EFEK PERBEDAAN SUHU INKUBASI TERHADAP PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KELABAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEK PERBEDAAN SUHU INKUBASI TERHADAP PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KELABAU"

Transkripsi

1 EFEK PERBEDAAN SUHU INKUBASI TERHADAP PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KELABAU THE EFFECT OF DIFFERENT INCUBATORY TEMPERATURE TO THE EGG HATCHING AND SURVIVAL OF KELABAU LARVAE 1) Rusila, 2) Muhammad, dan 3) Noor Arida Fauzana 1) Fakultas Perikanan dan Kelautan Program Studi Budidaya Perairan Universitas Lambung Mangkurat Jalan A. Yani Km 36,5 Simp 4, Banjarbaru, Indonesia ejurnal.bpfpk@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek perbedaan suhu inkubasi terhadap penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan kelabau (Osteochilus melanopleurus). Penetasan telur dan pemeliharaan larva dilakukan di akuarium ukuran 60x30x40 cm pada suhu 28 0 C (Perlakuan A), 30 0 C (Perlakuan B) dan 32 0 C (Perlakuan C) dengan padat tebar telur ±640 telur/akuarium. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan terbaik diameter telur yaitu pada suhu inkubasi 32 o C (2,114 mm) dan waktu penetasan ikan kelabau tercepat pada suhu inkubasi 32 o C (11 jam 56 menit). Perlakuan terbaik terhadap kelangsungan hidup larva ikan kelabau pada suhu28 o C yaitu 78,05%, diikuti suhu 30 o C (66.19%), dan 32 o C (45.37%). Kata kunci :Kelabau, suhu inkubasi, penetasan telur dan kelangsungan hidup ABSTRACT This research aimed to find out the effect of different incubatory temperature to the egg hatching and survival of kelabau larvae (osteochilus melanopleurus). The egg hatching and larval rearing were conducted in aquarium with size 60x30x40 cm at the temperature 28 0 C (treatment A), 30 0 C (treatment B) and 32 0 C (treatment C) with dense stocking egg ±640 egg/aquarium. The research results showed the best treatment diameter of eggs was when the incubatory temperature on 32 0 C (2,114 mm) and the fastest time hatching of kelabau was when the incubatory temperature on 32 0 C (11 hours 56 minutes). The best treatment against the survival of kelabau larvae was at 28 0 C which was 78,05%, followed 30 0 C (66.19%), and 32 0 C (45.37%). Keywords : Kelabau, incubatory temperature, hatching and survival rate 27

2 PENDAHULUAN Provinsi Kalimantan Selatan memiliki sungai-sungai dan perairan rawa yang luas sehingga terdapat beraneka ragam spesies ikan lokal yang hidup dan berkembang biak di wilayah ini. Ikan kelabau (Osteochilus melanopleurus) merupakan salah satu jenis ikan lokal benilai ekonomis, hidup di perairan umum yang terdapat di daerah Kalimantan dan Sumatera. Sampai sekarang ikan kelabau masih belum dibudidayakan, produksinya masih terbatas tergantung pada musimmusim penangkapan (Mardani, 2014). Populasi ikan kelabau dikhawatirkan terus berkurang bahkan punah yang diakibatkan oleh penangkapan yang dilakukkan secara terus-menerus yang tidak memperhatikan norma konservasi, sehingga ikan kelabau perlu dibudidayakan. Budidaya ikan kelabau memiliki beberapa permasalahan diantaranya adalah pada siklus reproduksinya membutuhkan habitat pemijahan yang terkontrol artinya lingkungan tempat pemijahan ikan harus sesuai dengan habitat aslinya. Menurut Andriyanto, Slamet & Ariawan (2013) salah satu faktor lingkungan yang dapat menentukan keberhasilan pemijahan adalah suhu pada saat inkubasi telur, Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan rata-rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada proses perkembangan embrio dan larva. Perubahan temperatur perairan dan amplitude ketinggian permukaan air yang disebabkan pergantian musim dapat menjadi pemicu untuk ikan melakukan pemijahan, terutama pada ikan di wilyah tropis (Zairin, Furuka & Aida, 2001). Suhu air rendah akan mengakibatkan proses penetasan pada telur ikan menjadi lambat karena lapisan kulit luar akan mengerut yang pada akhirnya menghambat proses kembang biak telur. Suhu penetasan yang rendah mengakibatkan waktu inkubasi telur akan semakin lama, sehingga embrio yang telah berkembang sempurna berada lama di dalam telur dan mempengaruhi daya tetas telur (Yustina Arnentis & Darmawanti, 2003). Setijaningsih & Sidi (2011) melaporkan bahwa keberhasilan pemijahan ikan kelabau terjadi pada kisaran suhu 26º- 28ºC dengan waktu ovulasi 13 jam dari penyuntikan kedua. Jumlah fekunditas ratarata antara butir per kg induk, tingkat penetasan antara dengan diameter saat ovulasi 1,4-1,5 mm dan berkembang sampai 2,7 3,3 mm setelah dibuahi. Kegiatan pembenihan ikan lokal seperti ikan kelabau menjadi penting dilakukan melalui pendekatan manipulasi lingkungan. Perubahan suhu memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap proses fisiologis dan biologis. Faktor kualitas air terutama suhu air dapat menimbulkan pengaruh yang besar terhadap daya tetas dan kelangsungan hidup telur karena lapisan kulit luar telur akan mengerut karena suhu air rendah yang pada akhirnya akan menghambat proses kembang biak telur yang erat hubungannya dengan transfuse oksigen ke dalam telur. 28

3 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek perbedaan suhu inkubasi terhadap penetasan dan kelangsungan hidup ikan kelabau (Osteochilus melanopleurus). METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Perairan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Mandiangin Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Secara keseluruhan masa persiapan hingga penyusunan laporan memerlukan waktu selama 3 bulan. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah akuarium, bakstyrofoam, aerator, heater, mesinpompa air, serok, sendok, thermometer, mangkuk, cawan petri, selang, penggaris, DO meter dan ph meter, buluayam, spuit, corongkacapiramida, mikroskopmerkdino lite premier. Bahan yang digunakan adalah indukikankelabau, ovaprim, aquabidest, natriumklorida, artemia, garamdan air. Manajemen Penelitian 1. PersiapanAlatdanBahan Akuarium berukuran 60x30x40 cm yang digunakan untuk penetasan telur dan pemeliharaan larva dibersihkan dan diisi air dengan volume 72 liter dan ketinggian air 35 cm, selanjutnya dipasang perangkat aerator dan heater. Air yang digunakan sebagai media hidup ikan adalah air sumur. Induk kelabau yang digunakan merupakan koleksi BPBAT Mandiangin Kabupaten Banjar yang berasal dari sungai Kapuas. Induk betina yang digunakan mempunyai berat 0,5 kg sedangkan berat induk jantan yaitu 0,7 kg. 2. PemjahandanPembuahanIkan Kelabau Induk betina disuntik 2 kali dengan dosis penyuntikan hormon ovaprim 0,5 ml/kg dengan interval penyuntikan pertama dan kedua 6 jam. Penyuntikan hormon ovaprim untuk induk jantan dosisnya 0,3 ml/kg bersamaan dengan penyuntikan ke 2 induk betina. Pengambilan sperma dilakukan dengan cara mengurut induk jantan. Sperma kemudian diencerkan dengan larutan Natrium Chlorida (NaCL). Setelah pengambilan sperma, induk betina distripping untuk mengeluarkan telurnya dan ditampung di baskom. Telur yang sudah ditampung dicampur dengan sperma dan diaduk dengan bulu ayam, kemudian air bersih dimasukkan sedikit demi sedikit sebanyak 5 kali sampai telur bersih dan mengembang, lalu dipindahkan ke akuarium yang berukuran 60x30x40 cm 29

4 yang telah dipersiapkan.telur ditetaskan dalam akuarium dengan padat ±640 butir/akuarium. Telur diambil menggunakan gelas ukur dengan perhitungan volumetrik, satu gelas ukur dengan kapasitas 5 ml berisi ±640 telur ikan kelabau. 3. PenetasanTelur Wadah penetasan telur berupa akuarium, setiap akuarium diatur suhunya menggunakan heater sesuai perlakuan. Telur diambil menggunakan gelas ukur dengan perhitungan volumetrik. Hasil perhitungan satu gelas ukur dengan kapasitas 5 ml berisi ±640 telur ikan kelabau dan dimasukkan ke dalam akuarium. 4. MasaPemeliharaan Larva Tahap selanjutnya setelah melakukan proses pemijahan yaitu pemeliharaan larva, masa pemeliharaan larva dimulai setelah telur menetas menjadi larva hingga proses pendederan dengan kurun waktu 7 hari. Telur yang baru menetas menjadi larva akan mendapatkan asupan makanan dari kuning telur yang dibawanya hingga umur 3-4 hari. Sebelum cadangan kuning telur (yolk) tersebut habis, maka larva akan diberikan pakan alami berupa artemia sebanyak 60 ml (± ekor) dengan pemberian naupli artemia 3 kali sehari pada pagi, siang dan sore yaitu pukul 07.00, 12.00, Wita Perlakuan Perlakuan yang digunakan dalam penelititanefekperbedaansuhuinkubasit erhadappenetasantelurdankelangsunga nhidup Larva IkanKelabau (Osteochilusmelanopleurus) adalah : 1. Perlakuan A (Suhu inkubasi 28 C). 2. Perlakuan B (Suhu inkubasi30 C). 3. Perlakuan C (Suhu inkubasi32 C). Penelitian menggunakanrancanganacaklengkap ini (RAL) dengan 3perlakuan (A,B,C) dan 3 ulangan (1,2,3), sehinggamenghasilkan 9 unit percobaan. Parameter Pengamatan Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah perkembangan telur, diameter telur, waktu penetasan telur, daya tetas telur, kelangsungan hidup dan kualitas air. Perkembangan telur dan diameter telur di amati menggunakan Mikroskop yang telah diinstal pada perangkat komputer.daya tetas diamati dengan menghitung jumlah telur yang berhasil menetas dengan rumus Kestemont (1988): Daya tetas (%)=Jumlah telur yang menetasx 100 Jumlah telur yang diinkubasi Tingkat kelangsungan hidup ikan dihitung menurut Effendi (2000), sebagai berikut : Nt 30

5 SR = x 100 No Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah larva ikan kelabau pada saat tebar (ekor) No = Jumlah larva ikan kelabau pada saat panen (ekor) Data penunjang yang diukur dalam penelitian ini adalah DO dan ph. Parameter tersebut diukur masing-masing menggunakan DO meter dan ph meter. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perkembangan Telur Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur ikan kelabau setelah dibuahi hingga menetas adalah 11 jam 56 menit. Waktu perkembangan telur ikan kelabau disajikan pada Tabel 1 dan gambar perkembangannya pada Gambar 1. Tabel 1. Fase Perkembangan Telur Ikan Kelabau Perkembangan Telur Waktu Perubahan Fase Jam Menit Pembelahan zygot (2 sel) Pembelahan zygot (4 sel) Pembelahan zygot (8 sel) Pembelahan zygot (16 sel) Stadia morula (32 sel) Stadia brastula Stadia grastula Stadia organogenesis Menetas Sel (11 menit) 4 Sel (15 menit) 8 Sel (19 menit) 16 Sel (25 menit) 32 Sel/Morula (31 menit) Blastula (3 jam 5 menit) Gastrula (6 jam 5 menit) Organogenesis (9 jam) Menetas (11 jam 56 menit) Larva Umur 1 Hari Larva Umur 7 Hari Gambar 1. Perkembangan Telur Ikan Kelabau hingga Menetas Proses embriogenesis dimulai dari stadia pembelahan sel telur, morula, blastula, gastrula, dan organogenesis yang selanjutnya menetas. Pembelahan merupakan proses pembelahan zigot menjadi unit-unit sel kecil. Pembelahan sel telur ikan kelabau terjadi selama 31 menit setelah telur dibuahi, kemudian 11 jam 56 menit setelah pembuahan telur ikan kelabau menetas. Waktu yang diperlukan telur dari dibuahi hingga menetas pada penelitian ini lebih cepat dibanding penelitian yang 31

6 dilaporkan Muttaqien (2016) yaitu 18 jam.effendi (2002) mengemukakan bahwa faktor luar yang utama mempengaruhi pengeraman ialah suhu perairan, pencahayaan, gas (zat asam arang) yang dapat menyebabkan kematian embrio. Selama masa inkubasi tahap perkembangan embrio berlangsung secara normal, pembentukan semua organ tubuh hampir sempurna ketika telur akan menetas. Waktu yang diperlukan untuk pembelahan zygot lebih cepat dibanding pada stadia morulla hingga organogenesis dan kemudian menetas. Telur ikan kelabau membelah secara meroblastis yaitu hanya bagian bagian sitoplasma yang membelah sedangkan kuning telurnya tidak ikut membelah.telur mudah pecah pada masa pembelahan zigot karena chorion yang lemah,pada tahap selanjutnya chorion menjadi semakin keras dan warna telur berubah menjadi putih susu. Hal ini menunjukan bahwa telur mempunyai perlindungan untuk menjaga gangguan dari luar selama proses perkembangan telur sampai telur menetas. Waktu penetasan telur, embrio sering merubah posisinya dalam cangkang, pergerakan-pergerakan tersebut untuk memecah cangkang dan terjadi penetasan. B. Diameter Telur Rata-rata diameter telur ikan kelabau berkisar mulai 1,783 sampai 2,114 mm. Diameter telur ikan pada masing - masing perlakuan disajikan pada Tabel 2 dan rerata diameter telur ikan kelabau pada Gambar 2 Tabel 2. Rerata Diameter Telur Ikan Kelabau Perlakuan Ulangan (mm) Rerata (mm) A 1,838 1,762 1,750 1,783 ± 0,05 c B 1,874 1,884 1,949 1,902 ± 0,04 b C 2,104 2,120 2,120 2,114 ± 0,009 a Keterangan : A = Suhu inkubasi 28 C; B = Suhu inkubasi 30 C; C = Suhu inkubasi 32 C. Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 2. Rerata Diameter Telur Ikan Kelabau Hasil analisis keragaman (Anova) berpengaruh nyata terhadap diameter telur F hitung > F tabel menunjukkan bahwa ikan kelabau. perlakuan berpengaruh nyata terhadap Hasil uji BNJ menyatakan bahwa diameter telur ikan kelabau, perlakuan C (32 o C) berbeda sangat nyata artinyaperbedaan suhu inkubasi dengan perlakuan A (28 o C), perlakuan C 32

7 Waktu Penetasan (Menit) Basah Jurnal Akuakultur, Volume 1. Nomor (32 o C) berbeda sangat nyata dengan perlakuan B (30 o C), perlakuan B (30 o C) berbeda sangat nyata dengan perlakuan A (28 o C). Perlakuan C dengan suhu inkubasi 32ºC ternyata mempunyai diameter telur yang lebih besar dibandingkan perlakuan A (28 ºC ) dan perlakuan B (30 ºC). Hal ini di karenakan suhu berpengaruh terhadap lapisan kulit luar telur, selaras dengan pernyataan Yustina, Arnentis & Darmawanti (2003) bahwa suhu air rendah akan mengakibatkan proses penetasan pada telur ikan akan menjadi lambat karena lapisan kulit luar akan mengerut yang pada akhirnya menghambat proses kembang biak telur, dan waktu inkubasi telur akan semakin lama, sehingga embrio yang telah berkembang sempurna berada lama di dalam telur. Diameter telur setiap spesies ikan berbeda antar individu, karena diameter telur dipengaruhi oleh lingkungan dan ketersediaan nutrisi (Basri, 2002). Selain itu juga diameter telur ada hubungannya dengan fekunditas, makin banyak telur Tabel 3. Rerata Waktu Penetasan Telur Ikan Kelabau yang dipijahkan (fekunditas), maka ukuran diameter telurnya makin kecil, demikian pula sebaliknya (Tang & Affandi, 2001). Effendie (2002), menyatakan bahwa semakin berkembang gonad, maka ukuran diameter telur yang ada didalamnya semakin besar sebagai hasil pengendapan kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak. Unus (2009), mengemukakan bahwa semakin besar ukuran diameter telur akan semakin baik, karena dalam telur tersebut tersedia makanan cadangan sehingga larva ikan akan bertahan lama. Larva yang berasal dari telur yang besar memiliki keuntungan karena memiliki cadangan kuning telur yang lebih banyak sebagai sumber energi sebelum memperoleh makanan dari luar. C. Waktu Penetasan Telur Rata-rata waktu penetasan telur ikan kelabau berkisar mulai 716 menit (11 jam 56 menit) sampai 740 menit (12 jam 20 menit). Waktu penetasan telur ikan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 3 dan Rerata waktu penetasan telur ikan kelabau pada Gambar 3. Perlakuan Ulangan (Menit) Rerata (Menit) A ± 1,57 a B ± 2,30 b C ± 3,51 c Keterangan : A = Suhu inkubasi 28 C; B = Suhu inkubasi 30 C; C = Suhu inkubasi 32 C. Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) ±1,52 a 734±2,30 b ±3,51 c 700 A = Suhu Inkubasi 28 0 C 680 A B C Gambar 3. Rerata Waktu Penetasan Telur Ikan Kelabau 33

8 Hasil uji BNJ memperlihatkan bahwa perlakuan C (32 o C) berbeda sangat nyata dengan perlakuan A (28 o C), perlakuan C (32 o C) berbeda sangat nyata dengan perlakuan B (30 o C), perlakuan B (30 o C) berbeda nyata dengan perlakuan A (28 o C). Penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh suhu terhadap waktu penetasan, ada kecenderungan bahwa semakin tinggi suhu semakin cepat pula penetasan telur ikan kelabau, hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan Sukendi (2003) dalam Putri, Muslim dan Fitrani (2013) bahwa penetasan telur akan lebih cepat pada suhu tinggi, karena pada suhu tinggi proses metabolisme akan terjadi lebih cepat sehingga perkembangan embrio juga akan lebih cepat dan pergerakan embrio dalam cangkang akan lebih intensif maka terjadi penetasan lebih cepat. Andriyanto, Slamet & Ariawan (2013) menyatakan bahwa salah satu faktor lingkungan yang dapat menentukan keberhasilan pemijahan adalah suhu pada saat inkubasi telur, suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan rata-rata dan menentukan waktu penetasan serta berpengaruh langsung pada proses perkembangan embrio dan larva.perubahan temperatur perairan dan amplitude ketinggian permukaan air yang disebabkan pergantian musim dapat menjadi pemicu untuk ikan melakukan pemijahan terutama pada ikan wilayah tropis (Zairin, Furuka & Aida, 2001). Yustina, Arnentis & Darmawanti (2003) menambahkan bahwa suhu air rendah akan mengakibatkan proses penetasan menjadi lambat, suhu penetasan yang rendah mengakibatkan waktu inkubasi telur akan semakin lama, sehingga embrio yang telah berkembang sempurna berada lama didalam telur dan mempengaruhi daya tetas telur. B. Daya Tetas Telur Rata-rata daya tetas telur ikan kelabau berkisar antara 20,99-26,35%. Daya tetas telur ikan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 4 dan rerata waktu penetasan telur ikan kelabau pada Gambar 4. Tabel 4. Rerata Daya Tetas Telur Ikan Kelabau Perlakuan Ulangan (%) Rerata (%) A ± 11,41 a B ± 5,85 a C ± 5,23 a Keterangan : A = Suhu inkubasi 28 C; B = Suhu inkubasi 30 C; C = Suhu inkubasi 32 C. Huruf superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Gambar 4. Rerata Daya Tetas Telur Ikan Kelabau 34

9 Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tetas telur ikan kelabau tidak berpengaruh nyata antara perlakuan, hal ini mengindikasikan bahwa perlakuan yang diterapkan masih dalam kisaran yang sesuai. Menurut Sutisna &Sutarmanto (1995) bahwa penetasan terjadi dengan cara penghancuran chorion oleh enzim yang dilakukan oleh kelenjar ektoderm dan oleh gerakan-gerakan embrio akibat peningkatan suhu, intensistas cahaya dan pengurangan oksigen terlarut, Tang & Affandi (2001) menambahkan bahwa, pada suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat proses penetasan telur, bahkan suhu yang terlalu ekstrim dapat menyebabkan kematian embrio dan kegagalan penetasan. Meskipun demikian nilai tersebut masih sangat rendah, begitu pula jika dibandingkan dengan penelitian yang telah dilaporkan Muttaqien (2016) pada kisaran suhu 27, C diperoleh rerata daya tetas telur ikan kelabau 14,04-38,29%. Rendahnya tingkat penetasan pada penelitian ini diduga berkaitan dengan kualitas telur. Waktu pemijahan ikan kelabau saat penelitian dilakukkan sudah melewati musim pemijahan yaitu pada musim kemarau (bulan Mei), sementara di alam ikan kelabau memijah pada saat awal musim penghujan (September - Maret). C. Kelangsungan Hidup Larva Rata-rata Kelangsungan hiduplarva ikan kelabau berkisar antara 45,37-78,05%. Kelangsungan hidup larva ikan pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 5 dan rerata kelangsungan hidup larva ikan kelabau pada Gambar 5. Tabel 5. Rerata Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kelabau Perlakuan Ulangan (% Rerata (%) A ± 9,43 a B ± 4,48 ab C ± 17,25 b Keterangan : A = Suhu inkubasi 28 C; B = Suhu inkubasi 30 C; C = Suhu inkubasi 32 C. Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Gambar 5. Rerata Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kelabau Hasil uji Normalitas Liliefors dan F hitung > F tabel menunjukkan bahwa Homogenitas Ragam Barlett menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap daya bahwa data menyebar normal dan tetas telur ikan kelabau, artinya perbedaan homogen. Hasil analisis keragaman Anova 35

10 suhu inkubasi berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup larva ikan kelabau. Hasil uji Duncan menyatakan bahwa perlakuan C tidak berbeda nyata dengan perlakuan B, perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A, perlakuan B tidak berbeda nyata dengan perlakuan A. Suhu air yang berbeda pada media pemeliharaan larva ikan Kelabau menyebabkan tingkat kelangsungan hidup yang berbeda. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup larva ikan kelabau berkisaran antara 45,37-78,05%. Persentase kelangsungan hidup tertinggi adalah perlakuan A, yakni 78,05%, kemudian disusul oleh perlakuan B, yakni sebesar 66,19%, yang terendah perlakuan C, yakni 45,37%. Nilai kisaran rata-rata persentase kelangsungan hidup ini cukup baik apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Akbar (2015) mengenai kelangsungan hidup larva ikan kelabau, yang mana hasil kelangsungan hidupnya <34,13%. Namun, apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muttaqien (2016) maka hasilnya tidak jauh berbeda. Hasil penelitian Muttaqien (2016), rata-rata tingkat kelangsungan hidup larva kelabau berkisar antara 21,83% - 79,73%. Persentase kelangsungan hidup tertinggi adalah perlakuan C (ketinggian air 35 cm/akuarium) yakni 79,73%, kemudian perlakuan B (ketinggian air 25 cm/akuarium) yakni sebesar 65,10% dan yang terendah pada perlakuan A (ketinggian air 15 cm/akuarium) yakni sebesar 21,83%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu media pemeliharaan larva semakin rendah tingkat kelangsungan hidup larva ikan kelabau. Menurut Effendi (2004), kelangsungan hidup ikan adalah persentase ikan yang hidup dari seluruh ikan yang dipelihara setelah melewati masa pemeliharaan. Daya kelangsungan hidup ikan sangat bergantung kepada daya adaptasi ikan terhadap makanan yang baik, keadaan fisik ikan yang cukup kuat, kualitas makanan yang diberikan cukup baik, dan kualitas air yang cukup mendukung pertumbuhan. Hal lain yang diduga menyebabkan kematian adalah ketidakmampuan larva beradaptasi dengan baik pada suhu air yang berfluktuasi. Air dengan suhu yang berfluktuasi dapat mengakibatkan ikan stress dan mengakibatkan kematian bagi ikan. Morioka et al. (2008), menambahkan bahwa kematian larva dapat disebabkan oleh kanibalisme larva dengan padat tebar yang tinggi, ukuran larva yang bervariasi, kemampuan berlindung, dan kondisi pencahayaan. Kondisi lingkungan yang tidak menunjang (diluar kisaran normal) seperti terlalu tinggi suhu, adanya cahaya langsung dan lainnya dapat mengakibatkan kematian terutama pada masa transisi atau kritis. F. Kualitas Air Hasil pengukuran kualitas air pada penelitian diketahui bahwa ph awal 8,18 dan ph akhir 8,12 dan oksigem terlarut 36

11 (DO) awal dan akhir masing-masing 5,7 dan 5,1 mg/l Hasil pengukuran rerata konsentrasi ph pada masa pemeliharaan berkisar antara 8,12 8,18 dan dapat dikatakan bersifat basa. Menurut Cholik (1986) ph yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,7-8,6. Menurut Effendie (2003) kadar DO 1,0 5,0 mg/l ikan dapat bertahan hidup tetapi pertumbuhan terganggu, sedangkan kadar DO > 5,0 mg/l kadar DO yang disukai oleh semua organisme perairan.oksigen terlarut untuk penetasan telur menurut (Wijayanti et al., 2011) telur ikan nilem dapat berkembang dan menetas dengan baik pada media dengan kandungan oksigen terlarut sebesar 4,0-4,2 ppm hingga 6,0-7,7 ppm. Kandungan oksigen terlarut (DO) selama penelitian masih berada dalam kisaran yang cukup baik. KESIMPULAN Perlakuan terbaik terhadap inkubasi telur ikan kelabau pada suhu 32 o C dengan diameter telur 2,114 mm dan waktu penetasan 11 jam 56 menit. Perlakuan terbaik terhadap kelangsungan hidup larva ikan kelabau pada suhu 28 o C (78,05%), diikuti suhu 30 o C (66.19%), dan 32 o C (45.37 %). DAFTAR PUSTAKA Akbar, Muhammad Pengaruh Padat Penebaran yang Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleurus)yang Dipelihara dalam Akuarium. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Universitas Lambung Mangkurat, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Banjarbaru. Ali, Muhammad dan R.S Junianto, Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal Palembang. Andriyanto, W., B. Slamet dan I. M. D. J. Ariawan Perkembangan Embrio dan Rasio Penetasan Telur Ikan Kerapu Raja Sunu (Plectropomalaevis) pada Suhu Media Berbeda. Jurnal Ilmu dan Tekonologi Kelautan Tropis. 5 (1) : Basri, Penambahan Vitamin E Pada Pakan Buatan Induk Dalam Usaha Peningkatan Kecepatan Kematangan Gonad, Fekunditas, Kondisi Telur, Fertilitas dan Daya Tetas Telur Ikan Gurami (Ospheronemus gourami Lacepede). Fisheries Journal garing. I (11) : Cholik, F., dan A. Rahmat, Manjemen kualitas Air Pada Kolam Budidaya Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Research Centre. Jakarta. 51 halaman. Effendi, I Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Effendi, M. I.,2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 halaman. Effendie, H Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan LingkunganPerairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hanafiah, K. A Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang. 238 halaman. Kestemont, P Effect of Hormonal Treatment on Induced Ovulation ingudgeon Gabio gabio L. Aquaculture, 63 :

12 Kristanto, A. H., S. Asih, M. F. Sukadi & Yosmaniar Prospek ikan kelabau (Osteochilus melanopleura Blkr), tengalan (Puntius bulu) dan Tengadak (Puntius sp) Sebagai Ikan Budidaya Baru. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Hal Mardani Pengaruh Sumber Makanan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kelabau Padi (Osteochilus melanopleurus) yang Dipelihara Dalam Hapa di kolam. Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol 3. No. 1. Juni Universitas Kristen Palangkaraya. Melianawati, R., P.T.Imanto dan M. Suastika, Perencanaan Waktu Tetas Telur Ikan Kerapu dengan Penggunaan Suhu Inkubasi yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2 (2): Morioka, S., Ito, S., Kitamura, S., Vongvichith, B Growth and Morphological Development of Laboratory-Reared Larval and Juvenile Climbing PerchAnabas testudineus. Ichthyol Res. The Ichthyological Society of Japan. Japan. Muttaqien, Gusti Adly Adrian Variasi Ketinggian Air Untuk Daya Tetas Telur dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura BLKR). Penelitian Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan ULM Banjarbaru. Nugraha, D.N., M.N. Supardjo dan Subiyanto, Pengaruh Perbedaan Suhu terhadap Perkembangan Embrio, Daya Tetas Telur dan Kecepatan Penyerapan Kuning Telur Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) pada Skala Laboratorium. Journal of Management of Aquatic Resources 1 (1): 1-6. Putri, D.A, Muslim dan M.Fitrani, Persentase Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus) dengan Suhu Inkubasi yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia 1 (2): Setijaningsih, L., S. Asih Keberhasilan Pembenihan Ikan Kelabau (Osteochilus Melanopleura Blkr) sebagai Upaya Konservasi Ikan Lokal Melalui Manipulasi Lingkungan dan Hormon. Balai Penelitian Budidaya Air Tawar. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumber Daya Ikan III. Sutisna, Dedy Heryadi dan Ratno Sutarmanto Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Tang, U.M. dan Affandi, R Biologi Reproduksi Ikan. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Iniversitas Riau, Pekanbaru. 153 hal. Unus, F Kajian Biologi Reproduksi Ikan Malalugis Biru (Decagteruslmacarellus cuutier) di Perairan Kabupaten Banggai Kepulauan. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin. Makasar. 105 Halaman. Yustina, Arnentis dan Darmawanti Daya Tetas dan Laju Pertumbuhan Larva Ikan Hias Betta splendens di Habitat Buatan. Laboratorium Biologi. PMIPA,FKIP. Universitas Riau. Jurnal Natur Indonesia. Zairin M Jr, Furukawa K, Aida K Induction of Spawning in the Tropical Walking Catfish, Clarias batrachus by temperature. Biotropia 16:

13 39

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin

BAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy) Aquacultura Indonesiana (2008) 9 (1) : 55 60 ISSN 0216 0749 (Terakreditasi SK Nomor : 55/DIKTI/Kep/2005) Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.

BAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian

Lebih terperinci

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus)

Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele. Clarias gariepinus) Kejutan suhu pada penetasan telur dan sintasan hidup larva ikan lele (Clarias gariepinus) (Temperature shock on egg hatching and survival rate of catfish larvae, Clarias gariepinus) Christo V. S. Aer 1,

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman :

Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN Halaman : Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 2089 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 2016 e ISSN 2540 9484 Halaman : 147 160 Pengaruh Perbedaan Suhu Inkubasi Terhadap Waktu Penetasan dan Daya Tetas Telur Ikan Sinodontis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2013, di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Depok Jawa Barat. B. Alat dan Bahan (1)

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING)

PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN TEKNOLOGI PEMIJAHAN IKAN DENGAN CARA BUATAN (INDUCE BREEDING) DISUSUN OLEH : TANBIYASKUR, S.Pi., M.Si MUSLIM, S.Pi., M.Si PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Aquarium Different To Hatchability And Survival Of Fish Larvae Kelabau ABSTRAK

Aquarium Different To Hatchability And Survival Of Fish Larvae Kelabau ABSTRAK Fish Scientiae, Volume 5 Nomor 10, Desember 2015, hal 98-98 PENCAHAYAAN DENGAN PERSENTASE PENUTUPAN DINDING AKUARIUM YANG BERBEDA UNTUK DAYA TETAS DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN KELABAU (Osteochilusmelanopleura

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal**

Yunus Ayer*, Joppy Mudeng**, Hengky Sinjal** Daya Tetas Telur dan Sintasan Larva Dari Hasil Penambahan Madu pada Bahan Pengencer Sperma Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Egg Hatching Rate and Survival of Larvae produced from Supplementation of Honey

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Pencampuran dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1Prosedur 2.1.1 Persiapan Wadah Wadah yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam pemeliharaan induk berukuran 20x10x1,5 m. Kolam disurutkan, lalu dilakukan pemasangan patok-patok

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu nr. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Balai Benih Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau pada tanggal 10 sampai dengan 28 Desember 2003.

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii)

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 1 Oktober 2015 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temminckii) Indah Wahyuningtias

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) SAGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) :184191 (2013) ISSN : 23032960 PERSENTASE PENETASAN TELUR IKAN BETOK (Anabas testudineus) DENGAN SUHU INKUBASI YANG BERBEDA The Hatching Of Climbing Perch Eggs (Anabas

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

Pengaruh Sumber Makanan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kelabau Padi (Osteochilus melanopleura) yang Dipelihara Dalam Hapa di kolam

Pengaruh Sumber Makanan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kelabau Padi (Osteochilus melanopleura) yang Dipelihara Dalam Hapa di kolam Pengaruh Sumber Makanan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Kelabau Padi (Osteochilus melanopleura) yang Dipelihara Dalam Hapa di kolam Effect of Different Food Sources on The Growth of Kelabau Padi

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Induk 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Juli 2009 di Kolam Percobaan Babakan, Laboratorium Pengembangbiakkan dan Genetika Ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh :

EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : EMBRIOGENESIS IKAN SYNODONTIS Synodontis eupterus (Boulenger, 1901) Disusun oleh : FIRMAN HIKMAWAN C14103067 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan

Lebih terperinci

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)

THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research

Lebih terperinci

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA

Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Disusun oleh: ADE SUNARMA BBPBAT Sukabumi 2007 Daftar Isi 1. Penduluan... 1 2. Persyaratan Teknis... 2 2.1. Sumber Air... 2 2.2. Lokasi...

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU

PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN IKAN MAS SEBAGAI PEMICU Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 103 108 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 103 PEMIJAHAN IKAN TAWES DENGAN SISTEM IMBAS MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus)

PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) PENGGUNAAN AERASI AIR MANCUR (FOINTAIN) DI KOLAM UNTUK PERTUMBUHAN IKAN NILA GIFT(Oreochromis niloticus) Rukmini Fakultas Perikanan dan Kelautan UNLAM Banjarbaru Email rukmini_bp@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA IKAN BETOK (Anabas testudinieus) oleh

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA IKAN BETOK (Anabas testudinieus) oleh PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN LARVA IKAN BETOK (Anabas testudinieus) oleh Esron H Tampubolon 1), Nuraini 2), Sukendi 2) Fakultas Perikanan danilmukelautan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITITAN Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Januari 2011 sampai dengan Februari 2011 di Wisma Wageningan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Lebih terperinci

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Belly Maishela *, Suparmono, Rara

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin

S. Mulyati, M. Zairin Jr., dan M. M. Raswin Pengaruh Jurnal Akuakultur Tiroksin Indonesia, terhadap Larva 1(1): Ikan 21 25(2002) Gurami Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH UMUR

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Gedung IV Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April hingga

Lebih terperinci

Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).

Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Pengaruh Lanjut Suhu pada Penetasan Telur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Further Effect of Egg Hatching Temperature on the Baung Fish (Hemibagrus nemurus)

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KULIAH LINGKUNGAN BISNIS Usaha Pembenihan Ikan Bawal Di susun oleh: Nama : Lisman Prihadi NIM : 10.11.4493 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010 / 2011 PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bawal merupakan salah satu

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci

KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii)

KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) KOMBINASI PENYUNTIKAN HORMON HCG DAN OVAPRIM TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) COMBINATION OF HORMONES INJECTION HCG AND OVAPRIM TO OVULASI AND HATCHING RATE

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada April 2013 sampai dengan Mei 2013 di laboratorium Nutrisi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan Gonad di kolam tanah Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkemang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012. Penelitian dilaksanakan di Ruang Penelitian, Hanggar 2, Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Purwodadi Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik RT 01 RW 01 selama 28 hari pada bulan Desember 2016 Januari 2017

Lebih terperinci

The Hatching Percentage of Snakehead (Channa striata) Egg with Different Water ph ABSTRACT

The Hatching Percentage of Snakehead (Channa striata) Egg with Different Water ph ABSTRACT Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(2) : 140-151 (2016) ISSN : 2303-2960 PERSENTASE PENETASAN TELUR IKAN GABUS (Channa striata) PADA PH AIR YANG BERBEDA The Hatching Percentage of Snakehead (Channa striata)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

DAYA TETAS DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN GURAMI PADA PADAT TEBAR YANG BERBEDA

DAYA TETAS DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN GURAMI PADA PADAT TEBAR YANG BERBEDA DAYA TETAS DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN GURAMI PADA PADAT TEBAR YANG BERBEDA HATCHED ABILITY AND GOURAMY LARVAE SURVIVAL ON DIFFERENT STOCKING DENSITY 1) Yulizar Ulpah, 2) Muhammad Adriani, 3) Akhmad

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksananakan pada bulan Juli September 2013 di laboratorium penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA Terpadu Fakultas Matematika

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar SNI : 01-6483.4-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas benih sebar DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1

Lebih terperinci

PERBANDINGAN INDUK JANTAN DAN BETINA TERHADAP KEBERHASILAN PEMBUAHAN DAN DAYA TETAS TELUR IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii)

PERBANDINGAN INDUK JANTAN DAN BETINA TERHADAP KEBERHASILAN PEMBUAHAN DAN DAYA TETAS TELUR IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) 114 PERBANDINGAN INDUK JANTAN DAN BETINA TERHADAP KEBERHASILAN PEMBUAHAN DAN DAYA TETAS TELUR IKAN JELAWAT (Leptobarbus hoevenii) (Parental Comparison of Male and Female and Success Fertilization Egg Hatching

Lebih terperinci

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer)

PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) PEMBENIHAN KAKAP PUTIH (Lates Calcarifer) 1. PENDAHULUAN Kakap Putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu jenis ikan yang banyak disukai masyarakat dan mempunyai niali ekonomis yang tinggi. Peningkatan

Lebih terperinci

PENDEDERAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temmincki) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

PENDEDERAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temmincki) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA PENDEDERAN LARVA IKAN TAMBAKAN (Helostoma temmincki) DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA Joko 1, Muslim 2 dan Ferdinand HT 3 1 Mahasiswa Peneliti, 2 Dosen Pembimbing I, 3 Dosen Pembimbing II Program Studi Budidaya

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki)

PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki) PENGARUH SUHU YANG BERBEDA TERHADAP WAKTU PENETASAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BIAWAN (Helostoma temmincki) EFFECT OF TEMPERATURE ON DIFFERENT TIME Hatchery and larval survival FISH BIAWAN (Helostoma

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan

Lebih terperinci

Gambar^. Induk selais betina yang digabung dengan induk jantan. 3.4.3 Pemijahan Semi Alami Tahapan pekerjaan pada pemijahan semi alami/ semi buatan adalah : a. Seleksi induk jantan dan betina matang gonad

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius)

PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) PERGANTIAN PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN PANJANG LARVA IKAN SEPAT COLISA (Trichogaster lalius) Arli 1, Yuneidi Basri 2, Mas Eriza 2 E-mail : aarnye@ymail.com 1 Mahasiswa Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Oktober sampai 10 November 2014, bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

Jurnal Sains Akuakultur Tropis D e p a r t e m e n A k u a k u l t u r

Jurnal Sains Akuakultur Tropis D e p a r t e m e n A k u a k u l t u r Jurnal Sains Akuakultur Tropis D e p a r t e m e n A k u a k u l t u r Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50275 Telp. (024) 7474698,

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI

PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN L PADA PADAT TEBAR 20, 40 DAN 60 EKOR/LITER DALAM SISTEM RESIRKULASI Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 211 215 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 211 PRODUKSI IKAN NEON TETRA Paracheirodon innesi UKURAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 1 23 Agustus 2013, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi )

Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi ) Pembenihan Jambal Siam (Pangasius sutchi ) Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta 1997 KATA PENGANTAR Penguasaan teknologi pembenihan Jambal Siam (pangasius sutchi) oleh petani

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2017 TENTANG PELEPASAN IKAN GURAMI (OSPHRONEMUS GORAMY) GALUNGGUNG SUPER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier)

PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier) PENGARUH PERBEDAAN SUHU TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BUJUK (Channa lucius Cuvier) Deddy Kristianto Waruwu 1, Hafrijal Syandri 2 dan Azrita 3 E-mail : kristian_dwar@yahoo.com 1

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Jl. Peta No. 83, Bandung, Jawa Barat 40232, selama 20 hari pada bulan Maret April 2013. 3.2 Alat dan

Lebih terperinci

(The effect of feed combination on growth and survival of catfish larvae, Clarias gariepinus)

(The effect of feed combination on growth and survival of catfish larvae, Clarias gariepinus) Kombinasi pakan terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) (The effect of feed combination on growth and survival of catfish larvae, Clarias gariepinus)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan Hasil pengukuran ikan selais yang dipelihara dalam keramba yang ditempatkan di Kolam Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, maka bobot rata-rata

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) ABSTRAK

PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) ABSTRAK PENGARUH SUHU TERHADAP PERKEMBANGAN TELUR DAN LARVA IKAN TOR (Tor tambroides) Benedikta E Yuliyanti 1, Rara Diantari 2, Otong Z Arifin 3 ABSTRAK Ikan Tor tambroides merupakan ikan air tawar asli Indonesia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci