TINJAUAN YURIDIS TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK PADA PLN CABANG MEDAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK PADA PLN CABANG MEDAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK PADA PLN CABANG MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH ADE IRMA ANDAYANI S Departemen Hukum Keperdataan Jurusan Hukum Perdata BW FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMAKAIAN ARUS LISTRIK PADA PLN CABANG MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH ADE IRMA ANDAYANI S Departemen Hukum Keperdataan Jurusan Hukum Perdata BW Disetujui Ketua Departemen Hukum Keperdataan ( Rabiatul Syariah, SH, M.Hum ) Dosen Pembimbing I Dosen Pembmbing II ( Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS ) ( Syamsul Rizal, SH, M.Hum )

3 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah mengkaruniakan kesehatan dan kelapangan berfikir kepada penulis sehingga akhirnya tulisan dalam bentuk skipsi ini dapat juga diselesaikan oleh penulis sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat beriring salam penulis persembahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa nikmat Islam kepada kita semua. Adapun skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik Pada PLN Cabang Medan. Penulisan skripsi ini dimaksudkan memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua Penulis, yakni Syahrial Sitorus dan Yusnaini Sirait yang sangat penulis cintai dan sayangi. Dimana, berkat doa, kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan hati mereka membesarkan, mendidik dan selalu memberikan dorongan semangat serta pengorbanan yang tidak dapat penulis balas dengan apapun. Semoga kasih sayang mereka tetap menyertai penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I penulis yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4 3. Bapak Syamsul Rizal, SH, M. Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis yang telah bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M. Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Syariffudin Hasibuan, SH, DFM, MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Bapak Alwan, SH selaku Dosen Wali penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 9. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah memberikan bimbingan selama dalam perkuliahan. 10. Ibu Marlina Panjaitan yang selalu membantu penulis sewaktu melakukan penelitian dan mengambil data di PT. PLN Cabang Medan, serta selalu mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini. 11. Bapak Ari Irawan, SH selaku pegawai PLN bagian Keuangan dan Administrasi yang telah memberikan data dan bahan dalam penyusunan skripsi ini. 12. Kak Dewi beserta suaminya Bang Ryan, Bah Uki beserta istrinya Kak Dila, Kakakku Tuti beserta pacarnya Bang Yeyen, Bah David dan Adikku Ade, serta saudara-saudaraku yang lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu. 13. Seseorang yang penulis cintai dan sayangi (anugerah terindah ku) Yudha Rahman Arif Johan Siagian yang selalu memberikan semangat kepada penulis

5 dalam segala hal dan yang telah memberikan banyak dukungan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih cinta 14. Kepada Seluruh Keluarga Cendana, yaitu Nek Keisyah, Almarhum Papa Johan (yang selalu menyayangi penulis), Mami (yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam segala hal), Bang Ari (yang selalu mendukung dan menasehati penulis dalam segala hal), Bang Nanda (Kucek), Kakak dan Dedek (yang selalu mendengarkan curhatan penulis). 15. Terspesial seorang sahabat yang sangat penulis sayangi QQ_Bondut (CintaKi), juga sobatku Mawan_Bontu (CintaWan) terima kasih atas dorongan dan dukungan yang telah kalian berikan kepada penulis, serta semua bantuan-bantuan yang telah diberikan terhadap penulis selama ini. 16. Sepupuku Fuji, Eva, Rizka dan yang lainnya yang selalu mendukung penulis dalam penulisan skripsi ini. 17. Dan teman-teman lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan doanya. Walaupun telah berusaha semaksimal mungkin, disini penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun penulisan kata yang disebabkan keterbatasan pengetahuan penulis. Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas-tugas penulis di masa yang akan datang. Demikian penulis hajatkan, semoga skripsi ini bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Medan, Februari 2009 Ade Irma Andayani S

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.. ABSTRAKS.... i v vii BAB I PENDAHULUAN.. 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian D. Keaslian Penelitian E. Tinjauan Kepustakaan... 6 F. Metode Penelitian... 8 G. Sistematika Penelitian. 9 BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya. 11 B. Syarat Sahnya dan Asas-Asas Suatu Perjanjian C. Berakhirnya Suatu Perjanjian D. Pengertian Wanprestasi 28 E. Akibat Wanprestasi.. 29 BAB III PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA SEBAGAI PERUSAHAN UMUM.. 37 A. Sejarah Berdirinya Perusahaan Listrik Negara (PLN) B. Sifat, Maksud dan Tujuan Perusahaan Umum Listrik

7 Negara C. Modal Perusahaan Listrik Negara 42 D. Organisasi Badan Kepengurusan PLN. 43 E. Pembinaan dan Pengawasan PLN Sebagai Perusahaan Umum BAB IV TINJAUAN YURIDIS TENTANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN ARUS LISTRIK PADA PLN CABANG MEDAN A. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian. 55 B. Perjanjian Baku Dalam Pemakaian Arus Listrik Antara PLN Dan pelanggan. 59 C. Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Terjadinya Kelalaian 63 D. Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara PLN Dengan Pelanggan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.. 82 A. Kesimpulan B. Saran. 84 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

8 ABSTRAK Tenaga listrik merupakan salah satu sumber daya yang sangat vital bagi kehidupan manusia, karena tenaga listrik merupakan energi yang sangat penting untuk menopang kehidupan manusia. Untuk memperoleh tenaga listrik, maka seseorang harus mengadakan hubungan dengan pihak Perusahaan Listrik Negara dan sebelum menjadi pelanggan arus listrik pada PLN, calon pelanggan tersebut haruslah mengajukan suatu permohonan penyambungan arus listrik pada pihak PLN. Dalam permohonan tersebut dicantumkan besarnya daya atau kapasitas yang diinginkan, dan selanjutnya pihak PLN akan mengadakan penyambungan arus listrik sebesar daya atau kapasitas yang dimohonkan. Kesepakatan inilah yang membuat adanya ikatan hukum bagi kedua belah pihak. Masalah yang sering terjadi dalam perjanjian pemakaian arus listrik antara pihak konsumen dan PLN adalah mengenai bagaimana tanggung jawab pelanggan dan PLN di dalam perjanjian pemakaian arus listrik, bagaimana bentuk ganti rugi akibat wanprestasi, penyelesaian sengketa antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan konsumen. Mengenai hal perjanjian pemakaian arus listrik dapat ditinjau secara yuridis di dalam Undang-undang No. 15 Tahun 1985 mengenai Ketenagalistrikan. Dimana megenai hal perjanjian pemakaian arus listrik ini memiliki akibat hukum bagi kedua belah pihak. Metode penulisan yang dipergunakan dalam penyusunan dan pengumpulan data dalam penyusunan skripsi ini adalah Metode Library Research atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari Perundang-undangan dan sejumlah buku, dan Field Research atau metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meneliti langsung dengan mencari data-data ke PT PLN (Persero) Cabang di jalan Listrik No. 8 Medan, guna memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam pembahasan skripsi ini, misalnya dengan melakukan interview atau wawancara dengan pihak PLN. Dalam rangka melindungi kepentingan konsumen dalam perjanjian pemakaian arus listrik ini ada pada Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1999, memberi larangan kepada pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan produksi dan perdagangan barang atau jasa. Undang-undang No. 8 Tahun 1999 mengenai Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mencantumkan hak-hak dan kewajiban dari konsumen, melainkan juga mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pelaku usaha yaitu pada Pasal 5 Undang-undang No. 8 Tahun 1999, sehingga apabila terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemakaian arus listrik ada di atur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 15 Tahun 1985 yaitu mengenai Ketenagalistrikan.

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN (Persero) adalah sebuah perusahaan jasa yang bergerak di bidang ketenagalistrikan. Dengan kata lain, tenaga listrik juga merupakan salah satu sumber daya yang sangat vital bagi kehidupan manusia, karena tenaga listrik merupakan energi yang sangat penting untuk menopang kehidupan manusia. Perusahaan ini berkewajiban menjalankan tugas yang dibebankan negara kepadanya yaitu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap listrik. Begitu pentingnya kebutuhan masyarakat terhadap listrik, sehingga tidak mungkin dapat ditawar-tawar lagi bahwa sebagian besar kehidupan masyarakat didukung oleh listrik. Selain menjalankan fungsi bisnisnya PT. PLN (Persero) lebih banyak menjalankan fungsi sosialnya, apalagi di Sumatera Utara mempunyai sebagian besar pelanggan rumah tangga. Perusahaan ini terus mencoba untuk tetap dapat berbuat lebih baik kepada masyarakat, sebagaiman falsafah yang dimiliki oleh perusahaan ini yaitu : keberhasilan perusahaan bukan sekedar ditentukan oleh besarnya laba tetapi juga oleh kemampuan perusahaan memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggan, sehingga mereka mampu ikut serta secara aktif dalam kegiatan produktif dan memperoleh kehidupan sejahtera. 1 Dari usaha dan kerja keras yang telah dilakukan oleh pihak PT. PLN (Persero) nampaknya belum mampu mendongkrak kinerja secara maksimal. Apa yang diharapkan masyarakat terhadap pasokan listrik yang unggul dan aman serta adanya 1 PT PLN (Persero), Budaya Perusahaan, PLN Pusat, Jakarta, 2000, hlm. 9.

10 semboyan Listrik Untuk Kehidupan Yang Lebih Baik mungkin belum bisa terwujud. Sebagaimana diketahui adanya pemadaman listrik secara bergilir, akhirnya memupuskan harapan masyarakat dan semboyan tersebut. Keterbatasan pasokan energi yang dibangkitkan oleh PLN Sumatera Utara saat ini devisit dengan kebutuhan masyarakat terhadap listrik. Kebutuhan masyarakat pada saat beban puncak lebih tinggi ketimbang pasokan listrik yang tersedia. Artinya pada saat kondisi normal yaitu dimana seluruh mesin-mesin pembangkit PLN beroperasi, tidak dapat memasok seluruh kebutuhan listrik masyarakat, ditambah lagi dengan kondisi mesin-mesin pembangkit yang sudah tua dan memerlukan pemeliharaan terjadwal yang tidak ditangguhkan, sehingga bila mesin mengalami turun mesin (overhoul) maka devisit listrik akan semakin pesat yang mengakibatkan terjadinya pemadaman listrik bergilir. Kondisi inilah yang dialami oleh pembangkit PLN khususnya PT. PLN Sumatera Utara. Kenaikan TDL 2003 yang semula diharapkan dapat menutup devisit anggaran PLN juga belum mampu membuat PLN dapat menyediakan listrik yang aman dan handal. Apalagi ditambah dengan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadikan PLN semakin terpuruk. Kondisi ketenagalistrikan di Indonesia, terutama sejak tahun 1996, memang sangat memprihatinkan. Kebaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang sudah mencapai diatas 100%, terbukti belum mampu menyehatkan finansial PT. PLN. 2 Tingkat pertumbuhan listrik sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat bahkan pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh kenaikan pertumbuhan listrik. Selama tiga dasawarsa terakhir, sejak 1970, penyedia tenaga listrik mengalami peningkatan dua kali lipat, setiap lima tahun, dengan pertumbuhan 2 Tulus Abadi dan Sudaryatmo, Memahami Hak dan Kewajiban Anda Sebagai Konsumen Listrik, YLKI, Jakarta, 2004, hlm. 4.

11 rata-rata 14% pertahun. Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi di Indonesia hanya bertumbuh sebesar 7%, dengan pertumbuhan penduduk 1,8% pertahun. Sebagai perusahaan penyedia jasa ketenagalistrikan yang berada pada satu pihak dan masyarakat sebagai pelanggan pada pihak yang lain, sesungguhnya mempunyai hubungan yang sangat erat. Satu hubungan yang dibangun atas sebuah keterikatan antara para pihak yang mempunyai prestasi. Hubungan ini pada dasarnya dibentuk melalui keinginan para pihak untuk saling mengikatkan diri, dan tentunya keterikatan ini dimulai dari suatu proses yang disebut dengan permohonan. Permohonan disampaikan masyarakat untuk mendapat pelayanan ketenagalistrikan yang disediakan oleh PT. PLN (Persero). Dalam hal tersebut calon pelanggan datang mengajukan permohonan dan telah bersedia membayar sejumlah uang kepada PT. PLN (Persero) untuk dicatat sebagai pelanggan PLN. Dengan demikian karena calon pelanggan telah setuju maka timbullah satu keterikatan tersebut. Karena perjanjian dapat dilakukan dengan tertulis maupun lisan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara 2 orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang telah diucapkan atau ditulis. 3 Dan kesepakatan inilah yang membuat ikatan hukum bagi kedua belah pihak. Dalam hubungan hukum yang terjadi diantara konsumen dengan PLN, bisa terjadi adanya wanprestasi yang mengakibatkan salah satu pihak menderita kerugian. Misalnya, pelanggan secara sepihak melakukan tindakan-tindakan seperti menambah atau memperbesar daya dari daya yang sebenarnya menurut kontrak yang telah disepakati. Jika hal ini dilakukan, maka dikatakanlah pelanggan tersebut telah melakukan wanprestasi. 3 HR Daeng Naja., Contrant Drafting, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 6.

12 Tindakan para konsumen yang dinyatakan wanprestasi dalam pemakaian arus listrik merupakan tindakan yang merugikan PT. PLN (Persero), sehingga menimbulkan akibat hukum yaitu mewajibkan konsumen untuk mengganti kerugian yang diderita oleh PT. PLN (Persero) berupa tagihan susulan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh konsumen. Ditambah dengan biaya-biaya lainnya sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dan PT. PLN (Persero) berhak melakukan pemutusan sambungan arus listrik para konsumen sebelum dilunasinya tagihan susulan dari konsumen yang wanprestasi. B. Perumusan Masalah Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian? 2. Bagaimana perjanjian baku dalam pemakaian arus listrik antara PLN dan pelanggan? 3. Bagaimana wanprestasi dan tanggung jawab para pihak dalam terjadinya kelalaian? 4. Bagaimana alternatif penyelesaian sengketa antara PLN dengan pelanggan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui hak dan kewjiban para pihak dalam perjanjian pemakaian arus listrik.

13 2. Untuk mengetahui perjanjian baku dalam pemakaian arus listrik antara PLN dan pelanggan. 3. Untuk mengetahui tentang wanprestasi dan tanggung jawab para pihak dalam terjadinya kelalaian. 4. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian sengketa antara PLN dengan pelanggan. Adapun manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoretis hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan dapat digunakan sebagai literatur di bidang Hukum Perdata khususnya perjanjian pemakaian arus listrik. 2. Secara praktis semoga kiranya masyarakat dan praktisi dapat mengetahui dan memahami bahwa sebenarnya antara pelanggan dengan PT. PLN terjalin suatu perikatan yang didasarkan pada perjanjian tertulis. D. Keaslian Penelitian Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis Tentang Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik Pada PLN Cabang Medan. Sepanjang pengetahuan penulis, penulisan skripsi ini belum pernah diteliti. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. E. Tinjauan Kepustakaan Dalam Pasal 1338 KUH Perdata dinyatakan bahwa : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal 1338 KUH Perdata ini, dapat ditarik suatu gambaran bahwa, pada

14 prinsipnya suatu perjanjian tidak dapat dibatalkam oleh sepihak, karena dengan adanya pembatalan tersebut, tentunya akan menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan apabila diketahui adanya kekhilafan ataupun paksaan dari salah satu pihak ketika membuat perjanjian. Kekhilafan dan paksaan merupakan alasan yang dapat membatalkan perjanjian. Selain itu juga penipuan yang dilakukan oleh satu pihak terhadap pihak yang lainnya dalam membuat perjanjian, dapat dijadikan sebagai alasan untuk dapat dibatalkannya suatu perjanjian secara sepihak oleh satu pihak. Karena menurut Pasal 1320 KUH Perdata suatu perjanjian yang tidak didasarkan kepada syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Meminta pembatalan perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektifnya dapat dilakukan dengan cara : 1. Melakukan penuntutan secara aktif di muka Hakim atau Pengadilan. 2. Dengan cara pembatalan yaitu menunggu pihak yang mengajukan pembatalan di muka Hakim. Sehingga dengan adanya gugatan yang diajukan oleh pihak lawan karena ia tidak memenuhi prestasi perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat subjektif yang memungkinkan untuk dibatalkannya perjanjian tersebut. 4 Akan tetapi apabila suatu pembatalan terhadap perjanjian yang dilakukan secara sepihak tanpa disertai alasan yang sah menurut hukum, maka pihak yang menderita kerugian akibat dibatalkannya perjanjiannya dapat menuntut kerugian kepada pihak yang membatalkan perjanjian tersebut, karena dengan adanya pembatalan yang dilakukan oleh salah satu pihak akan menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Terhadap perjanjian yang dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak tanpa disertai alasan yang sah, maka apabila perjanjian tersebut telah berlangsung lama, pihak yang dirugikan atas pembatalan tersebut dapat mengajukan tuntutan ganti 4 M. Yahya Harahap., Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 17.

15 rugi kepada pihak yang membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak. Ganti rugi yang diajukan oleh pihak yang dirugikan atas pembatalan yang sepihak tersebut adalah dapat berupa biaya, rugi, maupun bunga atas kerugian yang dideritanya. Namun apabila dalam pembatalan yang dilakukan secara sepihak terhadap perjanjian yang mereka perbuat, sedangkan segala isi maupun ketentuan yang tercantum di dalam perjanjian tersebut belum dilaksanakan sama sekali oleh kedua belah pihak, maka dengan adanya pembatalan perjanjian tersebut oleh salah satu pihak secara sepihak tidak menimbulkan akibat hukum apa-apa. Pembatalan perjanjian tersebut hanya membawa para pihak pada keadaan semula yaitu keadaan sebelumnya para pihak dianggap tidak pernah melakukan atau mengadakan perjanjian diantara mereka. Dengan demikian jelaslah bahwa suatu perjanjian hanya dapat dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak apabila tidak memenuhi syarat sah subjektif dari suatu perjanjian. Pembatalan tersebut hanya dapat dilakukan dengan mengajukannya kepada pengadilan ataupun dengan pembelaan atau gugatan pihak yang akan membatalkan perjanjian. Dalam perjanjian, pernyataan keadaan wanprestasi ini tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, akan tetapi harus terlebih dahulu diperlukan adanya suatu pernyataan lalai atau sommatie yaitu suatu peringatan/teguran dari PT. PLN (Persero) pada saat kapan selambatnya ia mengharapkan pemenuhan prestasi. Dari pesan ini pula selanjutnya akan ditentukan dengan pasti saat mana seseorang berada dalam keadaan wanprestasi atau ingkar janji tersebut, sehingga pihak yang wanprestasi harus pula menanggung segala akibat yang telah merugikan pihak yang lainnya. Sebagai akibat timbulnya kerugian dari salah satu pihak tersebut, maka undang-undang memberikan sesuatu hak baginya untuk menuntut beberapa hal yaitu :

16 1. Pemenuhan prestasi; 2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; 3. Ganti rugi; 4. Pembatalan perjanjian; 5. Pembatalan disertai ganti rugi. 5 F. Metode Penelitian Di dalam pencarian data yang diperlukan untuk menunjang penyusunan skripsi ini, penulis melakukannya dengan mengadakan penelitian yang terdiri dari 2 (dua) cara yaitu : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu menggunakan suatu metode penelitian ilmiah yang mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan materi yang dibahas. 2. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara meneliti langsung dengan mencari data-data ke lapangan sesuai dengan apa yang dibutuhkan di dalam skripsi ini, misalnya dengan melakukan interview atau wawancara dengan Bapak Ari Irawan selaku pegawai PT. PLN Cabang Medan bagian Keuangan dan Administrasi. G. Sistematika Penelitian Adapun sistematika penulisan tersebut secara keseluruhan dapat diuraikan srbagai berikut : 1. BAB I : Pendahuluan Yang menjadi sub bab dari bab pertama ini, yaitu Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian 5 R. Wirjono Prodjodikoro., Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, hal. 52.

17 Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. 2. BAB II : Perjanjian dan Wanprestasi Pada Umumnya Yang menjadi sub bab dari bab kedua, yaitu Pengertian Perjanjian Pada Umumnya, Syarat Sahnya dan Asas-asas Suatu Perjanjian, Berakhirnya Suatu Perjanjian, Pengertian Wanprestasi, Akibat Hukum Wanprestasi. 3. BAB III : Perusahaan Listrik Negara Sebagai Perusahaan Umum Yang menjadi sub bab dari bab ketiga, yaitu Sejarah Berdirinya PLN, Sifat, Maksud dan Tujuan Perusahaan Listrik Negara, Modal Perusahaan Listrik Negara, Oeganisasi (Badan) Kepengurusan Perusahaan Listrik Negara, Pembinaan dan Pengawasan PLN sebagai Perusahaan Umum. 4. BAB IV :Tinjauan Yuridis Tentang Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemakaian Arus Listrik Pada PLN Cabang Medan Yang menjadi sub bab dari bab keempat, yaitu Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian, Perjanjian Baku Dalam Pemakaian Arus Listrik Antara PLN dengan Pelanggan, Wanprestasi dan Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Terjadinya Kelalaian, Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara PLN dengan Pelanggan. 5. BAB V : Kesimpulan dan Saran Dalam penulisan ini penulis membuat suatu kesimpulan dan juga saran yang menjadi bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah dalam skripsi ini akan turut pula dimasukkan daftar bacaan dan lampiran-lampiran.

18 BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya Buku III B.W. berjudul Perihal Perikatan. Perkataan Perikatan (verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan Perjanjian, sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatanperikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum perjanjian. Perikatan merupakan suatu pengertian abstrak, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III B.W. itu, ialah: Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta beda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku II mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi objek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang termuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut-menuntut, maka isi Buku III itu juga dinamakan hukum perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak berpiutang atau kreditur, sedangkan pihak yang wajib

19 memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur. Secara umum, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 6 Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan istilah perjanjian tetapi memakai kata persetujuan. Yang menjadi masalah adalah apakah kedua kata tersebut yaitu perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama. Menurut R. Subekti, suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju melakukan sesuatu. 7 Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuam) itu adalah sama artinya. M. Yahya Harahap mengatakan perjanjian adalah hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 8 Dari beberapa pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa unsurunsur yang membentuk pengertian perjanjian adalah sebagai berikut : 1. Terdapat para pihak yang berjanji; 2. Perjanjian itu didasarkan kepada kata sepakat/kesesuaian kehendak; 3. Perjanjian merupakan perbuatan hukum atau hubungan hukum; 6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio., Terjemahan KUH Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1994, hlm R. Subekti, Ibid, hlm M. Yahya Harahap, Op. Cit. hlm. 6.

20 4. Terletak dalam bidang harta kekayaan; 5. Adanya hak dan kewajiban para pihak; 6. Menimbulkan akibat hukum yang mengikat. Dari 6 (enam) unsur tersebut ada hal yang perlu diperjelas, misalnya perubahan konsep perjanjian yang menurut paham KUH Perdata dikatakan perjanjian hanya merupakan perbuatan (handeling), selanjutnya oleh para sarjana disempurnakan menjadi perbuatan hukum (rechtshandeling) dan perkembangan terakhir dikatakan sebagai hubungan hukum (rechtsverhoudingen). Jadi para ahli hukum perdata hendak menemukan perbedaan antara perbuatan hukum dengan hubungan hukum. Perbedaan ini bukan hanya mengenai istilahnya saja tetapi lebih kepada substansi yang dibawa oleh pengertian perjanjian itu. Sudikno Mertokusumo menjelaskan, bahwa perbuatan hukum (rechtshandeling) yang selama ini dimaksudkan dalam pengertian perjanjian adalah satu perbuatan hukum berisi dua (een tweezijdigerechtshandeling) yakni perbuatan penawaran (aanbod) dan penerimaan (aanvaarding). Berbeda halnya kalau perjanjian dikatakan sebagai dua perbuatan hukum yang masing-masing berisi satu (twee eenzijdige rechtshandeling) yakni penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum, maka konsep perjanjian yang demikian merupakan suatu hubungan hukum (rechtsverhoudingen). 9 Sehubungan dengan perkembangan pengertian perjanjian tersebut, Purwahid Patrik menyimpulkan bahwa perjanjian dapat dirumuskan sebagai hubungan hukum 9 Sudikno Mertokusumo, Op. Cit., hlm. 7-8.

21 antara dua pihak dimana masing-masing melakukan perbuatan hukum sepihak. 10 Berdasarkan hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan (prestasi), perjanjian dibagi dalam 3 (tiga) macam, yakni: 1. perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang; 2. perjanjian untuk berbuat sesuatu; 3. perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. Sebagaimana gambaran mengenai pengertian prestasi ini, dapat dilihat dalam perjanjian ekspor/impor. Perjanjian ekspor/impor pada hakikatnya merupakan perjanjian yang berisi perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang. Disatu pihak, penjual menyerahkan sejumlah barang sesuai dengan kualitas, jumlah dan karakteristik tertentu kepada pembeli. Sementara itu dipihak lain, pembeli menyerahkan sejumlah uang kepada penjual sesuai dengan harga yang disepakati. Unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian dapat dikelompokkan menjadi: 1. Unsur essensialia Unsur essensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada dalam setiap perjanjian. Tanpa unsur ini perjanjian mungkin tidak ada. Dengan demikian unsur ini penting untuk terciptanya perjanjian, mutlak harus ada agar perjanjian itu sah sehingga merupakan syarat sahnya perjanjian. Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli harus ada barang dan harga yang disepakati sebab tanpa barang dan harga perjanjian jual beli tidak mungkin dapat dilaksanakan. 2. Unsur naturalia Unsur naturalia adalah unsur perjanjian yang diatur dalam undang-undang, tetapi dapat diganti atau disingkirkan oleh pihak. Undang-undang dalam hal ini hanya 10 Purwahid Patrik, Makalah, Pembahasan Perkembangan Hukum Perjanjian, Seminar Nasional Asosiasi Pengajar Hukum Perdata/Dagang, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1990, hlm. 15.

22 bersifat mengatur atau menambah (regelend/aanvullend). Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli dapat diatur tentang kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan. 3. Unsur accidentalia Unsur accidentalia adalah unsur yang harus dimuat atau disebut secara tegas dalam perjanjian. Unsur ini ditambahkan oleh para pihak dalam perjanjian artinya undang-undang tidak mengaturnya. Dengan demikian unsur ini harus secara tegas diperjanjikan para pihak. 11 Hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Dalam pengertian ini, hukum perjanjian memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sistem ini kemudian melahirkan prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang membuka kesempatan kepada para pihak yang membuat perjanjian untuk menentukan hal-hal berikut ini: 1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut. 2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa diantara pihak dalam kontrak tersebut. 3. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan penunjukan dimanakah domisili hukum dari para pihak tersebut. Kebebasan di atas tidak hanya berlaku untuk perjanjian yang hanya meliputi satu wilayah negara, melainkan berlaku juga dalam perjanjian yang melintasi batasbatas negara. 11 J. Satrio., Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1998, hlm

23 B. Syarat Syahnya dan Asas-asas Suatu Perjanjian Perjanjian harus memenuhi beberapa syarat tertentu supaya dapat dikatakan sah. Dalam KUH Perdata ditemukan ketentuan yang menyebutkan syarat sah suatu perjanjian, yakni Pasal Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perjanjian sah, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; 3. Mengenai suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan. Dimana, apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik, misalnya seorang penjual suatu benda untuk mendapatkan uang, sedang si pembeli menginginkan benda itu dari yang menjualnya. Kecakapan untuk membuat perjanjian merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat akal pikiran, dan tidak dilarang oleh suatu perundang-undangan untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Orang yang cakap adalah mereka yang telah berumur 21 tahun tetapi telah pernah kawin, sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Tidak termasuk orang-orang yang sakit ingatan atau bersifat pemboros yang karena itu oleh Pengadilan diputuskan dibawah pengampuan dan seorang perempuan yang masih bersuami. Mengenai seorang perempuan yang masih bersuami setelah

24 dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963, maka sejak saat itu seorang perempuan yang masih bersuami telah dapat bertindak bebas dalam melakukan perbuatan hukum serta sudah diperbolehkan menghadap di muka Pengadilan tanpa seizin suami. Dengan kata lain, orang yang tidak cakap tidak memenuhi syarat untuk membuat perjanjian. Adapun orang yang tidak cakap menurut Pasal 1330 KUH Perdata ialah: a. Orang-orang yang belum dewasa; b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu. d. Suatu hal tertentu mengarah kepada barang yang menjadi objek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata, barang yang menjadi objek suatu perjanjian ini harus tertentu, setidak-tidaknya harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau diperhitungkan. Misalnya jual beli beras sebanyak 100 kilogram adalah dimungkinkan asal disebutkan macam atau jenis dan rupanya, sedangkan jual beli beras 100 kilogram tanpa disebutkan macam atau jenis, warna dan rupanya dapat dibatalkan. Suatu sebab yang halal merupakan syarat yang keempat atau terakhir agar suatu perjanjian sah. Mengenai syarat ini, Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Dengan sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa) ini dimaksudkan tiada lain daripada isi perjanjian. Jadi, yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian tersebut. Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif karena mengenai orang-orang atau subjek-subjek yang mengadakan perjanjian. Dimana, syarat subjektif adalah suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek perjanjian itu atau dengan perkataan lain, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang membuat

25 perjanjian, hal ini meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan kecakapan pihak yang membuat perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Setiap perjanjian semestinya memenuhi keempat syarat di atas supaya sah. Perjanjian yang tidak memenuhi keempat syarat tersebut mempunyai beberapa kemungkinan. Jika suatu perjanjian tidak memenuhi dua syarat yang pertama atau syarat subjektif maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang telah memberikan sepakat secara tidak bebas. Sementara itu, perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum (null and Void). Perjanjian semacam ini sejak semula dianggap tidak pernah ada. Oleh karena itu, para pihak tidak mempunyai dasar untuk saling menuntut. Akibat perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan: 1. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 2. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. 3. Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Dengan demikian, perjanjian yang dibuat secara sah yaitu memenuhi syaratsyarat Pasal 1320 KUH Perdata berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuat perjanjian. Artinya pihak-pihak harus mentaati isi perjanjian seperti mereka

26 mentaati Undang-undang sehingga melanggar perjanjian yang mereka buat dianggap sama dengan melanggar Undang-undang. Perjanjian yang dibuat secara sah mengikat pihak-pihak dan perjanjian tersebut tidak boleh ditarik kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak lainnya. Dalam hukum perjanjian dikenal berbagai asas. Arti asas secara etimologi adalah dasar ( sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat ). 12. Mahadi menjelaskan bahwa asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan, untuk mengembalikan sesuatu hal, yang hendak dijelaskan. 13 Apabila arti asas tersebut diartikan sebagai bidang hukum maka dapat diperoleh suatu makna baru yaitu asas hukum merupakan dasar atau pikiran yang melandasi pembentukan hukum positif. Dengan perkataan lain asas hukum merupakan suatu petunjuk yang masih bersifat umum dan tidak bersifat konkrit seperti norma hukum yang tertulis dalam hukum positif. Bellefroid memberikan pengertian asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan yang lebih umum. Asas hukum merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. 14 Jadi pembentukan hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Eikema Hommes adalah praktis berorientasi pada asas-asas hukum, dengan perkataan lain merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. 15. Oleh karena sedemikian pentingnya asas hukum ini dalam suatu sistem hukum, maka asas hukum ini lazim juga disebut sebagai jantungnya peraturan hukum, disebut demikian kata 12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm Mahadi., Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm Ibid., hlm. 33.

27 Satjipto Rahardjo karena dua hal yakni, pertama, asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, artinya peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kedua, sebagai alasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. 16 Asas-asas hukum perjanjian itu, menurut Mariam Darus Badrulzaman adalah sebagai berikut: Asas kebebasan berkontrak Terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Undang-undang memperbolehkan membuat perjanjian berupa dan berisi apa saja dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya. Tujuan dari pembuat undang-undang menuangkan kebebasan berkontrak dalam bentuk formal, sebagai suatu asas dalam hukum perjanjian adalah untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum dilapangan hukum perjanjian. 2. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini merupakan asas yang berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang membuatnya sendiri seperti undang-undang, kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat. 3. Asas Konsensualisme Suatu perjanjian cukup adanya kata sepakat dari mereka yang membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum yang lain. 16 Sajtipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm Mariam Darus Badrulzaman, Sistem Hukum Perdata Nasional, Dewan Kerjasama Hukum Belanda Dengan Indonesia, Proyek Hukum Perdata, Medan, 1987, hlm. 17.

28 4. Asas Itikad Baik Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5. Asas Kekuatan Berlakunya Suatu Perjanjian Pada prinsipnya semua perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak yang membuatnya saja, tidak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, diatur dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. 6. Asas Kepercayaan Seseorang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya atau memenuhi prestasinya. 7. Asas Persamaan Hukum Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, sehingga para pihak wajib menghormati satu sama lain. 8. Asas Keseimbangan Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. 9. Asas Kepastian Hukum Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak. 10. Asas Moral Terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata, dalam asas ini terdapat faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum berdasarkan pada moral-moral.

29 11. Asas Kebiasaan Asas ini terdapat dalam Pasal 1347 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti. C. Berakhirnya Suatu Perjanjian Di dalam KUH Perdata dapat ditemukan ketentuan tentang berakhirnya suatu perjanjian. Secara khusus dalam Pasal 1381 disebutkan sepuluh cara untuk mengakhiri perjanjian, yaitu: 1. Pembayaran Pertama sekali harus disadari, sesuai dengan maksud undang-undang, pengertian pembayaran dalam hal ini harus dipahami secara luas tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit, seperti yang selalu diartikan oleh orang hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang semata-mata. Mengartikan pembayaran hanya terbatas pada pelunasan hutang semata-mata tidaklah selamanya benar. Karena ditinjau dari segi yuridis teknis, tidak selamanya mesti berbentuk sejumlah uang atau barang tertentu bisa saja dengan pemenuhan jasa. Atau pembayaran dengan bentuk tidak berwujud atau dengan immaterial. Pembayaran prestasi dapat dilaksanakan dengan melakukan suatu prestasi. Namun demikian masalah pembayaran ini salah satu alasan atau syarat untuk timbulnya kewajiban melakukan pembayaran, disebabkan adanya perjanjian yang mana hal ini harus didahului oleh tindakan hukum yang menimbulkan hubungan hukum, misalnya hubungan hukum perjanjian jual beli. Itulah sebabnya pembayaran tanpa hutang adalah merupakan sesuatu yang tidak

30 dapat dipikirkan alasannya atau tidak beralasan sama sekali. Kecuali hal itu berupa sedekah, sumbangan sukarela atau karena dorongan moral. Karena secara yuridis, setiap pembayaran didahului dengan penetapan hutang. Maka pembayaran hutang pada dasarnya adalah perwujudan dari hutang prestasi. Dengan pembayaran prestasi perjanjian hapus dengan sendirinya. 2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan. Cara ini biasanya dilakukan jika kreditur menolak menerima pembayaran. Ini dimaksudkan untuk menolong atau melindungi debitur yang ingin membayar, tetapi kreditur tidak mau menerimanya. 3. Pembaharuan hutang (novatie) Pembaharuan hutang berarti terjadi suatu perjanjian baru dengan maksud untuk menggantikan atau menghapus perjanjian lama. 4. Perjumpaan hutang atau kompensasi Perjumpaan hutang atau kompensasi adalah merupakan cara menghapuskan hutang dengan memperhitungkan utang-piutang masing-masing pihak sehingga salah satu perikatan menjadi hapus. 5. Percampuran hutang Percampurang hutang terjadi jika kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu, maka terjadilah secara otomatis percampuran hutang, misalnya: Bila debitur menjadi ahli waris tunggal dari kreditur. Bila seorang wanita juga seorang debitur kemudian menikah (kawin) dengan kreditur dalam suatu percampuran hutang Pembebasan hutang Pembebasan hutang ini adalah merupakan tindakan kreditur membebaskan 18 Abdulkadir Muhammad., Op. Cit, hlm. 144.

31 kewajiban debitur memenuhi pelaksanaan perjanjian. Masalah ini pada masa sekarang sungguh sangat sulit, hal ini disebabkan karena ketatnya persaingan ekonomi pada masa sekarang, namun demikian bila kreditur menyatakan bahwa debitur telah dibebaskan dari seluruh kewajiban pembayaran hutang uang maka hapuslah hutang dari pada debitur. Dengan demikian yang sangat dibutuhkan dalam pembebasan hutang ini ialah adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk melaksanakan pemenuhan perjanjian serta sekaligus menggugurkan perjanjian itu sendiri. Jadi pembebasan hutang sebagai tindakan hukum tidak lain dari pernyataan kehendak yang sepihak yaitu tindakan hukum sepihak yang timbul atau datang dari pernyataan kehendak kreditur. Akan tetapi walaupun pembebasan hutang dikategorikan sebagai tindakan hukum sepihak tentu tidak melarang kemungkinan terjadinya pembebasan hutang berdasarkan tindakan hukum kedua belah pihak. Malahan ditinjau dari segi teoritis hakikat pembebasan hutang terjadi adanya tindakan hukum atas kehendak kedua belah pihak. Umpamanya kreditur atas kehendak sendiri menyatakan pembebasan hutang debitur. Dapat dilihat atas pembebasan yang dinyatakan kreditur tadi tentu sekurang-kurangnya diperlukan juga pernyataan penerimaan pembebasan dari pihak debitur. Dengan adanya penerimaan yang menyetujui pembebasan hutang dari pihak debitur jelas nampak adanya tindakan hukum kedua belah pihak, yang satu (kreditur) menyatakan kehendak pembebasan dan debitur dinyatakan persetujuan menerima pembebasan. Tidak mungkin pernyataan pembebasan bisa terlaksana tanpa persetujuan debitur, sekurang-kurangnya dibutuhkan penerimaan debitur.

32 7. Musnahnya barang yang terhutang Jika barang yang menjadi objek suatu perjanjian musnah, maka perjanjian itu menjadi hapus asal musnahnya barang itu bukan karena kesalahan si berhutang dan dalam hal ini debitur harus membuktikannya. 8. Kebatalan atau pembatalan Dikatakan suatu perjanjian batal demi hukum jika perjanjian itu tidak memenuhi syarat objektif. Sedangkan terjadinya suatu pembatalan jika perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, misalnya seorang anak yang belum dewasa mengadakan perjanjian jual beli dengan orang dewasa, maka perjanjian itu dapat dibatalkan oleh orang tuanya dengan alasan karena anaknya belum dewasa. 9. Berlakunya suatu syarat batal Yang dimaksud dengan syarat batal adalah suatu syarat yang jika tidak dipenuhi, maka perjanjian itu menjadi batal atau perjanjian itu tidak pernah ada. Ini biasanya digantungkan pada suatu peristiwa yang terjadinya tidak tentu. Misalnya, saya akan memberikan suatu sepeda motor kepadamu jika kamu lulus menjadi sarjana. Berlakunya syarat batal yang merupakan salah satu cara untuk menghapuskan suatu perjanjian dapat diberlakukan pada perjanjian bersyarat. 10. Lewat waktu (daluwarsa) Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang. Menurut Subekti, cara-cara di atas belum lengkap sebab masih ada cara-cara lain yang tidak disebutkan, seperti berakhirnya suatu ketetapan waktu (termijn) dalam suatu perjanjian atau meninggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian, seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma dan

33 pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian dimana prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh si debitur sendiri dan tidak oleh orang lain. Sementara itu menurut R. Setiawan, yang dimaksud dengan pembayaran adalah setiap pelunasan perikatan. Jadi, misalnya pemenuhan persetujuan kerja oleh buruh atau penyerahan barang oleh penjual. Pada umumnya dengan dilakukannya pembayaran, perikatan menjadi hapus, tetapi adakalanya perikatannya tetap ada dan pihak ketiga menggantikan kedudukan kreditur semula (subrogasi). berikut ini: R. Setiawan menambahkan bahwa persetujuan dapat hapus karena hal-hal 1. Hapusnya persetujuan ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya, persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu. 2. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan. Misalnya, menurut Pasal 1066 ayat (3) bahwa para ahli waris dapat mengadakan persetujuan untuk selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi, waktu persetujuan tersebut oleh ayat (4) Pasal 1066 dibatasi berlakunya hanya untuk lima tahun. 3. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, persetujuan akan hapus. Misalnya jika salah satu meninggal persetujuan menjadi hapus: a. Persetujuan perseroan Pasal 1646 ayat (4); b. Persetujuan pemberian kuasa Pasal 1813; c. Persetujuan kerja Pasal 1603 j. Pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging). Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada persetujuan-persetujuan yang bersifat sementara, misalnya:

34 1. Persetujuan kerja; 2. Persetujuan sewa-menyewa. 3. Persetujuan hapus karena putusan hakim. 4. Persetujuan hapus karena tujuan persetujuan telah tercapai. 5. Persetujuan hapus dengan persetujuan para pihak (herroeping). Pengakhiran dapat terjadi, baik ketika tujuan sudah tercapai maupun ketika tujuan belum atau tidak tercapai. Mengenai tujuan belum atau tidak tercapai, tetapi perjanjian diakhiri, terjadi karena satu atau semua pihak tidak lagi mempunyai kemampuan untuk melaksanakan isi perjanjian. D. Pengertian Wanprestasi Jika ada pihak yang tidak melakukan isi perjanjian, pihak itu dikatakan melakukan wanprestasi. Perkataan ini berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk (bandingkan: wanbeheer yang berarti pengurusan buruk, wandaad perbuatan buruk). Wanprestasi dapat berupa 4 (empat) macam, yaitu: 1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; 2. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan; 3. melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat; 4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 19 Menurut pendapat M. Yahya Harahap dalam bukunya segi-segi Hukum Perjanjian, yang dimaksud dengan wanprestasi adalah Pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kata Tidak tepat pada waktunya dan tidak layak apabila dihubungkan dengan kewajiban merupakan perbuatan melanggar hukum. Pihak debitur sebagian atau 19 Subekti., Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1996, hlm. 1.

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN 21 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian dan Jenis-jenis Perjanjian Definisi perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Pasal 1313, yaitu bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA. Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA A. Pengertian Perjanjian Sewa-Menyewa Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya selalu terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Uraian teori yang dimaksud adalah uraian pemikiran atau butir-butir pendapat,

BAB II LANDASAN TEORI. Uraian teori yang dimaksud adalah uraian pemikiran atau butir-butir pendapat, BAB II LANDASAN TEORI 3.1 Uraian Teori Uraian teori merupakan landasan teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Uraian teori yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang

PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN. (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang PERJANJIAN DAN PERIKATAN BAB I PENDAHULUAN Istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. BW (Burgerlijk Wetboek) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH

PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH TIDAK SERTA MERTA DAPAT MEMUTUSKAN HUBUNGAN SEWA MENYEWA ANTARA PEMILIK DAN PENYEWA RUMAH Oleh : Gostan Adri Harahap, SH. M. Hum. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Labuhanbatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian, 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI 2.1 Pengertian Perjanjian Kredit Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1.Uraian Teori Beberapa teori akan dipakai sebagai acuan dalam penelitian ini, yaitu pengertian perjanjian, pembiayaan leasing dan teori fidusia. 2.1.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari kata ovreenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah : Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh :

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh : KONTRAK KERJA Makalah Oleh : Igit Nurhidayat 0114104001 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2014 Kata Pengantar Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah, karenanya Makalah Kontrak Kerja

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang Undang Hukum Perdata mengawali ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut (Subekti, 1979:7-8). Selain lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya sehari-sehari adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari interaksi antara satu dengan yang lain. Interaksi sehari-hari itu dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian,

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, 17 BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN PENITIPAN BARANG 2.1 Pengertian Perjanjian Pada Umumnya Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita mendengar kata perjanjian, namun ada banyak pengertian perjanjian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Koperasi Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013 KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI JAMINAN FIDUSIA JIKA TERDAPAT EKSEKUSI DALAM HAL DEBITUR PAILIT (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan) S K R I P S I Disusundan Diajukan UntukMelengkapi

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999) 1 Oleh: Aristo Yermia Tamboto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian Kredit dan Perjanjian Kredit Di dalam memahami pengertian kredit banyak pendapat dari para ahli, namun semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH

BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH BAB II FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TUNTUTAN PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN BANGUN BAGI DI KOTA BANDA ACEH A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Bangun Bagi Hukum perjanjian merupakan bagian dari hukum perikatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN BAGI HASIL A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian, terutama perjanjian obligator yang di atur lebih

Lebih terperinci