PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE TERHADAP HISTOLOGI ENDOMETRIUM MENCIT (Mus Musculus L) TESIS. Oleh ROSANTI MUCHSIN /BM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE TERHADAP HISTOLOGI ENDOMETRIUM MENCIT (Mus Musculus L) TESIS. Oleh ROSANTI MUCHSIN /BM"

Transkripsi

1 1 PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE TERHADAP HISTOLOGI ENDOMETRIUM MENCIT (Mus Musculus L) TESIS Oleh ROSANTI MUCHSIN /BM S E K O L A H PA S C A S A R JA N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

2 2 PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE TERHADAP HISTOLOGI ENDOMETRIUM MENCIT (Mus Musculus L) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Biomedik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh ROSANTI MUCHSIN /BM SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

3 3 Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMATE TERHADAP HISTOLOGI ENDOMETRIUM MENCIT (Mus Musculus L) Nama Mahasiswa : Rosanti Muchsin Nomor Pokok : Program Studi : Biomedik Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof.Dr.Drs.Herbert Sipahutar,MS.MSc) Ketua (dr.h.delyuzar,sp.pa(k) Anggota Ketua Program Studi, Direktur (dr.yahwardiyah Siregar,Ph.D) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc) Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

4 4 Tanggal lulus : 31 Agustus 2009 Telah diuji pada Tanggal : 31 Agustus 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. Dr.Drs. Herbert Sipahutar, MS. MSc :1. dr. H. Delyuzar, Sp.PA (K) 2. Prof. dr. Em. Yasmeini Yazir 3. Dr. Christofel L.Tobing, DS.OG (K) Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

5 5 ABSTRAK Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium dari asam amino asam glutamate, merupakan bentuk dari glutamate. MSG dipasarkan dalam bentuk kristal putih menyerupai gula atau garam (Administration, 1995). Asam glutamate dari MSG merupakan komponen asam amino atau campuran dari asam amino dan peptida, merupakan hasils hidrolisis enzim protein. Pada dasarnya asam amino ini terdapat dalam makanan yang mengandung protein (S.Geha et al., 2000), dan dapat meningkatkan rasa pada makanan, sehingga MSG banyak digunakan di seluruh dunia termasuk Indonesia. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti jumlah MSG yang aman dikonsumsi perharinya. Konsumsi MSG lebih dari 3 gr/h dapat menimbulkan efek merugikan bagi kesehatan; syndrom kompleks MSG, kerusakan pada nukleus arquata hipotalamus dan mengganggu sekresi hormon gonadotrof di hipofisis anterior. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian MSG terhadap histologi endometrium mencit (Mus Musculus L); ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, densitas kelenjar, konfigurasi kelenjar dan kepadatan stroma. Mencit dibagi dalam 2 kelompok; mencit perlakuan (diberi MSG 6mg/gr BB + 0,1 cc aquadest) dan kontrol (aquadest 0,1 cc). MSG diberikan secara oral sejak mencit berusia 10 hari 30 hari. Setelah usia 31 hari, dilakukan vagial smear untuk menentukan siklus estrus, kemudian dieksekusi pada setiap siklus. Uterus utuh diambil, ditimbang dan dilakukan proses pembuatan sediaan histologi. Diperoleh hasil bahwa pemberian MSG 6 mg/gr BB secara oral dapat menginduksi terjadinya penurunan ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, perubahan konfigurasi kelenjar dan kepadatan stroma. Peristiwa ini membuktikan bahwa MSG dapat menggangu proses proliferasi dinding endometrium pada fase proestrus dan estrus pada mencit, dan mungkin juga terjadi pada fase proliferasi dan sekresi pada manusia. Kata kunci: Monosodium Glutamat (MSG), fertilitas, endometrium Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

6 6 ABSTRACT Monosodium glutamate (MSG) is sodium salt of amino acid, it s form of glutamate. MSG is sold informing white cristal alike sugar or salt. (Administration, 1995). Glutamate acid of MSG is component of Amino acid or compound of amini acid and peptide, it s result of protein enzim hydrolysis. So, basicly, Amino acid obtained from food that contain protein. (S.Geha et al; 2000), and it can increase taste of food that MSG used all pver the worldvery much include Indonesia. For this time not known surely count of MSG that consumed safely every day. Consume MSG more than 3 gram / day can cause bad effect for healty; complete syndrome MSG, damaging to Arquata nucleus and bother gonadotrof hormoun secretion in anterior hipofisis. The aim at this research is to know the influence of giving MSG to mice endometrium histology ( Mus Musculus L ) : epitel thichness, diameter of blood vesssel, gland density, gland configuration and density of stroma. Mice divided into two parts; behavioural mice (given MSG 6 mg / gr BW + 0,1 cc aquadest) and control (aquadest 0,1 cc) MSG is given orally since old mice 10 days 30 days. After 31 days, done vaginal smear for determining estrus cycle, then it s executed to every cycle-uterus take fully, weighed, and done process making of histology existance. As the result of it is that giving of MSG 6mg / gr BW orally can induce decreasing of epitel thickness, dimeter of blood vessel, changging of gland configuration and sroma fulness. This happening roves that MSG can interfere with proccess of endometrium wall proliferasi to proestrus and estrus phase in mencit, and any posibility it happens to ploriferasi phase and secretion to humans. Keywords : Monosodium glutamat (MSG), fertility, endometrii Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

7 7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu Wata ala atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L). Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus diselesaikan penulis untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Magister Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Suamiku tercinta H. Ismail Hasyim, MA, atas dukungan, pengertian dan cinta kasih yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah Pascasarjana. Terima kasih dan rasa hormat penulis sampaikan kepada ayahanda H. Muchsin Usman dan ibunda Hj.Mariana Sabda dan seluruh keluarga besar atas dukungan yang telah diberikan baik moril maupun materil. Anak-anak ku tersayang, Meutia, Rara dan Hafiz yang telah memberikan dukungan dan semangat yang cukup berarti bagi penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan Pascasarjana tepat waktu. Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc dan Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, dr. Yahwardiyah, Ph.D atas fasilitas dan dorongan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan program magister di Sekolah Pascasarjana USU. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Drs. Herbert Sipahutar (sebagai ketua komisi pembimbing) dan dr. Delyuzar, Sp.PA (K) (sebagai anggota komisi pembimbing) serta Prof. dr. Em Yasmeini Yazir dan Dr. Christofel L.Tobing Sp.OG (K) (komisi pembanding) yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

8 8 dorongan, bimbingan dan saran yang sangat bermanfaat kepada penulis dari tahap persiapan proposal penelitian sampai tahap penyelesaian tesis ini. Tak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh dosen pada Program Studi Ilmu Biomedik yang telah membimbing penulis selama menjalankan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada kakak senior dr. Yetty Machrina, M.Kes yang menjadi tempat diskusi bagi penulis selama penelitian berlangsung, serta teman-teman seperjuangan, mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Ilmu Biomedik stambuk 2007 atas kerjasama dan kebersamaan yang terjalin selama ini. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis baik selama perkuliahan maupun selama penelitian berlangsung, walaupun tidak disebut satu persatu namun tidak mengurangi jasa-jasanya. Akhirnya penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua, dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Amiiin Ya Rabbal Alami n Medan 31 Agustus 2009 Penulis, Rosanti Muchsin Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

9 9 RIWAYAT HIDUP Nama : Rosanti Muchsin Tempat / Tgl Lahir : Medan / 13 Juni 1975 Alamat : Comp. Mesjid Agung, Jl. P.Diponegoro no.26 Medan Status : Menikah. Pendidikan : SD.Negeri Medan : SMP.Negeri 4 Medan : SMA.Negeri 5 Medan : D.III.Keperawatan FK-USU : D.IV Perawat Pendidik FK-USU : Sekolah Pascasarjana (S2) Biomedik USU : Riwayat Pekerjaan : Staf perawat RS. Permata Bunda Medan tahun : Staf perawat dan quality assurance assistance RS.Gleneagles Medan : Staf pengajar Akademi Perawat Gleneagles (Akper Columbia Asia) Medan : 2006 sekarang Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

10 10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT..... KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR xi LAMPIRAN.. BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Kerangka Teori Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Hipotesis Manfaat Penelitian. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Monosodium Glutamat (MSG) Metabolisme Monosodium Glutamate Efek Negatif dari MSG Fungsi Reproduksi Mamalia Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), ii iii v vi ix

11 Fungsi Hormonal Hypothalamus Gonadotropin Releasing Hormon Luteneizing Hormon (LH) Follicle Stimulating Hormone (FSH) Hormon yang Dihasilkan di Ovarium Siklus Menstruasi Uterus Histologi Endometrium Pengaruh MSG Terhadap Reproduksi Biologi Reproduks i Mencit Ciri Reproduksi Umum... BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Peralatan Utama Penelitian Disain Penelitian Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan Pemberian Perlakuan Pembuatan Sediaan Histologi Endometrium Cara Melakukan Pewarnaan Cara Melakukan Penutupan Pengamatan Sediaan Histologi Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

12 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Jadwal Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL No Judul Halaman 1. Ciri Reproduksi Terpenting Mencit Betina (Zutphen et al., 2001) Pelaksanaan Penelitian Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

13 13 DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Pengaturan (regulasi) Hormonal Fungsi Sumbu Hipotalamus Gonad pada Tikus dan Kemungkinan Pengaruh yang Ditimbulkan oleh MSG Perubahan Yang Terjadi Selama Siklus Menstruasi Perbedaan Mean (± SD) ketebalan Epitel Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestru S Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Diameter Pembuluh Darah Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestrus Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Densitas Kelenjar Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestrus Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal, Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Ketebalan Epitel Dan Diameter Pembuluh Darah Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Tanpa Memandang Siklus Estrus Dan Bagian Uterus Perbedaan Mean (±SD) Densitas Kelenjar Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Tanpa Memandang Siklus Estrus Dan Bagian Uterus Perbedaan Mean (± SD) Berat Uterus Utuh Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Berat Badan Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Ketebalan Epitel Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Diameter Pembuluh Darah Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L),

14 14 Perlakuan Perbedaan Mean (± SD) Densitas Kelenjar Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Metestrus Kelompok Control Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Metestrus Kelompok Perlakuan Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Diestrus Kelompok Control Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Diestrus Kelompok Perlakuan Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Proestrus Kelompok Control Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Proestrus Kelompok Perlakuan Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Estrus Kelompok Control Konfigurasi Kelenjar dan Kepadatan Stroma Pada Fase Estrus Kelompok Perlakuan Lokalosasi Nuklear Kelenjar Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

15 15 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Halaman 1 Persetujuan Komisi Etika Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan Perbandingan Tiap Siklus Estrus dan Bagian Uterus Hasil Uji t-test Independent Perbandingan Tiap Siklus Estrus dan Bagian Uterus Perbandingan antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol Tanpa Memandang Siklus dan Bagian Uterus Hasil Uji t-test Independent Perbandingan antara Kelompok Perlakuan dan Kontrol Tanpa Memandang Siklus dan Bagian Uterus Perbandingan BB antara kelompok Kontrol dan Perlakuan... 7 Hasil Uji T-Test Independent Perbandingan BB antara kelompok Kontrol dan Perlakuan Perbandingan Ketebalan Epitel, D.Pemb.Darah, Densitas Kelenjar Pada tiap Bagian Uterus Hasil Uji Anova Perbandingan Ketebalan Epitel, D.Pemb.Darah, Densitas Kelenjar Pada tiap Bagian Uterus Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

16 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium dari asam amino asam glutamate dan merupakan bentuk dari glutamate. MSG dipasarkan dalam bentuk kristal putih menyerupai gula atau garam (Administration, 1995). Asam glutamate dari MSG merupakan komponen asam amino atau campuran dari asam amino dan peptida, yang merupakan hasil dari hidrolisis enzim protein. Pada dasarnya asam amino ini terdapat dalam makanan yang mengandung protein (S.Geha et al., 2000). MSG pertama sekali diisolasi dalam bentuk kristal dari ganggang laut (Laminaria Japonica) dan diidentifikasi sebagai asam glutamate yang dapat meningkatkan rasa lezat pada makanan (Lindemann et al., 2002). Sejak itu MSG banyak digunakan diseluruh dunia, baik itu dirumah, restoran maupun industri makanan (S.Geha et al., 2000). Konsumsi MSG di dunia sangat bervariasi, seperti di Indonesia rata-rata mengkonsumsi MSG sebesar 0,6 gr/h (Muhilal dan Tarwotjo, 1986 in (Prawirohardjono et al., 2000), di Taiwan sebanyak 3 gr/h, di Korea 2,3 gr/h, di Jepang 1,6 gr/h, di Italia 0,4 gr/h dan di Amerika 0,35 gr/h (R.H.Cogan et al., 1979) dan di China yang merupakan negara pengkonsumsi dan Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L),

17 17 memproduksi MSG terbesar didunia, mengkonsumsi MSG 52% - 57% lebih besar dari seluruh jumlah konsumsi di dunia (Yokose danjanshekar, 2007). Sampai saat ini belum diketahui secara pasti jumlah MSG yang aman untuk dikonsumsi per harinya (US. FDA, 1996). Tetapi berdasarkan laporan dari FASEB 1992, jika MSG dikonsumsi oleh seseorang yang tidak toleran dengan jumlah lebih dari 3 gr/h, akan dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kesehatan. Gejala yang timbul akibat konsumsi MSG tersebut disebut dengan syndrom kompleks MSG (Administration, 1996). Gejala syndrom kompleks MSG antara lain; rasa terbakar pada daerah leher bagian belakang menjalar ke tangan dan dada, mati rasa pada daerah belakang leher, hangat, lemah pada wajah, punggung, leher dan tangan, rasa kaku pada wajah, nyeri dada, mual, tachycardi, bronchospasme (pada penderita asma), dan mengantuk (US. FDA, 1996). Data penelitian menunjukkan, MSG dapat merusak nukleus arkuata di hipotalamus (Bakke et al., 1978, Tafelski dana.lamperti, 1977, Lamperti danblaha, 1979, Rodriguez-Sierra et al., 1980, Hermanussen et al., 2006), kerusakan pada syaraf mata (Bakke et al., 1978), meningkatnya lemak tubuh atau menimbulkan obesitas serta menurunkan hormon pertumbuhan di dalam darah (Bakke et al., 1978, Hermanussen et al., 2006). MSG juga berpengaruh terhadap fertilitas pada hewan coba, baik jantan maupun betina. Pada jantan, MSG terbukti menginduksi penurunan berat prostat Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

18 18 (Bakke et al., 1978), berat testis(franca et al., 2006, Vinodini et al., 2008), sekresi testosteron (Giovambattista et al., 2003, Franca et al., 2006), FSH, T4 bebas, populasi sel leydig dan sel sertoli (Franca et al., 2006), menurunkan berat kelenjar hipofisis, kelenjar thyroid, kelenjar adrenal(bakke et al., 1978), konsentrasi asam askorbat pada testis (Vinodini et al., 2008) serta menghambat frekuensi ejakulasi (Hsu et al., 1990). MSG juga menginduksi peningkatan Luteneizing Hormon (LH) (Bakke et al., 1978, Franca et al., 2006), hyperleptinemia (Franca et al., 2006) dan peroksidasi lipida (Vinodini et al., 2008). Sedangkan pada hewan coba betina, MSG dapat menyebabkan penurunan densitas volume dan ukuran sel serta sekresi kortikotropin, thyrotropin dan LH gonadotropin (Camihort et al., 2004), menurunkan ukuran kelenjar adiposa, tingkat serum leptin dan trigliserida(camihort et al., 2004), sekresi FSH dan LH (Tafelski dana.lamperti, 1977). Sebaliknya MSG dapat meningkatkan serum prolaktin (Bakke et al., 1978) dan progesteron (Lamperti danblaha, 1979),. Pada tingkat ovarium MSG menginduksi penurunan jumlah folikel sekunder dan tertier akibat terjadinya peningkatan folikel atretik (Megawati et al., 2005). Selanjutnya ditemukan bahwa MSG dapat memperpendek periode diestrus yang disebabkan oleh terjadinya pemanjangan periode proestrus dan estrus, kerusakan pada sel granulosa (Megawati et al., 2005) serta penurunan jumlah korpus luteum (Megawati et al., 2005, Tafelski dana.lamperti, 1977). MSG juga menimbulkan degenerasi ovum, merusak Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

19 19 membran basalis dan menginduksi hipertrofi sel theca (Megawati et al., 2005, A.O.Eweka danom'iniabohs, 2007) dan atrofi zona granulosa (A.O.Eweka danom'iniabohs, 2007). Akibatnya proses pematangan folikel di ovarium menjadi terganggu sehingga menimbulkan peningkatan jumlah folikel atretik (Tafelski dana.lamperti, 1977), menghalangi pertumbuhan dan sekresi di ovarium (Rodriguez-Sierra et al., 1980). Pemberian MSG pada periode kehamilan dapat menurunkan berat badan naonatus(bakke et al., 1978, Hermanussen et al., 2006) dan menghambat perkembangan otak janin (Yu et al., 2006). Melihat luasnya dan bebasnya pemakaian MSG dalam kehidupan sehari-hari baik pada makanan maupun jajanan anak-anak, serta berdasarkan bukti-bukti penelitian bahwa MSG dapat merusak nukleus arkuata hipotalamus yang berdampak pada penurunan sekresi GnRH, FSH dan LH yang berdampak pada penurunan kadar hormon estrogen dan peningkatan hormon progesteron pada tikus betina (Tafelski dana.lamperti, 1977, Rodriguez-Sierra et al., 1980, Camihort et al., 2004, Megawati et al., 2005), maka penelitian ini disusun sedemikian rupa untuk mempelajari apakah perubahan hormonal pasca pemberian MSG, cukup signifikan untuk menginduksi perubahan histologi pada tingkat endometrium mencit (Mus Musculus L) galur DD Webster. 1.2 Rumusan Masalah Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

20 20 Bagaimana pengaruh pemberian MSG selama periode pra pubertas terhadap histologi endometrium mencit (Mus Musculus L). 1.3 Kerangka Teori MSG menyebabkan terjadinya kerusakan pada nukleus arkuata hipothalamus yang merupakan pusat pengaturan pelepasan hormon reproduksi. Kerusakan pada nukleus arkuata hipotalamus ini mengakibatkan penurunan sekresi GnRH sehingga mempengaruhi sekresi hormon-hormon gonadotropin ( FSH dan LH ) yaitu menjadi menurun. Pada tikus betina, FSH dan LH bekerja merangsang perkembangan pematangan ovarium sedangkan pada tikus jantan akan mempengaruhi testis. Penurunan FSH dan LH darah tentu saja akan mempengaruhi proses perkembangan dan pematangan folikel tersebut. Telah diketahui bersama bahwa ovarium mempunyai tugas untuk menghasilkan ovum dan mensekresi hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen mempengaruhi perkembangan organ seks wanita, proliferasi endometrium dan myometrium di uterus dan vagina. Hormon estrogen juga mempengaruhi mukosa tube fallopii yang berfungsi membawa ovum menuju uterus. Selain itu, hormon estrogen juga mempengaruhi panjang tulang dengan merangsang penutupan ephipisis, serta mendeposit lemak di jaringan. Penelitian Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

21 21 terdahulu yang dikemukanan oleh Vladmila Bojanic menunjukkan bahwa, dengan pemberian MSG pertumbuhan tikus menjadi kerdil dan mengganggu fungsi reproduksi. Selain itu pemberian MSG pada tikus betina menyebabkan terjadinya penurunan sekresi FSH dan LH sehingga menyebabkan menurunnya sekresi hormon estrogen yang kemudian berpengaruh dalam memperpendek siklus estrus tikus betina, sedangkan pada ovarium tidak ditemukan corpus luteum dan banyak folikel yang mengalami atretik (Lamperti danblaha, 1979, Rodriguez-Sierra et al., 1980, Megawati et al., 2005). MSG Hipotalamus; Kerusakan pada Nukleus Arkuata GnRH Hipofisis Anterior: Gonadotrof FSH & LH Testis Ovarium Testosteron Sel Leydig Sel Sertoli Spermatogenesis Ovulasi Sekresi estrogen Sekresi progesterone Organ seks Endometrium; Ketebalan epitel endometrium? Densitas kelenjar endometrium? Diameter pembuluh darah endometrium? Konfigurasi kelenjar Lokalisasi nuclear kelenjar Kepadatan stroma Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

22 22 Gambar 1. Pengaturan (regulasi) Hormonal Fungsi Sumbu Hipotalamus Gonad pada Tikus dan Kemungkinan Pengaruh yang Ditimbulkan oleh MSG Tanda (?) Menunjukkan Hal yang akan ditelah dalam Penelitian ini. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian MSG terhadap histologi endometrium mencit (Mus Musculus L) Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap histologi endometrium, meliputi mukosa endometrium, kelenjar endometrium dan pembuluh darah endometrium. 1.5 Hipotesis Ho; Konsumsi MSG tidak berpengaruh terhadap histologi endometrium Ha; Konsumsi MSG berpengaruh terhadap histologi endometrium 1.6 Manfaat Penelitian Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

23 23 1. Bila hasil penelitian ini menunjukkan bahwa MSG mempunyai pengaruh terhadap histologi endometrium, maka hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan kepada masyarakat dan produsen jajanan anak-anak dalam penggunaan MSG. 2. Dapat dijadikan referensi terhadap penelitian selanjutnya, terutama mengenai MSG dan hubungannya dengan sistem reproduksi wanita. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Monosodium Glutamat (MSG) Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium dari asam amino asam glutamate dan merupakan bentuk dari glutamate, yang banyak dipasarkan dalam bentuk kristal putih menyerupai gula atau garam (US. FDA, 1995). Asam glutamate dari MSG merupakan komponen asam amino atau campuran dari asam amino dan peptida, yang merupakan hasil dari hidrolisis enzim protein (S.Geha et al., 2000). MSG pertama sekali ditemukan oleh ahli kimia Jepang bernama Prof. Kikunae Ikeda dari Universitas Imperial Tokyo tahun Ia mengisolasikan ganggang laut Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

24 24 (Laminaria Japonica) menjadi bentuk kristal dan diidentifikasinya sebagai asam glutamate, dengan formula C5H9NO4. Ikeda menamakannya dengan umami, sebuah kata yang diambilnya dari kosa-kata bahasa Jepang, umai yang berarti lezat, karena umami dapat meningkatkan rasa lezat pada makanan(lindemann et al., 2002). Umami merupakan komponen substansi dari L-glutamate, inosine 5 -monophosphate (IMP) dan guanosine 5 -monophosphate (GMP), merupakan substansi glutamate yang dapat meningkatkan rasa dan berespon terhadap indra pengecapan manusia (Lindemann et al., 2002). Taste receptor cells (TRCs) merupakan sel epitel reseptor perasa, terdapat pada lidah, soft palatum dan epiglotis. Pada lidah, pucuk perasa ditemukan pada struktur yang disebut dengan taste papille. TRCs akan mendeteksi substansi kimia yang terdapat dalam makanan dan kemudian akan melepaskan sensori yang 8 menghantarkan informasi ke otak (Pulido danbigiani, 2005). mglur4 gabungan dari G protein-coupled reseptors (GPCRs) merupakan reseptor perasa di lidah yang spesifik berespon terhadap glutamate. Reseptor ini bekerja dengan cara memutuskan ikatan L-glutamate, sehingga L-glutamate berada dalam bentuk bebas. Dan reseptor akan menangkap substansi glutamate, kemudian akan dihantarkan ke otak dan otak akan mempresentasikan rasa dalam makanan menjadi lebih nikmat (Chaudhari et al., 2005 ). Kandidat lain yang merupakan reseptor umami adalah T1R1 dan T1R3 heteromer. Pada tikus reseptor heteromere ini Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

25 25 berespon terhadap asam amino yang terdapat dalam makanan, tetapi pada manusia reseptor akan berespon terhadap L-glutamate yang ditingkatkan lagi dengan adanya IMP (Nelson et.al, 2002 in L.Bernd et.al, 2002) Metabolisme Monosodium Glutamate Metabolisme asam amino non essensial termasuk glutamate, menyebar luas didalam jaringan tubuh. Telah dilaporkan bahwa 57% dari asam amino yang di absorbsi dikonversikan menjadi urea melalui hati, 6% menjadi plasma protein, 23% absorpsi asam amino melalui sirkulasi umum sebagai asam amino bebas, dan sisanya 14% tidak dilaporkan dan diduga disimpan sementara didalam hati sebagai protein hati (M.N.Munro, 1979). Glutame yang diberikan kepada hewan coba melalui oral akan dibawa oleh sirkulasi vena portal menuju hati dan kemudian dialirkan kedalam pembuluh darah periver (Lewis D.Stegink; L.J.Filer, 1973). Pemberian MSG secara parenteral akan memberikan efek berbeda bila diberikan per oral, karena pemberian MSG secara parenteral tidak melalui usus dan vena portal. Sedangkan pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus ke sirkulasi portal dan hati. Hati mempunyai kesanggupan untuk memetabolisme asam glutamat. Oleh karena itu, apabila pemberian glutamate melebihi kemampuan kapasitas hati untuk proses metabolismenya, maka akan dapat menyebabkan peningkatan glutamate plasma (Lewis D.Stegink; L.J.Filer, 1973). Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

26 Efek Negatif dari MSG a. MSG sebagai Excitotoxins Excitotoxin digambarkan sebagai asam amino seperti sisteine, aspartam dan glutamat yang jika bekerja pada neuron akan menyebabkan neuron tersebut overstimulate dan mati (Gold, 1995). Glutamat merupakan neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi antar sel-sel otak. Normalnya, bila terjadi kelebihan glutamat, glutamat akan dipompakan kembali ke dalam sel-sel glia yang mengelilingi neuron. Sebab, bila neuron terekspose dengan glutamat dalam jumlah besar, maka sel tersebut akan mati. Glutamat membuka Ca 2+ channel neuron sehingga Ca 2+ dapat masuk ke dalam sel. Sejumlah reaksi kimia terjadi di dalam sel yang sering kali memicu pelepasan bahan-bahan kimia, menstimulasi neuron yang berhubungan dan seterusnya. Salah satu hasil dari reaksi kimia di neuron adalah asam arachidonat. Asam arachidonat kemudian bereaksi dengan 2 enzym yang berbeda, melepaskan radikal bebas seperti hydroxyl radical. Hydroxyl radical inilah yang dapat membunuh sel-sel otak. Bila kadar glutamat menjadi berlebih, Ca 2+ channel akan tetap terbuka sehingga reaksi kimia yang terjadi juga akan semakin meningkat mengawali pengrusakan sel tersebut dan sel-sel yang berdekatan yang memiliki reseptor glutamat (Gold, 1995). Secara normal, otak dilindungi oleh blood brain barrier yang mencegah berlebihnya jumlah glutamat di otak. Namun ada beberapa tempat di otak yang tidak Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

27 27 dilindungi oleh blood brain barrier termasuk hipothalamus, organ circumventricular, bagian dari batang otak, dan kelenjar pineal, suatu kelenjar yang mengkontrol produksi hormon melatonin dan menghentikan pelepasan luteinizing hormon (LH) (Gold, 1995). b. Beberapa gejala yang ditimbulkan oleh MSG Banyak efek yang tidak menyenangkan dapat ditimbulkan oleh MSG, diantaranya Chinese restaurant syndrome, meliputi; rasa terbakar di dada, bagian belakang leher, dan lengan bawah; kebas-kebas pada bagian belakang leher yang menjalar ke lengan dan punggung; perasaan geli, hangat dan kelemahan di wajah, punggung atas, leher dan lengan, sakit dada, sakit kepala, mual, jantung berdebardebar, sulit bernafas (bronchospasme), kelemahan, mengantuk (US. FDA, 1995) Fungsi Reproduksi Mamalia Fungsi Hormonal Hypothalamus Fungsi reproduksi manusia diatur oleh Hipothalamus. Sebagai pusat pengaturan homeostasis, hipothalamus mengatur pengeluaran hormon yang bekerja pada gonad. Gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang disekresikan dari hipothalamus akan berikatan dengan reseptor gonadotrophs di hipofisis anterior merangsang pengeluaran gonadotropine hormon (LH dan FSH) masuk ke dalam aliran darah menuju gonad. Di gonad, LH dan FSH menstimulasi sekresi hormon steroid Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

28 28 reproduksi seperti testosteron, estrogen dan progesteron. Hormon reproduksi menghambat sekresi GnRH dan gonadotropin hormon melalui umpan balik negatif (Bowen, tt). Jumlah GnRH dan LH bervariasi dari beberapa hari ke satu jam atau lebih. Pada wanita, frekuensi pulsasi jelas berhubungan dengan tahapan siklus. Sejumlah hormon mempengaruhi sekresi GnRH, dan kontrol positif negatif melalui sekresi GnRH dan gonadotropin biasanya lebih komplek. Organ reproduksi mensekresi setidaknya 2 tambahan hormon yaitu inhibin dan activin yang secara selektif menghambat dan mengaktifasi sekresi FSH dari hipofisis (Sheerwood, 2004) Gonadotropin Releasing Hormon Luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) disebut juga hormon gonadotropins karena menstimulasi gonad. Gonad memang bukan organ essensial untuk hidup, tetapi essensial untuk reproduksi. Ada 2 hormon yang disekresikan dari sel-sel hipofisis anterior gonadotroph. Sebagian besar sel gonadotroph hanya mensekresikan LH atau FSH, tetapi sebagian lagi mensekresikan kedua hormon (Sheerwood, 2004). Kedua hormon ini hanya berpengaruh di testis dan ovarium. Bersama keduanya mengatur fungsi reproduksi laki-laki dan perempuan (Sheerwood, 2004) Luteneizing Hormon (LH) Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

29 29 Pada laki-laki dan perempuan, LH menstimulasi sekresi hormon steroid dari organ reproduksi. Pada testis, LH berikatan dengan reseptornya di interstitial sel (sel Leydig), menstimulus sintesa dan sekresi testosteron. Sedangkan sel-sel theca di ovarium akibat stimulasi LH, mensekresikan testosteron.yang kemudian diubah menjadi estrogen oleh sel granulosa. Pada wanita, pelepasan dari sel telur yang matang di ovarium dipicu oleh lonjakan sekresi LH yang besar dikenal sebagai preovulatory LH surge. Sel-sel sisa dalam folikel ovarium berproliferasi menjadi corpus luteum, yang kemudian mensekresikan hormon steroid progesteron dan estradiol. Progesteron menyebabkan pertambahan vaskular dinding endometrium dan penting untuk mempertahankan kehamilan. Pada sebagian mamalia, LH diperlukan untuk melanjutkan perkembangan dan fungsi corpus luteum. Penamaan Luteinizing hormon berasal dari pengaruh perangsangan luteinisasi dari folikel ovarium (Bowen, tt) Follicle Stimulating Hormone (FSH) Seperti namanya, FSH menstimulasi pematangan folikel ovarium. Primary folikel yang terdiri atas satu lapis sel, oleh FSH akan berkembang menjadi folikel sekunder yang ditandai dengan terbentuknya sel-sel granulosa. Pemberian FSH kepada manusia dan hewan memacu superovulasi, atau perkembangan folikel ovarium Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

30 30 matang lebih dari jumlah yang biasanya. FSH juga berguna untuk spermatogenesis. FSH melekat pada reseptornya di sel Sertoli, untuk mendukung pematangan sel-sel sperma. (Bowen, tt) Hormon yang Dihasilkan di Ovarium Progesteron Progesteron adalah hormon steroid yang disekresi oleh korpus luteum, placenta dan sejumlah kecil dari folikel. Hormon ini berperan dalam peristiwa menstruasi serta kehamilan. Progesteron sama halnya seperti hormon steroid yang lain, disintesis dari pregnenolone, suatu derivat kolesterol. Dua persen progesteron beredar dalam plasma dalam bentuk bebas, sedangkan 80% berikatan dengan albumin dan 18% berikatan dengan corticosteroid-binding globulin (Ganong, 2003). Pada pria kadar progesteron di dalam plasma sekitar 0,3 ng/ml. Sedangkan pada wanita kadarnya mencapai 0,9 ng/ml selama fase follikular siklus haid. Perbedaan ini berhubungan dengan sekresi sejumlah kecil progesteron oleh sel dalam folikel ovarium. Sel theca mensekresikan pregnenolon ke sel granulosa, yang diubah menjadi progesteron (Ganong, 2003). Diakhir fase luteal, sekresi progesteron mulai meningkat. Selama fase luteal korpus luteum memproduksi sejumlah besar progesteron. Kadar maksimum dalam plasma mencapai 18 ng/ml. Pada kehamilan, progesteron mencapai ng/ml, dan menjadi sangat rendah setelah parturisi dan selama masa laktasi. Efek stimulasi Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

31 31 LH terhadap sekresi progesteron oleh korpus luteum berhubungan dengan aktivasi dari adenyl cyclase (Ganong, 2003). Estrogen Sama halnya dengan testosterone dan progesteron, estrogen juga merupakan hormon steroid. Nama lain dari estrogen 17β-estradiol, estrone dan estriol. Sel theca mempunyai banyak receptor LH, dan LH bekerja melalui camp untuk meningkatkan pengubahan kolesterol menjadi androstenedione. Beberapa androstenedione diubah menjadi estradiol, yang kemudian memasuki sirkulasi darah. Sel-sel theca juga mensuplai androstenedone ke sel-sel granulosa. Sel-sel granulose memiliki banyak reseptor FSH, dan FSH memfasilitasi sekresi estradiol dengan aktivasi camp untuk meningkatkan aktivasi aromatisasi. Sel granulosa yang matang juga memiliki reseptor LH, dan LH juga menstimulasi produksi estradiol. (Ganong, 2003) Dua persen estradiol beredar bebas di dalam darah, 60% berikatan dengan albumin dan 38% berikatan ke gonadal sterod binding globulin (GBG) yang juga mengikat testosterone. Sebagian besar estrogen diproduksi dari ovarium. Kadar puncak estrogen pada saat sebelum ovulasi dan saat pertengahan fase luteal. Kecepatan sekresi pada fase folikular awal 36 μg /hari, sebelum ovulasi 380 μg/hari dan 250 μg/hari selama fase mid luteal. Setelah menopause sekresi estrogen menurun kadarnya. Pada pria kecepatan produksi estradiol 50 μg/hari (Ganong, 2003). Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

32 32 Estrogen merangsang pertumbuhan follikel ovarium dan meningkatkan motilitas tuba fallopi. Estrogen meningkatkan aliran darah uterus dan mempunyai efek penting pada otot polos uterus. Pengobatan jangka panjang dengan sediaan estrogen menyebabkan hipertrofi endometrium (Ganong, 2003) Estrogen menurunkan sekresi FSH melalui umpan balik negatif (negative feed back). Sedangkan pada sekresi LH, di satu sisi estrogen menghambat LH melalui umpan balik negatif, disisi lain juga meningkatkan sekresi LH melalui mekanisme umpan balik positif (Ganong, 2003) Siklus Menstruasi Siklus menstruasi diawali oleh pematangan sel telur di ovarium. FSH dan LH disekresikan dari hipofisis anterior menuju ke gonad. FSH akan berikatan dengan reseptornya di sel folikel. Pada awal tahap perkembangan folikel, FSH disekresikan lebih banyak daripada LH. Sel-sel granulosa yang terbentuk akan mensekresikan estrogen. Estrogen menyebabkan proliferasi dinding endometrium. Pada masa ini endometrium disebut berada dalam fase proliferasi. Semakin tua folikel, semakin banyak terbentuk sel-sel granulosa, semakin tinggi pula kadar estrogen di dalam darah. Tingginya kadar estrogen menekan sekresi FSH oleh hipofisis anterior, sehingga semakin lama, kadar FSH di dalam darah semakin menurun (Sheerwood, 2004). Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

33 33 Diakhir pematangan sel folikel, terjadi kenaikan estrogen yang tiba-tiba sehingga terjadi penurunan FSH yang drastis diikuti dengan lonjakan LH (LH surge) yang tiba-tiba pula. LH merangsang enzim pencernaan dari ovum yang matang untuk dapat menembus dinding folikel, sehingga terjadi ovulasi. Folikel yang pecah akan berubah menjadi corpus luteum (Sheerwood, 2004) Corpus luteum akan mensekresikan progesteron dan estrogen. Progesteron akan berikatan dengan reseptornya di dinding endometrium sehingga menambah vascularisasi dinding endometrium Pada masa ini endometrium dikatakan berada dalam fase proliferasi. Efek dari kedua hormon ini, estrogen dan progesteron akan mempersiapkan uterus untuk menerima hasil konsepsi tempat implantasi hingga fetus siap untuk dilahirkan (Sheerwood, 2004). Dengan semakin banyaknya progesteron disekresikan, maka hormon ini akan memberikan negatif feedback kepada hipofisis untuk menghentikan sekresi LH. Menurunnya kadar LH dalam darah menyebabkan corpus luteum berubah menjadi corpus albican. Sekresi progesteron dan estrogen pun akan semakin menurun di dalam darah. Menurunnya kadar estrogen dan progesteron mengakibatkan vaskularisasi dinding endometrium berkurang sehingga sel-sel endometrium menjadi nekrosis dan akhirnya luruh sebagai darah. Dengan menurunnya kadar progesteron dan estrogen di dalam darah memberi positif feedback ke hipothalamus dan hipofisis anterior untuk kembali mensekresikan gonadotropin releasing hormon dan Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

34 34 gonadotropin hormon (FSH dan LH) untuk memulai pematangan sel folikel yang baru sebagai awal siklus mentruasi berikutnya. Pada masa ini endometrium dikatakan dalam fase menstruasi (Sheerwood, 2004). Siklus menstruasi pada manusia analog dengan siklus estrus pada mencit. Hanya saja siklus estrus pada mencit ada 4 tahap, secara berturut-turut adalah ; fase metestrus, diestrus, proestrus, dan estrus. Adapun karakteristik dari setiap fase dapat dilihat dengan melakukan vaginal smear (Rugh, 1968). Fase proestrus, ditandai dengan berkembangnya secara aktif saluran genital, uterus membengkak, orifisium vagina terbuka,secara mikroskopis tampak nukleus membesar dan banyak tetapi sedikit sel epitel. Durasi 1 sampai 1,5 hari. Fase estrus atau disebut juga heat, ditandai dengan vulva tampak bengkak dan padat, orifisium vagina terbuka, tidak ada leukosit tetapi terdapat sel epitel dalam jumlah yang banyak. Durasi 1 3 hari. Pada fase metestrus, terjadi perubahan degeneratif pada saluran genitalia, secara mikroskopis tampak sedikit leukosit dan sel epitel. Fase ini berlangsung 1-5 hari. Sedangkan fase diestrus merupakan periode pertumbuhan yang lambat, ditandai dengan adanya mukosa pada vaginal smear, secara mikroskopis tampak leukosit dan sel epitel. Berlangsung selama 2-4 hari (Rugh, 1968) Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

35 35 Gambar 2 Perubahan Yang Terjadi Selama Siklus Menstruasi Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

36 Uterus Uterus mencit (Mus-Musculus) mempunyai bentuk yang berbeda dengan uterus manusia. Uterus mencit mempunyai 2 buah tanduk dan 1 bagian ekor. Bentuk uterus menyerupai huruf Y dengan tangkai yang sangat pendek. Bagian terbesar pada jaringan ini merupakan sebuah otot, dengan dinding terluar berbentuk longitudinal dan disusun oleh serat otot polos. Sedangkan dinding sebelah dalam berbentuk sirkular dan juga disusun oleh serat otot polos (Rugh, 1968). Bagian yang membungkus uterus disebut dengan kolumnar epitelium, yaitu sejumlah kelenjar uterus yang berbentuk seperti spiral (Rugh, 1968). Endometrium merupakan lapisan mukosa, yang terdiri dari lamina propria, serat epithelium, kelenjar uterus dan memiliki banyak pembuluh darah. Pada endometrium terdapat sel poridermal yang berukuran kecil, tetapi bila mencit dalam keadaan hamil, akan berubah menjadi sel desidua yang berukuran besar, tersusun membentuk plasenta (Rugh, 1968). Myometrium, merupakan bagian peripheral, terdiri dari otot sirkular, sebuah lapisan yang berhubungan dengan jaringan, memiliki pembuluh darah dan pembuluh lymph, yang kemudian diakhiri oleh otot berbentuk longitudinal (Rugh, 1968). Dinding uterus terluar ditutupi oleh sebuah membran serosa, yang berhubungan dengan tanduk uterus ke ligament (Rugh, 1968). Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

37 37 Bagian ekor dan tanduk pada uterus mencit, hanya di pisah oleh sebuah septum yang terdiri dari otot longitudinal, dan berhubungan dengan jaringan. Elemen jaringan pada bagian ekor ini tidak mempunyai tempat bagi untuk peristiwa implantasi. Jaringan bagian ekor berbentuk kuboid(rugh, 1968) Korpus uteri menyambung kedalam saluran vagina yang pendek tepatnya pada bagian pertengahan dorsal dan pertengahan sumbu dindang bagian ventral pada dinding vagina (Rugh, 1968) Histologi Endometrium Endometrium merupakan lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus. Endometrium berupa membran tipis, berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat terlihat banyak sekali lubang-lubang kecil ; yaitu ostia kelenjar-kelenjar uterus. Akibat adanya perubahan siklus berulang yang terjadi selama masa reproduksi, ketebalan endometrium sangat berfariasi, yaitu 0,5mm 5mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang mengandung banyak pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari selapis sel torak yang tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Selama sebagian besar siklus endometrium, nukleus yang yang oval terletak dibagian bawah sel, namun tidak terlalu dekat ke membran basal seperti pada endoserviks. Sel-sel bersilia terletak pada potongan-potongan tersendiri. Arah gerak Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

38 38 silia pada tuba fallopii maupun uterus ternyata sama, yaitu mengarah kebawah ujung tuba yang mempunyai fimbria menuju osteo eksterna. Pada monograf klasik karangan Hitscmann dan Adler (1908), endometrium digambarkan terus menerus mengalami perubahan yang dikontrol oleh hormon pada tiap siklus ovarium, yaitu hormon estrogen, progesteron dan LH. Jaringan ikat endometrium diantara epitel permukaan dan miometrium adalah stroma mesenkim. Segera setelah menstruasi, stroma terdiri dari sel-sel yang tersusun rapat dengan nukleus berbentuk oval dan kumparan, dengan sitoplasma yang sangat sedikit. Beberapa hari sebelum terjadi menstruasi, sel stroma biasanya membesar dan menjadi lebih vesikular, seperti sel-sel desidua dan bersamaan dengan itu terjadi infiltrasi leukosit difus.(cunningham et al., 2006) Perubahan histologis endometrium diinduksi oleh hormon-hormon steroid seks, terjadi mengikuti siklus ovarium setiap bulannya (Cunningham et al., 2006). Pada fase proliferatif dini endometrium, dua pertiga endometrium stratum fungsionale luruh dan dikeluarkan sewaktu menstruasi. Reepitelisasi endometrium dan revaskularisasi berlangsung pada hari kelima menstruasi. Pada saat ini ketebalan mukosa endometrium kira-kira 0,5 mm(junqueira dancarneiro, 2007). Kelenjar endometrium masih berupa struktur tubular sempit dengan bentuk hampir lurus sejajar satu dengan lainnya, dengan pembuluh darah yang banyak dan tampak jelas, tetapi tidak terjadi ekstravasasi darah (Cunningham et al., 2006). Pada fase Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

39 39 proliferatif lanjut, mukosa endometrium sudah lebih tebal, kira-kira mencapai 2-3 mm(junqueira dancarneiro, 2007). Hal ini terjadi karena hiperplasia kelenjar dengan bentuk yang berkelok-kelok dan semakin tinggi. Pada fase sekresi (fase luteal) dimulai setelah ovulasi dan dipengaruhi oleh hormon estrogen yang disekresi oleh korpus luteum. Perubahan histologi endometrium yang terjadi pada fase ini adalah kelenjar-kelenjar endometrium menjadi sangat berkelok-kelok, mukosa endometrium mencapai ketebalan maksimal, yaitu 5mm, yang diakibatkan oleh akumulasi sekret dan edema stroma (Junqueira dancarneiro, 2007). Selain terjadi pertumbuhan mukosa dan kelenjar di endometrium, arteri spiralis di endometrium juga mengalami peningkatan ukuran panjang, bahkan lebih cepat dari pertumbuhan kelenjar, sehingga menyebabkan arteri spiralis ini menjadi semakin berkelok-kelok dan terkadang terjadi vasodilatasi (Cunningham et al., 2006). Pada fase menstruasi kadar estrogen dan progesteron menurun dengan cepat, menyebabkan kontraksi pada arteri spiralis dan menyumbat aliran darah. Sehingga menyebabkan iskemi dan nekrosis dinding arteri dan lapisan fungsionalis endometrium. Hal ini menyebabkan terjadinya perdarahan yang diikuti dengan terlepasnya sebagian lapisan fungsional endometrium, dan sisa endometrium mengkerut akibat hilangnya cairan interstitial (Junqueira dancarneiro, 2007) Pengaruh MSG Terhadap Reproduksi Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

40 40 MSG menyebabkan ablasi nukleus arkuata dan nukleus ventromedial dalam hipothalamus. Kedua area ini mengatur asupan makanan (food intake), perilaku seks (sex behaviour) dan fungsi reproduksi (reproductive function) (Camihort et al., 2004, Giovambattista et al., 2003). Gambaran morfometrik sel-sel hipofisis anterior mencit betina yang diberi MSG, dengan pemeriksaan imunohistokimia terlihat adanya penurunan ukuran sel densitas dan volume sel dari LH gonadotropes, corticotropin, thyrotropin pada mencit jantan yang disuntik dengan MSG. Sedangkan FSH gonadotrope terjadi juga perubahan dari ketiga komponen, walaupun secara statististik tidak bermakna (Camihort et al., 2004). Hiperplasia dan pengecilan ukuran dari LH gonadotrope dan FSH gonadotrope, menyebabkan penurunan sekresi luteinizing hormon (LH) dan follicle stimulating hormon (FSH) ke dalam darah. Dengan berkurangnya kadar LH dan FSH di dalam darah (Camihort et al., 2004, Giovambattista et al., 2003, Franca et al., 2006) maka yang sampai ke target organ juga tidak memadai untuk mendukung perkembangan gonad (sehingga terjadi hipogonadisme) Biologi Reproduksi Mencit Ciri Reproduksi Umum Pematangan seksual mencit (Mus Musculus) betina sangat cepat yaitu pada umur 4-7 minggu. Mencit memasuki periode pubertas dan memulai siklus estrus pada umur hari atau rata-rata pada umur 5 minggu dan mengalami poly estrus. Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

41 41 Tahap siklus estrus terdiri dari pro-estrus, estrus, met-estrus dan di-estrus. Panjang siklus estrus rata-rata 4 hari atau sekitar 2 9 hari dengan periode estrus hanya berlangsung sekitar jam. Hewan ini baru mencapai tahap dewasa kawin pada umur 8-10 minggu, dengan masa reproduksi ekonomis antara 9-12 bulan. Berat badan pada saat dimulainya periode kawin tersebut berkisar antara gram. Kopulasi pada masa reproduksi ekonomis akan menurunkan fertilitas (Zutphen et al., 2001). Ciri reproduksi terpenting dari hewan ini diringkas pada Tabel 1. Tabel 1 Ciri Reproduksi Terpenting Mencit Betina (Zutphen et al., 2001) Parameter Berat lahir Berat dewasa Berat sewaktu di sapih Temperatur tubuh Harapan hidup (life span) Konsumsi makanan Konsumsi minuman Usia pubertas Usia dewasa seksual Lama siklus estrus Durasi periode estrus Lama kehamilan Jumlah anak perkelahiran (litter size) Umur siap sapih Umur reproduksi ekonomis Ukuran Normal 0,5 1,5 g g 10 g 36, C 1 2 tahun 15 g/100 g berat badan/ hari 15 ml/ 100g berat badan/ hari 5 mgg 8 10 mgg 4 hari (2-9) hari jam 19 hari (18 21 hari) 6 12 ekor hari 9 12 bulan Rosanti Muchsin : Pengaruh Pemberian Monosodium Glutamate Terhadap Histologi Endometrium Mencit (Mus Musculus L), 2009.

42 42 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Histologi Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilakukan selama 3 (tiga) bulan, dari bulan Mei sampai dengan Juli Bahan dan Alat Penelitian Bahan Penelitian Bahan biologis. Bahan biologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit betina (Mus musculus L) strain DD Webster berumur 10 hari. Mencit betina merupakan hasil perbanyakan hewan koloni induk stok di Rumah Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta (UGM). Sebanyak 24 ekor mencit betina diperoleh dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus t(r 1) 20 (Sugandi, 1994). Jika t adalah jumlah kelompok ( dalam penelitian ini ada 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ) dan r adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah r yang diharapkan (teoritis) adalah sebesar 11 ekor per kelompok.

43 43 Litter yang berasal dari induk betina, pada usia 9 hari diperiksa untuk penentuan jenis kelamin. Semua keturunan F1 jantan yang sama tanggal lahirnya dikeluarkan dari litter. Litter betina F1 yang digunakan sebagai subjek dalam penelitian. Pada bagian badan dan ekor litter diberi tanda warna hitam untuk kelompok kontrol dan warna merah untuk kelompok perlakuan. Semua litter F1 baik yang jantan maupun yang betina tetap disusui induk sampai usia sapih (21 hari). Bahan Kimia. Bahan kimia yang diuji pengaruhnya terhadap histologi endometrium 26 dalam penelitian ini adalah monosodium glutamate murni (Sigma) yang dilarutkan dengan aquadest. Bahan lain yang diperlukan untuk keperluan pembuatan apusan vagina dan sediaan histologi antara lain; metilen blue, buffer formalin 10%, parafin pellet (titik leleh o C), albumin Mayer (sebagai adhesive jaringan pada permukaan gelas objek), xylol (untuk hydrasi sayatan yang sudah ditempelkan pada slide), alkohol absolut, alkohol 95%, 80%,70%, 50% (untuk hidrasi sayatan dari aceton), aceton (untuk hidrasi sayatan dari air) Semua bahan kimia yang akan digunakan adalah grade analitik (pa grade) dan diperoleh dari Merck. Pemeliharaan Hewan Coba. Selama perlakuan, mencit ditempatkan bersama dengan induk (satu induk per kandang) sampai usia sapih (umur 21 hari), dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 30 x 20 x 10 cm), ditutup dengan kawat kasa halus. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 1 cm dan diganti setiap dua hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul sampai

44 44 dengan pukul 06.00), sedangkan temperatur dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial kode 511 diperoleh dari PT. Charoen Pokphand) dan minum (air PAM) disuplai setiap hari secara berlebih Peralatan Utama Penelitian Alat utama yang digunakan dalam peneitian terdiri atas timbangan kasar (untuk timbang BB mencit) merk Ohaus USA, jarum gavage (untuk memberikan msg secara oral), timbangan (balance) analitik dengan ketelitian 0,01 gram merk Sartorius Bp 160 P, disecting set, kertas saring, oven (membuat blok parafin), microtechnique set (penyayatan sediaan histologi endometrium ), water bath, object glass ( gelas objek ), meja pemanas (hot plate) merk Cimarec 2 USA, cover glass (gelas penutup), mikrometer (untuk mengukur ketebalan sel mukosa dan diameter pembuluh darah endometrium) dan mikroskop cahaya merk olympus Japan Disain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu true eksperimen, yang didisain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Eksperimen terdiri atas dua kelompok, yaitu kelompok kontrol (diberikan cairan aquades 0,1cc) dan

45 45 kelompok perlakuan (diberi MSG 6mg/gr BB + aquades 0,1cc), masing-masing terdiri atas 12 mencit betina. Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan Pemberian Perlakuan Mencit betina berumur 10 hari ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan kasar. Dua belas ekor mencit yang termasuk ke dalam kelompok perlakuan diberikan MSG 6 mg/gr berat badan dilarutkan dengan aquabidest 0,1ml. MSG ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik, kemudian MSG yang telah dilarutkan dengan aquadest 0,1 ml diberikan secara oral kepada mencit perlakuan dengan menggunakan jarum gavage. Sedangkan 12 ekor mencit lainnya hanya diberikan aquades dengan volume yang sama (0,1 ml). Perlakuan ini diulang kembali pada umur mencit 12, 14, 16 dan 18, 20, 22, 24, 26, 28, 30 hari. Mencit tetap disusui induknya hingga usia sapih. Pada usia 21 hari mencit perlakuan dan kontrol dipisahkan dari induknya Pembuatan Sediaan Histologi Endometrium Setelah usia 31 hari mencit perlakuan dan kontrol ditimbang berat-badan nya, dilakukan vaginal swab untuk mengetahui siklus estrusnya. Kemudian dieksekusi dengan cara dislokasi leher. Mencit dieksekusi saat berada pada

46 46 masing-masing siklus estrus, yaitu 3 ekor di eksekusi pada fase proestrus, 3 ekor pada fase estrus, 3 ekor pada fase metestrus dan 3 ekor pada fase diestrus. Kemudian abdomen dibuka, diambil uterus nya dengan hati-hati dengan cara menggunting tepat pada bagian istmus tuba fallopii kiri dan kanan (yaitu bagian yang paling dekat dengan uterus), dan pada bagian ekor (batas antara cervix dan uterus). Kemudian uterus dibersihkan dari seluruh ligamen yang melekat padanya. Selanjutnya uterus dibersihkan dari darah yang masih melekat, menggunakan kertas saring dengan satu kali tekanan. Kemudian berat uterus utuh ditimbang dengan menggunakan timbangan grade analitik dan selanjutnya dipisahkan antara tanduk uterus kiri dan kanan, kemudian segera dimasukkan kedalam botol yang berisi larutan fixative buffer formalin 10%, direndam selama jam (Douglas W. Cromey, 2004). Botol yang berisi larutan fiksatif sebelumnya sudah diberi label untuk kedua kelompok pada setiap fase nya dan antara uterus kiri dan kanan. Sediaan histologi endometrium dibuat sebagai berikut; 1. Jaringan uterus yang sudah dipisahkan antara tanduk kiri uterus dengan tanduk kanannya difiksasi dengan larutan buffer formalin 10% 2. Kemudian dipotong menjadi 3 bagian, yaitu caput, corpus dan cauda. 3. Jaringan yang sudah dipotong menjadi tiga bagian dimasukkan ke dalam cairan aceton selama 3 x 20manit. Berujuan untuk menghilangkan air yang melekat pada organ.

47 47 4. Kemudian dimasukkan ke dalam xylol selama 1 jam. Hal ini bertujuan untuk membersihkan organ dari aceton. 5. Parafin dipanaskan didalam oven 6. Organ dari xylol dimasukkan kedalam paravin oven selama 3 jam. 7. Kemudian parafin didinginkan didalam blok parafin sampai kering. 8. Setelah kering, parafin dipotong dengan menggunakan mikrotom putar setebal 5µm, uterus kiri dipotong secara cross sectional dan uterus kanan secara longitudinal. 9. Hasil pemotongan dimasukkan kedalam water bath berisi aquabidest yang sudah dihangatkan sampai suhu 45 C - 50 C. 10. Objek glass diolesi dengan albumin Mayer untuk merekatkan sayatan organ ke objek glass. Dan sayatan yang berada di water bath diambil dengan menggunakan objek glass yang sudah diolesi dengan albumin mayer tersebut. 11. Sayatan yang sudah berada di atas objek glass dibiarkan kering selama 12 jam. 12. Setelah kering, dilakukan pewarnaan dengan menggunakan hematoksilin eosin. (Sipahutar, 2009, Arief, 2007) Cara Melakukan Pewarnaan

48 48 1. Slide dimasukkan kedalam cairan xylol I dengan permukaan yang mengandung sayatan menghadap kedepan, biarkan selama 5 menit 2. Untuk lebih membersihkan sayatan dari parafin, sayatan dipindahkan ke dalam xilol II selama 5 menit. 3. Slide dipindahkan lagi kedalam cairan xylol : alkohol absolut dengan perbandingan 1 : 1. Hal ini bertujuan untuk larutan dari cairan 1 tidak terlalu banyak bercampur dengan larutan berikutnya. 4. Pindahkan slide kedalam larutan alkohol absolut selama 5 menit, kemudian ke alkohol 95% dan seterusnya sampai ke alkohol 50% selama 10 menit. 5. Pindahkan slide ke dalam akuades selama 10 menit 6. Slide di masukkan didalam larutan pewarna hematoksilin selama 2 3 menit 7. Bilas slide dengan akuades sebanyak 2 kali. 8. Slide di pindahkan ke dalam eosin selama 30 detik 9. Slide dipindahkan berturut-turut ke alkohol 70% sampai ke alkohol absolut dengan waktu yang sama. 10. Slide dipindahkan lagi ke Xilol I dan II, masing-masing selama 5 menit (Sipahutar, 2009) Cara Melakukan Penutupan 1. Slide diangkat dari xilol II dan langsung diteteskan dengan canada balsam.

49 49 2. Kaca penutup diambil dan diletakkan diatas canada balsam secara perlahan-lahan dan dibiarkan kering (Sipahutar, 2009) Pengamatan Sediaan Histologi 1. Histologi endometrium berasal dari mencit usia pubertas yang dieksekusi pada saat fase pro estrus, estrus, met estrus dan diestrus. 2. Histologi endometrium yang diamati pada fase pro estrus berjumlah 3 ekor, fase estrus 3 ekor dan fase met estrus 3 ekor, sedangkan pada fase diestrus 3 ekor. Jumlah yang sama baik pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. 3. Tanduk uterus kiri di potong dengan cara pemotongan cross sectional, untuk mengamati ketebalan epitel endometrium, diameter pembuluh darah dan densitas kelenjar endometrium. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikrometer yang ditempelkan kedalam lensa okuler mikroskop cahaya, dengan pembesaran okuler 40x dan pembesaran objektif 40x.

50 50 4. Sedangkan tanduk kanan di potong dengan cara pemotongan longitudinal section, untuk mengamati konfigurasi kelenjar endometrium, lokalisasi nuklear kelenjar dan kepadatan stroma. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran okuler 10x dan pembesaran obyektif 40x. 5. Pengamatan dilakukan pada kedua kelompok (kontrol dan perlakuan) 6. Setiap tanduk uterus diamati pada 3 titik, yaitu cervical, corpus dan cauda. 7. Satu titik terdiri dari 5 sayatan 8. Satu sayatan dilakukan 4 kali pengulangan pengamatan, yaitu bagian atas, bawah, kiri dan kanan. 9. Pada setiap slide dilakukan 20 kali pengulangan pengamatan Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD). Untuk mengetahui pengaruh MSG terhadap ketebalan epitel endometrum, diameter pembuluh darah, densitas kelenjar, berat uterus utuh, kepadatan stroma, lokalisasi nuklear kelenjar dan konfigurasi kelenjar. Uji statistik yang digunakan adalah uji t-test independent dan Anova. Uji t-test independent digunakan untuk menguji perbandingan berat badan antara kelompok perlakuan dan kontrol, perbandingan ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, kepadatan stroma, densitas kelenjar antara kelompok perlakuan

51 51 dan kontrol tanpa memandang fase estrus, perbandingan setiap parameter dengan memandang fase estrus dan perbandingan berat uterus utuh antara kelompok perlakuan dan kontrol. Sedangkan uji anova digunakan untuk melihat perbandingan setiap parameter pada bagian caput, corpus dan caudal. Analisa data dilakukan dengan menggunakan microsoft excel Hasil dikatakan ada perbedaan secara signifikan jika nilai p value < 0, Jadwal Penelitian Keseluruhan kegiatan penelitian dari tahap persiapan sampai dengan menyusun laporan hasil akan memakan waktu 9 minggu. Tabel pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut; Tabel 2. Pelaksanaan Penelitian No. Kegiatan Minggu Ke Persiapan 2 Pemberian perlakuan 3 Pengamatan 4 Analisa Data 5 Penulisan hasil

52 52 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

53 53 Setelah dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop cahaya dan melakukan pengukuran untuk mengukur ketebalan epitel dan diameter pembuluh darah dengan menggunakan micrometer, serta menghitung densitas kelenjar, kepadatan stroma dan konfigurasi kelenjar, doperoleh hasil sebagai berikut; Perbandingan ketebalan epitel pada fase metestrus, diestrus, proestrus dan estrus pada bagian caput, corpus dan caudal antara kelompok perlakuan dan control. P K 350 Perbandingan Ketebalan Epitel Setiap Siklus 300 Tebal epitel (mm) M.Cap D. Cap P.cap E.Cap M.Cor D. Cor P.Cor E.Cor M.Cau D. Cau P.Cau E.Cau Fase dan bagian estrus Gambar 3. Perbedaan Mean (± SD) ketebalan Epitel Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestru S Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal Antara Kelompok Control Dan Perlakuan 35

54 54 Pada chart diatas menunjukkan ketebalan epitel pada fase metestrus bagian caput, kelompok control memiliki epitel yang lebih tebal dari pada kelompok perlakuan dengan perbedaan yang signifikan (p=0,007). Begitu juga pada fase estrus, tampak perbedaan ketebalan epitel yang signifikan antara kelompok control dan perlakuan(p=0,04). Sedangkan ketebalan epitel pada fase diestrus dan proestrus, dari nilai mean dan tampak pada diagram diatas kelompok control memiliki epitel yang lebih tebal dari pada kelompok perlakuan. Tetapi perbedaan ketebalan ini tidak signifikan setelah diuji dengan uji statistic t-test (p>0,05). Bagian corpus, pada fase metestrus kelompok control memiliki epitel yang lebih tebal secara signifikan dibanding dengan kelompok perlakuan (p=0,03). Sedangkan pada fase diestrus, proestrus dan estrus, dilihat dari nilai mean nya tampak ada perbedaan tetapi tidak signifikan. Bagian caudal, yang menunujukkan adanya perbedaan ketebalan epitel yang signifikan hanyalah pada fase diestrus (p=0,01), sedangkan pada fase metestrus, proestrus dan estrus tampak ada perbedaan ketebalan epitel antara kelompok control dan perlakuan tetapi tidak signifikan (p>0,05) (Lihat lampiran). Perbandingan Diameter Pembuluh Darah antara kelompok perlakuan dan control ditunjukkan dari diagram dibawah ini.

55 55 Diameter Pembuluh Darah (mm) M.Cap P K D. Cap P.cap E.Cap M.Cor D. Cor P.cor E.Cor M.Cau D. Cau P.cau E.Cau Fase & bagian uterus Gambar 4. Perbedaan Mean (± SD) Diameter Pembuluh Darah Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestrus Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Bagian caput, pada fase metestrus diameter pembuluh darah kelompok control lebih lebar secara signifikan dibanding dengan kelompok perlakuan (p=0,009). Sedangkan pada fase diestrus, proestrus dan estrus tampak pada diagram diatas menunjukkan adanya perbedaan diameter pembuluh darah tetapi tidak signifikan setelah diuji menggunakan t-test (p>0,05).

56 56 Bagian Corpus, fase metestrus kelompok control memiliki diameter pembuluh darah yang lebih lebar secara signifikan dibanding dengan kelompok perlakuan (p=0,01). Tetapi pada fase diestrus, proestrus dan estrus perbedaan diameter pembuluh darah antara kelompok control dan perlakuan tidak signifikan (p>0,05). Bagian Caudal, diameter pembuluh darah pada fase metestrus dan diestrus tampak perbedaan yang signifikan antara kelomok control dan kelompok perlakuan, dengan nilai (p=0,02), Diestrus caudal (p=0,02). Sedangkan pada fase proestrus dan estrus tampak perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok control dan perlakuan. Perbandingan densitas kelenjar antara kelompok perlakuan dan kelompok control. Densitas Kelenjar (bh/lpg pndang) M.Cap P K D. Cap P.cap E.Cap M.Cor D. Cor P.cor E.Cor M.Cau D. Cau P.cau E.Cau Fase & bag.uterus

57 57 Gambar 5. Perbedaan Mean (± Sd) Densitas Kelenjar Pada Fase Metestrus, Diestrus, Proestrus Dan Estrus Pada Bagian Caput, Corpus Dan Caudal, Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Bagian caput, pada diagram diatas tampak pada fase metestrus jumlah densitas kelenjar kelompok control lebih besar dibanding dengan kelompok perlakuan tetapi perbedaan yang ada tidak signifikan. Tetapi pada fase diestrus dan proestrus, jumlah densitas pada kelompok perlakuan lebih besar dari pada kelompok control, perbedaan jumlah densitas ini juga tidak signifikan. Tetapi di fase estrus, kelompok control memiliki jumlah kelenjar yang lebih banyak dibanding dengan kelompok perlakuan dengan perbedaan jumlah yang tidak signifikan. Bagian corpus, fase metestrus dan diestrus memiliki perbedaan jumlah densitas kelenjar yang tidak signifikan antara kelompok control dengan kelompok perlakuan, dimana kelompok control memiliki densitas yang lebih banyak disbanding perlakuan. Lain halnya dengan fase proestrus dan estrus, tetap ada perbedaan densitas kelenjar yang tidak signifikan antara kelompok control dan kelompok perlakuan, tetapi kelompok perlakuan memiliki densitas yang lebih banyak disbanding dengan kelompok control. Bagian caudal, hanya fase metestrus yang menunjukkan adanya perbedaan densitas kelenjar yang signifikan antara kelompok control dengan kelompok perlakuan (p = 0,04). Sedangkan pada fase diestrus tampak ada perbedaan densitas kelenjar yang tidak signifikan antara kelompok control dengan kelompok perlakuan, dengan densitas pada kelompok

58 58 control lebih banyak disbanding dengan kelompok perlakuan. Seperti pada bagian corpus, fase proestrus dan estrus pada bagian caudal juga memiliki perbedaan densitas kelenjar yang tidak signifikan antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok control, dengan perbandingan kelompok perlakuan memiliki densitas kelenjar yang lebih besar dari pada kelompok control (p>0,05). Diagram dibawah ini merupakan perbandingan ketebalan epitel dan diameter pembuluh darah antara kelompok perlakuan dan control tanpa memandang siklus estrus dan bagian uterus. 250 Tebal Epitel/ Diameter PD (mm) P K 0 KE Parameter DPD Gambar 6. Perbedaan Mean (± SD) Ketebalan Epitel Dan Diameter Pembuluh Darah Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Tanpa Memandang Siklus Estrus Dan Bagian Uterus

59 59 Kelompok control memiliki epitel yang lebih tebal dibanding dengan kelompok perlakuan dengan perbedaan yang tidak signifikan. Tetapi perbandingan diameter pembuluh darah antara kelompok control dengan kelompok perlakuan tampak perbedaan yang signifikan pada dengan nilai p = 0,04, kelompok control memiliki diameter pembuluh darah yang lebih lebar disbanding dengan kelompok perlakuan. Hasil penghitungan densitas kelenjar kelompok control dan perlakuan, menunjukkan ada perbedaan yang tidak signifikan. Perbandingan Densitas Kelenjar 5 Densitas Kelenjar (jlh/l.p) Perlakuan Kelompok Kontrol

60 60 Gambar 7. Perbedaan Mean (±SD) Densitas Kelenjar Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Tanpa Memandang Siklus Estrus Dan Bagian Uterus Diagram hasil pengukuran berat uterus utuh antara kelompok control dan kelompok perlakuan menunjukkan ada perbedaan yang tidak signifikan. Perbandingan Berat Uterus Utuh 0.1 Berat uterus utuh (gr) Perlakuan Kelompok Kontrol Gambar 8. Perbedaan Mean (± SD) Berat Uterus Utuh Antara Kelompok Control Dan Perlakuan signifikan. Hasil penimbangan berat badan antara kelompok control dan perlakuan menunjukkan ada perbedaan yang tidak

61 61 Perbandingan BB 25 Berat Badan (gr) Perlakuan Kelompok Kontrol Gambar 9. Perbedaan Mean (± SD) Berat Badan Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Perbandingan ketebalan epitel pada setiap bagian uterus antara kelompok control dengan kelompok perlakuan menunjukkan, ketebalan epitel kelompok control pada setiap bagian uterus memiliki epitel yang lebih tebal disbanding dengan kelompok perlakuan. Tetapi setelah diuji dengan menggunakan uji t-test, hanya bagian caudal yang menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0,03

62 62 Perbandingan Tiap Bgn Uterus 300 Ketebalan Epitel (mm) Caput Corpus Caudal P K Bagian Uterus Gambar 10. Perbedaan Mean (± SD) Ketebalan Epitel Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Hasil pengukuran diameter pembuluh darah pada setiap bagian uterus antara kelompok control dan perlakuan menunjukkan ada perbedaan yang signifikan pada bagian corpus dengan nilai p=0,04. Sedangkan pada bagian caput dan corpus, setelah diuji dengan uji t-test tampak ada perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok control dengan kelompok perlakuan.

63 63 Perbandingan Tiap Bgn Uterus Diameter Pemb. Darah (mm) Caput Corpus Caudal P K Bagian Uterus Gambar 11. Perbedaan Mean (± SD) Diameter Pembuluh Darah Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Hasil penghitungan densitas kelenjar tiap bagian uterus pada kelompok control dan perlakuan, baik pada bagian caput, corpus dan caudal setelah diuji dengan menggunakan uji t-test tampak ada perbedaan yang tidak signifikan dengan nilai p>0,05.

64 64 Perbandingan Tiap Bgn Uterus Densitas Kelenjar (bh/lpa pndang) Caput Corpus Caudal Bagian Uterus P K Gambar 12. Perbedaan Mean (± SD) Densitas Kelenjar Pada Setiap Bagian Uterus Antara Kelompok Control Dan Perlakuan Jika dibandingkan ketebalan epitel pada bagian caput, corpus dan caudal antara kelompok perlakuan dan control dengan menggunakan uji anova, tampak ada perbedaan yang tidak signifikan. Hasil pengamatan kepadatan stroma dan konfigurasi kelenjar dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran 1600x (lensa objektif 40x lensa okuler 4s0x) dengan pemotongan secara longitudinal. Pada fase metestrus, kelompok kontrol mempunyai kepadatan stroma yang padat dan konfigurasi kelenjar bulat tubular.

65 65 Gambar 13. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Metestrus Kelompok Control Sedangkan pada kelompok perlakuan, memiliki stroma yang padat dan konfigurasi kelenjar yang bulat.

66 66 Gambar 14. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Metestrus Kelompok Perlakuan berkelok. Pada fase diestrus, kelompok control memiliki stroma yang padat dan konfigurasi kelenjar yang mulai sedikit Gambar 15. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Diestrus Kelompok Control Pada kelompok perlakuan memiliki stroma yang sedikit longgar dengan

67 67 konfigurasi kelenjar bulat tubular. Gambar 16. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Diestrus Kelompok Perlakuan Fase proestrus tampak perbedaan kepadatan stroma dan konfigurasi kelenjar antara kelompok control dibanding dengan kelompok perlakuan. Kelompok control memiliki stroma yang longgar dan konfigurasi kelenjar yang sangat berkelokkelok. Gambar 17. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Proestrus Kelompok Control

68 68 Sedangkan proestrus kelompok perlakuan memiliki stroma yang sedikit padat dengan konfigurasi kelenjar sedikit berkelok. Gambar 18. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Proestrus Kelompok Perlakuan Pada fase estrus, kelompok control mempunyai stroma longgar dengan konfigurasi kelenjar yang berkelok-kelok. Gambar 19. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Estrus Kelompok Control Tetapi pada kelompok perlakuan, memiliki stroma yang longgar dengan

69 69 konfigurasi kelenjar bulat tubular. Gambar 20. Konfigurasi Kelenjar Dan Kepadatan Stroma Pada Fase Estrus Kelompok Perlakuan Hasil pengamatan untuk lokalisasi kelenjar nuclear, tampak tidak ada perbedaan antara kelompok control dengan kelompok perlakuan. Pada fase metestrus dan diestrus lokalisasi kelenjar nuclear terletak pada daerah basalis, dan pada fase proestrus dan estrus lokalisasi kelenjar nuclear pada daerah tepi atas. Tetapi pada estrus jumlah nuclear berinti lebih sedikit.

70 70 Gambar 21. Lokalisasi Nuclear Kelenjar 4.2. Pembahasan Monosodium glutamate yang diberikan kepada mencit betina berumur 10 sampai 30 hari dengan dosis 6 mg/gr BB secara oral, dapat mempengaruhi penurunan ketebalan epitel, diameter pembuluh darah, perubahan kepadatan stroma dan konfigurasi kelenjar antara kelompok perlakuan dan kelompok control pada setiap siklus estrus, walaupun secara statistic yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan hanya di beberapa fase yaitu, pada fase metestrus, diestrus dan estrus. Untuk ketebalan epitel dengan menggunakan uji statistic t-test, perbedaan nilai mean yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok control adalah sebagai berikut; kelompok perlakuan fase diestrus caudal 117,9 µm dan kelompok control 135,4 µm, pada fase metestrus caput tebal epitel kelompok perlakuan 118,3 µm dan kelompok control

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan asam amino non-essensial yang menjadi bahan baku sintesis asam amino

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan asam amino non-essensial yang menjadi bahan baku sintesis asam amino BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Monosodium Glutamat (MSG) MSG adalah bentuk garam dari asam glutamat, di mana asam glutamat sendiri merupakan asam amino non-essensial yang menjadi bahan baku sintesis asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam

1. PENDAHULUAN. penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monosodium Glutamat (MSG) sudah lama digunakan diseluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dengan L-Glutamic Acid sebagai komponen asam amino (Geha et al., 2000), dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang

I. PENDAHULUAN. makanan tersebut menghasilkan rasa yang lezat dan membuat orang yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini wisata kuliner sangatlah digemari oleh banyak orang, dimana setiap mereka berkunjung ke suatu daerah wisata hal utama yang dituju ialah mencicipi makanan khas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL DAN SIKLUS ESTRUS MENCIT BETINA TESIS. Oleh YETTY MACHRINA /BM

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL DAN SIKLUS ESTRUS MENCIT BETINA TESIS. Oleh YETTY MACHRINA /BM PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL DAN SIKLUS ESTRUS MENCIT BETINA TESIS Oleh YETTY MACHRINA 067008011/BM S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA PENGARUH HORMON SEKSUAL TERHADAP WANITA Oleh : Rini Indryawati. SPsi UNIVERSITAS GUNADARMA November 2007 ABSTRAK Hormon adalah getah yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dan langsung diedarkan oleh darah.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita

BAB I PENDAHULUAN. biologis atau fisiologis yang disengaja. Menopause dialami oleh wanita-wanita 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Menopause merupakan salah satu proses dalam siklus reproduksi alamiah yang akan dialami setiap perempuan selain pubertas, kehamilan, dan menstruasi. Seorang perempuan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana Berdasarkan UU no 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bahan tambahan makanan (food additive) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku makanan, tetapi ditambahkan kedalam

Lebih terperinci

Function of the reproductive system is to produce off-springs.

Function of the reproductive system is to produce off-springs. Function of the reproductive system is to produce off-springs. The Gonad produce gamets (sperms or ova) and sex hormones. All other reproductive organs are accessory organs Anatomi Sistem Reproduksi Pria

Lebih terperinci

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen, SISTEM ENDOKRIN Hormon adalah bahan kimia yang dihasilkan oleh sebuah sel atau sekelompok sel dan disekresikan ke dalam pembuluh darah serta dapat mempengaruhi pengaturan fisiologi sel-sel tubuh lain.

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Produksi monosodium glutamate (MSG) di dunia tahun 2010 mencapai 2.100.000 MT (Patton, 2007), beberapa negara diantaranya: Jepang 65.000 ton per tahun, Korea

Lebih terperinci

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis BAB XIV Kelenjar Hipofisis A. Struktur Kelenjar Hipofisis Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitary adalah suatu struktur kecil sebesar kacang ercis yang terletak di dasar otak. Kelenjar ini berada dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN

B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN B. SISTEM HORMON / ENDOKRIN HORMON SENYAWA KIMIA YANG DIHASILKAN OLEH KELENJAR ENDOKRIN ATAU KELENJAR BUNTU, YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KOORDINASI PADA SEMUA BAGIAN TUBUH Transportasi hormon dilakukan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone

D. Uraian Pembahasan. Sistem Regulasi Hormonal 1. Tempat produksinya hormone SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IX A. 1. Pokok Bahasan : Sistem Regulasi Hormonal A.2. Pertemuan minggu ke : 12 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Tempat produksi hormone 2. Kelenjar indokrin dan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

SISTEM ENDOKRIN. Oleh Dr. KATRIN ROOSITA, SP.MSi. DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT, FEMA, IPB

SISTEM ENDOKRIN. Oleh Dr. KATRIN ROOSITA, SP.MSi. DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT, FEMA, IPB SISTEM ENDOKRIN Oleh Dr. KATRIN ROOSITA, SP.MSi. DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT, FEMA, IPB Source: http://users.rcn.com/jki mball.ma.ultranet/biolo gypages/h/hormones.ht ml. KELENJAR-KELENJAR ENDOKRIN HYPOTHALAMUS

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah

1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah 1. Bagian sel saraf yang membungkus akson dan berfungsi sebagai isolator adalah A. Selaput mielin B. Sel schwann C. Nodus ranvier D. Inti sel Schwann E. Tidak ada jawaban yang benar Jawaban : A Selaput

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012). digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Pengertian Status gizi adalah suatu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari

Lebih terperinci

dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG

dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG dr. Supriyatiningsih, M.Kes., SpOG 1 Fisiologi Kehamilan 2 Fertilisasi Pembuahan terjadi umumnya di ampula tuba. Ovum dibuahi dalam 12 jam setelah ovulasi, atau bila tidak akan segera mati dalam 24 jam.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species) bagi Provinsi Nusa Tenggara Barat, bahkan telah menjadi lambang bagi provinsi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci