UNIVERSITAS INDONESIA
|
|
- Harjanti Susman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UNIVERSITAS INDONESIA Analisis Kasus Pidana Ade Sara Dikaitkan dengan Bahan Perkuliahan Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester Asas-asas Hukum Pidana Semester Gasal 2014 Yohanes Dharmaly FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2014
2 KASUS DARI MEDIA MASSA Merdeka.com - Kasus tewasnya Ade Sara Angelina Suroto menjadi sorotan lantaran tewas secara mengenaskan di tangan Hafiz, mantan pacarnya. Hafiz membunuh tidak sendiri, ia dibantu pacar barunya, Assyifa. Atas nama dendam dan cemburu, dua sejoli tersebut pun membuat skenario jahat untuk menghabisi nyawa Ade Sara. Berikut kronologi pertemuan Ade Sara dengan kedua pelaku hingga akhirnya tewas : - Senin, 3 Maret 2014 Sekitar pukul WIB, sesuai perjanjian, korban bertemu dengan Assyifa di Stasiun Gondangdia. Saat itu korban seharusnya ada jadwal mengikuti les bahasa Jerman yang rutin ia lakukan. Di sinilah, korban sesuai dengan rencana pelaku bertemu dengan tersangka Hafiz. Kedua pelaku pun mengantar ke tempat les korban di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menuturkan terdapat sandiwara yang dilakoni kedua pelaku. "Ada sandiwara, mereka (kedua pelaku) bertengkar," tuturnya. Saat Ade Sara turun dari mobil Hafiz untuk ikut les, rupanya Assyifa pun juga ikut turun. Kemudian, Hafiz mengajak Assyifa masuk ke dalam mobil. Assyifa tak ingin masuk ke dalam mobil, jika Ade Sara juga tak masuk. "Padahal itu jebakan. Melihat keduanya bertengkar, Sara pun tergerak," tambah Rikwanto. Tak berapa lama, keduanya pun melakukan penganiayaan terhadap Ade Sara. Kanit V Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Antonius Agus menjelaskan, pada awalnya Ade Sara dipaksa untuk menanggalkan seluruh pakaiannya. Saat hendak dibuka oleh Assyifa, korban menolak dan memilih untuk membuka sendiri pakaiannya. "Disuruh buka baju biar enggak kabur. Kan malu tuh kalau kabur keluar mobil enggak pakai baju," jelas Agus. Lantaran sempat mendapat penolakan dari Ade Sara, keduanya pun naik pitam. ''Hafiz sempat menendang leher korban dengan kaki kiri, memukul dan menyetrum lagi. Assyifa juga memberikan
3 beberapa pukulan lagi,'' jelas Agus. Keduanya langsung melanjutkan perjalanan sambil membungkam korban dengan tisu dan kertas koran. - Pukul WIB Assyifa memegang dada korban dan mendapati Ade Sara sudah tewas. Mobil Hafiz sempat mogok tiga kali. - Selasa, 4 Maret 2014 Sekitar pukul WIB, saat melintas di Kemayoran, mobil pelaku kembali mogok. "Tersangka minta bantuan ke temannya untuk membetulkan aki," ucap Agus. Sedangkan Assyifa memakaikan kembali pakaian Ade Sara. Di sinilah Hafiz memberitahukan kepada temannya yang datang bahwa ia membawa mayat. Temannya menganggap Hafiz bercanda dan selanjutnya meninggalkan Hafiz ketika akinya sudah berfungsi. Sekitar pukul WIB, kedua pelaku pun membuang jenazah Ade Sara di pinggiran Tol Bintara, Bekasi. - Rabu, 5 Maret 2014 Sekitar pukul WIB jenazah korban ditemukan petugas. Berikut urutan perjalanan Hafiz Assyifa bersama korban: Gondangdia - Menteng (korban bertemu dengan kedua pelaku) - Tamini - Cawang - Pramuka (diduga terjadi penganiayaan) - Kemayoran (korban sudah meninggal dalam keadaan telanjang) - Utan Panjang - ITC Cempaka Mas -Salemba - Bintara (korban dibuang) - Pulau Gebang.
4 ANALISIS Kasus diatas apabila akan dikenakan ketentuan pidana sesuai dengan buku II KUHP tentang kejahatan maka dapat para pelaku dapat didakwa dengan ketentuan pasal pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP) atau dengan penganiayaan dengan rencana lebih dahulu yang mengakibatkan kematian ( Pasal 353 ayat (3)). Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Berdasarkan pasal diatas terdapat unsur-unsur delik yang harus dibuktikan oleh jaksa dalam melakukan penuntutan terhadap para pelaku pidana tersebut, antara lain : -Unsur Barangsiapa; -Unsur Dengan sengaja; -Unsur dengan rencana; -Unsur merampas nyawa orang lain. Unsur-unsur yang disebutkan diatas tersebut dibedakan menjadi unsur-unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncakana terlebih dahulu, juga unsur obyektif yaitu menghilangkan nyawa orang lain. Unsur Barangsiapa dalam tindak pidana dapat ditujukan kepada diri pelaku tindak pidana dimana pelaku dapat dilihat sebagai s, dimana dalam hal ini unsur barang siapa ini dapat diartikan sebagai manusia sebagai naturalijk persoon atau secara perseorangan, sehingga jika dikaitkan dengan kasus ini, hafiz yang melakukan tindakan menghilangkan nyawa Ade sara memenuhi unsur Barangsiapa ini. Unsur dengan Sengaja dijelaskan secara teori berhubungan langsung dengan kesalahan dalam tindak pidana, dimana jika tidak ada unsur kesalahan ini maka seseorang tidak dapat dipersalahkan atas suatu perbuatan yang telah dilakukannya, untuk menjelaskan unsur dengan sengaja akan lebih mudah apabila dijabarkan dengan sengaja dalam Mvt memberikan
5 pengertian yakni mengetahui dan menghendaki ( willens en wetens), dimana apabila jika tidak memenuhi salah satu syarat mengetahui atau menghendaki maka tidak dapat membuktikan unsur dengan sengaja ini, yang mana apabila dikaitkan dengan kasus pembunuhan Ade Sara diatas, pelaku hafiz dengan jelas dalam kasus ini memang mengetahui dan menghendaki kematian dari Ade Sara dengan menyekap ade sara di dalam mobil, terbutki dengan meminta Ade Sara untuk membuka pakaian sehingga tidak Ade Sara tidak berani keluar mobil karena malu. Penjelasan lebih lanjut dari unsur dengan sengaja adalah jenis kesengajaan yang terdapat dalam kasus ini, dan untuk mengetahui jenis kesengajaan yang dilakukan oleh plaku dalam kasus diatas maka kita akan menjabarkan bentuk-bentuk kersengajaan. Kesengajaan dibedakan menjadi 3 bentuk yakni : 1. Kesengajaan sebagai tujua ( kesengajaan yang dilakukan oleh si pelau untuk mencapai tujuan utamanya dan dengan kata lain si pelaku sudah menghendaki 2. Kesengajaan dengan keinsyafan kepastian 3. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan. Bentuk kesengajaan yang tedapat dalam kasus Kematian Ade Sara adalah bentuk kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan, dimana dalam kasus para pelaku dalam melakukan tindakantindakan kepada Ade Sara tidak bermaksud menghilangkan nyawa Ade Sara (Menyetrum dan Menyumpal mulut), tetapi tindakan-tindakan yang telah disebutkan tadi menyebabkan kematian Ade Sara, dimana hilangnya nyawa Ade Sara karena perbuatan-perbuatan tersebut belum pasti, melainkan dapat diperkirakan sebelumnya. Penjelasan atas unsur dengan rencana menurut M.v.T. adalah apabila perbuatan pelaku memperlukan pemikiran dengan tenang, dalam hal ini waktu yang sebentar saat sebelum atau saat melakukan kejahatan sehingga ia menyadari apa yang dilakukannya, dalam kasus pembunuhan ade sara ini, ditemukan bagian dimana Hafiz dan rekan nya yakni kekasihnya sendiri bahkan melakukan skenrio untuk memaksa Ade Sara mengikuti mereka ke mobil. Merampas nyawa orang lain dapat diartikan membuat hilang nyawa atau menghilangkan, dimana unsur ini sangat berkaitan dengan kesengajaanm dimana pelaku harus menghendaki,m dengan sengaja dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannuya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain, dibuktikan dengan kasus diatas dimana Hafiz menghilangkan nyawa yang bukan miliknya ( Nyawa Ade Sara).
6 Hal-hal lain yang perlu dijelaskan untuk melengkapi uraian dari unsur-unsur delik atas kasus yang terdapat diatas : Sifat melawan hukum dalam penjelasan untuk delik pembunuhan berencana tadi ialah sebagai bentuk melawan hukum materiil, karena melanggar ketentuan yang terdapat dalam normanorma masyarakat, dan juga perbuatan ini dilarang dalam KUHP sehingga melawan hukum secara formil, dengan demikian unsur melawan hukum dalam kasus ini terpenuhi, dan dengan demikian perbuatan para pelaku memenuhi unsur melawan hukum, walaupun tidak dicantumkan dalam pasal 340 (karena perbuatan membunuh pastilah memiliki unsur melawan hukum), unsur ini tetap harus dijelaskan. Kesimpulannya dalam kasus diatas ini Para Pelaku dapat dikenakan pasal 340 KUHP karena memenuhi keseluruhan unsur yang terdapat didalamnya. Adapun pasal 340 KUHP jika dimasukkan kedalam jenis-jenis delik termasuk kedalam jenis jenis delik merupakan Delik Kejahatan, Delik materiil, Delik Komisi, Delik dolus, Delik Biasa Delik Berdiri Sendiri, Delik langsung selesai, Delik Tunggal, Delik Komuna, Delik Komuna, Delik Kualifisir, yang akan dijelaskan satu persatu. Pasal 340 masuk kedalam jenis Delik kejahatan karena aturan mengenai hal ini terdapat dalam buku ke II KUHP mengenai Kejahatan. Delik Materiil, karena pasal 340 mengatur mengenai akibat dimana dalam kasus ini adalah kematian Ade Sara sebagai akibatnya yang dilihat bukan pada perbuatannya yang dilarang. Delik Komisi karena pasal 340 membutuhkan tindakan aktif dari pelakunya ( dalam kasus ini para pelaku melakukan penyiksaan pada Ade Sara sehingga disebutkan membutuhkan tindakan aktif dari para pelakunya). Delik Dolus karena dilakukan dengan kesengajaan dan bukan kelalaian ( penjelasan mengenai kesengajaan dapat ditemukan dalam penjabaran unsur pasal pada bagian sebelumnya). Delik Biasa yang dimaksut dalam hal ini apabila disandingkan dengan delik laporan, dimana dalam pasal 340 tidak diperlukan aduan dalam menjalankan proses penuntutan ataupun pemeriksaan.
7 Delik Berdiri sendiri karena delik ini tidak membutuhkan tindakan yang berlanjut dan berulangulang ( Ade Sara meninggal karena serangkaian tindakan, namun tindakan-tindakan itu dilakukan dalam kurun waktu yang dekat dan para tersangka tidak mencicil perbuatan menghilangkan nyawa Ade Sara). Delik Selesai karena delik ini sekali saja dilakukan dan langsung selesai (Ade Sara langsung meninggal) Delik Tunggal karena delik pembunuhan berencana sebagaimana yang diatur dalam pasal 340 KUHP ini merupakan tindakan yang tidak dilakukan secara berulang-ulang, para pelaku pembunuhan baru sekali ini melakukan tindak pembunuhan ( mereka tidak menjadikan perbuatan membunuh ini sebagai mata pencaharian). Delik komuna karena dalam pasal 340 Kualifikasi pelaku hanya sebatas barangsiapa, dimana barangsiapa ini menunjukkan bahwa pelakunya bisa dilakukan oleh siapa saja, tidak terbatas pada jabatan atau oleh orang-orang tertentu. Delik Kualifisir karena pasal 340 memiliki unsur yang memperberat hukuman disamping unsurunsur lain, dimana dapat dijelaskan sebenarnya pasal 340 merupakan perberatan dari pasal 338 karena ditambahkan unsur dengan rencana. KAUSALITAS Kasus diatas apabila ingin dikaitkan dengan kausalitas (sebab akibat) yang menyebabkan timbulnya tindak pidana diatasnya, maka harus dibuat runtutan kejadiannya secara singkat, (Runtutan kejadian dibuat dengan permumpaan, karena jangka waktu yang terdapat dalam artikel berita terlalu singkat untuk dapat digunakan sebagai contoh kausalitas), sehingga runtutan kejadian yang menjadi sebab dari terjadinya kasus diatas adalah : 1. Ade Sara berpacaran dengan hafiz 2. Hafiz putus dengan Ade Sara 3. Hafiz berpacaran dengan Assyifa 4. Assyifa Cemburu dengan Ade Sara 5. Assyifa dan Hafiz mengajak Ade Sara bertemu 6. Ade Sara diajak berjalan-jalan dengan mobil 7. Ade Sara dihabisi nyawanya.
8 Adapun Teori-teori yang digunakan dalam menentukan sebab dari terjadinya kasus diatas menurut para ahli dibedakan menjadi 3. Teori Von Buri yang terkenal dengan teori Conditio Sine Qua Non yang berarti semua faktor tidak dapat dihilangkan dari rangkaian faktor-faktor yang lain, dengan demikian setiap runtutan kejadian yang terdapat sebelum nyawa Ade Sara dihabisi termasuk kedalam penyebab terjadinya kematian ade sara. Teori Von Kries menyatakan dengan teori keseimbangan yakni untuk mencari penyebab tindak pidana haruslah dilihat kejadian yang seimbang dan selayaknya dijadikan alasan yang tepat untuk dapat dikatakan menjadi penyebab dari terjadi tindak pidana pembunuhan Ade Sara diatas, maka jika mengikuti teori keseimbangan milik Von Kries, yang menjadi penyebab dari kematian Ade Sara adalah karena adanya runtutan kejadian dimana Ade Sara diajak berjalanjalan dengan mobil oleh Hafiz dan Assyifah. Teori Rumelin menyatakan dengan teori keseimbangan objektif, dimana menurutnya, apa yang dimaksut dengan perhitungan yang layak dan seimbang, bukan saja apa yang diketahui oleh pelaku, melainkan juga yang diketahui oleh hakim, walaupun hal itu tidak diketahui pelaku sebelumnya, jika mengacu pada teori rumelin, maka yang menjadi faktor penyebab kematian Ade Sara adalah karena diajak berputar-putar dengan mobil (faktor nomor 6.) KASUS DIKAITKAN DENGAN BAHAN-BAHAN SETELAH UTS Dasar penghapus pidana adalah alasan yang digunakan ketika seorang pelaku memenuhi seluruh unsur delik, tetapi ia tidak dapat dipidana, dibedakan menjadi 2 jenis yakni Dasar pemaaf dan dasar pembenar. Secara singkat dapat yang dapat dijelaskan dasar pembenar menghilangkan sifat melawan hukum, yang mana jika dalam putusan pelaku dapat dinyatakan bebas dari segala dakwaan, sedangkan dasar pemaaf adalah dasar yang menghilangkan segala sifat kesalahan, dimana apabila delik tidak mencantum unsur kesalahan maka terdakwa dapat diputus lepas, apabila dikaitkan dengan kasus diatas, tidak ditemukan dasar penghapus pidana yang dapat melepaskan para pelaku dari pertanggungjawaban atas tindakannya tersebut, tetapi karena kasus diatas merupakan kasus yang melibatkan penyertaan maka kaitannya dasar penghapus pidana jika dikaitkan dengan hal penyertaan dapat dijelaskan apabila salah satu pelaku (Hafiz atau Assyifah) memiliki dasar pembenar, maka pelaku lainnya juga berhak untuk mendapatkan alasan pembenar, tetapi untuk pemaaf, maka pelaku lainnya tidak dapat diterapkan dasar pemaaf kepadanya.
9 Dasar peringan pidana adalah ketika pelaku tindak pidana sudah memenuhi semua unsur pidana tetapi ada alasan-alasan tertentu yang membuat hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tersebut lebih ringan dari yang seharusnya, adapun dasar peringan pidana secara singkat dibedakan menjadi 2 yakni dasar peringan umum ( Anak yang belum dewasa), dan juga khusus ( diatur langsung dalam deliknya). Kasus yang terdapat dalam pembunuhan Ade Sara tidak ditemukan adanya dasar peringan pidana sehingga penjelasan ini tidak dapat dikaitkan dengan kasus. Dasar pemberat pidana adalah ketika para pelaku tindak pidana telah memenuhi seluruh rumusan delik, tetapi ditemukan hal-hal lain yang menyebabkan diperberatnya hukuman yang akan diterima, secara singkat dibedakan menjadi 2 yakni yang terdapat dalam KUHP, dan yang terdapat dalam luar KUHP. Dasar pemberat pidana yang terdapat dalam KUHP terdiri atas alasan umum dan khusus, dimana alasan umum dibedakan menjadi 3 yakni recidive ( pengulangan tindak pidana), abuse of power( penyalahgunaan kekuasaan), Samenloop ( Gabungan beberapa tindak pidana), dan alasan khusus yakni delik-delik yang dikwalifisir/ diperberat. Pasal 340 sebagaimana yang diterapkan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh para pelaku tindak pidana pembunuhan kepada Ade Sara adalah contoh dasar pemberat pidana khusus yang terdapat dalam KUHP. Pemberatan atau kualifisir dalam kasus ini jika dibahas ecara khusus adalah karena unsur-unsur yang terdapat didalamnya sebenarnya salma saja dengan yang terdaapat dalam pasal pembunuhan biasa ( Pasal 338 KUHP) tetapi dalam hal ini dibedakan karena ditambahkan satu lagi unsur yakni unsur dengan rencana yang menyebabkan hukuman yang diterima apabila semua unsur terbukti lebih berat ( 15 tahun penjara menjadi pidana mati atau penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara ). Gabungan adalah ketika seorang pelaku melakukan 1 atau beberapa perbuatan yang melanggar 1 atau beberapa aturan pidana, selama ini dikenal 3 jenis gabungan yakni : 1. Gabungan 1 perbuatan (eendaadse samenloop) yang diatur dalam pasal 63 KUHP, dibedakan menjadi : a. Concursus idealis homogenius b. Consursus idealis heterogenius 2. Gabungan beberapa perbuatan ( meerdaadse samenloop) yang diatur dalam pasal 65,66,70 KUHP yang dibedakan menjadi : a. Concursus realis homogenius b. Concursus realis heterogenius
10 3. Perbuatan Berlanjut ( vorgezette handeling) yang diatur dalam pasal 64 KUHP Kasus yang digunakan diatas tidak ditemukan adanya gabungan perbuatan yang dilakukan, tetapi akan dilakukan pengandaian apabila setelah membunuh Ade Sara, hafiz kemudian melakukan tindak pidana pencurian 1 minggu kemudian, maka dapat dikatakan perbuatan Hafiz memenuhi aturan gabungan beberapa perbuatan, yang dalam hal ini beberapa perbuatan tersebut yang berlainan (melanggar pasal yang berlainan) maka jika hal tersebut yang terjadi Hafiz memenuhi aturan Concursus Realis Heterogenius sebagaimana diatur dalam pasal 65 KUHP sehingga hafiz dapat diancam dengan ancaman hukuman maksimal yakni hukuman mati. Penyertaan merupakan tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama. Karena dalam kasus ini terdapat penyertaan maka penjelasan atas penyertaan akan dilakukan secara menyeluruh untuk dapat menentukan jenis penyertaan mana yang terdapat dalam kasus diatas. Penyertaan diatur dalam pasal KUHP. Dimana dalam setiap perbuatan pidana pastilah terdapat pelaku (dader) atau dikenal juga dengan istilah pleger, disamping itu terdapat para pelaku tindak pidana lain yang terlibat dalam terjadinya tindak pidana tersebut, dimana dalam hal ini dibedakan menjadi 4 yakni : 1. Yang menyuruh lakukan ( doenpleger) diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP 2. Yang turut melakukan ( medepleger) diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP 3. Penggerakan / penganjuran untuk melakukan (uitlokking) diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke -2 KUHP 4. Pembantuan (medepletigheid) diatur dalam pasal 56 KUHP. Doenpleger dapat dijelaskan adalah ketika terdapat 2 orang pelaku, dimana salah satu pelaku merupakan pleger / dader tetapi ia menyuruh orang lain melakukan tindak pidana tersebut untuk niat yang dimiliki oleh pleger tersebut, ancaman hukumannya sama terhadap keduanya, pengecualiannya adalah apabila pihak yang disuruh melakukan tindakan tersebut dalam keadaan overmacht, sakit jiwa, perintah jabatan, dan hal-hal lain yang masuk kedalam dasar penghapus pidana. Medepleger adalah bentuk penyertaan dimana para pelaku tindak pidana bersama-sama bergerak untuk melakukan tindak pidana, dengan memiliki kesamaan niat, tetapi terdapat beberapa kemungkinan dalam pemenuhan unsur delik, yakni semua pelaku memenuhi keseluruhan unsur delik, sebagian pelaku memenuhi sebagian atau seluruh unsur delik, tetapi
11 syarat yang mutlak harus dipenuhi adalah apabila terdapat kerjasama secara sadar dalam perwujudan tindak pidana yang dilakukan dan juga adanya pelaksanaan secara bersama-sama secara fisik. Uitlokking adalah penggerakan dimana dalam melaksanakan niatnya pelaku menyuruh orang lain dengan melakukan upaya-upaya yang diatur dalam pasal 55 ayat (1) ke-2 yakni pemberian janji, penyalahgunaan kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman kekerasan, tipu daya, memberi kesempatan, alat, keterangan. Medeplictige atau pembatuan diatur dalam pasal 56, merupakan bentuk penyertaan yang harus memenuhi beberapa syarat yakni 1. Harus dilakuklan dengan kesengajaan 2. Pembantuan dilakukan sebelum dan ketika terjadinya tindak pidana. Pembantu atau orang yang melakukan pembantuan dijatuhi hukuman yang lebih ringan yakni 1/3 dari hukuman yang diterima pelaku. Berdasarkan penjelasan mengenai penyertaan diatas, maka dapat disimpulkan dalam kasus ini terdapat penyertaan dengan bentuk medeplegeder, dimana jika dikaitkan dengan teori, Hafiz dan Assyifah secara bersama-sama melakukan pembujukan ( sandiwara untuk memaksa Ade Sara naik ke mobil) dan juga secara bersama-sama melakukan tindakan-tindakan penyiksaan yang akhirnya berujung kepada kematian Ade Sara. Adapun kematian Ade sara tidak dapat diketahui pasti ditangan Hafiz ataupun Assyifah tetapi keduanya walaupun tidak memenuhi semua unsur delik, sesuai dengan penjelasan dari teori medepleger maka keduanya dapat dikatakan telah melakukan penyertaan dengan bentuk turut melakukan. Gugurnya kewenangan menuntut pidana dan menjalankan pidana diatur dalam pasal KUHP dan juga sumber-sumber lain diluar KUHP, tetapi didalam kuhp dikenal apabila terjadi hal hal berikut: 1. Tidak adanya pengaduan apabila delik tersebut ternyata aduan (pasal KUHP) 2. Nebis in Idem (pasal 76 KUHP) 3. Matinya tersangka atau terdakwa ( Pasal 77 KUHP) 4. Daluwarsa ( Pasal KUHP) 5. Penyelesaian diluar sidang ( Pasal 82 KUHP) Diluar KUHP :
12 1. Abolisi ( Diatur dalam UUD 1945) 2. Amnesti ( Diatur dalam UUD 1945) Daluwarsa penuntutan terhadap pasal 340 KUHP sesuai dengan kasus diatas sebagaimana diatur dalam pasal 78 ayat (1) ke-4 KUHP dimana mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun, yang dihitung berlaku sesudah perbuatan dilakukan ( Pasal 79 KUHP), dengan demikian Jaksa dapat melakukan penuntutan hingga tanggal 5 Maret 2032 ( Jenazah ditemukan tanggal 5 Maret Tahun). Untuk dapat membahas mengenai daluwarsa penjalanan pidana maka harus mengacu pada aturan Pasal 84 dan 85 KUHP. Dimana dalam kasus jika para tersangka dijatuhi hukuman mati, sesuai dengan pasal 84 ayat (4) KUHP, maka tidak dikenal daluwarsa, walaupun Hafiz melarikan diri ketika menunggu hukuman matinya harus menjalani hukuman mati karena tidak terdapat daluwarsa bagi terpidana hukuman mati.
BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
SOAL TENTIR UAS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA JUMAT, 20 MEI 2016 SOAL KASUS Tasya (17) merupakan seorang mahasiswi baru sebuah universitas di Depok. Setiap hari, ia pergi-pulang dari rumahnya di daerah Jakarta
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciSOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)
SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana
Lebih terperinciHilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana. Faiq Tobroni
Hilangnya Sifat Tindak Pidana dan Kewenangan Menuntut Pidana Faiq Tobroni Table of Content Dua macam alasan menghilangkan sifat tindak pidana menghilangkan sifat melanggar hukum Hal memaafkan si pelaku
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciPemeriksaan Sebelum Persidangan
Pemeriksaan Sebelum Persidangan Proses dalam hukum acara pidana: 1. Opsporing (penyidikan) 2. Vervolging (penuntutan) 3. Rechtspraak (pemeriksaan pengadilan) 4. Executie (pelaksanaan putusan) 5. Pengawasan
Lebih terperinciSOAL TENTIR UTS 2016 ASAS HUKUM PIDANA
SOAL TENTIR UTS 2016 ASAS HUKUM PIDANA Soal Pilihan Berganda 1. Tindak pidana perusakan barang dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP merupakan: a. Delik yang diprevilisir b. Delik Formil c. Delik Berlanjut d.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari
9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale delicht), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya
Lebih terperinciPengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.
Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciKapita Selekta Ilmu Sosial
Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Hukum Pidana Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Hukum Pidana Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup: Mengenai Hukum Pidana secara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana
BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat
Lebih terperinci1. PERCOBAAN (POGING)
Hukum Pidana Lanjutan Rabu, 25 Mei 2016 Diskusi Mata Kuliah Gemar Belajar Poging, Deelneming,Residive, dan Pasal Tindak Pidana dalam KUHP Pembicara : 1. Sastro Gunawan Sibarani (2009) 2. Sarah Claudia
Lebih terperinciPEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA
PEMBAHASAN SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER II TAHUN 2013/2014 MATA KULIAH HUKUM PIDANA Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D UNIVERSITY 081223956738 KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG KETUPLAK
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciSoal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015
Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015 Soal Pilihan Ganda 1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali, yang merupakan intisari dari Pasal 1 ayat 1 KUHP berisikan hal berikut kecuali.. a.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
Lebih terperinciBab XXVIII : Kejahatan Jabatan
Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang
Lebih terperinciBAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP
40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciP U T U S A N. Putusan Nomor : 217/Pid.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap : SUWARSONO ALS WAK NO
P U T U S A N Nomor : 217/PID.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciPENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi
PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB II TINDAK PIDANA MILITER. tentang apa yang disebut dengan tindak pidana tersebut, yaitu : dilarang dan diancam dengan pidana.
BAB II TINDAK PIDANA MILITER 1. Tindak Pidana dan Unsur-Unsurnya Ada baiknya dikemukakan terlebih dahuku apa yang dimaksud dengan tindak pidana (strafbaar feit, delict, criminal act). Ada beberapa pandangan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciBAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA 3.1 Dasar Filosofis Asas Ne Bis In Idem Hak penuntut umum untuk melakukan penuntuttan terhadap setiap orang yang dituduh
Lebih terperinciBerlin Nainggolan: Hapusnya Hak Penuntutan Dalam Hukum Pidana, 2002 USU Repository
USU Repository 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii A. Pengertian... 1-2 B. Dasar Peniadaan Penuntutan... 3-6 C. Hapusnya Hak Menuntut... 7-13 Kesimpulan... 14 Daftar Pustaka...... 15 ii
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM DALAM PASAL 55 KUHP TERHADAP MENYURUH LAKUKAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang pasal 55 KUHP terhadap MenyuruhLakukan Tindak Pidana Pembunuhan
Lebih terperinciBAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP
123 BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN HUKUM DALAM HUKUM REKAYASA FOTO DENGAN UNSUR PENCEMARAN NAMA BAIK DI FACEBOOK, INSTAGRAM, TWETTER, BBM DAN WHATSAAP DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan hukum
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017
TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperincikearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri atau
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id
P U T U S A N Nomor 344/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama
Lebih terperinciPEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Lebih terperinciHalaman 1 dari 12 Putusan Nomor : 173/Pid.B/2014/PN.Bkn
P U T U S A N Nomor 173/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING
ANALISIS TERHADAP VOORGEZETTE HANDELING DALAM PERKARA PIDANA (SUATU TINJAUAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PERKARA No. 184/Pid.B/2010/PN.Bgr) Oleh Fadli Indra Kusuma 010104084 (Mahasiswa Hukum
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana dan bersifat melawan hukum (formil, materil), serta tidak ada alasan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Di pidananya seseorang tidak cukup jika seseorang telah memenuhi unsur tindak pidana saja. Meskipun telah melakukan perbuatan yang memenuhi
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim
Lebih terperinciBAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM. A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana
BAB III MENYURUHLAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PASAL55 KUHP DAN MENURUT HUKUM ISLAM A. Delik Menyuruh lakukan Tindak Pidana Menurut Hukum Pidana 1. Tindak Pidana Menyuruhlakukan Dalam Pasal 55 KUHP a. Yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Kerangka Teori a. Tinjauan Tentang Surat Dakwaan 1. Pengertian Surat Dakwaan Di dalam Abdul Karim Nasution surat dakwaan adalah suatu surat atau akte yang memuat suatu rumusan
Lebih terperincitulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan muatan yang melanggar kesusilaan
Selain masalah HAM, hal janggal yang saya amati adalah ancaman hukumannya. Anggara sudah menulis mengenai kekhawatiran dia yang lain di dalam UU ini. Di bawah adalah perbandingan ancaman hukuman pada pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN
BAB III HUBUNGAN HUKUM TURUT SERTA (DEELMENING) MEMBANTU DALAM TINDAK PIDANA PERJUDIAN A. Pengertian Deelmening Apabila dalam suatu peristiwa pidana terdapat lebih dari 1 orang, sehingga harus dicari pertaunggungjawaban
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perpektif dalam hukum pidana apabila seseorang yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan pidana dan tidak ada alasan penghapusan pidana, maka tetap dijatuhi
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat
1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembunuhan merupakan kejahatan yang sangat berat dan cukup mendapat perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat kabar online sudah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai adanya suatu samenloop van strafbare feiten, apabila di dalam. salah satu dari tindakan-tindakan yang telah dilakukan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum membicarakan apa yang disebut samenloop van strafbare feiten itu sendiri, perlu diketahui bahwa orang hanya dapat berbicara mengenai adanya suatu samenloop
Lebih terperinciBAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA
BAB II PERATURAN-PERATURAN HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DI INDONESIA Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. KUHP tidak ada ketentuan tentang arti kemampuan bertanggung jawab. Yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana 1. Kemampuan Bertanggung Jawab Adanya pertanggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa pembuat mampu bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat untuk mencapai kesejahteraan, serta menciptakan keadilan.
20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemidanaan Tujuan dari kebijakan pemidanaan yaitu menetapkan suatu pidana yang tidak terlepas dari tujuan politik kriminal. Dalam arti luasnya yaitu perlindungan masyarakat untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga
Lebih terperinciBAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN
BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Standar Minimal Yang Dilakukan Kepolisian Dalam Melakukan Tembak di tempat Bagi Tersangka Tembak di tempat bagi tersangka kepolisan mempunyai beberapa tahapan sehingga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,
Lebih terperinciPENGHANCURAN GEDUNG SECARA MELAWAN HUKUM
PENGHANCURAN GEDUNG SECARA MELAWAN HUKUM (Makalah ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : OCI PIRAWATI NPM : 09411733000102 MATA KULIAH
Lebih terperinci