VI KESIMPULAN DAN SARAN
|
|
- Johan Budiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 237 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di KAMM disimpulkan sebagai berikut: 1. Kinerja pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu pasca fasilitasi pemerintah yang telah menimbulkan dampak positif terhadap perkembangan KAMM dapat dijadikan lesson learning dalam menyusun kebijakan pembangunan infrastruktur di KAMM dimasa yang akan datang, terutama dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan secara mandiri. Dampak dari kegiatan-kegiatan yang telah dikembangkan telah meningkatkan kinerja KAMM secara signifikan, antara lain: (1) Pola pengembangan sumberdaya manusia dalam pengelolaan usahatani yang berkualitas, berdaya saing, bernilai ekonomis yang tinggi, telah dapat meningkatkan taraf hidup petani di KAMM yang diukur dengan indikator peningkatan penghasilan yaitu adanya saving pendapatan yang dapat dijadikan modal usahatani. (2) Meningkatnya taraf pendidikan keluarga petani yang diukur dengan indikator dari semula mayoritas tidak tamat/belum SD dan tamat SD sebanyak 69,66 %, setelah pengembangan KAMM terjadi peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan sehingga mayoritas anak-anak petani sudah melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang SLTP dan SLTA. Peningkatan pendidikan ini akan mendorong generasi petani tidak lagi hanya menguasai aspek produksi, akan tetapi mereka bisa menguasai sampai kepada aspek manajemen pengelolaan usahatani mulai dari hulu sampai hilir. (3) Pola pengembangan kawasan yang menyeluruh mulai dari kawasan sentra produksi (KSP) sampai ke sentra pengolahan hasil pada kota-kota tani (agropolis), yang semula penduduk terkonsentrasi di wilayahwilayah kota tani, setelah adanya jangkauan pembangunan infrastruktur 237
2 238 sampai ke wilayah sentra produksi mendorong penyebaran penduduk ke wilayah tersebut secara merata. Akibat penyebaran penduduk ke sentrasentra produksi membuat kepadatan penduduk KAMM rata-rata 961 jiwa/km 2 masih berada di bawah standar batas kepadatan penduduk wilayah perdesaan menurut Biro Pusat Statistik yaitu < jiwa/km 2. (4) Pola penciptaan lapangan pekerjaan produktif baik dalam sub-sistem usahatani, pengolahan, maupun pemasaran dapat menurunkan angka kemiskinan di KAMM. (5) Pengembangan teknologi tepat guna bidang pertanian di KAMM terutama untuk industri manufaktur berbasis komoditas pertanian dalam skala rumah tangga (home industry), mendorong pengelolaan KAMM yang semula murni konvensional menjadi semi modern. (6) Pola pengembangan permukiman yang masih mempertahankan pola permukiman tradisional yang asri dan berciri khas wilayah perdesaan, dengan tingkat kepadatan bangunan yang masih rendah. (7) Terbentuknya distrik dukun dan distrik ngablak sebagai kota tani baru (new agropolis), sebagai akibat dari dampak pertumbuhan ekonomi lokal yang sangat tinggi di kawasan tersebut. Kedua new agropolis ini dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan agropolitan dan simpul distribusi dan jasa, pusat perdagangan wilayah, pusat kegiatan dan pelayanan agroindustri, pusat pengembangan perumahan dan permukiman, serta pusat pelayanan fasilitas umum dan fasilitas sosial. (8) Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang perlunya menegakkan ketentuan-ketentuan tentang tata ruang, terutama ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang zonasi-zonasi dan peruntukan lahan di kawasan agropolitan. Land allocations presentages (LAP) antara wilayah agro dengan politan yaitu 85,05 % agro berbanding 14,95 % politan, membuat KAMM dapat melindungi diri dari ancaman-ancaman alih fungsi lahan dari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun. (9) Kegiatan-kegiatan pelatihan di KAMM yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlunya melestarikan sumberdaya alam dan lingkungan, terutama hutang lindung yang mulai digerogoti oleh
3 239 sebagian kecil masyarakat. Terbentuknya kader-kader penyuluh swakarsa dan peduli lingkungan hidup, dapat dipersepsikan sebagai wujud CSR (corporate social responsibility) masyarakat sebagai pemanfaat potensi KAMM. (10) Pola penguatan kelembagaan pengelola KAMM yang telah berfungsi dengan baik, terutama pokja pengembangan kawasan agropolitan tingkat kabupaten maupun pengelola tingkat kawasan dan pengelola tingkat infrastruktur seperti, yang ditunjang oleh pengelola KAMM di tingkat masyarakat seperti Gapoktan, KTNA, HKTI, dan asosiasi-asosiasi masyarakat lainnya, membuat kinerja KAMM makin meningkat dengan baik. 2. Kemandirian KAMM pasca fasilitasi pemerintah secara gabungan sudah cukup baik, sekalipun masih membutuhkan peningkatan terhadap beberapa dimensi untuk dapat mendekati nilai kemandirian, yaitu dimensi agroindustri, dimensi pemasaran, dimensi suprastruktur dan dimensi infrastruktur. Untuk dapat mandiri perlu peningkatan melalui beberapa atribut pengungkit (leverage). Hasil peningkatan terhadap dimensi-dimensi kemandirian, akan menjadikan KAMM sebagai kawasan agropolitan mandiri. Kawasan agropolitan yang sudah mandiri akan menjadi frame dalam penyusunan model kebijakan pembangunan infrastruktur. 3. Hasil simulasi keterkaitan beberapa sub-model dalam pengembangan KAMM menempatkan peran sub-model pembangunan infrastruktur sebagai penggerak, pendorong, dan pengungkit, sektor-sektor lain, dalam mencapai tujuan pengembangan kawasan agropolitan mandiri. Model infrastruktur yang dirancang di KAMM untuk menunjang pengembangan kawasan agropolitan mandiri harus memenuhi: (1) Prinsip-prinsip keberlanjutan, yang diwujudkan dalam bentuk sistem manajemen lingkungan (SML), yang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan (ekologi), keberlangsungan kegiatan ekonomi dan kestabilan sosial budaya masyarakat. 239
4 240 (2) Skenario model pembangunan infrastruktur memilih alternatif skenario optimis, dengan intervensi melalui peningkatan kondisi seluruh variabel menjadi lebih baik, dengan pembangunan infrastruktur penunjang usahatani, pemasaran dan pengolahan hasil. Melalui intervensi seperti ini maka kegiatan agribisnis yang meliputi usahatani, pengolahan, dan pemasaran akan berjalan dengan baik, dan diprediksi akan dapat meningkatkan nilai ekonomi kawasan dan menurunkan tingkat pengangguran. 4. Kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan di KAMM, diarahkan untuk: (1) Mendorong percepatan kemandirian KAMM. (2) Mendorong pertumbuhan ekonomi lokal di KAMM melalui pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditas unggulan yang berdaya saing. (3) Mendorong terbentuknya kota-kota tani (agropolis) di masing-masing distrik agropolitan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan dan simpul distribusi barang dan jasa di KAMM. (4) Alternatif kebijakan pembangunan infrastruktur di KAMM, yang paling prioritas adalah pembangunan infrastruktur penunjang agoindustri, disusul alternatif pembangunan infrastruktur pemasaran, usahatani, dan permukiman. (5) Jenis infrastruktur penunjang agroindustri yang paling dibutuhkan adalah pembangunan packing house gapoktan yang representatif, yang dilengkapi dengan lapangan bongkar muat, cold storage, sarana air bersih, sarana air limbah dan persampahan, jaringan telekomunikasi, dan kantor sekretariat gapoktan. Jenis infrastruktur penunjang agroindustri lainnya adalah pembangunan sarana industri rumah tangga (home industry) pada unit-unit permukiman penduduk. Sedangkan jenis infrastruktur penunjang pemasaran yang paling dibutuhkan adalah infrastruktur yang dapat mendekatkan produksi ke konsumen akhir, berupa pembangunan pasar induk/terminal agribisnis (TA) dan pasar-pasar tradisional terutama pada kota-kota pemasaran akhir (outlet). Jenis pembangunan infrastruktur
5 241 penunjang usahatani yang paling dibutuhkan adalah jalan usahatani sekunder yang dapat dilalui kendaraan pickup roda empat pembawa saprodi dan hasil panen. Sedangkan jenis pembangunan infrastruktur penunjang permukiman yang paling dibutuhkan adalah pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial setara perkotaan di KAMM, sehingga bisa menahan laju migrasi ke kota. (6) Tahapan pembangunan infrastruktur di KAMM dilaksanakan dengan tahapan : a) studi kelayakan, b) penyusunan perencanaan dan rancangan, (c) pelaksanaan pembangunan, dan (d) operasi dan pemeliharaan. 6.2 Saran Beberapa saran penelitian dalam rangka penyusunan model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam menunjang pengembangan kawasan agropolitan adalah sebagai berikut: 1. Disarankan adanya payung hukum setingkat Kepres atau Kepmenko tentang koordinasi pengembangan kawasan agropolitan. 2. Untuk lebih mengoptimalkan kinerja KAMM menuju kawasan agropolitan mandiri, pemerintah daerah setempat agar memperkuat komitmennya dalam pendampingan masyarakat mengelola KAMM secara mandiri. 3. Dalam rangka meningkatkan kemandirian KAMM menuju kawasan agropolitan mandiri, diperlukan intervensi pemerintah dalam upaya percepatan pencapaian tujuan yang ingin dicapai (quickwens), dan menselaraskan pencapaian triple track strategy yang pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Dimensi kemandirian yang paling prioritas ditingkatkan adalah dimensi agroindustri melalui usaha menarik investor untuk melakukan kemitraan dengan petani setempat. Peningkatan dimensi pemasaran melalui pembangunan terminal agribisnis di masing-masing kota pemasaran akhir (outlet) KAMM. Sedangkan peningkatan dimensi suprastruktur melalui pengalokasian dana APBD II Kabupaten Magelang untuk membina pengelolaan KAMM sampai betul-betul mencapai kemandiriannya. 4. Arahan kebijakan pembangunan infrastruktur KAMM dalam menuju kawasan agropolitan mandiri agar diarahkan kepada pembangunan infrastruktur 241
6 242 penunjang agroindustri beruapa pembangunan infrastruktur energi (listrik), infrastruktur jalan primer menuju kota-kota pemasaran akhir termasuk untuk pintu ekspor ke luar negeri, dan penyiapan infrastruktur utama KASIBA/LISIBA zonasi-zonasi industri yang telah dipersiapkan sesuai RUTR KAMM. 5. Disarankan adanya Perda yang mengatur tentang ketentuan alih fungsi lahan serta larangan untuk membangun pada kawasan-kawasan yang mempunyai kemiringan diatas 30% karena sangat berbahaya terhadap keselamatan masyarakat/petani. 6. Pembangunan infrastruktur KAMM disarankan setara dengan infrastruktur perkotaan, dan memenuhi persyaratan norma, standar, pedoman, kriteria (NSPK), serta kecukupan standar pelayanan minimum (SPM), baik dari aspek teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan manfaat. Hal ini dibutuhkan untuk mewujudkan keseimbangan antar desa-kota dan pemerataan (equity). 7. Perlu penelitian lanjutan tentang Pengelolaan Kawasan Agropolitan Mandiri yang diprediksi sebagai model pembangunan perdesaan yang paling tepat dikembangkan dimasa depan oleh para pemerintah kabupaten selaku stakeholders utama dalam pengembangan kawasan agropolitan. Penelitian lanjutan lainnya yang disarankan adalah mendorong Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu menjadi kawasan agrowisata.
V. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAMM
228 V. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN Kebijakan pengembangan Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu merupakan kebijakan pengembangan kawasan, yang meliputi pembangunan sektor-sektor pertanian dan sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciXI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU
XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
51 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada pada Kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu (KAMM) yang merupakan salah satu kawasan agropolitan yang telah ditetapkan dengan
Lebih terperinciPENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan
PENATAAN WILAYAH PERTANIAN INDUSTRIAL Kawasan Pertanian Industrial unggul berkelanjutan Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net Pengembangan Kawasan Pertanian Industrial
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG I - 1 LAPORAN AKHIR D O K U M E N
1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendekatan pembangunan yang lebih menonjolkan pertumbuhan ekonomi secara cepat tidak dapat dipungkiri dan telah mengakibatkan pertumbuhan di perkotaan melampaui kawasan
Lebih terperinci10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG
10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN. 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan
82 BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN 6.1 Konsep Pengembangan Kawasan Agropolitan Konsep pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Leuwiliang adalah dan mengembangakan kegiatan pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahirnya konsep pengembangan agropolitan merupakan respons dari adanya ketimpangan pembangunan wilayah antara kota sebagai pusat kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dengan
Lebih terperinciKebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya
Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Oleh : Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN
Lebih terperinciBAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian
Lebih terperinciBAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi
BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi Identifikasi permasalahan berdasarkan tugas dan Fungsi pelayanan SKPD Badan Pelaksana
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,
SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 14 TAHUN 2012 TENTANG AGRIBISNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa agribisnis memberikan kontribusi
Lebih terperinciBAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH A. VISI DAN MISI Kebijakan Pemerintahan Daerah telah termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 015 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,
Lebih terperinciVIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN
VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Lebih terperinci6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan
BAB - VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN 6.1. Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Strategi adalah langkah-langkah berisikan program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi, yang dirumuskan dengan kriterianya
Lebih terperinciI PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada
Lebih terperinciBAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI
BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam
Lebih terperinciPengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Misi Misi pengembangan Produk Unggulan Daerah Kab.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten 6.1. VISI DAN MISI 6.1.1 Visi Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat Kab. Melalui Pengembangan Sektor Agro dan Wisata Berbasis One Sub-District One Product 6.1.2.
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA
PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KONSOLIDASI USAHATANI SEBAGAI BASIS PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Oleh : Mewa Ariani Kedi Suradisastra Sri Wahyuni Tonny S. Wahyudi PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR
ARAHAN PENGEMBANGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN BERBASIS AGRIBISNIS DI KECAMATAN TOROH, KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR Oleh: HAK DENNY MIM SHOT TANTI L2D 605 194 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciHermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembagunan pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, yang memiliki warna sentral karena berperan dalam meletakkan dasar yang kokoh
Lebih terperinci8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI
8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif
Lebih terperinciPERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG
1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciBAB III Visi dan Misi
BAB III Visi dan Misi 3.1 Visi Pembangunan daerah di Kabupaten Bandung Barat, pada tahap lima tahun ke II Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) atau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
79 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi KAMM dapat dikategorikan sebagai kawasan agropolitan by nature yang telah berkembang secara tradisional berdasarkan kemampuan sumberdaya yang
Lebih terperinciBab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional
Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan
Lebih terperinciMENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.
MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr. ERZALDI ROSMAN V I S I 2017-2022 MISI PROVINSI TERKAIT PERTANIAN MISI 1 : MENGEMBANGKAN
Lebih terperinciPROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN
PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I PENDAHULUAN. 1.1.
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/2/2008 TANGGAL : 11 Pebruari 2008 BAB I 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI LABANGKA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN KOTA TERPADU MANDIRI LABANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI SUMBAWA, a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciBAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan
Lebih terperinciIVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN
STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana
Lebih terperinciPERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar
PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian
Lebih terperinciMENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN DESA DENGAN
Lebih terperinciTAUFIQ GUNAWANSYAH, S.IP. WAKIL BUPATI KABUPATEN SUMEDANG. DR. H. DON MURDONO, SH., M.Si. BUPATI KABUPATEN SUMEDANG
VISI - MISI JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMEDANG (Perda No. 13 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009-2013) DR. H. DON MURDONO, SH., M.Si. BUPATI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi pembangunan daerah Kabupaten Ngawi 2010 2015, Pemerintah Kabupaten Ngawi menetapkan strategi yang merupakan upaya untuk
Lebih terperinciTerwujudnya Kota Mojokerto sebagai Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral.
Visi Pemerintah 2014-2019 adalah : Terwujudnya Service City yang Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera dan Bermoral. Perumusan dan penjelasan terhadap visi di maksud, menghasilkan pokok-pokok visi yang diterjemahkan
Lebih terperinciBab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi
3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK
PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai
Lebih terperinci3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan
VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi
Lebih terperinciBAPPEDA KAB. LAMONGAN
BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor pertanian, karenanya revitalisasi pertanian sangat strategis untuk dilaksanakan, guna memacu pembangunan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS
BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah
Lebih terperincidan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,
dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Keadilan diartikan sebagai keadilan antar kelompok masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciBAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Dengan memperhatikan kondisi, potensi, permasalahan, tantangan, peluang yang ada di Kota Bogor, dan mempertimbangkan
Lebih terperincisendiri sesuai dengan tujuan otonomi daerah.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Administrasi negara sebagai salah satu cabang ilmu yang membahas tentang tiga elemen penting kehidupan bernegara yang meliputi lembaga legislatif, yudikatif,
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung
Lebih terperinciRencana Strategis
kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciBAPPEDA Planning for a better Babel
DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD
Lebih terperinciArah Pengembangan Sanitasi
Bab 2: Arah Pengembangan Sanitasi 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Karanganyar Visi Kabupaten Karanganyar Misi Kabupaten Karanganyar Visi Sanitasi Kabupaten Karanganyar
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,
Lebih terperinciRENCANA AKSI DAERAH PEMANFAATAN DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI PROVINSI JAMBI
RENCANA AKSI DAERAH PEMANFAATAN DANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI PROVINSI JAMBI Tabel 1 : Program dan Kegiatan untuk Peningkatan Ekonomi Masyarakat 1. Pengembangan Agribisnis. 1. Mengembangkan sarana
Lebih terperinciDUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL
DUKUNGAN PROYEK SREGIP DALAM PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN NASIONAL Disampaikan Oleh: Depu0 Bidang Pengembangan Regional Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dalam Acara Seminar Penutupan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 24 PEMBANGUNAN PERDESAAN
BAB 24 PEMBANGUNAN PERDESAAN REPUBLIK INDONES]A BAB 24 PEMBANGUNAN PERDESAAN A. KONDISI UMUM Kondisi kawasan perdesaan pada umumnya dicirikan oleh masih besarnya jumlah penduduk miskin, terbatasnya alternatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,
Lebih terperinciStrategi dan Arah Kebijakan
dan Dalam rangka pencapaian visi dan misi yang diuraikan dalam tujuan dan sasaran, penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan daerah menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan. adalah langkah-langkah
Lebih terperinci4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah
4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel
Lebih terperinciKEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)
KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian
Lebih terperinciNo. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN A. Strategi Pembangunan Daerah Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Strategi pembangunan Kabupaten Semarang
Lebih terperinciPEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 273/Kpts/OT.160/4/2007 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELEMBAGAAN PETANI LAMPIRAN 2 PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI
Lebih terperinciTARGET PEMBANGUNAN TAHUN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
Lampiran. 200 20 202 203 204 2 3 4 5 6 7 8 9 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 67,7 68 68,5 7 72,2 DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA. Meningkatkan indek kualitas pembangunan manusia
Lebih terperinciIV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian
6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor
Lebih terperinciBAB V KELAYAKAN KAWASAN DISTRIK AIMAS KABUPATEN SORONG
BAB V KELAYAKAN KAWASAN DISTRIK AIMAS KABUPATEN SORONG Pada bagian terakhir dalam tugas akhir ini akan dikemukakan kelayakan kawasan dari hasil studi berdasarkan hasil analisis studi kelayakan kawasan
Lebih terperinciBAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinci2.1.1 Dasar Perumusan Tujuan Penataan Ruang Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan ruang
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KABUPATEN SIJUNJUNG 2.1 PERUMUSAN TUJUAN Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai
Lebih terperinciBAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA
BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pedoman Pengelolaan Ruang Kawasan Sentra Produksi Pangan Nasional dan Daerah (Agropolitan)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada khususnya yang terkait dengan pengembangan pertanian dalam arti luas maka diupayakan suatu pendekatan melalui
Lebih terperinci- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
- 1 - SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015
Lebih terperinci