BAB I PENDAHULUAN. Kutipan di atas merupakan adegan yang terjadi di kamar penginapan. Seorang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Kutipan di atas merupakan adegan yang terjadi di kamar penginapan. Seorang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.Sirtu nggregik supaya Ugra mbaleni nutugake tumindake nafsu birai. Ngurus-ngurus ngono Sirtu uga karo nglendhetake awake marang wong lanang Ugra, nggregik supaya pakartine kuwi bisa mbalekake nafsune Ugra kang kabur bali njilma maneh. Terjemahan: Sirtu merajuk agar Ugra kembali melanjutkan nafsu birahi(nya).sambil terus berusaha demikian, Sirtu juga menempelkan tubuhnya ke Ugra, berharap agar tindakannya bisa mengembalikan nasfu Ugra yang telah hilang. (Brata, 2010:112 dalam novel Nona Sekretaris) Kutipan di atas merupakan adegan yang terjadi di kamar penginapan. Seorang perempuan bernama Sirtu berprofesi sebagai sekretaris di sebuah kantor. Ia adalah perempuan yang pintar, mandiri, dan mumpuni. Akan tetapi, kehebatannya dalam dunia publik berbanding terbalik dengan perilakunya menghadapi lawan jenis. Perempuan tersebut tampak lemah, tak berdaya, bahkan terkesan mengiba kepada laki-laki, yakni Ugra sang wakil direktur, untuk melanjutkan kontak fisik yang sempat terhenti. Dari kutipan dan sedikit ilustrasi potongan adegan dalam novel berbahasa Jawa Nona Sekretaris karya Suparto Brata tersebut, pembaca dapat melihat bahwa Sirtu adalah perempuan yang sudah berhasil berada di ranah publik, namun justru kembali masuk ke ranah domestik. Ranah domestik bagi seorang perempuan Jawa tidak akan terlepas dari dapur, sumur, dan kasur. Dalam adegan tersebut, diceritakan 1

2 bahwa Sirtu dan Ugra bukanlah sepasang suami istri, namun Sirtu melakukan penyerahan diri secara total dalam aktifitas seksual layaknya pasangan suami istri yang secara tidak langsung membawa posisinya masuk dalam ranah domestik. Perempuan untuk berada di ranah publik atau domestik merupakan sebuah pilihan. Akan tetapi, pada kenyataannya perempuan yang sudah menjadi subjek dan berada di ranah publik masih saja diperdebatkan. Perdebatan feminisme sesungguhnya telah beranjak ke persoalan ekspresi seksualitas dengan meninggalkan perdebatan publik-domestik, namun perbincangan tentang publik dan domestik tidak pernah usai karena terus menerus direproduksi oleh karya sastra. Suparto Brata kerap memunculkan tokoh perempuan modern yang memiliki kecerdasan, pendidikan, dan pekerjaan mapan di ranah publik. Sekilas, Suparto Brata merupakan seorang penulis feminis karena karya-karyanya hampir selalu memiliki subjek utama perempuan yang mandiri. Suparto Brata menyatakan bahwa tidak terhitung jumlah peneliti yang berusaha melakukan pendekatan terhadap karya sastranya dengan menggunakan teori feminisme dan mengatakan bahwa dirinya adalah seorang penulis feminis yang hebat. Akan tetapi, Suparto Brata menolak bila dikategorikan sebagai penulis feminis. Suparto Brata memang membuat sebagian besar tokohnya adalah perempuan yang memiliki ketegasan sifat dalam menghadapi kehidupan yang keras, namun ia hanya terinspirasi oleh kehidupan yang dijalani Ibunya, yakni Raden Ajeng Jembrawati. Hal ini diutarakan oleh Suparto Brata kepada Indra Harsaputra yang kemudian diterbitkan berupa artikel berjudul Suparto: Charting Surabaya History. Artikel tersebut dimuat di koran harian The Jakarta Post pada hari Senin tanggal 14 Februari Berikut kutipan dari artikel tersebut: 2

3 Many people say I'm a feminist writer, but the fact is that I've mostly written about the firm attitude of women in facing a hard life," such tales were inspired by his mother, Raden Ajeng Jembrawati. Terjemahan: Tak sedikit orang yang berpendapat bahwa saya adalah seorang penulis feminis, akan tetapi kenyataannya bahwa saya menulis tentang sikap tega perempuan saat menghadapi kehidupan yang keras, kisah demikian terinspirasi oleh ibunya, Raden Ajeng Jembrawati. Suparto Brata juga mengimbuhkan, dengan penyangkalannya sebagai penulis feminis yang termuat di Jakarta Post justru mengakibatkan semakin banyak jumlah peneliti yang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang penulis feminis. Suparto Brata lahir, tumbuh, dan menetap di pulau Jawa. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang memiliki batasan-batasan tertentu dalam relasi gender yang memperlihatkan kedudukan dan peran laki-laki yang lebih dominan dibanding perempuan. Perempuan Jawa tradisional diharapkan dapat menjadi pribadi yang patuh pada kekuasaan laki-laki. Kata wanita dalam bahasa Jawa merupakan akronim dari wani ditata (bersedia untuk ditata), yang secara tidak langsung mencirikan tuntutan pada perempuan Jawa untuk selalu bersikap pasif. Selain itu bagi masyarakat Jawa, perempuan sejati adalah perempuan yang lembut, bersikap dan berperilaku halus, rela menderita, dan setia. Perempuan Jawa juga dianjurkan untuk tidak tampil dan melebihi suami (Handayani, 2004: ). Sastrawan kelahiran tahun 1932 ini menciptakan tokoh perempuan dengan sentuhan kemodernan yang kental. Perempuan pekerja keras di ranah publik menjadi plot utama karya-karyanya. Kisah-kisah perempuan Jawa modern diabadikan dengan apik dalam bentuk karya sastra oleh Suparto Brata. Ia menciptakan tokoh utama perempuan yang mandiri dan tangguh. Akan tetapi, Suparto Brata menyelipkan halhal yang membuat perempuan hebat tampak lemah dan tak berdaya. Suparto Brata 3

4 akan menghadirkan sosok lelaki dengan kesempurnaan fisik dan kemapanan finansial, sehingga membuat tokoh utama perempuan rela mempertaruhkan kesuksesan yang telah tercapai di ranah publik. Jika dibaca sekilas, karya-karya Suparto Brata berisi poin-poin yang menunjukkan kekuatan perempuan dalam menjalani hidup, mandiri, dan bisa mencari materi layaknya laki-laki. Akan tetapi, proses jatuh cinta dan ketertarikan perempuan terhadap lawan jenis yang digambarkan Suparto Brata seolah melumpuhkan daya nalar perempuan. Suparto Brata secara tidak langsung ingin meng-iburumahtanggakan dan mendomestikkan perempuan yang sudah mampu keluar ke ranah publik. Kontradiksi ranah publik dan ranah domestik dalam novel-novel Suparto Brata tarik menarik dan menimbulkan kondisi yang paradoks, karena seolah-olah Suparto Brata ingin membentuk citra perempuan modern yang ideal, namun bentukan budaya patriarki masih kental dalam diri Suparto Brata membuat perempuan modern tersebut kembali dalam citra perempuan konvensional yang harus berada dalam ranah domestik. Hal ini mungkin saja terjadi karena kehidupan Suparto Brata melewati kehidupan pada 3 zaman yang berbeda, yakni zaman penjajahan Belanda, zaman pendudukan Jepang, hingga zaman kemerdekaan. Ia juga pernah tinggal di perkampungan hingga wilayah dalam kraton Surakarta, sehingga konsep Suparto Brata tentang perempuan Jawa tidak akan melenceng jauh dari pengamatan di kehidupannya. Imajinasi perempuan sempurna Suparto Brata yang terwujud pada tokoh-tokoh di dalam karya-karya sastranya sedikit mengingatkan pembaca dengan perempuan super power ciptaan rejim Soeharto. Soeharto pada masa itu menggembor-gemborkan bahwa perempuan seharusnya berada di sektor domestik 4

5 (rumah tangga) dan di sektor publik (organisasi sosial seperti PKK dan Dharma Wanita, bukan berkarier layaknya laki-laki). Menurut Sukanti Suryochondro (1995: 64) beberapa pihak melihat Dharma Wanita sebagai gejala kemunduran gerakan perempuan karena berkurangnya kemandirian perempuan dengan mendapat bimbingan dari atasan (yang umumnya pria), sehingga Dharma Wanita dianggap mencerminkan dominasi laki-laki. Kemunduran lain dalam Dharma Wanita yakni anggota pengurus harus sesuai jabatan suami. Saparinah Sadli dan Soemarti Patmonodewo (1995: 72-73) melihat bahwa dalam lingkungan budaya Indonesia, khususnya bagi perempuan yang terlibat dalam PKK dan Dharma Wanita, diharapkan untuk mengembangkan perilaku yang sesuai dengan isi Panca Dharma Wanita 1. Panca Dharma Wanita akan memberi dampak yang cukup jauh pada perkembangan karakteristik dan perilaku perempuan Indonesia dalam mengisi peran sosialnya sebagai istri, pendamping suami, pendidikan anak sektor domestik, ibu, dan ibu rumah tangga. Selain itu, Panca Dharma Wanita juga menggambarkan sosok ideal perempuan Indonesia. Rejim Soeharto pada waktu itu juga memiliki program yang disebut Revolusi Hijau. Program ini lambat laun secara tidak langsung mematikan peran perempuan di sektor publik. Sebelumnya, perempuan berbagi tugas dengan laki-laki untuk mengolah lahan pertanian hingga proses penjualan hasil pertanian. Akan tetapi, Soeharto menilai bahwa hasil pertanian tidak mencukupi kebutuhan pangan seluruh 1 Pertama, wanita sebagai istri pendamping suami. Kedua, wanita sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, wanita sebagai penerus keturunan dan pendidik anak. Keempat, wanita sebagai pencari nafkah tambahan. Kelima, wanita sebagai warga negara dan anggota masyarakat. 5

6 Indonesia, sehingga harus mengimpor beras. Sebagai solusi untuk menghentikan impor beras, Soeharto kemudian membagikan benih-benih super kepada petani dan obat penyubur tanaman, sehingga menghasilkan panen yang melimpah dalam waktu yang cepat. Soeharto juga memberikan peralatan-peralatan modern sehingga tugas perempuan di sektor publik terhenti. Kesibukan di lahan pertanian sudah mampu diselesaikan oleh laki-laki dan mesin-mesin canggih. Yulfita Rahardjo (1995: 6) berpendapat dalam Perbedaan antar Studi-Wanita dalam Pembangunan dan Studi Wanita bahwa mekanisasi di bidang pertanian telah menghapuskan peran ekonomi perempuan yang secara tradisional menjadi bidangnya. Ester Boserup (1970: 5) dalam studinya tentang Woman s Role in Economic Development menyatakan prihatin tentang kemungkinan perempuan kehilangan fungsi-fungsi produksinya dalam proses peralihan yang disebabkan oleh modernisasi pertanian serta migrasi ke kota, dan karenanya seluruh proses pertumbuhan akan mengalami kemunduran. Sita van Bemmelen (1995: 190) berpendapat mengenai bagaimana perempuan kehilangan fungsi produksinya dan mengapa mereka tidak mampu meningkatkan produktivitasnya karena pekerjaan perempuan dalam subsisten dinilai rendah, atau malahan sama sekali diabaikan oleh pemerintah; perempuan secara sistematik tak diikutkan dalam latihan teknologi-teknologi baru; kesempatan kerja bagi perempuan menyempit melalui modernisasi pertanian; dan perempuan didiskriminasikan sebagai pekerja potensial dalam industri modern. Selain itu, masa pemerintahan Soeharto telah melahirkan berbagai kebijakan dan aturan-aturan tersendiri terhadap perempuan, baik kebijakan tertinggi yang dituangkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) maupun kebijakankebijakan yang tertuang dalam bentuk aturan-aturan tertentu. Kebijakan negara terhadap perempuan yang dituangkan dalam GBHN tersebut mendefinisikan 6

7 perempuan ke dalam lima bentuk partisipasi 2. Sebagai penjabaran dari GBHN, Departemen Dalam Negeri telah merancang lima tugas utama perempuan 3. Dari kebijakan-kebijakan yang ada, baik yang dituangkan dalam GBHN maupun yang telah dirancang oleh Departemen Dalam Negeri, terlihat bahwa pendefinisian tentang perempuan dan tugas-tugasnya sangat subordinat dan marjinal. Pendefinisian perempuan seperti ini juga telah melahirkan konstruksi gender Orde Baru yang yang bermuara dari pendefinisian yang sempit tentang perempuan (Fatimah, 2007: ). Konstruksi perempuan secara sosial bersifat politis karena prosesnya melibatkan proses pertarungan pemaknaan dan secara simultan melibatkan proses inklusi dan eksklusi. Perempuan dalam Orde Baru diletakkan dalam posisi ibu dari sebuah keluarga pembangunan. Konstruksi perempuan yang demikian tak dapat dihindarkan dari eksklusi sejumlah pemaknaan yang memposisikan perempuan dalam kedudukan yang berbeda. Proses melembagakan kontruksi tertentu tentang perempuan menjadi suatu normalitas pun juga terus menerus melibatkan proses inklusi dan eksklusi. Semakin banyak anggota masyarakat yang menjadi agensi dari struktur sosial yang bersangkutan dan menjadikannya norma serta aturan bagian praktek normal keseharian mereka, maka akan semakin sulit bagi yang tereklusi 2 Pertama, perempuan didefinisikan dalam bentuk kodrat yang berbeda dengan laki-laki. Kedua, perempuan dapat memilih perannya dalam proses pembangunan tanpa harus meninggalkan posisinya sebagai ibu rumah tangga. Ketiga, perempuan dapat dilihat sebagai memegang peran penting dalam rumah tangga. Keempat, perempuan baik di kota maupun di desa harus terlibat dalam memecahkan masalah nasional. Kelima, kerja perempuan sangat berkaitan erat dengan pembangunan, terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan keterampilan. 3 Pertama, perempuan didefinisikan sebagai pasangan yang tergantung kepada suami. Kedua, perempuan dilihat sebagai pembentuk bangsa. Ketiga, perempuan dilihat sebagai ibu dan pendidik anak. Keempat, perempuan dipersiapkan sebagai pengurus rumah tangga dan bekerja hanya untuk memperoleh nafkah tambahan. Kelima, perempuan dilihat sebagai bagian dari masyarakat. 7

8 menjadi bagian dari salah satu elemen, apalagi mengubah konstruksi sosial yang ada (Djoharwinarlien, 2012:6-7). Dinamika dan keragaman ide tentang persamaan gender bagi perempuan selalu mewarnai sejarah bangsa. Diawali dengan kesadaran untuk membuka cakrawala perempuan melalui pendidikan, ide-ide emansipasi perempuan di Indonesia menjadi sebuah gerakan politik yang berkontribusi besar bagi perkembangan nasionalisme di Indonesia. Dalam periode berikutnya, marjinalisasi dan upaya membalik proses tersebut diartikulasikan secara berbeda, mulai dari emansipasi perempuan dalam konsepsi keluarga revolusioner jaman Demokrasi terpimpin sampai keluarga pembangunan jaman Orde Baru (Wieringa, 1999). Dalam periode reformasi yang masih berjalan hingga saat ini, perempuan mulai mendapatkan pengakuan akan kekhasannya sebagai sebuah entitas, terutama secara legal formal dengan dikeluarkannya aturan 30% kuota politisi perempuan, UU KDRT, dan pendirian Komisi Nasional Perempuan. Akan tetapi, di waktu yang bersamaan muncul gerakan yang melihat perempuan dengan posisi dan peran yang berbeda. Ditandai dengan lahirnya UU pornografi, perempuan dianggap dalam posisi subordinat atau sebagai objek. Dengan demikian, di satu sisi emansipasi dan peran perempuan di ranah publik diakui, namun secara bersamaan perempuan juga ditempatkan di posisi subordinat. Krtisti Poerwandari dalam Aspirasi Perempuan Bekerja dan Aktualisasinya mengemukakan bahwa pengembangan diri yang optimal dari perempuan yang berjumlah lebih dari 50% penduduk kita akan membawa dampak positif bagi pengembangan umat manusia secara umum. Namun pada kenyataan, meskipun iklim yang berkembang telah mulai memberi peluang, banyak aspek yang berkaitan dengan faktor-faktor kultural dan sosial masih menghambat pengembangan mereka (Ihromi, 1995: xi-xii). 8

9 Mary Wollstonecraft dalam A Vindication of the Rights of Women (1792), John Stuart Mill dalam The Subjection of Women (1869) dan Betty Friedan dalam The Feminine Mistyque (1963) menekankan bahwa subordinasi perempuan berakar dari keterbatasan hukum dan adat yang menghalangi perempuan untuk masuk ke lingkungan publik. Masyarakat beranggapan bahwa perempuan karena kondisi alamiah yang dimilikinya kurang memiliki intelektualitas dan kemampuan fisik dibandingkan pria. Oleh karena itu, perempuan dianggap tidak mampu menjalankan peran di lingkungan publik. Menurut Friedan, perempuan melalui usahanya yang keras akan mampu menyamai pria. Namun, perempuan tak perlu mengorbankan perkawinan dan peran mereka sebagai ibu hanya untuk karier. Betapapun tinggi karier yang dicapai oleh seorang perempuan, tidak berarti dia harus menolak mencintai dan dicintai oleh pria atau menolak mengasuh anaknya. Wanita yang normal, adalah perempuan yang bermoral, yang bisa mendahulukan perkawinannya dan perannya sebagai ibu diatas karier. Selain itu, Friedan juga mengajak perempuan (seperti halnya yang dilakukan Wollstonecraft dan Mill), untuk berperan dalam dunia publik tanpa mengajak pria ikut berperan dalam ranah domestik (Amal, 1995a: dan Tong, 2010: 38-48). Sejarah panjang perempuan Indonesia yang menjadi perdebatan menarik minat Suparto Brata untuk melakukan tarik-ulur antara ranah publik-domestik pada tokoh perempuan di karya sastranya. Hal ini memiliki kemiripan dengan kejadian di Amerika pada masa Perang Dunia II. Betty Friedan dalam The Feminine Mystique (1963) menceritakan bahwa majalah Amerika tahun 1930-an berisi tentang keyakinan diri dan kepahlawanan perempuan karir yang mandiri, akan tetapi pada akhir tahun 1940-an sampai awal tahun 1960-an perempuan digambarkan sebagai sosok yang berambisi pada perkawinan dan menjadi ibu rumah tangga. Friedan juga menceritakan 9

10 tentang krisis identitas yang dialami oleh perempuan Amerika pada saat itu. Perempuan Amerika tidak tahu peran apa yang harus mereka mainkan untuk menyesuaikan dengan harapan-harapan masyarakat, apakah harus berkarir membantu suami membayar sejumlah tagihan, atau secara total menjadi ibu rumah tangga. Perempuan Amerika pergi menuntut ilmu dengan tujuan mencari calon suami. Mereka akan berhenti sekolah setelah menikah. Perempuan Amerika pada saat itu takut membuat calon suaminya lama menunggu menyelesaikan pendidikannya. Perempuan Amerika seolah menjadi objek atas kemauan diri sendiri, padahal Simone de Beauvoir dalam The Second Sex (1949), yang juga sependapat pada Sartre, menyatakan bahwa dalam relasi manusia selalu terjadi konflik intersubjektifitas, dimana masing-masing selalu berusaha menjadikan manusia yang lain sebagai objek dan tidak ingin dirinya yang menjadi objek. Bagi Simone de Beauvoir penyebab mengapa kaum perempuan tertindas adalah dimana keberadaan kaum perempuan yang keadaannya kurang dihiraukan dan bukan subjek absolut seperti kaum pria. Sehingga memunculkan pandangan bahwa subjek absoulut adalah kaum pria, sedangkan kaum perempuan hanyalah objek lain (the other). Menurut Simone de Beauvoir proses tersebut berawal dari fakta biologis seperti peran reproduktif, ketidakseimbangan hormon, kelemahan organ tubuh perempuan, dan sebagainya yang digabungkan dengan sejarah patriarkat hingga akhirnya kaum perempuan disudutkan kepada peran reproduksi dan domestik dan tanpa disadari sebenarnya perempuan telah digiring kepada definisi makhluk yang tidak berkesadaran (être en soi). Hal inilah yang menjadikan dominasi terhadap kaum perempuan sepanjang sejarah. Shulamith Firestone dalam The Dialectic of Sex (1970), mengatakan bahwa patriarki berakar pada perbedaan biologi laki-laki dan perempuan. Perbedaan kelas sosial yang sesungguhnya adalah perbedaan fungsi biologis antara perempuan dan 10

11 laki-laki. Dalam masyarakat yang kapitalistik, jika perempuan lebih besar peranannya dalam proses reproduksi, maka akan lebih mudah bagi sistem ekonomi yang kapitalistik untuk mengurung perempuan dalam ranah domestik dan hanya berperan sebagai pengurus rumah tangga saja. Sebaliknya, lebih mudah untuk menarik laki-laki terjun ke pasaran kerja sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga. Perbedaan atas peran reproduktif dan peran ekonomi antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga biologis inilah yang menyebabkan perempuan berada pada posisi subordinat, karena perempuan tidak memiliki posisi tawar yang cukup kuat dalam kehidupan rumah tangga (Amal, 1995: 94-95). Sependapat dengan Firestone, Amin Yitno dalam Gejala Matrifokalitas di Masyarakat Jawa mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan dibedakan karena diantara keduanya telah dibedakan secara alamiah atau kodrat. Secara fisik jelas nampak bahwa wanita mempunyai penampilan bentuk, kwalitas, dan kemampuan yang berbeda dengan fisik laki-laki. Ki Hadjar Dewantara pun pernah berpendapat bahwa inilah keadaan yang nyata, yang khas dan bahwa tubuh perempuan itu berbeda sekali dengan badan orang laki-laki, karena perbedaan itu berhubungan dengan kodrat perempuan, yaitu kewajibannya akan menjadi ibu, akan mengandung anak, melahirkan anak, dan lain-lain (Soedarsono, dkk., 1985: 3). Sehubungan dengan kondisi badan perempuan, Engels (1880) memaparkan asal usul domestifikasi perempuan oleh laki-laki. Engels juga menganggap bahwa mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak merupakan hambatan perempuan untuk bergerak bebas. Kondisi inilah yang membuat para perempuan terpaksa harus memperhatikan sumber-sumber ekonomi produksi yang ada di sekitar mereka, yakni tanaman dan binatang ternak. Berawal dari titik inilah perempuan secara tidak sengaja menemukan tehnik bercocok tanam dan beternak, sehingga 11

12 memunculkan kemungkinan bagi kaum perempuan untuk mengumpulkan dan memiliki harta kekayaan pribadi. Keadaan ini membuat kaum perempuan mempunyai hak untuk mengatur perkawinan yang harus dipatuhi oleh kaum laki-laki. Perempuan berhak menilai apakah harta calon besan cukup untuk menaikkan posisinya di dalam masyarakat agar lebih kuat. Dikarenakan adanya perkawinan, maka kaum laki-laki mulai masuk di kehidupan perempuan. Laki-laki berkewajiban untuk bekerja untuk pihak perempuan. Pada saat-saat inilah muncul pembagian kerja berdasar jenis kelamin. Perempuan mengurus administrasi kekayaan dan keluarga di rumah, sementara laki-laki bertugas mengerjakan pekerjaan produksi di luar rumah. Lambat laun, karena posisi laki-laki yang yang harus bekerja, maka laki-laki memiliki hak kepemilikan alat-alat produksi. Laki-laki dengan keuletannya dapat menyisihkan sebagian hasil produksinya untuk disimpan untuk menjadi harta milik pribadi. Secara perlahan harta pribadi laki-laki semakin besar, sehingga membuat posisi laki-laki secara ekonomi tidak lagi harus tunduk pada perempuan. Di dalam keluarga, peran laki-laki menjadi lebih penting dari pada perempuan. Keadaan ini mendorong kaum laki-laki untuk mempergunakan kekuasaannya yang semakin besar tersebut untuk mengambil alih, tidak hanya dalam hal produktivitas, namun juga hal penguasaan harta kekayaan, dan hak atas anak-anak mereka dari kekuasaan kaum perempuan. Muncullah kemudian di dalam masyarakat sistem hukum baru, yakni segala sesuatu diatur oleh dan untuk kepentingan laki-laki. Kedudukan perempuan berubah dari bebas menjadi pengabdi kaum laki-laki. Inilah kekalahan terbesar perempuan dalam sejarah umat manusia (Budiman, 1982: 19-21). 12

13 Sejak saat itulah pandangan-pandangan tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan menjadi semakin kuat, tajam, dan seolah-olah melembaga: laki-laki di ladang, perempuan di dapur; laki-laki memegang pedang, perempuan memegang jarum; laki-laki untuk berkuasa, perempuan untuk menurut. Segala yang menyimpang dari itu berarti kekacauan (Suryakusuma, 1981: 11). Pandangan dan anggapan demikian sangat merugikan dan menghambat gerak perempuan. Tekanan dan perampasan haknya oleh kaum laki-laki tidak menghentikan perempuan untuk berusaha merebut kembali, namun laki-laki bergerak lebih cepat, mendominasi, dan mengembalikan posisi perempuan di ranah domestik. Akan tetapi, Nathalie Zemon Davis (1990) berpendapat bahwa tubuh manusia dilengkapi dengan suatu persediaan hormon serta program-programnya, garis lekuk dagingnya serta ukuran tulang yang berbeda, namun kebudayaanlah yang mengadakan penafsiran dan menetapkan peraturan. Temuan ilmu antropologi terbaru mengukuhkan pendapat Nathalie Zemon Davis. Temuan ini memberikan sumbangan besar bagi dunia gender karena dapat menarik kesimpulan bahwa bagian terbesar dari yang dianggap sebagai peran alamiah laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat, sama sekali tidak ditetapkan secara biologis. Kegiatan kaum laki-laki dan perempuan ataupun pembagian kerja antara mereka aneka ragamnya, terkecuali fungsi mereka yang berbeda dalam hal menjadi orang tua. Arti penting dari segala ini adalah bahwa misalnya pembenaran bagi pembagian kerja dewasa ini sebagai orde alamiah dapat dibantah dengan menyatakan bahwa ia merupakan kontruksi sosial atau buatan manusia, dan oleh karena buatan manusia, maka dapat diubah (van Bemmelen, 1995: ). Perbicangan peran gender dalam masyarakat apakah hal tersebut terjadi secara alamiah atau bentukan konstruksi sosial membuat Saparinah Sadli dan Soemantri 13

14 Patmonodewo (1995: 81-82) melakukan penelitian bahwa dalam setiap lingkungan budaya ada pembagian peran gender (gender specific roles) yang dapat diamati, ditiru, dan diperkenalkan secara khusus pada anak laki-laki dan perempuan. Sehingga dalam setiap budaya juga ada stereotipe tertentu tentang apa yang pantas bagi perempuan dan laki-laki. Isi stereotipe bisa berbeda antar budaya, antar kelas sosial ekonomi, dan antar usia. Isi stereotipe juga bisa bisa berubah dalam kurun waktu tertentu. Namun, dari segala perbedaan dan perubahan pasti akan ada stereotipe yang nyata dan selalu ada. Misalkan saja, di lingkungan budaya Indonesia masih ada kecenderungan kuat untuk menempatkan perempuan di sektor domestik dengan alternatif pilihan peran yang relatif terbatas. Seorang ibu ditampilkan sebagai orang yang tidak bekerja tetapi mengasuh dan melayani seluruh kebutuhan anggota keluarganya. Kalaupun ia aktif, ia aktif di PKK untuk belajar tentang bagaimana meningkatkan tugasnya dalam membina keluarga sejahtera. Sementara stereotip lakilaki adalah bekerja, berprestasi di luar rumah, memperkuat batasan tentang apa yang pantas, perlu atau tidak perlu dilakukan perempuan atau laki-laki. Tidak terlepas dari perbicangan hangat mengenai posisi peran perempuan dalam masyarakat Indonesia, Suparto Brata menciptakan perempuan sesuai dengan keinginannya sehingga menghasilkan perpaduan yang unik. Perempuan yang telah berhasil di sektor publik justru ingin mendomestikkan dirinya sendiri ke dalam ranah domestik. Melihat keunikan tokoh perempuan yang ada di dalam karya-karya sastra Suparto Brata, latar belakang kehidupan Suparto Brata, dan latar belakang sejarah perempuan Indonesia, peneliti ingin menggunakan karya-karya Suparto Brata yang diterbitkan (atau diterbitkan ulang) di atas tahun 2000 dan memiliki satu tema besar yang sama, yakni perempuan modern berusaha mendomestikkan dirinya sendiri. 14

15 Peneliti tertarik dengan tema tersebut karena penggambaran sekuat dan semandiri apapun tokoh wanita tetap akan bertekuk lutut dengan tokoh pria sehingga posisi perempuan menjadi paradoks. Perempuan digambarkan tampak gusar jika tidak bisa menemukan pria yang akan menjadi pendampingnya. Hal ini menegaskan imajinasi Suparto Brata akan konsep perempuan sempurna, bahwa sesempurna apapun seorang perempuan pasti akan bertekuk lutut pada pria. Novel-novel tersebut yaitu Ser! Randha Cocak (2009) dan Nona Sekretaris (2010, namun ditulis pada tahun 1984). Novel Ser! Randha Cocak berisi 3 cerita yakni Ser! Ser! Plong, Mbok Randha Saka Jogja, dan Cocak Nguntal Elo. Dalam Ser! Ser! Plong tokoh perempuan bernama Amrik memiliki aset berupa studio tari dan bakat berdansa yang tidak dapat melupakan kisah masa lalunya bersama teman kecil laki-laki. Amrik sejak awal jatuh hati dengan pria yang ia temui di pesawat. Ia tidak tahu bahwa laki-laki itulah teman masa kecilnya yang tidak pernah bisa ia lupakan Mbok Randha Saka Jogja menceritakan tentang perempuan yang bekerja di sebuah kantor bernama Citraresmi. Statusnya dalam CV adalah lajang namun memiliki seorang anak yang menjadi tanggungannya. Kejujuran ini sangat dihargai oleh perusahaan. Perusahaan memberikan penghargaan kepada Citraresmi atas kemampuan dan kecerdasannya. Tamu-tamu dari berbagai negara bisa dihandel olehnya. Akan tetapi, sebagian besar rekan kerja mencibir status Citraresmi karena memiliki anak tanpa adanya suami sehingga membuat Citraresmi tidak nyaman dan seolah terburu-buru menanggapi perhatian dari lawan jenis. Cerita terakhir dari novel Ser! Randha Cocak adalah Cocak Nguntal Elo yakni tentang perempuan bernama Wening yang memiliki siasat hebat dalam meringkus orang yang akan menghancurkan kantor yang telah ia pegang. Wening 15

16 selain memiliki kekuasaaan dan kecerdasan, ia juga memiliki kepribadian yang menarik dan fisik yang sempurna. Akan tetapi, di usianya yang tak lagi muda dan berstatus janda, hingga akhirnya ia jatuh hati pada rekan kerjanya. Novel Nona Sekretaris menceritakan perempuan desa bernama Sirtu yang mengadu nasib di Jakarta dengan berbekal ijazah dan berbagai macam keterampilan. Berbekal kecantikan yang ia miliki, sempat terbuka peluang untuk menjadi artis, namun ia menolaknya. Singkat cerita, Sirtu menduduki posisi sebagai sekretaris yang mumpuni dalam segala bidang termasuk penguasaan bahasa asing dan kemampuan melobi. Kecantikan dan kepandaian Sirtu menarik perhatian laki-laki. Sirtu jatuh hati pada wakil direktur yang memiliki kesempurnaan fisik sehingga Sirtu merelakan diri untuk dapat memiliki sang wakil direktur. Berdasar dari persamaan tema dan garis besar dari kedua novel yang berisi 4 cerita tersebut peneliti ingin mengidentifikasi domestifikasi perempuan yang terjadi di dalam novel-novel karya Suparto Brata, penyebab terjadinya domestifikasi perempuan, dan mengetahui jenis ruang domestik yang diinginkan oleh Suparto Brata untuk perempuan-perempuan modern. 1.2 Rumusan Masalah Suparto Brata yang lahir pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia telah melihat bahwa posisi perempuan pada masa itu sungguh tidak menguntungkan. Perempuan Jawa tradisional pada masa itu harus bergantung pada laki-laki. Suparto Brata sebagai seorang laki-laki sudah semestinya memiliki imajinasi tentang perempuan yang sempurna di ranah publik namun tidak bisa lepas dari ranah domestik. Untuk itu ia menciptakan sosok perempuan dengan kecantikan dan karier yang sempurna di ranah publik, namun rela menukar posisinya untuk masuk ke ranah 16

17 domestik demi laki-laki yang tampan dan mapan. Berdasar novel-novel Ser! Randha Cocak dan Nona Sekretaris, peneliti ingin mengetahui: Mengapa perempuan yang sudah mampu mengokupasi ruang publik dikembalikan ke dalam ruang domestik oleh pengarang? Ruang domestik seperti apa yang ingin dikemukakan oleh Suparto Brata? Bagaimana bentuk-bentuk paradoksalitas pemosisian ruang publik dan ruang domestik dalam novel-novel Ser! Randha Cocak dan Nona Sekretaris karya Suparto Brata? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan diketahui sebab-sebab pendomestikkan perempuan oleh pengarang, jenis ruang domestik yang diinginkan pengarang, dan paradoksalitas posisi publikdomestik diharapkan dapat memberikan kontribusi tentang gambaran perempuan Jawa di mata laki-laki Jawa, keinginan laki-laki Jawa terhadap peran perempuan Jawa, dan cara menempatan perempuan Jawa dalam posisi yang stabil. 1.4 Landasan Teori Pada tahun 1963 terbit The Feminine Mystique karya Betty Friedan. Konsep umum yang dipaparkan dalam buku ini merajut hal-hal yang berkenaan dengan kata hati (inner voice), kekosongan jiwa dan tujuan-tujuan hidup yang bermakna lebih luas. Buku ini merupakan gambaran ideal mengenai apa yang disebut feminin, yakni tentang harapan wanita pada saat itu untuk mengurus rumah tangga dan tidak ada hal lain lagi yang mampu menghambat peran feminin yang ideal. Hambatan peran feminin ideal yakni pendidikan dan karir profesional. Kedua hal tersebut dinilai tidak feminin. Selain itu, perempuan dianggap tidak memiliki potensi atau kompetensi 17

18 untuk mengerjakan pekerjaan di arena kemasyarakatan, agama, politik, ekonomi, seni dan bahkan struktur keilmuan yang selama ini selalu dipegang oleh laki-laki. Akan tetapi, apabila ada wanita yang mengejar kapabilitas seperti laki-laki maka akan dikatakan bahwa perempuan tersebut telah keluar dari feminine path, yang secara langsung merujuk bahwa perempuan tersebut tidak lagi feminin. Dampak buruk dari ketidakfeminin-an perempuan akan membuat perempuan dikucilkan dalam masyarakat dan bahkan dinyatakan gila. The Feminine Mystique menandai dimulainya gerakan feminisme gelombang kedua di Amerika dan tentu saja memiliki efek di seluruh dunia. The Feminine Mystique disambut luas dan mampu menyadarkan masyarakat Amerika akan adanya ketimpangan seksual. The Feminine Mystique ditulis pada sebuah era di mana wanita diharuskan untuk kembali ke kodrat mereka sebagai ibu rumah tangga tradisional setelah trauma Perang Dunia II dan selama suatu waktu di saat orang-orang harus hidup di bawah rasa takut akan bahaya bom atom dan Perang Dingin. Penulis merasa The Feminine Mystique merupakan pisau yang tepat untuk membedah masalah domestifikasi perempuan dalam novel-novel Suparto Brata. Berikut ini merupakan teori-teori yang muncul dalam The Feminine Mystique karya Betty Friedan: Krisis Identitas pada Perempuan (The Crisis in Woman s Identity) Dalam bab ini Friedan menggambarkan adanya krisis identitas yang dialami oleh perempuan. Friedan dan perempuan muda seusianya berkeputusan untuk menyesuaikan dengan harapan-harapan masyarakat, yakni menghentikan karirnya yang menjanjian dengan kompensasi dapat mengasuh anak dengan lebih baik. Perempuan-perempuan muda memutuskan berhenti menuntut ilmu untuk menikah. Mereka cemas dan takut jika laki-laki dibiarkan terlalu lama untuk menunggu 18

19 perempuan menjadi pintar dan terdidik mereka akan gagal menjadi perempuan seutuhnya, yakni perempuan yang feminin. Kecemasan ini melekat di diri para perempuan jika membuat laki-laki tidak lagi terkesan kepadanya. Akan tetapi, ketika mereka telah mendapatkan suami dan menjadi ibu rumah tangga, perempuan merasakan kekosongan karena segala aktifitas yang mereka lakukan untuk kebahagiaan anak dan suaminya, sementara kebahagiaan dirinya bergantung pada kebahagiaan anak dan suaminya. Teori-teori yang ada mencoba memecahkan masalah krisis identitas pada perempuan tetapi tidak menemukan hasil karena citra lama perempuan (New Woman) dan citra baru perempuan (ibu rumah tangga yang bahagia) tidak menghendaki titik temu. Sudah ditetapkan bahwa anatomi adalah takdir perempuan dan dan identitas perempuan merupakan gambaran dari bentuk biologis mereka. But why have theorists not recognized this same identity crisis in women? In terms of the old conventions and the new feminine mystique women are not expected to grow up to find out who they are, to choose their human identity. Anatomy is woman's destiny, say the theorists of femininity; the identity of women is determined by her biology (Friedan, 1963:72). Terjemahan: Mengapa teori tersebut tidak bisa mengenali krisis identitas yang terjadi pada perempuan? Hal itu dikarenakan bahwa citra lama dan citra baru perempuan tidak menghendaki titik temu. Anatomi adalah takdir perempuan, dan identitas perempuan merupakan gambaran dari bentuk biologis mereka (Friedan, 1963:72). Friedan berpendapat bahwa posisi peran perempuan yang terjadi di masa itu dikarenakan bahwa budaya tidak mengizinkan perempuan untuk menerima dan memuaskan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan memenuhi potensi mereka sebagai manusia, yakni kebutuhan yang tidak semata-mata ditentukan oleh peran seksual mereka. Oleh karena itu, perempuan sangat menginginkan citra baru yang dapat membantu mereka untuk menemukan identitasnya yang berbeda dengan citra ibu 19

20 mereka. Perempuan muda takut tumbuh seperti ibu mereka dan mengakibatkan mereka takut tumbuh menjadi dewasa. Rasa takut untuk tumbuh yang mendera perempuan adalah bentukan dari mistik feminin. Mistik feminin membentuk perempuan agar pertumbuhannya berhenti pada saat ia melahirkan bayi. Dua metode yang digunakan mistik feminin untuk menghambat pertumbuhan perempuan adalah menjalani hidup dengan melepaskan segala komitmen dan hidup yang diwakilkan melalui suami dan anak-anaknya yang dikatakan sebagai solusi percobaan untuk mengatasi konflik antara dorongan untuk tumbuh dan ketakutan menghadapi situasi baru. "Noncommitment" and "vicarious living," can be understood as attempted solutions of the conflict between the impulse to grow and the fear of facing new situations but, though they may temporarily lessen he pressure, they do not actually resolve the problem; "their result, even if not their intent, is always an evasion of personal growth". Noncommitment and vicarious living are, however, at the very heart of our conventional definition of femininity. This is the way the feminine mystique teaches girls to seek "fulfillment as women"; this is the way most American women live today (Friedan, 1963:280). Terjemahan: Hidup tanpa komitmen dan hidup melalui identitas orang lain, dapat dipahami sebagai solusi untuk konflik yang terjadi antara dorongan untuk tumbuh dan ketakutan dalam menghadapi situasi baru_tetapi, walaupun hal itu mengurangi tekanan tetap tidak menyelesaikan masalah. Hasil yang muncul adalah perempuan justru menghindari berusaha pertumbuhan mereka. Hidup tanpa komitmen dan hidup melalui identitas orang lain adalah cara mistik feminin untuk membuat seorang anak perempuan mencari pemenuhannya sebagai perempuan; inilah cara hidup perempuan Amerika saat ini (Friedan, 1963:280). Mistik feminin mulai masuk ke Amerika setelah PD II. Pada saat itu perempuan bangga dengan perannya sebagai ibu rumah tangga. Setelah tahun 1949, definisi perempuan Amerika adalah sebagai ibu rumah tangga dan ibu. Perempuan pada masa itu tidak memiliki masa depan kecuali bayi karena mistik feminin mengatakan bahwa tidak ada cara lain bagi perempuan untuk menjadi seseorang layaknya pahlawan yang bahagia. Penyebaran mistik feminin inilah yang menyangkal 20

21 karir perempuan dan komitmen apapun di luar rumah serta membuat perempuan takut untuk tumbuh. Mistik feminin mendorong perempuan untuk memiliki pandangan bahwa lebih mudah membangun kebutuhan cinta dan seks untuk menjadi akhir tujuan hidup dengan menghindari komitmen pribadi dalam komitmen mengenai rumah dan keluarga. Then, it was easier to build the need for love and sex into the end-all purpose of life, avoiding personal commitment to truth in a catch-all commitment to "home" and "family" (Friedan, 1963:179). Terjemahan: Lebih mudah untuk membangun kebutuhan akan cinta dan seks menjadi semua tujuan hidup dengan menghindari komitmen pribadi dan mengambil semua komitmen yang berkaitan dengan rumah dan keluarga (Friedan, 1963:179). Pola kehidupan perempuan untuk hidup tanpa komitmen pada waktu itu terbawa hingga ke urusan politik. Perempuan dilarang untuk memiliki komitmen pada pemerintah dalam bentuk apapun, termasuk dalam proses pemilihan. Perempuan tidak memiliki suara untuk memilih karena mistik feminin membuat banyak orang beranggapan bahwa tanggung jawab perempuan adalah memegang keutuhan sebuah keluarga. Jika perempuan ditambah tanggung jawabnya untuk memikirkan masalah politik dan pemerintahan, hal itu dinilai memberatkan perempuan karena memang sudah kodratnya perempuan memiliki fisik yang lemah dan membutuhkan banyak perlindungan dan kenyamanan dari laki-laki. Pada waktu itu, perempuan yang memiliki keinginan untuk memiliki sebuah profesi di luar profesinya sebagai seorang ibu rumah tangga dianggap anomali oleh masyarakat, karena perempuan tersebut dipandang tidak bisa menerima kodratnya dan mengalami kegilaan karena ingin menyamakan posisinya dengan laki-laki. Mistik 21

22 feminin yang terjadi di Amerika membuat perempuan tidak dapat melihat masa depannya sebagai perempuan. Mistik feminin juga mendorong perempuan untuk mengabaikan pertanyaan tentang identitas mereka, karena mereka biasanya akan menjawabnya dengan istri dari. atau ibu dari. Perempuan pada masa itu hidup melalui suami dan anaknya. Pada fase ini, status identitas istri bergantung dengan pekerjaan suami. Tinggi rendahnya status seorang perempuan pada masa mistik feminin merebak berbanding lurus dengan tinggi rendahnya status pekerjaan suaminya. The feminine mystique permits, even encourages, women to ignore the question of their identity. The mystique says they can answer the question "Who am I?" by saying "Tom's wife... Mary's mother" (Friedan, 1963:64). Terjemahan: Mistik feminin mengijinkan, bahkan mendorong perempuan, agar perempuan mengabaikan pertanyaan tentang identitas mereka. Mistik feminin mengatakan, bahwa mereka dapat menjawab pertanyaan Siapa aku? dengan jawaban Aku adalah istri dari Tom Ibunya Mary (Friedan, 1963:64). Perempuan USA pada saat itu lebih memilih cinta daripada karir untuk tujuan hidupnya karena lebih mudah bagi perempuan untuk mencintai dan dicintai sehingga tidak memiliki alasan untuk bersaing dengan laki-laki. Perempuan pada dasarnya hidup untuk anak-anaknya dan suaminya serta tidak memiliki ketertarikan dengan dunia luar. Kenyataan ini sangat pas dengan bentukan mistik feminin. Selain itu, perempuan tidak pernah menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh karena emosi perempuan pada dasarnya hanya bersumber pada cara perempuan melayani suami dan anak-anaknya. Perempuan disalahkan jika mereka kehilangan sifat feminin mereka. Oleh karena itu, mereka diperintahkan untuk kembali ke rumah dan menjaga kefemininan mereka. 22

23 Setelah mistik feminin membuat perempuan untuk hidup tanpa memiliki komitmen apapun selain rumah tangga, perempuan pada waktu itu hanya bisa menjalani pernikahan tanpa memikirkan karir sambari berharap ia beruntung dalam pernikahannya. Perempuan sudah tidak mau lagi memikirkan dan membayangkan sesuatu yang tidak akan pernah terjadi, salah satunya adalah karir. Mereka sadar bahwa mereka yang memiliki pendidikan tinggi tidak akan pernah menggunakan ijazah mereka, karena mereka akan menjadi seorang istri dan ibu. Posisi menjadi ibu rumah tangga tidak akan dapat berjalan dengan baik jika seorang perempuan masih berambisi untuk berkarir. Mistik feminin membuat kata perempuan karir menjadi kata yang haram diucapkan karena dapat menciptakan ketidakfemininan seorang perempuan. Rasa ketidakfemininan yang ada pada perempuan dinilai dapat menghancurkan rumah tangga dan kebahagiaan keluarga Konstruksi Citra Perempuan Ideal Pada tahun 1950-an perempuan Amerika bergerak mundur ke rumah dan lebih menginginkan bayi dari pada karir. Semua buku dan artikel yang ditulis oleh para ahli tentang perempuan menekankan bahwa peran perempuan adalah mencari pemenuhannya sebagai istri dan ibu. Perempuan diajari untuk mengkasihani perempuan lain yang tidak feminin dan perempuan yang tidak bahagia karena memiliki ambisi untuk menjadi seperti laki-laki. Hal ini dikarenakan pendapat pada masa itu bahwa perempuan yang benar-benar feminin adalah perempuan yang tidak membicarakan karir, pendidikan, dan hak politik. Menurut banyak media, yang harus dilakukan perempuan dalam kehidupan adalah mempersembahkan hidup mereka untuk menemukan suami dan melahirkan anak. Para penulis artikel untuk majalah dan koran menyebut citra perempuan yang seperti itulah sebagai citra perempuan ideal. 23

24 Sebelum citra perempuan ideal merebak, citra perempuan digambarkan dengan semangat New Woman yakni perempuan yang hidup dengan ambisi untuk berkarir. Di tahun 1939, tokoh-tokoh cerita yang terdapat di media massa digambarkan dengan dengan sosok perempuan karir yang gembira, bangga dengan kehidupannya, senang bertualang, menarik, dan memiliki kehidupan percintaan dengan laki-laki. Citra New Woman dibentuk dan ditulis oleh penulis perempuan dan ditujukan untuk perempuan yang menjadi ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga pada masa itu sangat memimpikan kehidupan perempuan karir yang hidup mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain. Akan tetapi, kenyataannya yang terjadi bahwa lebih dari 21 juta perempuan Amerika yang masih lajang atau janda tidak akan berhenti mencari laki-laki. Seorang perempuan yang berkarir akan terus berpindah tempat bekerja dengan tujuan mencari suami dan perempuan-perempuan karir yang lain mengambil kursus malam, mengikuti klub olahraga, atau pergi ke bar dengan tujuan yang sama, yakni mencari suami. Setelah mendapatkan suami, perempuan berpendidikan tinggi dan memiliki karir yang cemerlang mengubah haluan hidup mereka untuk menjadi ibu rumah tangga karena itu adalah posisi yang paling menguntungkan dan memuaskan. Seolah menyetujui pergerakan perempuan yang kembali ke ranah domestik, media mengatakan bahwa banyak perempuan berbakat yang ingin memperlihatkan kehebatannya di depan masyarakat, namun dari banyaknya perempuan berbakat hanya sedikit yang sukses. Citra atau gambaran perempuan ideal sama halnya dengan citra New Woman yang juga diciptakan oleh media cetak dan media massa. Akan tetapi, bila citra New 24

25 Woman ditulis oleh penulis perempuan, maka citra perempuan ideal ditulis oleh lakilaki. Penulis laki-laki tersebut merasa bahwa citra perempuan masa kini adalah cerminan dari impian perempuan yang sesungguhnya. Kehidupan perempuan karir yang didambakan oleh ibu rumah tangga tidak seindah dalam cerita yang termuat di media. Perempuan karir tetap berusaha mencari laki-laki yang ideal untuk dijadikan suami. Untuk itu, citra New Woman digantikan oleh citra perempuan ideal karena merupakan mimpi perempuan karir untuk menjadi ibu rumah tangga bahagia dan agar ibu rumah tangga berbangga hati dengan status dan posisinya. Media terus-menerus menyoroti masalah citra perempuan dan hampir semua media menggambarkan citra perempuan ideal sebagai ibu rumah tangga yang bahagia untuk menggantikan citra perempuan New Woman, yakni perempuan yang tidak pernah menjadi ibu rumah tangga. This is the real mystery: why did so many American women, with the ability and education to discover and create, go back home again, to look for "something more" in housework and rearing children? For, paradoxically, in the same fifteen years in which the spirited New Woman was replaced by the Happy Housewife, the boundaries of the human world have widened, the pace of world change has quickened, and the very nature of human reality has become increasingly free from biological and material necessity (Friedan, 1963:60). Terjemahan: Ini adalah misteri yang sesungguhnya, mengapa begitu banyak perempuan Amerika yang memiliki pendidikan dan kemampuan berkarir kembali ke ranah domestik untuk mencari sesuatu yang lebih dalam hal mengurus rumah tangga membesarkan anak? Sebab secara paradoks, dalam 15 tahun yang sama, semangat citra New Woman digantikan oleh citra ibu rumah tangga yang bahagia, batas-batas dunia melebar, dunia berubah dengan cepat, dan manusia semakin terbebas dari kebutuhan biologis serta materi (Friedan, 1963:60). Beberapa media cetak bahkan dengan terang-terangan memberi peringatan bahwa karir dan pendidikan akan mengarahkan perempuan ke maskulinisasi dengan konsekuensi yang berbahaya bagi rumah tangga mereka. Media juga menerbitkan 25

26 artikel untuk perempuan karir dan menyebut mereka sebagai penderita syaraf. Sejak itu, definisi perempuan Amerika adalah ibu rumah tangga dan ibu yang tidak memiliki masa depan kecuali menantikan kehadiran bayi. Citra perempuan seperti ini adalah bentukan dari mistik feminin yang berkembang di Amerika sehingga menyeret kembali perempuan karir untuk menjadi ibu rumah tangga penuh karena secara paradoks semangat New Woman digantikan oleh citra ibu rumah tangga yang bahagia karena mistik feminin mengatakan bahwa nilai tertinggi dan satu-satunya komitmen perempuan adalah dengan melakukan pemenuhan feminitas mereka sendiri. Media membentuk citra perempuan ideal sebagai perempuan yang tidak melakukan pekerjaan kecuali pekerjaan rumah tangga dan bekerja untuk menjaga tubuh mereka yang indah dengan tujuan mendapatkan dan mempertahankan laki-laki. Media juga mengatakan bahwa jenis kelamin adalah satu-satunya gairah dan alasan bagi perempuan untuk mengejar laki-laki. Selain itu, perempuan dibatasi untuk berada dalam lingkaran satu gairah, satu peran, dan satu pekerjaan yakni menjadi ibu dan ibu rumah tangga Keaktifan Perempuan dalam Hubungan Seks (The Sex Seekers) Beberapa dokter mengatakan masalah seksual terjadi antara para suami dan istri karena para istri merasakan kelaparan seks (sex hunger) yang begitu besar karena suami mereka tidak bisa memuaskannya. Seorang psikiater di klinik konseling pernikahan mengatakan bahwa ibu rumah tangga tidak memiliki rutinitas lain selain menjadi ibu dan istri. Setelah istri membersihkan rumah dan mengasuh anak, istri akan menunggu kepulangan suami sepanjang hari dengan harapan untuk mendapatkan sesuatu yang membuatnya merasa hidup di waktu malam. Akan tetapi, yang terjadi 26

27 adalah suami kelelahan karena aktifitasnya di luar rumah dan tidak tertarik dengan istrinya. Hal ini menjadi bagian yang mengerikan dari hidup perempuan karena merasa tidak diinginkan laki-laki. Whether or not this fictional picture of the over-lusting female means that American women have become avid sex-seekers in real life.(friedan, 1963:253). Terjemahan: Apakah benar atau tidak, bahwa gambaran fiksi dalam media mengenai perempuan tampak bernafsu yang berarti bahwa perempuan Amerika telah keranjingan seks sehingga berusaha mencari seks dalam kehidupan nyata..(friedan, 1963:253). Gambaran tentang keagresifan perempuan sebagai pemburu seks tercermin dalam novel yang memang bertujuan untuk melayani perempuan yang lapar pada khayalan tentang seks. Khayalan bahwa perempuan lebih bernafsu berarti bahwa perempuan USA pada waktu itu sangat menginginkan pencarian seks dalam kehidupan nyata. Jadi, dari usia remaja sampai pertengahan, perempuan USA ditakdirkan untuk menghabiskan lebih banyak waktu mereka dalam fantasi seks. Bahkan, seorang perempuan yang merasa tidak beruntung dalam pernikahannya (suami tidak mampu memuaskan hasrat seksnya) sangat mudah jatuh cinta dan berhubungan seks dengan laki-laki yang baru dikenalnya. Tindakan seks cenderung menjadi bersifat seperti mesin dan mengurangi fungsi sesungguhnya. Seks menjadi tempat untuk memperebutkan kekuasaan atau hanya sebagai kegiatan yang menjemukan dan sekedar memenuhi jadwal. Perempuan yang tidak menemukan kepuasan dalam seks akan melakukan pencarian tanpa ujung. Hal ini dikarenakan, perempuan yang hidup dan menganut paham mistik feminin memandang tidak ada jalan lain untuk sebuah prestasi, status, atau identitas kecuali seks. Even though they find no satisfaction in sex, these women continue their endless search. For the woman who lives according to the feminine mystique, 27

28 there is no road to achievement, or status, or identity, except the sexual one: the achievement of sexual conquest, identity as a sexually successful wife and mother (Friedan, 1963:253). Terjemahan: Meskipun perempuan tidak menemukan kepuasan dalam hubungan seks, perempuan melanjutkan pencarian mereka tanpa akhir. Bagi perempuan yang hidup sesuai dengan pola mistik feminin, tidak ada jalan lain menuju prestasi, status, atau identitas. Perempuan hanya memiliki jalan untuk urusan seksual yakni dengan pencapaian kepuasan seks, identitas sebagai istri dan ibu yang sukses secara seksual (Friedan, 1963:253). Perempuan menjadi sosok yang kelaparan akan seks karena kehidupan tanpa identitas yang mengharuskan untuk hidup tanpa komitmen dan hidup melalui suami dan anak-anaknya membuat perempuan merasakan kekosongan dan secara otomatis terisi dengan fantasi seks. Berbeda dengan laki-laki yang dalam aktifitasnya berada di luar rumah dan bertemu dengan banyak orang sehingga kesibukan tidak memberikan kesempatan bagi laki-laki untuk merasakan kekosongan. Mistik feminin membuat seks dan pernikahan dini sebagai jalan keluar yang paling mudah dan merupakan hiburan ketika menghadapi sulitnya kehidupan. 1.5 Tinjauan Pustaka Kehidupan Suparto Brata dan karya-karyanya banyak menarik minat sastrawan, mahasiswa, maupun pengamat sastra untuk meneliti dan menganalisis menggunakan teori-teori yang beragam. Teori feminisme adalah teori yang cukup sering digunakan untuk membedah karya sastra Suparto Brata. Dalam kurun waktu tercatat 9 penelitian yang menggunakan karya Suparto Brata, dan 4 dari 9 penelitian menggunakan teori feminisme. Di tahun 2010, Mahfiroh menulis skripsi berjudul Peranan dan Posisi Perempuan di Masyarakat dalam Novel Kerajaan Raminem Karya Suparto Brata: 28

BAB V PENUTUP. Karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha

BAB V PENUTUP. Karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Karya-karya Suparto Brata yang berjudul Ser! Ser! Plong!, Mbok Randha Saka Jogja, Cocak Nguntal Elo, dan Nona Sekretaris memperlihatkan gagasan tentang kehidupan perempuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan sebuah upaya multi dimensional untuk mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus disertai peningkatan harkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat Mencapai gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX

BAB 4 KESIMPULAN Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine sebagai Subordinat dalam Novel RELAX karya Henni von Lange RELAX RELAX BAB 4 KESIMPULAN Berdasarkan teori yang sudah dipaparkan dalam bab dua dan analisis yang telah dilakukan dalam bab tiga, maka kesimpulan dari skripsi yang berjudul Citra Tokoh Utama Perempuan die Kleine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rini Yuniati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Untuk membagi kedekatan emosional dan fisik serta berbagi bermacam tugas

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada

BAB IV KESIMPULAN. publik. Secara lebih khusus, Mansfield Park menceritakan posisi perempuan pada BAB IV KESIMPULAN Mansfield Park dan Kalau Tak Untung merupakan novel yang mengandung unsur sosial historis yang kuat, terutama menyangkut kedudukan perempuan dalam hubungannya dengan laki-laki dan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR

Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR 69 Resensi Buku JADI KAYA DENGAN BERBISNIS DI RUMAH OLEH NETTI TINAPRILLA * FENOMENA WANITA * WANITA BERBISNIS : ANTARA KELUARGA DAN KARIR Feryanto W. K. 1 1 Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kaum perempuan di sektor publik. Tampak tidak ada sektor publik yang belum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di era globalisasi sekarang ini menimbulkan berbagai macam perubahan, salah satu dari perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya peran kaum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir,

Bab 1. Pendahuluan. Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan, manusia memiliki kodrat. Kodrat itu antara lain; lahir, menikah dan meninggal dunia. Pada umumnya wanita menikah di usia yang lebih muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan

BAB V PENUTUP. Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan BAB V PENUTUP Pada bab ini maka penulis akan mengakhiri seluruh penulisan tesis ini dengan melakukan kesimpulan dan mengusulkan saran, sebagai berikut: A. KESIMPULAN Indonesia adalah sebuah kata yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini berfokus pada penggambaran peran perempuan dalam film 3 Nafas Likas. Revolusi perkembangan media sebagai salah satu sarana komunikasi atau penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemimpin adalah jabatan yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Salah satu penentu kemajuan dan kemunduran organisasi adalah pemimpin. Dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam masalah kehidupan manusia secara langsung dan sekaligus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra hadir sebagai wujud nyata hasil imajinasi dari seorang penulis. Penciptaan suatu karya sastra bermula dari pengalaman batin pengarang yang dikontruksikan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produk tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi, sarana dan prasarana, melainkan juga tergantung pada kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Patriakat merupakan sistem pengelompokkan sosial yang menempatkan posisi laki-laki sebagai pemilik otoritas lebih tinggi daripada perempuan. Karena laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhlik hidup ciptaan Allah SWT. Allah SWT tidak menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup ciptaan Allah yang lain adalah

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan adalah tiang negara, artinya tegak runtuhnya suatu negara berada di tangan kaum perempuan. Penerus peradaban lahir dari rahim seorang perempuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan individu tidak lepas dari pencarian identitas dan jati diri. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia untuk

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui

BAB IV KESIMPULAN. atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui BAB IV KESIMPULAN 4.1 Simpulan Hasil Analisis Novel Kinanti karya Margareth Widhy Pratiwi merekam fenomenafenomena atau isu-isu yang sering terjadi dalam kehidupan perempuan. Melalui novelnya yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang perjuangan seorang perempuan yang ingin memperjuangkan perempuan lain, agar mendapatkan haknya. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan kaum perempuan pada tahap dewasa dini pada saat ini secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan pada saat ini dihadapkan pada berbagai macam peran. Perempuan juga diharapkan dapat memilih dan bertanggung jawab atas peranan yang telah dipilihnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai karya sastra, novel muncul sebagai sebuah representasi atau pandangan pengarang terhadap fakta-fakta atau realitas yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura.

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra adalah rekaan, sebagai terjemahan fiksi secara etimologis, fiksi berasal dari akar kata fingere (Latin) yang berarti berpurapura. Dalam novel baik pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan

Lebih terperinci

kedua insan yang saling jatuh cinta ingin meneruskan cinta hingga disatukan dengan pernikahan. Untuk memiliki cinta yang sesungguhnya membutuhkan

kedua insan yang saling jatuh cinta ingin meneruskan cinta hingga disatukan dengan pernikahan. Untuk memiliki cinta yang sesungguhnya membutuhkan Sinopsis Sebagai pekerja profesional di perbankan pak Nero tidak besar kepala. Dai tetap memebrikan yang terbaik untuk kedua orang tuamya. Dia ingin ada perubahan atas masa depannya maka dia menolak bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat biasa adalah mahkluk yang lemah, harus di lindungi laki-laki, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan adalah mahkluk ciptaan Tuhan yang sederajat dengan laki-laki hanya saja terdapat perbedaan fisik dan kodrat. Sebagai sesama manusia, laki laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada rentang kehidupan manusia akan selalu terjadi proses perkembangan. Rentang kehidupan dapat dibagi menjadi sembilan periode, yaitu sebelum kelahiran, baru dilahirkan,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan penelitian ini partisipasi siswa perempuan di dalam OSIS dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Pengalaman siswa perempuan SMAN 2 Sukoharjo

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Perempuan Berdaya Bukanlah Mitos Belaka Ada sebuah lagu klise yang sudah lama bergema di Indonesia. Wanita dijajah pria sejak dulu kala 1, begitu penggalan liriknya. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo Vol. 05/ No. 05/ Agustus Ihromi, T.O (penyunting) Kajian Wanita dalam

Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Muhammadiyah Purworejo Vol. 05/ No. 05/ Agustus Ihromi, T.O (penyunting) Kajian Wanita dalam DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Irwan. 1997. Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Amal, Siti Hidayati. 1995a. Beberapa Perspektif Feminis dalam Menganalisis Permasalahan Wanita dalam Ihromi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL

KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL KEPUTUSAN HIDUP MELAJANG PADA KARYAWAN DITINJAU DARI KEPUASAN HIDUP DAN KOMPETENSI INTERPERSONAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah Emansipasi wanita telah memberikan semangat dan dorongan bagi kaum perempuan untuk tampil secara mandiri dalam mencapai segala impian, cita-cita dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pekembangan zaman yang modern di Indonesia, semakin memberikan kesempatan pada setiap perempuan untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN. Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN Setelah melalui bab analisis, sampailah kita pada tahap simpulan yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Meskipun analisis ini dapat dikatakan kurang

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pers mempunyai beberapa fungsi yang saling berhubungan satu sama lain, yakni sebagai media informasi, media pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Fungsi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dalam penelitian terhadap perempuan dalam roman Au Bonheur des Dames karya Émile Zola yang diambil sebagai objek penelitian ini memiliki beberapa implikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari tahun ke tahun dan telah banyak diketahui oleh masyarakat. Itu semua tak lepas dari peran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir melalui pengarang-pengarang yang cerdas di kalangan masyarakat.sastra muncul karena pengaruh dari zaman ke zaman, mulai dari sastra lama kemudian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wanita Karir Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu rumah tangga sebenarnya adalah seorang wanita karir. Namun wanita karir adalah wanita yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat sarjana S1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra Bali Modern dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Kini setiap saat telah lahir karya-karya baru, baik dalam bentuk puisi, cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

[95] Ketika Peran Ibu Diperangi Friday, 18 January :09

[95] Ketika Peran Ibu Diperangi Friday, 18 January :09 Meski disebut hari ibu, namun arah perjuangan perempuan yang diinginkan ternyata bukan pada penguatan dan pengoptimalkan peran strategis seorang ibu, melainkan justru mencerabut peran itu dari diri perempuan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi fisik yang lebih lemah dan dikenal lembut sering menjadi alasan untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari lakilaki. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pandangan tentang wanita Jepang yang masih kuno dan tradisional masih tetap ada sampai sekarang ini. Wanita Jepang memiliki citra sebagai seorang wanita yang

Lebih terperinci