FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012"

Transkripsi

1 PANDANGAN DUNIA PENGARANG DALAM NOVEL NEGERI LIMA MENARA KARYA AHMAD FUADI: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh AGUS PRIYANTO C FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

2 ii

3 iii

4 iv

5 PERSEMBAHAN Karya kecil ini kupersembahkan untuk Ibu terhebat sebagai inspirasi saya, Bapak, tlah ku buktikan ku mampu penuhi maumu. Kakak-kakakku dan Mbak-Mbakku atas perhatiannya Risma Hasnawaty, S.Ikom. atas semangat yang diberikan Orang-orang baik di sekitarku v

6 MOTTO Man Jadda Wajada (Sayiddinah Ali bin Abu Thalib) vi

7 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah s.w.t yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-nya sehingga sampai saat ini penulis masih diberikan kesempatan untuk berkarya dan mengisi kehidupan ini. Salawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasul, Muhammad s.a.w, keluarga, dan para sahabatnya. Alhamdulillah, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik setelah sempat tertunda. Berbagai kendala dan rintangan mulai dari pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini telah berhasil dilalui. Semua itu tentunya berkat dukungan, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian ini. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. 3. Prof. Dr. Bani Sudardi, M.Hum., pembimbing skripsi yang selalu memberikan pemikiran, arahan dan perhatian penuh kepada penulis selama penelitian berlangsung. 4. Drs. FX. Sawardi, M. Hum., pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat kepada penulis agar segera menyelesaikan kuliah. vii

8 5. Ahmad Fuadi, penulis Novel Negeri Lima Menara atas informasi yang diberikan dan motivasi sehingga skripsi ini bisa selesai. 6. Ibu dan Ayah yang senantiasa mendoakan penulis sehingga skripsi ini bisa selesai. 7. Mahasiswa Sastra Indonesia khususnya angkatan 2005 yang telah memberikan kebersamaan, keceriaan, dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Surakarta, Juli 2012 Penulis viii

9 ABSTRAK Agus Priyanto. C Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk dikaji dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang. Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat diketahui pandangan dunia pengarang. Pemilihan novel Negeri Lima Menara di samping berdasarkan faktor tersebut, juga didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur novel Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3) bagaimana lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan model dialektik. Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan citacita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusi-solusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang. Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara lain penelitian novel Negeri Lima Menara dengan menggunakan teori Strukturalisme ix

10 Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya, dan novel Negeri Lima Menara hendaknya dapat dikaji atau dikembangkan dengan menggunakan teori yang lain. x

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi KATA PENGANTAR... vii ABSTRAK... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR BAGAN... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan Masalah... 7 C. Rumusan Masalah... 7 D. Tujuan Penelitian... 7 E. Manfaat Penelitian... 8 F. Sistematika Penulisan... 9 BAB II LANDASAN TEORI 10 A. Struktur Intrinsik Novel Tokoh dan Penokohan Latar atau Setting Alur atau Plot Tema B. Strukturalisme Genetik C. Pandangan Dunia Pengarang BAB III METODOLOGI PENELITIAN xi

12 A. Metode Penelitian B. Pendekatan C. Objek Penelitian D. Sumber Data E. Metode Pengumpulan Data F. Metode Analisis G. Prosedur Penelitian BAB IV ANALISIS A. Struktur Intrinsik Novel Negeri Lima Menara Tokoh dan Penokohan Latar atau Setting a. Latar Tempat b. Latar Sosial c. Latar Waktu Alur a. Tahap Penyituasian b. Tahap Pemunculan Konflik c. Tahap Peningkatan Konflik d. Tahap Klimaks e. Tahap Penyelesaian Tema B. Lingkungan Sosial Pengarang C. Lingkungan Sosial Novel Negeri Lima Menara D. Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Negeri Lima Menara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA 85 LAMPIRAN 86 xii

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Deskripsi Data Berkaitan dengan Penokohan Tabel 2. Deskripsi Data Berkaitan dengan Latar atau Setting xiii

14 DAFTAR BAGAN Bagan1. Komponen-komponen analisis data xiv

15 ABSTRAK Agus Priyanto. C Pandangan Dunia Pengarang Dalam Novel Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi sangat menarik untuk dikaji dengan menggunakan teori Strukturalisme Genetik, karena mempunyai hubungan antara lingkungan sosial saat novel tersebut diciptakan dengan lingkungan sosial pengarang. Oleh karena itu, dari pengkajian novel ini dapat diketahui pandangan dunia pengarang. Pemilihan novel Negeri Lima Menara di samping berdasarkan faktor tersebut, juga didasarkan pada belum pernah dilakukannya pengkajian novel ini menggunakan teori Strukturalisme Genetik. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana struktur novel Negeri Lima Menara, (2) bagaimana lingkungan sosial pengarang, (3) bagaimana lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, (4) bagaimana pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Berkaitan dengan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengungkap struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan strukturalisme genetik. Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah struktur novel Negeri Lima Menara, lingkungan sosial Ahmad Fuadi, lingkungan sosial novel Negeri Lima Menara, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara, Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan menggunakan model dialektik. Berdasarkan analisis mengenai permasalahan yang dihadapi oleh tokoh problematik dan solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang, dapat disimpulkan bahwa pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara Adalah pengarang ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang tidak hanya memberikan pendidikan formal, namun juga membekali santri-santrinya dengan karakter, disiplin, dan semangat serta etos yang baik dalam usaha meraih impian dan cita-cita. Hal ini terlihat dari adanya pemberian solusisolusi yang diberikan oleh pengarang pada tokoh problematik. Pemberian solusisolusi pada tokoh problematik ini sesuai dengan latar belakang lingkungan sosial pengarang. Berdasarkan hasil analisis di atas, saran yang penulis sampaikan antara lain penelitian novel Negeri commit Lima to Menara user dengan menggunakan teori ix

16 Strukturalisme Genetik ini hendaknya dapat bermanfaat bagi pembaca, teori Strukturalisme Genetik ini dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra lainnya, dan novel Negeri Lima Menara hendaknya dapat dikaji atau dikembangkan dengan menggunakan teori yang lain. x

17 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra muncul sebagai cermin kehidupan masyarakat yang mewakili situasi dan keadaan sekitarnya. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu karya yang mampu merefleksikan zamannya. Karya sastra dipandang sebagai refleksi zaman yang mewakili pandangan dunia pengarang, tidak sebagai individu melainkan anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwaperistiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sebagai bagian dari masyarakat, pengarang dianggap mampu memberikan cerminan kepada pembaca dari pengalaman-pengalamannya dalam karya sastra. Pengarang menuangkan segala imajinasi yang dimilikinya untuk menghasilkan karya sastra. Dalam hubungan antara karya sastra dengan kenyataan, Teeuw menjelaskan bahwa karya sastra lahir dari peneladanan terhadap kenyataan, tetapi sekaligus juga model kenyataan (Teeuw, 1988:228). Lebih lanjut Goldmann mengemukakan (dalam Teeuw, 1988:153) bahwa struktur kemaknaan itu mewakili pandangan dunia (vision du monde) penulis, tidak sebagai individu, tetapi sebagai wakil golongan masyarakatnya. Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar pengarang. Karya sastra lahir karena adanya keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan eksistensinya sebagai manusia yang berisi ide, gagasan, dan

18 2 pesan tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang serta menggunakan media bahasa sebagai penyampainya. Karya sastra merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra lahir dari pengekspresian endapan pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara mendalam melalui proses imajinasi (Aminuddin, 1990: 57). Ditinjau dari segi pembacaannya karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dan refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan. Jadi dapat disimpulkan bahwa karya sastra lahir dari latar belakang dan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. Ditinjau dari segi penciptanya, karya sastra merupakan pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu dan situasi budaya tertentu. Di dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sastra mempersoalkan manusia dalam berbagai kehidupannya. Karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya (Zulfahnur, dkk 1996: 254). Karya sastra juga dipandang sebagai refleksi zaman yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Karya sastra diciptakan oleh pengarang sebagai individu yang berada dalam masyarakat dan zaman tertentu. Pandangan dunia pengarang terbentuk atas hubungan antara konteks sosial dalam novel dengan konteks sosial kehidupan nyata dan latar sosial budaya pengarang dengan novel yang dihasilkan.

19 3 Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh karena itu, pandangan dunia itu suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan inilah yang menentukan struktur karya sastra (Goldmann dalam Endraswara, 2003:57). Melalui karya sastra masyarakat pembaca sastra akan mengetahui kehidupan sosial masyarakat pencipta karya sastra tersebut (Sumardjo, 1995: ). Dengan demikian, karya sastra yang diciptakan oleh sastrawan bertujuan untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Novel yang mampu menggambarkan atau mencerminkan kehidupan yang nyata dalam sebuah masyarakat tergolong sebagai novel yang baik, karena pada dasarnya, novel adalah pengetahuan realita nonilmiah yang muncul dan terjadi dalam suatu masyarakat (Wellek dan Warren, 1994:94). Pada umumnya karya sastra lahir dari situasi yang terjadi disekitar pengarang. Sastra merupakan gambaran masyarakat. Hal ini berarti bahwa kejadian-kejadian atau problem kehidupan yang terjadi dalam masyarakat direkam oleh pengarang dan didasarkan daya imajinasi dan kreasi masalah-masalah tersebut dituangkan dalam karya sastra. Pengarang mengajak pembaca untuk melihat, merasakan, dan menghayati makna pengalaman hidup seperti yang dirasakan pengarang melalui karyanya. Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas itu di samping unsur formal bahasa masih banyak lagi macamnya. Namun secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

20 4 unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar bebagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah novel antara lain peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada di luar tubuh karya sastra tetapi sangat berpengaruh terhadap isi karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik yang membangun sebuah novel misalnya kapan karya sastra itu dibuat, latar belakang kehidupan pengarang, latar belakang sosial pengarang, dan sebagainya. Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra, diciptakan pengarang untuk mengungkapkan kehidupan manusia dalam waktu yang lama. Di dalam suatu novel muncul peristiwa-peristiwa yang akan merubah jalan hidup para pelakunya. Dalam novel pengarang menggambarkan perubahan perilaku, watak tokoh, maupun alur cerita, serta sikap dalam menghadapi konflik kehidupan. Pengarang sebagai warga masyarakat, dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Sebagai warga masyarakat, ia tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah sosial, budaya, politik, serta mengikuti isu-isu sezamannya. Keterlibatan sosial, sikap, dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya dari karya sastranya, tetapi juga dari dokumen biografinya. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang (Wellek dan Warren,1994:112)

21 5 Dengan demikian penilaian yang akan diberikan terhadap karya sastra jelas akan kurang lengkap tanpa sebelumnya memahami seluruh seluk-beluk dan latar belakang sosial maupun latar belakang kebudayaan pengarangnya, karena pemahaman terhadap latar belakang kehidupan pengarang akan mempermudah atau dapat membantu memahami karya sastra. Seperti novel yang akan dikaji oleh penulis, berjudul Negeri Lima Menara yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, novel tersebut terinspirasi dari kisah nyata pengarang semasa menempuh pendidikan. Negeri Lima Menara adalah novel pertama karya Ahmad Fuadi yang diterbitkan oleh Gramedia pada tahun Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 (enam) santri dari 6 (enam) daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM) Ponorogo Jawa Timur yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia. Mereka adalah: Alif Fikri Chaniago dari Maninjau, Raja Lubis dari Medan, Said Jufri dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso Salahuddin dari Gowa. Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 (satu) sampai kelas 6 (enam). Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk di bawah menara Pondok Madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara. Penulis mengambil novel ini sebagai objek penelitian karena adanya fakta sosial tentang masalah-masalah dan latar belakang pengalaman yang pernah dihadapi oleh pengarang menjadi sumber inspirasi penciptaan novel Negeri Lima Menara. Selain daripada hal tersebut, latar belakang profesi pengarang turut

22 6 mempengaruhi gaya penulisan novel ini yang sangat mengutamakan unsur otentik dan keaslian dalam penggambaran setting/latar belakang cerita. Novel ini telah mendapatkan penghargaan antara lain; Liputan6 Award Bidang Motivasi dan Edukasi SCTV tahun 2011, Long List-Khatulistiwa Literary Award tahun 2010, Anugerah Pembaca Indonesia sebagai Buku dan Penulis Terfavorit tahun 2010, Buku Fiksi Terbaik tahun 2011 diperoleh dari Perpustakaan Nasional RI dan Penulis Terbaik tahun 2011 dari IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) selain pengahargaan tersebut, novel ini sudah difilmkan dan ditayangkan pada awal Maret 2012 di seluruh Indonesia. Selain cukup menghibur, keunggulan novel ini adalah menjadi National Best Seller yang sudah mencapai cetakan ke-9 (sembilan) pada November 2010 sejak pertama terbit pada bulan Juli Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teori strukturalisme genetik sebagai alat bantu untuk memahami pengaruh dunia pengarang dalam penciptaan novel Negeri Lima Menara. Analisis strukturalisme genetik dalam karya sastra berguna untuk menganalisis kehidupan-kehidupan sosial, interaksiinteraksi sosial tokoh-tokoh dalam novel Negeri Lima Menara. Penulis akan lebih mendeskripsikan pandangan dunia pengarang terhadap cerita dan tokoh-tokoh yang muncul dalam cerita novel Negeri Lima Menara. Untuk itu, pada penulisan skripsi ini, penulis mengambil judul : Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi: Sebuah Pendekatan Strukturalisme Genetik

23 7 B. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah dimaksudkan agar penelitian menjadi jelas dan terarah, sehingga mencapai sasaran yang diinginkan. Agar penelitian ini mencapai sasaran yang tepat, penelitian ini membatasi masalahnya pada analisis strukturalisme genetik. Analisis ini dikhususkan pada analisis tekstual guna mengetahui pandangan dunia pengarang dalam novel Negeri Lima Menara. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka dapat penulis sertakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah struktur intrinsik dalam novel Negeri Lima Menara? 2. Bagaimanakah konteks sosial dalam novel Negeri Lima Menara? 3. Bagaimanakah latar belakang kehidupan sosial pengarang novel Negeri Lima Menara? 4. Bagaimanakah pandangan dunia pengarang novel Negeri Lima Menara? D. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah penulis sampaikan diatas, maka adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Mengungkap struktur intrinsik novel Negeri Lima Menara. 2. Mengungkap konteks sosial yang terdapat dalam novel Negeri Lima Menara. 3. Mengungkap latar belakang kehidupan sosial budaya pengarang novel Negeri Lima Menara.

24 8 4. Mengungkap pandangan dunia pengarang yang tercermin dalam novel Negeri Lima Menara. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis a. Menambah khasanah pengkajian sastra khususnya teori strukturalisme genetik dan penggunaannya di dalam analisis sebuah karya sastra. b. Memberikan kajian mengenai pandangan dunia pengarang lewat karyanya sehingga dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk mengatasi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang maupun masalah yang muncul di masyarakat. c. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan penelitian sastra pada khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya. 2. Manfaat Praktis a. Membantu pembaca dalam memahami novel Negeri Lima Menara dari sudut pandang dunia pengarang. b. Menambah khazanah pengkajian sastra tentang strukturalisme genetik khususnya mengkaji pandangan dunia pengarang lewat karyanya sehingga dapat memberikan masukan yang berguna bagi pembaca untuk mengatasi berbagai permasalahan yang sering terjadi pada diri seseorang maupun masalah yang muncul di masyarakat.

25 9 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II landasan teori terdiri dari struktur intrinsik novel, strukturalisme genetik, dan pandangan dunia pengarang. Bab III metodologi penelitian terdiri dari metode penelitian, pendekatan, objek penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis. Bab IV analisis berisi struktur novel, lingkungan sosial pengarang, lingkungan sosial novel, dan pandangan dunia pengarang yang terefleksi dalam novel Negeri Lima Menara. Bab V penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir laporan akan dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran-lampiran, serta sinopsis novel Negeri Lima Menara.

26 BAB II LANDASAN TEORI A. Struktur Intrinsik Novel Menurut Fananie (2000: 83) unsur intrinsik adalah struktur formal karya sastra yang dapat disebut sebagai elemen-elemen atau unsur-unsur yang membentuk karya sastra. Unsur-unsur tersebut secara utuh membangun karya sastra fiksi dari dalam, unsur-unsur intrinsik yang paling pokok terdiri dari; (1) tokoh dan penokohan, (2) latar, (3) alur, dan (4) tema. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. 1. Tokoh dan Penokohan Menurut Sudjiman, penokohan merupakan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra. Dalam kisah yang fiktif pengarang membentuk tokoh-tokoh yang fiktif secara meyakinkan sehingga pembaca seolah-olah merasa berhadapan dengan manusia yang sebenarnya (Sudjiman, 1984:42). Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh namun pada umumnya ada satu tokoh utama. Tokoh utama tersebut adalah tokoh yang sangat penting dalam pengambilan peranan sebuah karya sastra. Pegembangan penokohan meliputi dua aspek yaitu aspek penampilan dan aspek watak atau karakter. Adapun jenis tokoh ada dua yaitu tokoh datar (flash character) dan tokoh bulat (round character). Tokoh datar adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi saja, misalnya baik saja atau buruk saja. commit Sedangkan to user tokoh bulat adalah tokoh yang 10

27 11 menunjukkan berbagai segi, misalnya segi kebaikan, keburukan, kelemahan, dan sebagainya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh tersebut. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovert. Tokoh introvert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Sedangkan tokoh ekstrovert adalah pribadi tokoh yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal juga tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai oleh pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Sedangkan tokoh ekstrovert adalah tokoh yang tidak disukai oleh pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Menurut Sayuti (1996: 47) ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni: a. Tokoh sentral atau tokoh utama Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa atau tokoh yang paling banyak diceritakan. Tokoh sentral atau tokoh utama dapat ditentukan dengan tiga cara, yaitu (1) tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, (2) tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan (3) tokoh itu paling memerlukan waktu penceritaan. b. Tokoh periferal atau tokoh tambahan (bawahan) Tokoh bawahan merupakan tokoh yang mengambil bagian kecil dalam peristiwa suatu cerita atau tokoh yang sedikit diceritakan. Penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang

28 12 dapat berupa: pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya (Suharianto 1982: 31). Dalam penokohan, dikenal ada dua cara atau metode yang digunakan pengarang untuk menggambarkan tokoh cerita (Sayuti 1996: 57-59) antara lain: 1. Metode diskursif atau metode analitik Metode ini digunakan pengarang dengan menyebutkan secara langsung masing-masing kualitas tokoh-tokohnya. 2. Metode dramatis atau metode tidak langsung Metode ini digunakan pengarang dengan memberikan tokoh-tokohnya untuk menyatakan diri mereka sendiri. Metode ini dapat dilakukan dari beberapa teknik antara lain: (1) teknik pemberian nama, (2) teknik cakapan, (3) teknik pikiran tokoh, (4) teknik arus kesadaran, (5) teknik lukisan persoalan tokoh, (6) teknik perbuatan tokoh, (7) teknik pandangan seorang atau banyak tokoh terhadap tokoh lain, (8) teknik lukisan fisik, dan (9) teknik pelukisan latar. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan dalam karya sastra adalah cara pengarang menggambarkan tokoh yang dapat menggerakkan cerita. Sedangkan tokoh-tokoh dalam cerita itu mempunyai watak atau karakter yang menghidupkan ketokohannya. 2. Latar atau Setting Latar atau setting adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra (Sudjiman, 1984:44).

29 13 Unsur latar dibedakan dalam beberapa indikator. Abrams (dalam Fananie, 2000:99) berpendapat, latar dibedakan menurut tiga indikator yang meliputi; pertama, general locale (tempat secara umum); kedua historical time (waktu historis); ketiga social circumstances (lingkungan sosial). Senada dengan Abrams, Nurgiyantoro (2002:227) juga membedakan latar menjadi tiga kategori : a. Latar tempat, yaitu menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. b. Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. c. Latar sosial, yaitu menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Fungsi setting/latar menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Wellek dan Warren 1994: ). adalah sebagai berikut a. Latar adalah lingkungan, dan lingkungan terutama interior rumah dapat dianggap berfungsi sebagai metonimia, atau metafora, ekspresi dari tokohnya. Rumah seseorang adalah perhiasan bagi dirinya sendiri. Kalau kita menggambarkan rumahnya berarti kita menggambarkan sang tokoh. Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya dan berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh, latar menjadi metafor dari keadaan commit emosional to user dan spiritual tokoh.

30 14 b. Latar yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan mood: alur dan penokohan didominasi oleh nada dan kesan tertentu disebut latar noveltik, misalnya pada karya noveltik. Deskripsi naturalistik lebih bersifat dokumentasi, dengan tujuan menciptakan ilusi. c. Dalam drama, latar digambarkan secara verbal (seperti dalam drama Shakespeare)atau ditunjukkan oleh petunjuk pementasan yang menyangkut dekorasi dan peralatan panggung disebut latar realistis. d. Latar juga dapat berfungsi sebagai penentu pokok: lingkungan dianggap sebagai penyebab fisik dan sosial, suatu kekuatan yang tidak dapat dikontrol oleh individu. Latar tidak hanya menunjukkan di mana dan kapan cerita itu terjadi. Lebih dari itu, latar juga harus sesuai dengan situasi sosial dan diagesis atau logika ceritanya. Hal ini diungkapkan oleh Zainuddin Fananie dalam bukunya Telaah Sastra. Fananie, (2000:99) berpendapat bahwa dalam telaah setting/latar sebuah karya sastra, bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat. hanya sekedar tempat terjadinya peristiwa, saat terjadinya peristiwa, dan situasi sosialnya, melainkan juga dari konteks diagesis-nya kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak para tokohnya sesuai dengan situasi pada saat karya tersebut diciptakan. Karena itu, dari telaah yang dilakukan harus diketahui sejauh mana kewajaran, logika peristiwa, perkembangan karakter pelaku sesuai dengan pandangan masyarakat yang berlaku saat itu.

31 15 3. Alur atau Plot Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu-kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Sebuah cerita merupakan rangkaian peristiwa. Peristiwa yang dirangkaikan tersebut adalah susunan peristiwa yang lebih kecil. Rangkaian kejadian itu tidak hanya disusun berdasarkan komposisi cerita melainkan bergerak berdasarkan hubungan sebab akibat. Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut alur, yakni cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat dan utuh (Suharianto 1982: 28). menjadi; Menurut Zulfahnur, dkk (1996: 27), berdasarkan fungsinya alur dibagi a. Alur utama Alur utama adalah alur yang berisi cerita pokok, dibentuk oleh peristiwa pokok atau utama. b. Alur bawahan (subplot) Alur bawahan adalah alur yang berisi kejadian-kejadian kecil menunjang peristiwa-peristiwa pokok, sehingga cerita tambahan tersebut berfungsi sebagai ilustrasi alur utama.

32 16 4. Tema dan Amanat Fananie mengemukakan pendapatnya bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra (2000: 84). Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro juga mengatakan bahwa tema adalah dasar cerita, gagasan dasar umum, sebuah karya novel/novel. Gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dengan kata lain, cerita tentunya akan setia mengikuti gagasan dasar umum yang telah ditetapkan sebelumnya sehingga berbagai peristiwa-konflik dan pemilihan berbagai unsur intrinsik yang lain dapat mencerminkan gagasan dasar umum (baca: tema) tersebut (2002:70). Analisis terhadap tema diusahakan untuk memahami cerita secara terpadu. Meskipun demikian, dalam sebuah karya sastra terkadang tidak hanya memuat satu tema. Karena itu, curahan perhatian sering tertuju pada bagian-bagian itu. Dengan kata lain, kemunculan motif yang berulang kali dapat dikatakan sebagai pengenalan terhadap tema utama dan tema bawahan atau tema-tema minor mempertegas tema mayor. Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa tema adalah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema dapat dibedakan menjadi dua yaitu tema mayor dan tema minor. Tema mayor merupakan tema yang sangat menonjol dan tema minor adalah tema yang tidak menonjol. Amanat menurut Panuti Sudjiman (1984) adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin commit disampaikan to user pengarang kepada pembaca atau

33 17 pendengar. Di dalam karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat dan di dalam karya sastra lama pada umumnya tersurat (hal.5). Tema dan amanat sangat erat kaitannya. Amanat merupakan pemecahan persoalan yang terkandung dalam tema. Amanat juga merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam rangka menyelesaikan persoalan yang ada. B. Strukturalisme Genetik Strukturalisme genetik (genetik structuralism) adalah cabang penelitian sastra secara struktural yang tak murni. Strukturalisme genetik ini merupakan penggabungan antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya (Endraswara 2003: 55). Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Bagi dia, karya sastra sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan. Strukturalisme genetik muncul sebagai reaksi atas Stukturalisme murni yang mengabaikan latar belakang sejarah dan latar belakang sastra yang lain. Hal ini diakui pertama kali oleh Juhl (Teeuw 1988: 173) bahwa penafsiran model strukturalisme murni atau strukturalisme klasik kurang berhasil (Endraswara 2003: 55-56). Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. commit Pendekatan to user ini mempunyai segi-segi yang

34 18 bermanfaat dan berdaya guna tinggi, apabila para peneliti sendiri tidak melupakan atau tetap memperhatikan segi-segi intrinsik yang membangun karya sastra, di samping memperhatikan faktor-faktor sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreativitas dengan memanfaatkan faktor imajinasi (Endraswara 2003: 56). Pendapat di atas sesuai dengan pendapat Endraswara (2003: 56) yang menyatakan bahwa studi strukturalisme genetik memiliki dua kerangka besar. Pertama hubungan antara makna suatu unsur dengan unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk suatu jaringan yang saling mengikat. Strukturalisme genetik tidak begitu saja dari struktur dan pandangan dunia pengarang. Pandangan dunia pengarang itu sendiri dapat diketahui melalui latar belakang kehidupan pengarang. Hal itulah yang memberikan kekuatan hasil analisis novel dengan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra secara singkatnya adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Pencipta karya sastra adalah anggota masyarakat. Jelaslah bahwa pendekatan sosiologi sastra terutama dengan metode strukturalisme genetik sangat erat hubungannya dengan pengarang. Lebih lanjut Goldmann mengemukakan bahwa semua aktivitas manusia merupakan kreasi atau percobaan untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan aspirasinya. Sesuatu yang dihasilkan merupakan fakta hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dengan dunia sekitarnya (Fananie 2000: 117).

35 19 Strukturalisme genetik pada prinsipnya adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu yang statis dan lahir yang sendirinya melainkan merupakan hasil strukturasi struktur kategori pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu. Oleh karena itu pemahaman mengenai strukturalisme genetik, tidak mungkin dilakukan tanpa pertimbangan-pertimbangan faktor-faktor sosial yang melahirkannya, sebab faktor itulah yang memberikan kepaduan pada struktur karya sastra itu (Goldmann dalam Faruk 1999: 13). Ada dua kelompok karya sastra menurut Goldmann (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 61), yaitu karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama dan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua. Karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang utama adalah karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan, karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas dan kesadaran kolektif. Untuk penelitian sastra yang mengungkapkan pendekatan strukturalisme genetik oleh Goldmann disarankan menggunakan karya sastra ciptaan pengarang utama, karena sastra yang dihasilkannya merupakan karya agung (master peace) yang di dalamnya mempunyai tokoh problematik (problematic hero) atau mempunyai wira yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (autthentic value). Menurut Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) karya sastra sebagai struktur bermakna itu akan mewakili pandangan dunia penulis, tidak sebagai

36 20 individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Dengan demikian, dapat ditanyakan bahwa strukturalisme genetik merupakan penelitian sastra yang menghubungkan antara struktur sastra dengan struktur masyarakat melalui pandangan dunia atau ideologi yang diekspresikannya. Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut, bagi Goldmann merupakan hubungan genetik, karenanya disebut sebagai strukturalisme genetik. Pada bagian lain, Goldmann mengemukakan bahwa pandangan dunia merupakan perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dengan alam semesta. Sebagai sebuah analisis strukturalisme genetik didasarkan faktor kesejarahan karena tanpa menghubungkan dengan fakta-fakta kesejarahan pada suatu objek kolektif di mana suatu karya diciptakan, tidak seorang pun akan mampu memahami secara komprehensif pandangan dunia atau hakikat dari yang dipelajari (Goldmann dalam Fananie 2000: 120). Pandangan dunia, yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra adalah abstraksi. Abstraksi itu akan mencapai bentuknya yang konkret dalam sastra. Oleh karena itu pandangan dunia ini suatu bentuk kesadaran kolektif yang mewakili kelas sosialnya. Oleh karena itu, karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetik) dari latar belakang sosial tertentu. Keterkaitan pandangan dunia penulis dengan ruang dan waktu tertentu tersebut bagi Goldmann merupakan hubungan genetik dan disebut strukturalisme genetik. Dalam kaitannya ini, karya sastra harus dipandang dari asalnya dan kejadiannya (Endraswara 2003: 57).

37 21 Atas dasar hal-hal tersebut, Goldmann (dalam Endraswara 2003: 57) memberikan rumusan penelitian strukturalisme genetik ke dalam tiga hal, yaitu: (1) penelitian terhadap karya sastra seharusnya dilihat sebagai satu kesatuan; (2) karya sastra yang diteliti mestinya karya sastra yang bernilai sastra yaitu karya yang mengandung tegangan (tension) antara keragaman dan kesatuan dalam suatu keseluruhan (a coherent whole); (3) jika kesatuan telah ditemukan, kemudian dianalisis dalam hubungannya dengan latar belakang sosial. Secara sederhana, kerja penelitian strukturalisme genetik dapat diformulasikan dalam tiga langkah antara lain: 1. Penelitian bermula dari kajian unsur intrinsik, baik secara parsial maupun dalam jalinan keseluruhan. Penelitian strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut pandang yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali dari bagian unsur intrinsik (kesatuan dan koherensi) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkap aspek sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra. Untuk sampai pada world view yang merupakan pandangan dunia pengarang memang bukan perjalanan mudah. Karena itu, Goldman mengisyaratkan bahwa penelitian bukan terletak pada analisis isi, melainkan lebih pada struktur cerita. Dari struktur cerita itu kemudian dicari jaringan yang membentuk kesatuannya. Penekanan pada struktur dengan mengabaikan isi kebenarannya merupakan suatu permasalahan

38 22 tersendiri, karena hal tersebut dapat mengabaikan hakikat sastra yang merupakan tradisi sendiri (Laurenson dan Swingewood dalam Endraswara 2003: 57-58). Penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik terlebih dahulu harus memulai langkah yaitu kajian unsur-unsur intrinsik. Dari pengkajian unsur-unsur intrinsik ini akan dapat memunculkan tokoh problematik dalam novel tersebut. Tokoh problematik yang terdapat dalam novel akan memunculkan adanya pandangan dunia pengarang akan dimunculkan melalui tokoh problematik (problematic hero). Tokoh problematik (problematik hero) adalah tokoh yang mempunyai masalah yang berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) dan berusaha mendapatkan nilai yang sahih (authentic value). Melalui tokoh problematik inilah pandangan dunia pengarang akan terlihat dari pemberian solusi-solusi yang diberikan oleh pengarang kepada tokoh problematik dalam usahanya untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. 2. Mengkaji kehidupan sosial budaya pengarang, karena ia merupakan bagian dari komunitas tertentu. Sosial budaya terdiri atas dua kata yaitu sosial dan budaya. Sosial berarti berkenaan dengan masyarakat. Budaya adalah keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat. Budaya dapat dikaitkan sebagai warisan yang dipandang sebagai karya yang tersusun secara teratur, terbiasa, dan sesuai dengan tata tertib. Hasil budaya tersebut dapat berupa kemahiran teknik, pikiran, gagasan, kebiasaan-kebiasaan tertentu atau hal-hal yang bersifat kebendaan. Kata kebudayaan mengandung pengertian yang kompleks yang mencakup

39 23 pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, cara hidup, dan lain-lain. kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat kebudayaan adalah hasil budi, daya kerja akal manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya. Kebudayaan terbentuk karena adanya manusia, sedang manusia merupakan anggota masyarakat. Simpulan yang diperoleh dari beberapa pengertian sosial budaya di atas adalah segala sesuatu mencakup pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh manusia melalui akal budinya sebagai makhluk sosial. Kelas sosial pengarang akan mempengaruhi bentuk karya sastra yang diciptakannya, sebagaimana dikatakan Griff (dalam Faruk 1999: 55) sekolah dan latar belakang keluarga dengan nilai-nilai dan tekanannya mempengaruhi apa yang dikerjakan oleh sastrawan. Gejolak batin pengarang menjadi hal yang sangat urgen dalam peristiwa munculnya karya sastra. Sebagai manusia pengarang berusaha mengaktualisasikan dirinya, menaruh minat terhadap masalah-masalah manusia dan kemanusiaan, hidup, dan kehidupan melalui karya sastra. Meskipun demikian, karya sastra berbeda dengan rumusan sejarah. Dalam sebuah karya sastra, kehidupan yang ditampilkan merupakan peramuan antara pengamatan dunia keseharian dan hasil imajinasi. Jadi, kehidupan dalam sastra merupakan kehidupan yang telah diwarnai oleh pandangan-pandangan pengarang. Latar belakang sosial budaya pengarang dapat mempengaruhi penciptaan karya-karyanya, karena pada dasarnya sastra mencerminkan keadaan sosial baik

40 24 secara individual (pengarang) maupun secara kolektif. Hal tersebut menyebabkan secara sadar atau tidak sadar bahwa dalam menciptakan karya sastra baik sedikit ataupun banyak dipengaruhi oleh pemikiran perasaan dan pengalaman hidupnya, salah satunya yaitu bahwa latar belakang sosial budaya pengarang akan mempengaruhi penciptaan karya sastra yang ditulisnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan sosial budaya pengarang akan mempengaruhi karya sastra yang ditulis. Karena pengarang merupakan bagian dari komunitas tertentu. Sehingga kehidupan sosial budaya pengarang akan dapat mempengaruhi karya sastranya. Pengarang bukan hanya penyalur dari suatu pandangan dunia kelompok masyarakat, tetapi juga menyalurkan reaksinya terhadap fenomena sosial budaya dan mengeluarkan pikirannya tentang satu peristiwa. Secara singkat, kehidupan sosial budaya pengarang akan memunculkan pandangan dunia pengarang, karena pandangan dunia pengarang terbentuk dari pandangan pengarang setelah ia berintereaksi dengan pandangan kelompok sosial masyarakat pengarang. 3. Mengkaji latar belakang sosial sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarang. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 59). Karya sastra yang besar menurut Goldman (dalam Fananie 2000: 165) dianggap sebagai fakta sosial dari commit subjek to tran-individual user karena merupakan alam

41 25 semesta dan kelompok manusia. Itulah sebabnya pandangan dunia yang tercermin dalam karya sastra terikat oleh ruang dan waktu yang menyebabkan ia bersifat historis. Johnson (dalam Faruk 1999: 45-46) menyimpulkan bahwa novel mempresentasikan suatu gambaran yang jauh lebih realistik mengenai kehidupan sosial. Dengan demikian, karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk menuliskan kembali kehidupan dalam bentuk cerita. Bonald (dalam Wellek dan Warren 1994: 110) mengemukakan hubungan antara sastra erat kaitannya dengan masyarakat. Sastra ada hubungan dengan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan kehidupan zaman tertentu secara nyata dan menyeluruh. Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau strukturnya. Suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu warna karya sastra tertentu pula (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 61). Melalui karya sastra seorang pengarang mengungkapkan problem kehidupan yang pengarang sendiri ikut di dalamnya. Karya sastra memberi pengaruh pada masyarakat, bahkan seringkali masyarakat sangat menentukan nilai karya sastra yang hidup pada suatu zaman, sementara sastrawan itu sendiri merupakan anggota masyarakat tidak dapat mengelak dari adanya pengaruh yang diterimanya dari lingkungan yang membesarkannya dan sekaligus membentuknya sebagai realitas sosial (Semi 1989: commit 73). to user

42 26 Semi (1989: 53) menyatakan bahwa karya sastra merupakan suatu fenomena sosial yang terkait dengan penulis, pembaca, dan kehidupan manusia. Karya sastra sebagai fenomena sosial tidak hanya terletak pada segi penciptanya saja, tetapi juga pada hakikat karya sastra itu sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa reaksi sosial seorang penulis terhadap fenomena sosial yang dihadapinya mendorong ia menulis karya sastra. Oleh karena itu, mempelajari karya sastra berarti mempelajari kehidupan sosial. Hal itu bermakna bahwa kajian karya sastra terkait dengan kajian manusia, kajian tentang kehidupan. Untuk lebih jelasnya, dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode strukturalisme genetik dapat kita ikuti langkah-langkah yang ditawarkan oleh Laurensin dan Swingewood yang disetujui oleh Goldman (Iswanto dalam Jabrohim (ed) 1994: 62) sebagai berikut: a. Peneliti sastra itu dapat kita ikuti sendiri. Mula-mula sastra diteliti strukturnya untuk membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang padu dan holistik. b. Penghubungan dengan sosial budaya. Unsur-unsur kesatuan karya sastra dihubungkan dengan sosio budaya dan sejarahnya, kemudian dihubungkan dengan struktur mental yang berhubungan dengan pandangan dunia pengarang. c. Untuk mencapai solusi atau kesimpulan digunakan metode induktif, yaitu metode pencarian kesimpulan dengan jalan melihat premis-premis yang sifatnya spesifik untuk selanjutnya mencapai premis general.

43 27 C. Pandangan Dunia Pengarang Pandangan dunia adalah istilah menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersamasama anggota-anggota suatu kelornpok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain (Goldmann dalam Faruk, 1999: 16). Pandangan dunia merupakan produk interaksi antara subjek kolektif dengan situasi sekitarnya sebab pandangan dunia tidak lahir dengan tiba-tiba. Transformasi mentalitas yang lama secara perlahan-lahan dan bertahap diperlukan demi terbangunnya mentalitas yang baru dan teratasinya mentalitas yang lama. Dalam salah satu esainya, Genetic Structuralism in The Sociology of Literature Lucien Goldman (dalam Elizabeth & Burns 1973: ) menjelaskan, ada tiga kemungkinan yang dilakukan seorang pengarang dalam menghadapi realitas lingkungannya: (1) mencatat dan memaknai, (2) bersikap dan bereaksi, serta (3) mengubah dan menciptakan realitas baru dalam karyanya. Kesadaran yang nyata adalah kesadaran yang dimiliki oleh individuindividu yang ada dalam masyarakat, kelompok sekerja, dan sebagainya ditambah dengan kompleksnya mengenai makna dan arah dan aspirasi makna dan arah keseluruhan dan aspirasi-aspirasi, perilaku-perilaku, dan emosi-emosi kolektifnya. Sebaliknya, kesadaran yang mungkin adalah yang menyatakan suatu kecenderungan kelompok ke arah suatu koherensi menyeluruh, perspektif yang koheren dan terpadu mengenai hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam semesta. (Goldmann dalam Faruk 1999: 16-17).

44 28 Menurut Goldmann (dalam Endraswara, 2003: 57) karya sastra sebagai struktur yang memiliki makna merupakan wakil pandangan dunia (vision du monde) pengarang tidak sebagai individu melainkan sebagai anggota masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra tidak akan dapat dipahami secara utuh jika totalitas kehidupan masyarakat yang telah melahirkan teks sastra diabaikan begitu saja. Pengabaian unsur rnasyarakat bisa mengakibatkan penelitian sastra menjadi pincang. Pandangan dunia yang bagi Goldmann selalu terbayang dalam karya sastra yang agung, adalah abstraksi (bukan fakta empiris yang memiliki eksistensi objektif). Kemudian abstraksi itu akan mengalami bentuk konkret dalam karya sastra. Oleh identitas kolektifnya, maka dia secara sahih dapat mewakili kelas sosialnya. Pandangan itulah yang menentukan struktur suatu karya sastra. Oleh sebab itu karya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (unsur genetiknya) dan latar belakang sosial tertentu, yang bagi Goldmann merupakan hubungan genetik. (Goldmann dalam Endaswara, 2003: 57) Goldmann menyatakan bahwa pandangan dunia erat hubungannya dengan unsur struktur karya sastra dan struktur masyarakat. Goldmann percaya adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat, sebab keduanya merupakan produk dan aktivitas strukturasi yang sama. Akan tetapi, hubungan antara keduanya tersebut tidak dipahami sebagai hubungan determinasi yang Iangsung, melainkan dimediasi oleh apa yang disebutnya sebagai pandangan dunia (Goldmann dalam Faruk, 1999: 15-16).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya sastra. Beberapa diantaranya adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Berdasarkan temuan penulis, teori struktural genetik ini, sudah digunakan oleh beberapa penulis dalam meneliti atau mengkaji karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan karya seni yang mengandung banyak estetika keindahan, dalam karya sastra itu sendiri banyak mengankat atau menceritakan suatu realitas yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya. Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang mengambil kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati oleh pembaca pada khususnya dan oleh masyarakat pada umumnya. Hal-hal yang diungkap oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Terbukti dari banyak karya sastra yang muncul, baik berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. 1 Drs. Atar Semi. Kritik Sastra, 1984: Ibid. Hal. 52. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesusastraan merupakan sebuah bentuk ekspresi atau pernyataan kebudayaan dalam suatu masyarakat. Sebagai ekspresi kebudayaan, kesusastraan mencerminkan sistem sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan cerminan keadaan sosial masyarakat yang dialami pengarang, yang diungkapkan kembali melalui perasaannya ke dalam sebuah tulisan. Dalam tulisan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra tak akan pernah lepas dari pengaruh realitas kehidupan yang mengitarinya. Karya sastra seolah menjadi saksi situasi kehidupan dimana dan kapan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya satra merupakan sebuah karya seni yang diciptakan seorang sastrawan yang mengandung unsur keindahan untuk dinikmati masyarakat, bukan hanya sekedar dibaca akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah produk kebudayaan (karya seni) yang lahir di tengah-tengah masyarakat dan pengarang sebagai pencipta karya sastra merupakan bagian dari masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang kajian struktural-genetik belum ada yang meneliti di Kampus Universitas Negeri Gorontalo, khususnya pada Jurusan Bahasa dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah wujud tertulis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan seni cipta antara perpaduan imajinasi pengarang dan pengalaman kehidupan yang ada disekitarnya, mungkin pernah ia alami sendiri. Dalam hubungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

ASPEK-ASPEK TEMATIS DALAM BUKU KAMBING JANTAN KARYA RADITYA DIKA: Tinjauan Struktural Robert Stanton

ASPEK-ASPEK TEMATIS DALAM BUKU KAMBING JANTAN KARYA RADITYA DIKA: Tinjauan Struktural Robert Stanton ASPEK-ASPEK TEMATIS DALAM BUKU KAMBING JANTAN KARYA RADITYA DIKA: Tinjauan Struktural Robert Stanton SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada

BAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penelitian ini melibatkan beberapa konsep, antara lain sebagai berikut: 2.1.1 Gambaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:435), gambaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Penulis melakukan telaah kepustakaan yang berhubungan dengan PDH dengan menelusuri penelitian sebelumnya. Telaah pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA SOSIAL DALAM CERPEN KURMA KIAI KARNAWI KARYA AGUS NOOR (Pendekatan Sosiologi Sastra)

PROBLEMATIKA SOSIAL DALAM CERPEN KURMA KIAI KARNAWI KARYA AGUS NOOR (Pendekatan Sosiologi Sastra) PROBLEMATIKA SOSIAL DALAM CERPEN KURMA KIAI KARNAWI KARYA AGUS NOOR (Pendekatan Sosiologi Sastra) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kebudayaan sangat erat. Oleh sebab itu, sebagian besar objek karya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu bentuk institusi sosial dan hasil pekerjaan seni kreatif dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Hubungan antara sastra, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos.

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. 7 BAB II LANDASAN TEORI E. Pengertian Psikologi Secara etimologis psikologi berasal dari bahasa Yunani Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN Pada bab ini akan diuraikan empat hal pokok yaitu: (1) kajian pustaka, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nurgiyantoro (2012:70) dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang ingin menyampaikan nilai-nilai hidup kepada pembaca, karena pada hakekatnya pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu

BAB I PENDAHULUAN. tidak dengan tiba-tiba mendapat berkah misterius, kemudian dengan elegannya mencipta suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra adalah suatu tulisan yang memiliki keindahan yang luar biasa karena menggambarkan tentang kehidupan. Seseorang yang berjiwa sastra akan menghasilkan suatu karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya (Iswanto dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra,

BAB I PENDAHULUAN. analisis unsur intrinsiknya, yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebuah karya sastra itu diciptakan pengarang untuk dibaca, dinikmati, ataupun dimaknai. Dalam memaknai karya sastra, di samping diperlukan analisis unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra sangat berperan penting sebagai suatu kekayaan budaya bangsa. Melalui karya sastra manusia bisa mengetahui sejarah berbagai hal, mempelajari adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan aspek penting dalam penelitian. Konsep berfungsi untuk menghindari kegiatan penelitian dari subjektifitas peneliti serta mengendalikan

Lebih terperinci

NOVEL ZIARAH YANG TERPANJANG KARYA K.USMAN Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra

NOVEL ZIARAH YANG TERPANJANG KARYA K.USMAN Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra NOVEL ZIARAH YANG TERPANJANG KARYA K.USMAN Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 9 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Sebagaimana telah disinggung pada Bab 1 (hlm. 6), kehidupan masyarakat dapat mengilhami sastrawan dalam melahirkan sebuah karya. Dengan demikian, karya sastra dapat menampilkan gambaran

Lebih terperinci

REPRESENTASI IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI: Pendekatan Sejarah Intelektual

REPRESENTASI IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI: Pendekatan Sejarah Intelektual REPRESENTASI IDEOLOGI PENGARANG DALAM NOVEL MARYAM KARYA OKKY MADASARI: Pendekatan Sejarah Intelektual SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu merupakan unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang dialaminya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra sebagai sebuah ungkapan pribadi pengarang berdasarkan kreativitas/ imajinasi pengarang. Sastra juga dapat dijadikan sebagai wadah seorang pengarang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA.

NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. NILAI-NILAI PENDIDIKAN NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA. Oleh : Gilang Ratnasari Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP-Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya (Teew, 1991: 11) seperti halnya budaya, sejarah dan kebudayaan sastra yang merupakan bagian dari ilmu humaniora.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti lirik lagu, novel, dan sebagainya. Novel merupakan karya sastra yang

BAB I PENDAHULUAN. seperti lirik lagu, novel, dan sebagainya. Novel merupakan karya sastra yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini banyak sekali karya sastra yang diciptakan oleh anak bangsa seperti lirik lagu, novel, dan sebagainya. Novel merupakan karya sastra yang berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN. Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN 2.1 Tinjauan pustaka Suatu penelitian dapat mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hal itu dapat dijadikan sebagai titik tolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain itu sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1990: 3). Karya sastra adalah suatu kegiatan kreatif, hasil kreasi pengarang. Ide

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI: Tinjauan Sosiologi Sastra Alan Swingewood

KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI: Tinjauan Sosiologi Sastra Alan Swingewood KRITIK SOSIAL DALAM NOVEL PERTEMUAN DUA HATI KARYA NH. DINI: Tinjauan Sosiologi Sastra Alan Swingewood SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Sekolah : SMA SMA Negeri 1 Wonogiri Mata Pelajaran/Tema : Bahasa Indonesia/ Kelas/Semester Waktu : XI / Ganjil : 1 x Pertemuan (2 x 45 menit) Hari : Kamis, 23 Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan cermin dari kehidupan masyarakat dalam satu zaman. Artinya, melalui karya sastra, kita dapat mengetahui bagaimana kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan membaca karya sastra pembaca atau masyarakat umum dapat mengetahui kehidupan masyarakat dalam suatu karya sastra, karena hakekatnya sastra merupakan cermin dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan bahwa sastra adalah institusi sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah 1.1.1. Latar Belakang Sastra 1 merupakan curahan hati manusia berupa pengalaman atau pikiran tentang suatu objek tertentu. Rene Wellek mengatakan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS NILAI MORAL DALAM NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Ady Wicaksono Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adywicaksono77@yahoo.com Abstrak: Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari media massa. Pada perkembangannya film dianggap sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari media massa. Pada perkembangannya film dianggap sebagai alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Film sebagai media kedua dalam komunikasi sekunder merupakan salah satu bagian dari media massa. Pada perkembangannya film dianggap sebagai alat komunikasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra

BAB I PENDAHULUAN. sastrawan dalam mengemukakan gagasan melalui karyanya, bahasa sastra 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang mengekspresikan pikiran, gagasan maupun perasaannya sendiri tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang

II. LANDASAN TEORI. dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang II. LANDASAN TEORI 2.1.Kemampuan Mengapresiasi Cerpen 2.1.1 Pengertian Apresiasi Secara leksikal, appreciation apresiasi mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa,

BAB I PENDAHULUAN. emosional (Nurgiyantoro: 2007:2). Al-Ma ruf (2010:3) berpendapat bahwa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini

BAB II LANDASAN TEORI. berjudul Citra Perempuan dalam Novel Hayuri karya Maria Etty, penelitian ini 12 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Sejenis Penelitian lain yang membahas tentang Citra Perempuan adalah penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Yuliastuti (2005) dalam penelitian yang berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan dan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci