RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J310

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J310"

Transkripsi

1 PUBLIKASI KARYA ILMIAH HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA OBESITAS DI DESA BLULUKAN KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi Disusun oleh : RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

2 SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Bismillahirrahmanirrohim Yang bertanda tangan dibawah ini, saya Nama : Raditya Wahyuningsih Puspitasari NIM : J Fakultas/Jurusan : Ilmu Kesehatan / Gizi S1 Jenis : Skripsi Judul : Hubungan Asupan Energi, Lemak, Protein, dan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah Pada Lansia Obesitas Di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Dengan ini menyatakan bahwa saya menyetujui untuk : 1. Memberikan hak bebas royalty kepada Perpustakaan UMS atas penulisan karya ilmiah saya, demi pengembangan ilmu pengetahuan 2. Memberikan hak menyimpan, mengalih mediakan/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistribusikan, serta menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada Perpustakaan UMS, tanpa perlu meminta ijin dari saya selama masih mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta 3. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Perpustakaan UMS, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat digunakan sebagaimana mestinya Surakarta, 26 November 2014 Yang Menyatakan Raditya Wahyuningsih Puspitasari

3

4 HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN, DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA OBESITAS DI DESA BLULUKAN KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Raditya Wahyuningsih Puspitasari (J ) Pembimbing: Dwi Sarbini, SST., M.Kes Pramudya Kurnia, STP., M.Agr Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta Radityapuspitasari@yahoo.com ABSTRACT Background : Compared to younger people, older people have a tendency to greater body fat composition. The causal factor in blood glucose levels are excess fat, genetics, obesity and low physical activity. Based on the results of the Riskesdas (Riset Kesehatn Dasar) in 2007, national obesity prevalence was 19.1%. Objective : This study aims to analyse the relationship intake of energy, fats, proteins, and carbohydrates with blood glucose levels in obese elderly people in the village of Blulukan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. Research Method : This type of research was cross-sectional. The population of elderly people with a BMI 25,00 kg / m 2. It uses the sampling with simple random sampling method. The intake of energy, fats, proteins, and carbohydrates are obtained from the recall average in 2x24 hours which are not consecutive and fasting blood glucose levels, and 2-hours post prandial are obtained from the examination of health personnel. The test of data normality uses the Kolmogorov-Smirnov Test and the relationship with the person product moment test. Results : There is no correlation between the energy intake and fasting blood glucose levels (p=0,70) and 2-hours post-prandial (p=0,34). There is no correlation between the fat intake and fasting blood glucose levels (p=0,79) and 2-hours postprandial (p=0,95). There is no correlation between the protein intake and fasting glucose levels (p=0,75) and 2-hour post-prandial (p=0,82).there is no correlation between the carbohydrate intake and fasting glucose levels (p=0,42) and 2-hour post-prandial (p=0,99). Conclusion : There is no correlation of the intake of energy, fat, protein and carbohydrates to blood glucose levels. Keywords: Intake Energy, Fat, Protein, Carbohidrate

5 PENDAHULUAN Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran yaitu pada fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh pada lansia maka akan membuat lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis (Simanullang et al, 2011). Asupan makanan tinggi energi (tinggi lemak dan gula) dan rendah serat berhubungan dengan kadar gula darah. Ketidakseimbangan antara asupan makanan yang tinggi energi dengan pengeluaran energi untuk aktivitas dalam jangka waktu lama memungkinkan terjadinya obesitas, resistensi insulin dan penyakit DM tipe 2 (Fitri dan Wirawanni, 2012). Berdasarkan pada hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi obesitas nasional 19,1%. Pada umumnya perempuan (23,8%) lebih banyak menderita obesitas jika dibandingkan dengan pria (13,9%) (Ridwan, 2010). Persentase obesitas sentral menurut umur dari tahun adalah 23,1%, untuk umur tahun adalah 18,9% dan di atas 75 tahun adalah 15,8% (Riskesdas, 2007). Kenaikan berat badan orang tua usia di atas 60 tahun karena kurangnya aktivitas fisik (Fatmah, 2006). Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk meneliti hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah pada lansia obesitas. Penulis memilih di Desa Blulukan, Colomuadu, Karanganyar, Jawa Tengah sebagai lokasi penelitian dikarenakan dari lansia yang berumur 60 tahun sebanyak 115 lansia diantaranya berstatus gizi obesitas ada 40%. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah pada lansia obesitas. TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORITIS 1. Lansia Secara fisik dalam pertumbuhan level ukuran berhenti, tetapi dilanjutkan dengan pertumbuhan dan reproduksi sel yang konsisten (Ariyani, 2007). 1

6 Batasan lansia menurut Undang- Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia di Indonesia dikatakan lansia apabila telah mencapai usia diatas 60 tahun (Hadywinoto, 1999; Maryam, 2008 dalam Simanullang et al, 2011). 2. Obesitas Pada Lansia obesitas akan menjadi lebih besar (Ashary, 2010). 3. Lansia Obesitas dengan Kadar Gula Darah Obesitas yang terjadi pada lanjut usia dapat meningkatkan resiko penyakit seperti hiperglikemia, hiperlipidemia, penyakit kardiovaskular, Obesitas adalah diabetes melitus dan penyakit kanker ketidakseimbangan kalori di dalam tubuh, yaitu kalori yang masuk melebihi kalori yang dikeluarkan dan kelebihan ini menjadi lemak tubuh pada jangka waktu tertentu. Faktor perilaku dan lingkungan yang meliputi pola makan dan aktifitas fisik merupakan hal yang paling berpengaruh pada kejadian obesitas (Yamin et al, 2013). Proses penuaan dapat mengubah metabolisme pada tubuh, yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan pola makan. Jika lansia makan dengan jumlah yang sama seperti orang yang masih muda, maka resiko terjadinya (Ashary, 2010). Kurniawan (2010) dalam Fadyastiti et al, (2013) Pada usia 40 tahun tubuh sudah mengalami penurunan fungsi fisiologis, sehingga pada usia 45 tahun ke atas rentan terjadi resistensi insulin. Orang yang menderita diabetes kebanyakan ternyata mengalami kelebihan berat badan (Darrly dan Barnes, 2012). 4. Asupan Energi, Lemak, Protein, dan Karbohidrat Gula merupakan sumber makanan dan bahan bakar atau energi bagi tubuh yang berasal dari proses pencernaan makanan. Tingginya kadar gula darah dipengaruhi oleh tingginya 2

7 asupan energi dari makanan (Wahyuni, 2008). Disamping mensuplai energi, lemak terutama trigliserida, memiliki fungsi untuk menyediakan cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump, 2008 dalam Hardinsyah et al, 2010). Sedangkan protein melalui proses hidrolisis menjadi asam amino yang berfungsi sebagai sumber utama bagi glukosa melalui jalur glukoneogenesis (Bandiara, 2004). Karbohidrat komplek berperan dalam mengendalikan kadar gula darah tubuh. Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi sel-sel tubuh, terutama sel-sel otak dan sistem saraf pusat yang menghubungkan asupan glukosa darah (Purnakarya, 2009). 5. Kadar Gula Darah Jumlah atau konsentrasi glukosa yang terdapat di dalam darah. puasa responden sebelumnya sudah puasa selama kurang lebih 8 jam dan kemudian dilakukan pemeriksaan. Variabel kadar gula darah puasa digolongkan dalam kategori tinggi (GDP 110mg/dl) dan normal (GDP <110mg/dl) (Dalawa et al, 2013). Pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah makan bermanfaat untuk memantau pengendalian Diabetes Melitus (Qurruaeni, 2009). Kadar gula darah 2 jam post prandial termasuk kategori baik ( mg/dl), sedang ( mg/dl) dan tinggi ( 180 mg/dl) (Fitri dan Wirawanni, 2012). METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus Jumlah populasi adalah 46 lansia. Perhitungan besar sampel diperoleh 31 lansia dengan Loss to follow 10% maka menjadi 34 lansia. Sampel ditentukan dengan Pada pemeriksaan glukosa darah 3

8 menggunakan metode Simple Random Sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah formulir identitas lansia, yang digunakan untuk mengetahui data tentang karakteristik subjek penelitian yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, berat badan dan tinggi badan. Data asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat diperoleh dari Form Food Recall 2 x 24 jam tidak berurutan. Data kadar gula darah lansia didapatkan dari tenaga kesehatan setempat menggunakan Glucometer. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Setelah dilakukan observasi pada 46 lansia obesitas (IMT 25,00 kg/m 2 ) yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut pada penelitian hanya dapat diperoleh 32 lansia. 1. Karakterisitk Subyek Penelitian Menurut Umur data ini diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung dengan lansia dan data dari kader posyandu setempat. Kategori umur lansia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kriteria Umur Subyek Penelitian Umur Kriteria N Persentase (%) Lanjut 27 84,4 tahun Usia Lanjut 5 15,6 tahun Usia Tua Total Hal ini disebabkan karena obesitas atau kegemukan sering terjadi pada usia tahun, hasil ini sejalan dengan penelitian Misnadiarly (2007) dalam Manampiring (2008). 2. Karakteristik Subjek Menurut Jenis Kelamin Pada penelitian ini lansia yang bersedia menjadi responden tidak dibedakan menurut jenis kelaminnya. Kategori jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Sampel pada penelitian ini yaitu lansia yang telah berusia 60 tahun, 4

9 Tabel 2 Karakteristik Jenis Kelamin Subyek Penelitian Jenis Kelamin N Persentase (%) Laki-laki 2 6,2 Perempuan 30 93,8 Total Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Misnadiarly (2007) dalam Manampiring (2008) yang menyatakan bahwa perempuan yang telah berusia 50 tahun memiliki resiko obesitas lebih tinggi jika dibandingkan laki-laki. B. Tingkat Asupan Energi, Lemak, Protein dan Karbohidrat 1. Asupan Energi Data asupan energi diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat Asupan Energi Lansia Kategori N Persentase (%) Konsumsi Kelebihan 2 6,3 Energi Normal 14 43,8 Defisit 16 49,9 Total Simanullang, et al (2011) menyatakan bahwa kegemukan pada lansia tidak hanya disebabkan dari asupan makan saja, tetapi bisa juga karena aktifitas fisik yang kurang pada lansia akibat menurunnya fungsi-fungsi organ tubuh. 2. Asupan Lemak Data asupan lemak diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Tingkat Asupan Lemak Lansia Kategori N Persentase (%) Konsumsi Kelebihan 13 40,6 Lemak Normal 11 34,4 Defisit 8 25 Total

10 Proses penuaan mengubah metabolisme tubuh, yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh dan pola makan. Jika lansia makan dengan jumlah yang sama seperti orang yang masih muda, maka resiko obesitas akan lebih besar (Ashary, 2010). 3. Asupan Protein Data asupan protein diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturut-turut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat Asupan Protein Lansia Kategori N Persentase (%) Konsumsi Kelebihan 5 15,6 Protein Normal 8 25,0 Defisit 19 59,4 Total Beberapa ahli berpendapat penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (PAPDI, 2014). Bila insulin tidak ada atau sedikit sekali, maka tubuh akan memecah protein menjadi gula melalui proses glukoneogenensis (Wijanarko K, 2013). Jadi, apabila lansia banyak mengkonsumsi protein akan meningkatkan kadar gula darah di dalam tubuhnya. 4. Asupan Karbohidrat Data asupan karbohidrat diperoleh berdasarkan dari wawancara secara langsung menggunakan form food recall 2x24 jam tidak berturutturut. Kategori asupan lemak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Tingkat Asupan Karbohidrat Lansia Kategori N Persentase (%) Konsumsi Normal 13 40,5 Karbohidrat Defisit 19 59,5 Total dengan meningkatnya umur, maka Penyebab terjadinya intoleransi terhadap glukosa juga meningkat. Pada lansia sudah terjadi kegemukan atau obesitas tidak hanya disebabkan oleh kelebihan asupan 6

11 karbohidrat saja. Kelebihan asupan protein atau lemak serta aktivitas fisik yang kurang, bisa juga menyebabkan kelebihan berat badan karena terjadi penumpukan lemak di dalam tubuh, hal ini dinyatakan oleh Bintanah dan Muryati (2010) serta Muktiharti, et al (2010). C. Tingkat Kadar Gula Darah 1. Kadar Gula Darah Puasa Pada saat pengambilan kadar gula darah puasa ini sebelumnya lansia yang akan diambil darahnya diminta untuk melakukan puasa minimal 8 jam (Dalawa et al, 2013). Kategori kadar gula darah puasa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Tingkat Kadar Gula Darah Puasa Lansia Kategori N Persentase (%) Kadar Gula Normal 22 68,8 Darah Puasa Tinggi 10 31,2 Total Lansia yang menjadi sampel mengalami obesitas, tetapi jika aktifitas. fisik atau olahraga teratur dan mempunyai asupan makan yang baik akan menurunkan resiko tingginya kadar gula darah (Sukardji, 2002 dan Ilyas, 2007 dalam Qurratuaeni, 2009). 2. Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Pengambilan kadar gula darah 2 jam post prandial setelah dilakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa. Pada saat menunggu 2 jam untuk melakukan pengecekan lansia diberikan makan besar dan snack. Kategori kadar gula darah 2 jam post prandial dapat dilihat pada Tabel 8. Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Tabel 8 Tingkat Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Lansia Kategori N Persentase (%) Normal 14 43,8 Sedang 9 28,1 Tinggi 9 28,1 Total Apabila kadar gula darah puasa lansia tinggi kemudian kadar gula darah 2 jam post prandial juga tinggi ini berarti lansia tersebut terkena penyakit 7

12 DM. Qurruaeni (2009) menyatakan test kadar gula darah 2 jam post prandial berfungsi untuk memantau pengendalian penyakit Diabetes Melitus (DM). D. Hubungan Asupan Energi dengan Qurratuaeni (2009) menyatakan jika olahraga secara rutin dan masih melakukan aktifitas fisik bisa juga menurunkan resiko tingginya kadar gula darah. 2. Hubungan Asupan Energi dengan Kadar Gula Darah 1. Hubungan Asupan Energi dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Prandial Post Kadar Gula Darah Puasa Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula puasa yang normal dengan asupan energi yang normal yaitu 64,3%, untuk kelebihan asupan 100% dan untuk yang asupan defisit 68,8%, sedangkan untuk kadar gula darah tinggi dengan asupan energi normal 35,7% dan untuk asupan energi defisit 31,2%. Pada penelitian ini diperoleh hasil untuk nilai p= 0,70 (p value 0,05) maka H o diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar gula puasa Simanullang, et al (2011) menyatakan lansia kebanyakan sudah bukan usia produktif lagi, tetapi menurut Ilyas (2007) dalam Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial yang normal dengan asupan energi normal 42,8% dan asupan defisist 50%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan asupan energi normal 28,6% dan yang asupan defisit 25% untuk yang memiliki kelebihan asupan ada 50%. Pada kategori kadar gula darah 2 jam post prandial yang tinggi untuk kelebihan asupan ada 50%, asupan yang normal 28,6% dan untuk asupan defisit 25%. Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,34 (p value 0,05) maka H o diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan energi dengan kadar gula 2 jam post prandial. 8

13 Seltzer dan Bare (2002) dalam Qurratuaeni (2009) menyatakan apabila stres menetap, maka respon stres akan melibatkan hipotalamus pituitari yang kemudian memproduksi kortisol. Peningkatan kortisol akan menyebabkan naiknya kadar gula darah. E. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah 1. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah Puasa Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah puasa yang normal dengan asupan lemak normal 72,7%, yang asupan defist 62,5% dan untuk kelebihan asupan ada 69,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan lemak normal yaitu 27,3% dan asupan defist 37,5%, sedangkan untuk yang kelebihan asupan ada 30,8%. Pada hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,79 (p value 0,05) maka H o diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula puasa. Lemak pada pankreas (pancreatic fat) merupakan lemak yang berhubungan dengan peningkatan Visceral Adipose Tissue(VAT), yaitu lemak yang melapisi organ-organ tubuh bagian dalam, semakin tinggi pancreatic fat maka sensitivitas insulin akan semakin rendah (Tropicanaslim, 2014). Selain itu, pada lansia usia di atas 40 tahun sudah terjadi penurunan sekresi pankreatik (Fatmah, 2010 dalam Akmal, 2012). 2. Hubungan Asupan Lemak dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial yang normal dengan asupan lemak normal 54,5% dan asupan defisit 37,5% sedangkan yang kelebihan asupan 38,45%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan 9

14 asupan lemak normal 27,3%, untuk asupan defisit 25% dan yang 1. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah Puasa kelebihan asupan 30,8%. Kadar Hasil penelitian ini diperoleh gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan asupan lemak normal 18,2%, untuk asupan defisit 37,5% dan yang kelebihan asupan 30,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,95 (p value 0,05) maka H o diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan lemak dengan kadar gula 2 jam post prandial. Faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon adrenalin misalnya stres dan kadar lemak di bawah jaringan kulit dan di perut. Hormon adrenalin yang dipacu secara terus-menerus akan mengakibatkan insulin tidak bisa mengatur kadar gula darah yang ideal (Bintanah dan Handarsari, 2012). F. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah kadar gula darah puasa normal dengan asupan protein normal 37,5%, yang asupan defisit 73,7%, dan yang kelebihan asupan 100%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan protein normal yaitu 62,5% dan asupan defisit 26,3%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,75 (p value <0,05) maka H o ditolak, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula puasa. Intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang kurang, berkurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, selain itu karena pada lansia sudah terjadi penurunan sekresi insulin dan resistensi insulin (PAPDI, 2014). Bila insulin tidak ada atau sedikit sekali, maka tubuh akan memecah protein menjadi gula 10

15 melalui proses glukoneogenensis (Wijanarko K, 2013). 2. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan protein normal 37,5%, dan asupan defisit 47,4% untuk yang kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori sedang dengan asupan protein normal 25% dan asupan defisit 26,3%, untuk kelebihan asupan 40%. Kadar gula darah 2 jam post prandial dengan kategori tinggi dengan asupan protein normal 37,5% dan asupan defisit 20%, untuk kelebihan asupan 26,3%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= Akmal (2012) menyatakan pemilihan protein bermutu tinggi dan mudah dicerna sangat penting bagi lansia. Proses sintesis protein pada lansia tidak sebaik saat masa muda, jika kelebihan asupan protein akan memberatkan kerja ginjal dan hati. G. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah 1. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah Puasa Hasil penelitian diperoleh kadar gula darah puasa normal dengan asupan karbohidrat normal 76,9% dan asupan defisit 63,2%. Kadar gula darah puasa tinggi dengan asupan karbohidrat normal yaitu 23,1% dan asupan defisit 36,8%. Pada penelitian ini diperoleh nilai p= 0,42 (p value 0,05) maka 0,82 (p value 0,05) maka H o H o diterima, yang artinya tidak diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan kadar gula 2 jam post terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa. prandial. 11

16 Purnakarya (2009) menyatakan karbohidrat memiliki peran untuk membantu regulasi yang artinya tidak terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan kadar gula metabolisme protein, darah 2 jam post prandial. mempengaruhi metabolisme lemak, dan glikogen. Jadi, apabila asupan karbohidrat rendah akan mempengaruhi metabolisme zat gizi yang lain. 2. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kadar Gula Darah 2 Jam Post Prandial Hasil penelitian ini diperoleh kadar gula darah 2 jam post prandial normal dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 47,4%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori sedang dengan asupan karbohidrat normal 38,5% dan asupan defisit 21%. Kadar gula darah 2 jam post prandial kategori tinggi dengan Fitri dan Wirawanni (2012) pada hasil penelitiannya tidak membedakan antara asupan karbohidrat yang sederhana atau kompleks sehingga tidak diketahui hubungan masing-masing jenis karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam post prandial. KESIMPULAN Tidak ada hubungan asupan energi, lemak, protein dan karbohidrat dengan kadar gula darah puasa dan 2 jam post prandial pada lansia obesitas di Desa Blulukan Kecamatan Colomadu, Karanganyar, Jawa Tengah. SARAN asupan karbohidrat normal 23% Perlu diupayakan dan asupan defisit 31,6%. Hasil penelitian ini diperoleh nilai p= 0,99 (p value 0,05) maka H o diterima, pengendalian kadar gula darah terutama pada lansia obesitas untuk mencegah gangguan 12

17 kesehatan, misalnya dengan memberikan penyuluhan pada lansia. DAFTAR PUSTAKA 1. Akmal, HF Perbedaan Asupan Energi, Protein, Aktivitas Fisik Dan Status Gizi Antara Lansia Yang Mengikuti Dan Tidak Mengikuti Senam Bugar Lansia. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang : Ariyani Asupan Lemak Sebagai Faktor Risiko Hipertensi Esensial PadaLansia Di Posyandu Ngudi Waras Surakarta. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Ashary, R Hubungan Obesitas dengan Kadar Glukosa Darah pada Lansia di wilayah kerja Puskesmas Aren Jaya Bekasi Periode Januari-Agustus Bekasi. 4. Bandiara, R Should We Still Prescribe A Reduction In Protein Intake For Chronic Kidney Disease (CKD) Patients. Universitas Padjadjaran/ Hasan Sadikin Hospital Bandung. 5. Bintanah dan Handarsari Asupan Serat dengan Kadar Gula Darah, Kadar Kolesterol Total dan Status Gizi Pada Pasien Diabetus Mellitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Roemani Semarang. UNIMUS. Semarang: Bintanah S dan Muryati Hubungan Konsumsi Lemak Dengan Kejadian Hiperkolesterolemia Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Program Studi DIII Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. 7. Dalawa, FN., Kepel, B., Hamel, R Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kadar Gula Darah Puasa Pada Masyarakat Kelurahan Bahu Kecamatan Malalayang Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Manado. 8. Darrly, E dan Barnes, MD Program Olahraga DIABETES Panduan Untuk Mengendalikan Glukosa Darah. Klaten: PT Intan Sejati. 9. Fadyastiti, M., Soemardini, dan Nugroho, AF Hubungan Asupan Energi dan Kepatuhan Minum Obat dengan Kadar Gula Darah Pasien DM Tipe 2 Rawat Jalan Di Klinik Dokter Keluarga Lawang dan Singosari Kabupaten Malang. Fakultas Kedokteran. Malang. 10. Fatmah Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula) Berdasarkan Usia Dan Etnis Pada 6 Panti Terpilih Di DKI Jakarta Dan Tangerang Tahun Universitas Indonesia. Jakarta : Fitri dan Wirawanni, Y Asupan Energi, Karbohidrat, Serat, Beban Glikemik, Latihan Jasmani dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 12. Hardinsyah, Riyadi, H., dan Napitupulu, V Kecukupan Energi, Protein, Lemak Dan Karbohidrat. Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan Departemen Gizi, FK UI : Manampiring, AE Hubungan Status Gizi dan Tekanan Darah Pada Penduduk Usia 45 Tahun Ke Atas Di Kelurahan Pakowa Kecamatan Wanea Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado :

18 14. Muktiharti, Purwanto, Imam, P., Saleh, R Faktor Risiko Kejadian Obesitas pada Remaja SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 3 di Kota Pekalongan Tahun Universitas Pekalongan.Pekalongan. 15. PAPDI Mengenal Diabetes Melitus. Diakses: 04 November hp?pb=detil_berita&kd_berita= Purnakarya, I Peran Zat Gizi Makro Terhadap Kejadian Demensia Pada Lansia. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 17. Qurratuaeni Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terkendalinya Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. 18. Ridwan, LF Gambaran Perencanaan Dan Evaluasi Program Perbaikan Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Banjar Provinsi Jawa Barat Tahun UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta : Riskesdas Laporan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Simanullang, P., Zuska, F., Asfriyati Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) Di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan. USU. Medan. 21. Tropicanaslim Semua Hal Mengenai Lemak. Diakses : 09 November Wahyuni, S Gambaran Asupan Energi, Zat Gizi Makro, Kadar Gula Darah Dan Perkembangan Kesembuhan Luka Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe II Dengan Komplikasi Gangren Di Bangsal Melati 1 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi Diploma III Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta : Wijanarko K Mekanisme Cara Kerja Insulin dan Anatomi Pankreas. Diakses pada tanggal: 04 November anatomi-pankreas. 24. Yamin, B., Mayulu, dan Rottie, J Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa Sekolah Dasar Di Kota Manado. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado:

RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J310

RADITYA WAHYUNINGSIH PUSPITASARI J310 HUBUNGAN ASUPAN ENERGI, LEMAK, PROTEIN, DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA LANSIA OBESITAS DI DESA BLULUKAN KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara alamiah lansia itu mengalami kemunduran yaitu pada fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh pada lansia maka akan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) sebagai penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN DI RSUD

HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN DI RSUD HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, PROTEIN, LEMAK DAN KARBOHIDRAT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI KARBOHIDRAT DAN KOLESTEROL TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : DYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada sel beta mengalami gangguan dan jaringan perifer tidak mampu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan munculnya hiperglikemia karena sekresi insulin yang rusak, kerja insulin yang rusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia

BAB I PENDAHULUAN. kelompok usia lanjut (usila/lansia) (Badriah, 2011). Secara alamiah lansia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah kelompok usia lanjut (usila/lansia)

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ tubuh secara bertahap menurun dari waktu ke waktu karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index (BMI), pengukuran lingkar pinggang, rasio lingkar panggul pinggang, skinfold measurement, waist stature rasio,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terbesar di dunia. Menurut data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2013, didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko

PENDAHULUAN. psikologis, dan perubahan kondisi sosial. 2 Kondisi ini membuat kebutuhan asupan gizi lansia perlu diperhatikan untuk mencegah risiko HUBUNGAN KONSUMSI KARBOHIDRAT, LEMAK DAN SERAT DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANJUT USIA WANITA (Studi di Rumah Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pucang Gading Kota Semarang Tahun 07) Ria Yuniati, Siti Fatimah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit akibat adanya gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa darah tinggi (hiperglikemi) dan ditemukannya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi mengakibatkan terjadinya pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab timbulnya penyakit

Lebih terperinci

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3 RSU PKU Muhammadiyah Surakarta

Sri Maryani 1, Dwi Sarbini 2, Ririn Yuliati 3   RSU PKU Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional PENGGUNAAN PAPPER CHROMATOGRAPHY sebagai INDIKATOR HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KEBIASAAN OLAH RAGA DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II DI RS PKU MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DAN ASUPAN KARBOHIDRAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr.

HUBUNGAN SIKAP DAN ASUPAN KARBOHIDRAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr. NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN SIKAP DAN ASUPAN KARBOHIDRAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr. MOEWARDI Disusun Oleh : SELIANA INGRID J 300 120 041 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sebanyak 17 orang dari 25 orang populasi penderita Diabetes Melitus. darah pada penderita DM tipe 2. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Deskripsi Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan dari kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena diabetes mencapai orang per tahun. (1) diabetes mellitus. Sehingga membuat orang yang terkena diabetes mellitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes menjadi penyebab kematian keempat di dunia. Tiap tahun 3,2 juta orang meninggal lantaran komplikasi diabetes. Tiap sepuluh detik ada satu orang atau tiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, keberhasilan pembangunan ekonomi di Indonesia telah membuat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping berhasilnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek terus berkembang meskipun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN SERAT, Fe DAN Mg DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN SERAT, Fe DAN Mg DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN SERAT, Fe DAN Mg DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II RAWAT JALAN RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan.

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. HUBUNGAN ASUPAN SENG DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA NGUDI WARAS DI DESA BLULUKAN, KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi sangat penting bagi kesehatan manusia dan diperlukan untuk menentukan kualitas fisik, biologis, kognitif dan psikososial sepanjang hayat manusia. Komposisi zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia), disebabkan karena ketidakseimbangan

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. Karya Tulis Ilmiah ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah Diploma III Gizi

PUBLIKASI ILMIAH. Karya Tulis Ilmiah ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah Diploma III Gizi HUBUNGAN ASUPAN VITAMIN B1 (TIAMIN) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA NGUDI WARAS DESA BLULUKAN KECAMATAN COLOMADU, KARANGANYAR, JAWA TENGAH PUBLIKASI ILMIAH Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN ASUPAN SERAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr.

NASKAH PUBLIKASI. HUBUNGAN ASUPAN SERAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr. NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ASUPAN SERAT TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RSUD Dr. MOEWARDI Disusun Oleh : ANDRYAS LUKITA SARI J 300 120 040 PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY...

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. RINGKASAN... viii. SUMMARY... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii SUMMARY...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan taraf kesehatan pada masyarakat di Indonesia, berakibat pada usia harapan hidup yang diiringi oleh pertambahan jumlah kelompok usia lanjut (usila/lansia).

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DI PUSKESMAS JAGASATRU CIREBON Daniel Hadiwinata, 2016 Pembimbing Utama : Hendra Subroto, dr.,sppk. Pembimbing Pendamping: Dani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik adanya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM sudah banyak dicapai dalam kemajuan

Lebih terperinci

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba

2 Penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia terjadi pada usia di ba 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup masyarakat menjadi pola hidup tidak sehat telah mendorong terjadinya berbagai penyakit yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Penyakit akibat

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI, ASUPAN KARBOHIDRAT, SERAT DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS JETIS KOTA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI UPT PUSKESMAS PASUNDAN KOTA BANDUNG PERIODE 2016 Jones Vita Galuh Syailendra, 2014 Pembimbing 1 : Dani, dr., M.Kes. Pembimbing 2 : Budi Widyarto, dr.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini biasanya menyerang tanpa tanda-tanda. Hipertensi itu sendiri bisa menyebabkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar gula darah atau hiperglikemia. Penyakit DM dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinik termasuk heterogen diakibatkan karena hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Menurut

Lebih terperinci

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh

Nunung Sri Mulyani Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh Pengaruh Konsultasi Gizi Terhadap Asupan Karbohidrat dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Effect of Nutrition

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh tubuh tidak mampu memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan tidak efektif dari produksi insulin,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA V o l. 1, N o. 2, J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7 101 HUBUNGAN KARAKTERISTIK SUBJEK, ASUPAN ZAT GIZI, DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEKUATAN OTOT ANAK USIA SEKOLAH DI KABUPATEN PURWAKARTA Naintina Lisnawati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ketahun dan merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi medis secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah kegemukan ( overweight) merupakan salah satu masalah global yang melanda masyarakat dunia baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif merupakan transisi epidemiologis dari era penyakit infeksi (communicable disease) yang sempat mendominasi di negara-negara sedang berkembang

Lebih terperinci

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH CIRI-CIRI KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN OBESITAS DI POLIKLINIK ENDOKRIN RSUP DR KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Lembar Persetujuan... ii Penetapan Panitia Penguji... iii Kata Pengantar... iv Pernyataan Keaslian Penelitian... v Abstrak... vi Abstract...... vii Ringkasan.... viii Summary...

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

KADAR HBA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BAHU KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO

KADAR HBA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BAHU KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO KADAR HBA1C PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BAHU KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO 1 Mohammad R. S. Utomo 2 Herlina Wungouw 2 Sylvia Marunduh 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO) tahun 2011 jumlah penyandang diabetes melitus di dunia 200 juta jiwa, Indonesia menempati urutan keempat

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS DI DESA BARENGKRAJAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS DI DESA BARENGKRAJAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH (IMT) DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS DI DESA BARENGKRAJAN KECAMATAN KRIAN KABUPATEN SIDOARJO NURUL AGUSTINAH 1212010032 Subject : Imt, kadar gula darah,

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK

HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK HUBUNGAN FAKTOR MAKANAN DENGAN KADAR GULA DARAH PRA LANSIA DI DESA PESUDUKUH KECAMATAN BAGOR KABUPATEN NGANJUK Lexy Oktora Wilda STIKes Satria Bhakti Nganjuk lexyow@gmail.com ABSTRAK Background. Prevalensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit Diabetes Melitus atau kencing manis, seringkali dinamakan dengan Penyakit Gula karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam darah melebihi

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL

ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL ABSTRAK PENGARUH DAN HUBUNGAN ANTARA BMI (BODY MASS INDEX) DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DAN KADAR GLUKOSA DARAH 2 JAM POST PRANDIAL Levina Stephanie, 2007. Pembimbing I : dr. Hana Ratnawati, M.Kes.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus atau kencing manis salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN KARBOHIDRAT DAN SERAT DENGAN PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN KARBOHIDRAT DAN SERAT DENGAN PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN KARBOHIDRAT DAN SERAT DENGAN PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 THE RELATIONSHIP BETWEEN LEVEL OF KNOWLEDGE, INTAKE OF CARBOHYDRATE

Lebih terperinci

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **)

Rizqi Mufidah *), Dina Rahayuning P **), Laksmi Widajanti **) HUBUNGAN TINGKAT KECUKUPAN ENERGI, TINGKAT AKTIVITAS FISIK DAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN RISIKO KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DAWE, KUDUS Rizqi Mufidah *), Dina

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016.

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016. FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS PADA LANSIA DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Miratu Megasari ABSTRAK Penyakit Diabetes Mellitus dikenal sebagai penyakit kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan perolehan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Keperawatan Oleh: NAMA :Twenty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka harapan hidup manusia Indonesia semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh

I. PENDAHULUAN. 2004). Penyakit ini timbul perlahan-lahan dan biasanya tidak disadari oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi normal akibat tubuh kekurangan insulin (Sidartawan, 2004). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) menunjukkan bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang terdiagnosis dokter mencapai 1,5%

Lebih terperinci

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2

GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH kg/m 2 GAMBARAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU PADA PETUGAS AVIATION SECURITY BANDARA JUWATA TARAKAN DENGAN INDEKS MASSA TUBUH 17-27 kg/m 2 Agung Setiyawan MahasiswaPeminatanEpidemiologidanPenyakitTropik FakultasKesehatanMasyarakatUniversitasDiponegoro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul yang telah menjalani pengobatan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria

Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya. Yessy Mardianti Sulistria Tingkat Self care Pasien Rawat Jalan Diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kalirungkut Surabaya Yessy Mardianti Sulistria Farmasi /Universitas Surabaya yessy.mardianti@yahoo.co.id Abstrak Diabetes mellitus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin.

BAB 1 PENDAHULUAN. penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan Cross-

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan Cross- BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan Cross- Sectional Study. Dalam penelitian ini digunakan pengukuran variabel terikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 KERANGKA TEORI klasifikasi : Angina pektoris tak stabil (APTS) Infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI)

Lebih terperinci