Karena teater cenderung merupakan cakupan semua jenis seni BAB 3 ELEMEN-ELEMEN TEATER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Karena teater cenderung merupakan cakupan semua jenis seni BAB 3 ELEMEN-ELEMEN TEATER"

Transkripsi

1 BAB 3 ELEMEN-ELEMEN TEATER Karena teater cenderung merupakan cakupan semua jenis seni pertunjukan, maka semua elemen seni pertunjukan adalah juga elemen teater. Hanya saja karena penekanannya pada lakon, laku, karakter, peristiwa dan belakangan pada visualisasi, membuat harga masing-masing elemen itu mendapat tempat tersendiri pada teater. Jadi semua pakem dan estetika yang ada pada seluruh cabang seni pertunjukan yang lain, juga berlaku pada teater dan dapat diaplikasikan pada teater. Hanya saja gradasinya yang berbeda-beda. Di samping itu, karena teater sendiri sudah mulai berkembang luas dalam berbagai jenis, aliran, bentuk, dan bahkan ideologi, maka bentuk-bentuk penekanannya juga akan lain. Fungsi psikologi dalam teater realis yang mengutamakan karakter menjadi sangat penting. Tetapi pada teater-teater lain seperti teater absurd, teater tubuh atau teater raga dan juga teater seni rupa, fungsi psikologi sama sekali tidak terpakai. Yang diutamakan adalah tubuh, tenaga dan emosi namun tidak terkait dengan kejiwaan. Apa yang disebut motivasi di dalam sebuah akting realis, tidak lagi menjadi perhatian yang utama pada teater visual. Kalaupun ada, motivasi

2 88 TEATER yang berfungsi sebagai penggerak dan yang mengarahkan laku itu, tidak lagi dicari pada sebab-akibat dan unsur kejiwaan, tetapi kepada rupa yang hendak dicapai. Posisi aktor bukan lagi sebagai seorang primadona, karena yang terpenting adalah rupa. Seperti di dalam lukisan abstrak, bentuk tidak lagi penting, cat adalah cat, warna hanyalah warna. Teater bukan hendak meniru, tapi lebih pada membangun sebuah imajinasi pada penonton. Karena tujuan teater sudah berbeda-beda, maka arti sebuah elemen dan pengertian mengenai elemen-elemen itu sendiri pun pada masingmasing teater sudah ada perbedaan. Barangkali yang masih sama-sama dipertahankan adalah teater sebagai narasi atau teater sebagai ekspresi. Beberapa peraturan yang sudah menjadi umum berlaku pada seni pertunjukan, juga tak selamanya menjadi peraturan umum dalam teater. Penonton, misalnya dalam seni pertunjukan adalah pihak yang tidak boleh disentuh, tetapi teater justru menembus batas itu dengan apa yang disebut anti teater. 3.1 Ruang dan Waktu Di dalam batasan Aristoteles, teater memiliki satu kesatuan tempat, waktu dan peristiwa. Batasan tersebut kini bukan saja tidak diperhatikan lagi, tetapi hanya menjadi sebuah referensi saja. Itulah yang membedakan antara teater dan kehidupan sehari-hari. Teater adalah penceritaan sebuah kisah yang panjang tetapi dilakukan pada satu kesatuan dalam sebuah tempat, ruang dan waktu. Itulah sebabnya sebuah cerita yang sebenarnya berlangsung selama bertahun-tahun, digulirkan hanya dalam waktu beberapa jam. Semuanya dipadatkan, singkat, disatukan dan dipertunjukkan dalam satu tempat, waktu dan ruang. Pementasan menjadi sangat praktis. Penulis lakon harus menjadi seorang yang lihai dalam meracik, menjalin sedemikian rupa kisah-kisah panjang itu untuk menjadi sebuah tontonan dengan durasi terbatas. Keahlian tersebut membedakan ia dengan pengarang biasa. Karena hanya orang yang memiliki kepekaan teater yang akan dapat menyingkat kisahkisah panjang tanpa kehilangan pesonanya. Kini teater hampir-hampir tidak punya batasan lagi. Seakan-akan semuanya terbuka. Kemajuan teknologi, penemuan idiom-idiom teater yang baru, atau penggalian-penggalian idiom dari tradisi, termasuk perkembangan daya apresiasi penonton dalam mengikuti pencapaianpencapaian dalam seni pertunjukan, menyebabkan batasan-batasan yang

3 ELEMEN-ELEMEN TEATER 89 semula dianggap sebagai pakem, sudah dianggap kedaluwarsa dan tidak difungsikan lagi. Layar misalnya, memiliki sejarah tersendiri sebelum menjadi bagian dari sebuah pertunjukan. Layar atau tirai di atas panggung yang dapat diangkat atau diturunkan, dapat menjadi sebuah tanda dimulai dan ditutupnya sebuah babak atau pertunjukan. Layar memiliki fungsi yang penting sebagai setting untuk ilusi sebuah peristiwa pada suatu tempat dan waktu yang berbeda. Karena itu panggung selalu menganggap layar adalah bagian kelengkapan dari pertunjukan. Tetapi kini, layar tidak difungsikan lagi sebagaimana biasanya. Bahkan ada yang ditanggalkan sama sekali, meskipun masih ada yang terus mempertahankannya sebagai bagian yang penting untuk memisahkan tempat, waktu, dan peristiwa. Pembagian babak, set dekor, properti dan sebagainya, dulu keberadaannya dianggap sebagai suatu kemajuan, lalu berubah menjadi keharusan. Karena hal-hal itu akan lebih membangkitkan empati, serta mendekatkan kepada sebuah kenyataan. Tetapi kini empati, keyakinan dan pendekatan pada kenyataan telah dilakukan dengan cara yang berbeda. Tidak lagi secara fisikal tetapi dalam bentuk spiritual. Seorang yang ingin menokohkan seorang tuan putri, tak perlu lagi memakai mahkota cukup dengan meyakini dirinya sebagai seorang tuan putri. Kostum yang dipakai pun bukan lagi menjadi hambatan dalam sebuah pementasan. Hal itu bisa terjadi, karena penonton perlahan-lahan terlatih dengan idiom-idiom pengucapan dalam teater yang baru. Dulu set dekor membantu imajinasi penonton dalam memindahkan peristiwa ke tempat yang lain. Tetapi karena tuntutan kepraktisan, set dekor diganti dengan fungsi lampu. Set diubah dengan cara penataan cahaya, cahaya menjadi lukisan dan posisi penempatan boks serta level yang sederhana dan praktis untuk mengubah suasana. Akibatnya, kalau ada pertunjukan yang bersusah-payah menyuguhkan set yang komplit, apresiasi penonton yang sudah berkembang, akan menganggap itu kuno. Waktu, di dalam teater juga sudah mengalami distorsi. Drama sejarah yang dahulu dipertunjukkan dengan cara mengembalikan ingatan penonton ke masa lalu, kini menjadi terbalik dengan menjadikan masa lalu sebagai masa kini. Misalnya cerita Malin Kundang atau Siti Nurbaya tidak lagi dimainkan sebagai sebuah cerita masa lampau tetapi diubah menjadi sebuah cerita masa kini. Bengkel Teater memainkan karya Shakespeare Hamlet dan Machbet sebagai sebuah ketoprak. Teguh Karya dengan Teater Populer menampilkan Machbet dengan kostum Batak.

4 90 TEATER a b c d e Gbr a-e: Panggung pertunjukan dilihat dari sisi layar dan background bermacam-macam. (a) Pemanggungan drama-tari dengan suatu bentuk abstrak (gulungan kain yang digantung) sebagai latar belakang panggung, (b) Pertunjukan drama realis di Bandung: latar hitam polos paling banyak dipergunakan dalam pemanggunggan sekarang, (c) Pertunjukan janger di Banyuwangi menggunakan layar-depan dan backdrop (layar belakang) bergambar yang diganti-ganti sesuai dengan adegannya, (d) pertunjukan di gedung pusat perbelanjaan, yang ditata dengan latar-belakang nama lembaga atau forum yang mengadakannya, (e) Panggung sendratari Ramayana di Prambanan yang permanen, dan terbuka, pemain musik menjadi bagian dari latar belakangnya.

5 3.2 Tubuh dan Gerak ELEMEN-ELEMEN TEATER 91 Tubuh adalah bagian yang sangat penting dalam teater. Dengan tubuhlah seorang pemain berekspresi dan berkomunikasi lewat suara. Dengan demikian tubuh menjadi alat yang utama. Di dalam drama radio, gerakan tubuh tidak nampak, tetapi lewat suaranya, pendengar dapat membayangkan bagaimana gaya dan bentuk tubuh si pelaku. Bahkan seringkali tanpa melihat sosoknya, bentuk tubuh itu akan semakin jelas di dalam penangkapan pendengar. Melukiskan orang cantik misalnya. Dalam sebuah drama radio, imajinasi masing-masing pendengar akan menciptakan kecantikan yang berbeda-beda, namun semuanya akan setuju bahwa tokoh itu cantik meskipun belum melihat wujud aslinya. Dalam kenyataan, seorang pemain wanita cantik yang bermain sebagai sosok wanita cantik belum tentu dianggap cantik oleh penonton yang memiliki selera berbeda. Contoh yang lain lagi dalam sebuah adegan yang seram. Peran hantu di dalam drama radio bisa lebih menakutkan daripada akting hantu di atas pentas. Imajinasi yang dibangun pendengar menolong peran hantu itu menjadi hantu yang paling seram. Dengan begitu sebenarnya ada dua tubuh yang dapat dipakai dalam pementasan: tubuh pemain sebenarnya, dan tubuh pemain yang ada di dalam pikiran penonton. Seorang pemain yang dianggap berhasil, adalah pemain yang mampu mempergunakan kedua tubuh itu dalam mengekspresikan peran yang dibawakannya. Untuk mencapai tingkatan itu, seorang pemain di samping memahami kelemahan dan kekuatan tubuhnya, juga harus mengasah tubuhnya untuk dapat mempergunakan dan mengolah secara leluasa kedua tubuh tersebut. Ia harus melatih kebugaran, stamina dan plastisitas tubuhnya. Gerakan tubuhnya harus mampu mewakili/menggambarkan sebuah pembicaraan. Dengan demikian maka bahasa geraknya akan kaya, terampil dan efektif. Melakukan senam, latihan pernafasan, menari bahkan ilmu bela diri akan membantu seorang pemain untuk memanfaatkan tubuhnya dengan maksimal. Di samping itu ia juga harus mengolah rasa, agar hubungan saraf-saraf di seluruh tubuhnya selaras dengan gerak batinnya. Selain itu seorang pemain harus tekun melatih kepekaan dan kemampuan daya ingat, mampu berkonsentrasi, melakukan pengamatan dalam aspek sosial juga aspek budaya, mampu berimajinasi serta berekspresi. Bila rasa dan raga sudah klop, pemain akan dengan mudahnya mengeskpresikan diri orang lain melalui dirinya sendiri. Gerak-gerik panggung, isyarat-isyarat tangan yang disebut gesture,

6 92 TEATER langkah, mimik muka, lirikan mata, gerakan mulut dan sebagainya semua berbeda bila di atas panggung dan di dalam kenyataan. Gerakan seorang pemain di atas panggung harus meyakinkan dan dapat ditangkap maknanya oleh semua penonton, karena ada jarak dengan penonton. Posisi tempat duduk penonton juga dapat membuat sudut pandang penonton berbeda sehingga seorang pemain harus dapat memproyeksikan semua gerakan aktingnya sedemikian rupa sehingga sesuai dengan porsinya, tepat, dan pas, tidak kurang (under acting) dan tidak berlebihan (over acting). Di dalam teater tubuh, tubuh merupakan sebuah alat untuk memproyeksikan tujuan, tubuh bergerak dan menjadi alur cerita itu sendiri. Dalam hal ini tubuh seorang pemain harus mampu untuk menggambarkan bukan hanya gerak sehari-hari, tetapi juga mampu membahasakan dan menerjemahkan apa yang semula hanya bisa diutarakan dengan kata-kata. Berbeda dengan penari yang sudah mengikuti suatu koreografi tertentu dan yang sudah terpola, tubuh seorang pemain dalam teater bergerak dan bertindak penuh dengan improvisasi. Sebagai alat berekspresi, bahasa tubuh bisa lebih afdol dalam menyampaikan emosi dan melakukan berbagai ekspresi rasa. Dengan gerakan tubuh, seorang pemain dapat melukiskan bahwa ia sedang bahagia, sedih, menyerah, putus asa dan sebagainya lebih dari apa yang bisa diutarakan dengan kata-kata. Karena kemampuan tubuh itu luar biasa, teater bukan hanya merupakan rimba dalam kata-kata tetapi juga rimba dalam bahasa tubuh. Untuk itu seorang pemain harus benar-benar memahami dan kemudian melatih tubuhnya untuk dapat menjadi sebuah bahasa. Bukan hanya bahasanya sendiri, tetapi bahasa yang dikenal dan dimengerti oleh penonton. Untuk melukiskan orang yang sedang merasa pusing sudah biasa dilakukan dengan cara memegang kepala. Kalau cara seperti itu dilakukan lagi dalam sebuah akting, akan menjadi klise. Seorang pemain sebaiknya mencari jalan lain bagaimana cara untuk membahasakan pusing itu dengan tubuhnya. Misalnya ia hanya berdiam diri sementara orang lain bergerak, atau dia bergerak-gerak terus sementara orang lain diam. Walaupun tanpa memegang kepalanya sama sekali, penonton akan segera tahu kalau tokoh tersebut ada masalah. Kalau penonton sudah mengerti sampai demikian jauh, dengan memainkan lagi satu informasi kecil, maka penonton akan paham orang itu lebih dari pusing. Tubuh manusia pada hakekatnya sama, tetapi pada kenyataannya berbeda. Setiap tubuh memiliki kekurangan dan kelebihan. Bagi seorang pemain yang memiliki kelebihan-kelebihan, dia harus membuat kelebihannya itu dapat difungsikan semaksimal mungkin, tidak tercecer

7 ELEMEN-ELEMEN TEATER 93 dan juga tidak mubazir atau terobral. Sedangkan bagi seorang pemain yang memiliki kelemahan dia harus dapat memanfaatkan kelemahan tersebut menjadi sebuah kelebihan. Untuk mencapai semua itu diperlukan latihan-latihan, juga pengarahan seorang sutradara. Seorang sutradara yang baik, paham bagaimana menempatkan posisi seorang pemain dengan tepat. Namun pemain sendiri juga adalah sutradara di dalam dirinya sendiri yang harus dapat mengolah dirinya, sehingga mampu mengangkat perannya lebih lebih cemerlang dan berkualitas. a b c d e f g Gbr a-g: Olah tubuh merupakan latihan sangat penting bagi pemain teater, agar tubuh mampu berbicara sesuai dengan bahasa-tubuhnya sendiri, sehingga gerak-gerak yang mucul ketika pertunjukan terasa pas, wajar, tidak berlebihan maupun berkekurangan: (a) latihan gerak dari suatu workshop teater; (b-c) Suprapto Suryodarmo (berlutut, berbaring) dari Surakarta melatih tubuh untuk bisa mengikuti getaran ruang-waktu; (d-g) ekspresi tubuh dari dua aktor seni tradisional banjet dari Jawa Barat.

8 94 TEATER 3.3 Suara Di dalam teater suara yang disebut dengan istilah vokal, sama pentingnya dengan tubuh. Suara adalah bagian dari tubuh makna, selain tubuh seorang pemain. Sebagai bagian dari tubuh makna, suara tidak ubahnya seperti tubuh, dapat dilatih, diolah, dan dibentuk untuk mendapat kualitas yang diinginkan. Hal ini sudah diuraikan di atas. Suara, dapat diumpamakan dengan rimba yang penuh dengan kemungkinan, tetapi baru dapat dipergunakan apabila pemain mencari dan menemukan kekuatan suaranya sendiri. Dengan usaha yang tekun dan latihan-latihan yang terus-menerus, seperti juga tubuh, kebugaran, keterampilan dan kemampuan, suara dapat dibentuk lalu diolah dan diatur disesuaikan dengan kebutuhan. Orang yang sebelumnya tidak bisa menyanyi, dapat dilatih untuk menyanyi, meskipun tidak untuk menjadi seorang penyanyi. Suara-suara palsu, hasil tiruan atau kebiasaan di dalam berbicara, akan dapat diubah atau dihapuskan. Bila dilatih secara teratur, pita suara dapat dikembangkan sehingga mencapai kemampuan maksimalnya. Tinggi rendah suara, besar-kecil, cepat lambat, kemampuan melafalkan kata dengan baik, serta semua masalah-masalah teknis, adalah urusan pelatihan. Bila mulut terlatih untuk dibuka dan terbiasa mengucap dengan sempurna, maka dalam keadaan yang bagaimanapun, kata-kata tetap akan terdengar baik. Dalam kemarahan, waktu berbicara sangat cepat, atau saat menangis, kata-kata yang diucapkan masih akan terdengar dengan baik. Itu dapat menjelaskan juga bahwa suara itu bisa menjadi kembar, yaitu suara yang terdengar dan suara yang didengar oleh penonton. Seorang pemain harus mampu mengatur gerakan mulut dengan benar untuk memperoleh kualitas suara yang bagus. Bila cara seorang pemain dalam menggerakkan mulutnya sudah tepat, maka kualitas suara yang dihasilkannya dapat menyaingi bunyi-bunyian lain, namun akan tetap sampai pada penonton. Ini bisa terjadi karena imajinasi penonton sendiri sudah bergerak dalam menciptakan suara melalui gerak mulut dari pemain. Begitu juga ketika pemain membelakangi penonton dan mengatakan sesuatu, bahasa gerak tubuh akan dapat membantu menyampaikan apa yang dikatakannya. Jadi masalah yang harus dimahirkan oleh pemain, adalah bagaimana melatih sebuah sinkronisasi yang baik antara bahasa tubuh dan vokal. Bila kerjasama ini sudah dapat terpadu, seorang pemain akan dengan mudah menyampaikan semua hal yang ingin dilakukannya dalam setiap kondisi. baik ataupun buruk. Latihan-latihan untuk mencapai kualitas vokal yang baik dapat ditempuh dengan berbagai cara. Tehnik untuk melatih vokal ada ber-

9 ELEMEN-ELEMEN TEATER 95 macam-macam, tapi yang perlu dicermati adalah tehnik pelatihan vokal secara tradisional dan yang modern. Pelatihan vokal secara tradisional bertujuan untuk memperoleh jenis vokal yang berat, dalam dan berisi sehingga memiliki daya pukau. Tetapi karena teater tradisional adalah teater yang cenderung pada stilisasi, maka vokal yang dibentuk cenderung jenis vokal yang teateral. Olah vokal dalam teater modern lebih dikonsentrasikan dalam menemukan suara yang mantap, dengan basis yang realis. Latihan dilakukan bukan untuk pencapaian kualitas suara yang dapat menaklukkan ruangan di tempat terbuka, melainkan untuk mencari jenis suara yang faham dan sesuai dengan ruang yang sudah didandani atau diset. Dengan bantuan teknologi, suara dapat dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga agenda untuk latihan vokal jadi lebih singkat yang membuat sedikit perubahan dalam waktu. Dasar-dasar tertentu dari sebuah teknik pelatihan vokal hampir sama. Semuanya bermula dari pernafasan. Ada pernafasan perut, pernafasan dada dan sebagainya. Semua teknik pembelajaran untuk melatih vokal dapat dipakai, dan dimanfaatkan, tetapi jangan sampai menjadi sebuah tujuan yang utama. Karena kalau latihan-latihan itu berubah posisi menjadi yang utama, maka segi kewajarannya akan hilang. Suara memang bagus, tetapi yang melihat dan mendengar akan merasa kehilangan halhal yang wajar. Tujuan dari olah vokal, seperti juga olah tubuh, adalah untuk membuat suara mampu menggigit, memukau dan mempesona penonton dalam sebuah pertunjukan. Untuk itu berbagai daya-upaya yang cocok akan dicari dan digunakan untuk melengkapi kebutuhan yang sedang dihadapi, serta dapat dimanfaatkan. Gbr.3-03: Latihan suara bertujuan untuk mampu memproduksi kualitas maksimal seperti yang diharapkan: artikulasi, timber, keraslembutnya, dll. Karena suara tak terlepas dari gerak, keduanya harus saling mendukung.

10 96 TEATER a b c Gbr. 3-04a,b: Pertunjukan teater umumnya menyatukan gerak vokal, maupun bunyi-bunyian lain, seperti (a) pertunjukan operet oleh pelajar di Bandung dan (b) Tari saman dari Aceh, (c) Teater-instalasi dengan main angklung dari para siswa Madrasah Aliyah Negeri di Cipasung, Tasikmalaya. 3.4 Rasa dan Jiwa Di samping tubuh dan suara, yang menjadi alat utama bagi seorang pemain adalah rasa dan juga jiwa. Betapa pun sempurnanya raga dan suara, apabila rasa dan jiwa tidak terolah secara benar, tidak akan mungkin melahirkan pemain yang baik Seorang pemain yang mampu mengolah rasa, berarti juga bisa bebas melepaskan diri dari ikatan sebuah rasa. Ia dapat memisahkan antara rasanya secara pribadi dengan rasa peran yang dimainkannya. Apabila ia mampu menghidupkan dua jenis rasa itu di dalam dirinya, ia tidak ubahnya seperti seorang dalang yang dapat memainkan peran apa saja. Bah kan bukan hanya satu, tapi berbagai peran dapat dimainkannya secara berbarengan.

11 ELEMEN-ELEMEN TEATER 97 Dalang adalah seorang aktor yang komplit. Ia dapat memainkan seluruh peran yang ada di dalam lakon dengan hanya sendirian. Dari peran yang satu ia berpindah ke peran yang lain, tanpa melupakan apa yang sudah dilakukannya pada peran sebelumnya. Sehingga kalau ia kembali kepada peran sebelumnya ia tetap dapat membuat peran itu berkesinambungan. Kedahsyatan seorang dalang adalah apabila ia mampu untuk menggiring pikiran dan rasa penonton seakan-akan mereka sedang menghadapi percakapan dengan banyak orang. Penonton bisa dibuat lupa bahwa seluruh percakapan itu hanya diucapkan oleh satu mulut saja. Citra dalang ini sebenarnya ada pada setiap pemain. Hanya saja kalau dalang hanya mempergunakan suaranya, maka seorang pemain dapat mempergunakan tubuh dan suaranya. Dan bila dalang memainkan semua peran, pemain hanya memainkan satu peran. Semua itu dapat terjadi karena kekuatan rasa. Dengan rasa itu pula, seorang pemain meskipun sedang masuk ke dalam sebuah peran, ia tetap mampu berada dalam posisi mengendalian diri. Bila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia dengan cepat bisa tanggap dan melakukan improvisasi sehingga semuanya dapat berjalan kembali dengan normal. Rasa juga akan membuat seorang pemain berbeda dengan orang yang kerasukan atau kemasukan. Dengan rasa, seorang pemain tetap selalu di bawah kontrol, di bawah kendali benang merah yang telah ditetapkan sutradara. Rasa berubah-ubah, tetapi citra rasa itu menetap sebagai pengalaman, pengetahuan dan kekayaan batin. Semakin matang seorang pemain, semakin tajam rasanya membangun wirasa. Apabila ia sudah matang, dengan sangat mudah, seperti seorang dalang, ia akan mampu bermain dengan karakter apa pun yang menjadi tugasnya. Semuanya itu mungkin tidak terjadi dengan sendirinya, bila jiwa dari pemain tidak diperhatikan pertumbuhannya. Mengolah rasa, kemungkinan besar akan mempengaruhi jiwa. Jiwa seseorang yang sedang bertumbuh dapat dikuasai oleh rasa-rasa tertentu, sehingga pemain di dalam prosesnya menjadi seorang dalang dapat berhenti pada satu pencapaian. Apabila di sana ia merasa sudah sangat nyaman, maka dia akan menghentikan usahanya dalam membangun tingkat kemaksimalan wirasa yang dimilikinya. Seorang pemain dapat berhenti berkembang. Ia menjadi klise pada dirinya sendiri. Ia menjadi stereotip. Kadangkala, kehidupan di luar panggung juga akan sangat mempengaruhinya, sehingga apa yang dimainkannya di atas panggung dan yang dilakukannya dalam ke-

12 98 TEATER hidupannya sehari-hari akan membentuk (membangun) sebuah gaya yang sama. Pemain seperti ini tidak akan pernah menjadi seorang dalang, tetapi dia akan menjadi spesialis. Menjadi seorang penjahat, orang culas, atau jadi orang alim dan sebagainya. Seorang pemain dengan demikian, di samping mengembangkan dan menyelaraskan rasanya agar dapat selalu kreatif, ia juga harus memupuk perkembangan jiwanya. Itu dapat dilakukan dengan membuka diri, belajar, menganalisis, dan bisa menyimpulkan serta banyak bertanya. Dan yang terpenting, dapat memisahkan dengan jelas kehidupan di atas panggung dan kehidupannya sehari-hari sebagai masyarakat sosial. Seorang pemain yang sehat jiwanya, selaras rasanya, serta terolah tubuh dan suaranya, bisa diibaratkan hanya tinggal menunggu peran yang baik. Dan bila dia menemukan seorang sutradara yang tepat maka dia juga bisa dibentuk menjadi seorang pemain yang hebat. Gbr. 3-05: Dalang wayang harus mampu mentransformasikan rasa dan jiwa pada wayangwayangnya untuk bisa hidup.. a b c Gbr a,b,c: Seorang pemain teater menghidupkan perannya melalui kesatuan ekspresi seluruh tubuh, sehingga yang ilusif menjadi nyata, yang pura-pura menjadi benar, baik untuk ungkapan yang keras maupun yang lembut. (a) seorang pemeran lucugalak dalam pertunjukan banjet, (b) penyanyi-penutur dalam kesenian tarawangsa dari Cibalong, Jawa Barat.dengan penuh rasa dan jiwa, (c) adegan dari pertunjukan teater Mandiri di Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama

B. Unsur-unsur pembangun drama Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama DRAMA A. Definisi Drama Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti menirukan. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA

BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA BABII KEHIDUPAN SENI BUDAYA 2.1. Pengertian Seni Pengertian Seni sering dikaitkan dengan keindahan atau kesenangan tertentu. Batasan yang diketahui ataupun kesenangan tertentu. Batasan yang diketahui pada

Lebih terperinci

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery)

BAB III TATA DEKORASI. STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) BAB III TATA DEKORASI STANDAR KOMPETENSI : Mahasiswa mampu memahami Unsur-unsur Tata Dekorasi (Scenery) KOMPETENSI DASAR : Menyebutkan pengertian Dekorasi Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Dekorasi Menyebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Kesenian tradisional daerah dengan kekhasannya masing-masing senantiasa mengungkapkan alam pikiran dan kehidupan kultural daerah yang bersangkutan. Adanya berbagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan rahmatnya kita bisa membuat makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Drama merupakan bagian dari kajian sastra. Maka muatan-muatan subtstansial yang ada dalam drama penting untuk digali dan diungkapkan serta dihayati. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran

BAB 1 PENDAHULUAN. (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Drama merupakan karya yang memiliki dua dimensi karakter (Hasanuddin, 1996:1). Dimensi pertama, drama sebagai seni lakon, seni peran atau seni pertunjukan.

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG

BAB III TEORI PENUNJANG BAB III TEORI PENUNJANG 3.1. Pengertian Panggung Panggung adalah tempat berlangsungnya sebuah pertunjukan dimana interaksi antara kerja penulis lakon, sutradara, dan aktor ditampilkan di hadapan penonton.di

Lebih terperinci

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK 48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam meningkatkan hal tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan

Lebih terperinci

Seleksi Siswa Berprestasi Seni

Seleksi Siswa Berprestasi Seni Seleksi Siswa Berprestasi Seni KATA PENGANTAR Membangun masa depan masyarakat, bangsa dan negara tidak bias lepas dari membangun dan menyiapkan anak-anak agar menjadi sumber daya manusia yang handal mampu

Lebih terperinci

Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater

Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater MENDIDIK : Jurnal Kajian Pendidikan dan Pengajaran Pengembangan Model Pembelajaran Proses Kreatif Berteater Volume 3, No. 2, Oktober 2017: Page 109-119 P-ISSN: (Studi 2443-1435 Pengembangan E-ISSN: 2528-4290

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER. Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KARYA SENI PERTUNJUKAN KARNAVAL TATA BUSANA TEATER Oleh: Budi Arianto, S.Pd., M.A. NIP 197201232005011001 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 2014 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras

I. PENDAHULUAN. Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari adalah gerak-gerak dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu. Tari juga merupakan ekspresi jiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Drama sebagai salah satu bagian dari pembelajaran sastra memiliki peranan penting dalam membentuk watak peserta didik yang berkarakter. Peranan penting

Lebih terperinci

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada

SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada SOAL UAS SENI BUDAYA KLS XI TH 2016 2017 1 Kegiatan seseorang atau sekelompok dalam upaya mempertunjukan suatu hasil karya atau produknya kepada orang laindan secara terorganisir dinamakan a katalog b

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral, yang mengandung makna

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang 89 Lampiran 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Sekolah : SDN. 12 Sungai Lareh Kota Padang Kelas : V Semester : 2 Alokasi Waktu : 6 x pertemuan (12x35 menit) A. Standar

Lebih terperinci

Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan

Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan Manajemen Produksi Pertunjukan Studi Kasus: Pementasan Oleh: Eko Santosa Salah satu faktor pendukung yang sangat penting dalam proses penciptaan teater adalah manajemen. Dalam teater bahasan manajemen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sandiwara Radio Profesor. Dr. Herman J. Waluyo menyebutkan bahwa dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Sandiwara diambil dari bahasa jawa sandi dan warah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat kaitannya karena pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, pengalaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, pengalaman, kreatifitas imajinasi manusia, sampai pada penelaahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra ibarat bunga bahasa. Di dalamnya bahasa diracik dan dirangkai agar lebih indah, memukau dan ekspresif. Maka fungsinya secara umum sama dengan bahasa. Namun secara

Lebih terperinci

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik, NO KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) DRAF EDISI 27 FEBRUARI 2016 KOMPETENSI INTI DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK) Dokumen ini telah disetujui Pada tanggal: Kepala

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : NI WAYAN PHIA WIDIARI EKA TANA

ARTIKEL KARYA SENI. Oleh : NI WAYAN PHIA WIDIARI EKA TANA ARTIKEL KARYA SENI PENERAPAN METODE PRAKTIKUM BERDRAMA I JAYA PRANA DAN NI LAYON SARI UNTUK MENGGALI POTENSI SISWA BERMAIN DRAMA DI SMP NEGERI 1 SUKAWATI GIANYAR Oleh : NI WAYAN PHIA WIDIARI EKA TANA PROGRAM

Lebih terperinci

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd.

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik Fakultas Bahasa Dan Seni Universitas Negeri Surabaya, Arif Hidajad, S. Sn., M. Pd. TEKNIK PENYUTRADARAAN PADA NASKAH DRAMA HANYA SATU KALI KARYA HOLWORTHY HALL & ROBERT MIDDLEMASS SADURAN SITOR SITUMORANG SUTRADARA ILHAM AULIA Ilham Aulia 09020134206 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sendratasik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta yang mengungkapkan pribadi manusia berupa pengalaman, semangat, ide, pemikiran, dan keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dari generasi ke generasi yang semakin modern ini banyak kebudayaan yang sudah mulai ditinggalkan, baik kebudayaan daerah dan luar negeri. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negaranegara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013

HASIL DAN PEMBAHASAN Menyikapi Kompetensi Dasar tentang Drama pada Kurikulum 2013 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini akan dibahas lima hal sesuai dengan hasil penelitian. Lima hal tersebut yaitu 1) pembahasan terhadap upaya menyikapi kompetensi dasar tentang drama pada kurikulum 2013,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang berdasarkan aspek kebahasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di

BAB I PENDAHULUAN. tinggal masing-masing dengan kondisi yang berbeda. Manusia yang tinggal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan tempat tinggal seluruh makhluk di dunia. Makhluk hidup di bumi memiliki berbagai macam bentuk dan jenis yang dipengaruhi oleh tempat tinggal masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN

BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Sebuah karya seni dapat terlihat dari dorongan perasaan pribadi pelukis. Menciptakan karya seni selalu di hubungkan dengan ekspresi pribadi senimannya. Hal itu di awali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia mempunyai berbagai suku bangsa dan warisan budaya yang sungguh kaya, hingga tahun 2014 terdapat 4.156 warisan budaya tak benda yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat

BAB I PENDAHULUAN. permainan modern seperti game on line dan play station. Dongeng dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni budaya merupakan salah satu warisan dari leluhur atau nenek moyang yang menjadi keanekaragaman suatu tradisi dan dimiliki oleh suatu daerah. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya

BAB I PENDAHULUAN. ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of. Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan suatu budaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pagelaran Tata Rias dan Kecantikan ini menyelenggarakan ujian mata kuliah Proyek Akhir yang bertema The Futuristic Of Ramayana. Yang bertujuan untuk memperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

3.5 Panggung dan Properti

3.5 Panggung dan Properti 3.5 Panggung dan Properti ELEMEN-ELEMEN TEATER 99 Panggung adalah sebuah tempat yang ajaib. Dipandang oleh puluhan, ratusan atau mungkin ribuan pasang mata, apa yang tidak bisa kita percayai dalam keadaan

Lebih terperinci

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis

Bagan 3.1 Proses Berkarya Penulis A. Pemilihan Ide Pengkaryaan BAB III PROSES DAN TEKNIK PENCIPTAAN Lingkungan Pribadi Ide Lingkungan Sekitar Kontemplasi Stimulasi Sketsa Karya Proses Berkarya Apresiasi karya Karya Seni Bagan 3.1 Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyutradaraan merupakan hal yang berhubungan dengan proses yang dilakukan dari awal hingga tampilnya sebuah pementasan diatas panggung. Menurut Kamus Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan satu sama lain, selain makhluk sosial manusia juga membutuhkan yang namanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut istilah paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menurut istilah paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan menurut istilah paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa atau mencapai tingkat

Lebih terperinci

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias

BAB VII TATA RIAS. STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias BAB VII TATA RIAS STANDAR KOMPETENSI: Mahasiswa dapat memahami hakikat Tata Rias KOMPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian Tata Rias Menyebutkan Tujuan dan fungsi tata rias Menyebutkan bahan dan Perlengkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya era globalisasi berdampak pada tatanan persaingan kehidupan tingkat tinggi sehingga menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya zaman ke arah modern membuat kepopuleran ludruk sebagai kesenian tradisional Jawa Timur semakin terkikis. Kepopuleran di masa lampau seakan hilang seiring

Lebih terperinci

MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER

MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER Noor Aidawati, M. Pd MODUL SENI BUDAYA SEKOLAH MENENGAH KEJURUN SENI TEATER Modul ini berisi tentang latar belakang munculnya istilah teater sampai dengan penyebaran teater ke seluruh dunia. Teater di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga

BAB I PENDAHULUAN. SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur 5-10 tahun. Selain itu dongeng juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dongeng merupakan kisah yang disampaikan dengan cara bercerita. Dongeng biasanya disampaikan dan dibacakan oleh guru TK, SD, mulai kelas 1-3 SD, antara umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB

TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB TAYUB NINTHING: TARI KREASI BARU YANG BERSUMBER PADA KESENIAN TAYUB ARTIKEL OLEH: AJENG RATRI PRATIWI 105252479205 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA JURUSAN SENI DAN DESAIN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi.

Kata kunci: Wayang Topeng, pelatihan gerak, pelatihan musik, eksistensi. PEMATANGAN GERAK DAN IRINGAN WAYANG TOPENG DESA SONEYAN SEBAGAI USAHA PELESTARIAN KESENIAN TRADISI Rustopo, Fajar Cahyadi, Ervina Eka Subekti, Riris Setyo Sundari PGSD FIP Universitas PGRI Semarang fajarcahyadi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUTRADARAAN DRAMA MUSIKAL ABU DZAR AL GHIFARI KARYA AGUNG WASKITO SUTRADARA WELLY SURYANDOKO. Welly Suryandoko

TEKNIK PENYUTRADARAAN DRAMA MUSIKAL ABU DZAR AL GHIFARI KARYA AGUNG WASKITO SUTRADARA WELLY SURYANDOKO. Welly Suryandoko TEKNIK PENYUTRADARAAN DRAMA MUSIKAL ABU DZAR AL GHIFARI KARYA AGUNG WASKITO SUTRADARA WELLY SURYANDOKO Welly Suryandoko DLB Jurusan Sendrasaik, FBS Universitas Negeri Surabaya Abstrak Teknik penyutradaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Drama merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra pada dasarnya adalah seni bahasa. Perbedaan seni sastra dengan cabang seni-seni yang lain terletak pada mediumnya yaitu bahasa. Seni lukis menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tulisan. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

yang mendekati mise en sciene barat atau dramaturgi barat, namun juga termasuk seni laku timur yang mengedepankan kekuatan dialog dalam naskahnya. Kon

yang mendekati mise en sciene barat atau dramaturgi barat, namun juga termasuk seni laku timur yang mengedepankan kekuatan dialog dalam naskahnya. Kon SIMBOL TEATRIKAL PADA NASKAH DRAMA MAAF, MAAF, MAAF: POLITIK CINTA DASAMUKA KARANGAN N. RIANTIARNO: SUATU KAJIAN SEMIOTIKA Andy Dwijayanto Abstrak. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui faktor-faktor original atau keaslian suatu penelitian. Kajian pustaka menjelaskan gagasan, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL Berikut ini akan dijelaskan mengenai strategi perancangan dan konsep visual sebagai landasan dalam membuat film animasi ini. III.1 Strategi Perancangan III.1.1

Lebih terperinci

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang

55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang 55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis

III. METODE PENCIPTAAN. A. Implementasi Teoritis III. METODE PENCIPTAAN 1. Tematik A. Implementasi Teoritis Kehidupan dunia anak-anak yang diangkat oleh penulis ke dalam karya Tugas Akhir seni lukis ini merupakan suatu ketertarikaan penulis terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Pengertian Judul PUSAT Pusat, tempat yang letaknya ada di tengah tengah. 1 Pengertian pusat, dapat diartikan sebagai suatu titik temu atau pokok pangkal atau juga sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Gambaran kehidupan masyarakat Indonesia yang beragam menjadikan kesenian sebagai salah satu perwujudan jati diri bangsa Indonesia yang memiliki ciri khas. Kesenian

Lebih terperinci

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA

MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA MODEL SILABUS MATA PELAJARAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs) MATA PELAJARAN SENI BUDAYA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JAKARTA, 2017 DAFTAR ISI DAFTAR ISI i I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang

I. PENDAHULUAN. membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Melalui karya sastra, seseorang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk konkret yang membangkitkan pesona

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kesenian produk asli bangsa Indonesia. Kesenian wayang, merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan aneka ragam kebudayaan dan tradisi. Potensi merupakan model sebagai sebuah bangsa yang besar. Kesenian wayang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketoprak adalah teater yang amat populer di Jawa Tengah khususnya Yogyakarta ini dan berusia cukup tua. Sekurang-kurangnya embrio teater ini sudah muncul, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran. Siswa tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan

BAB I PENDAHULUAN. pendengaran. Siswa tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ketunarunguan merupakan gangguan yang terdapat pada indera pendengaran. Siswa tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan pendengaran, sehingga memiliki keterbatasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari. fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari. fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teater hadir karena adanya cerita yang dapat diangkat dari fenomena kehidupan yang terjadi lalu dituangkan kedalam cerita yang berbentuk naskah. Aktor adalah media penyampaian

Lebih terperinci

9 SOLIDARITAS SOSIAL. A. Menyimpulkan Isi Khotbah

9 SOLIDARITAS SOSIAL. A. Menyimpulkan Isi Khotbah 9 SOLIDARITAS SOSIAL A. Menyimpulkan Isi Khotbah Aspek Mendengarkan Standar Kompetensi 13. Memahami isi pidato/khotbah/ceramah Kompetensi Dasar 13.1 Menyimpulkan pesan khotbah yang didengar Sumber SCTV

Lebih terperinci

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn

DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn DESKRIPSI TARI TABUH TUAK OLEH : I Gede Oka Surya Negara,SST.,M.Sn INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur penata panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa,

Lebih terperinci

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) 611 77. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PADA TAMAN KANAK-KANAK KOTA A DISUSUN OLEH: MARYANI.M SEMESTER 4 PROGRAM STUDI S1 PAUD UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ludruk merupakan seni kesenian tradisional khas daerah Jawa Timur. Ludruk digolongkan sebagai kesenian rakyat setengah lisan yang diekspresikan dalam bentuk gerak dan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Perkembangan Balita Untuk mempelajari perkembangan anak dari usia 2 tahun, ada baiknya mengetahui sekelumit pertumbuhan fisik dan sisi psikologinya. Ada beberapa aspek

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP Universitas Indonesia

BAB 4 PENUTUP Universitas Indonesia BAB 4 PENUTUP Setiap individu memiliki peran sosial yang beragam. Dalam peran sosialnya individu membutuhkan kemampuan untuk menjalaninya, karena ekspektasi terhadap peran tersebut berbeda-beda. Perbedaan

Lebih terperinci

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS

MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS SENI BUDAYA MENGAPRESIASI KARYA SENI LUKIS Nama : Alfina Nurpiana Kelas : XII MIPA 3 SMAN 84 JAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017 Karya 1 1. Bentuk, yang merupakan wujud yang terdapat di alam dan terlihat nyata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. cipta yang menggambarkan kejadian-kejadian yang berkembang di masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gejolak dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Karena itu, sastra merupakan gambaran kehidupan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB VIII TATA BUSANA. STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana

BAB VIII TATA BUSANA. STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana BAB VIII TATA BUSANA STANDAR KOMPETENSI: Mampu memahami Hakikat Tata Busana KOPETENSI DASAR: Menyebutkan pengertian Busana Menyebutkan Tujuan dan Fungsi Busana Menyebutkan perlengkapan Busana Menyebutkan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

Prakata. iii. Bandung, September Penulis

Prakata. iii. Bandung, September Penulis Prakata Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual, sosial, dan emosional. Selain itu,

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)

80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) 80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Seni merupakan hal yang tidak lepas dari kehidupan manusia dan bagian dari kebudayaan yang diciptakan dari hubungan manusia dalam lingkungan sosialnya, seni

Lebih terperinci