PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG"

Transkripsi

1 PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) : DINAMIKA PERUBAHAN KADAR KARBON ORGANIK DAN NITROGEN TERSEDIA PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR, JAWA BARAT Prito Rayesha Trihutomo A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN PRITO RAYESHA TRIHUTOMO. Pemberian Kotoran Sapi pada Pertanaman Jagung (Zea mays): Dinamika Perubahan Kadar Karbon organik dan Nitrogen tersedia pada Ultisol Gunung Sindur, Jawa Barat. Di bawah bimbingan ARIEF HARTONO. Penelitian Pemberian Kotoran Sapi pada Pertanaman Jagung (Zea mays) : Dinamika Perubahan Kadar karbon (C) organik dan nitrogen (N) tersedia pada Ultisol Gunung Sindur ini dilaksanakan di Desa Cibadung, Gunung sindur, Jawa Barat, sementara analisis sifat kimia tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika perubahan kadar karbon organik dan juga kadar nitrogen tersedia (ammonium dan nitrat) pada tanah Ultisol Gunung Sindur yang diberi perlakuan kotoran sapi pada pertanaman jagung. Perlakuan yang diberikan adalah 0 ton ha -1 dan 20 ton ha -1 kotoran sapi dalam kondisi kering udara. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, dan 14 pada daerah perakaran. Kadar C-organik pada petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi meningkat dan selalu lebih tinggi dibandingkan petak kontrol sampai minggu ke- 6. Kesetimbangan tercapai dimana kadar karbon organik pada petak yang diberikan 20 ton -1 kotoran sapi dan petak kontrol sama pada minggu ke-14. Kadar amonium petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi meningkat dan selalu lebih tinggi dibandingkan petak kontrol sampai minggu ke-14 dimana pada minggu ke-14 kadar amonium petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi dan petak kontrol sama. Persamaan first order kinetic tidak dapat digunakan untuk mensimulasi data amonium. Kadar nitrat meningkat dengan meningkatnya minggu inkubasi. Kadar nitrat selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai amonium baik pada petak kontrol dan petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi. Dengan persamaan first order kinetic didapat bahwa N yang berpotensi termineralisasi menjadi nitrat pada kontrol adalah 494 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.61 minggu -1 sementara pada petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi adalah 620 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.41 minggu -1. Untuk N tersedia (amonium + nitrat), N yang berpotensi termineralisasi menjadi N-tersedia adalah 538 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.63 minggu -1 sementara petak yang diberikan 20 ton ha -1 kotoran sapi adalah 665 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.46 minggu -1. Dari hasil penelitian ini bahwa N yang berpotensi termineralisasi baik menjadi nitrat ataupun N-tersedia pada perlakuan 20 ton ha -1 dibawah pertanaman jagung pada Ultisol Gunung Sindur habis termineralisasi pada minggu ke-14. Hasil ini menunjukan di Ultisol Gunung Sindur kesetimbangan pemberian 20 ton ha -1 kotoran sapi pada pertanaman jagung untuk karbon organik, amonium, nitrat, dan nitrogen tersedia tercapai pada minggu ke-14. Mineralisasi N-organik menjadi nitrat dan N-tersedia dapat dengan baik disimulasikan dengan persamaan first order kinetic. Kata Kunci : C-organik, Mineralisasi N, N tersedia, Ultisol Gunung Sindur

3 ABSTRACT PRITO RAYESHA TRIHUTOMO. The Application of Cow Dung on Corn (Zea Mays) Cultivation: The Dynamic of Changes in Organic Carbon and Available Nitrogen Content in Ultisol Gunung Sindur. Supervised by ARIEF HARTONO. The research entitled The application of Cow Dung on Corn (Zea Mays) Cultivation: The Dynamic of Changes in Organic Carbon (C) and Available Nitrogen (N) Content in Ultisol Gunung Sindur was conducted in Cibadung village, Gunung Sindur, West Java. Chemical Analyses were conducted in Laboratory of Soil Chemistry and Fertility Department of Soil Science and Land Resource, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. The objectives of this research were to evaluate the dynamic of changes in Organic C and available N (ammonium and nitrate) in Ultisol Gunung Sindur treated by cow dung on corn cultivation. The treatments were 0 ton ha -1 (control plot) and 20 ton ha -1 of cow dung in air air-dried condition. The soil samples collection were conducted at 1st, 2nd, 3th, 4th, 6th, 8th, 10th and 14th week after planting in root zone. Organic C content in plot treated by 20 ton ha -1 of cow dung increased with time of soil samples collection and their values were always higher than those of control plot up to 6th week. The equilibrium where the content of organic C of control and plot treated by 20 ton ha -1 of cow dung were similar and constant, occured at 14th week after planting. Ammonium content in plot treated by 20 ton ha -1 of cow dung increased with time of soil samples collection and their values were always higher than those of control plot up to 14th week. Similar to organic C content, the equilibrium was reached at 14th week after planting. The first order kinetic equation coud not be used to simulate the data of ammonium. The Nitrate content increased with time of soil samples collection. The nitrate contents in control plot and plot treated with 20 ton ha -1 of cow dung as well, were always higher than those of ammonium in all time of soil samples collection. The first order kinetic equation revealed that in control plot N which was potential to mineralize to be nitrate was 494 mg kg -1 with rate constant 0.61 week -1 while in plot treated with 20 ton ha -1 of cow dung, N which was potential to mineralize to be nitrate was 620 mg kg -1 with rate constant 0.41 week -1. As for availabe N (ammonium + nitrate), N which was potential to mineralize to be available N in control plot was 538 mg kg -1 with rate constant 0.63 week -1 while in plot treated with 20 ton ha -1 of cow dung N which was potential to mineralize to be available N was 665 mg kg -1 with rate constant 0.46 week -1. The first order kinetic equation also revealed that N from 20 ton ha -1 will fully mineralize to be nitrate and available N at 14th week after planting. The results suggested that equilibrium of application of 20 ton ha -1 cow dung on corn plantation in Ultisol Gunung Sindur for organic C, amonium, nitrate and available N occured at 14th week. N mineralization to be nitrate and available N was simulated well by first order kinetic equation. Key words: Availale N, N mineralization, Organic C, Ultisol Gunung Sindur

4 PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) : DINAMIKA PERUBAHAN KADAR KARBON ORGANIK DAN NITROGEN TERSEDIA PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR, JAWA BARAT PRITO RAYESHA TRIHUTOMO A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NRP : Pemberian Kotoran Sapi pada Pertanaman Jagung (Zea mays) : Dinamika Perubahan Kadar Karbon organik dan Nitrogen tersedia pada Ultisol Gunung Sindur, Jawa Barat. : Prito Rayesha Trihutomo : A Menyetujui, Pembimbing Dr Ir Arief Hartono, MSc Agr NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr Ir Syaiful Anwar, MSc NIP Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 November Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Purnomo dan Ibu Yusniar. Penulis memulai studinya di Taman Kanak-Kanak (TK) Bina Insani, Bogor tahun Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pengadilan 5 Bogor dan lulus pada tahun Tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan dari SLTPN 1 Bogor, kemudian tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikannya di SMU Negeri 1 Bogor. Tahun 2006 penulis diterima dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum Pengantar Ilmu Tanah (2009) dan praktikum Kimia Tanah (2010). Penulis juga pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) pada kepengurusan dan menjadi Ketua Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (BP-HMIT) pada kepengurusan

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi yang berjudul Pemberian Kotoran Sapi pada Pertanaman Jagung (Zea mays): Dinamika Perubahan Kadar Karbon organik dan Nitrogen tersedia pada Ultisol Gunung Sindur. ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada 1. Dosen pembimbing, Dr Ir Arief Hartono, MSc Agr atas kesabaran, bimbingan, dan semua saran sejak dimulainya penelitian ini hingga penulis sampai pada penyelesaian skirpsi ini, 2. Dr Watanabe dan Mr Hirotaka Okumoto dari Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Kyoto, Jepang yang telah memberikan bantuan dan saran dalam pelaksanaan penelitian, 3. Bapak Asep serta seluruh karyawan di Desa Cibadung yang telah banyak membantu selama di lapang, 4. Kedua Orang tua, 5. Semua laboran di laboratorium KDKT yang telah sabar membantu penulis dalam masa-masa analisis di laboratorium, 6. Teman-teman yang telah membantu penulis sejak awal pengambilan sampel hingga analisis di laboratorium : Gama Putra Prakarsa, Maulana Wijaya, Tommy, Syifa Fauziah, Poppy Haryani, Anggraini Widhi, Arini Hidayati, dan semua teman-teman di laboratorium yang tak bisa disebutkan namanya satu per satu, 7. Teman-teman sesama dosen pembimbing Hafiz Hernandi, Laras Dewi Adistia, dan Dina Wahyuni,

8 8. Seluruh soiler 43 yang selalu memberikan semangat dukungannya kepada penulis, Maulana Wijaya, Dempo Satriandu, Patra Ismail, dan semua teman-teman yang tak bisa disebutkan namanya satu per satu, 9. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menjalani penelitian ini. Penulis telah berusaha untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun saran dan kritik sangat diharapkan sebagai masukkan kepada penulis. Penulis sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, 2011 penulis

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Bentuk-bentuk Nitrogen dalam Tanah Bahan Organik Tanah... 5 III. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Rancangan Penelitian Pelaksanaan Penelitian Persiapan Awal Pemilihan Tanaman dan Pemeliharaan Pengambilan Contoh Tanah Analisis Laboratorium Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Karakteristik Kotoran Sapi Yang Digunakan Pengaruh Pemberian Kotoran Sapi pada Perubahan Kadar C-organik Ultisol Gunung Sindur Pengaruh Pemberian Kotoran Sapi pada Perubahan Kadar NH 4 + (amonium) dan NO 3 - (nitrat) pada Ultisol Gunung Sindur xi xi xii

10 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 26

11 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Data Analisis Awal Ultisol Gunung Sindur Analisis Kotoran Sapi Perbandingan Kadar C-organik pada Tanah dengan Perlakuan Kotoran Sapi dan Kontrol Perbandingan Kadar NH 4 + pada Tanah dengan Perlakuan Kotoran Sapi dan Kontrol Perbandingan Kadar NO 3 - pada Tanah dengan Perlakuan Kotoran Sapi dan Kontrol Konstanta Kecepatan dan N Maximum yang dapat Dimineralisasi menjadi Nitrat Perbandingan Jumlah N-tersedia pada Tanah dengan Perlakuan Kotoran Sapi dan Kontrol Konstanta Kecepatan dan N Maximum yang dapat Dimineralisasi menjadi N-tersedia Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Denah Lahan Penelitian Titik-titik Pengambilan Sampel dalam Satu Plot Kadar C-organik Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu Kadar NH 4 + Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu Kadar NO 3 - Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu ph Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu Kadar N-tersedia pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu... 20

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter Prosedur Penetapan NH 4 + dengan Metode Destilasi-Titrasi Prosedur Penetapan NO 3 - dengan Metode Destilasi-Titrasi Prosedur Penetapan C-organik dengan Metode Walkley dan Black Prosedur Penetapan C-organik Kotoran Sapi dengan Metode Pengabuan Kering Prosedur Penetapan N-total Kotoran Sapi dengan Metode N-Kjeldahl Parameter Sifat Kimia Tanah... 31

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Lahan kering di Indonesia merupakan lahan yang potensial dilihat dari luasan yang ada. Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 2002), potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75,133,840 ha. Walaupun demikian produktivitas lahan-lahan kering di Indonesia relatif sangat rendah. Hal ini karena pada umumnya lahanlahan kering di Indonesia bereaksi masam dan mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah (Hartono et al., 2005). Tanah-tanah di lahan kering Indonesia pada umumnya mempunyai order Ultisol. Tanah-tanah dengan order Ultisol dicirikan adanya horison Argilik pada horison B. Variasi yang terjadi pada tanah Ultisol adalah pada tebal tipisnya lapisan atas atau yang disebut top soil. Umumnya Ultisol di Indonesia mempunyai top soil yang tipis dan mempunyai kadar C-organik yang rendah (Hartono et al., 2005) dengan ph tanah sangat masam sampai masam. Dalam kaitan dengan pertumbuhan dan produksi tanaman, secara kimia faktor pembatas yang sering ditemui adalah rendahnya status hara-hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman seperti Nitrogen (N), Fosfor (P) dan kationkation basa Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan Kalium (K). Rendahnya unsurunsur tersebut karena pengelolaan lahan kering masih bersifat subsisten sehingga penggunaan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman sangat sedikit dan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Sementara untuk faktor pembatas fisik pada umumnya lahan-lahan kering di Indonesia mempunyai lapisan atas yang padat dan keras. Gunung Sindur adalah salah satu wilayah di Kabupaten Bogor yang didominasi oleh lahan kering dengan order tanah Ultisol. Kegiatan pertanian di Gunung Sindur adalah pertanian lahan kering. Karena terbatasnya akses petani terhadap pupuk inorganik maka pupuk organik menjadi pilihan untuk meningkatkan produksi tanaman di lahan kering. Pupuk organik yang sering digunakan adalah kotoran sapi.

14 Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik berupa kotoran sapi dapat memberikan pengaruh yang baik dalam mengatasi masalahmasalah sifat fisik dan kimia. Aplikasi kotoran sapi pada tanah dapat meningkatkan ph tanah (Akinyemi, 2001). Di samping itu pemberian kotoran sapi meningkatkan kandungan N, P, K, Ca, dan Mg baik pada tanah dan pada daun tanaman sayuran (Awodun, 2008). Gana (2009) melaporkan bahwa pemberian pupuk inorganik yang dikombinasikan dengan kotoran sapi dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah dan kapasitas tukar kation tanah di tanah savana Nigeria. Sehingga dapat dikatakan bahwa kotoran sapi sangat potensial sebagai sumber bahan organik yang dapat memperbaiki sifat kimia maupun fisik tanah dan juga untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Walaupun demikian ketersediaan kotoran sapi juga tidak banyak. Peternakan sapi sebagai penyedia kotoran sapi tidak selalu ada. Oleh karena itu penggunaan kotoran sapi oleh petani sebagai sumber bahan organik dan hara tidak disebar merata ke lahan yang diolah melainkan ditabur pada timbunan tanah yang akan ditanami. Sehingga dalam hal ini kotoran sapi bukan sebagai bahan amelioran tetapi berfungsi sebagai pupuk. Hal ini dilakukan petani untuk meningkatkan efisiensi pemupukan. Rata-rata pemberian kotoran sapi yang digunakan petani pada tanah-tanah di lahan kering adalah 20 ton ha -1. Penelitian mengenai bagaimana dinamika hara-hara yang dilepaskan dari kotoran sapi dalam satu periode tanam di tanah-tanah Ultisol belum banyak dilakukan. Sementara informasi kinetika dekomposisi kotoran sapi seperti konstanta kecepatan dan potensi maksimum hara yang dapat dilepaskan pada suatu jenis tanah dalam satu hamparan diperlukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi dinamika C-organik dan N-tersedia pada tanah Ultisol dalam satu periode pertumbuhan tanaman Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dinamika perubahan kadar C-organik dan juga kadar N-tersedia (ammonium dan nitrat) pada tanah Ultisol Gunung Sindur yang diberi perlakuan kotoran sapi pada pertanaman jagung.

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon Argilik atau Kandik dengan nilai kejenuhan basa yang rendah. Pada umumnya tanah ini berkembang dari bahan induk tua, seperti batu pasir dan batu liat. Ultisol merupakan tanah yang mengalami perkembangan profil dengan batas horizon yang jelas, berwarna merah hingga kuning. Mengenai konsistensi tanah, Ultisol memiliki konsistensi dimana semakin kebawah semakin teguh dan agregat berselaput liat. Ultisol di Indonesia umumnya terbentuk dari bahan induk yang mengandung kuarsa seperti tufa liparit, dasitik, atau riolit dan dijumpai di daerah pegunungan dengan ketinggian diatas 1,000 m dari permukaan laut seperti di puncak gunung Bukit Barisan dan di pegunungan di Irian Jaya, atau di daratan rendah seperti di Bangka dan Kalimantan dengan rata-rata curah hujan 1,500 mm per tahun (Soepardi, 1983). Proses terbentuknya Ultisol diawali oleh proses podsolisasi yang merupakan proses pencucian yang mirip dengan latosolisasi. Hasil dari proses ini adalah tanah yang mempunyai lapisan atas pucat, karena semua unsur tercuci kecuali silikat (sebagai kuarsa). Curah hujan dan suhu yang tinggi memungkinkan terjadinya pencucian terhadap basa-basa sehingga dalam waktu yang relatif singkat menyebabkan kejenuhan basa rendah dan tanah menjadi masam. Kelangsungan proses podsolisasi tersebut ditunjang oleh adanya asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik yang mempunyai daya pelarut yang efektif pada iklim yang basah dan panas (Soepardi, 1983). Soepraptohardjo (1961) melaporkan bahwa karakteristik tanah Ultisol mempunyai kemasaman tanah yang tergolong tinggi (ph ), kandungan bahan organik kurang dari dua persen, jenis liat dominan adalah kaolinit dan gibsit, kapasitas tukar kation (KTK) rendah sampai tinggi bergantung pada tekstur dan mineral liat, kandungan hara terutama N, P, K, dan Ca rendah, permeabilitas lambat sampai sedang, dan vegetasi alamiah meliputi berbagai jenis pohon hutan tropis, alang-alang, pinus, melastoma, dan pakis. Pada umumnya tanaman yang ditanam di Ultisol memberikan produksi yang baik pada beberapa tahun pertama, selama unsur-unsur hara di permukaan

16 tanah yang terkumpul melalui proses biocycle belum habis. Reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, kadar unsur hara yang rendah merupakan penghambat utama bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Untuk penggunaan yang berkaitan dengan pertanian, diperlukan pengapuran, pemupukan, dan pengelolaan tanah yang tepat (Hardjowigeno, 2003) Bentuk-bentuk Nitrogen dalam Tanah Sumber nitrogen utama dalam tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi bahan organik menjadi amonium dan nitrat. Selain itu, Nitrogen dapat juga bersumber dari atmosfer (78%) melalui curah hujan (8-10%). Selain itu nitrogen dapat diperoleh melalui penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun hidup bebas dan dari proses pemupukan. Nitrogen diserap tanaman dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain (Soepardi, 1983). Bentuk nitogren yang diserap tanaman adalah NH + 4 dan NO - 3. Jumlah ion-ion ini tergantung dari jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan dekomposisi bahan organik. Menurut Harjowigeno (2007) tiga tahap proses transformasi nitrogen yang sangat mempengaruhi ketersediaannya dalam tanah yaitu melalui 1) Aminisasi, merupakan proses transformasi protein menjadi asam amino, 2) Amonifikasi, merupakan proses transformasi asam amino menjadi amonium dan 3) Nitrifikasi, merupakan proses transformasi amonium menjadi nitrat. Reaksi transformasi nitrogen tersebut adalah sebagai berikut: Aminisasi : Bahan organik (N-organik) + enzim (mikroorganisme) senyawa amino (R-NH 2 ) + CO 2 + Energi. Amonifikasi : R-NH 2 +HOH R-OH +NH 3 + Energi NH 3 + H 2 O NH OH - Nitrifikasi : 2NH O 2 2NO H 2 O + 4H + + Energi 2NO O 2 2NO Energi Nitogen dalam bentuk amonium merupakan bentuk yang stabil terutama pada tanah tergenang. Selama suasana lingkungan tidak memungkinkan untuk proses nitrifikasi, amonium dapat diabsorbsi dan diretensi oleh koloid tanah

17 sehingga pergerakannya akan terbatas dan tidak mudah tercuci air perkolasi. Nitrogen dalam bentuk nitrat bersifat lebih mobil dalam tanah karena sifatnya yang mudah larut dan tidak teradsorpsi oleh koloid tanah. Pada kondisi curah hujan yang tinggi atau penambahan air irigasi maka nitrat tercuci dari horizon atas ke horizon di bawahnya atau masuk dalam sistem perairan. Selama musim kemarau yang hebat dan pergerakan air kapiler memungkinkan ke atas dan ke bawah, maka nitrat akan diakumulasikan pada bagian atas horizon tanah bahkan di permukaaan tanah (Tisdale et al., 1990) Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan hasil pelapukan sisa tanaman atau hewan yang bercampur dengan bahan mineral tanah. Pembentukkannya dalam tanah umumnya terjadi secara alami. Kadar bahan organik dalam tanah dengan mudah dapat berkurang karena proses-proses perombakkan oleh jasad mikro tanah (Suhardjo et al., 1993). Menurut Tan (1984) bahan organik tanah terdiri dari bahan yang terhumifikasi dan tak terhumifikasi. Bagian yang terhumifikasi itu sendiri adalah suatu bahan yang hingga saat ini dikenal sebagai humus atau yang biasa disebut senyawa humat dan merupakan hasil akhir dari dekomposisi bahan tanaman di dalam tanah. Senyawa ini dapat memperbaiki kesuburan tanah melalui perbaikan terhadap kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah. Secara kimia fungsi bahan organik tanah adalah memberikan sumbangan hara melalui proses dekomposisi. Sebagai contoh pupuk kandang yang ditambahkan ke dalam tanah dapat menyumbangkan unsur N, P, dan K, sehingga meningkatkan ketersediaan unsurunsur tersebut didalam tanah. Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme. Bahan-bahan yang yang terhumifikasi menjadi koloid organik yang meningkatkan muatan variabel tanah. Kotoran sapi merupakan salah satu bentuk pupuk organik. Kotoran sapi yang diberikan ke dalam tanah mengalami dekomposisi yang berakhir dengan mineralisasi dan terbentuknya bahan yang relatif resisten yaitu humus (bahan yang terhumifikasi). Humus yang tersusun dari selulosa, lignin, dan protein mempunyai kandungan C-organik umumnya sebesar 58% sehingga dapat

18 dipahami bahwa pemberian kotoran sapi akan meningkatkan jumlah humus dalam tanah yang juga berarti meningkatkan C-organik tanah (Syukur dan Harsono, 2008). Peningkatan C-organik dalam tanah juga akan meningkatkan bahan organik tanah (Brady, 1990). Menurut Inoko (1982), beberapa komponen nitrogen dalam limbah hewan atau lumpur terurai dengan mudah. Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa kotoran sapi dapat memberikan energi bagi kehidupan mikroorganisme tanah, menambah inokulum ke dalam tanah, serta memperbaiki kondisi lingkungan terutama aerasi dan kelembaban tanah. Kotoran sapi yang diberikan ke dalam tanah dengan nisbah C/N>30 segera diubah secara cepat oleh mikroorganisme heterotropik seperti bakteri, fungi, dan aktinomycetes. Kemampuan dekomposisi bahan organik tanah cukup mirip dengan tingkat mineralisasi N per unit dari total organik N yang ada pada tanah (Miranda et al., 2008). Proses komposting dan penyimpanan dari material organik dengan rasio C/N yang rendah, akan mengurangi proses kemampuan dekomposisi. Tetapi hal itu sering tidak terlalu berpengaruh terhadap perubahaan C/N karena kehilangan C dan N biasanya bersamaan dengan proses dekomposisi (Gale et al., 2006).

19 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan sejak Oktober 2009 hingga Mei Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah kotoran sapi yang telah diinkubasi dan disaring dengan saringan 0.5 cm, benih jagung hibrida, dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan untuk analisis di laboratorium. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan untuk mempersiapkan lahan seperti cangkul, kored, tugal, skop, dan tali raffia. Peralatan pengambilan sampel seperti pisau, ring sample, plastic untuk sampel, dan plastic tape. Alat-alat keperluan penelitian di laboratorium antara lain timbangan dan alat-alat gelas seperti gelas piala, gelas ukur, botol penampung, labu destilasi, buret, Erlenmeyer, labu takar, dan sebagainya Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif, dengan menggunakan dua perlakuan yaitu perlakuan kontrol (0 ton ha -1 ) dan perlakuan kotoran sapi (20 ton ha -1 ). Masing-masing perlakuan memiliki tiga kali ulangan yaitu tiga petak kontrol dan tiga petak perlakuan kotoran sapi. Denah penelitian disajikan pada Gambar 1. Titik-titik pengambilan sampel tanah disajikan pada Gambar 2.

20 72 m Plot kotoran sapi Plot 20ontrol 12 m 8 m Gambar 1. Denah Lahan Penelitian X x x x x x X x x x x x x 8 x X x x x x x X x x x x x Gambar 2. Titik-titik Pengambilan Sampel dalam Satu Plot. Nb : angka pada gambar adalah minggu pengambilan sampel.

21 3.4. Pelaksanaan Penelitian Persiapan Awal Kotoran sapi yang masih segar disiapkan pada sebuah lahan penempatan kotoran sapi. Kotoran sapi tersebut diinkubasi dan dikeringan selama kurang lebih dua minggu. Kemudian kotoran tersebut disaring dengan saringan berukuran 0.5 cm. Selama penyiapan kotoran sapi tersebut dilakukan pengambilan contoh tanah awal yang akan digunakan untuk analisis awal di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Lahan selebar 12 x 72 m dibagi menjadi enam petak dengan masingmasing petak berukuran 12 x 8 m. Setiap petak terdiri dari 11 baris. Jarak parit antar petak adalah 80 cm. Setelah dua minggu inkubasi kotoran sapi tersebut diaplikasikan ke petakpetak percobaan. Pengaplikasian dilakukan dengan menebar kotoran sapi pada petak perlakuan hanya di barisnya saja. Dosis kotoran sapi yang diaplikasikan adalah sekitar kg per barisnya. Setelah diaplikasikan kotoran tersebut diinkubasi selama dua minggu sebelum ditanami jagung Pemilihan Tanaman dan Pemeliharaan Selama proses inkubasi dilakukan persiapan-persiapan untuk menanam. Benih yang digunakan untuk penelitian ini adalah benih jagung hibrida bisi-2. Setelah inkubasi dua minggu, benih ditanam dengan jarak tanam 80 x 40 cm. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman dan mencabuti gulma. Penggunaan pestisida dilakukan jika terlihat ada gejala terserang hama atau penyakit Pengambilan Contoh Tanah Contoh tanah yang diambil adalah contoh tanah berdasarkan periode minggu setelah tanam. Sampel tanah diambil dengan cara soil composit yaitu mengambil sampel di lima titik secara acak. Pengambilan sampel dilakukan pada minggu ke-0, 1, 2, 3, 4, 6, 8, 10, dan 14. Sampel-sampel tanah ini segera ditaruh dalam freezer sampai analisis dilakukan.

22 Analisis Laboratorium Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui sifat fisikokimia tanah awal. Contoh tanah komposit yang diambil dikeringudarakan, dihaluskan dan disaring dengan menggunakan saringan ukuran 2 mm. Setelah itu, analisis pendahuluan dilakukan. Analisis pendahuluan meliputi ph H 2 O 1:1 yang diukur dengan alat ph meter, C-organik yang diperoleh dengan metode Walkley dan Black, P-tersedia yang diperoleh dari hasil ektraksi dengan metode Bray I, P potensial yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan HCl 25 %, KTK dan basa-basa yang dapat ditukar (Ca, Mg, K, Na) yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan 1 N NH 4 OAc ph 7, Al dan H yang dapat ditukar yang diperoleh dari hasil ektraksi dengan 1 N KCl, N-total yang diperoleh dari hasil destruksi dengan metode N-Kjeldahl, dan kadar Fe, Cu, Zn, Mn yang diperoleh dari ektraksi dengan 0.05 N HCl, serta tekstur tanah yang diperoleh dengan menggunakan metode pipet. Kejenuhan basa (KB) diperoleh dengan menghitung nisbah total basa-basa dapat ditukar terhadap KTK tanah dan dieskpresikan dalam persen. Analisis kotoran sapi untuk ph, C-organik, P-total dan kadar abu juga dilakukan. C-organik kotoran sapi diperoleh dengan menggunakan metode Walkley dan Black, N-total diperoleh dengan destruksi menggunakan metode N- Kjeldahl, dan P-total diperoleh dari destruksi menggunakan asam-asam kuat HclO 4 dan HNO 3. Analisis untuk NH + 4 dan HNO 3 diperoleh dengan ekstraksi menggunakan 1 N KCl kemudian didestilasi dan dititrasi.

23 Analisis Data Data hasil analisis ph, C-organik, NH + 4, dan NO - 3 selama masa inkubasi kemudian diolah dan dievaluasi dengan menggunakan software Sigma Plot dengan menggunakan persamaan first order kinetic: N = Nm * (1-exp (-kt) ) Keterangan : N = Konsentrasi N tersedia (mg kg -1 ) Nm = N yang berpotensi termineralisasi (mg kg -1 ) k = Konstanta kecepatan mineralisasi (minggu -1 ) t = Waktu (minggu)

24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1. Status sifat kimia tanah yang diteliti berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah (2009). Tabel 1. Data Analisis Awal Ultisol Gunung Sindur No Analisis Metode Hasil Satuan Status Hara 1 ph ph H 2 O ph meter 5.4 Masam 2 C-organik Walkley dan Black 2.31 % Sedang 3 N-total N-Kjeldahl 0.22 % Sedang 4 P-tersedia P-Bray I Bray I 12.1 Mg kg -1 Tinggi P-HCl 25 % HCl 25% 447 Mg (100g) -1 Tinggi 5 basa-basa Ca NH 4 OAc ph Cmol + kg -1 Sangat Rendah Mg NH 4 OAc ph Cmol + kg -1 Sedang K NH 4 OAc ph Cmol + kg -1 Rendah Na NH 4 OAc ph Cmol + kg -1 Sedang 6 KTK NH 4 OAc ph Cmol + kg -1 Sedang 7 KB NH 4 OAc ph % Rendah 8 Al KCl 1 N 0.38 Cmol + kg -1 9 H KCl 1 N 0.22 Cmol + kg unsur mikro Fe HCl 0.05 N 3.60 Mg kg -1 Cu HCl 0.05 N 2.40 Zn HCl 0.05 N 4.56 Mn HCl 0.05 N 12.5 Mg kg tekstur pipet pasir 5.38 % debu 53.6 % liat 41.0 %

25 Status sifat kimia tanah dinilai berdasarkan kriteria Soepratohardjo et al. (1983). Ultisol di Gunung Sindur ini mempunyai ph yang tergolong masam. Kapasitas tukar kation (KTK) masuk dalam kategori sedang sementara kejenuhan basa (KB) masuk dalam kategori rendah. Kejenuhan Al termasuk rendah. N-total dan C-organik masuk dalam kategori sedang. P-tersedia yang diukur dengan metode Bray 1 pada tanah ini tergolong tinggi. Dari hasil analisis pendahuluan Ultisol Gunung Sindur relatif lebih subur dibandingkan dengan lahan kering masam pada umumnya. Hal ini karena pemupukan organik di tempat ini telah lama dilakukan Karakteristik Kotoran Sapi Yang Digunakan Kotoran sapi dianalisis untuk mengetahui sifat kimianya. Kadar air kotoran sapi didapat sebesar 26.1 %. Analisis C-organik dengan metode pengabuan kering didapat nilai sebesar 32.3 %. Kadar abu yang juga diukur dengan metode pengabuan kering didapat sebesar 44.2 %. Analisis N-total dengan metode N- Kjeldahl didapatkan hasil sebesar 0.74 %. Analisis P total dari destruksi menggunakan asam-asam kuat HClO 4 dan HNO 3 didapatkan hasil 0.44 %. Nisbah C/N kotoran sapi didapatkan hasil sebesar 43.7, nisbah C/N yang tinggi ini menunjukan bahwa kotoran sapi yang akan digunakan ini belum matang. Tabel 2. Analisis Kotoran Sapi Jenis Analisis Hasil (%) KA 26.1 C-organik 32.3 Kadar abu 44.2 N-total 0.74 P-total 0.44

26 4.2 Pengaruh Pemberian Kotoran Sapi pada Perubahan Kadar C- organik Ultisol Gunung Sindur Data hasil analisis C-organik pada minggu-minggu pengamatan disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 3. Pada minggu ke-1 sampai minggu ke-6 rata-rata kadar C-organik di dalam tanah pada petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 terus mengalami peningkatan dengan puncaknya pada minggu ke-6. Kadar C- organik pada petak percobaan mulai menurun pada minggu ke-7. Pada minggu ke- 8 baik petak perlakuan maupun petak kontrol mengalami titik dimana jumlah kadar C-organik hampir sama, hal ini mungkin dikarenakan tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kotoran sapi yang terdapat pada tanah tercuci. Kadar C-organik di Ultisol Gunung Sindur mulai stabil menuju pada kadar C-organik semula pada minggu ke-14. Hal ini tidak berbeda dengan yang diperoleh pada penelitian yang sama di Andisol Lembang (Adistia, 2010). Tabel 3. Perbandingan Kadar C-Organik pada Tanah dengan Perlakuan Kotoran Sapi dan Kontrol Inkubasi (Minggu) Kadar C-organik (%) Kontrol Kadar C-organik (%) Perlakuan 1 1,07 1,21 2 1,10 1,92 3 1,15 2,05 4 2,19 2,62 6 2,91 3,07 8 1,92 1, ,60 1, ,45 1,61

27 Kadar c-organik(%) Kontrol Perlakuan Minggu Gambar 3. Kadar C-organik Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu. 4.3 Pengaruh Pemberian Kotoran Sapi pada Perubahan Kadar NH 4 + (amonium) dan NO 3 - (nitrat) pada Ultisol Gunung Sindur. Data hasil pengukuran amonium dari minggu ke-1 sampai minggu ke-14 disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 4. Tabel 4 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar amonium meningkat sampai minggu ke-4. Mulai minggu ke-5 kadar amonium menurun dan stabil menuju ke kadar amonium semula. Nilai kadar amonium petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 dan kontrol mengalami kesetimbangan pada minggu ke-14. Hubungan antara kadar amonium dan waktu pengambilan sampel tidak dapat disimulasikan dengan menggunakan persamaan first order kinetic karena bentuk kurvanya yang tidak memenuhi syarat first order kinetic. Hal ini mungkin karena amonium bukan hasil akhir dari mineralisasi nitrogen. Dari data amonium dan nitrat, sebagian besar mineralisasi nitrogen terakumulasi menjadi nitrat. Hal ini ditunjukkan nilai nitrat yang jauh lebih tinggi dibandingkan amonium.

28 Tabel 4. Perbandingan Kadar NH 4 + pada Tanah Petak Kontrol dengan Petak Kotoran Sapi. Inkubasi (Minggu) Petak Kontrol Kadar NH 4 + (mg kg -1 ) Petak Kotoran Sapi Kadar NH 4 + (mg kg -1 ) Kontrol Perlakuan Minggu Gambar 4. Kadar NH 4 + Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu. Kadar nitrat disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 5. Kadar nitrat meningkat dengan meningkatnya minggu inkubasi. Kadar nitrat selalu lebih tinggi dibandingkan dengan nilai amonium baik pada petak kontrol dan petak perlakuan.

29 Tabel 5. Perbandingan Kadar NO 3 - pada Tanah Petak Kontrol dengan Petak Kotoran Sapi. Inkubasi (Minggu) Petak kontrol Kadar NO 3 - (mg kg -1 ) Petak kotoran sapi waktu (minggu) Perlakuan Kontrol Gambar 5. Kadar NO 3 - Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu. Tingginya nitrat dibandingkan dengan amonium terkait dengan ph tanah. Hasil analisis ph disajikan pada Gambar 6, menunjukkan bahwa ph lokasi percobaan adalah sekitar 5. Sementara ph tanah petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 lebih tinggi sekitar 0.7 satuan ph dibandingkan dengan kontrol sampai minggu ke-10. ph tanah baik di petak kontrol dan petak percobaan relatif tidak

30 terlalu masam (agak masam). Kemudian fosfor tersedia di plot percobaan relatif + tinggi. Kondisi ini menguntungkan reaksi nitrifikasi, dimana NH 4 cepat berubah menjadi nitrat (Funakawa et al., 2008). Hal inilah yang menyebabkan kadar nitrat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan amonium. ph waktu (minggu) Plot kontrol Plot perlakuan Gambar 6. ph Tanah pada Petak Kontrol dan Petak Perlakuan selama 14 Minggu. Hubungan antara kadar nitrat dan waktu pengambilan sampel secara sangat baik digambarkan dengan persamaan first order kinetic. Tabel 6 menyajikan nilai konstanta kecepatan mineralisasi N dan N potensial yang dapat dimineralisasi menjadi nitrat. Tabel 6. Konstanta Kecepatan dan N maximum yang dapat dimineralisasi menjadi nitrat Perlakuan N yang berpotensi K (minggu -1 ) R 2 termineralisasi (mg kg -1 ) Kontrol ** Kotoran sapi (20 ton ha -1 ) ** ** sangat nyata Dari Table 6 dapat dilihat bahwa potensi N yang berpotensi termineralisasi menjadi nitrat pada perlakuan kotoran sapi lebih besar dan mempunyai konstanta kecepatan yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian kotoran sapi meningkatkan N yang berpotensi termineralisasi menjadi nitrat.

31 Dari hasil simulasi dengan pesamaan kinetik oder pertama, bahwa N yang berpotensi termineralisasi pada petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 akan seluruhnya menjadi nitrat pada minggu ke-14. N-tersedia yang merupakan jumlah amonium dan nitrat disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 7. Tabel 7 dan gambar 7 menunjukkan bahwa mulai dari minggu pertama kadar N-tersedia pada petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 selalu lebih tinggi dibandingkan dengan petak kontrol. Penambahan bahan organik pada tanah mempengaruhi kadar N-tersedia di tanah, hal ini terlihat pada perbedaan jumlah N-tersedia pada petak kontrol dan petak perlakuan yang diberikan kotoran sapi. Pada minggu ke-14, N yang berpotensi menjadi N tersedia habis termineralisasi. Tabel 7. Perbandingan Jumlah N-tersedia pada Plot Kontrol dan Plot Kotoran Sapi. Inkubasi (Minggu) N-tersedia (amonium + nitrat) (mg kg -1 ) Total Kontrol (mg kg -1 ) Total Perlakuan (mg kg -1 )

32 N-tersedia (ppm) Waktu(minggu) N-tersedia kontrol Perlakuan N- tersedia Gambar 7. Kadar N-tersedia pada plot kontrol dan plot perlakuan selama 14 minggu. Hubungan antara kadar N-tersedia dan waktu pengambilan sampel secara sangat baik digambarkan dengan persamaan first order kinetic. Tabel 8 menyajikan nilai konstanta kecepatan mineralisasi N dan N potensial yang dapat dimineralisasi menjadi N-tersedia. Tabel 8. Konstanta kecepatan dan N maximum yang dapat dimineralisasi menjadi N-tersedia Perlakuan N yang berpotensi K (minggu -1 ) R 2 termineralisasi (mg kg -1 ) Kontrol ** Kotoran sapi (20 ton ha -1 ) ** ** sangat nyata Jumlah N yang berpotensi termineralisasi menjadi N-tersedia pada perlakuan kotoran sapi adalah 665 mg kg -1. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai jumlah N yang berpotensi termineralisasi sebanyak 538 mg kg -1. Konstanta kecepatan pada petak perlakuan kotoran sapi sebesar 0.46 minggu -1 dimana lebih lambat dibandingkan dengan kontrol yang

33 mempunyai konstanta kecepatan 0.63 minggu -1. Jumlah N yang berpotensi termineralisasi pada petak perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 di Ultisol Gunung Sindur lebih besar dan mempunyai konstanta kecepatan yang juga lebih besar dibandingkan pada Andisol Lembang yang mempunyai jumlah N yang berpotensi termineralisasi sebesar 560 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.23 minggu -1 (Adistia, 2010). N yang berpotensi termineralisasi akan habis termineralisasi pada minggu ke-14 sama halnya dengan yang termineralisasi menjadi nitrat. Sementara untuk Andisol adalah 30 minggu (Adistia, 2010). Waktu yang dibutuhkan untuk N yang berpotensi termineralisasi pada perlakuan kotoran sapi di Ultisol Gunung Sindur lebih cepat dibandingkan dengan Andisol Lembang mungkin disebabkan karena perbedaan karakteristik iklim. Di Gunung Sindur lebih panas dibandingkan dengan Lembang.

34 V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Pemberian kotoran sapi pada tanah memberi efek perubahan C-organik dan N-tersedia. Kenaikan C-organik pada perlakuan 20 ton ha -1 kotoran sapi adalah karena proses dekomposisi kotoran sapi yang melepaskan C-organik dan pelepasan eksudat akar oleh tanaman. Kadar C-organik pada lahan perlakuan 20 ton ha -1 kotoran sapi dan kontrol tanpa perlakuan berkesetimbangan pada minggu ke 14. Kadar amonium petak perlakuan 20 ton ha -1 selalu lebih tinggi dibandingkan kontrol, nilai kadar amonium plot perlakuan 20 ton ha -1 sama dengan kontrol terjadi pada minggu ke 14 setelah tanam. Kadar nitrat selalu lebih tinggi dibandingkan dengan amonium. Hubungan antara kadar amonium dan waktu pengambilan sampel tidak dapat disimulasikan dengan menggunakan persamaan first order kinetic karena bentuk kurvanya yang tidak memenuhi syarat first order kinetic. Hal ini mungkin karena amonium bukan hasil akhir dari mineralisasi nitrogen. Persamaan first order kinetic dengan sangat baik dapat mensimulasikan proses mineralisasi N menjadi nitrat dan N-tersedia pada tanah Ultisol Gunung sindur. N yang berpotensi termineralisasi menjadi nitrat di bawah pertanaman jagung pada tanah tanpa perlakuan di Gunung Sindur adalah 494 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.61 minggu -1 sementara pada perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 adalah sebesar 620 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.41 minggu -1. Untuk N-tersedia, N yang berpotensi termineralisasi di bawah pertanaman jagung pada tanah tanpa perlakuan adalah 538 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.63 minggu -1 sementara pada perlakuan kotoran sapi 20 ton ha -1 adalah 665 mg kg -1 dengan konstanta kecepatan 0.46 minggu -1. Hasil ini menyebutkan kesetimbangan Ultisol Gunung Sindur dengan pemberian 20 ton ha -1 kotoran sapi pada pertanaman jagung untuk karbon organik, nitrat, dan nitrogen tersedia tercapai pada minggu ke-14. Mineralisasi N-organik menjadi nitrat dan N-tersedia dapat dengan baik disimulasikan dengan persamaan first order kinetic.

35 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada tanah yang berbeda untuk mendapatkan faktor-faktor tanah yang berpengaruh terhadap N potensial yang dapat dimineralisasi dan konstanta kecepatan mineralisasi. Kemudian perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang mobilitas bentuk N yang tersedia hasil mineralisasi.

36 DAFTAR PUSTAKA Adistia, L Pemberian Kotoran Sapi pada Pertanaman Jagung (Zea mays): Dinamika Perubahan Kadar C-organik dan N-tersedia pada Andosol Lembang. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Akinyemi, O Effect of co-applied cowdung and inorganic nitrogen on microbial respiration in soil under laboratory conditions.commun. Soil Sci. Plant Anal, 32: Awodun, M. A Effect of nitrogen released from rumen digesta and cow dung on soil and leaf nutrient content of Gboma (Solanum Marcocarpon L.). Journal of Applied Biosciences, 7: Brady, C. N The Nature and Properties of Soils. Tenth Edition. Macmillan Publishing Company. New York. Funakawa, S., M. Makhrawie, and H. B. Pulunggono Soil fertility status under shifting cultivation in East Kalimantan with special reference to mineralization patterns of labile organic matter. Plant Soil, 319: Gale, E. S., M. Sullivan, C. G. Cogger, A. I. Bary, D. D. Hemphill, and E.A. Myhre estimating plant-available nitrogen release from manures, compost, and specialty products. J. environ. Qual, 35 : Gana, A. K Evaluation of the residual effect of cattle manure combinations with inorganic fertilizer and chemical weed control on the sustainability of chewing sugarcane production at Badeggi Southern Guinea Savanna of Nigeria. Middle-East Journal of Scientific Research, 4: Hardjowigeno, S Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta. Hardjowigeno, S Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Hartono, A., S. Funakawa, and T. Kosaki Phosporus sorption-desortion characteristics of selected acid upland soils in Indonesia. Soil Sci. and Plant Nutr., 51: Inoko, A The Composting of Organic Materials and Associated Maturity Problems. Food and Fertilizer Technology Center. Departement of soils and Fertilizers. National Institute of Agriculture Sciences, Japan. Tech. Bul, 71:4. Miranda, F. S., H. Eckersten, and M. Wivstad Net N mineralization of an Andosol influenced by chicken and cow manure applications in a maizebean rotation in nicaragua. Sci. Resear. and Ess, 3(7) :

37 Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian Tanah Jenis dan macam Tanah di Indonesia untuk Leperluan Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Terms Of Reference. Type A. No. 28/1981 P3MT-PPT. Bogor. Indonesia. Simanjuntak, R. H Pengaruh Pemberian Bahan Organik, Kapur, dan Belerang terhadap Produksi Biomassa, Kadar dan Serapan Belerang pada Tanaman Jagung(Zea mays) di Tanah Podsolik (Typic Hapludults) Jasinga. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertania Bogor. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soepraptohardjo Jenis-jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor. Suhardjo, H., Soepartini, dan Kurnia Bahan Organik Tanah dalam Informasi Penelitian Tanah,Air, Pupuk, dan Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Syukur, A., dan Harsono pengaruh pemberian pupuk kandang dan NPK terhadap beberapa sifat kimia dan fisika tanah pasir pantai samas bantul. J. Tanah lingk., Bogor. 8:143. Tan, K. H Principles of Soil Chemistry. Van Nostrand Reinhold Company. New York. Tisdale SL, Nelson WL, and Beaton JD Soil Fertility and Fertilizers, 4th ed.macmillan Publishing Company. New York.

38 LAMPIRAN

39 Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok. 4. Ukur nilai ph dengan menggunakan ph meter. Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi 1. Timbang 10 gram tanah yang lolos saringan 0.05 mm. 2. Tempatkan pada botol kocok berukuran 200 ml. 3. Tambahkan 50 ml larutan KCl+HCl 1 N, kemudian kocok selama 30 menit. 4. Saring larutan dengan menggunakan kertas saring kemudian tamping pada botol penampung. 5. Pipet 10 ml larutan ekstrak ke dalam labu destilasi. 6. Tambahkan MgO sebanyak ± satu sudip kemudian tambahkan 100 ml air destilata. 7. Untuk penampungnya, pipet 10 ml H 3 BO 3 1 % pada labu Erlenmeyer 250 ml, kemudian tambahkan 5 tetes indicator Conway. 8. Destilasi dilakukan hingga ekstrak yang tertampung mencapai 75 ml. 9. Hasil destilasi kemudian di titrasi dengan HCl 0.05 N. Titik akhir titrasi dicapai ketika warna berubah menjadi merah anggur. 10. Lakukan juga untuk penetapan blanko dengan cara yang sama tetapi tanpa menggunakan contoh tanah. 11. Hitung kadar NH + 4 dengan menggunakan rumus : (ppm)=

40 Lampiran 3. Prosedur Penetapan NO - 3 dengan Metode Destilasi-Titrasi 1. Larutan ekstrak dipipet 10 ml dari larutan ekstrak yang telah dilakukan untuk menetapkan NH + 4 (dari langkah 1-4) ke dalam labu destilasi. 2. Tambahkan devarda sebanyak satu sudip. 3. Tambahkan 1 ml etanol, kemudian langsung ditambahkan 100 ml air destilata. 4. Tambahkan 5 ml NaOH 50 % ke dalam labu destilasi. 5. Untuk penampungnya, pipet 10 ml H 3 BO 3 1 % pada labu Erlenmeyer 250 ml, kemudian tambahkan 5 tetes indicator Conway. 6. Destilasi dilakukan hingga ekstrak yang tertampung mencapai 75 ml. 7. Hasil destilasi kemudian di titrasi dengan HCl 0.05 N. Titik akhir titrasi dicapai ketika warna berubah menjadi merah anggur. 8. Lakukan juga untuk penetapan blanko dengan cara yang sama tetapi tanpa menggunakan contoh tanah Hitung kadar NO 3 dengan menggunakan rumus : (ppm)= Lampiran 4. Prosedur Penetapan C-organik dengan Metode Walkley dan Black 1. Timbang tanah 0.5 gram yang lolos saringan 0.05 mm. 2. Tempatkan tanah dalam labu Erlenmeyer 500 ml. 3. Pipet 10 ml K 2 Cr 2 O 7 1 N ke dalam erlenmeyer, goyang secara perlahan hingga tanah terdispersi dalam larutan. 4. Tambahkan 20 ml H 2 SO 4 pekat ke dalam Erlenmeyer. Goyang dengan cepat. Usahakan agar tidak ada partikel tanah yang terlempar ke dinding labu Erlenmeyer. Diamkan campuran tersebut selama 30 menit. 5. Tambahkan 100 ml air destilata ke dalam erlenmeyer. Diamkan 30 menit hingga dingin. 6. Tambahkan 4-5 tetes indicator ferroin M.

41 7. Titrasi dengan FeSO N. titik akhir titrasi dicapai jika larutan berubah warna menjadi merah anggur. 8. Buat titrasi untuk blanko juga dengan cara yang sama tetapi tidak dengan contoh tanah. 9. Hitung kadar C-organik dengan rumus : C-organik(%)= Lampiran 5. Prosedur Penetapan C-organik Kotoran Sapi dengan Metode Pengabuan Kering 1. Timbang cawan yang akan digunakan untuk sampel yang akan di oven. Catat beratnya (A). 2. Timbang cawan (1) bersama dengan sampel kotoran sapi. Sampel kotoran sapi yang digunakan timbang sekitar 5 gram (B). 3. Oven selama 24 jam dengan suhu 105 C. 4. Setelah 24 jam, timbang lagi berat cawan dan sampel tersebut. Catat nilainya (C). 5. Masukkan ke dalam tanur dengan suhu 700 C untuk proses pembakaran selama 2 jam. 6. Diamkan selama ± 1 hari, buka tanurnya. Timbang beratnya (D). 7. Hitung kadar bahan organik dan kadar abunya dengan rumus : Organik(%)= Kadar abu(%)= Lampiran 6. Prosedur Penetapan N-total Kotoran Sapi dengan Metode N- Kjeldahl 1. Timbang 0.5 gram kotoran sapi 2. Masukkan sampel tersebut ke dalam labu digestion 3. Tambahkan campuran Se sebanyak satu sudip ke dalam labu digestion

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan Kering di desa Cibadung Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat. Tanah di lokasi penelitian masuk dalam sub grup Typic Hapludult.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)=

Lampiran 1 Prosedur Analisis ph H2O dengan ph Meter Lampiran 2. Prosedur Penetapan NH + 4 dengan Metode Destilasi-Titrasi (ppm)= LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis ph H 2 O dengan ph Meter 1. Timbang 10 gram tanah, masukkan ke dalam botol kocok. 2. Tambahkan air destilata 10 ml. 3. Kocok selama 30 menit dengan mesin pengocok.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Andisol Lembang Data sifat fisikokimia tanah Andisol Lembang disajikan pada Tabel 1. Status hara dinilai berdasarkan kriteria yang dipublikasikan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara

IV. HASIL 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Tabel 2 No Analisis Metode Hasil Status Hara IV. HASIL 4.. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi Data fisikokimia tanah awal percobaan disajikan pada Tabel 2. Andisol Lembang termasuk tanah yang tergolong agak masam yaitu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk

LAMPIRAN. Lampiran 1 Kandungan dan Dosis Pupuk 31 LAMIRAN Lampiran 1 Kandungan dan Dosis upuk Jenis upuk Kandungan Dosis upuk daun Mn, Fe, Cu, Mo, Zn, B 3 g/10 liter/20 pohon NK N (15%), (15%), K (15%) 200 g/pohon upuk organik 500 g/pohon Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 s/d juni 2014. Lokasi penelitian dilaksanakan di perkebunan PT. Asam Jawa Kecamatan Torgamba, Kabupaten

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. III. MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2013 - Februari 2014. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN SUSKA Riau.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN

EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT RINGKASAN EFISIENSI METODE INKUBASI DAN PENAMBAHAN NAOHDALAM MENENTUKAN KEBUTUHAN KAPUR UNTUK PERTANIAN DI LAHAN PASANG SURUT HUSIN KADERI, TATY INDRIAN DAN HARYATUN Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa, Jl.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Agustus 2009 di kebun Parungaleng, Cijayanti, Bogor dan Laboratorium Fisika, Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 10 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian tahun pertama. Penanaman tahun pertama dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2014. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR, JAWA BARAT

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR, JAWA BARAT PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR, JAWA BARAT The Application of Cow Dung on Corn (Zea mays) Cultivation: The Changes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A

PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A PENGARUH APLIKASI SENYAWA HUMAT TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH VERTISOL DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays) Oleh: RONNI TOBING A24104092 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan contoh tanah dilakukan di beberapa tanah sawah di Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU

PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR 1 PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays): PERUBAHAN BEBERAPA SIFAT KIMIA DAN FRAKSI FOSFOR INORGANIK PADA ULTISOL GUNUNG SINDUR HAFIZ HERNANDI A14063117 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah

TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau kuning dengan struktur gumpal mempunyai agregat yang kurang stabil dan permeabilitas rendah. Tanah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) : DINAMIKA KADAR C-ORGANIK DAN N-TERSEDIA PADA ANDISOL LEMBANG JAWA BARAT

PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) : DINAMIKA KADAR C-ORGANIK DAN N-TERSEDIA PADA ANDISOL LEMBANG JAWA BARAT PEMBERIAN KOTORAN SAPI PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays) : DINAMIKA KADAR C-ORGANIK DAN N-TERSEDIA PADA ANDISOL LEMBANG JAWA BARAT Laras Dewi Adistia A14062917 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tanah Ultisol Tanah Ultisol merupakan jenis tanah mineral yang berada pada daerah temperate sampai tropika, mempunyai horizon argilik atau kandik atau fragipan dengan lapisan

Lebih terperinci

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity)

METODE ANALISIS. ph H 2 O (1:5) Kemampuan Memegang Air (Water Holding Capacity) METODE ANALISIS ph H 2 O (1:5) Alat - Alat penumbuk - Ayakan 0,5 mm - Timbangan - Mesin pengocok - ph meter - Botol kocok Bahan - Air aquades Metode - Haluskan bahan dan ayak dengan ayakan 0,5 mm - Timbang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Di Indonesia tanah jenis Ultisol cukup luas yaitu sekitar 38,4 juta hektar atau sekitar 29,7% dari 190 juta hektar luas daratan Indonesia. Kelemahan-kelemahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian. Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel dan Tempat Penenlitian Sampel yang diambil berupa tanaman MHR dan lokasi pengambilan sampel yaitu, di sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 7 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2012 di kebun percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga, Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Maret Juni 2012 bertempat di Bendungan Batu Tegi Kabupaten Tanggamus dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Departemen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah

Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang Terhadap Residu Unsur Hara dalam Tanah Lenny M. Estiaty 1, Suwardi 2, Ika Maruya 3, dan Dewi Fatimah 1 1 Geoteknologi-LIPI, Bandung Email: lenny@geotek.lipi.go.id 2 Staf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Dalam beberapa tahun terakhir ini, sistem berkelanjutan yang berwawasan lingkungan sedang digalakkan dalam sistem pertanian di Indonesia. Dengan semakin mahalnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk organik cair (effluent sapi) ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk organik cair (effluent sapi) ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent sapi) Pupuk organik cair (effluent sapi) ialah cairan hasil pemisahan oleh separator pada bak penampung yang di dalamnya terdapat campuran kotoran padat,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena

TINJAUAN PUSTAKA. basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena 17 TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN

SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) AKIBAT PEMBERIAN KOMBINASI BAHAN ORGANIK DAN SP 36 PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN SKRIPSI OLEH : WIDA AKASAH 130301148 AGROTEKNOLOGI ILMU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN

PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN PENETAPAN KEMASAMAN TANAH BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penetapan reaksi tanah (ph) tertentu yang terukur pada tanah ditentukan oleh seperangkat faktor kimia tertentu. Oleh karena itu, penentuan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Percobaan penanaman dilakukan di lahan alang-alang di daerah Blora

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman

Lebih terperinci