerugian bencana, yaitu : 1) Pendekatan pasar, yaitu dengan menggunakan pendekatan nilai pasar (based market methode). 2) Pendekatan non-pasar, yaitu menilai kerugian jiwa atau yang tidak memiliki pasar (market is non-existence). Klasifikasi kerugian bencana, yaitu : 1) Kerugian langsung, yaitu kerusakan fisik langsung akibat bencana. 2) Kerugian tidak langsung, yaitu konsekuensi dampak fisik dari suatu bencana. Tabel 4 Penilaian kerugian bencana Pengukuran Kerugian Langsung Kerugian Tidak Langsung 1) Pasar (market) a. Kerusakan struktur bangunan dan isinya a. Kehilangan nilai tambah karena tidak berjalannya b. Kerusakan kendaraan industri, perdagangan c. Kerusakan bangunan publik dan isinya eceran, distribusi dan jasa d. Kerusakan infrastruktur b. Peningkatan biaya dalam e. Kehilangan tanaman dan pepohonan mempertahankan produksi f. Biaya penanganan c. Peningkatan biaya dalam penyelenggaraan alternatif layanan publik d. Peningkatan biaya perjalanan dan transportasi e. Tambahan biaya terkait dengan layanan kedaruratan selama 2) Bukan pasar (non-market) a. Kematian dan kecelakaan b. Kehilangan barang-barang bersejarah c. Kerusakan situs-situs budaya dan peninggalan sejarah d. Kerusakan ekologis e. Kehilangan plasma nutfah terjadi bencana a. Gangguan kehidupan selama evakuasi b. Sakit dan kematian yang diakibatkan stress c. Trauma d. Hilangnya komunitas e. Non-use values dari kehilangan situs bersejarah dan lingkungan Sumber : Syaukat (2008) Sumberdaya yang hilang atau rusak akibat bencana dapat dinilai secara ekonomi melalui teknik :

13 17 1) Analisis Biaya - Manfaat (Benefit - Cost Analysis) Teknik ini menilai sumberdaya dengan membandingkan antara manfaat dan biaya yang terkait dengan suatu proyek/program terkait dengan intervensi sosial dalam upaya menghindari market failure. 2) Teknik Berdasarkan Pasar (Market Based Technique) Manfaat yang dihasilkan oleh sumberdaya harus dapat dibeli dan dijual di pasar. 3) Teknik Pilihan Terungkap (Revealed Preference Techniques) a. Teknik pengeluaran preventif (Preventive expenditure technique) Nilai sumberdaya dihitung dari apa yang disiapkan oleh orang atau sekelompok orang untuk pencegahan (preventif) yang menyebabkan kerusakan sumberdaya. b. Avertive behaviour technique (AB) Penghitungan nilai eksternalitas dilakukan dengan menghitung berapa biaya yang disiapkan seseorang untuk menghindari dampak negatif dari kerusakan sumberdaya. Misalnya pindah ke daerah yang kualitas lingkungannya lebih baik sehingga akan ada biaya pindah. Jika kepindahan menyangkut tempat kerja maka biaya transportasi ke tempat kerja yang baru juga merupakan biaya ekternalitas. c. Teknik biaya pengganti (Replacement cost technique) Teknik ini mengestimasi berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengganti kerugian hilangnya sumberdaya dengan substitusi yang lain. d. Teknik fungsi produksi (Production function technique) Sumber daya yang terkena dampak dari perubahan lingkungan merupakan input pada produksi yang memanfaatkan lingkungan tersebut. Misalnya pencemaran tanah, maka nilai panen komoditas pertanian dapat digunakan sebagai estimasi nilai sumberdaya. e. Teknik harga hedonik (Hedonic pricing technique) Pada teknik ini hubungan antara harga pasar dari barang atau jasa dengan faktor-faktor terkait sumberdaya digunakan untuk mengestimasi nilai perubahan sumberdaya.

14 18 f. Metode biaya pengobatan (Cost of illness) Metode ini digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakuan penderita lain, seperti perawatan di rumah sakit, perawatan selama penyembuhan, pelayanan kesehatan yang lain dan obat-obatan. Secara tidak langsung yaitu mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat seseorang menderita sakit, melalui penggandaan upah oleh kehilangan waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit yang diderita dan biaya penderitaannya sendiri. Syaukat (2008) menjelaskan empat prinsip penghitungan dalam penilaian kerugian bencana. Keempat prinsip tersebut adalah : 1) Kerugian dihitung dari semua komponen masyarakat (all members of the society) bukan kerugian individual perusahaan atau rumah tangga. 2) Nilai sebenarnya (true value) bagi masyarakat digambarkan dengan menggunakan harga pasar (market prices). 3) Wilayah yang dinilai kerugian ekonominya memiliki batas-batas yang jelas. 4) Kerugian dihitung menggunakan pendekatan dengan dan tanpa bencana bukan sebelum dan sesudah bencana.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) Gajah Sumatera merupakan sub spesies dari Gajah Asia ( Elephas maximus) yang diperkenalkan Temminck dengan nama ilmiah Elephas maximus

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH

NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH NILAI EKONOMI KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH (Elephas maximus sumatranus Temminck, 1847) DI DESA LUBUK KEMBANG BUNGA, KECAMATAN UKUI, KABUPATEN PELALAWAN, PROVINSI RIAU RIZKI RATNA AYU PARAMITA SARI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PROTOKOL PENGURANGAN KONFLIK GAJAH SUMATERA DI RIAU

PROTOKOL PENGURANGAN KONFLIK GAJAH SUMATERA DI RIAU PROTOKOL PENGURANGAN KONFLIK GAJAH SUMATERA DI RIAU Kerjasama BALAI KSDA PROVINSI RIAU YAYASAN WWF-INDONESIA MARET 2006 1 DAFTAR SINGKATAN BKSDA : Balai Konservasi Sumber Daya Alam Ca. : Cagar Alam Ditjen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Gajah sumatera merupakan mamalia terbesar di Indonesia dan endemik di pulau Sumatera, klasifikasi gajah sumatera menurut Fowler dan Mikota (2006): Kerajaan Filum Kelas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) 1. Klasifikasi Gajah Gajah di dunia terdapat dua jenis yaitu gajah asia (Elephas maximus) dan gajah afrika (Loxodonta africana). Gajah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan

I. PENDAHULUAN. Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang termasuk satwa langka dan dikhawatirkan akan punah. Satwa ini telah dilindungi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta. (1984), ada tiga anak jenis gajah asia yaitu Elephas maximus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta. (1984), ada tiga anak jenis gajah asia yaitu Elephas maximus 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Gajah Sumatera 1. Klasifikasi Gajah Sumatera Di dunia di kenal dua jenis gajah yaitu gajah afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Menurut Seidensticker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi kemampuan meringkas wacana merupakan kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kompetensi kemampuan meringkas wacana merupakan kemampuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keterampilan meringkas tidak bisa tercipta sendiri begitu saja tanpa melalui proses. Keterampilan ini tumbuh dan berkembang akibat adanya proses yang berulang.

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hutan Tesso Nilo 5.1.1. Habitat Gajah Sumatera Kawasan Hutan Tesso Nilo berada di empat wilayah administrasi pemerintahan, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali

Lebih terperinci

DEFORESTASI DAN IMPLIKASINYA PADA KONSERVASI GAJAH DI SUMATRA DAN SRI LANKA

DEFORESTASI DAN IMPLIKASINYA PADA KONSERVASI GAJAH DI SUMATRA DAN SRI LANKA DEFORESTASI DAN IMPLIKASINYA PADA KONSERVASI GAJAH DI SUMATRA DAN SRI LANKA Pendahuluan Charles Santiapillai Sumatra dan Sri Lanka adalah gugus pulau yang dahulu terhubung dengan benua utama Malaysia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar Tingkah Laku Harian Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar NURI DWI 1 YUDARINI, I GEDE SOMA 2, SRIKAYATI WIDYASTUTI 1 1) Lab Penyakit Dalam Veteriner, 2) Lab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Soehartono et al. (2007) menyebutkan bahwa gajah asia tersebar ke dalam tiga region besar yaitu, (1) India (meliputi India, Nepal, Bhutan dan Bangladesh),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

Disampaikan Pada Acara :

Disampaikan Pada Acara : Disampaikan Pada Acara : Balancing Spatial Planning, Sustainable Biomass Production, Climate Change and Conservation (Menyeimbangkan Penataan Ruang, Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan, Perubahan Iklim

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati

Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati Gajah Liar Ini Mati Meski Sudah Diobati Gajah sumatera liar ini diobati oleh tim dari BKSDA dan Unsyiah, pada 16 Agustus 2017. Sejumlah luka bersemayam di tubuhnya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propoinsi dan terbag

Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propoinsi dan terbag 11. TNJAUAN PUSTAKA 2.1. Pen yebaran dan Populasi Gajah Sumatera (Elephas maximus mmatranus) Gajah sumatera tersebar di Pulau Sumatera meliputi 8 propoinsi dan terbag dalam 44 populasi, meliputi: Lampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Resort Pemerihan Taman

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Resort Pemerihan Taman III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 di Resort Pemerihan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Lokasi pengambilan sampel tanah dan lumpur yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di Malaysia (Semenanjung Malaya) H. syndactylus continensis (Gittin dan Raemaerkers, 1980; Muhammad,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari Februari 2014 di Resort Pemerihan, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, bekerja sama dan di bawah program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi terdiri dari kawasan suaka alam termasuk cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam, dan taman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Riau dengan luas 94.560 km persegi merupakan Provinsi terluas di pulau Sumatra. Dari proporsi potensi lahan kering di provinsi ini dengan luas sebesar 9.260.421

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON 51 INDIVIDU BADAK JAWA DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON Badak jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822) merupakan spesies paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia sehingga dikategorikan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bio-ekologi 1. Taksonomi Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and Napier, 1986). Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 BIOEKOLOGI GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) PADA KONFLIK GAJAH-MANUSIA DI PROVINSI ACEH Kaniwa Berliani 1), Hadi S. Alikodra 2),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data dari Departemen Kehutanan, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan kaya akan Sumber Daya Alam. dilansir dari situs WWF Indonesia, Wilayah

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Karang Citra Landsat 7 liputan tahun 2014 menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan Gunung Karang terdiri dari hutan, hutan tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman

PENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber daya genetik (plasma nutfah) yang sangat besar. Oleh karena itu Indonesia termasuk negara dengan megabiodiversity terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON STUDI KARAKTERISTIK KUBANGAN BADAK JAWA (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (Study of Wallow Characteristics of Javan Rhinoceros - Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822 in

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Badak Jawa Di dunia terdapat lima jenis badak, badak hitam (Diceros bicornis), badak putih (Ceratotherium simum), badak india (Rhinoceros unicornis),

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Satwa Langka Satwa langka atau yang biasa disebut hewan langka adalah hewan yang masuk dalam daftar IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resource)

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes syndactilus. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi dan Morfologi Siamang (Hylobathes syndactilus) Siamang merupakan satwa liar yang termasuk dalam ordo Primata dari famili Hylobatidae. Yang memiliki nama ilmiah Hylobathes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul

Lebih terperinci

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA

EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA EKOLOGI, DISTRIBUSI dan KONSERVASI ORANGUTAN SUMATERA Jito Sugardjito Fauna & Flora International-IP Empat species Great Apes di dunia 1. Gorilla 2. Chimpanzee 3. Bonobo 4. Orangutan Species no.1 sampai

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis Siti Chadidjah Kaniawati pada situs Balai Taman Nasional Kayan Mentarang menjelaskan dalam beberapa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 05 Tahun

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bukit Lawang, Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser yang membentang di wilayah 10 Kabupaten dan 2 Provinsi tentu memiliki potensi wisata alam yang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

Bab I PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada Bab I PENDAHULUAN Pengertian Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan, sering disebut exploitasi hasil hutan. Kata exploitasi berasal dari kata "explicare" yang berarti membuka lipatan. Dengan dibukanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Ekologi Owa Jawa 2.1.1 Taksonomi Klasifikasi owa jawa berdasarkan warna rambut, ukuran tubuh, suara, dan beberapa perbedaan penting lainnya menuru Napier dan Napier (1985)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Gajah Sumatera merupakan salah satu mamalia besar yang ada di Sumatera dan merupakan satwa yang dilindungi secara nasional maupun internasional. Berdasarkan Redlist yang

Lebih terperinci

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) Oleh: Slamet Riyadhi Gadas 2) PENDAHULUAN Ramin adalah nama dagang salah satu jenis kayu dari Indonesia yang banyak diperdagangkan di dunia. Pohon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

PERILAKU MAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck.) TIM FLYING SQUAD DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO (TNTN)

PERILAKU MAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck.) TIM FLYING SQUAD DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO (TNTN) PERILAKU MAKAN GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumatranus Temminck.) TIM FLYING SQUAD DI TAMAN NASIONAL TESSO NILO (TNTN) THE EATING BEHAVIOR OF SUMATRAN ELEPHANTS (Elephas maximus sumatranus Temminck.)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci